Struktur Komunitas Cacing Parasitik pada Ikan Kembung (Rastrelliger brachysoma dan R. kanagurta) di Perairan Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu

STRUKTUR KOMUNITAS CACING PARASITIK PADA
IKAN KEMBUNG (Rastrelliger brachysoma dan R. kanagurta)
DI PERAIRAN TELUK BANTEN DAN PELABUHAN RATU

FORCEP RIO INDARYANTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Struktur Komunitas
Cacing Parasitik pada Ikan Kembung (Rastrelliger brachysoma dan R. kanagurta)
di Perairan Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor,

Juli 2014

Forcep Rio Indaryanto
NIM C251110071

RINGKASAN
FORCEP RIO INDARYANTO. Struktur Komunitas Cacing Parasitik pada Ikan
Kembung (Rastrelliger brachysoma dan R. kanagurta) di Perairan Teluk Banten
dan Pelabuhan Ratu. Dibimbing oleh YUSLI WARDIATNO dan RISA TIURIA.
Ikan kembung (Rastrelliger Spp.) merupakan salah satu ikan pelagis kecil
yang sangat disukai oleh masyarakat Indonesia. Parasitisme memiliki peran
penting dalam biologi perikanan. Parasitisme merupakan kejadian yang biasa
terjadi dalam lingkungan perairan laut dan memungkinkan semua ikan laut
terinfeksi cacing parasitik.
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi karakteristik struktur
komunitas cacing parasitik pada ikan R. brachysoma dan R. kanagurta di
perairanTeluk Banten dan Pelabuhan Ratu dan juga mempelajari interaksi tiga

komponen utama penyebab penyakit yaitu ikan sebagai inang, lingkungan
perairan dan cacing parasitik.
Hasil penelitian menunjukan bahwa cacing parasitik yang terdapat pada ikan
kembung adalah Lechitocladium angustiovum (Digenea: Hemiuridae),
Lecitochirium sp. (Digenea: Hemiuridae), Prodistomum orientalis (Digenea:
Lepocreadiidae) dan Anisakis typica (Nematodes: Anisakidae), dengan nilai
prevalensi 90,12%. Cacing L. Angustiovum sangat dominan. Species Anisakis
yang ditemukan bukan termasuk spesies zoonotic. Lambung dan usus merupakan
mikrohabitat bagi cacing parasitik. Secara statistik, jumlah parasit yang terdapat
pada ikan R. kanagurta dan R. Brachysoma tidak berbeda karena keduanya masih
memiliki kekerabatan yang dekat. Jumlah cacing parasitik pada daerah Teluk
Banten dan Pelabuhan Ratu tidak berbeda, karena masih perada dalam kawasan
perairan tropis dan secara genetik ikan kembung pada kedua daerah masih
merupakan satu stok populasi. Faktor yang mempengaruhi jumlah infeksi cacing
parasitik pada saluran pencernaan Rastrelliger spp. adalah panjang, GSI, pH dan
suhu perairan.
Kata kunci: Cacing Parasitik, Ikan kembung, karakteristik habitat, Pelabuhan
Ratu, Rastrelliger spp., Teluk Banten

SUMMARY

FORCEP RIO INDARYANTO. Community Structure of Helminth Parasites of
Mackerel Species (Rastrelliger brachysoma and R. kanagurta) from Teluk Banten
dan Pelabuhan Ratu. Supervised by YUSLI WARDIATNO and RISA TIURIA.
The Rastrelliger Spp. is the most commercially important small pelagic fish
in Indonesia. Parasitism plays a central role in fish biology. Parasitism is a
ubiquitous phenomenon in the marine environment and it is probable that all
marine fishes are infected with parasites.
The main aim of this study was to identification a community structure of
helminth parasites of Rastrelliger brachysoma and R. kanagurta from Teluk
Banten dan Pelabuhan Ratu and to study an interaction tree component of fish
healthy management.
Helminth parasitic of Rastrelliger spp. are Lechitocladium angustiovum
(Digenea: Hemiuridae), Lecitochirium sp. (Digenea: Hemiuridae), Prodistomum
orientalis (Digenea: Lepocreadiidae) and Anisakis typica (Nematodes:
Anisakidae), with 90.12% of prevalence. Anisakis species is not zoonotic parasite
kategories. The fish digestion was a microhabitat for helminth parasitik because
they have much foodstuff. They are not significant different of helminth parasitic
abundance from R. kanagurta and R. brachysoma, but significant in helminth
species richness. L. angustonum are dominances. The different location was’t
have significant different of helminth parasitic abundance because Indonesian in

the tropical zone. Fish body length, Gonads somatic index, water pH and water
temperature are the importance factor of mackerel parasites abundances.
Keywords: Helminth parasites, Pelabuhan Ratu Bay, The characteristic habitat,
Rastrelliger spp., Banten Bay

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

STRUKTUR KOMUNITAS CACING PARASITIK PADA
IKAN KEMBUNG (Rastrelliger brachysoma dan R. kanagurta)
DI PERAIRAN TELUK BANTEN DAN PELABUHANRATU

FORCEP RIO INDARYANTO


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

2

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Majariana Krisanti, S.Pi., M.Si

3
Judul Tesis : Struktur Komunitas Cacing Parasitik pada Ikan Kembung
(Rastrelliger brachysoma dan R. kanagurta) di Perairan Teluk
Banten dan Pelabuhan Ratu

Nama
: Forcep Rio Indaryanto
NIM
: C251110071

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc
Ketua

drh. Risa Tiuria, MS, Ph.D
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya
Perairan


Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc.

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian: 07 Juli 2014

Tanggal Lulus: 14 Agustus 2014

4

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2012 ini dengan judul
Struktur Komunitas Cacing Parasitik pada Ikan Kembung (Rastrelliger
brachysoma dan R. Kanagurta) di Perairan Teluk Banten dan Pelabuhan ratu.
Tesis ini tidak mungkin dapat tersusun tanpa bantuan dan dukungan moral dari
keluarga tercinta: ayah, ibu, istri, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih

sayangnya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak kepada Dr. Ir. Yusli
Wardiatno, M.Sc dan drh. Risa Tiuria, MS, Ph.D selaku pembimbing yang dengan
penuh kesabaran dan dedikasi memberikan pengarahan dan masukan yang sangat
berarti dalam penelitian ini. Ungkapan terima kasih karena telah banyak
membantu di Laboratorium kepada Endang Juniardi dan mahasiswa Untirta di
Laboratorium budidaya Untirta, pak Eman dan Bibi (almarhum) di Laboratorium
Helmintologi IPB, staf Laboratorium Sumberdaya Air Provinsi Banten, juga
kepada Dr. Makoto TSUCHIYA, Dr. Hideyuki Imai dan Muhamad Fadry
Abdullah atas ilmu dan pengalamannya di University of the Ryukyus, Okinawa –
Japan. Penghargaan yang besar penulis sampaikan kepada Pak Agus beserta
nelayan Pelabuhan Ratu juga Pak Warca beserta nelayan Karangantu –Teluk
Banten yang juga telah memberikan bantuan berupa informasi dan juga
pendampingan selama penulis melakukan pengambilan sampel.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor,

Juli 2014


Forcep Rio Indaryanto

5

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah

Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis Penelitian

1
1
2
2
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Kembung (Rastrelliger spp.)
Infeksi Parasit
Lingkungan Perairan
Interaksi Komponen Kesehatan Ikan

3
3
5

7
8

3 METODE
Metode Pengambilan Sampel
Prosedur Pengukuran dan Pemeriksaan
Prosedur Analisis Data

9
9
10
12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan

14
14
24

5 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

30
30
30

DAFTAR PUSTAKA

31

LAMPIRAN

36

RIWAYAT HIDUP

43

6

DAFTAR TABEL
1 Klasifikasi tingkat kematangan gonad ikan kembung betina
menurut Burnahuddin et al. (1984)
2 Kategori nilai prevalensi menurut Williams dan Williams (1996)
3 Kategori nilai intensitas menurut Williams dan Williams (1996)
4 Amova population pairwise (FST) pada R. brachysoma
5 Karakteristik biologi R. kanagurta dan R. brachysoma dari perairan
Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu
6 Karakteristik biologi reproduksi R. kanagurta dan R. brachysoma dari
perairan Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu
7 Salinitas, suhu, turbidity, pH, DO dan curah hujan dari permukaan dan
kedalaman 10 meter perairan Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu
8 Komunitas cacing parasitik pada R. kanagurta dan R. brachysoma dari
perairan Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu
9 Distribusi cacing parasitik pada organ lambung dan usus dari
Rastrelliger spp. Jumlah (A), intensity rata-rata (MI) and prevalensi (P)
10 Hubungan antara panjang (cm) dengan jumlah (A), intensitas rata-rata
(MI) dan prevalensi (P%) cacing parasitik
11 Inventaris cacing parasitik pada R. kanagurta dari berbagai negara
12 Daerah penyebaran, inang dan ukuran dari L. angustiovum dan L.
excisum menurut Gibson dan Bray (1986)

11
12
13
15
15
15
16
22
22
23
24
24

DAFTAR GAMBAR
1 Morphologi spesies-spesies ikan kembung
2 Lokasi pengambilan Rastrelliger sp. (1) Teluk Banten, dan (2)
Pelabuhan Ratu
3 Foto dan sketsa R. brachysoma dan R. Kanagurta dari Pelabuhan Ratu
4 Phylogenetic Tree (NJ dengan model kimura 2) dari DNA
L. angustiovum yang dibandingkan Family Hemiuridae lainnya
5 Anatomi specimen segar L. angustiovum perbesaran 100x (A) dan
specimen awetan L. angustiovum perbesaran 100x (B) dari R.
brachysoma di Pelabuhan Ratu. L. angustiovum dalam cawan petri
dengan diameter 5 cm dari R. kanagurta di Pelabuhan Ratu (C).
Keterangan: 1) oral sucker; 2) faring; 3) ventral sucker; 4) testis; 5)
ovarian; 6) uterus; dan 7) lubang ekskresi
6 Anatomi specimen segar Lecitochirium sp. perbesaran 100x dari R.
kanagurta di Pelabuhan Ratu
7 Anatomi specimen segar Prodistomum sp. perbesaran 100x (A) dan
dalam cawan petri diameter 5 cm (B) dari R. kanagurta di Pelabuhan
Ratu. Keterangan: 1) oral sucker; 2) ventral sucker
8 Anatomi specimen segar Anisakis typica. Keterangan: a) A. typica
perbesaran 100x diperoleh dari R. brachysoma di Teluk Banten, b)
A. typica pada cawan petri tanpa mikroskop dan c) A. typica perbesaran
40x dari TPI karangantu-Banten (penelitian pendahuluan)

4
9
14
17

18
19

20

21

7
9 Distribusi cacing parasitik pada lambung dan usus R. kanagurta dan
R. brachysoma
10 Nilai intensitas dan prevalensi cacing parasitik pada R. kanagurta dan
R. brachysoma
11 Komposisi makanan pada berbagai kelompok umur R. kanagurta
menurut Yohannan (1995)
12 Tingkatan komponen karakteristik habitat infeksi cacing parasitik

25
26
28
29

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data biologi ikan dan jumlah cacing parasitik pada R. kanagurta dan
R. brachysoma pada perairan Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu
2 Morphometrik cacing parasitik pada saluran pencernaan R. kanagurta
dan R. brachysoma pada perairan Teluk Banten (Tb) dan Pelabuhan
Ratu (Pr)

36

40

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumberdaya ikan pelagis kecil merupakan salah satu sumberdaya perikanan
yang cukup melimpah dan banyak ditangkap untuk dijadikan konsumsi masyarakat di
Indonesia maupun dunia. Salah satu sumberdaya ikan pelagis kecil yang banyak
disukai adalah ikan kembung (Rastrelliger spp.). Genus Rastrelliger terdiri dari tiga
spesies yaitu R. brachysoma, R. kanagurta dan R. faughni, namun di Indonesia R.
faughni tidak komersil seperti R. kanagurta dan R. brachysoma (Burnahuddin et al.
1984; Chee 2000). Volume produksi R. brachysoma pada tahun 2011 sebesar 291.863
ton. Ikan ini merupakan komoditas dengan volume produksi tertinggi ke-3 dibawah
ikan layang (Scad) 405.808 ton dan ikan Cakalang (Skipjack tuna) 372.211 ton.
Kenaikan rata-rata volume produksi dari tahun 2001 hingga 2011 mencapai 3,38%
(KKP 2012). Filipina merupakan negara dengan volume produksi R. brachysoma
tertinggi di dunia, yaitu 347.163 ton (FAO 2012). Volume produksi R. kanagurta
tahun 2011 hanya 19.688 ton (KKP 2012).
Ikan kembung disukai karena bergizi tinggi, dagingnya lembut, mudah
diperoleh, harga terjangkau dan tidak menimbulkan alergi (Santoso et al. 1997).
Tingkat kesukaan ikan kembung di Pulau Jawa adalah 7,87% dan 5,1% untuk ikan
asin peda (olahan ikan kembung) (DPPHP 2010), sedangkan di kota Serang – Provinsi
Banten adalah sebesar 12,7% (Indaryanto dan Saifullah 2011). Tingginya kesukaan
terhadap ikan kembung ini disatu sisi patut mendapat apresiasi karena nelayan
mendapat kepastian konsumen hasil tangkapannya namun disisi lain, ikan
mengandung cacing parasitik. Cacing merupakan salah satu kelompok parasit yang
banyak ditemukan pada tubuh suatu organisme, salah satunya adalah pada ikan
(Chandra 2006). Cacing parasit dari kelompok digenea dan nematoda lebih banyak
ditemukan pada bagian dalam tubuh (endoparasit) pada ikan-ikan bertulang belakang
sedangkan kelompok monogenea terdapat pada bagian luar tubuh ikan (ektoparasit)
(Chambers et al. 2001; Cribb et al. 2002).
Cacing parasitik dapat menimbulkan kerugian secara ekologis, biologis
maupun ekonomis. Parasit yang terdapat pada ikan jika dalam jumlah sedikit tidak
menyebabkan kerusakan yang berarti. Namun jika terdapat dalam jumlah banyak,
parasit dapat menyebabkan kematian pada ikan. Selain mengakibatkan kematian,
infeksi parasit juga menyebabkan menurunkan bobot tubuh, menurunkan ketahanan
tubuh, penurunan tingkat fekunditas.
Cacing parasitik pada ikan juga dapat berbahaya bagi manusia atau disebut
dengan Zoonosis. Cacing parasitik dari kelas Trematoda (Clonorchis sp. dan
Opisthorchis sp.) yang dapat menyebabkan kerusakan hati atau bahkan menjadi
kanker hati, cacing ini banyak ditemukan pada hasil perikanan air tawar di daerah
tropis dan subtropis. Kelas Cestoda (Diphylobothrium sp.) dapat menimbulkan sakit
perut dan diare. Kelas Nematoda (Anisakis sp. dan Pseudoterranova sp.) dapat
menimbulkan reaksi alergi, mual dan sakit perut akut (Jahncke dan Schwarz 2002).
R. kanagurta merupakan salah satu inang antara bagi cacing parasitik Anisakis
sp. (Arthur dan Lumanlan 1997; Arthur and Te 2006; Baladin 2007, Hutomo et al.
1978). Infeksi Anisakis simplex pada manusia pernah terjadi di negara Jepang, Belanda
dan Spanyol. Daging ikan yang dikonsumsi dalam keadaan matang tidak akan
menimbulkan masalah kesehatan. Pada era globalisasi pergerakan manusia semakin

2
cepat. Bangsa-bangsa lain yang datang ke Indonesia tentu saja juga membawa
kebiasaan dan kebudayaanya, termasuk kebiasaan dan budaya makan. Pada saat ini di
Indonesia semakin banyak restoran-restoran asing yang menghidangkan daging ikan
mentah atau setengah matang yang cepat atau lambat akan berpeluang timbulnya kasus
penyakit parasiter khususnya Anisakis sp. pada manusia (Jahncke dan Schwarz 2002).
Pemantauan penyakit pada ikan liar merupakan hal yang penting karena
beberapa ikan liar dapat menjadi inang ataupun pembawa berbagai jenis penyakit
terutama bila ikan tersebut memiliki pola migrasi (Duff 2003). Cacing parasitik
menunjukkan distribusi yang sama dengan distribusi inangnya (Madhavi dan Lakshmi
2011). Infeksi cacing parasitik pada ikan terjadi akibat ketidakserasian antara tiga
komponen utama penyebab penyakit yaitu ikan sebagai inang, lingkungan perairan
dan cacing parasitik itu sendiri. Studi ekologi cacing parasitik pada ikan menunjukkan
adanya interaksi dari faktor ekstrinsik (habitat host) seperti karakteristik lingkungan
inang dan faktor-faktor intrinsik (biologi host) seperti ukuran tubuh atau jenis kelamin,
memainkan peran yang penting (Chandra et al. 2011;. Hamann 2012). Jumlah, ukuran,
perilaku setiap cacing parasitik terhadap inang ditentukan oleh umur, ukuran tubuh
inang, daya tahan inang, iklim, musim dan lokasi geografik (Noble dan Noble 1982).
Perbedaan karakteristik habitat inangnya akan menyebabkan perbedaan jumlah,
intensitas maupun prevalensi investasi spesies cacing parasitik terhadap inangnya pada
suatu daerah (Yamaguti 1953; Bray 1990; Arthur and Lumanlan 1997; Hariyadi 2006;
Awik et al. 2010; Liu et al. 2010; Madhavi and Lakshmi 2011). Perairan Teluk Banten
dan Pelabuhan Ratu adalah dua perairan yang memiliki karakteristik berbeda. Perairan
Teluk Banten berada di sebelah utara Jawa Barat yang berhadapan dengan Laut Jawa
sehingga memiliki karakteristik perairan dangkal dan tenang sedangkan perairan
Pelabuhan Ratu berada di sebelah selatan Jawa Barat yang berhadapan dengan
Samudra Hindia memiliki karakteristik perairan samudra.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah :
 Apakah jenis cacing parasitik yang terdapat pada ikan kembung?
 Spesies cacing parasitik apakah yang dominan?
 Adakah perbedaan jenis dan jumlah cacing parasitik yang terdapat pada
R. brachysoma dan R. kanagurta?
 Bagaimanakah penyebaran cacing parasitik di dalam organ?
 Apakah jumlah cacing parasitik berpengaruh terhadap jenis kelamin ikan?
 Apakah jumlah cacing parasitik berpengaruh terhadap perkembangan gonad?
 Apakah jumlah cacing parasitik berpengaruh terhadap panjang tubuh ikan?
 Apakah jumlah cacing parasitik berpengaruh terhadap parameter kualitas air
 Adakah perbedaan jenis dan jumlah cacing parasitik ikan kembung dari Teluk
Banten dan Pelabuhan Ratu?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka tujuan penelitian
ini adalah :
 Mengidentifikasi karakteristik struktur komunitas cacing parasitik pada ikan
R. brachysoma dan R. kanagurta di perairanTeluk Banten dan Pelabuhan Ratu

3


Mempelajari interaksi tiga komponen utama penyebab penyakit yaitu ikan sebagai
inang, lingkungan perairan dan cacing parasitik
Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan dalam hal pengembangan
ilmu pengetahuan dan penerapan di masyarakat serta sebagai bahan pertimbangan bagi
pengambil kebijakan
1. Sebagai bahan informasi untuk membuat peta distribusi cacing parasitik
2. Sebagai bahan informasi keamanan pangan untuk kesehatan manusia
3. Sebagai bahan informasi untuk managemen kesehatan ikan budidaya
4. Sebagai bahan pembuatan kebijakan karantina dan lalulintas perdagangan ikan
Hipotesis Penelitian





Cacing parasitik yang menginfeksi Ikan kembung dominan oleh L. angustonum
Terdapat perbedaan jumlah cacing parasitik pada R. brachysoma dan R. kanagurta
Cacing parasitik banyak terdapat di lambung
Jumlah cacing parasitik berpengaruh terhadap jenis kelamin ikan, perkembangan
gonad, panjang tubuh ikan, lokasi perairan dan suhu perairan

2

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan Kembung (Rastrelliger spp.)
Sistematika morphologi
Ikan kembung tergolong ke dalam genus Rastrelliger, famili Scombridae.
Klasifikasi ilmiah dari ikan kembung adalah :
Filum
: Chordata
Kelas
: Actinopterygii
Ordo
: Perciformes
Famili
: Scombridae
Genus
: Rastrelliger
Spesies : Rastrelliger kanagurta (Cuvier 1817)
Rastrelliger brachysoma (Bleeker 1851)
Genus Rastrelliger pada mulanya teridentifikasis memiliki sepuluh spesies,
namun dengan semakin mudahnya komunikasi para pakar maka diketahui banyak
spesies yang synonyms, sehingga saat ini genus Rastrelliger hanya terdiri dari tiga
spesies saja yaitu R. brachysoma, R. kanagurta and R. faughni. R. faughni tidak
komersil seperti R. kanagurta dan R. brachysoma. (Burnahuddin et al. 1984; Chee
2000). Di Indonesia R. kanagurta dikenal dengan nama kembung laki atau kembung
banjar, sedangkan R. brachysoma dikenal dengan nama ikan kembung perempuan atau
kembung gepeng atau puket atau peda. Akan tetapi, masyarakat pada umumnya
menyebut Rastrelliger sp adalah ikan kembung atau banjar, apapun spesiesnya.

4

Gambar 1. Morfologi spesies-spesies ikan kembung
Kunci identifikasi jenis Rastrelliger spp. (Burnahuddin et al. 1984; Sudjastani
1976; Jamaluddin 2010, lihat Gambar 1) adalah sebagai berikut :
1. Saringan insang sangat pendek, tidak terlihat bila mulut dibuka
a. Tubuhnya ramping dan bulat. Panjang baku 4,8-5,0 kali tinggi tubuh pada
bagian ujung tutup insang. Saringan insang berjumlah20-25 buah. Panjang
usus 1,0-1,2 kali panjang baku ....................................R. faughni MATSUI
2. Saringan insang sangat panjang, terlihat bila mulut dibuka
a. Tubuhnya panjang, sedikit bulat dan sedikit pipih. Panjang baku 3,8-4,5 kali
tinggi tubuh pada bagian ujung tutup insang. Panjang baku 3,3-3,7 kali panjang
kepala. Tubuhnya terdapat empat buah garis berwarna hijau. Terdapat bercak
hitam di sekitar punggung. Di belakang sirip punggung kedua dan sirip dubur
terdapat 5 sampai 6 sirip tambahan yang disebut finlet. Formula sirip D1 XI
(IX-XI); D2 12 (12-13) + 5 ( 5 - 6 ) ; A 13 + 5 (5-6); P1 19 (19-20); P2 1.5
.................................................................................. R. kanagurta CUVIER
b. Bentuk tubuh pipih. Panjang baku 3,1-3,7 kali tinggi tubuh pada bagian ujung
tutup insang. Panjang baku 3,1-3,8 kali panjang kepala. Warna tubuh biru
kehijauan di bagian punggung dengan titik gelap atau hitam di atas garis rusuk
sedangkan bagian bawah tubuh berwarna putih perak. Sirip ekor berwarna
kekuningan. Di belakang sirip punggung kedua dan sirip dubur terdapat 5
sampai 6 sirip tambahan yang disebut finlet. Formula sirip D1 XI (IX-XI); D2
12 (12-13) + 5 ( 5 - 6 ) ; A 13 + 5 (5-6); P1 19 (19-20); P2 1.5. ...................
............................................................................R. brachysoma BLEEKER

5
Reproduksi
Jenis kelamin ikan kembung tidak dapat dibedakan hanya dengan melihat
bentuk morfologi luar. Pada umumnya gonad ikan kembung terdiri dari dua bagian
yang tidak sama besar. Tidak semua ikan kembung dapat ditentukan jenis kelaminnya,
penentuan jenis kelamin ikan muda dilakukan dengan menggunakan mikroskop.
Bentuk gonad ikan jantan berbentuk pipih dan berwarna putih, sedangkan ikan betina
berbentuk bulat panjang dan berwarna merah atau kuning (Burnahuddin et al. 1984).
R. kanagurta di Laut Jawa mempunyai dua musim pemijahan yaitu pada
musim barat atau bulan Oktober–Februari dan musim timur atau bulan Juni–
September. Musim pemijahan R. brachysoma berlangsung mulai bulan Maret–Oktober
(Burnahuddin et al. 1984).
R. kanagurta di Laut Jawa pertama kali matang kelamin pada ukuran 19 (1820,5) cm atau pada umur tujuh bulan. R. brachysoma pertama kali matang kelamin
pada ukuran 17,3 (17,0-17,5) cm atau pada umur 7,5 bulan (Sudjastani 1974). Ukuran
ikan saat pertama kali gonadnya menjadi masak berhubungan dengan pertumbuhan
ikan itu sendiri dan faktor-faktor yang mempengaruhinya (Effendi 1979).
Pertumbuhan dan umur
Effendi (1979) menyatakan pertumbuhan suatu individu merupakan
pertambahan bobot atau panjang dalam satuan waktu, sedangkan pertumbuhan dalam
suatu populasi dinyatakan dengan penambahan jumlah individu. populasi dinyatakan
dengan penambahan jumlah individu. Ada beberapa metode yang umum digunakan
untuk menduga parameter-parameter pertumbuhan (K=koefisien pertumbuhan; L∞ =
panjang asimtotik; t0 = umur ikan ketika panjangnya sama dengan nol). Studi tentang
pertumbuhan pada dasarnya merupakan penentuan ukuran badan sebagai suatu fungsi
umur. Umur secara teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol, dapat diduga
secara terpisah menggunakan persamaan empiris (Burnahuddin et al. 1984).
Makanan
Pada perairan tropis, makanan merupakan faktor pertumbuhan yang lebih
penting daripada suhu perairan (Effendi 1979). Ikan kembung termasuk ikan pemakan
plankton. Kebiasaan makanan ikan kembung yaitu memangsa plankton, copepoda,
atau krustacea (Ganga 2010). Penyebaran ikan kembung dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu penyebaran secara vertikal dan horisontal. Penyebaran secara vertikal
dipengaruhi oleh suhu dan gerakan harian plankton sedangkan penyebaran secara
horizontal dipengaruhi oleh arus laut (Baladin 2007).
Infeksi Parasit
Parasit berasal dari kata Parasitos yang berarti organisme yang mengambil
makanan, jadi parasit adalah organisme yang hidupnya tergantung pada beberapa
faktor metabolik esensial dari organisme lain. Parasitisme adalah suatu persekutuan
obligat antara dua atau lebih organisme yang berbeda spesies karena ketergantungan
faktor metabolik esensial dalam pertukaran zat antar kedua belah pihak dimana salah
satu organisme mendapat keuntungan sedangkan organisme lainnya menderita
kerugian yang bersifat sementara atau selamanya (Noble dan Noble 1982). Kelompok
parasit dibagi menjadi dua yaitu endoparasit dan ektoparasit (Soulsby 1982).
Cacing merupakan salah satu kelompok besar parasit ikan yang terdiri dari
trematoda (monogenea dan digenea), cestoda, nematoda dan acanthocephala

6
(Chandra 2006). Keberadaannya di dalam tubuh inangnya tidak tumpang tindih.
Kelompok cacing cestoda adalah endohelminths dominan pada ikan elasmobranchs.
Cacing parasit pada bagian luar tubuh ikan bertulang belakang (ektoparasit) adalah
monogenea dan digenea juga nematoda merupakan cacing dominan pada bagian
dalamnya atau endoparasit (Chambers et al. 2001; Cribb et al. 2002).
Trematoda (digenea)
Prevalensi kecacingan trematoda pada ikan cukup tinggi. Dalam jumlah yang
banyak, infeksi trematoda parasitik dapat mengakibatkan infeksi sekunder pada organ
terinfeksi dan dapat mengakibatkan penurunan metabolisme. Ciri khas cacing ini
adalah berbentuk pipih (Noble dan Noble 1982), dan disebut juga cacing hisap atau
flukes karena memiliki alat penghisap, atau juga disebut dengan cacing daun karena
bentuk tubuhnya pipih seperti daun (Natadisastra dan Agoes 2005). Tubuhnya dilapisi
kutikula untuk menjaga agar tubuhnya tidak tercerna oleh inangnya dan mempunyai
alat pengisap dan alat kait untuk melekatkan diri pada inangnya (Hoffman 1967).
Cacing digenea pada umumnya bersifat endoparasit yang dapat ditemukan
pada organ dalam ikan seperti usus, pembuluh darah. Parasit ini memiliki dua buah
batil isap muskuler berbentuk mangkok pada bagian mulut (oral sucker) dan ventral
(ventral sucker), biasanya tanpa kait atau organ-organ tambahan lain untuk
berpegangan, dengan lubang-lubang genital yang biasanya bermuara di permukaan
ventral antara batil- batil isap serta sebuah lubang ekskretoris posterior (Noble dan
Noble 1982).
Digenea merupakan parasit yang bersifat hermaprodit. Kelamin betina terdiri
dari ovarium tunggal, oviduk, ootipe, vitelaria, uterus, dan lubang kelamin. Kelamin
jantan terdiri dari testes yang kebanyakan sepasang, vas deferens, saluran ejakulasi,
dan penis. Siklus hidup digenea sangat kompleks dan biasanya melibatkan dua inang
antara dan satu inang definitif. Menurut Grabda (1991) stadium perkembangan
digenea adalah telur, mirasidium, sporokista, redia, serkaria, metaserkaria dan dewasa.
Nematoda
Nematoda artinya berbadan panjang, silindris, tipis tidak bersegmen yang
umumnya dilapisi lapisan kutikula (Buchmann dan Bresciani 2001). Kutikula
menyelubungi permukaan luar dan juga melapisi rongga bukal, esofagus, vagina,
lubang sekretoris. Kutikula ini berguna sebagai selubung pelindung yang halus dan
lentur yang resisten terhadap enzim pencernaan inang terutama cacing dewasa yang
hanya dapat ditembus oleh air dan ion-ion kecil (Noble dan Noble 1982). Nematoda
memiliki mulut, usus dan anus yang berkembang, alat kelamin yang terpisah, berperan
sebagai endoparasit serta siklus hidupnya luas melibatkan inang invertebrata
(Buchmann dan Bresciani 2001).
Perkembangan cacing nematoda membutuhkan satu hingga dua inang antara
sebelum menuju inang definitif dan ikan dapat menjadi inang antara dan inang
definitif. Sebagian besar larva cacing nematoda berkembang di jaringan ikan dan
organ parenkima contohnya Anisakis sp. Alat kelamin Anisakidae membentuk saluran,
cacing betina mempunyai dua saluran dimana bagian anteriornya terdapat ovari,
oviduk dan uterus tempat berkumpulnya telur matang (Grabda 1991).

7
Lingkungan Perairan
Lingkungan perairan merupakan habitat dari berbagai jenis biota akuatik, salah
satunya adalah ikan. Perubahan lingkungan hingga melewati batas normal akan
menimbulkan penyakit pada ikan. Parameter yang penting adalah suhu, intensitas dan
waktu mendapat sinar, susunan kimia air, kandungan benda-benda biologis,
tersedianya ruangan dan makanan, serta hal-hal yang dapat membuat ikan stres.
Teluk Banten
Perairan Teluk Banten terletak pada posisi 5°53’07”-6°01’49”LS dan
106°04’30”-106°16’39”BT. Teluk ini mempunyai luas ± 150 km2 dan tersebar
beberapa pulau di dalamnya. Kedalaman teluk berkisar antara 1 – 10 meter dari muara
hingga mendekati ujung teluk, sedangkan kedalaman ujung teluk hingga pulau Tunda
dapat mencapai 40 – 60 meter. Sedimen Teluk Banten terdiri dari lumpur dan pasir.
Musim penghujan berlangsung antara November hingga Maret dan musim kemarau
antara April – Oktober (Green and Short 2003).
Gelombang maksimum di Teluk Banten mencapai ketinggian 1 meter. Tipe
pasang surut yang terjadi di Teluk Banten adalah tipe pasut campuran cenderung ke
diurnal dengan elevasi maksimum sebesar 8,5 meter. Suhu perairan di Teluk Banten
berkisar antara 29,2 – 29,6 °C. Berdasarkan pengukuran suhu secara vertikal pola suhu
menurun terhadap kedalaman, semakin dalam perairan maka suhu akan semakin kecil.
Salinitas di Teluk Banten berkisar antara 31,6 – 32 PSU. Secara vertikal pola salinitas
meningkat terhadap kedalaman, semakin dalam perairan maka salinitas semakin tinggi
(Purbani 2010).
Populasi fitoplankton didominasi oleh satu marga, yaitu Chaetoceros.
Kelimpahan fitoplankton di bagian timur Teluk Banten mencapai nilai tertinggi yaitu
9 juta sel/m3, sedangkan bagian baratnya mencapai nilai terendah yaitu 67 ribu sel/m3.
Kelimpahan zooplankton memiliki pola yang sama dengan fitoplankton. Kelimpahan
di bagian timur Teluk Banten yaitu 457.000 individu/103/m3 dan di bagian barat
35.000 individu/103/m3. Beberapa individu zooplankton antara lain Calanoid,
Cirripedia, Caridea, Brachyura, Luciferidae, Chaetognatha dan Larvacea (Adnan et
al. 1998).
Teluk Pelabuhan Ratu
Kawasan Teluk Pelabuhan Ratu memiliki luas perairan sekitar 210 km2 berada
pada wilayah Kabupaten Sukabumi – Jawa Barat yang secara astronomi berada pada
posisi 6057’ – 7025’ Lintang Selatan dan 106049’ – 107000' Bujur Timur. Kawasan ini
berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia (Samudera Hindia), sehingga
memiliki ciri berombak besar, batimetri laut dalam dan tinggi gelombang dapat
mencapai lebih dari 3 meter (PKSPL IPB 2003a).
Pada musim barat pola gerak arus adalah dari arah barat menyusur pantai
menuju teluk (11,6 – 21,7 cm/detik), selanjutnya arus bergerak kearah barat-barat laut
(8,2 – 14,7 cm/detik). Musim timur arus bergerak menuju teluk dari arah barat (13,0 –
16,1 cm/detik). Pola arus bagian tengah teluk umumnya menuju selatan - barat daya
dengan kecepatan 5,0 – 18,0 cm/detik. Gerak arus tersebut menyebarkan padatan
tersuspensi, terutama yang bersumber dari Sungai Cimandiri kearah tengah dan
selatan–barat daya, meningkatnya kekeruhan (79 – 660 mg/l) serta menurunnya
tingkat kecerahan terutama pada musim barat (Sanusi 2004).

8
Kisaran suhu permukaan 28,5 – 29,2 ºC, salinitas 32 – 35 PSU dan pH 8,30 –
8,31 pada musim barat memperlihatkan adanya perbedaan dibandingkan dengan
musim timur dimana tercatat kisaran suhu permukaan 25 – 27 ºC, salinitas 29 – 32
PSU dan pH 7,00 – 7,50. Pengaruh laut terbuka yang lebih dominan, pada musim barat
kualitas perairan teluk lebih menunjukkan keadaan perairan laut lepas dibandingkan
pada musim timur. Pada kedua musim menunjukkan bahwa secara vertikal suhu
permukaan tercatat lebih tinggi (sebesar 0,1 – 0,7 ºC) dibandingkan pada kedalaman
25 m, dan suhu perairan teluk pada musim barat relatif lebih tinggi dibandingkan pada
musim timur. Adanya perbedaan suhu tersebut selain disebabkan oleh faktor
penyinaran juga disebabkan percampuran dan pengadukan massa air (Sanusi 2004).
Organisme fitoplankton terdiri dari 3 kelas, yaitu Bacillariophyceae,
Cyanophyceae dan Dynophyceae. Organisme fitoplankton didominasi oleh kelas
Bacillariophyceae. Komunitas zooplankton dominan terdiri dari kelas Crustacea (14
taksa). Kelimpahan zooplankton di perairan permukaan lebih besar daripada yang
terukur pada kedalaman 25 m. Organisme tersebut hidup baik pada habitat dengan
tekstur dominan pasir maupun fraksi debu dan liat (Sanusi 2004).
Interaksi Komponen Kesehatan Ikan
Ikan dikenal sangat rentan terinfeksi parasit cacing. Beberapa ekor cacing dan
beberapa spesies sering menghuni satu tubuh ikan. Hubungan antara parasit dengan
inangnya merupakan suatu hubungan simbiosis yang keduanya hidup bersama dan
harus saling bertoleransi dalam pertukaran zat metabolik untuk dapat saling
menguntungkan. Inang yang tidak sehat berarti lingkungan yang sehat bagi parasit
(Noble dan Noble 1982). Organisme parasit secara normal hidup pada berbagai jenis
organisme perairan dan hanya menyebabkan penyakit bila daya tahan tubuh inangnya
menurun (Untergasser 1989). Inang adalah organisme yang merupakan habitat untuk
hidup, tumbuh dan berkembangbiak. Penyebaran parasit ikan di laut dipengaruhi oleh
banyak faktor yang diantaranya komposisi kimia air laut, keberadaan inang antara,
zoonasi laut, salinitas dan suhu (Noble dan Noble 1982).
Zoonosis adalah penyakit atau infeksi yang secara alamiah dapat berpindah
antara hewan dengan manusia. Sedangkan anthroponosis adalah penyakit atau infeksi
yang secara alamiah dapat berpindah antara manusia dengan hewan. Konsep zoonosis
secara keseluruhan adalah rumit, karena melibatkan manusia, parasit itu sendiri, inang,
vektor dan lingkungan yang membentuk keutuhan biologis (Noble dan Noble 1982).
Organisme parasit yang bersifat zoonosis merupakan indikator dapat terjadinya infeksi
parasit tersebut terhadap manusia di kemudian hari. Vektor adalah suatu organisme
yang di dalam tubuhnya mengandung parasit, berkembangan dan menularkan kepada
manusia atau hewan (Natadisastra 2005).
Parasit ada di lingkungan perairan seperti juga ikan hidup di lingkungan air.
Jika keadaan lingkungan air kualitasnya tidak sesuai dengan kehidupan ikan maka
akan mengakibatkan ikan menjadi stres, tetapi kondisi tersebut bagi parasit sangat
baik, hingga parasit berkembang biak dan populasinya cukup untuk menginfeksi ikan,
sehingga ikan itu dikatakan sakit. Bunga et al. (2009), meneliti bahwa 100% ikan
kerapu macan di keramba jaring apung terinfeksi parasit cacing parasitik sedangkan
Sarjito dan Desrina (2005) meneliti pada ikan kakap puith (Lates calcarifer) diperairan
Demak, hanya 63,3% ikan sampel yang terinfeksi cacing. Ikan budidaya umumnya
lebih stres sehingga lebih rentan terinfeksi parasit dan dapat memacu kecepatan
perkembangbiakan parasit (Awik et al. 2010).

9
Menurut Untergasser (1989), faktor biotik yang mempengaruhi kehidupan
cacing parasitik antara lain: keberadaan inang, umur dan ukuran panjang inang,
kondisi inang, sifat patogenitas cacing parasitik. Faktor abiotik yang mempengaruhi
kehidupan cacing parasitik antara lain: suhu, salinitas, oksigen, ammonia, pH, cahaya,
kedalaman atau tekanan air, dan tingkat pencemaran. Penelitian Awik et al. (2010),
menunjukan bahwa perbedaan lokasi menyebabkan perbedaan inventaris spesies yang
ditemukan karena adanya perbedaan feeding habit.
Penelitian Bunga (2008), menunjukan bahwa perbedaan ukuran ikan
menyebabkan perbedaan intensitas parasit. Ikan berukuran kecil (rata-rata panjang
12,00 cm dan berat 34,2 gram) dengan ikan berukuran besar (rata-rata panjang 14,75
cm dan berat 123,4 gram) memiliki intensitas yang berbeda yaitu 58,8 individu/ikan
kecil dan 36,3 individu/ikan besar. Hal ini disebabkan karena respon imun ikan kecil
belum terbentuk sempurna sehingga daya tahan tubuhnya lebih lemah dan lebih rentan
terhadap parasit jika dibandingkan dengan ikan yang berukuran besar.

3 METODE
Metode Pengambilan Sampel
Penelitian dilakukan dengan dua bagian, yaitu penelitian pendahuluan
dilaksanakan pada bulan Juli–Desember 2012 dengan tujuan untuk melakukan
identifikasi genetik R. brachysoma dan genetik parasit dominan (Lechitocladium sp.),
dan penelitian utama dilaksanakan bulan Februari–Juni 2013. Pengambilan ikan pada
penelitian utama dilakukan dengan menggunakan jaring insang (gill net) sebanyak 2030 ekor ikan di perairan Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu (Gambar 2).

Gambar 2. Lokasi pengambilan Rastrelliger sp. (1) Teluk Banten, dan (2) Pelabuhan Ratu

10
Identifikasi morfologi ikan dan cacing dilakukan di Laboratorium Helmintologi
FKH–Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Budidaya Perairan FAPERTA–
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, identifikasi genetik ikan dan cacing dominan
dilakukan di Laboratorium Biologi Laut Universitas Ryukyus-Jepang, dan analisis
kualitas air dilakukan di Laboratorium Sumberdaya Air Provinsi Banten. Data curah
hujan diperoleh dari BMKG Provinsi Banten dan BMKG Pelabuhan Ratu.
Prosedur Pengukuran dan Pemeriksaan
Pemeriksaan Infeksi Cacing Parasitik
Pembedahan tubuh ikan dilakukan dengan menggunting bagian bawah
abdomen ikan, mulai dari anus hingga ke bawah sirip dada. Insang dan saluran
pencernaan dipindahkan ke dalam cawan petri yang berisi NaCl fisiologis 0,85%.
Kemudian dilakukan pengamatan cacing parasitik yang terdapat dalam insang. Bagian
usus dan lambung dibuka dengan menggunting secara memanjang dan isi usus
dikeluarkan secara perlahan ke dalam cawan petri lain yang juga berisi NaCl fisiologis
0,85% kemudian lakukan pengamatan dan diambil gambar/fotonya. Pengambilan
gambar/foto dan pengukuran parasit menggunakan aplikasi mikroskop merk Leica
(Leica application suite/LAS EZ) version 1.8.0.
Identifikasi jenis cacing parasitik dilakukan dengan merujuk pada Madhavi dan
Lakshmi (2011), Williams dan Williams (1996), Noga (1995), Untergasser (1989),
Kabata (1985), Noble dan Noble (1982), Hoffman (1967) dan Yamaguti (1953).
Pemeriksaan morfologi cacing trematoda dan cestoda menggunakan metoda
pewarnaan permanen yaitu pewarnaan Semichon Acetocarmine (Lasee 2004).
Pemeriksaan morfologi cacing nematoda dipakai bahan pewarna minyak cengkeh.
Panjang-Berat Ikan
Menurut Effendi (1979), panjang ikan yang diukur adalah panjang total atau
total lenght (TL) yaitu diukur mulai dari bagian terdepan moncong/bibir (premaxillae)
hingga ujung ekor dengan satuan centimeter (cm). Berat ikan adalah ditimbang seluruh
tubuh ikan atau body weigh (BW) dengan menggunakan timbangan elektonik dengan
satuan gram (gr).
Umur
Pertumbuhan pada tingkat individu, secara sederhana adalah pertambahan
ukuran panjang atau bobot tubuh ikan selama waktu tertentu. Model yang paling
umum digunakan dalam mempelajari tentang pertumbuhan ikan di daerah tropis
adalah dengan pendekatan frekuensi panjang, karena jika menggunakan lingkaran
tahun, ikan di perairan tropis batas lingkaran tahunnya tidak jelas, lain halnya dengan
di perairan dingin. Dari frekuensi panjang ikan maka dapat diperoleh model
pertumbuhan dan hubungan umur-panjang dengan persamaan pertumbuhan Von
Bertanlanffy. Menurut Ahmad (2000) dan Sudjastani (1974), persamaan pertumbuhan
Von Bertanlanffy ikan kembung di perairan Laut Jawa adalah:
= 1/ − (1 − /L) +
dengan :
t = umur (bulan)
k = Koefisien pertumbuhan
R. kanagurta (0,2316) dan R. brachysoma (0,1885)
lt = panjang ikan saat ini (cm)

11
L = Panjang maksimum (asymptotic length)
R. kanagurta (23,8886) dan R. brachysoma (22,9170)
t0 = umur teoritis
R. kanagurta (0,5186) dan R. brachysoma (0,7638)
Jenis kelamin, Tingkat Kematangan Gonad (TKG) dan Indeks Gonad (GSI)
Ikan kembung jantan memiliki gonad berbentuk pipih dan berwarna putih,
sedangkan ikan betina memiliki bentuk gonad bulat panjang dan berwarna merah atau
kuning (Burnahuddin et al. 1984). Pengamatan tingkat kematangan gonad (Tabel 1)
hanya dilakukan pada ikan kembung betina sedangkan pada ikan jantan hanya terbatas
pada penentuan jenis kelamin.
Tabel 1. Klasifikasi tingkat kematangan gonad ikan kembung betina menurut
Burnahuddin et al. (1984)
Klasifikasi
Tingkat I

Uraian
Panjang gonad kurang dari 1/2 rongga tubuh, berwarna jernih
Kisaran panjang gonad 10 – 15 mm dan Lebar 1 – 3 mm
Tingkat II Gonad berwarna kemerahan seperti buah anggur
Kisaran panjang gonad 20 – 25 mm dan Lebar 2 – 4 mm
Tingkat III Panjang gonad 2/3 rongga tubuh, berwarna kekuningan dan butir telur
telah terlihat. Kisaran panjang 24 – 32 mm dan Lebar 5 – 10 mm
Tingkat IV Panjang gonad lebih dari 2/3 rongga tubuh. Warna butir telur keputihan,
warna gonad kuning disertai adanya pembuluh darah. Kisaran panjang
gonad 30 – 35 mm dan Lebar 10 – 14 mm
Tingkat V
Hampir seluruh rongga tubuh dipenuhi gonad. Pembuluh darah pada
dinding gonad terlihat jelas. Kisaran panjang gonad 42 – 47 mm dan
Lebar 9 – 19 mm
Tingkat VI Hampir seluruh rongga tubuh dipenuhi gonad
Terdapat gelembung minyak berukuran 0,20 – 0,25 mm
Kisaran panjang gonad 43 – 62 mm dan Lebar 12 – 24 mm
Tingkat VII Kisaran panjang gonad 50 – 65 mm dan Lebar 15 – 30 mm
Ovarium sebagian atau seluruhnya kosong
Gonado somatic index (GSI) atau Indeks Gonad adalah indeks kuantitatif yang
menunjukan kondisi kematangan seksual ikan. Menurut Zamroni et. al (2008), indeks
gonad dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
=

100%

dengan : Wg = berat gonad (gram)
Bw = berat tubuh ikan (gram)
Pengukuran Kekeruhan (Turbidity)
Menggunakan metode alat turbidy meter secara in situ. Pengukuran kekeruhan
dalam air berdasarkan pengukuran intensitas cahaya yang dipendarkan oleh zat-zat
tersupensi dalam air.

12
Pengukuran Salinitas
Menggunakan metode alat Refraktometer. Mengukur konsentrasi bahan
terlarut dengan memanfaatkan refraksi cahaya secara in situ. Sebuah benda yang di
masukan ke dalam cairan akan terlihat membengkok, semakin tinggi konsentrasi
bahan terlarut maka pembengkokannya semakin besar, maka sudut refraksi dari prisma
ke sampel akan kecil sehingga cahaya akan jatuh pada skala yang besar dan begitupula
sebaliknya.
Pengukuran pH
Menggunakan metode pH meter secara in situ berdasarkan pengukuran
aktivitas ion hidrogen secara potensiometrik/ elektrometrik.
Pengukuran Oksigen (DO)
Menggunakan modifikasi metode Winkler (APHA 1989). Pengikatan oksigen
(O2) oleh pereduksi Mn(OH)2 sehingga terbentuk endapan coklat. Endapan ini
membebaskan I2 dari KI. Jumlah I2 yang dibebaskan setara dengan jumlah oksigen
dalam air. I2 yang bebas ditentukan jumlahnya dengan cara titrasi menggunakan Nathiosulfat. Nilai DO didapat dengan menggunakan rumus :
(
mg
O2 =
l

− ℎ

) (

ml sampel x

− ℎ

) 8 1000

Prosedur Analisis Data
Intensitas dan Prevalensi
Parasit yang ditemukan baik dari ikan dihitung nilai intensitas dan prevalensi.
Menurut Bush et al. (1997), prevalensi adalah persentase (%) jumlah ikan
mengandung inventaris parasit (spesies ataupun kelompok) dibandingkan dengan
jumlah ikan yang diperiksa, atau dapat dirumuskan sebagai berikut:
Prevelensi =

n
x 100%
N

dengan : n = Jumlah sampel ikan yang terinventaris parasit (ekor)
N = Jumlah seluruh sampel ikan yang diamati (ekor)
Tabel 2. Kategori nilai prevalensi menurut Williams dan Williams (1996)
Nilai Prevalensi
100 – 99 %
98 -90 %
89 – 70 %
69 – 50 %
49 – 30 %
29 – 10 %
9–1%
1 – 0,1 %
0,1 – 0,01%
< 0,01%

Kategori
Selalu/Always
Hampir selalu/Almost always
Pada umumnya/Usually
Sering/Frequently
Biasa/Commonly
Sering kali/Often
Terkadang/Occasionally
Jarang/Rarely
Sangat jarang/Very rarely
Hampir tidak pernah/Almost never

13
Sedangkan intensitas menurut Bush et al. (1997) adalah jumlah individu parasit
yang terinventaris dalam tubuh ikan, atau dapat dirumuskan sebagai berikut:
Intensitas =
dengan :

n
ΣP

∑P
n
= Jumlah sampel ikan yang terinfeksi parasit (ekor)
= Jumlah total infeksi parasit (individu)

Tabel 3. Kategori nilai intensitas menurut Williams dan Williams (1996)
Nilai intensitas
< 1 individu parasit/ikan
1 – 5 individu parasit/ikan
6 – 50 individu parasit/ikan
51 – 100 individu parasit/ikan
100+ individu parasit/ikan
1000+ individu parasit/ikan

Kategori
Infeksi parasit sangat ringan
Infeksi parasit ringan
Infeksi parasit sedang
Infeksi parasit berat
Infeksi parasit sangat berat
Super infeksi parasit

Analisis dominansi cacing parasitik
Untuk mengetahui dominansi infeksi cacing parasitik digunakan indeks
dominansi Berger-Parker (d) (Hamann et al. 2012). Selain itu dihitung juga kekayaan
spesies (richness/R).
Analisis ekstrinsik dan intrinsik
Uji perbedaan Mann-Whitney U (U), digunakan untuk mengetahui perbedaan
antara dua kelompok pada data tidak terdistribusi normal, yaitu :
1. Jumlah cacing parasitik pada saluran pencernaan R. brachysoma dan R. kanagurta
2. Jumlah cacing parasitik pada perairan Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu
Uji perbedaan Independent Samples T-Tes (t),digunakan untuk mengetahui
perbedaan antara dua kelompok pada data terdistribusi normal, yaitu:
1. Ukuran cacing L. angustiovum pada R. brachysoma dan R. kanagurta
2. Ukuran cacing L. angustiovum pada perairan Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu
Uji perbedaan One-Way ANOVA (F), digunakan untuk mengetahui perbedaan
antara tiga kelompok atau lebih, yaitu :
1. Jumlah cacing parasitik pada jenis kelamin ikan kembung (Jantan, Betina dan
yang belum teridentifikasi jenis kelaminnya)
Uji non-parametrik Spearman’s rank test (rs), digunakan untuk mengetahui
korelasi antara dua kelompok pada data tidak terdistribusi normal, yaitu:
1. Jumlah parasit dengan Gonado Somatik Indeks (GSI)
2. Jumlah parasit dengan pertumbuhan panjang tubuh ikan kembung
3. Jumlah parasit dengan parameter kualitas air
Data dihitung dan dianalisis dengan menggunakan software SPSS versi 21
(Sufren dan Natanael 2013). Data yang belum diolah diatas maka digunakan analisis
deskripsi eksplainasi yaitu penggambaran dan penjelasan, selain itu digunakan untuk
analisis lebih lanjut.

14

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
5 HASIL
Identifikasi spesies Rastrelliger spp.
Identifikasi spesies ikan kembung dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
identifikasi berdasarkan morphologi tubuh ikan dan berdasarkan genetik. Di perairan
laut Jawa hanya terdapat dua spesies yaitu R. brachysoma dan R. kanagurta (Sujastani
1976). Keduanya memiliki karakteristik morphologi yang relative mirip. Mereka dapat
dibedakan dari rasio panjang-tinggi tubuhnya dan keberadaan garis-garis di sisi
tubuhnya, garis tersebut akan memudar jika kesegaran ikan sudah mulai menurun
(Gambar 3).

Gambar 3. Foto dan sketsa R. brachysoma dan R. kanagurta dari Pelabuhan Ratu
Hasil uji genetik R. brachysoma dan R. kanagurta, diketahui bahwa mereka
memiliki segmen DNA sekitar 445 base pairs (bp) dengan komposisi basa nukleotida
29,1% A; 32,9% T; 22,8% G; dan 15,2% C. Ikan kembung yang memiliki rasio
panjang dengan tinggi tubuh lebih kecil dari empat termasuk dalam spesies
R. brachysoma, sedangkan jika rasionya lebih besar dari empat termasuk dalam
spesies R. kanagurta. R. brachysoma memiliki keragaman genetik yang rendah yaitu
0.009-0.013, hal ini menunjukan bahwa ikan ini memiliki daerah penyebaran yang
luas (Indaryanto et al. 2014). Umumnya ikan laut memiliki keragaman genetik yang
rendah yaitu kurang dari 0,5 (Hobbs et al. 2013).
Amova population pairwise (FST) menunjukan bahwa R. brachysoma di pulau
Jawa memiliki dua stok, yaitu stok Jawa Barat (Pelabuhan Ratu, Lampung, Banten dan
Jakarta) dan stok Jawa Timur (Banyuwangi) (Tabel 4). Hypothesis stok yang
dilakukan oleh Hardenberg pada tahun 1938 berdasarkan migrasi Decapterus sp.
adalah bahwa terdapat dua stok ikan Rastrelliger spp. di Laut Jawa, satu stok
merupakan asli dari bagian timur laut jawa dan stok lainnya berasal dari samudra
hindia. Terpisahnya stok ini disebabkan adanya hambatan geografi alami dan isolasi
geografi pada zaman es (ice age) yang memisahkan sebagian spesies laut menjadi
populasi Indian dan Pasific (Sujastani 1976).

15
Table 4. Amova population pairwise (FST) pada R. brachysoma
Jakarta
Lampung
Pelabuhan ratu
Banten
Banyuwangi
Jakarta
-*–


+
Lampung
-0.00226
-*–

+
Pelabuhan Ratu
0.00060
-0.01617
-*–
+
Banten
-0.00720
0.00499
0.00477
-*+
Banyuwangi
*
0.14047
0.14375
0.17250
0.11562
Keterangan: - = tidak berbeda populasi secara genetik, + = berbeda populasi secara genetik

Karakteristik biologi
Identifikasi spesies berdasarkan rasio ukuran Panjang-Tinggi tubuh ikan
(Indaryanto et al. 2014). Karakteristik biologi dan biologi reproduksi R. kanagurta dan
R. brachysoma hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6.
Tabel 5. Karakteristik biologi R. kanagurta dan R. brachysoma dari perairan Teluk
Banten dan Pelabuhan Ratu
Karakteristik
Panjang
Tinggi
Rasio P-T
Berat
Umur
GSI
TKG

Total
Banten
15,5-25
3,9-5,7
3,4-4,5
46-185
4,8-24,3
0,01-6,9
1-7

P.Ratu
10-24,6
2,0-6,3
3,6-5.8
9.3-208
2,7-29,9
0,00-4,7
1-6

R. brachysoma
Banten
P.Ratu
15,5-20,1
15-24,6
4,0-5,2
3,9-6,3
3,4-4,0
3,6-4,0
46-102
45,6-208
6,0-9,6
5,7-29,9
0,01-6,9
0,00-4,7
1-7
1-6

R. kanagurta
Banten
P.Ratu
15,9-25
10-24,6
3,9-5,7
2,0-6,0
4,0-4,5
4,1-5,8
46-185
46-185
4,8-24,3
2,7-17,4
0,01-2,0
0,00-2,2
1-5
1-2

Tabel 6. Karakteristik biologi reproduksi R. kanagurta dan R. brachysoma dari
perairan Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu
Karakteristik
Panjang
Rasio P-T
Umur
GSI
TKG 1
2
3
4
5
6
7

Belum teridentifikasi
Rb
Rk
15,1-16,5 10,0-17,8
3,7-3,9
4,6-5,7
5,7-6,6
2,7-5,8
---------------------------------

Jantan
Rb
Rk
15,0-24,6 14,5-24,6
3,4-3,9
4,0-5,3
5,7-29,9
4,2-17,4
0,1-6,9
0,01-2,2
-----------------------------

Betina
Rb
Rk
15,5-22,0 15,0-25,0
3,3-3,9
4,0-5,2
6,0-12,5
4,4-24,3
0,01-4,8
0,02-2,0
10
16
8
5
4
0
3
0
5
1
13
0
1
0

Keterangan: Rb = R. brachysoma dan Rk = R. kanagurta
Ikan kembung dengan panjang 16,0-18,0 sebagian dapat teridentifikasi jenis
kelaminnya dan sebagian lainnya tidak, sebab tidak semua ikan kembung dapat
ditentukan jenis kelaminnya terutama jenis kelamin ikan muda (Burnahuddin et al.
1984). R. kanagurta di Laut Jawa pertama kali matang kelamin pada ukuran 19 (1820,5) cm atau pada umur 7 bulan, sedangkan pada