Kajian Stok Ikan Kembung Lelaki Rastrelliger kanagurta (Cuvier, 1816) di Perairan Selat Sunda yang Didaratkan di PPP Labuan, Banten

KAJIAN STOK IKAN KEMBUNG LELAKI
Rastrelliger kanagurta (Cuvier, 1816) DI PERAIRAN SELAT SUNDA
YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN, BANTEN

ANANDINTA PERMATACHANI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Kajian Stok Ikan
Kembung Lelaki Rastrelliger kanagurta (Cuvier, 1816) di Perairan Selat Sunda
yang Didaratkan di PPP Labuan, Banten” adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.

Bogor, Juni 2014

Anandinta Permatachani
NIM C24100090

ABSTRAK
ANANDINTA PERMATACHANI.
Kajian Stok Ikan Kembung Lelaki
Rastrelliger kanagurta (Cuvier, 1816) di Perairan Selat Sunda yang Didaratkan di
PPP Labuan, Banten. Dibimbing oleh MENNOFATRIA BOER dan NURLISA A
BUTET.
Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) merupakan salah satu ikan
pelagis kecil yang memiliki nilai ekonomis penting yang melimpah di perairan
selat sunda dan merupakan salah satu tangkapan dominan yang didaratkan di PPP
Labuan, Banten. Tujuan penelitian ini ialah mengkaji status stok ikan kembung
lelaki (Rastrelliger kanagurta) yang didaratkan di PPP Labuan. Penelitian ini
dilakukan pada bulan Juni 2013 sampai Oktober 2013. Total ikan yang diambil
selama penelitian mencapai 1100 ekor. Pola pertumbuhan ikan kembung lelaki di

perairan Selat Sunda bersifat allometrik negatif. Analisis potensi sumberdaya
ikan kembung lelaki dilakukan dengan menggunakan model pendekatan Schaefer
dan diperoleh nilai upaya optimum 6077 trip per tahun dan tangkapan maksimum
lestari sebesar 1872 ton per tahun. Tingkat eksploitasi mencapai tingkat optimal
antara 0.61-0.87. Laju eksploitasi ikan kembung lelaki diduga telah melebihi laju
eksploitasi optimum sehingga diduga ikan kembung lelaki di perairan Selat Sunda
telah tangkap lebih.
Kata Kunci: Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta), laju eksploitasi, model
produksi surplus, pertumbuhan, dan PPP Labuan

ABSTRACT
ANANDINTA PERMATACHANI. Fish Stock Assesment of Indian Mackerel
Rastrelliger kanagurta (Cuvier, 1816) in Sunda Strait landed on PPP Labuan,
Banten. Supervised by MENNOFATRIA BOER and NURLISA A BUTET.
Indian Mackerel (Rastrelliger kanagurta) is one of the small pelagic fish
that has a significant economic value. It is abundant and caught dominantly in
Sunda Strait. This study was aimed at examining the stasus of the Indian
Mackerel (Rastrelliger kanagurta) stock, landed in PPP Labuan. The research
was conducted in June 2013 to October 2013. Total fish caught were 1100
individuals. Length and weight relationships resulted in negatively allometric

growth pattern. Analysis of resource potential of the Indian Mackerel was
completed using Schaefer model, which was resulted in fMSY of 6078 trip per year
and MSY of 1872 tonnes per year. Exploitation rate reached optimum level
between 0.61-0.87. It is implied that the Indian Mackerel fishery of Sunda Strait
landed in PPP Labuan has been overfished.
Keyword: Exploitation rate, growth, Indian Mackerel (Rastrelliger kanagurta),
PPP Labuan, and Surplus Production model

KAJIAN STOK IKAN KEMBUNG LELAKI
Rastrelliger kanagurta (Cuvier, 1816) DI PERAIRAN SELAT SUNDA
YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN, BANTEN

ANANDINTA PERMATACHANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perikanan


DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi

: Kajian Stok Ikan Kembung Lelaki Rastrelliger kanagurta
(Cuvier, 1816) di Perairan Selat Sunda yang Didaratkan di
PPP Labuan, Banten

Nama

: Anandinta Permatachani

NIM

: C24100090


Program Studi

: Manajemen Sumber Daya Perairan

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA

Dr Ir Nurlisa A Butet, MSc

Pembimbing I

Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir M Mukhlis Kama, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA

Puji Syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahnat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang berjudul "Kajian Stok Ikan
Kembung Lelaki Rastrelliger kanagurta (Cuvier, 1816) di Perairan Selat Sunda
yang didaratkan di PPP Labuan, Banten". Karya ilmiah ini disusun dan diajukan
sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terima kasih
kepada:
1.
2.

Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk studi.
Direktur

Jenderal

Pendidikan


Tinggi,

Kementrian

Pendidikan

dan

Kebudayaan atas biaya penelitian melalui Biaya Operasional Perguruan
Tinggi Negeri (BOPTN), Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN),
DIPA IPB Tahun Ajaran 2013, kode Mak

:

2013. 089. 521219, Penelitian

Dasar untuk Bagian, Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi, Lembaga
Penelitan dan Pengabdian kepada Masyarakat, IPB dengan judul " Dinamika
Populasi dan Biologi Reproduksi Sumberdaya Ikan Ekologis dan Ekonomis
Penting di Perairan Selat Sunda, Provinsi Banten" yang dilaksanakan oleh

Prof Dr Ir Mennofatria Boer DEA (sebagai ketua peneliti) dan Dr Ir Ranat
Kurnia MSi (sebagai anggota peneliti).
3.

Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA sebagai ketua komisi pembimbing dan Dr
Ir Nurlisa A Butet, MSc sebagai anggota komisi pembimbing yang telah
memberi arahan dan masukan dalam penulisan karya ilmiah ini.

4.

Dr. Ir. Mohammad Mukhlis Kamal, MSc selaku penguji tamu dan Dr Ir
Ranat Kunia, �.1Si selaku komisi pendidikan Departemen Manajemen
Sumber Daya Perairan atas saran dan masukan yang sangat berarti.

5.

Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc sebagai dosen pembimbing akademik.

6.


Keluarga: Bapak (Sudirman Sawi), Mama (Yulita Wismaneli), Adik (Sandy
Ferdiaz) atas kasih sayang, doa, dn dukungan baik moril ataupun materil.

7.

Tenan-tenan penelitian Labuan Banten: Laras Suciati, Siska Agustina,
Rivany K.P Siagian, Nur Sifa F, Nurul Mega, Widyanti Oktoriani, Nurul
Hikmah, Rezaninda Prestianingtyas, Rosilia Hervina, Irza Pramadika, Wisnu
Aji, Dwiyanti, kak Pia, kak Viska, kak Jni, mbak Vina, mbak Salma.

8.

Tenan-tenan MSP angkatan 47 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu,
terima kasih atas segala bentuk bantuan dan dukungan yang telah diberikan.

9.

Staf TU MSP mbak Widar, mbak Yani, Bapak Suminta, dan staf DKP

10.


Sahabat tercinta: Siti Chaakimah, Eva Nurlaela Sari, Ranalia Susanti, Insan

Kabupaten Pandeglang
Aulia, Febriyanti Mutiara Ananda, Ahmad Baskoro P. Susanto, Annizaf,
Ichsan Gigih Prakoso, Rifqi Haris Saputra, Adistikah Aqmarina, Fathiyah
Nur Fadhilah, Iksanatun Fadila 0., Lupita Maulida M., Ratu Aliah Sanada,
Rizky Damayanti terima kasih atas segala doa, sem�ngat, dukungan, serta
bantuannya selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bennanfaat.
Bogar, Juni 2014
Anandinta Permatachani

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Perumusan Masalah
Tujuan
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Metode Pengumpulan Data
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
KESIMPULAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
2
2
2
3
4
10
22
25
25
25
28
38

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

Data produksi dan upaya penangkapan ikan kembung
Kriteria kematangan gonad modifikasi Cassie (1956)
Perbandingan pola pertumbuhan ikan kembung lelaki
Proporsi kelamin ikan kembung lelaki
Parameter pertumbuhan ikan kembung lelaki
Mortalitas dan laju eksploitasi ikan kembung lelaki
Perbandingan parameter pertumbuhan ikan kembung lelaki
Perbandingan laju mortalitas dan eksploitasi ikan kembung lelaki

1
4
13
17
19
21
23
24

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Lokasi pengambilan contoh ikan
Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta)
Hasil tangkapan per jenis ikan tahun 2013 di PPP Labuan
Hubungan panjang bobot ikan kembung lelaki
Pergeseran modus frekuensi panjang ikan kembung lelaki betina
Pergeseran modus frekuensi panjang ikan kembung lelaki jantan
Pergeseran modus frekuensi panjang ikan kembung lelaki total
Frekuensi tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki betina
Frekuensi tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki jantan
Proporsi ikan kembung lelaki yang telah matang gonad
Kurva pertumbuhan ikan kembung lelaki betina
Kurva pertumbuhan ikan kembung lelaki jantan
Kurva pertumbuhan ikan kembung lelaki total
Pendugaan fMSY dan MSY ikan kembung lelaki

3
3
11
12
14
15
16
17
18
18
19
20
20
21

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Mortalitas dan laju eksplotasi
Hubungan panjang bobot
Sebaran frekuensi panjang
Sebaran kelompok umur ikan kembung lelaki
Perhitungan nisbah kelamin
Tingkat kematangan gonad
Ukuran pertama kali matang gonad
Model Ford-Walford
Mortalitas dan laju eksploitasi
Standarisasi alat tangkap
Model produksi surplus

29
31
31
32
32
34
35
35
36
33
38

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan Banten merupakan salah satu
pelabuhan perikanan yang cukup berkembang di Indonesia terletak di Desa Teluk,
Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten. PPP Labuan berhadapan
langsung dengan perairan Selat Sunda dan dikelilingi daerah penangkapan ikan
yang sangat potensial, yaitu Samudera Hindia dan Laut Jawa. Oleh sebab itu,
hasil perikanan yang terdapat di PPP Labuan sangat beragam di antaranya ikan
demersal dan ikan pelagis. Ikan-ikan pelagis yang didaratkan oleh nelayan di
Labuan, seperti ikan kembung, tongkol, tenggiri, ekor kuning, selar kuning,
tembang, dan lainnya, sedangkan ikan-ikan demersal yang ditangkap oleh nelayan
seperti ikan kuniran, kurisi, swanggi, pari, manyung dan lain-lainnya.
Sekitar 63% sumber protein hewani yang dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia berasal dari ikan, terutama ikan pelagis kecil (Zulbainarni 2010). Ikan
kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) atau kembung banyar merupakan salah
satu sumberdaya ikan pelagis kecil yang banyak ditangkap untuk konsumsi
pemenuhan kebutuhan protein masyarakat.
Di provinsi Banten, ikan kembung lelaki mempunyai peranan ekonomis
penting bagi produksi perikanan laut dan merupakan sumberdaya yang paling
banyak ditangkap setelah ikan tongkol (Euthynnus affinis) (Boer dan Aziz 2007).
Data jumlah tangkapan dan upaya penangkapan ikan kembung lelaki pada tahun
2003 hingga 2013 yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Data hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan kembung lelaki pada
tahun 2003 hingga 2013 yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang,
Provinsi Banten (DKP 2013)
Tahun
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013

Hasil tangkapan (ton)
1633.64
1902.80
2103.10
1903.10
1913.50
1602.20
1651.66
1552.43
1546.36
1716.23
1914.03

Upaya tangkapan (trip)
6265.10
7038.84
7554.04
5207.36
5709.39
3389.89
5035.26
8106.77
7674.30
4971.43
7651.87

Data hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan kembung lelaki pada
tahun 2003 hingga 2013 di perairan Selat Sunda (Tabel 1) menunjukkan
kecenderungan penurunan, sehingga diindikasikan terjadi over fishing (tangkap

2
lebih). Untuk mencegah terjadinya pemanfaatan secara berlebihan (over fishing),
perlu dilakukan pengkajian informasi dasar biologi untuk menunjang upaya
pengelolaan sumberdaya ikan kembung lelaki agar tetap lestari dan dapat
dimanfaatkan secara berkelanjutan. Informasi dasar biologi yang menunjang
pengelolaan sumberdaya ikan diantarannya, aspek reproduksi dan analisis stok.

Perumusan Masalah
Sumberdaya perikanan memiliki sifat milik bersama atau common property
sehingga pemanfaatannya dapat digunakan pada waktu yang bersamaan oleh lebih
dari satu individu atau satuan ekonomi (open access). Mengingat sumberdaya
ikan memiliki sifat yang terbatas dan dapat rusak, perlu dikelola untuk menjamin
bahwa sumberdaya tersebut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dan
bertanggung jawab. Permasalahan yang sering dihadapi dalam melakukan
penangkapan sumberdaya ikan pelagis kecil, seperti ikan kembung lelaki
(Rastrelliger kanagurta) ialah permasalahan biologi dan ekonomi. Salah satu
permasalahan biologi adalah terancamnya kelestarian stok sumberdaya ikan di
perairan, sedangkan untuk permasalahan ekonomi ialah usaha penangkapan yang
belum dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan.

Tujuan Penelitian
Tujuan dilaksanakan penelitian ini untuk mengkaji status stok ikan kembung
lelaki (Rastrelliger kanagurta) di perairan Selat Sunda yang didaratkan di
Pelabuhan Perikanan Pantai Labuan, Provinsi Banten melalui kajian aspek
reproduksi, pertumbuhan, dan model produksi surplus.

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PPP Labuan, Provinsi Banten. Ikan contoh yang
diperoleh merupakan hasil tangkapan nelayan di sekitar perairan Selat Sunda.
Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Juni 2013 hingga Oktober 2013
dengan selang waktu pengambilan contoh lebih kurang 20 hari. Lokasi
pengambilan contoh disajikan pada Gambar 1. Analisis ikan contoh dilakukan di
Laboratorium Biologi Perikanan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Alat yang
digunakan berupa alat pengumpulan data, alat pengukuran dan pencatatan,
sedangkan bahan yang digunakan adalah ikan kembung lelaki yang disajikan pada
Gambar 2.

3

Gambar 1 Lokasi pengambilan contoh ikan

Gambar 2 Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta)

Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer ikan kembung lelaki didapatkan dengan metode
penarikan contoh secara sederhana (PCAS) yang hanya ditangkap di perairan
Selat Sunda dan didaratkan di PPP Labuan, Provinsi Banten. Ikan contoh yang
diambil terdiri dari beberapa variasi ukuran. Pengambilan contoh dilakukan
sebanyak 7 kali dengan selang waktu lebih kurang 20 hari. Secara keseluruhan
total ikan contoh yang diambil berjumlah 1100 ekor. Pengukuran panjang total
dan penimbangan bobot basahnya di lokasi pelelangan. Hal ini dimaksudkan agar
tidak terjadi penyusutan atau penambahan bobot ikan akibat penyimpanan di

4
dalam cool box. Pengukuran panjang total ikan dimulai dari mulut terdepan ikan
hingga ujung ekor terakhir dengan menggunakan penggaris. Penimbangan bobot
basah total tubuh ikan meliputi bobot tubuh serta air yang terkandung di dalamnya
dengan menggunakan timbangan dengan skala terbesar 10 gram. Jenis kelamin
diketahui dengan membedah dan mengamati morfologi gonad ikan kembung
lelaki tersebut. Penentuan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) dilakukan
berdasarkan pengamatan terhadap ciri-ciri morfologi kematangan gonad
berdasarkan Cassie (1956) in Effendie (2002) (Tabel 2).
Tabel 2 Kriteria kematangan gonad modifikasi Cassie (1956) in Effendie (2002)
TKG
Betina
Jantan
I
Ovari seperti benang panjang sampai Testes seperti benang, lebih
kedepan rongga tubuh. Warna jenih pendek (terbatas) dan terlihat
permukaan licin
ujungnya dirongga tubuh, warna
jernih
II
Ukuran ovari lebih besar. Pewarnaan Permukaan testes lebih besar.
lebih gelap kekuning-kuningan. Pewarnaan putih, susu bentuk
Telur belum terlihat jelas dengan lebih jelas darpada tingkat I
mata
III
Ovari berwarna kuning secara Permukaan
testes
tampak
morfologi telur mulai kelihatan bergerigi warna semakin putih,
butirnya dengan mata
testes semakin besa dalam
keadaan diawet mudah putus
IV
Ovari makin besar, telur berwarna Seperti pada tingkat III tampak
kuning, mudah dipisahkan. Butir lebih jelas. Testes lebih pejal
minyak tidak tampak, mengisi ½
samapi 2/3 rongga perut, usus
terdesak
V
Ovari berkerut, dinding tebal, butir Testes bagian belakang kempis
telur sisa terdaat di dekat pelepasan. dan bagian dekat pelepasan
Banyak telur, tingkat II
masih berisi
Pengumpulan data sekunder dilakukan sejalan dengan berjalannya kegiatan
penelitian, yaitu dari bulan Juni 2013 hingga Oktober 2013. Data yang diperoleh
berupa data produksi hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan kembung
lelaki yang didaratkan di PPP Labuan, Provinsi Banten. Data sekunder lainnya
diperoleh melalui wawancara terhadap nelayan yang menangkap ikan kembung
lelaki di daerah Selat Sunda.

Analisis Data
Hubungan Panjang Bobot
Pola pertumbuhan dapat dilihat dengan menghubungkan pertumbuhan
panjang dan pertumbuhan berat. Hubungan parameter panjang dan bobot
(Effendie 2002) dapat ditetukan dengan rumus sebagai berikut.
W = aLb

(1)

5

W adalah bobot (gram), L adalah panjang (mm), a dan b adalah koefisien
perubahan bobot. Nilai b digunakan untuk menduga pola pertumbuhan kedua
parameter yang dianalisa, yaitu panjang dan berat.
Log W = Log a + b Log L

(2)

Penduga a dan b yang digunakan diperoleh dari analisis regresi dengan log W
sebagai ordinat (y) dan log L sebagai absis (x), sehingga didapatkan persamaan
regresi:
yi

0

1

(3)

i

i

sebagai model observasi, dan
i

b0 b1

(4)

i

sebagai model dugaan. Konstanta
b1

diduga dengan:

1

∑ni 1 i yi - ∑ni 1 i ∑ni 1 yi
n
2
1
∑ni 1 i 2 - (∑ni 1 i )
n

(5)

dan konstanta b0 diduga dengan:
b0

y̅ - b1 ̅

(6)

a dan b diperoleh melalui hubungan b = b1 dan a = 10b0 .
Interpretasi hubungan panjang dan berat dapat dilihat dari nilai konstanta b,
yaitu dengan hipotetsis nilai b = 3 disebut isometrik, yaitu pertambahan panjang
sebanding dengan pertambahan berat, sedangkan nilai b ≠ 3 disebut hubungan
allometrik. Hubungan allometrik positif (b > 3) yaitu pertambahan berat lebih
dominan dibandingkan dengan pertambahan panjang, sedangkan allometrik
negatif (b < 3) yaitu pertambahan panjang lebih dominan dibandingkan dengan
pertambahan berat.
Selanjutnya, untuk mengurangi kesalahan dalam perhitungan, dilakukan uji
statistik menggunakan uji-t. Prosedur uji-t dimulai dari tahap pengujian hipotesis
sebagai berikut.
Hipotesis:
H0 : b1 = 3 (nilai yang diperoleh)
H1 : b1 ≠ 3 (nilai hipotesis)
Selanjutnya untuk menguji hipotesis tersebut digunakan statistik uji sebagai
berikut.
b1 - 3

b

thitung |

b

|

adalah galat baku dugaan b1 atau b yang diduga melalui hubungan:

(7)

6

2

s2

b1

1

2

∑ni 1 1 2 -( (∑ni 1 i ) )
n

(8)

Keputusan diambil dengan membandingkan hasil thitung dengan ttabel pada
selang kepercayaan 95 %. Selanjutnya dengan mengetahui pola di atas, maka
kaidah keputusan yang akan diambil adalah tolak H0 jika thit > ttab dan gagal tolak
H0 jika thit < ttab (Walpole 1993).

Identifikasi Kelompok umur
Data panjang ikan kembung lelaki dikelompokkan ke dalam beberapa kelas
panjang sedemikian sehingga setiap kelas panjang ke-i memiliki frekuensi (fi).
Identifikasi kelompok umur dilakukan dengan menganalisis frekuensi panjang
yang menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation) yang terdapat di
dalam software FISAT II (FAO-ICLARM Fish Stok Assessment Tool). Sebaran
frekuensi panjang dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok umur yang
menyebar normal dengan nilai rata-rata panjang dan simpangan baku pada
masing-masing kelompok umur. Menurut Boer (1996), jika fi adalah frekuensi
ikan dalam kelas panjang ke-i (i
1, 2, …, N), µj adalah rata-rata panjang
kelompok umur ke-j, σj adalah simpangan baku panjang kelompok umur ke-j dan
pj adalah proporsi ikan dalam kelompok umur ke-j (j 1, 2, …, G), maka fungsi
objektif yang digunakan untuk menduga { ̂ ̂ ̂ } adalah fungsi kemungkinan
maksimum (maximum likelihood function):
∑ni 1 fi log ∑G
j 1 pj qij
qij

1
σj √2

-

e

1
2

i- j
σj

(9)

2

merupakan fungsi kepekatan sebaran normal dengan nilai

tengah µ j dan simpangan baku σj, xi adalah titik tengah kelas panjang ke-i. Fungsi
objektif L ditentukan dengan cara mencari turunan pertama L masing-masing
terhadap ̂ ̂ ̂ sehingga diperoleh dugaan ̂ ̂ dan ̂ yang akan digunakan
untuk menduga parameter pertumbuhan.
Nisbah Kelamin
Nisbah kelamin (sex ratio) merupakan perbandingan individu jantan dan
betina dalam suatu populasi. Nilai dari proporsi yang berdasarkan kelamin ini
diamati karena adanya perbedaan tingkah laku berdasarkan kelamin, kondisi
lingkungan, dan penangkapan. Nisbah kelamin dihitung menggunakan rumus
dikemukanan oleh Effendie (2002) sebagai berikut.
pj =

n
N

x 100%

(10)

pj adalah proporsi kelamin (jantan atau betina) (%), n adalah jumlah jenis ikan
(jantan atau betina), dan N adalah jumlah total individu ikan jantan dan betina

7
yang ada. Hubungan antara jantan dan betina dalam suatu populasi diketahui
dengan melakukan analisis nisbah kelamin ikan menggunakan uji Chi-square (χ2)
(Steel dan Torrie 1980)
(oi - ei )

2

2

(11)

ei

χ2 adalah nilai bagi peubah acak yang sebaran penarikan contohnya mengikuti
sebaran khi kuadrat (Chi-square), oi adalah jumlah frekuensi ikan jantan dan
betina yang teramati, dan ei adalah jumlah frekuensi harapan dari ikan jantan dan
betina.

Ukuran Pertama Kali Matang Gonad
Penentuan panjang ikan pertama kali matang gonad (Lm) dilakukan
berdasarkan sebaran frekuensi proporsi gonad yang telah matang (King 1995).
Analisis data sebaran frekuensi tersebut dilakukan dengan cara:
1.
Menentukan jumlah kelas dan selang kelas yang diperlukan
2.
Menentukan lebar selang kelas
3.
Menghitung frekuensi ikan secara keseluruhan dan frekuensi TKG III dan
IV pada selang kelas panjang yang sudah ditentukan
4.
Menentukan proporsi antara TKG III dan IV terhadap frekuensi total tiap
selang kelas yang sudah ditentukan
5.
Memplotkan pada sebuah grafik dengan panjang ikan sebagai sumbu
horizontal dan proporsi gonad matang sebagai sumbu vertikal.
Persamaan tingkat kematangan gonad terhadap panjang ikan adalah:
P=

1

1
e-r( - m)

(12)

P ialah proporsi gonad yang telah matang pada selang kelas tertentu (%), r adalah
kemiringan kurva sigmoid, L merupakan panjang rata-rata pada selang kelas
tertentu (mm), sedangkan Lm ialah panjang pertama kali matang gonad (mm). Lm
ditentukan berdasarkan perpotongan kurva persamaan 12 dengan titik proporsi
pada 50%.

Plot Ford-Walford
Pertumbuhan diestimasi menggunakan model pertumbuhan von Bertalanffy
(Sparre dan Venema 1999):
t

1-e-

(t-t0 )

(13)

Persamaan 13 diturunkan untuk t sama dengan t+1, sehingga persamaannya 13
menjadi:
t 1

(1-e-

(t 1-t0 )
)

(14)

8
Lt+1 adalah panjang ikan pada saat umur t+1 (satuan waktu), L adalah panjang
maksimum secara teoritis (panjang asimtotik), K adalah koefisien pertumbuhan
(persatuan waktu), dan t0 adalah umur teoritis pada saat panjang ikan sama dengan
nol. Kedua rumus di atas disubstitusikan dan diperoleh persamaan:
- t ] 1-e-

[

t 1- t

(15)

Persamaan 15 merupakan bentuk persamaan linier dengan L(t+1) sebagai
peubah tak bebas (y) dan Lt sebagai peubah bebas (x) sehingga memiliki
[
]. Dengan
kemiringan atau slope berupa (b) =
dan intersep (a) =
demikian nilai K dan L diperoleh dengan cara:
- ln b

(16)

dan
a

(17)

1-b

pendugaan nilai t0 (umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol)
diperoleh melalui persamaan Pauly (1984):
og(-t0 )

0.3 22 - 0.2 52

og

- 1.03

og

(18)

Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Menurut Sparre dan Venema (1999) parameter mortalitas meliputi
mortalitas alami (M), mortalitas penangkapan (F), dan mortalitas total (Z). Laju
mortalitas total (Z) diduga dengan kurva tangkapan yang dilinearkan berdasarkan
data panjang sedemikian sehingga diperoleh hubungan:
ln

( 1
t

1,

2)
2

=h–Zt

1

2

2

(19)

Persamaan (19) diduga melalui persamaan regresi linear sederhana y =
( 1 2)
sebagai ordinat, x = 1 2 2 sebagai absis, dan Z =
b0+b1x, dengan y = ln
t

1,

2

-b1 (Lampiran 1). Laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus
empiris Pauly (1984) sebagai berikut:
M = 0.8 exp (-0.0152 – 0.279 ln L + 0.6543 ln K + 0.463 ln T)

(20)

M adalah mortalitas alami (per tahun), dan T adalah suhu rata-rata perairan (0C).
Setelah laju mortalitas total (Z) dan laju mortalitas alami (M) diketahui
maka laju mortalitas penangkapan ditentukan melalui hubungan:
F=Z–M

(21)

9
Selanjutnya Pauly (1984) menyatakan bahwa laju eksploitasi ditentukan
dengan membandingkan F dengan Z sebagai berikut.
(22)
F adalah laju mortalitas penangkapan (per tahun), Z adalah laju mortalitas total
(per tahun), dan E adalah tingkat eksploitasi.

Standarisasi Alat Tangkap
Alat tangkap ikan kembung lelaki di lokasi penelitian cukup beragam,
seperti purse seine, jaring insang, payang, bagan, dan dogol. Alat yang dominan
untuk menangkap ikan kembung lelaki ialah purse seine, sehingga digunakan
sebagai alat tangkap acuan dalam standarisasi effort, yaitu:
it fit

it

(23)

dengan
it

it

std

(24)

Keterangan:
= effort dari alat tangkap yang di standarisasi
it
fit
= jumlah trip dari alat tangkap i pada waktu t
= nilai kekuatan menangkap dari alat tangkap i pada periode t
it
= catch per unit effort (CPUE) dari alat tangkap i pada periode t
it
= catch per unit effort (CPUE) dari alat tangkap yang dijadikan basis
std
standarisari

Model Produksi Surplus
Model produksi surplus Schaefer dan Fox digunakan untuk menduga
potensi sumberdaya ikan dengan cara menganalisis hasil tangkapan dan upaya
penangkapan (Sparre dan Venema 1999). Model produksi surplus diterapkan bila
diketahui hasil tangkapan total berdasarkan spesies, hasil tangkapan per unit
upaya, atau CPUE berdasarkan spesies dan upaya penangkapannya dalam
beberapa tahun (Abdussamad et al. 2012). Model Schaefer dan Fox diduga
melalui persamaan (Sparre dan Venema 1999):
t

a - bft

ft

(24)

dan
ln f t
t

a - bft

(25)

10
Hubungan linear pada persamaan (24) dan (25) digunakan secara luas untuk
menghitung dugaan MSY melalui penentuan turunan pertama sehingga diperoleh
dugaan fmsy dan MSY model Schaefer:
fmsy

a

(26)

2b
a2

M

(27)

4b

dan dugaan fmsy dan MSY model Fox:
fmsy

1

(28)

b

MSY = -

1
b

ea-1

(29)

Kedua atau lebih model tersebut kemudian dibandingkan nilai R2 nya dari
hasil regresi masing-masing. Model yang mempunyai nilai R2 lebih besar
menunjukkan model tersebut mempunyai keterwakilan yang tinggi dengan model
sebenarnya (Susilo 2002). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan atau total
allowable catch (TAC) dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan dapat
ditentukan dengan analisis produksi surplus dan berdasarkan prinsip kehati-hatian
(FAO 1995). Potensi Lestari adalah sekitar 90% dari MSY dan 80% dari Potensi
Lestari ini disebut TAC. MSY adalah jumlah tangkapan maksimum lestari, TAC
adalah jumlah tangkapan yang diperbolehkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kondisi Ikan Kembung Lelaki di PPP Labuan
PPP Labuan merupakan pelabuhan perikanan pantai terbesar di Kabupaten
Pandegelang yang terdiri dari tiga TPI. Ikan kembung lelaki (Rastrelliger
kanagurta) merupakan salah satu ikan hasil tangkapan yang bersifat ekonomis dan
banyak didaratkan di PPP Labuan. Hal ini dibuktikan dengan selalu terdapatnya
ikan kembung lelaki pada bulan-bulan pengamatan, yaitu Juni hingga Oktober
2013. Ikan kembung lelaki ditangkap menggunakan alat tangkap purse seine
dengan daerah penangkapan sekitar pulau Panaitan dan pulau Rakata. Ikan
kembung lelaki menempati urutan keempat (9%) dari hasil tangkapan terbanyak
ikan-ikan pelagis (Gambar 3). Hal ini sesuai dengan penelitian Boer dan Aziz
(2007) yang menyatakan terdapat 5 jenis ikan pelagis kecil yang dominan
tertangkap, yaitu kembung, layang, teri, tongkol, dan tembang.

11

Julung-julung
3%

Teri Tenggiri
4% 6%

Kembung
Lelaki
9%

Layang
8%

Tembang
25%

Bambangan
4%
Kembung
Perempuan
2%
Biji Nangka
10%

Lemuru
3%
Selar
8%

Tongkol
18%

Gambar 3 Hasil tangkapan per jenis ikan tahun 2013 di PPP Labuan
Sumber: DKP Kabupaten Pandeglang

Hubungan Panjang Bobot
Menurut Effendie (2002) analisis mengenai hubungan panjang bobot
dimanfaatkan untuk mengetahui pola pertumbuhan suatu organisme. Hubungan
antara panjang dan bobot dapat diketahui dengan menggunakan analisis regresi
yang ditunjukkan pada Gambar 4. Berdasarkan analisis hubungan panjang bobot
ikan betina didapatkan persamaan W = 0.00002L2.88, sedangkan untuk ikan jantan
didapatkan persamaan W = 0.00004L2.72 dan untuk ikan kembung lelaki total
didapatkan persamaan W = 0.00003L2.83 selanjutnya dilakukan analisis uji t untuk
menentukan pola pertumbuhan.
Berdasarkan hasil uji t (Lampiran 2) diketahui bahwa pola pertumbuhan
ikan kembung lelaki ialah allometrik negatif, pertambahan bobot lebih lambat
dibandingkan dengan pertambahan panjang. Perbandingan pola pertumbuhan
ikan kembung lelaki di beberapa perairan disajikan pada Tabel 3. Menurut
Effendie (2002) nilai b dapat berbeda-beda di setiap perairan dipengaruhi oleh
faktor lingkungan perairan dan ketersediaan makanan. Selain itu Lelono (2007)
menjelaskan perbedaan nilai b dapat disebabkan oleh perbedaan waktu dalam hari
karena perubahan isi perut.

Bobot (gram)

12
400
350
300
250
200
150
100
50
0

W = 0.00002L2.88
R² = 87%
n = 357

0

50

100

150

200

250

300

350

Panjang (mm)

Bobot (gram)

(a)
400
350
300
250
200
150
100
50
0

W = 0.00004L2.72
R² = 92,90%
n = 360

0

100

200

300

400

300

400

Panjang (mm)

Bobot (gram)

(b)
400
350
300
250
200
150
100
50
0

W = 0.00003L2.83
R² = 83.90%
n = 1100

0

100

200

Panjang (mm)
(c)
Gambar 4 Hubungan panjang dan bobot ikan kembung lelaki betina (a), jantan
(b), dan total (c)

13
Tabel 3 Perbandingan pola pertumbuhan ikan kembung lelaki
Peneliti
Lokasi
b
Pola Pertumbuhan
Tampubolon (1986)
Selat Malaka
3.33
Allometrik Positif
Anon (1985)
Pantai Barat
3.22
Allometrik Positif
Malaysia
Burhanudin et al. (1984)
Laut Jawa
3.19
Allometrik Positif
Rifqie (2007)
Teluk Jakarta
2.32
Allometrik Negatif
Sinaga (2010)
Blanakan
2.49
Allometrik Negatif
Fandri (2012)
Selat Sunda
3.06
Allometrik Positif
Prahardina (2013)
Teluk Banten
2.71
Allometrik Negatif
Sebaran Frekuensi Panjang dan Kelompok Umur
Ikan kembung lelaki yang diamati selama kegiatan penelitian ini mencapai
1100 ekor dengan jumlah betina sebanyak 305 ekor dan jantan 360 ekor
(Lampiran 3). Jumlah ikan yang diperoleh berbeda-beda setiap bulannya karena
tergantung dari hasil tangkapan nelayan. Proses analisis pemisahan kelompok
umur ikan kembung lelaki menggunakan metode NORMSEP yang terdapat dalam
software FISAT II dan hasilnya disajikan pada Gambar 5, 6, dan 7. Berdasarkan
Gambar 5, 6, dan 7 terlihat adanya pergeseran nilai modus ke arah kanan yang
menunjukkan adanya pertumbuhan ikan kembung lelaki.
Pertumbuhan ikan betina diduga terjadi pada bulan Juli-Agustus dan terjadi
rekruitmen pada bulan September. Lalu pertumbuhan ikan kembung lelaki jantan
diduga terjadi pada bulan Juli-Oktober. Nilai indeks sparasi yang diperoleh
didapatkan lebih dari 2. Hal tersebut menunjukkan bahwa hasil pemisahan
kelompok umur ikan kembung lelaki dapat diterima dan digunakan untuk analisis
berikutnya (Lampiran 4). Setelah didapatkan sebaran panjang nilai tengah atau
kelompok umur untuk ikan betina, jantan, dan total, nilai tersebut digunakan
dalam perhitungan parameter pertumbuhan dengan menggunakan metode FordWalford dan t0 menurut kaidah empris Pauly (Sparre dan Venema 1999).
Nisbah Kelamin
Nisbah kelamin ialah perbandingan jumlah ikan betina dengan ikan jantan
dalam suatu populasi (Effendie 2002). Menurut Ball & Rao (1984) in Adisti
(2010) suatu populasi ideal memiliki proporsi kelamin 1:1 yang menunjukkan
proporsi betina sebanding dengan proporsi jantan. Tabel 4 menyajikan nisbah
kelamin ikan kembung lelaki pada setiap pengambilan contoh. Selanjutnya
dilakukan uji lanjut, yaitu uji χ2 (chi square) untuk menentukan keseimbangan
proporsi betina dan jantan pada selang kepercayaan 95% didapatkan hasil bahwa
ikan betina dan jantan tidak seimbang dengan rasio perbandingan ialah 0.9:1
(Lampiran 5). Penelitian ini menunjukkan hasil χ2hit>χ2tab, sehingga proposi ikan
kembung lelaki betina dan jantan dalam kondisi tidak seimbang. Rahardjo (2006)
menyebutkan bahwa nisbah kelamin didaerah tropis, seperti Indonesia bersifat
variatif dan dapat menyimpang dari nilai 1:1. Hal tersebut dikarenakan beberapa
faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal meliputi ketersediaan makan,
kepadatan populasi, keseimbangan rantai makanan, predasi, dan kompetisi.
Faktor internal meliputi perbedaan laju mortalitas, pertumbuhan, dan tingkah laku
ikan.

14

Gambar 5 Pergeseran modus frekuensi panjang ikan kembung lelaki betina

15

Gambar 6 Pergeseran modus frekuensi panjang ikan kembung lelaki jantan

16

Gambar 7 Pergeseran modus frekuensi panjang ikan kembung lelaki total

17
Tabel 4 Nisbah kelamin ikan kembung lelaki
Tanggal Pengamatan
18 Juni 2013
07 Juli 2013
27 Juli 2013
16 Agustus 2013
06 September 2013
28 September 2013
13 Oktober 2013

n
84
114
98
123
114
108
76

Jumlah (n)

Nisbah Jenis Kelamin (%)

Betina

Jantan

Betina

Jantan

30
41
64
63
55
76
28

54
73
34
60
59
32
48

35.71
35.96
65.31
51.22
48.25
70.37
36.84

64.29
64.04
34.69
48.78
51.75
29.63
63.16

Frekuensi relatif (%)

Tingkat Kematangan Gonad
Kajian tingkat kematangan gonad bertujuan untuk menentukan
perbandingan antara ikan yang sudah dan belum matang gonad dari stok di
perairan, ukuran ikan saat matang gonad, waktu pemijahan, jumlah pemijahan
dalam satu tahun, pola pemijahan, dan lama pemijahan (Effendie 2002). Sebaran
tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki betina dan jantan setiap
pengambilan contoh disajikan pada Gambar 8. Ikan betina maupun jantan yang
dominan tertangkap yaitu TKG I dan II dengan presentase masing-masing untuk
TKG I sebesar 51.82% dan 49.72%, sedangkan untuk TKG II sebesar 23.53% dan
32.50%. Berdasarkan selang ukuran panjang diperoleh informasi bahwa baik ikan
betina maupun jantan mulai memasuki TKG IV (matang gonad) pada bulan Juli
dengan selang kelas ukuran 168-196 mm (Lampiran 6).
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%

TKG V
TKG IV
TKG III
TKG II
TKG I

Tanggal sampling

Gambar 8 Frekuensi tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki betina

Frekuensi relatif (%)

18
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%

TKG V
TKG IV
TKG III
TKG II
TKG I

Tanggal sampling

Gambar 9 Frekuensi tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki jantan

Proporsi matang gonad (%)

Panjang pertama kali ikan kembung lelaki matang gonad terjadi saat
proporsi ikan contoh mencapai 50%, yaitu pada panjang 243 mm (Lampiran 7).
Hal ini menunjukkan bahwa pada saat panjang ikan 243 mm, ikan telah
mengalami pemijahan minimal satu kali. Proporsi ikan kembung lelaki yang telah
matang gonad disajikan pada Gambar 10.
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
50

100

150

200
250
Panjang (mm)

300

350

Gambar 10 Proporsi ikan kembung lelaki yang telah matang gonad

Parameter Pertumbuhan
Salah satu metode pendugaan parameter pertumbuhan von Bertalanffy pada
ikan kembung lelaki adalah dengan menggunakan model Ford-Walforld
(Lampiran 8). Penggunaan model Ford-Walford bertujuan untuk menentukan nilai

19
koefisien pertumbuhan (K), panjang asimtotik (L ), dan umur teoritik ikan pada
saat panjang ikan nol (t0) dari ikan kembung lelaki yang disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Parameter pertumbuhan ikan kembung lelaki
Parameter Pertumbuhan
Contoh Ikan
K (bulan)
L (mm)
Betina
0.14
355.02
Jantan
0.08
392.27
Total
0.18
411.78

t0 (bulan)
-0.60
-1.07
-0.47

Gambar 11 menyajikan kurva pertumbuhan von Bertalanffy. Persamaan
pertumbuhan von Bertalanffy ikan betina, jantan, dan total di perairan Selat
Sunda, masing-masing adalah Lt = 355.02 (1-e[-0.14(t+0.60)]), Lt = 392.27 (1-e[0.08(t+1.07)]
), dan Lt = 411.78 (1-e[-0.18(t+0.47)]). Menurut Sparre dan Venema (1999)
koefisien pertumbuhan (K) ialah kecepatan pertumbuhan dalam mencapai panjang
asimtotiknya (L ) dari pola pertumbuhan ikan. Semakin tinggi nilai K akan
semakin cepat ikan tersebut mencapai panjang asimtotiknya dan semakin cepat
pula ikan tersebut mati. Laju pertumbuhan ikan betina lebih tinggi dibandingkan
dengan laju pertumbuhan ikan jantan. Hal ini menunjukkan bahwa ikan betina
lebih cepat mencapai panjang maksimum. Faktor yang mempengaruhi hal
tersebut, yaitu hormon dan alokasi makanan (Effendie 2002). Faktor laju penuaan
ikan tersebut berdampak pada perkiraan lama ikan hidup. Ikan jantan lebih lama
hidup jika dibandingkan dengan betina.
500

Panjang (mm)

400
300
[-0.1443(t+0.6007)]

Lt = 355.0240 (1-e

200

)

100
0
-2

4

10

16

22

28 34
t (bulan)

40

46

52

Gambar 11 Kurva pertumbuhan ikan kembung lelaki betina

58

20
500

Panjang (mm)

400
300
[-0.0807(t+1.0677)]

Lt = 392.2715 (1-e

200

)

100
0
-2

4

10

16

22

28 34
t (bulan)

40

46

52

58

Gambar 12 Kurva pertumbuhan ikan kembung lelaki jantan
500

Panjang (mm)

400
300
[-0.1769(t+0.4668)]

Lt = 411.7846 (1-e

200

)

100
0
-2

4

10

16

22

28 34
t (bulan)

40

46

52

58

Gambar 13 Kurva pertumbuhan ikan kembung lelaki total

Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Mortalitas total (Z)
merupakan tingkat kematian stok ikan yang
disebabkan oleh faktor alami (M) dan penangkapan (F). Pendugaan konstanta laju
mortalitas total (Z) ikan kembung lelaki dilakukan dengan kurva hasil tangkapan
yang dilinearkan berbasis data panjang (Lampiran 9). Dugaan tingkat mortalitas
dan laju eksploitasi ikan kembung lelaki dapat dilihat pada Tabel 6. Tingkat
mortalitas penangkapan (F), baik ikan betina, jantan, maupun secara total,
menujukkan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat mortalitas alami
(M). Laju eksploitasi (E) dihitung berdasarkan proporsi tingkat mortalitas
penangkapan terhadap mortalitas alami. Menurut Gulland (1991), laju ekspoitasi
optimal sebesar 0.5, sedangkan pada penelitian ini laju eksploitasi ikan kembung

21
lelaki betina, jantan, dan total di perairan Selat Sunda telah melebihi 0.5 yang
mengindikasikan bahwa stok ikan kembung telah mengalami over exploitation.
Tabel 6 Mortalitas dan Laju eksploitasi ikan kembung lelaki
Parameter

Betina
0.66
0.21
0.87
0.75

Mortalitas penangkapan (F)
Mortalitas alami (M)
Mortalitas total (Z)
Eksploitasi (E)

Nilai (per tahun)
Jantan
0.23
0.14
0.37
0.61

Total
1.64
0.24
1.87
0.87

Model Produksi Surplus Ikan Kembung Lelaki
Data hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan kembung lelaki yang
telah distandarisasi disajikan pada Lampiran 10. Pendugaan potensi sumberdaya
ikan kembung lelaki dilakukan dengan menggunakan data hasil tangkapan
(produksi) serta upaya penangkapan ikan kembung lelaki (Lampiran 11). Analisis
potensi sumberdaya ikan kembung lelaki dilakukan dengan menggunakan model
pendekatan Schaefer disajikan pada Gambar 14.

Yield (Ton)

2000
1500
1000
500

0
0

2000

4000

Yield

6000 8000
Upaya (Trip)
MSY

10000 12000 14000

Aktual

Gambar 14 Pendugaan fMSY dan MSY ikan kembung lelaki
Model Schaefer lebih tepat digunakan pada penelitian ini karena nilai
koefisien determinasi (R2) model Schaefer (88.61%) lebih besar dari model Fox
(86.58%). Berdasarkan Gambar 14 menunjukkan bahwa upaya dalam kondisi
aktual (faktual) (7651 trip/tahun) lebih besar dibandingkan dengan kondisi upaya
optimum (fMSY) (6078 trip/tahun) sehingga diduga telah terjadi tangkap lebih
(overfishing).
Hal tersebut disebabkan meningkatnya upaya penangkapan
menyebabkan sumberdaya yang terbatas cenderung mengalami penurunan
(Nabunome 2007).

22
Pembahasan
Hubungan panjang bobot ikan digunakan untuk menduga pola pertumbuhan
ikan. Pola pertumbuhan ikan kembung lelaki setelah di uji t ialah allometrik
negatif yaitu pertambahan panjang lebih dominan dibandingkan pertambahan
bobotnya. Perbedaan pola pertumbuhan ikan kembung lelaki dengan penelitian
lainnya (Tabel 3) di pengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya faktor perbedaan
kondisi lingkungan dan ketersediaan makanan (Effendie 2002).
Analisis frekuensi panjang digunakan untuk menentukan kelompok umur
ikan yang didasarkan pada anggapan bahwa frekuensi panjang individu dalam
suatu spesies dengan kelompok umur yang sama akan bervariasi mengikuti
sebaran normal (Effendie 2002). Berdasarkan Gambar 5, 6, dan 7 terlihat bahwa
ikan kembung lelaki mengalami pertumbuhan setiap bulan pengamatan yang
ditunjukkan dengan pergeseran modus yang cukup signifikan ke arah kanan.
Namun pada bulan September terdapat modus baru pada ikan betina dan jantan.
Hal ini diduga adanya masukan individu-individu baru (recruitment) ke dalam
stok ikan kembung lelaki yang menggantikan stok ikan kembung lelaki yang lama
atau dewasa, sedangkan ikan-ikan yang sudah dewasa atau matang gonad telah
mengalami pemijahan dan tertangkap.
Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa proporsi ikan betina dan jantan
sebesar 0.9:1. Nikolsky (1963) menyatakan bahwa, perbedaan ukuran dan jumlah
salah satu jenis kelamin dalam populasi disebabkan oleh perbedaan pola
pertumbuhan, perbedaan umur pertama kali matang gonad, bertambahnya jenis
ikan baru pada suatu populasi ikan yang sudah ada, dan perbedaan jumlah ikan
jantan dan betina yang tertangkap oleh nelayan disebabkan oleh pola tingkah laku
ruaya ikan baik untuk memijah ataupun mencari makan (Febianto 2007). Hasil
penelitian Fandry (2012) panjang ikan kembung lelaki yang tertangkap di perairan
dan tempat pendaratan yang sama dengan penelitian ini memiliki panjang yang
berbeda. Perbedaan struktur data panjang tersebut dikarenakan waktu
pengambilan contoh dan jumlah contoh yang berbeda.
Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa ikan betina memiliki umur lebih
pendek karena nilai koefisien pertumbuhan lebih besar dari ikan jantan. Semakin
kecil koefiesien pertumbuhan, semakin lama waktu yang dibutuhkan oleh ikan
tersebut untuk mencapai panjang asimtotik, dan memiliki umur yang relatif
pendek (Sparre dan Venema 1999). Ikan betina lebih cepat mencapai panjang
asimtotik yang mengindikasikan bahwa ikan betina lebih cepat mencapai umur tua
dibandingkan ikan jantan. Hal tersebut diduga sebagai salah satu sebab lebih
rendahnya proporsi ikan betina dibandingkan ikan jantan dalam ikan contoh yang
tertangkap. Perbandingan parameter pertumbuhan ikan kembung lelaki di
beberapa perairan disajikan pada Tabel 7.
Perbedaan parameter pertumbuhan pada Tabel 7 disebabkan oleh perbedaan
panjang maksimum dari contoh yang diambil serta variasi jumlah contoh ikan
yang tertangkap (Widodo dan Suadi 2006), pengaruh interval contoh yang
diambil, dan perlakuan matematik untuk memperolehnya (Nurhakim 1993 in
Handani 2002). Perbedaan koefisien pertumbuhan (K) disebabkan oleh perbedaan
lokasi ikan tertangkap, kondisi lingkungan antara jantan dan betina (Sparre dan
Venema 1992), perbedaan lama waktu pengambilan contoh, musim, ukuran ikan
yang diambil, dan daerah penangkapan (Tampubolon 1986). Ikan muda memiliki

23
pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan ikan berumur tua, sehingga
apabila ikan muda banyak tertangkap, koefisien pertumbuhan (K) akan tinggi dan
panjang asimtotik (L ) yang lebih kecil
Tabel 7 Perbandingan parameter pertumbuhan ikan kembung lelaki
Parameter Pertumbuhan
Peneliti
Lokasi
K
L
t0
W Handani (2002)
Teluk Jakarta
0.20
392.00
-0.90
Rifqie (2007)
Teluk Jakarta
0.53
275.00
-0.32
Perdanamihardja
Teluk Jakarta
0.34
276.77
-0.94
(2011)
Fandri (2012)
Selat Sunda
0.42
243.86
-0.66
0.19
297.23
-0.33
Prahardina (2013)
Teluk Banten
0.33
285.48
-0.27
0.50
260.10
-0.18
Penelitian ini (2014)
Selat Sunda
0.14
355.02
-0.60
0.08
392.27
-1.07
0.18
411.78
-0.47

Ket
Betina
Jantan
Betina
Jantan
Betina
Jantan
Total

Menurut Effendie (2002), untuk mengetahui kapan ikan memijah, memulai
memijah, atau sudah selesai memijah dapat diketahui dari tingkat kematangan
gonad (TKG). Ikan kembung lelaki yang tertangkap di PPP Labuan dominan
tertangkap pada TKG I dan II pada panjang kurang dari 243 mm. Hal tersebut
memperlihatkan bahwa ikan kembung lelaki yang tertangkap di perairan Selat
Sunda sudah mengalami growth overfishing yaitu ikan ditangkap sebelum ikan
sempat tumbuh (Widodo dan Suadi 2006).
Mortalitas individu ikan dalam suatu populasi ikan dapat terjadi akibat
faktor alamiah (M), seperti kondisi lingkungan perairan dan faktor penangkapan
(F). Nilai laju mortalitas penangkapan ikan kembung lelaki lebih besar
dibandingkan dengan mortalitas alami selain itu laju eksploitasi ikan kembung
lelaki telah melebihi laju eksploitasi optimum sebesar 0.5, sehingga diduga ikan
kembung lelaki di perairan Selat Sunda telah mengalami over exploitation.
Perbandingan laju mortalitas dan eksploitasi ikan kembung lelaki di beberapa
perairan disajikan pada Tabel 8. Nilai dugaan laju mortalitas dan eksploitasi hasil
penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian lainnya. Perbedaan
nilai laju mortalitas alami dapat disebabkan oleh terjadinya penurunan mortalitas
oleh faktor-faktor alami, seperti pemangsaan dan penyakit (Ambarini 1996 in
Handani 2002). Menurut Marasebessy et al. (1990), perubahan salinitas dapat
mempengaruhi laju pertumbuhan ikan di suatu perairan sehingga mempengaruhi
pula mortalitas.
Perbedaan laju mortalitas akibat penangkapan disebabkan oleh adanya
perbedaan penyebaran ikan-ikan berukuran besar dan kecil.
Perbedaan
penyebaran ini disebabkan oleh karakteristik ikan kembung (pelagis kecil) yang
selalu melakukan ruaya baik temporal maupun spasial, aktivitas gerak yang cukup
tinggi, serta hidup dengan membentuk gerombolan yang terpencar-pencar
(Handani 2002). Selain itu, koefisien kematian akibat penangkapan pada
umumnya dipengaruhi oleh jumlah alat tangkap dan intensitas penangkapan.
Semakin banyak jumlah alat tangkap dan intensitas peningkatan, semakin besar

24
koefisien kematian akibat penangkapan (Ahmad 2000). Berdasarkan hasil
penelitian ini, didapatkan laju eksploitasi ikan betina lebih besar dibandingkan
dengan ikan jantan yang berarti kematian ikan betina di perairan Selat Sunda
disebabkan oleh aktivitas penangkapan. Menurut King (1995), spesies yang
dieksploitasi akan berdampak pada tereduksinya ikan dewasa, sehingga ikan
belum sempat untuk bereproduksi. Hal ini akan mengakibatkan tidak adanya
rekruitmen yang masuk ke dalam suatu stok. Selain itu, menurunnya laju
mortalitas alami dapat disebabkan oleh semakin berkurangnya ikan-ikan yang
tumbuh hingga berusia tua dan meningkatnya aktivitas penangkapan (Mehanna
2001).
Tabel 8 Perbandingan laju mortalitas dan eksploitasi ikan kembung lelaki
Peneliti

Mehanna (2001)
Perdanamihardja
(2011)
Prahardina (2013)
Penelitian ini
(2014)

Laju
Alami
Total
(M)
(Z)

Lokasi

Penangkapan
(F)

Teluk
Suez
Teluk
Jakarta
Teluk
Banten

0.75
0.86

0.25
0.26

0.62
1.65
2.19
0.66
0.23
1.64

Selat
Sunda

Eksploitasi
(E)

Ket

1.01
1.12

0.75
0.77

Betina
Jantan

0.31

0.93

0.66

-

0.38
0.51
0.21
0.14
0.24

2.03
2.70
0.87
0.37
1.87

0.81
0.81
0.75
0.61
0.87

Betina
Jantan
Betina
Jantan
Total

Perhitungan potensi dilakukan menggunakan pendekatan maximum
sustainable yield (MSY) dengan model produksi surplus untuk menentukan
tingkat upaya penangkapan optimum. Upaya optimum yaitu upaya penangkapan
yang menghasilkan hasil tangkapan maksimum yang berkelanjutan tanpa
berpengaruh terhadap produktivitas jangka panjang dari stok. Metode yang
digunakan adalah model Scahaefer karena memiliki nilai koefisien determinasi
(R2) yang lebih besar dibandingkan dengan model yang lain. Berdasarkan model
Scahaefer diperoleh nilai fMSY sebesar 6078 trip per tahun dan MSY sebesar 1872
ton per tahun dengan nilai koefisien determinasi sebesar 88.60%. Nilai faktual telah
melebihi nilai fMSY sehingga diindikasikan bahwa ikan kembung lelaki di PPP
Labuan telah mengalami tangkap lebih.
Berdasarkan hasil penelitian kondisi perikanan ikan kembung lelaki telah
mengalami tangkap lebih sehingga perlu dilakukan pengelolaan perikanan.
Menurut Boer dan Aziz (2007), tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan adalah
tercapainya kesejahteraan para nelayan, penyediaan bahan pangan, bahan baku
industri, penghasil devisa, serta untuk mengetahui porsi optimum pemanfaatan
oleh armada penangkapan ikan dan menentukan jumlah tangkapan yang
diperbolehkan berdasarkan tangkap maksimum lestari.
Pengelolaan yang tepat terhadap permasalahan sumberdaya ikan kembung
lelaki dilakukan dengan mengurangi upaya penangkapan agar dapat menghasilkan
produksi yang tinggi serta pengaturan upaya penangkapan, pengaturan ukuran
mata jaring, penentuan daerah penangkapan pada musim pemijahan, penangkapan
pada ikan yang berukuran lebih dari ukuran panjang ikan pertama kali matang

25
gonad (Musbir et al. 2006).
Pengelolaan juga dapat dilakukan dengan
menerapkan pelaksanaan open closed system berupa pemberlakuan sistem buka
dan tutup pada saat musim pemijahan ikan agar ikan mendapatkan kesempatan
untuk tumbuh dan berkembang. Berdasarkan pendekatan konsep MSY, upaya
penangkapan tidak boleh melebihi 6078 trip per tahun dengan jumlah tangkapan
yang diperbolehkan sebesar 1872 ton per tahun.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Laju eksploitasi ikan kembung lelaki betina (0.75), jantan (0.61), maupun
total (0.87) di PPP Labuan telah melebihi laju ekspoitasi optimum sebesar 0.5
sehingga diduga telah mengalami over exploitation.
Selain itu, upaya
penangkapan ikan kembung lelaki dalam kondisi aktual lebih besar dibandingkan
dengan kondisi upaya optimum (fMSY) sehingga diduga telah terjadi tangkap lebih
(overfishing).
Saran
Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk alternatif pengelolaan
sumberdaya ikan kembung lelaki di perairan Selat Sunda, seperti perlunya
langkah strategis pengelolaan dengan pengurangan jumlah alat tangkap dan
penutupan daerah penangkapan pada periode waktu tertentu seperti waktu
pemijahan agar kelestarian sumberdaya ikan kembung lelaki tetap terjaga dan
berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA
Abdussamad EM, Koya KPS, Ghosh S, Rohit P, Joshi KK, Manojkumar B,
Prakasan D, Kemparaju S, Elayath MNK, et al. 2012. Fishery, biology and
population characteristics of longtail tuna, Thunnus tonggol (Bleeker, 1851)
caught along the Indian coast. Indian J. Fish. 59 (2):7-16.
Adisti. 2010. Kajian biologi reproduksi ikan tembang (Sardinella maderensis
Lowe, 1838) di perairan Teluk Jakarta yang didaratkan di PPP Muara
Angke, Jakarta Utara [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ahmad N. 2000. Kajian beberapa parameter populasi ikan kembung lelaki
(Rastrelliger kanagurta) di perairan Laut Jawa [disertasi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor

26
Anon. 1985. Report the second Working Group Meeting on the Mackerel
(Decapterus and Rastrelliger spp.) in the Malacca Strait, 4-9 October 1985,
Colombo, Sri Lanka, Bay of Bengal Programme Document, 23 pp.
Boer M. 1996. Pendugaan koefisien pertumbuhan (L , K, t0) berdasarkan data
frekuens