Kajian Kadar dan Sebaran Logam Berat Timbal (Pb) dalam Daging, Hati, dan Ginjal Ayam Broiler

ABSTRAK
OLIVITA PRIYONO. Kajian Kadar dan Sebaran Logam Berat Timbal (Pb) pada
Daging, Hati, dalam Ginjal Ayam Broiler. Dibimbing oleh ADI WINARTO dan
SITI SA’DIAH.
Timbal (plumbum) merupakan logam berat yang dapat menyebabkan
keracunan dan dapat terakumulasi di dalam tubuh hewan. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengukur kadar timbal dan mengkaji pola sebaran akumulasi timbal
di dalam daging, hati, dan ginjal ayam broiler. Sampel jaringan diambil dari
sembilan ekor ayam yang berasal dari daerah Jasinga, Caringin, dan Cihideung.
Kadar timbal pada jaringan diukur dengan spektrofotometer serapan atom dan
pola sebaran divisualisasikan dengan pewarnaan Rhodizonate. Hasil pengukuran
menunjukkan bahwa kadar akumulasi timbal tertinggi ditemukan pada hati dan
ginjal ayam broiler. Sebaran logam timbal pada jaringan hati ditemukan di
pembuluh darah, sinusoid, dan hepatosit. Pada jaringan ginjal, timbal tersebar di
glomerulus dan tubulus proksimal di daerah korteks ginjal. Logam timbal pada
jaringan otot hanya ditemukan di pembuluh darah pada jaringan ikat dan tidak
terdapat pada sel-sel otot.
Kata kunci: ayam broiler, daging, ginjal, hati, Timbal (Pb).

ABSTRACT
OLIVITA PRIYONO. A Level and Distribution Study of Heavy Metal Lead in

Meat, Liver, and Kidney of Broiler Chicken. Supervised by ADI WINARTO and
SITI SA’DIAH.
Lead (Plumbum) is a heavy metal that can cause poisoning and can be
accumulated in the animals body. The aims of this research were to measure the
level of lead accumulation and to examine the lead distribution pattern in the
meat, liver, and kidney of broiler chickens. The tissue sampels were collected
from nine chickens, which origin village are Jasinga, Caringin, and Cihideung.
The lead concentration in tissues was measured by using Atomic Absorbance
Spectrofotometry machine and the lead distributions was approached using
rhodizonate staining. The lead measurement results showed that the highest level
is found in liver and kidney of broiler chicken. The distributions of lead metal in
liver tissue were located in blood vessel, sinusoid and hepatocyte. Its distributions
in kidney tissue were found in glomerular tissue and proximal tubules at the
kidney cortex. In the meat, the lead was scattered in blood vessels of connective
tissue and was not found in muscle cells.
Keywords: broiler chicken, lead metals, liver, meat, kidney.

KAJIAN KADAR DAN SEBARAN LOGAM BERAT TIMBAL
(Pb) DALAM DAGING, HATI, DAN GINJAL AYAM BROILER


OLIVITA PRIYONO

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Kadar dan
Sebaran Logam Berat Timbal (Pb) dalam Daging, Hati, dan Ginjal Ayam Broiler
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2013
Olivita Priyono

NIM B04080033

ABSTRAK
OLIVITA PRIYONO. Kajian Kadar dan Sebaran Logam Berat Timbal (Pb) pada
Daging, Hati, dalam Ginjal Ayam Broiler. Dibimbing oleh ADI WINARTO dan
SITI SA’DIAH.
Timbal (plumbum) merupakan logam berat yang dapat menyebabkan
keracunan dan dapat terakumulasi di dalam tubuh hewan. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengukur kadar timbal dan mengkaji pola sebaran akumulasi timbal
di dalam daging, hati, dan ginjal ayam broiler. Sampel jaringan diambil dari
sembilan ekor ayam yang berasal dari daerah Jasinga, Caringin, dan Cihideung.
Kadar timbal pada jaringan diukur dengan spektrofotometer serapan atom dan
pola sebaran divisualisasikan dengan pewarnaan Rhodizonate. Hasil pengukuran
menunjukkan bahwa kadar akumulasi timbal tertinggi ditemukan pada hati dan
ginjal ayam broiler. Sebaran logam timbal pada jaringan hati ditemukan di
pembuluh darah, sinusoid, dan hepatosit. Pada jaringan ginjal, timbal tersebar di
glomerulus dan tubulus proksimal di daerah korteks ginjal. Logam timbal pada
jaringan otot hanya ditemukan di pembuluh darah pada jaringan ikat dan tidak
terdapat pada sel-sel otot.
Kata kunci: ayam broiler, daging, ginjal, hati, Timbal (Pb).


ABSTRACT
OLIVITA PRIYONO. A Level and Distribution Study of Heavy Metal Lead in
Meat, Liver, and Kidney of Broiler Chicken. Supervised by ADI WINARTO and
SITI SA’DIAH.
Lead (Plumbum) is a heavy metal that can cause poisoning and can be
accumulated in the animals body. The aims of this research were to measure the
level of lead accumulation and to examine the lead distribution pattern in the
meat, liver, and kidney of broiler chickens. The tissue sampels were collected
from nine chickens, which origin village are Jasinga, Caringin, and Cihideung.
The lead concentration in tissues was measured by using Atomic Absorbance
Spectrofotometry machine and the lead distributions was approached using
rhodizonate staining. The lead measurement results showed that the highest level
is found in liver and kidney of broiler chicken. The distributions of lead metal in
liver tissue were located in blood vessel, sinusoid and hepatocyte. Its distributions
in kidney tissue were found in glomerular tissue and proximal tubules at the
kidney cortex. In the meat, the lead was scattered in blood vessels of connective
tissue and was not found in muscle cells.
Keywords: broiler chicken, lead metals, liver, meat, kidney.


KAJIAN KADAR DAN SEBARAN LOGAM BERAT TIMBAL
(Pb) DALAM DAGING, HATI, DAN GINJAL AYAM BROILER

OLIVITA PRIYONO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi: Kajian Kadar dan Sebaran Logam Berat Timbal (Pb) dalam Daging,
Hati, dan Ginjal Ayam Broiler
Nama
: Olivita Priyono

NIM
: B04080033

Disetujui oleh

Siti Sa’diah, SSi, Apt, MSi
Pembimbing II

drh Adi Winarto, PhD, PAVet
Pembimbing I

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas

limpahan hikmat dan karuniaNya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada drh Adi Winarto, PhD, PAvet
dan Siti Sa’diah SSi, Apt, MSi selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan
bimbingan, saran, kritik, dan arahan selama berlangsungnya penelitian hingga
penyelesaian skripsi ini. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih juga kepada Bu
Dian, Pak Wawan, Pak Kas, dan Pak Iwan atas bantuannya selama penelitian.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. drh Idwan Sudirman selaku dosen
pembimbing akademik yang selalu memberikan bimbingan dan nasihat selama
penulis berada di FKH.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bogor International Club (BIC)
atas bantuan dana penelitian yang diberikan. Di samping itu, ucapan terima kasih
juga disampaikan kepada pegawai Rumah Potong Unggas (RPU) Bubulak atas
kesediaannya membantu penulis dalam mengambil sampel.
Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua dan
semua saudara-saudariku yang senantiasa mendoakan dan memberikan perhatian.
Terima kasih kepada teman sepenelitianku Yohana Paula atas bantuan dan
kerjasamanya dan teman-teman Wisma Ayu (Kak Sinta, Kak Fitrah, Kak Nila,
Chanif, Diana, Lala, Ade, Nurul, dan lainnya) atas dukungan dan persahabatannya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman Avenzoar 45 yang
selalu memberikan motivasi dan perhatian kepada penulis, dan pihak-pihak lain

yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Bogor, Februari 2013
Olivita Priyono

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

1

TINJAUAN PUSTAKA

2

METODE


5

Bahan

5

Alat

5

Prosedur Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN

7
12


Simpulan

12

Saran

12

DAFTAR PUSTAKA

13

LAMPIRAN

16

RIWAYAT HIDUP

22

DAFTAR TABEL
1 Kadar logam timbal pada organ ayam

7

DAFTAR GAMBAR
1 Gambaran histologis hati ayam broiler asal Caringin
2 Gambaran histologis ginjal ayam broiler asal Caringin
3 Gambaran histologis daging ayam broiler asal Caringin

7
8
8

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kadar logam timbal (Pb) tiap sampel yang berasal dari Jasinga,
Kabupaten Bogor
2 Kadar logam timbal (Pb) tiap sampel yang berasal dari Caringin,
Kabupaten Bogor
3 Kadar logam timbal (Pb) tiap sampel yang berasal dari Cihideung,
Kabupaten Bogor
4 Hasil Uji T antara daerah Cihideung dan Caringin (α = 0.05)
5 Hasil Uji T antara daerah Cihideung dan Jasinga (α = 0.05)
6 Hasil Uji T antara daerah Jasinga dan Caringin (α = 0.05)

16
17
18
19
20
21

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Karkas ayam merupakan salah satu komoditas penting berdasarkan aspek
gizi, sosial budaya, dan ekonomi. Industri karkas ayam mempunyai prospek
ekonomi yang cukup cerah karena usaha peternakan ayam relatif mudah
dikembangkan, cepat menghasilkan keuntungan, dan usaha pemotongannya
sederhana. Produsen diharapkan dapat menyediakan karkas ayam yang berkualitas
dan aman untuk memenuhi permintaan pasar yang cukup tinggi (Abubakar 2003).
Produksi daging ayam ras pedaging di Jawa Barat pada tahun 2011
mencapai lebih dari 400 ribu ton dan mengalami peningkatan sebesar 5.85%
dibandingkan tahun sebelumnya (Deptan 2012). Laju permintaan daging ayam di
Indonesia sangat tinggi karena konsumsi daging ayam pada tahun 2011 naik 6.6%
dibandingkan dengan tahun sebelumnya dari 3.55 kg per kapita per tahun menjadi
4.33 kg per kapita per tahun (Deptan 2012). Daging ayam disukai oleh konsumen
karena harganya relatif murah, kualitas karkas relatif terpelihara, kandungan
lemak dagingnya relatif rendah dibandingkan hewan ternak lainnya, dan
ketersediaan jenis produk yang beragam di pasaran (Ensminger et al. 2004).
Logam timbal memiliki sifat mudah berikatan dengan senyawa lainnya dan
mudah berubah bentuk. Oleh karena, itu, timbal masih banyak dimanfaatkan
dalam kehidupan sehari-hari. Timbal digunakan dalam produksi batere, batere aki,
anti knocking bensin, peluru, peralatan laboratorium, peralatan kedokteran, dan
produk logam lainnya (William et al. 2000).
Penggunaan logam timbal sebenarnya tidak pernah ditujukan untuk bidang
pertanian, tetapi pencemarannya dapat mengontaminasi pakan ternak atau
lingkungan sekitar sehingga meningkatkan terjadinya akumulasi logam timbal di
dalam tubuh hewan ternak (Mc Ewen dan Mc Nab 1997). Oleh sebab itu, kejadian
akumulasi logam timbal di dalam tubuh ayam broiler perlu mendapat perhatian
lebih.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji nilai kadar dan pola sebaran
akumulasi timbal di dalam daging, hati, dan ginjal sehingga dapat diketahui
tingkat cemaran logam asal ayam broiler yang dipotong di rumah potong unggas.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
tingkat cemaran timbal pada daging, hati, dan ginjal ayam broiler yang dipotong
di rumah potong unggas Bubulak. Penelitian ini juga diharapkan bermanfaat
untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai paparan logam timbal
di dalam tubuh manusia dapat berasal dari pengonsumsian bahan pangan, yaitu
daging ayam.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Karkas Ayam
Menurut BSN (2009) dalam SNI 3924:2009 tentang mutu karkas dan daging
ayam, karkas adalah bagian tubuh ayam yang telah dilakukan penyembelihan
secara halal disertai dengan pencabutan bulu dan pengeluaran jeroan, tanpa kepala,
leher, kaki, paru-paru, dan atau ginjal, dapat berupa karkas segar, karkas segar
dingin, atau karkas beku. Soeparno (2005) mengatakan bahwa karkas ayam
biasanya dijual ke konsumen dalam bentuk karkas utuh, belahan karkas kiri dan
kanan, seperempat karkas, atau potongan-potongan yang lebih kecil. Menurut
McLelland (1990), karkas ayam digolongkan ke dalam daging putih karena otot
ayam mengandung serat otot putih yang lebih banyak dibandingkan serat otot
merah. Serat otot putih hanya mengandung sejumlah kecil myoglobin. Otot putih
dicirikan dengan memiliki kekuatan yang besar, tetapi tidak dapat digunakan
dalam jangka waktu yang lama.
Daging Ayam
Menurut BSN (2009) dalam SNI 3924:2009, daging ayam adalah otot
skeletal dari karkas ayam yang aman, layak, dan lazim dikonsumsi manusia.
Ensminger et al. (2004) menyatakan bahwa daging yang terkandung pada karkas
ayam mengandung 19% protein; protein myofibril (11.5%), protein sarkoplasma
(5.5%), dan protein stoma (2%). Myofibril terdiri atas aktin, myosin, dan
tropomyosin yang berperan dalam kontraksi otot. Protein sarkoplasma terdiri atas
myoglobin dan enzim glikolitik. Protein stoma terdiri atas kolagen yang terdapat
pada jaringan ikat dan mitokondria.
Daging atau otot ayam yang umum digunakan untuk pengujian adalah otot
pectoralis karena otot pectoralis berukuran paling besar dan arah serabutnya jelas.
Otot pectoralis adalah otot unggas yang terbesar dan terdapat pada bagian
superficial atau permukaan dada. Berat otot pectoralis kira-kira adalah 8% dari
berat tubuh. Otot ini berfungsi untuk mengangkat sayap (Soeparno 2005).
Nukleus otot polos berbentuk panjang dan membulat pada bagian ujungnya.
Jaringan otot polos dan jaringan ikat fibroblast terdapat pada otot ayam. Otot
polos akan bergerak saat berkontraksi. Fibroblast yang terdapat pada jaringan otot
tidak dapat bergerak saat berkontraksi. Sitoplasma bersifat eosinofilik dan
homogen (Linda dan William 2000).
Hati Ayam
Bangsa burung memiliki hati yang berwarna cokelat kemerahan dan terdiri
atas lobus kiri dan kanan. Warna hati tergantung pada status nutrisi unggas. Hati
yang normal berwarna kemerahan atau cokelat terang (McLelland 1990). Ressang
(1984) menyatakan bahwa hati merupakan organ dalam yang memiliki banyak
fungsi, antara lain detoksifikasi racun, metabolisme lemak, metabolisme
karbohidrat, metabolisme zat besi, pembentukan darah merah, penyerapan vitamin,
dan mensekresikan cairan empedu yang mengandung asam-asam empedu. Asamasam empedu berguna untuk membantu pencernaan lemak.

3
Satu lobulus hati terdiri dari vena sentralis, hepatosit, dan sinusoid. Sinusoid
terlihat sebagai celah garis putih di antara hepatosit. Sinusoid berfungsi
mengalirkan darah menuju vena sentralis. Hepatosit terlihat sebagai dua lapis sel
yang tebal dan mengelilingi vena sentralis. Hepatosit berfungsi menjalankan
fungsi hati (Linda dan William 2000).
Ginjal Ayam
Ginjal pada ayam terletak pada sisi kanan dan kiri columna vertebralis di
bagian bawah tulang synsacrum. Ginjal ayam terbagi atas tiga lobus, yaitu kranial,
medial, dan kaudal. Setiap lobus ginjal dialiri arteri renalis. Fungsi ginjal adalah
sebagai filtrasi darah untuk diubah menjadi urine dan menjaga keseimbangan air
di dalam tubuh (Grist 2006).
Ginjal ayam terbungkus oleh jaringan ikat kapsula dan memiliki dua regio,
yaitu korteks dan medulla. Glomerulus, tubulus proksimal, dan tubulus distalis
terdapat pada bagian korteks. Lumen tubulus distalis terlihat kosong dan
sitoplasmanya lebih pucat. Tubulus kolektiva terdapat pada bagian medulla.
Ginjal tidak memiliki renal pelvis (Aughey dan Frye 2001).
Pencemaran Logam Timbal
Timbal merupakan logam yang secara alami berwarna abu-abu kehitaman.
Timbal dapat ditemukan di lapisan kerak bumi. Timbal dapat dikombinasikan
dengan bahan kimia lainnya sehingga membentuk senyawa yang disebut garamgaram timbal. Garam-garam timbal bersifat larut air, sedangkan unsur logam
timbal sendiri tidak larut dalam air. Sebagian besar timbal yang termobilisasi ke
lingkungan berasal dari aktivitas manusia sehingga paparan logam timbal
inorganik dan senyawa garam timbal dapat terjadi di lingkungan sekitar dan di
tempat kerja (Williams et al. 2000).
Cat dinding di beberapa negara masih mengandung Pb3(CO3)2(OH)2. Hal ini
perlu mendapat perhatian karena anak-anak dan hewan dapat menelan runtuhan
cat tersebut. Penggunaan pestisida yang mengandung Pb3(AsO4)2 dan batere yang
terbuka akan mengeluarkan PbO2 pada tanah sehingga menyebabkan pencemaran
timbal di tanah. Bensin di banyak negara berkembang masih mengandung
tetraethyl timbal Pb(C2H5)4 yang akan langsung teroksidasi di udara menjadi PbO2.
Timbal oksida yang menyebar di udara akan masuk dan terakumulasi ke dalam
tanah, air, buah-buahan, dan sayur-sayuran dan akhirnya ke dalam hewan dan
manusia (Cann dan Baird 2005).
Metabolisme Timbal dalam Tubuh Manusia
Menurut Naria (2005), timbal adalah logam berat yang dapat menyebabkan
keracunan dan dapat terakumulasi di dalam tubuh manusia. Mekanisme masuknya
timbal ke dalam tubuh manusia dapat melalui sistem pernafasan, oral, ataupun
langsung melalui permukaan kulit. Fardiaz (1994) menambahkan bahwa timbal
juga akan didistribusikan ke darah, cairan ekstraselular, dan beberapa organ
tempat deposit. Tempat deposit timbal berada di jaringan lunak (hati, ginjal, dan
syaraf) dan jaringan keras (tulang dan gigi). Timbal yang terakumulasi dalam
skeleton (tulang) diperkirakan sekitar 90% dari jumlah keseluruhan yang berada

4
di dalam tubuh. Dari darah dan tempat deposit, timbal kemudian diekskresikan
melalui urine, feses, dan keringat.
Waktu Paruh Timbal dalam Tubuh
Waktu paruh timbal dalam tulang manusia diperkirakan 2-3 tahun. Timbal
dalam darah akan dapat dideteksi dalam waktu paruh sekitar 20 hari, sedangkan
ekskresi timbal dalam tubuh secara keseluruhan terjadi dalam waktu paruh sekitar
28 hari. Dari darah dan tempat deposit, timbal kemudian diekskresikan melalui
urine, feses, dan keringat. Tingkat ekskresi timbal melalui sistem urinaria adalah
sebesar 76%, gastrointestinal 16%, dan rambut, kuku, serta keringat sebesar 8%
(Riyadina 1997). Peterson dan Talcott (2006) menyatakan bahwa waktu paruh
logam timbal di dalam darah dan jaringan tubuh hewan adalah 4-6 minggu,
sedangkan waktu paruh logam timbal di tulang berlangsung dalam periode dekade.
Gejala Klinis Keracunan Timbal
Keracunan timbal disebut plumbism. Biasanya orang yang keracunan timbal
mengonsumsi timbal sekitar 0.2-2.0 mg/hari (Darmono 1995). Naria (2005)
menyatakan bahwa keracunan yang disebabkan oleh logam timbal dapat
mengakibatkan efek yang kronis dan akut. Keterpaparan timbal secara akut
melalui udara yang terhirup akan menimbulkan gejala rasa lemah, lelah, gangguan
tidur, sakit kepala, nyeri otot dan tulang, sembelit, nyeri perut, dan kehilangan
nafsu makan sehingga dapat menyebabkan anemia. Dampak kronis dari
keterpaparan timbal diawali dengan kelelahan, kelesuan, dan gangguan
gastrointestinal. Keterpaparan yang terus-menerus pada sistem syaraf pusat
menunjukkan gejala insomnia (susah tidur), bingung atau pikiran kacau,
konsentrasi berkurang, dan gangguan ingatan.
Spektrofotometer Serapan Atom (Atomic Absorbans Spectrophotometry)
Menurut Lajunen dan Perämäki (2004), metode analisis substansi dengan
menggunakan spektrofotometer serapan atom merupakan sebuah metode analisis
untuk mengukur suatu unsur dalam jumlah yang kecil. Prinsip pengukurannya
didasarkan pada penyerapan energi radiasi yang dilepaskan oleh atom-atom bebas.
Komponen peralatan spektofotometer terdiri dari sumber radiasi, penembak emisi,
pengatur sinyal, monokromator, multiplikasi foto, amplifier, dan pembaca hasil.
Supriyanto et al. (2007) menyatakan bahwa metode spektrofotometer
serapan atom banyak dipilih untuk mengukur kadar logam. Hal ini dikarenakan
bahwa alat ini mempunyai sensitifitas tinggi, mudah, murah, sederhana, cepat, dan
sampel yang dibutuhkan sedikit. Pendapat yang sama juga dikatakan oleh Cahyadi
(2009) bahwa kebanyakan logam diukur dengan menggunakan instrumen
spektrofotometer serapan atom yang dapat mendeteksi logam hingga mencapai
satuan ppm.
Pewarnaan Rhodizonate
Menurut Kiernan (1990), metode perwarnaan dengan rhodizonate dapat
diaplikasikan pada spesimen atau sampel beku dan irisan sampel yang sudah

5
diparafin. Beberapa logam lainnya yang dapat diwarnai oleh pewarna rhodizonate
adalah Ag, Ba, Bi, Cd, Hg2+, Sn, Sr, dan Tl. Pewarna rhodizonate memberi warna
pink sampai warna kemerahan pada logam timbal di kondisi pH yang asam.
Pewarna rhodizhonate memberi warna kecokelatan pada logam timbal di kondisi
netral. Barium, strontium, dan merkuri membentuk warna merah apabila diberi
pewarnaan rhodizonate dan akan berwarna biru kehitaman apabila digunakan
untuk mewarnai besi (Fe).

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan September-November 2012 di
Laboratorium Nutrisi Fakultas Peternakan IPB, Laboratorium Bersama
Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB, serta
Laboratorium Histologi dan Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan
IPB.

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan meliputi daging, hati, dan ginjal ayam broiler.
Larutan standar Pb, pelarut asam nitrat pekat, asetilen (bahan bakar), parafin,
akuades, entellan®, larutan alkohol bertingkat, larutan xylol bertingkat, akuades,
pewarnaan HE, dan pewarnaan rhodizonate.

Alat
Alat-alat yang digunakan adalah tissue cassatte, tissue embedding consule
Sakura®, automatic tissue processor, mikrotom, object glass, cover glass,
inkubator, hot plate, mikroskop cahaya Olympus Ch-20®, digital eye piece
camera microscope,dan satu set peralatan Atomic Absorbans Spectrofotometry
(AAS) Shimadzu AA-7000.
Prosedur Penelitian
Pengambilan dan Fiksasi Sampel Jaringan
Ayam broiler diperoleh dari Rumah Potong Unggas Bubulak. Sampel
jaringan yang diambil sebanyak 3 ekor ayam terdiri dari bagian daging, hati, dan
ginjal untuk setiap daerah peternakan. Setiap sampel yang diambil dibagi menjadi
dua bagian sama rata. Bagian pertama dipersiapkan untuk pengukuran kadar
timbal dengan metode spektrofotometer serapan atom segera setelah sampel
didapatkan. Bagian sampel yang kedua difiksasi dengan larutan Buffer Neutral
Formalin (BNF) untuk pembuatan preparat histologis.

6
Pengukuran Kadar Timbal
Metode analisa residu logam timbal pada daging, hati, dan ginjal dilakukan
dengan metode wet ashing. Masing-masing sampel jaringan sebanyak 5 g digerus
lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml dan ditambahkan 10 ml HNO3.
Campuran ini didiamkan selama satu jam pada suhu ruang di ruang asam,
dipanaskan di atas hot plate selama 4-6 jam, lalu didinginkan satu malam di dalam
wadah tertutup. Pada campuran diteteskan 0.8 ml H2SO4, dan dipanaskan selama
satu jam, ditambahkan HClO4 dan HNO3 sebanyak 6 tetes dengan perbandingan
2:1, dan dipanaskan hingga terjadi perubahan warna dari cokelat menjadi kuning
muda. Sampel ditambahkan 4 ml akuades dan 1.2 ml HCl, dipanaskan kembali
hingga homogen, diencerkan menjadi 25 ml dengan akuades, kemudian
didinginkan dan disaring. Sampel siap dianalisa dengan menggunakan
spektrofotometer serapan atom (Atomic Absorbans Spectrofotometry) dan dibaca
absorbansinya pada panjang gelombang 217 nm.
Pembuatan Preparat Histologis
Sampel organ yang telah difiksasi dalam larutan Buffer Neutral Formalin
(BNF) dipotong dan dimasukkan ke dalam tissue cassete untuk dilakukan proses
dehidrasi. Proses selanjutnya, yaitu clearing menggunakan xylol I, II, III, lalu
dilakukan infiltrasi dengan perendaman pada larutan parafin cair bertingkat
sebelum diblok.
Setelah ketiga tahap selesai, dilanjutkan dengan embedding dalam parafin
dan didinginkan pada suhu kamar sehingga menjadi blok parafin dan dipotong
dengan menggunakan mikrotom dengan ketebalan 5 µm. Hasil pemotongan
diletakkan sebentar di air hangat bersuhu 37oC agar tidak terjadi pengerutan,
kemudian diambil dan diletakkan di atas object glass. Preparat dikeringkan di atas
hot plate suhu 40-45°C selama 20 menit. Preparat disimpan semalam di inkubator
suhu 37oC sebelum diwarnai.
Pewarnaan Rhodizonate
Sebelum dilakukan pewarnaan, preparat histologis dideparafinisasi dan
direhidrasi. Pewarnaan Rhodizonate dilakukan dengan mencelupkan preparat
histologis ke dalam akuades lalu direndam ke dalam larutan Rhodizonate (natrium
rhodizonate 10 mg, akuades 5 ml, dan asam asetat glacial 0.5 ml) selama 30 menit.
Preparat histologis yang sudah diberi warna kemudian didehidrasi dan ditutup
dengan cover glass. Setelah entelan kering, pengamatan dilakukan dengan
bantuan mikroskop cahaya Olympus Ch-20®.
Analisis Data
Data kadar logam timbal pada sampel yang telah dikumpulkan berupa kadar
timbal dalam satuan ppm dianalisis dengan t-test dan dibandingkan dengan nilai
standar SNI 7387:2009. Pengamatan sebaran logam timbal pada peparat yang
telah diwarnai dilakukan secara mikroskopis dan disajikan secara deskriptif.

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kadar timbal di dalam organ
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kandungan logam timbal terdeteksi
pada daging, hati, dan ginjal ayam yang berasal dari Jasinga, Caringin, dan
Cihideung. Kadar logam timbal (Pb) pada sampel daging, hati, dan ginjal
disajikan di Tabel 1.

Organ
Daging
Hati
Ginjal

Tabel 1 Kadar logam timbal pada organ ayam
Kadar konsentrasi Pb (ppm)
Batasan nilai (ppm)
Jasinga
Caringin
Cihideung
SNI*
Codex**
a
b
b
0.83±0.26
3.44±0.29
2.99 ± 0.59
1
0.1
0.56±0.21a
4.38±0.09b
3.82 ± 1.34b
1
0.5
a
b
b
0.90±0.38
4.33±0.13
2.82 ± 0.45
1
0.5

*

Standar Nasional Indonesia 7387:2009
Codex Allimentarius Commission 2011
Keterangan: Huruf superscript (a,b) pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata
(P < 0.05) antar kelompok sampel

**

Pola sebaran logam timbal

Gambar 1 Gambaran histologis hati ayam broiler asal Caringin. A dan C
pewarnaan HE (a) hepatosit, (b) sinusoid, (c) eritrosit, dan (d)
dinding pembuluh darah. B dan D pewarnaan Rhodizonate
sebaran timbal di sinusoid dan hepatosit (anak panah) dan di
eritrosit (kepala panah).

8

Gambar 2 Gambaran histologis ginjal ayam broiler asal Caringin. A dan C
pewarnaan HE (a) glomerulus, (b) tubulus distalis, dan (c) tubulus
proksimalis. B dan D pewarnaan Rhodizonate sebaran timbal di
glomerulus (anak panah) dan di tubulus proksimalis (kepala panah).

Gambar 3 Gambaran histologis daging ayam broiler asal Caringin. A dan C
pewarnaan HE (a) jaringan otot dan (b) jaringan ikat. B dan D
pewarnaan Rhodizonate sebaran timbal terdapat di jaringan ikat
(kepala panah) dengan dan tidak terdapat di jaringan otot.

9
Pembahasan
Kadar timbal di dalam organ
Nilai rataan kadar logam timbal di dalam jaringan yang diukur bervariasi
dengan rentang 0.56-4.38 ppm. Nilai rataan tertinggi diperoleh pada jaringan hati
sebesar 4.38 ppm. Besar nilai kandungan logam timbal pada sampel yang berasal
di daerah Cihideung terlihat tidak setinggi pada daerah Caringin secara deskriptif,
tetapi secara statistik nilai kandungan logam timbal di daerah Cihideung tidak
berbeda nyata dengan daerah Caringin (P > 0.05). Nilai kandungan logam timbal
pada sampel yang berasal dari kedua daerah Cihideung dan Caringin ditemukan
lebih tinggi dari nilai sampel jaringan yang berasal dari Jasinga dan berbeda nyata
secara statistik (P < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa kadar timbal pada sampel
yang berasal dari Jasinga jauh di bawah nilai dari kedua daerah yang lain dan
masih dalam batas aman menurut standar SNI 7387:2009 (BSN 2009), sedangkan
sampel yang berasal dari daerah Cihideung dan Caringin mengalami peningkatan
lebih dari 3x nilai batas aman menurut SNI 7387:2009 (BSN 2009). Keseragaman
data cukup bervariasi. Oleh karena itu, data tersebut dapat mewakili.
Ayam merupakan hewan ternak yang mudah tercemari oleh logam timbal
yang berada di sekitar lingkungannya. Hasil yang ditunjukkan pada sampel yang
berasal dari Caringin di Tabel 1 menyatakan bahwa urutan timbal paling banyak
ditemukan pada jaringan hati, lalu ginjal, dan terakhir daging. Kadar timbal pada
jaringan hati lebih tinggi dari ginjal karena di hati masih terdapat banyak eritrosit
yang tertinggal pada pembuluh darahnya. Trampel et al. (2003) mengatakan
bahwa timbal yang dicerna oleh ayam akan menyebabkan peningkatan kadar
timbal dalam darah lalu dideposit di jaringan lunak, telur, dan tulang. Akumulasi
timbal paling tinggi di tulang, diikuti oleh ginjal, hati, dan jaringan ovari.
Konsentrasi timbal terendah ditemukan pada otot skeletal.
Menurut BSN (2009) dalam SNI 7387:2009, kadar timbal maksimum yang
diperbolehkan dalam daging dan daging olahan sebesar 1 ppm. Batas maksimum
timbal dalam pangan hewani seperti daging sapi, daging ayam, dan lainnya sesuai
yang dirumuskan dalam Codex Alimentarius Commission (2011) adalah 0.1 ppm,
sedangkan pada jeroan ayam adalah 0.5 ppm. Kandungan logam timbal pada
organ daging, hati, dan ginjal di daerah Jasinga masih berada di dalam batas aman
berdasarkan standar SNI, walaupun masih kurang aman berdasarkan standar
Codex Alimentarius Commision. Ketiga jaringan otot, hati, dan ginjal ayam di
daerah Caringin dan Cihideung berada di batas ambang menurut Codex
Alimentarius Commission dan SNI. Hal tersebut menunjukkan bahwa sudah
terjadi pencemaran timbal pada daging ayam dan jeroannya di daerah Cihideung
dan Caringin.
Menurut Darmono (1995), urutan toksisitas logam berat pada manusia
adalah Hg2+ > Cd2+ > Ag2+ > Ni2+ > Pb2+ > As2+ > Cr2+ > Sn2+ > Zn2+. Hal ini
menunjukkan bahwa logam timbal patut diwaspadai karena memiliki toksisitas
yang cukup tinggi terhadap manusia. Logam timbal yang masuk ke dalam tubuh
melalui konsumsi makanan harus dijaga serendah mungkin. Berdasarkan data
WHO pada tahun 1993, ditetapkan bahwa batas konsumsi timbal manusia adalah
0.025 ppm atau 0.025 mg per kg bobot badan per minggu. Perhitungan ini setara
dengan 1.75 mg timbal per minggu untuk seseorang dengan bobot badan 70 kg
(D’Mello 2003). Batasan pengkonsumsian ini sama dengan batas konsumsi timbal

10
maksimal manusia per minggu menurut BSN (2009) dalam SNI 7387:2009
sebesar 0.025 mg/kg bobot badan.
Simulasi perhitungan dilakukan berdasarkan kandungan logam timbal
tertinggi di jaringan otot pada Tabel 1. Kadar timbal tertinggi di jaringan otot
adalah 3.44 ppm. Data konsumsi daging ayam per kapita per minggu tahun 2011
adalah 0.083 kg (Deptan 2012). Apabila seseorang memakan daging ayam
sebanyak 0.083 kg per minggu dengan rataan kandungan timbal dalam otot
sebesar 3.44 ppm, maka jumlah logam timbal yang termakan adalah 0.28
mg/orang/minggu atau menyumbangkan sekitar 16%. Pengkonsumsian daging
ayam sebanyak 0.083 kg per minggu tidak memberi kontribusi yang besar
terhadap jumlah timbal yang masuk dalam tubuh manusia. Jumlah ini akan
semakin besar apabila semakin banyak daging yang dikonsumsi dalam waktu
yang panjang dan perlu diingat bahwa logam timbal yang masuk ke dalam tubuh
manusia juga dapat berasal dari air, udara, dan pangan lainnya.
Pola sebaran logam timbal
Logam timbal pada preparat histologis ditunjukkan oleh warna cokelat
kehitaman. Hal ini berdasarkan pada pernyataan Rosandel et al. (2006) bahwa
granula timbal berwarna merah dan cokelat kehitaman. Logam timbal pada hati
ditemukan di eritrosit dalam pembuluh darah dan sinusoid, lebih dari itu logam
timbal juga ditemukan pada hepatosit (Gambar 1). Akumulasi timbal pada ginjal
ditemukan dalam glomerulus dan tubulus proksimalis (Gambar 2). Logam timbal
pada sediaan daging ditemukan di pembuluh darah di daerah jaringan ikat
(Gambar 3) dan tidak ditemukan di jaringan otot.
Hasil pewarnaan Rhodizonate pada jaringan hati (Gambar 1) menunjukkan
bahwa logam timbal ditemukan di eritrosit yang tertinggal di pembuluh darah.
Hasil ini sesuai dengan pendapat Ardyanto (2005) yang menyatakan bahwa
sebanyak 95% Pb dalam darah terikat di eritrosit. Timbal yang diabsorpsi di usus
diangkut oleh darah ke organ-organ lainnya. Riyadina (1997) menyatakan bahwa
waktu paruh logam timbal di dalam darah adalah 20 hari. Logam timbal yang
terdapat pada pembuluh darah dan sinusoid menunjukkan bahwa proses
pencemaran logam timbal ke dalam tubuh ayam sangat mungkin masih
berlangsung dan ikut bersirkulasi bersama darah menuju ke organ-organ lainnya.
Logam timbal terakumulasi pada hepatosit. Menurut Ensminger et al.
(2004), salah satu fungsi hati pada ayam adalah mendetoksifikasi senyawa
berbahaya. Logam timbal bersifat toksik dan berbahaya bagi kesehatan. Logam
timbal yang terserap melalui usus akan menuju ke vena porta dan selanjutnya
didetoksifikasi di hepatosit.
Hasil pewarnaan Rhodizonate pada jaringan ginjal (Gambar 2) menunjukkan
bahwa akumulasi logam timbal ditemukan di glomerulus dan tubulus proksimal
pada bagian korteks. Logam timbal terdapat pada bagian glomerulus karena
terkait dengan fungsi glomerulus sebagai filtrasi. Darah dari arteri renalis akan
menuju arteri interlobaris dan akhirnya menuju glomerulus untuk difiltrasi. Hasil
filtrat yang berasal dari glomerulus akan menuju kapsula Bowman dan kemudian
masuk ke dalam tubulus proksimal yang terdapat di bagian korteks (Guyton dan
Hall 2006). Logam timbal terakumulasi di tubulus proksimal pada bagian korteks
karena terkait dengan fungsi tubulus proksimal. Fungsi tubulus proksimal adalah

11
mereabsorpsi (penyerapan kembali) 80-85% filtrat glomerulus (Guyton dan Hall
2006).
Hasil pewarnaan Rhodizonate pada sediaan daging (Gambar 3)
menunjukkan bahwa logam timbal ditemukan di pembuluh darah pada jaringan
ikat dan tidak terdapat pada jaringan otot. Trampel et al. (2003) menyatakan
bahwa konsentrasi timbal terendah ditemukan pada otot skeletal. Tingginya kadar
logam timbal pada daging diduga terkait dengan masih banyaknya darah pada
daging ayam karena proses penirisan darah yang tidak sempurna.
Pencemaran logam timbal
Pakan ayam komersial yang diproduksi oleh beberapa produsen
mengandung kadar logam timbal (Pb) yang cukup tinggi. Konsentrasi rataan
timbal pada berbagai merek pakan berdasarkan laporan Okoye et al. (2011)
berada dalam rentang 1.10-7.33 mg/kg. Berdasarkan informasi tersebut, pakan
ayam dalam berbagai tipe pakan masih mengandung timbal dengan konsentrasi
yang beragam. Hal ini menunjukkan bahwa pakan dapat menjadi salah satu
sumber potensial pencemar logam timbal bagi ayam broiler.
Hasil penelitian Suleman et al. (2011) menunjukkan bahwa hepatotoksisitas
dan nefrotoksisitas pada ayam broiler terlihat pada pemberian timbal sebanayak
240 dan 280 mg/kg BB melalui oral. Hal ini berarti, sebagian besar pakan yang
beredar dan digunakan di peternakan ayam menyebabkan terakumulasinya logam
timbal yang bersifat hepatotoksik dan nefrotoksik di dalam tubuh ayam.
Hasil pengukuran kadar timbal pada Tabel 1 menunjukkan bahwa
konsentrasi timbal pada daging ayam dapat juga mengindikasikan adanya cemaran
logam timbal di areal peternakan. Peningkatan industrialisasi dan padatnya
kendaraan di daerah Bogor memungkinkan terjadinya pencemaran logam timbal
ke lingkungan sekitar peternakan. Adanya kandungan logam timbal di udara
sebanyak 0.15 µg/m3 (Rachmawati 2005), di dalam tanah sebanyak 1.5-1.7 ppm
(Dariah 2011), dan sebanyak 0.05-0.16 ppm logam timbal yang terkandung di air
(Athena et al. 1996) di daerah Bogor dapat terakumulasi di berbagai wilayah
sekitarnya dan mencemari tanah, air, dan tanaman hingga akhirnya terakumulasi
ke tubuh hewan, terutama pada hati dan ginjal. Faktor di atas menggambarkan
bahwa lokasi kandang yang berdekatan dengan jalan yang padat kendaraan dan
pada tanah yang mengandung timbal dalam jumlah tinggi sangat berpengaruh
terhadap keberadaan timbal dalam tubuh ayam.
Pemaparan logam timbal ke dalam tubuh ayam yang berasal dari kedua
daerah teruji diduga berasal dari air dan lingkungan. Hal ini didasarkan pada
pendapat Akan et al. (2010) bahwa sumber utama kontaminasi logam pada daging
ayam dan kalkun berasal dari pakan unggas, air yang diminum, emisi gas
kendaraan, dan tempat pemotongan yang kotor. Pakan dan tempat pemotongan
tidak menjadi dugaan sumber cemaran karena pakan yang digunakan oleh ketiga
daerah tersebut adalah pakan komersial dan berasal dari rumah potong unggas
yang sama.
Pencegahan dan Pengobatan
Agen pengkelat dapat menurunkan toksisitas logam dengan memobilisasi
racun logam ke dalam urin. Agen pengkelat yang dapat dipergunakan untuk
mengobati keracunan logam timbal pada hewan adalah calcium disodium

12
ethylenediamine tetraacetic acid (CaNa2EDTA). Senyawa ini merupakan turunan
EDTA (ethylenediamine tetraacetic acid). Sediaan CaNa2EDTA diberikan melalui
intravena. Keberhasilan penggunaan CaNa2EDTA dalam pengobatan keracunan
timbal bergantung pada logam timbal yang dapat diikat oleh agen pengkelat dan
digantikan dengan kalsium, sehingga logam timbal dapat dikeluarkan melalui urin
(Flora dan Pachauri 2010).
Pengobatan keracunan timbal pada ayam broiler termasuk tidak praktis dan
tidak ekonomis. Pencegahan keracunan timbal pada ayam di area yang rawan
terhadap keracunan timbal dapat dilakukan dengan mencukupi kebutuhan mineral
Fe (besi) dan Ca (kalsium) ke dalam pakan ayam. Menurut Verster (2011),
kekurangan kalsium dapat meningkatkan toksisitas timbal dengan menstimulasi
sintesis enzim yang mengikat kalsium di usus sehingga semakin banyak timbal
yang terikat pada enzim tersebut dibandingkan dengan kalsium. Kekurangan besi
juga dapat menyebabkan keracunan timbal karena logam timbal akan berikatan
dengan enzim aminolaevulinic acid dehidratase (ALAD) yang berfungsi
mensintesis hemoglobin (Kim et al. 2003). Sintesis hemoglobin yang terganggu
dapat menyebabkan anemia.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Nilai rataan kadar logam timbal pada ayam broiler bervariasi dalam rentang
0.56-4.38 ppm. Logam timbal pada ayam broiler lebih banyak terdapat di hati dan
ginjal, tetapi tidak terakumulasi di dalam daging. Sebaran logam timbal pada
jaringan hati terletak di pembuluh darah, sinusoid, dan hepatosit. Akumulasi
logam timbal pada jaringan ginjal ayam ditemukan pada glomerulus dan tubulus
proksimal pada bagian korteks. Sebaran logam timbal pada jaringan daging
terletak di pembuluh darah pada jaringan ikat dan tidak terdapat pada jaringan otot.

Saran
Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan mengenai kadar timbal di pakan,
tanah, udara, dan air yang berada di sekitar lokasi RPU dan peternakan ayam
broiler.

13

DAFTAR PUSTAKA
Abubakar. 2003. Mutu karkas ayam hasil pemotongan tradisional dan penerapan
sistem hazard analysis critical control point. JIPI 22(1):33-39.
Ardyanto D. 2005. Deteksi pencemaran timah hitam (Pb) dalam darah masyarakat
yang terpajan timbal (plumbum). J. Kes. Ling 2(1)67-76.
Aughey E, Frye FL. 2001. Comparative Veterinary Histology with Clinical
Comparative. United Kingdom (GB): Manson Publishing Ltd.
Akan JC, Abdulrahman FI, Sodipo OA, Chiroma YA. 2010. Distribution of heavy
metals in the liver, kidney, and meat of beef, mutton, caprine, and chicken from
kasuwan shanu market in Maiduguri metropolis, borno state, Nigeria. J. of
Appl. Sci. Eng. Technol 2(8):743-74.
Athena, Tugaswati T, Sukar. 1996. Kandungan logam berat (Hg, Cd, dan Pb)
dalam air tanah pada perumahan tipe kecil di jabodetabek. Bul Penelit Kesehat.
24(4):18-27.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. SNI 3924:2009 tentang Mutu karkas
dan daging ayam. [diunduh 2012 Sept 25]. Tersedia pada
http://www.sisni.bsn.go.id/index.php/sni/Sni/download/9565
_____. 2009. SNI 7387:2009 tentang Batas maksimum cemaran logam berat pada
pangan.
[diunduh
2012
Sept
25].
Tersedia
pada
http://www.sisni.bsn.go.id/index.php/sni/Sni/download/9565.
[CAC] Codex Allimentarius Commission. 2011. Working Document For
Information and Use in Discussions Related to Contaminants and Toxins in
The GSCTFF. Netherlands (NL): Codex Allimentarius Commission.
Cahyadi B. 2009. Studi tentang kesensitifan spektrofotometer serapan atom (SSA)
teknik vapour hydride Generation accessories (VHGA) dibandingkan dengan
SSA nyala pada analisa unsur arsen (As) yang terdapat dalam air minum
[Tesis]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. 75 hlm.
Cann M, Baird C. 2005. Environmental Chemistry third edition. New York: W.H
Freeman and Company.
Dariah A. 2011. Pengembangan pembenah tanah diperkaya senyawa humat >10%
untuk meningkatkan kualitas fisik, kimia, dan biologi tanah dan produktivitas
tanaman 30% pada lahan kering (masam dan netral alkalin) terdegradasi
[Laporan akhir]. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanah.
Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta (ID): UI
Press.
D’Mello JPF. 2003. Food Safety Contaminants and Traits. London (UK): CABI
Publishing.
[Deptan] Departemen Pertanian. 2012. Konsumsi rata-rata per kapita per minggu
beberapa bahan 2007-20011 [internet]. [diunduh 2012 Sept 22]. Tersedia pada
http://www.deptan.go.id/Indikator/tabe -15a-konsumsi-rata.pdf.
____. 2012. Konsumsi rata-rata per kapita setahun beberapa bahan makanan di
Indonesia 2007-2011 [internet]. [diunduh 2013 Jan 3]. Tersedia pada
http://www.deptan.go.id/Indikator/tabe-15b-konsumsi-rata.pdf
____. 2012. Produksi daging ayam ras pedaging menurut provinsi 2007-2011
[internet].
[diunduh
2013
Jan
3].
Tesedia
pada

14
http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/nak/eis_nak2011/Prod_Dag_A_RasPed
_Prov_11.pdf
Ensminger ME, Colin GS, Brant G. 2004. Poultry Science Fourth Edition. New
Jersey (JE): Pearson Prentice Hall.
Fardiaz S. 1994. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Lajunen LHJ, Perämäki P. 2004. Spectrochemical Analysis by Atomic Absoprtion
and Emission 2nd Edition. United Kingdom (GB): The Royal Society of
Chemistry.
Linda MB, William MB. 2000. Color Atlas of Veterinary Histology Second
Edition. United State of America: Lippincott Williams & Wilkins.
Naria E. 2005. Mewaspadai dampak bahan pencemar timbal (Pb) di lingkungan
terhadap kesehatan. J Komunik. Penelit 17(4):66-72.
Flora SJS, Pachauri V. 2010. Chelation in metal intoxication. Int. J. Environ. Res.
Pub. Health (7):2745-2788.
Grist A. 2006. Poultry Inspection 2nd Edition: Anatomy, physiology, and Disease
Conditions. England (GB): Nottingham University Press.
Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of Medical Physiology 11th edition. United
State of America: Elsevier Saunders.
Kiernan JA. 1990. Histological and Histochemical Methods: Theory and Practise
2nd edition. Kanada (CA): Pergamon Press.
Kim HE, Lee SS, Hwangbo Y, Ahn KD, Lee BK. 2003. Cross sectional study of
blood lead effect on iron status on Korean lead worker. Nutrition 19(7/8): 571576.
McEwen SA, McNab WB. 1997. Contaminants of nonbiological origin in foods
from animals. Rev Sci Tech Off Int Epiz. 16(2):684−693.
McLelland J. 1990. A Colour Atlas of Avian Anatomy. England (UK): Wolfe
Publishing Ltd.
Okoye COB, Ibeto CN, Ihedioha. 2011. Assessment of heavy metals in chicken
feeds sold in south eastern, Nigeria. Adv. Appl. Sci. Res. 2(3):63-68.
Peterson ME, Talcott PA. 2006. Small Animal Toxicology Second Edition. United
State (UK): Elsevier Inc.
Rachmawati DS. 2005. Peranan hutan kota dalam menjerap dan menyerap timbal
di udara ambien. [Skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. Tersedia pada:
http://endesdahlan.staff.ipb.ac.id/files/2011/01/DwiSantiRachmawatiE0340004
2. pdf.
Ressang AA. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Jakarta (ID): Departemen Urusan
Research National.
Riyadina W. 1997. Pengaruh Pencemaran Plumbum Terhadap Kesehatan.
Jakarta (ID): Departemen Kesehatan RI
Roshandel D, Rhosandel G, Golalipour MJ. 2006. Morphometric changes of rat
testis after subchronic oral lead intoxication and D-penicillamine treatment. J
Biol Sci 9(7):1310-1314.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
University Press
Suleman M, Khan AA, Hussain Z, Zia MA, Roomi S, Rashid F, Iqbal A, dan
Ishaq R. 2011. Effect of lead acetate administered orally at different dosage
levels in broiler chicks. Afr. J. Environ. Sci. Technol. 5(12):1017-1026.

15
Supriyanto C, Samin, Kamal Z. 2007. Analisis cemaran logam berat Pb, Cu, dan
Cd pada ikan air tawar dengan metode spektrometri nyala serapan atom (SSA).
Seminar Nasional III SDM Teknologi Nuklir; 2007 Nov 21-22; Yogyakarta
(ID): Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir–BATAN. hlm 147-152.
Trampel DW, Imerman PM, Carson TL, Kinker JA, Ensley SM. 2003. Lead
contamination of chicken eggs and tissue from a small farm flock. J Vet Diagn
Invest (15):418-422.
Verster RS. 2011. Evaluation of orally administered calcium carbonate and zinc
sulphate on the gastrointestinal absorption of lead acetate in cattle. J. Life Sci.
8(2): 63-69.
William PL, James RC, Robert SM. 2000. Principle of Toxicology; Enviromental
and Industrial Application Second Edition. United State: John Wiley & Sons,
Inc.

16
Lampiran 1 Kadar logam timbal (Pb) tiap sampel yang berasal dari Jasinga,
Kabupaten Bogor
No.

Nama Sampel

Kadar Pb (ppm)

1
2
3
4
5
6
7
8
9

OTT A1
OTT A2
OTT A3
HAT A1
HAT A2
HAT A3
GNJ A1
GNJ A2
GNJ A3

0.53
0.94
1.00
0.33
0.73
0.62
0.47
1.03
1.20

Rataan

Standar Deviasi

0.83

0.26

0.56

0.21

0.90

0.38

17
Lampiran 2 Kadar logam timbal (Pb) tiap sampel yang berasal dari Caringin,
Kabupaten Bogor
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Nama Sampel
OTT-B1
OTT-B2
OTT-B3
HAT-B1
HAT-B2
HAT-B3
GNJ-B1
GNJ-B2
GNJ-B3

Kadar Pb (ppm)
3.19
3.37
3.76
4.28
4.42
4.45
4.21
4.29
4.48

Rata-rata

Standar Deviasi

3.44

0.29

4.38

0.09

4.33

0.13

18
Lampiran 3 Kadar logam timbal (Pb) tiap sampel yang berasal dari Cihideung,
Kabupaten Bogor
No. Nama Sampel
1
OTT-C1
2
OTT-C2
3
OTT-C3
4
HAT-C1
5
HAT-C2
6
HAT-C3
7
GNJ-C1
8
GNJ-C2
9
GNJ-C3

Kadar Pb (ppm)
3.29
3.38
2.32
2.29
4.79
4.39
2.36
3.26
2.84

Rataan

Standar Deviasi

2.99

0.59

3.82

1.34

2.82

0.45

19
Lampiran 4 Hasil Uji T antara daerah Cihideung dan Caringin (α = 0.05)
H0 : kadar timbal daerah Cihideung = Caringin
H1 : kadar timbal daerah Cihideung ≠ Caringin

Mean
Variance
Observations
Hypothesized Mean Difference
Df
t Stat
P(T