Profil darah ayam broiler yang diberi ransum mengandung aflatoksin dengan penambahan metionin

PROFIL DARAH AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM
MENGANDUNG AFLATOKSIN DENGAN
PENAMBAHAN METIONIN

SKRIPSI
NOVIA ELISABETH GUNAWAN

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

RINGKASAN
NOVIA ELISABETH GUNAWAN. D24063557. 2010. Profil Darah Ayam Broiler
yang Diberi Ransum Mengandung Aflatoksin dengan Penambahan Metionin.
Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Jajat Jachja F. A., M. Agr.
Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Idat Galih Permana, M. Sc. Agr.
Indonesia memiliki iklim tropis dengan suhu dan kelembaban tinggi sehingga
menjadi kondisi yang sangat baik untuk pertumbuhan kapang. Hal ini menimbulkan

salah satu masalah yang sering dihadapi dalam bidang pakan yaitu adanya cemaran
kapang. Kapang menghasilkan toksin yang dapat berbahaya bagi ternak yang
mengonsumsi pakan tersebut.
Aflatoksin adalah mikotoksin yang dihasilkan oleh kapang Aspergillus flavus
dan Aspergillus parasiticus. Jika termakan ternak akan menimbulkan masalah
kesehatan bagi ternak. Pengaruh aflatoksin yang telah diteliti pada broiler yaitu pada
performa, organ dalam dan pada parameter darah. Penambahan suplemen dan aditif
seperti antioksidan, vitamin, asam amino mengandung sulfur dan lainnya telah
dilakukan untuk mengatasi efek negatif dari aflatoksin. Penelitian ini ditujukan untuk
melihat pengaruh pemberian metionin ke dalam ransum yang terkontaminasi
aflatoksin terhadap profil darah dan nilai IgY (imunoglobulin Y) pada broiler.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juli 2010
bertempat di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Laboratorium Nutrisi Ternak
Unggas, Laboratorium Terpadu Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan
pabrik pakan Indofeed. Terdapat dua periode yang diamati pada penelitian ini yaitu
periode starter dan finisher. Penelitian ini menggunakan RAL pola faktorial 3x3
dengan 4 ulangan dimana faktor A adalah level metionin (0%, 0,25%, dan 0,35%
untuk periode starter ; 0%, 0,20%, dan 0,30% untuk periode finisher) dan faktor B
adalah level aflatoksin (0 ppb, 150 ppb, dan 300 ppb). Adapun parameter yang
diukur yaitu hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit diferensiasi leukosit dan IgY.

Hasil penelitian ini ada yang menunjukkan terjadinya interaksi, perbedaan
nyata dan perbedaan tidak nyata pada parameter yang diamati. Interaksi terjadi pada
nilai eritrosit dan IgY broiler periode starter. Perbedaan yang nyata karena pengaruh
penambahan DL-metionin dapat dilihat pada nilai leukosit periode finisher dan
perbedaan nyata karena pengaruh level aflatoksin dapat dilihat pada nilai leukosit
broiler starter serta nilai heterofil pada periode starter. Parameter lainnya
menunjukkan perbedaan yang tidak nyata.
Kata-kata kunci: aflatoksin, broiler, IgY, metionin, profil darah

i

ABSTRACT
Blood Profile of Broiler Chicken Fed with Aflatoksin Diet and Methionine
Additive
Gunawan, N. E., J. Jachja and I. G. Permana
Tropical climate inIndonesia have high temperature and humidity that
supports the growth of fungi. It causes one of the common feed problem in
Indonesia, in example fungal contaminations. Fungi produces a toxin that will give a
harmfull effect for the livestock. Aflatoxin is a mycotoxin that produces by
Aspergillus flavus and Aspergillus parasiticus. It makes a health problem to

livestock. The effects of aflatoxin that found on farm animal such as a variation in
organ’s weight and the decrease of some hematology parameters. The use of
additives and supplements in diets were developed in order to minimize the effects of
aflatoxin. The aim of this research was to evaluate the effect of methionine addition
in diet that contaminated with aflatoxin on blood profile and IgY (immunoglobulin
Y) of broiler. The experiment was arrange with factorial completely randomized
design with three level of methionine (0%, 0.25%, and 0.35% for starter; 0%, 0.20%,
and 0.30% for finisher), three level of aflatoxin (0 ppb, 150 ppb and 300 ppb) and
four replicates. Parameters that measured were hemoglobin, hematocrit, erythrocyte,
leucocyte, leucocyte differentiation and IgY. The result of this research was showed
an interaction, segnificant difference and no significant difference. In starter period,
there are interaction effects on erythrocytes and IgY, while leukocytes was
influenced by the level of methionine and heterophils was influenced by the level of
aflatoxin. For finisher period, only leucocyte that has a different value due to
aflatoxin’s level.
Keywords: aflatoxin, blood profile, broiler, IgY, methionine

ii

PROFIL DARAH AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM

MENGANDUNG AFLATOKSIN DENGAN
PENAMBAHAN METIONIN

NOVIA ELISABETH GUNAWAN
D24063557

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
iii

Judul

: Profil Darah Ayam Broiler yang Diberi Ransum Mengandung

Aflatoksin dengan Penambahan Metionin

Nama

: Novia Elisabeth Gunawan

NIM

: D24063557

Menyetujui,

Pembimbing Utama,

(Dr. Ir. Jajat Jachja F. A., M.Agr)
NIP. 19480902 197412 1 001

Pembimbing Anggota,

(Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr)

NIP. 19670506 199103 1 001

Mengetahui:
Ketua Departemen,
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

(Dr.Ir.Idat Galih Permana, M.Sc.Agr)
NIP. 19670506 199103 1 001

Tanggal Ujian: 6 Desember 2010

Tanggal Lulus:
iv

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 20 November 1989 di Samarinda,
Kalimantan Timur. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari
pasangan Boyke Gunawan dan Wenny Simon.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Katolik 2 W. R. Soepratman
Samarinda pada tahun 2001. Selanjutnya penulis meneruskan pendidikan di SLTP

Negeri 1 Samarinda dan lulus pada tahun 2003. Kemudian melanjutkan pendidikan
di SMA Negeri 1 Samarinda dan lulus pada tahun 2006.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan mulai mengikuti perkuliahan di
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, dari tahun
2007.

v

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan karena atas berkat dan kasihNya
setiap hari maka penulis dapat memulai dan menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini
mungkin tidak sempurna, namun rasa senang dan syukur yang besar tetap penulis
rasakan atas skripsi ini. Bantuan dari berbagai pihak, dukungan dari keluarga dan
penyertaan Tuhan memungkinkan terbentuknya skripsi ini.
Beberapa waktu yang lalu kita dihadapkan pada masalah cemaran yang
terjadi pada pakan dan bahan pakan ternak yang dapat menimbulkan permasalahan
kesehatan. Aflatoksin merupakan salah satunya yang berbahaya, tidak hanya pada
ternak namun juga manusia, dan sampai saat ini masih belum didapatkan cara
menghilangkannya. Berbagai macam penelitian telah dilakukan dan menghasilkan

cara pencegahan dan pengurangan terhadap efek toksin bagi ternak, yaitu dengan
penambahan bahan-bahan aditif tertentu dalam pakan. Penelitian ini juga merupakan
salah satu percobaan untuk mengatasi masalah aflatoksin dimana bahan yang
ditambahkan yaitu asam amino sintetis, DL-metionin.
Masih ada beberapa hal dalam penelitian ini yang perlu diperdalam dan
dilanjutkan agar bisa menyumbangkan hasil yang lebih baik terhadap permasalahan
mengenai aflatoksin. Namun harapan penulis, semoga hasil penelitian dalam skripsi
ini dapat ikut membantu dan membuka pemahaman kita semua dan bagi mereka
yang ingin meneliti tema yang sama. Sekali lagi penulis mengucapkan terima kasih.

Bogor, Januari 2011

Penulis

vi

DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN...............................................……………………….....


i

ABSTRACT...........................................................................................

ii

LEMBAR PERNYATAAN...................................................................

iii

LEMBAR PENGESAHAN...................................................................

iv

RIWAYAT HIDUP...............................................................................

v

KATA PENGANTAR...........................................................................


vi

DAFTAR ISI...............………………………………..……….…........

vii

DAFTAR TABEL...............………………………..……………….....

ix

DAFTAR GAMBAR...............………………..……………………....

x

DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................

xi

PENDAHULUAN...............…………………………….………….…


1

Latar Belakang...............…………………….…………....…...
Tujuan...............…………………………..…………...........…

1
2

TINJAUAN PUSTAKA...............………………………………….....

3

Ayam Pedaging (Broiler)........…………………………….......
Jagung...............................................………….……...…….....
Aflatoksin............……………………………......……….........
Metionin.....................................................................................
Darah...............………………………………...………...….....
Hemoglobin ...…...................………….…….....……...
Hematokrit.............……………...………....…….….....
Sel Darah Merah (Eritrosit)………….…………..…….
Sel Darah Putih (Leukosit)..................…..…..….…......
Sistem Imun....................................................................

3
4
5
7
9
10
11
11
11
13

MATERI DAN METODE...............……….……………….…..….….

15

Waktu dan Tempat.................….…..……………..…..…...…..
Materi.................………….……..……………….…....…...….
Metode...................………………………………...….…….....
Perbanyakan Kultur Aspergillus flavus..........................
Transfer Kapang Aspergillus flavus ke Jagung..............
Pembuatan Ransum...................………….……....……
Persiapan Kandang.........................................................
Pemeliharaan.................…....…….………..….........….
Pengambilan Darah...............……...….........…….........
Rancangan Percobaan.....…………......…..….......…...........….
Analisa Laboratorium.................................................................

15
15
15
16
17
18
19
22
22
22
24

HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................

27
vii

Pembuatan Ransum....................................................................
Profil Darah................................................................................
Hemoglobin....................................................................
Hematokrit......................................................................
Eritrosit...........................................................................
Leukosit..........................................................................
Diferensiasi Leukosit......................................................
IgY..................................................................................
MCV dan MCHC...........................................................
Performa dan Organ Dalam.......................................................

27
28
28
29
30
32
33
35
36
38

KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................

40

Kesimpulan................................................................................
Saran...........................................................................................

40
40

UCAPAN TERIMA KASIH..................................................................

41

DAFTAR PUSTAKA..........……..…….....……………….........….….

42

LAMPIRAN...............................….…….………………..…..….…….

45

viii

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Kebutuhan Nutrisi Broiler................................……………….

3

2. SNI Bahan Pakan Jagung..........................................................

5

3. Nilai Hematologis Darah Ayam Broiler................………........

10

4. Persentase Leukosit Berdasarkan Umur Ayam.........................

12

5. Komposisi Ransum Periode Starter (0-3 minggu)....................

18

6. Komposisi Ransum Periode Finisher (3-6 minggu)..................

19

7. Kandungan Nutrien dan Aflatoksin Ransum Periode Starter
(0-3 minggu)..............................................................................

20

8. Kandungan Nutrien dan Aflatoksin Ransum Periode Finisher
(3-6 minggu).............................................................................

21

9. Nilai Hemoglobin (g %) Broiler Periode Starter dan Finisher
yang Mendapat Perlakuan........................................................

28

10.Nilai Hematokrit (%) Broiler Periode Starter dan Finisher yang
Mendapat Perlakuan..................................................................

29

11.Nilai Leukosit (103/mm3) Broiler Periode Starter dan Finisher
yang Mendapat Perlakuan..........................................................

32

12.Nilai Diferensiasi Leukosit Broiler Periode Starter dan Finisher
yang Mendapat Perlakuan.........................................................

34

13.Nilai IgY (µg/ml) Broiler Periode Starter dan Finisher yang
Mendapat Perlakuan...................................................................

36

14.Nilai MCV dan MCHC Broiler Periode Starter dan Finisher....

37

ix

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Jagung yang terserang Aspergillus flavus.........................…….

4

2. Aspergillus flavus.......……..……........................................….

6

3. Diferensiasi Leukosit................................................................

12

4. Tahapan Perbanyakan Kultur Aspergillus flavus......................

16

5. Tahapan Transfer Kapang Aspergillus flavus ke Jagung..........

17

6. Nilai Eritrosit Periode Starter (0-3 minggu).............................

30

7. Nilai Eritrosit Periode Finisher (3-6 minggu)...........................

30

x

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. ANOVA Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai Hemoglobin
Broiler Periode Starter (0-3 minggu).......................................

46

2. ANOVA Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai Hematokrit
Broiler Periode Starter (0-3 minggu)........................................

46

3. ANOVA Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai Eritrosit Broiler
Periode Starter (0-3 minggu)...................................................

47

4. ANOVA Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai Leukosit Broiler
Periode Starter (0-3 minggu)....................................................

47

5. ANOVA Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai IgY Broiler
Periode Starter (0-3 minggu)....................................................

48

6. ANOVA Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai MCV Broiler
Periode Starter (0-3 minggu)....................................................

48

7. ANOVA Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai MCHC Broiler
Periode Starter (0-3 minggu)....................................................

49

8. ANOVA Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai Limfosit Broiler
Periode Starter (0-3 minggu)....................................................

49

9. ANOVA Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai Heterofil Broiler
Periode Starter (0-3 minggu)....................................................

50

10.ANOVA Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai Monosit Broiler
Periode Starter (0-3 minggu)....................................................

50

11.ANOVA Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai Eosinofil Broiler
Periode Starter (0-3 minggu)....................................................

51

12.ANOVA Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai Hemoglobin
Broiler Periode Finisher (3-6 minggu)......................................

51

13.ANOVA Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai Hematokrit
Broiler Periode Finisher (3-6 minggu)......................................

52

14.ANOVA Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai Eritrosit Broiler
Periode Finisher (3-6 minggu)..................................................

52

15.ANOVA Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai Leukosit Broiler
Periode Finisher (3-6 minggu)..................................................

53

16.ANOVA Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai IgY Broiler
Periode Finisher (3-6 minggu)..................................................

53

17.ANOVA Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai MCV Broiler
Periode Finisher (3-6 minggu)..................................................

54

18.ANOVA Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai MCHC Broiler
Periode Finisher (3-6 minggu)..................................................

54

xi

19.ANOVA Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai Limfosit Broiler
Periode Finisher (3-6 minggu)..................................................

55

20.ANOVA Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai Heterofil Broiler
Periode Finisher (3-6 minggu)..................................................

55

21.ANOVA Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai Monosit Broiler
Periode Finisher (3-6 minggu)..................................................

56

22.ANOVA Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai Eosinofil Broiler
Periode Finisher (3-6 minggu)..................................................

56

23.Uji Duncan Interaksi Perlakuan Terhadap Nilai Eritrosit
Broiler Periode Starter (0-3 minggu)........................................

57

24.Kontras Ortogonal Pengaruh Level Metionin Terhadap Nilai
Leukosit Broiler Periode Starter (0-3 minggu).........................

57

25.Uji Duncan Interaksi Perlakuan Terhadap Nilai IgY Broiler
Periode Starter (0-3 minggu)....................................................

58

26.Kontras Ortogonal Pengaruh Level Aflatoksin Terhadap Nilai
Heterofil Broiler Periode Starter (0-3 minggu).........................

58

27.Kontras Ortogonal Pengaruh Level Aflatoksin Terhadap Nilai
Leukosit Broiler Periode Finisher (3-6 minggu).......................

59

28.Nilai Hematologi Broiler yang Diberi Ransum Komersil dan
Dipelihara Bersamaan dengan Ayam Penelitian.......................

59

xii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jagung merupakan bahan pakan sumber energi utama dalam ransum unggas.
Penggunaan jagung dalam pakan unggas bisa mencapai 70% (Amrullah, 2004). Oleh
karena itu, jika jagung tercemar oleh bahan asing maka akan menurunkan kualitas
pakan dan membahayakan bagi ternak.
Masalah di bidang pakan yang sering dihadapi di Indonesia salah satunya
adalah adanya cemaran kapang. Kondisi Indonesia yang beriklim tropis dengan suhu
dan kelembaban yang tinggi mempercepat terjadinya penurunan kualitas bahan baku
pakan dan pertumbuhan kapang selama penyimpanan. Ahmad et al. (1999) telah
memeriksa cemaran kapang pada ransum unggas dan hasil pemeriksaan
menunjukkan bahwa Aspergillus spp. merupakan pencemar utama pada pakan dan
bahan penyusun pakan, dengan Aspergillus flavus adalah pencemar terbesar (43%).
Sudjadi et al. (1999) menyatakan bahwa sampel kacang yang dikumpulkan dari
sawah, gudang petani, kolektor, distributor dan pasar, telah terkontaminasi A. flavus
dengan kisaran 60-80% dengan kandungan aflatoksin 40-4100 ppb.
Jagung merupakan bahan penyusun pakan yang paling banyak dicemari
kapang. Purwoko et al. (1991) melaporkan adanya cemaran A. flavus dan A.
parasiticus serta kandungan aflatoksin pada 34 sampel jagung dari peternakan dan
pabrik pakan di wilayah Bogor dan Jakarta. Hampir seluruh sampel tersebut
tercemari A. flavus dan hanya tujuh sampel yang tercemari A. parasiticus. Cemaran
akibat aflatoksin B1 mencapai 91%, sisanya adalah aflatoksin G.
Aflatoksin adalah produk metabolit sekunder yang dihasilkan oleh A. flavus
dan A. parasiticus (Bryden, 1999). Ada 4 tipe aflatoksin yang umum ditemui, yaitu
aflatoksin B1, B2, G1 dan G2 (B = blue fluorescence; G = green fluorescence)
(Lillehoj, 1986). Aflatoksin B1 merupakan yang paling berbahaya bagi kesehatan.
Tempat metabolisme utama aflatoksin adalah organ hati, namun ada juga di
dalam darah dan organ lainnya. Tubuh akan berusaha mengurangi efek racun dari
aflatoksin dan akan dikeluarkan oleh tubuh melalui cairan empedu, susu, telur, dan
air seni. Bila aflatoksin tidak dapat dikeluarkan dari tubuh maka akan terjadi
perubahan patologis dan menimbulkan beberapa gejala seperti keturunan lahir cacat
(efek teratogenik) dan kanker (manusia dan hewan).

1
 

Aflatoksin pada hewan dapat menyebabkan bobot organ dalam bervariasi
(pembesaran hati, limpa, ginjal, fatty liver syndrome), pengurangan bursa fabricius
dan timus, perubahan tekstur dan warna organ (hati dan tenggorokan), anemia,
pendarahan, imunosupresi, kerusakan kulit, dan penurunan efisiensi breeding (Riley
dan Norred 1996). Beberapa parameter darah juga terpengaruh oleh aflatoksin jika
termakan pada level tertentu. Leeson et al. (1995) menyatakan bahwa parameter
darah yang terpengaruh yaitu penurunan signifikan pada hemoglobin, hematokrit,
eritrosit dan MCV (Mean Corpuscular Volume).
Metionin merupakan asam amino yang mengandung sulfur. Penambahan
suplemen seperti antioksidan, vitamin, asam amino bersulfur dan lainnya telah
dilakukan untuk mengatasi efek dari aflatoksin. Peningkatan protein dalam ransum
juga diduga dapat melindungi dari efek aflatoksin (Leeson et al., 1995). Pada
penelitian ini dilakukan percobaan pengaruh penambahan metionin dalam ransum
yang mengandung jagung yang terkontaminasi aflatoksin.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai pengaruh
pemberian metionin pada level berbeda terhadap profil darah dan imunoglobulin Y
(IgY) ayam broiler yang diberikan ransum terkontaminasi aflatoksin dalam batas
yang aman.

2
 

TINJAUAN PUSTAKA
Ayam Pedaging (Broiler)
Broiler atau ayam pedaging adalah jenis unggas yang telah mengalami seleksi
gen selama bertahun-tahun sehingga hanya dalam waktu produksi 35 sampai 40 hari
sudah layak dikonsumsi. Dalam Kartasudjana (2005) dikatakan bahwa ayam broiler
merupakan ayam-ayam muda jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur
sekitar 5-6 minggu dengan bobot badan antara 1,2-1,9 kg/ ekor dan bertujuan sebagai
sumber daging. Kebutuhan nutrisi broiler dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Broiler
Nutrien

Periode
Starter

Finisher

EM (kkal/kg)

3200

3200

PK (%)

23,00

20,00

Ca (%)

1,00

0,90

P Non Phytat (%)

0,45

0,35

Asam Linoleat (%)

1,00

1,00

Histidin (%)

0,35

0,32

Glisin dan Serin (%)

1,25

1,14

Treonin (%)

0,80

0,74

Arginin (%)

1,25

1,10

Metionin (%)

0,50

0,38

Metionin dan Sistin (%)

0,90

0,72

Valin (%)

0,90

0,82

Phenilalanin (%)

0,72

0,65

Isoleusin (%)

0,80

0,73

Leusin (%)

1,20

1,09

Lysin (%)

1,10

1,00

Sumber : NRC 1994

Klasifikasi broiler yaitu merupakan ordo Galliformes, famili Phasianidae,
genus Gallus dan spesies Gallus domesticus. Istilah broiler ditujukan sebagai ayam
tipe berat padaging yang lebih muda dan berukuran lebih kecil dari roaster. Broiler

3
 

strain Ross memiliki keunggulan dan karakteristik sendiri dibanding strain lainnya
yaitu memiliki FCR lebih efisien, laju pertumbuhan lebih cepat, daya hidup lebih
bagus dan fokus pengembangan genetik pada kekuatan kaki sebagai penyeimbang
berat badan.
Faktor pendukung pertumbuhan ayam adalah kualitas dan kuantitas makanan,
suhu dan

manajemen pemeliharaannya (Rasyaf, 2003). Selain itu, kecepatan

pertumbuhan ayam sangat dipengaruhi oleh mutu makanan, suhu lingkungan, sistem
perkandangan dan pengendalian penyakit. Pakan yang tercemar kontaminan seperti
jamur akan menjadi tidak palatabel bagi ayam dan jika ternyata beracun akan
menimbulkan masalah kesehatan bagi ayam. Di dalam SNI ransum broiler tahun
1995 terdapat batasan kadar afllatoksin yaitu sebesar 50 ppb untuk broiler periode
starter dan 60 ppb untuk broiler periode finisher.
Jagung
Jagung termasuk bahan makanan yang utama digunakan dalam pakan ternak.
Jagung digemari karena disukai dan sesuai untuk semua jenis ternak. Jagung
digunakan sebagai sumber energi utama karena nilai energi dan nutrien tercernanya
cukup tinggi dibanding biji-bijian lainnya. Menurut Tillman et al. (1983), di dalam
biji-bijian, karbohidrat terutama terdapat dalam bentuk pati. Pati jagung terdiri atas
amilosa (27%) dan amilopektin (83%). Pati biji jagung terdapat di beberapa tempat
seperti endosperm (84,4%), lembaga (8,2%) dan tudung biji (5,3%) sedangkan
protein jagung terdapat dalam lembaga (8,5 %) dan endosperma (8,6 %). Jagung
terutama digunakan sebagai penyusun ransum ternak unggas. Penggunaan jagung
dalam ransum broiler bisa mencapai 70 % (Amrullah, 2004).

Gambar 1. Jagung yang Terserang Aspergillus flavus
Sumber: Brown (2009)

4
 

Indonesia sebagai negara tropis memiliki lingkungan yang cocok untuk
pertumbuhan dan perkembangan berbagai macam mikroba. Mikotoksin seperti
aflatoksin banyak didapat pada tanaman yang ditanam di Indonesia. Jagung dan
kacang tanah merupakan bahan yang sering terserang

Aspergillus flavus yang

merupakan kapang penghasil aflatoksin seperti terlihat pada Gambar 1. Menurut
Sauer dan Tuite (1986), suhu dan kelembaban merupakan dua faktor penting yang
menentukan berkembangnya Aspergillus flavus dan kemampuannya memproduksi
aflatoksin. Karena faktor lingkungan yang mendukung, tidak jarang ditemui jagung
dengan kadar aflatoksin tinggi dari hasil panen petani-petani di Indonesia. Kondisi
lingkungan dan iklim, varietas jagung dan kerusakan oleh serangga merupakan faktor
yang mempengaruhi konsentrasi aflatoksin pada jagung (Plumlee, 2004). Berikut
merupakan standar kualitas jagung bahan pakan menurut SNI nomor 01-4483-1998.
Tabel 2. SNI Bahan Pakan Jagung
Komposisi

Jumlah kandungan

Kadar air

Maks 14%

Kadar Protein Kasar

Min 7,5%

Kadar Serat Kasar

Maks 3%

Kadar Abu

Maks 2%

Kadar Lemak

Min 3%

Mikotoksin
1) Aflatoksin (maksimum)
2) Okratoksin (maksimum)

Maks 50 ppb
Maks 5 ppb

Butir Pecah

Maks 5%

Warna Lain

Maks 5%

Benda Asing

Maks 2%

Kepadatan

Min 700 kg/cm3

Sumber : Direktorat Jendral Peternakan, 2009

Aflatoksin
Kapang merupakan jenis mikroba yang sering mencemari tanaman pangan
terutama serealia dan kacang-kacangan. Kapang dapat menghasilkan mikotoksin
yang berbahaya bagi kesehatan ternak. Kapang yang umum ditemui adalah
Aspergillus flavus dan

Aspergillus parasiticus. Kedua jenis kapang ini sangat

5
 

berbahaya bagi kesehatan manusia karena menghasilkan aflatoksin sebagai produk
metabolit sekundernya.
Aflatoksin adalah molekul kecil yang tidak suka terhadap air, tahan perlakuan
fisik, biologi dan kimia serta tahan terhadap suhu tinggi. Ada 4 tipe aflatoksin yang
umum ditemui (Lillehoj, 1986), yaitu aflatoksin B1, B2, G1 dan G2 (B = blue
fluorescence; G = green fluorescence). Tipe aflatoksin yang berbeda memiliki suhu
dan waktu pertumbuhan yang berbeda pula (Diener dan Davis, 1986). Aflatoksin B1
merupakan tipe yang paling berbahaya bagi kesehatan. Kebanyakan strain
Aspergillus flavus hanya menghasilkan afaltoksin B namun terdapat juga strain
Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus yang tidak memproduksi aflatoksin
(Plumlee, 2004).

Gambar 2. Aspergillus flavus
Sumber: Brown (2009)

Cemaran Aspergillus flavus saat budidaya dipengaruhi beberapa faktor, antara
lain, suhu tanah, lengas tanah, kandungan unsur hara dalam tanah serta hama dan
penyakit. Kelembaban udara tinggi (90-98%) dan suhu tanah 17-42oC menyebabkan
Aspergillus flavus menjadi lebih kompetitif. Plumlee (2004) mengatakan bahwa
pertumbuhan kapang dan produksi aflatoksin dipertinggi oleh kadar air lebih dari
15%, kelembaban di atas 75%, suhu yang hangat dan kecukupan oksigen. Cemaran
aflatoksin pada jagung bergantung pada kondisi lingkungan dan perlakuan pasca
panen. Kandungan aflatoksin total pada jagung pipil lebih tinggi daripada pada
jagung tongkol. Menurut Diener dan Davis (1986), kontaminasi terjadi saat
pascapanen, saat penanganan, penyimpanan dan saat pengolahan.

6
 

Bila pakan yang tercemar aflatoksin termakan oleh ternak (unggas dan
ruminansia) maka aflatoksin akan masuk ke tubuh ternak dan terakumulasi pada
organ terutama hati dan ginjal. Aflatoksin yang termakan akan mengalami proses
biotransformasi enzimatis pada organ seperti hati dan ginjal sebagai respon tubuh
ternak untuk mengeluarkan toksin tersebut dari tubuh (Leeson et al., 1995).
Dijelaskan oleh Plumlee (2004) mengenai mekanisme kerja aflatoksin dimana
produk hasil epoksidasi (salah satu proses biotransformasi enzimatis) aflatoksin B1
akan berikatan dengan komponen sel seperti asam nukleat, organel sel dan protein
kemudian memecah proses anabolis dan katabolis tubuh. Hal ini menyebabkan
kerusakan

fungsi

organ,

karsinogenesis,

imunosupresi,

mutagenesis

dan

teratogenesis.
Metionin
Umumnya hewan tidak mampu mensintesa asam-asam amino seperti pada
tanaman, sehingga dalam pakannya harus tersedia asam-asam amino yang
dibutuhkannya. Cheeke (2005) menyebutkan bahwa asam amino dibedakan menjadi
asam amino esensial dan asam amino non esensial. Asam amino esensial tidak dapat
disintesis tubuh ternak sedangkan asam amino non esensial dapat disintesis untuk
memenuhi kebutuhan. Sangat sulit untuk membuat patokan kebutuhan asam amino
esensial secara umum dari satu spesies ke spesies lainnya karena terdapat perbedaan
kualitatif dan kuantitatif kebutuhan asam amino dalam makanan. Unggas, seperti
halnya tikus dan anjing, memerlukan 10 asam amino yang esensial.
Asam amino metionin merupakan salah satu asam amino yang esensial dalam
hidup ternak. Asam amino metionin termasuk ke dalam golongan asam amino yang
mengandung sulfur selain sistin dan sistein (Tillman et al., 1983). Asam amino
metionin sangat diperlukan untuk kecepatan pertumbuhan dan hidup pokok semua
hewan. Apabila terjadi kekurangan protein akan menekan laju pertumbuhan ternak,
efisiensi konversi pakan, respon imun dan efisiensi reproduksi. Defisiensi metionin
pada ransum yang mengandung jagung atau bungkil kedelai maka akan
mengakibatkan laju pertumbuhan yang rendah, serta penurunan bobot dan produksi
telur (Shane, 2005). Plumlee (2004) menyatakan bahwa pemberian metionin yang
rendah dalam ransum akan menyebabkan peningkatan hepatokarsinogenesis dan
percepatan waktu untuk tumor pertama akibat aflatoksin. Namun, jika berlebihan

7
 

maka akan bersifat racun dan berakibat buruk bagi ternak. D’ Mello (2003)
mneuliskan bahwa metionin adalah asam amino yang paling menekan pertumbuhan
jika diberikan berlebihan pada ternak.
Hasil penelitian Nahrowi et al. (2007) menunjukkan bahwa konsumsi
metionin yang berlebih pada ayam petelur (432 mg/hari/ekor) menyebabkan
penurunan performa ayam. Hasil yang terbaik didapat dari ayam yang
mengkonsumsi metionin sebanyak 388,8 mg/hari/ekor dengan total kandungan
metionin dalam pakan sebesar 0,38%, selain itu juga pada ayam yang mendapat
suplementasi metionin 0,05% pada air minum. Peubah yang diamati mendapat hasil
terbaik yaitu produksi hen-day, FCR, berat telur, berat albumin dan berat kerabang.
Asam amino metionin memiliki sifat glikogenik (menghasilkan glukosa saat
proses metabolisme) dan lipotropik (memecah lemak dalam tubuh ketika proses
metabolisme). Piliang dan Djojosoebagio (2006) mengatakan bahwa sifat glikogenik
metionin meningkatkan pembentukan glukosa dan glikogen. Karena itu, pemberian
metionin dapat meningkatkan jumlah energi bruto dalam tubuh ayam karena energi
bruto yang dibuang melalui ekskreta diturunkan.
Asam amino yang terdapat pada tumbuhan dan hewan pada umumnya
memiliki bentuk isomer L. DL-metionin (Dekstro-Levo-Methionine) merupakan
salah satu jenis asam amino sintetis yang berbentuk serbuk. DL-metionin merupakan
sumber asam amino komersial yang memiliki tingkat kemurnian 99%. Ketika
digunakan, DL-metionin bisa memenuhi kebutuhan metionin pada ransum (NRC,
1998). D’ Mello (2003) mengatakan bahwa DL-metionin merupakan hasil produksi
melalui sintesis kimia yang mencampurkan isomer D dan L. Asam amino D tidak
digunakan oleh ternak untuk sintesis protein maupun keperluan metabolik lain. Oleh
karena itu, D-metionin akan diubah oleh tubuh menjadi L-metionin sebelum dapat
digunakan.
Penambahan DL-metionin ke dalam ransum diharapkan dapat mengurangi
efek negatif dari aflatoksin. Metionin diharapkan bekerja sebagai bahan pengikat
atau inaktivator aflatoksin. Inaktivator berperan untuk mengikat atau mengubah
mikotoksin

selama

proses

pencernaan

sehingga

menghalangi

mikotoksin

membahayakan ternak (Schwarzer, 2009). Leeson et al. (1995) mengatakan bahwa

8
 

pengikat memiliki kemampuan untuk mengikat substansi kimia sehingga merintangi
penyerapan aflatoksin di saluran pencernaan.
Darah
Darah terdiri dari sel-sel yang terdapat dalam plasma. Sel darah terdiri dari 3
macam, yaitu sel darah merah (erythrocyte), sel darah putih (leukocyte) dan kepingan
darah (thrombocytes atau platelets) (Dellman dan Brown, 1992).
Fungsi darah menurut Rastogi (2007) yaitu:
1.

Membawa nutrien yang telah diserap saluran pencernaan menuju ke berbagai
jaringan tubuh,

2.

Membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh,

3.

Membawa karbon dioksida dari jaringan tubuh ke paru-paru,

4.

Membawa produk buangan dari berbagai jaringan menuju ginjal untuk
diekskresikan,

5.

Berperan penting dalam pengendalian suhu dengan cara mendistribusikan panas
ke seluruh bagian tubuh,

6.

Memiliki kapasitas buffer yang menjaga keseimbangan asam-basa tubuh agar
tetap normal,

7.

Mencegah terjadinya kehilangan darah yang berlebih sewaktu terluka melalui
kerja trombosit darah,

8.

Menjaga keseimbangan air tubuh dengan menukarkan air antara darah dengan
cairan jaringan,

9.

Memberi perlindungan bagi tubuh melawan infeksi dan antibodi,

10. Membawa hormon untuk didistribusikan ke berbagai bagian tubuh,
11. Berperan untuk suplai metabolit kimia dan esensial.
Ternak yang sehat akan memiliki profil darah yang normal. Ada dua faktor
yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan profil darah yaitu faktor internal dan
eksternal. Faktor internal antara lain kesehatan, stres, status gizi, suhu tubuh,
pertambahan umur dan siklus estrus sedangkan faktor eksternal seperti perubahan
suhu lingkungan dan infeksi kuman (Guyton dan Hall, 1996). Infeksi kuman salah
satunya adalah ditandai dengan jumlah leukosit yang meningkat (Frandson, 1992).
Jumlah normal profil darah ayam broiler dapat dilihat pada Tabel 3.

9
 

Tabel 3. Nilai Hematologis Darah Ayam Broiler
Profil darah

Satuan

Sumber 1)

Sumber 2)

Eritrosit

106/mm3

2,5-3,2

2,0-3,2

Hemoglobin

g/100ml

6,5-9,0

7,3-10,9

Hematokrit

%

30,0-33,0

24,0-43,0

Leukosit

103/mm3

20,0-30,0

16,0-40,0

Heterofil

%

25,0-30,0

9,0-56,0

Limfosit

%

55,0-60,0

24,-84,0

Monosit

%

10,0

0-30,0

Eosinofil

%

3,0-8,0

0-7,0

Sumber : 1) Swenson (1984)
2) Mangkoewidjojo dan Smith (1988)

Mikotoksin adalah racun yang dihasilkan oleh golongan cendawan.
Mikotoksin yang termakan oleh ayam sampai pada batas tertentu akan menimbulkan
gejala, salah satunya yaitu melemahnya sistem pertahanan tubuh ayam atau sering
disebut imunosupresi. Dari sekitar 300 jenis mikotoksin yang telah terdeteksi dari
100.000 spesies jamur, setidaknya ada 4 jenis mikotoksin yang bersifat imunosupresi
pada ayam, yaitu aflatoksin, ochratoksin, fumonisin dan trichothecenes (T2).
Aflatoksin dapat menyebabkan pengecilan bursa fabricius, limpa maupun thymus.
Aflatoksin juga dapat merusak sel limfosit B, mengganggu fungsi fagosit sel-sel
fagositik serta menurunkan aktivitas fungsional dari komplemen. Ocratoksin
mengakibatkan atropi thymus, menghambat fungsi fagositosis sel-sel heterofil
fagositik dan menyebabkan penipisan sel limfosit T dan B. Atropi organ limfoid dan
kerusakan

makrofag

juga

diakibatkan

oleh

adanya

fumonisin

sedangkan

trichothecenes mengakibatkan nekrosis jaringan limfoid dan sumsum tulang
belakang. Plumlee (2004) menuliskan salah satu gejala klinis dari paparan aflatoksin
kronis yaitu terjadinya anemia pada ternak.
Hemoglobin
Hemoglobin adalah senyawa yang berasal dari ikatan komplek antar protein
dan Fe yang menimbulkan warna merah pada darah. Sintesis asam asetat dan glycine
menghasilkan porphyrin. Porphyrin yang berkombinasi dengan besi menghasilkan
satu molekul heme. Jika empat molekul heme dikombinasikan dengan molekul

10
 

globin maka terbentuk hemoglobin (Rastogi, 2007). Hemoglobin merupakan
petunjuk kecukupan oksigen. Kandungan oksigen yang rendah dalam darah
menyebabkan peningkatan produksi hemoglobin dan eritrosit (Swenson, 1984).
Hematokrit
Persentase sel darah merah dalam 100 ml darah dinamakan hematokrit atau
packed cell volume (PCV). Rastogi (2007) mengatakan bahwa nilai hematokrit
biasanya tiga kali dari nilai hemoglobin dan dituliskan dalam bentuk persen. Nilai
hematokrit yang rendah mengindikasikan anemia atau overhidrasi sedangkan nilai
hematokrit yang tinggi menandakan polisitemia atau dehidrasi.
Sel Darah Merah (Eritrosit)
Eritrosit adalah sel darah merah yang membawa hemoglobin ke dalam
sirkulasi. Eritrosit pada unggas intinya terletak di tengah dan berbentuk oval.
Erittrosit dibentuk di sumsum tulang dan dalam jumlah sedikit di limpa (Swenson,
1984). Eritrosit dipengaruhi oleh konsentrasi hemoglobin dan hematokrit, selain itu
juga dipengaruhi oleh umur, bangsa, jenis kelamin, aktivitas, nutrien, produksi telur,
volume darah, panjang hari, faktor iklim dan suhu lingkungan.
Sel Darah Putih (Leukosit)
Leukosit merupakan sel darah putih dengan jumlah lebih sedikit daripada
eritrosit (Swenson, 1984). Peningkatan nilai leukosit dari jumlah normal menandakan
terjadinya infeksi sedangkan penurunan leukosit menandakan depresi sumsum
tulang, yang diakibatkan oleh infeksi viral atau reaksi toksik terhadap agen kimia
(Ratogi, 2007). Nilai diferensiasi leukosit berdasarkan umur ayam dapat dilihat pada
Tabel 4.
Leukosit dibagi menjadi granulosit (bergranula dalam sitoplasmanya) seperti
heterofil, eosinofil dan basofil serta agranulosit seperti limfosit dan monosit.
Menurut Frandson (1992), masa hidup sel darah putih berbeda-beda mulai dari
beberapa jam untuk granulosit, bulanan pada monosit dan tahunan pada limfosit.
Gambar diferensiasi leukosit dapat dilihat pada Gambar 3.

11
 

a) Eosinofil; b) Neutrofil/ Heterofil; c) Basofil

d) Monosit; e) Limfosit
Gambar 3. Diferensiasi Leukosit
Sumber: Fakhrizal (2009)

Tabel 4. Persentase Leukosit Berdasarkan Umur Ayam
Persentase (%)

Umur

Heterofil

Eosinofil

Basofil

Limfosit

Monosit

0 hari

72,4

2,5

1,1

15,9

8,8

3 hari

52,7

1,6

0,67

38,7

6,4

8 hari

50

0,25

0

48,3

1,5

10 hari

26,7

1,7

0,64

68,6

2,3

1 minggu

24

0

0

75

1

2 minggu

20,6

3,1

1,9

66

8,1

6 minggu

26

0

1

69

3

Sumber: Hodges (1997)

Neutrofil
Neutrofil atau juga dikenal dengan nama heterofil pada unggas mengandung
granula yang memberikan warna tidak merah dan tidak biru, sitoplasmanya
mengambil sedikit warna sehingga inti terlihat lebih jelas. Heterofil pada ayam
biasanya bulat berdiameter 10-15

µm dengan

sifat inti polimorfik dan lobus

bervariasi (Frandson, 1992).
Monosit
Sel ini bersifat fagositik, yang berarti kemampuan menerkam material asing
seperti bakteri (Frandson, 1992). Ditambahkan dalam Tizard (1987) bahwa monosit

12
 

selain menghancurkan partikel asing dan jaringan mati juga mengolah bahan asing
sedemikian rupa sehingga bahan asing tadi akan membangkitkan tanggap kebal.
Limfosit
Limfosit adalah leukosit yang merupakan bagian terbesar dalam darah unggas
(Swenson, 1984). Limfosit dibentuk di sumsum tulang belakang, tetapi sebagian
dibentuk dari sel prekusor yang berasal dari sumsum tulang, di dalam kelenjar limfe,
timus dan limpa. Tizard (1987) menyatakan bahwa limfosit memiliki fungsi
kompleks dengan fungsi utama memproduksi antibodi (limfosit B) atau sebagai sel
efektor khusus ketika menanggapi antigen yang melekat pada makrofag (limfosit T).
Adanya infeksi dan stres dapat mempengaruhi jumlah limfosit (Swenson, 1984).
Eosinofil
Eosinofil terlihat sebagai granula berwarna merah di dalam sitoplasma. Sel
ini berjumlah tidak banyak namun dapat meningkat saat tubuh terkena penyakit
kronis seperti terinfeksi parasit atau saat reaksi alergi (Frandson, 1992). Fungsi
utamanya adalah untuk toksifikasi terhadap protein asing yang masuk ke tubuh
melalui paru-paru dan saluran pencernaan serta racun yang dihasilkan bakteri dan
parasit.
Basofil
Jumlah basofil dalam sirkulasi darah hanya sedikit. Sel ini ditandai dengan 2
lobus dan mempunyai granula intrasitoplasmik berwarna ungu (Kresno, 2001).
Leukosit darah yang kaya basofil melepaskan histamin pada reaksi serupa dengan
reaksi sel mast. Saat ada rangsangan alergen, sel-sel tersebut dapat melepaskan
berbagai mediator yang mengakibatkan reaksi anafilaktik.
Sistem Imun
Sistem imun dalam tubuh memberikan respons dan melindungi tubuh
terhadap unsur-unsur patogen. Respon imun sangat bergantung terhadap kemampuan
sistem imun untuk mengenali molekul asing (antigen) yang terdapat pada patogen
potensial dan kemudian membangkitkan reaksi yang tepat untuk menyingkirkan
sumber antigen tersebut. Proses pengenalan antigen dilakukan oleh unsur utama
sistem imun yaitu limfosit, yang kemudian diikuti fase efektor yang melibatkan
berbagai jenis sel (Kresno, 2001).

13
 

Imunoglobulin merupakan substansi pertama yang diidentifikasi sebagai
molekul dalam serum yang mampu menetralkan sejumlah mikroorganisme penyebab
infeksi. Imunoglobulin terdiri dari molekul-moluekul protein yang memiliki struktur
dan sifat biologik yang sama tetapi memiliki perbedaan dalam susunan asam amino
yang membentuknya. Imunoglobulin (Ig) dibentuk oleh sel limfosit B (Kresno,
2001). Imunoglobulin pada manusia dibagi menjadi 5 jenis yaitu IgM (µ), IgD ( ),
IgG ( ), IgA ( ), IgE ( ). Unggas memiliki imunoglobulin (Ig) dengan tipe IgM, IgY
dan IgA. Penamaan IgY sering dipakai pada unggas untuk menggantikan IgG (Glick,
2000). IgG dalam serum kadarnya sekitar 75% dan IgE kadarnya rendah yang
meningkat pada reaksi alergi (Kresno, 2001). IgY diproduksi setelah IgM pada
respon antibodi primer dan merupakan isotipe utama yang diproduksi pada respon
sekunder saat terjadi infeksi.

14
 

MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2010 hingga Juli 2010 yang
bertempat di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Laboratorium Terpadu,
Kandang Percobaan Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
Fakultas Peternakan dan Laboratorium Fisiologi Departemen Fisiologi dan
Farmakologi FKH, Institut Pertanian Bogor.
Materi
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain yaitu kultur
Aspergillus flavus yang dibiakkan dalam jagung. Selain itu digunakan 720 ekor
broiler strain Ross Jumbo 747, ransum dengan level aflatoksin dan metionin yang
berbeda, vaksin ND dan vaksin Gumboro serta bahan pendukung lainnya.
Peralatan yang digunakan yaitu kawat ose, plastik tahan panas kapasitas 5 kg,
karet gelang, autoclave, freezer, terpal, plastik penutup, sarung tangan, masker,
peralatan pembersih kandang, selang, hygrometer, timbangan, koran, tempat pakan
dan air minum, sekat pembatas, pemanas, lampu, kawat dan peralatan pengambilan
darah yaitu kapas, syringe 3 ml serta tabung yang sudah berisi anti-koagulan.
Metode
Metode penelitian dibagi menjadi beberapa tahapan. Tahapan pertama yaitu
persiapan ransum yang meliputi perbanyakan kultur Aspergillus flavus dan transfer
kapang Aspergillus flavus ke dalam jagung yang akan dipakai untuk membuat
ransum. Skema prosesnya dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5. Kultur
Aspergillus flavus merupakan koleksi yang terdapat di Laboratorium Ilmu dan
Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan. Tahapan selanjutnya yaitu pembuatan ransum
penelitian dan persiapan kandang diikuti dengan tahap pemeliharaan ayam broiler di
kandang percobaan dan tahap pengambilan dan analisis darah.

15
 

Perbanyakan Kultur Aspergillus flavus
Diagram alur metode perbanyakan kultur Aspergillus flavus disajikan pada
Gambar 4.
PDA (Potato Dextrose Agar) ditimbang sebanyak 0,975 g
untuk 5 tabung

Erlenmeyer

Ditambahkan aquades
yang telah disterilkan
(1 liter aquades untuk
39 g PDA)

Dipanaskan dan diaduk agar
homogen

Diambil 5 ml agar untuk
setiap tabung, ditutup kapas

Autoclave (1210C, 45 menit)

Media agar miring

Kultur Aspergillus flavus dioles di atas media agar

Ditutup kapas dan
parafilm

Inkubator
Gambar 4. Tahapan Perbanyakan Kultur Aspergillus flavus

16
 

Transfer Kapang Aspergillus flavus ke Jagung
Diagram alur metode transfer kapang Aspergillus flavus ke dalam jagung
disajikan pada Gambar 5.
Kultur Aspergillus flavus
ditambahkan aquades
steril

Dicampur ke dalam 10
kg jagung

500 kg jagung di
autoclave (1210C,
45 menit)

Air di autoclave
sebanyak 107 L
(1210C, 60 menit)

Inkubasi (1 minggu)

Jagung terkontaminasi
Aspergillus flavus

Dicampur hingga homogen

Jagung yang sudah terkontaminasi
jamur Aspergillus flavus diambil
sebanyak 200 g untuk 10 kg jagung
kuning yang sebelumnya telah
dicampur dengan air

Inkubasi 4 minggu dengan ditutup plastik
(disiram dan diberi udara tiap hari)
Gambar 5. Tahapan Transfer Kapang Aspergillus flavus ke Jagung

17
 

Pembuatan Ransum
Ransum yang dibuat meliputi ransum periode starter dan finisher. Ransum
yang dibuat ada 9 macam yaitu tiga level aflatoksin dengan tiga dosis DL-metionin
di setiap levelnya. Komposisi bahan pakan ransum starter dan finisher diperlihatkan
pada Tabel 5 dan 6. Pencampuran ransum dilakukan dengan menggunakan mixer
dari bahan yang paling halus dan berjumlah sedikit. Selanjutnya pakan dibuat pellet
dan crumble.
Tabel 5. Komposisi Ransum Periode Starter (0-3 minggu)
Bahan pakan

Komposisi
M1A1

M1A2

M1A3

M2A1

M2A2

M2A3

M3A1

M3A2

M3A3

Jagung kuning (%) 47,95 47,95 47,95 47,95 47,95 47,95 47,95 47,95 47,95
Dedak padi (%)

12,01 12,01 12,01 12,01 12,01 12,01 12,01 12,01 12,01

Bgkl kedelai (%)

25,00 25,00 25,00 25,00 25,00 25,00 25,00 25,00 25,00

MBM (%)

5,00

5,00

5,00

5,00

5,00

5,00

5,00

5,00

5,00

CGM (%)

6,70

6,70

6,70

6,70

6,70

6,70

6,70

6,70

6,70

CPO (%)

1,59

1,59

1,59

1,59

1,59

1,59

1,59

1,59

1,59

DCP (%)

1,00

1,00

1,00

1,00

1,00

1,00

1,00

1,00

1,00

Premix (%)

0,25

0,25

0,25

0,25

0,25

0,25

0,25

0,25

0,25

Garam (%)

0,27

0,27

0,27

0,27

0,27

0,27

0,27

0,27

0,27

Limestone (%)

0,24

0,24

0,24

0,24

0,24

0,24

0,24

0,24

0,24

Jumlah (%)

100

100

100

100

100

100

100

100

100

DL-Metionin (%)

0

0

0

0,25

0,25

0,25

0,35

0,35

0,35

Jgg aflatoksin (%)

0

50

100

0

50

100

0

50

100

Keterangan: Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB (2010);
M1A1= ransum basal + 0% metionin + 0 ppb aflatoksin, M1A2= ransum basal + 0%
metionin + 150 ppb aflatoksin, M1A3= ransum basal + 0% metionin + 300 ppb
aflatoksin, M2A1= ransum basal + 0,25% metionin + 0 ppb aflatoksin, M2A2= ransum
basal + 0,25% metionin + 150 ppb aflatoksin, M2A3= ransum basal + 0,25% metionin +
300 ppb aflatoksin, M3A1= ransum basal + 0,35% metionin + 0 ppb aflatoksin, M3A2=
ransum basal + 0,35% metionin + 150 ppb aflatoksin, M3A3= ransum basal + 0,35%
metionin + 300 ppb aflatoksin.

18
 

Tabel 6. Komposisi Ransum Periode Finisher (3-6 minggu)
Bahan pakan

Komposisi
M1A1

M1A2

M1A3

M2A1

M2A2

M2A3

M3A1

M3A2

M3A3

Jagung kuning (%) 52,00 52,00 52,00 52,00 52,00 52,00 52,00 52,00 52,00
Dedak padi (%)

13,00 13,00 13,00 13,00 13,00 13,00 13,00 13,00 13,00

Bgkl kedelai (%)

19,00 19,00 19,00 19,00 19,00 19,00 19,00 19,00 19,00

MBM (%)

8,10

8,10

8,10

8,10

8,10

8,10

8,10

8,10

8,10

CGM (%)

3,10

3,10

3,10

3,10

3,10

3,10

3,10

3,10

3,10

CPO (%)

5,00

5,00

5,00

5,00

5,00

5,00

5,00

5,00

5,00

Premix (%)

0,10

0,10

0,10

0,10

0,10

0,10

0,10

0,10

0,10

Garam (%)

0,20

0,20

0,20

0,20

0,20

0,20

0,20

0,20

0,20

Jumlah (%)

100

100

100

100

100

100

100

100

100

DL-Metionin (%)

0

0

0

0,25

0,25

0,25

0,35

0,35

0,35

Jgg aflatoksin (%)

0

50

100

0

50

100

0

50

100

Keterangan: Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB (2010);
M1A1= ransum basal + 0% metionin + 0 ppb aflatoksin, M1A2= ransum basal + 0%
metionin + 150 ppb aflatoksin, M1A3= ransum basal + 0% metionin + 300 ppb
aflatoksin, M2A1= ransum basal + 0,20% metionin + 0 ppb aflatoksin, M2A2= ransum
basal + 0,20% metionin + 150 ppb aflatoksin, M2A3= ransum basal + 0,20% metionin +
300 ppb aflatoksin, M3A1= ransum basal + 0,30% metionin + 0 ppb aflatoksin, M3A2=
ransum basal + 0,30% metionin + 150 ppb aflatoksin, M3A3= ransum basal + 0,30%
metionin + 300 ppb aflatoksin.

Penambahan DL-metionin pada periode starter yaitu sebesar 0, 0,25% dan
0,35%, sedangkan pada periode finisher sebesar 0, 0,20% dan 0,30%. Nilai
kandungan nutrien ransum starter dan finisher yang meliputi hasil analisis proksimat,
kandungan aflatoksin dan kandungan asam amino ransum diperlihatkan pada Tabel 7
dan 8.
Persiapan Kandang
Kandang yang dipakai untuk pemeliharaan terlebih dahulu dibersihkan
dengan disapu, disikat dan dibilas dengan detergen dan air. Kemudian setelah kering
kandang diberi sekat-sekat, dipasang papan nomor dan dikapur. Kandang dipasang
tirai lalu ke dalam setiap sekat ditaburkan sekam dan dipersiapkan tempat pakan dan
minumnya. Setelah itu kandang didesinfektan agar steril.

19
 

Tabel 7. Kandungan Nutrien dan Aflatoksin Ransum Periode Starter (0-3 minggu)
Nutrien

Komposisi
M1A1

M1A2

M1A3

M2A1

M2A2

M2A3

M3A1

M3A2

M3A3

PK (%)

23,37 23,80 23,93 23,74 23,90 23,38 25,53 24,60 24,62

LK (%)

3,82

4,18

3,04

3,42

3,74

3,41

3,55

3,83

3,50

SK (%)

4,52

4,11

3,76

3,48

4,37

4,51

3,44

3,65

4,47

Abu (%)

6,77

6,42

6,58

6,42

6,51

6,67

6,23

6,52

6,69

Beta-N (%)

46,75 47,04 48,13 47,71 46,95 46,40 47,35 47,56 46,98

Ca (%)

1,17

1,30

1,24

1,18

1,49

1,48

1,54

1,60

1,69

P (%)

1,00

1,06

1,03

1