Model otoregresi simultan dan otoregresi bersyarat untuk analisis kemiskinan di Provinsi Jawa Timur

(1)

MODEL OTOREGRESI SIMULTAN DAN OTOREGRESI

BERSYARAT UNTUK ANALISIS KEMISKINAN DI

PROVINSI JAWA TIMUR

MIRA MEILISA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Model Otoregresi Simultan dan Otoregresi Bersyarat untuk Analisis Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2011

Mira Meilisa G151080051


(3)

ABSTRACT

MIRA MEILISA. Model Simultaneously Autoregressive (SAR) and Conditional Autoregressive (CAR) for Poverty Analysis in East Java Province. Under direction of MUHAMMAD NUR AIDI, and ANIK DJURAIDAH

Poverty is one of the biggest problems in Indonesia. An approach to overcome this problem is determining the factors that affect poverty usually using ordinary least square regression model. However, poverty is not only influenced by explanatory variables but also poverty at surrounding locations. Therefore, this research employed spatial autoregressive models, i.e. Simultaneously Autoregressive (SAR) and Conditional Autoregressive (CAR). Spatial weighting matrix used in this study is the contiguity matrix. The statistics used for selection criteria model are the Akaike Information Criterion (AIC), the significancy of coefficient regression and variance parameters. The results show that they have same quality for spatial autoregressive models. The factors that affect poverty are the percentage of people who did not complete primary school (SD), the percentage of people who drink another kind of water instead of drinking water, and the percentage of people that getting healthy insurance, the percentage of people that getting subsidized rice, and the percentage of people that have poverty letter. LISA shows that hotspot of poverty on the island of Madura.

Keywords: Simultaneously Autoregressive (SAR), Conditional Autoregressive (CAR), dan Local Indicator of Spatial Association (LISA).


(4)

Analisis Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh MUHAMMAD NUR AIDI dan ANIK DJURAIDAH

Kemiskinan sudah lama menjadi masalah bangsa Indonesia yang belum terselesaikan. Hasil survey Badan Pusat Statistik (BPS) Maret 2008 menyatakan jumlah orang miskin di Indonesia sebanyak 34.96 juta jiwa atau 15.42 persen dari total jumlah penduduk. Strategi penanggulangan kemiskinan lebih efektif dengan pendekatan geografis yang akan berhubungan dengan sumber daya alam dan manusia.

Kemiskinan suatu wilayah dipengaruhi oleh kemiskinan di wilayah sekitarnya. Hal ini berdasarkan hukum geografi yang dikemukakan Tobler (1979) yang

berbunyi ”Segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang lebih dekat mempunyai pengaruh dari sesuatu yang jauh”. Adanya efek spasial merupakan hal yang lazim terjadi antara satu wilayah dengan wilayah yang lain, ini berarti bahwa wilayah yang satu mempengaruhi wilayah lainnya. Dalam statistika model yang dapat menjelaskan hubungan antara suatu wilayah dengan wilayah sekitarnya adalah model spasial.

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari hasil Pendataan Potensi Desa/Kelurahan tahun 2008 yang dilakukan oleh BPS dan telah dipublikasikan oleh BPS pada Provinsi Jawa Timur. Peubah respon pada penelitian ini adalah Headcount Index kemiskinan di tingkat kabupaten. Peubah-peubah penjelas yang digunakan adalah: persentase penduduk yang tidak tamat sekolah dasar, persentase rumah tangga yang menggunakan air minum yang tidak berasal dari air mineral, air PAM, pompa air, sumur atau mata air terlindung, persentase penduduk yang mendapatkan jaminan pemeliharaan kesehatan, persentase penduduk yang diperbolehkan membeli beras dengan harga murah bersubsidi, dan persentase penduduk yang mendapat surat miskin.

Penelitian ini akan menganalisis mengenai faktor-faktor kemiskinan pada Provinsi Jawa Timur dengan menggunakan model spasial otoregresif. Model spasial otoregresif diantaranya adalah Otoregresi Simultan/Simultaneously Autoregressive (SAR) dan Otoregresi Bersyarat/Conditional Autoregressive (CAR). Model SAR adalah model spasial yang mengamati peubah acak pada suatu lokasi secara simultan sedangkan model CAR adalah model yang mengamati peubah acak pada setiap lokasi bersyarat tertentu pada lokasi tetangga sekitarnya.

Wilayah Provinsi Jawa Timur dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu Jawa Timur daratan dan Pulau Madura. Luas wilayah Jawa Timur daratan hampir mencapai 90 persen dari luas keseluruhan, sedangkan wilayah Madura hanya sekitar 10 persennya. Oleh karena itu, penelitian ini akan dibagi kedalam dua kelompok yaitu kelompok pertama Provinsi Jawa Timur dengan melibatkan seluruh wilayah administratif dan kelompok kedua Provinsi Jawa Timur tanpa melibatkan Pulau Madura.

Hasil yang diperoleh dari penelitian memperlihatkan model SAR dan CAR sama baiknya. Hal ini terlihat dari nilai AIC, parameter korelasi spasial dan penduga ragam. Peubah yang menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi


(5)

kemiskinan di Jawa Timur adalah : persentase penduduk yang tidak tamat sekolah dasar, persentase rumah tangga yang menggunakan air minum yang tidak berasal dari air mineral, air PAM, pompa air, sumur atau mata air terlindung, persentase penduduk yang mendapatkan jaminan pemeliharaan kesehatan, persentase penduduk yang diperbolehkan membeli beras dengan harga murah bersubsidi, dan persentase penduduk yang mendapat surat miskin. Pencilan spasial kemiskinan pada peubah disebabkan oleh Pulau Madura. Pencilan itu terdapat pada: Kabupaten Bangkalan, Pamekasan, Sampang, dan Sumenep untuk Provinsi Jawa Timur dengan melibatkan seluruh wilayah administrasi. Sedangkan apabila Pulau Madura di hilangkan pencilan spasial terdapat pada pada Kabupaten Lumajang, Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, kota Probolinggo. Kabupaten Jombang, Nganjuk, Magetan, Ngawi, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, dan Kota Probolinggo.

Kata kunci: Otoregresi Simultan (SAR) dan Otoregresi Bersyarat (CAR), Indikator Lokal dan Asosiasi Spasial (LISA)


(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

MODEL OTOREGRESI SIMULTAN DAN OTOREGRESI

BERSYARAT UNTUK ANALISIS KEMISKINAN DI

PROVINSI JAWA TIMUR

MIRA MEILISA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Statistika

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(8)

(9)

Judul Tesis : Model Otoregresi Simultan dan Otoregresi Bersyarat untuk Analisis Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur

Nama : Mira Meilisa NIM : G151080051

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Muhammad Nur Aidi, M.S. Dr. Ir. Anik Djuraidah, M.S Ketua Anggota

Diketahui ,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Statistika

Dr. Ir. Erfiani, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S


(10)

segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah model spasial, dengan judul

“Model Otoregresi Simultan dan Otoregresi Bersyarat untuk Analisis Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur”. Penelitian yang dilakukan penulis merupakan bagian dari payung Hibah Penelitian Pascasarjana Departemen Statistika, Institut Pertanian Bogor yang didanai Direktorat Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Muhammad Nur Aidi, MS dan Ibu Dr. Ir. Anik Djuraidah, MS selaku pembimbing, yang telah memberikan bimbingan, kesabaran dan waktunya sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Aji Hamim Wigena, MS selaku penguji luar dan Bapak Dr. Ir. Asep Saefuddin, M.Sc. sebagai Ketua Tim Peneliti Hibah Pascasarjana tahun 2009-2010 dengan topik

“Pengembangan dan Aplikasi GeoInformatika Bayesian pada Data Kemiskinan di Indonesia (Studi Kasus di Jawa Timur)”, atas segala motivasi dan masukannya, serta ijin yang diberikan kepada penulis untuk turut terlibat di dalam hibah penelitian ini.

Penulis juga menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih kepada orang tua dan seluruh keluarga atas do’a, dukungan, dan kasih sayangnya. Terimakasih kepada teman-teman Statistika angkatan 2008 dan keluarga besar Statistika dan semua pihak terkait yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas bantuan, waktu dan kebersamaannya. Semoga karya ini dapat memberikan manfaat.

Bogor, Januari 2011


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padang, pada tanggal 25 Mei 1983 sebagai anak ke empat dari pasangan Bapak Drs. H. Rusdi Adnan dan Ibu Hj. Nursida Rasyid.

Tahun 2001 penulis menyelesaikan pendidikan di SMU Negeri 2 Padang dan pada tahun yang sama lulus melalui SPMB pada Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Padang. Pada tahun 2006 penulis menyelesaikan kuliah dan mulai mengajar di STKIP Ahlussunnah Bukittinggi. Pada tahun 2008 penulis diterima di Program Studi Statistika Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.


(12)

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Kemiskinan ... 3

Model Regresi ... 4

Model Otoregresif Simultan ... 4

Model Otoregresif Bersyarat ... 5

Matriks Pembobot Spasial ... 6

Pendugaan Korelasi Spasial pada SAR dan CAR ... 6

Pendugaan Parameter dan Pengujian Hipotesis untuk ... 7

Pengujian Hipotesis SAR dan CAR ... 9

Asosiasi Spasial ... 9

METODOLOGI Data ... 14

Metode Analisis ... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data ... 17

Analisis Model SAR ... 18

Analisis Model CAR ... 20

Analisis Perbandingan Model SAR dan CAR ... 21

Analisis Indeks Morans ... 23

Analisis LISA ... 24

Penentuan Pencilan Spasial Faktor Kemiskinan ... 26

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 33

Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Analisis perbandingan SAR ... 19

2 Analisis perbandingan CAR ... 21

3 Perbandingan analisis model SAR dan CAR Provinsi Jawa Timur ... 22

4 Indeks Moran Global Peubah Bebas ... 23

5 Hasil Analisis LISA untuk Provinsi Jawa Timur dengan seluruh wilayah administratif ... 24


(14)

Halaman

1 Sumbu koordinat pencaran Moran ... 12

2 Peta administratif wilayah kabupaten/kota di Jawa Timur ... 14

3 Deskripsi peubah yang digunakan kabupaten/kota di Jawa Timur ... 18

4 Plot antara Plot antara z dengan dan ……….. 22

5 Plot antara dan ... 23

6 Pencaran Morans dan peta tematik peubah X2 ... 27

7 Pencaran Morans dan peta tematik peubah X3 ... 28

8 Pencaran Morans dan peta tematik peubah X6 ... 29

9 Pencaran Morans dan peta tematik peubah X7 ... 30

10 Pencaran Morans dan peta tematik peubah X8 ... 31


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Hasil model SAR dan CAR untuk Provinsi Jawa Timur dengan

melibatkan seluruh wilayah administratif ………... 35

2 Hasil model SAR dan CAR untuk Provinsi Jawa Timur tanpa

melibatkan pulau Madura ………

36

3 Hasil analisis regresi untuk Provinsi Jawa Timur dengan melibatkan

seluruh wilayah administratif ………..

37

4 Hasil analisis regresi untuk Provinsi Jawa Timur tanpa melibatkan

Pulau Madura ………...


(16)

Latar Belakang

Kemiskinan sudah lama menjadi masalah bangsa Indonesia yang belum terselesaikan. Hasil survey Badan Pusat Statistik (BPS) Maret 2008 menyatakan jumlah orang miskin di Indonesia sebanyak 34.96 juta jiwa atau 15.42 persen dari total jumlah penduduk (BPS 2008). Rangkaian perubahan kondisi sosial, ekonomi, budaya, dan politik telah membentuk kekhasan karakter kemiskinan di Indonesia. Kemiskinan memberikan dampak negatif ke semua sektor, diantaranya: meningkatkan penganguran, kriminalitas, menjadi pemicu timbulnya bencana sosial, dan menghambat kemajuan suatu daerah. Oleh karena itu diperlukan suatu kajian mendalam yang mempertimbangkan faktor-faktor penyebab kemiskinan, sehingga dapat memberikan gambaran penyelesaian yang aplikatif bagi penanganan penanggulangan kemiskinan.

Strategi penanggulangan kemiskinan lebih efektif dengan pendekatan geografis yang akan berhubungan dengan sumber daya alam dan manusia. Hakim & Zuber (2008) menyatakan bahwa lokasi tempat tinggal, akses ke teknologi, dan ketersediaan sumber alam berpengaruh terhadap kemiskinan. Suparlan (1993) dalam studinya menunjukkan bahwa dampak negatif tata kelola pemerintah daerah yang buruk menyebabkan kerugian secara sistematik dalam penanggulangan kemiskinan.

Kemiskinan suatu wilayah dipengaruhi oleh kemiskinan di wilayah sekitarnya. Hal ini berdasarkan hukum geografi yang dikemukakan Tobler (1979) yang berbunyi ”Segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang lebih dekat mempunyai pengaruh dari sesuatu yang jauh”. Adanya efek spasial merupakan hal yang lazim terjadi antara satu wilayah dengan wilayah yang lain, ini berarti bahwa wilayah yang satu mempengaruhi wilayah lainnya. Dalam statistika model yang dapat menjelaskan hubungan antara suatu wilayah dengan wilayah sekitarnya adalah model spasial.

Analisis spasial telah banyak dikembangkan oleh beberapa peneliti di Indonesia diantaranya, Ardiansa (2010) memeriksa asosiasi spasial untuk melihat faktor yang mempengaruhi sebaran suara dan perolehan kursi pada pemilu


(17)

2

legislatif 2009. Rahmawati (2010) menyimpulkan bahwa model regresi terboboti geografis lebih baik digunakan untuk memodelkan rata-rata pengeluaran perkapita per bulan desa atau kelurahan dibandingkan analisis regresi. Model regresi terboboti geografis merupakan bagian dari analisis spasial dengan pembobotan berdasarkan posisi atau jarak satu lokasi pengamatan dengan lokasi pengamatan yang lain. Arisanti (2010) menyatakan bahwa model otoregresif lag spasial lebih baik dalam menentukan faktor-faktor kemiskinan di provinsi Jawa Timur dibandingkan regresi linier klasik. Ketiga penelitian ini menyimpulkan bahwa perubahan spasial berpengaruh terhadap pola asosiasi yang terbentuk.

Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, dalam penelitian ini akan menganalisis mengenai faktor-faktor kemiskinan pada provinsi Jawa Timur dengan menggunakan model spasial otoregresif. Model spasial otoregresif di antaranya adalah Otoregresif Simultan/Simultaneously Autoregressive (SAR) dan Otoregresif Bersyarat/Conditional Autoregressive (CAR). Model SAR adalah model spasial yang mengamati peubah acak pada suatu lokasi secara simultan sedangkan model CAR adalah model yang mengamati peubah acak pada setiap lokasi bersyarat tertentu di lokasi tetangga sekitarnya (Cressie 1993). Wilayah provinsi Jawa Timur terdiri atas 2 bagian besar yaitu Jawa Timur daratan dan Pulau Madura. Luas wilayah Jawa Timur daratan hampir mencapai 90 persen dari luas keseluruhan, sedangkan sisanya adalah wilayah Pulau Madura. Oleh karena itu, penelitian ini dibagi kedalam dua kelompok yaitu kelompok pertama Provinsi Jawa Timur dengan melibatkan seluruh wilayah administratif dan kelompok kedua Provinsi Jawa Timur tanpa melibatkan Pulau Madura.

Tujuan

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Membentuk model otoregresif simultan dan otoregresif bersyarat kemiskinan di Provinsi Jawa Timur

2. Menentukan faktor-faktor kemiskinan di Provinsi Jawa Timur

3. Mengetahui pola penyebaran kemiskinan di Provinsi Jawa Timur dengan menggunakan metode Indikator Lokal dan Asosiasi Spasial(LISA).


(18)

Kemiskinan

Bappenas (1993) mendefinisikan kemiskinan sebagai situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena kehendak oleh si miskin, melainkan karena keadaan yang tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. Menurut Suparlan (1993) kemiskinan didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan yang mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah. Data yang berkaitan dengan penduduk miskin belum tersedia secara komprehensif sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu, salah satu aspek penting untuk mendukung strategi penanggulangan kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran.

Tujuan pembangunan dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk, maka tujuan dasar dan paling esensial dari pembangunan tidak lain adalah meningkatkan kehidupan penduduk yang berada pada lapisan paling bawah atau penduduk miskin. Segala usaha dan kegiatan pembangunan telah dilakukan dan dimanfaatkan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Meskipun demikian masih sering dipertanyakan apakah dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini telah dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat dan meningkatkan harkat kehidupan. Tujuan pembangunan tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi juga memberikan penekanan dengan bobot yang sama pada aspek peningkatan tingkat pendapatan masyarakat dan aspek pemerataan.

Peningkatan tingkat pendapatan masyarakat bisa diartikan sebagai upaya mengurangi kemiskinan dan pemerataan. Hal ini berarti pengurangan kesenjangan pendapatan kelompok berpenghasilan rendah dan tinggi. Kondisi penduduk yang menyebar tersebut menyebabkan biaya pembangunan infrastruktur menjadi tinggi, sehingga jangkauan pelayanan yang dapat diberikan rendah. Rangkaian perubahan kondisi sosial, ekonomi, budaya, dan politik telah membentuk karakter kemiskinan di Indonesia. Oleh karena itu, penting mempertimbangkan


(19)

4

faktor-faktor penyebab kemiskinan sebagai landasan awal dalam penanganan masalah kemiskinan. Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan menurut Hartomo dan Aziz (1997) yaitu : pendidikan yang terlampau rendah, malas bekerja, keterbatasan sumber alam, terbatasnya lapangan kerja, keterbatasan modal, keterbatasan modal, dan beban keluarga.

Model Regresi

Regresi linier adalah persamaan matematika yang menggambarkan hubungan antara peubah respon y dan peubah bebas X (X1, X2,…, Xp). Hubungan antara

kedua peubah tersebut dapat dituliskan dalam bentuk persamaan:

dengan merupakan konstanta, merupakan nilai peubah bebas ke-p pada amatan ke-i, merupakan nilai koefisien peubah penjelas dan merupakan galat acak pengamatan ke-i. Bila dituliskan dalam bentuk matriks:

dengan .

Model Otoregresif Simultan

Model otoregresif simultan (SAR) adalah model spasial yang berasal dari persamaan regresi linear dimana galatnya dimodelkan dalam bentuk model otoregresif. Model otoregresif dapat dituliskan dalam bentuk persamaan:

Model SAR mengamati peubah acak pada satu lokasi dengan lokasi lainnya secara simultan. Misalkan { : Si (S1… Sn)} adalah proses Gaussian acak dimana

{ S1… Sn} bentuk lattice D. D = S1 S2 … Sn dan Si Sj = 0 ;


(20)

dimana menyebar distribusi normal ganda dengan rataan 0 dan matriks ragam peragam ( dengan I adalah matriks identitas dan dapat disimbolkan

dengan . Element dilambangkan dengan lokasi lattice

{si : 1, …, n}.B = adalah matriks korelasi spasial untuk model simultan dan

W adalah matrik pembobot spasial. Apabila dituliskan dalam bentuk matriks:

didefinisikan dan dengan E( =

dan Var = sehingga z .

Model Otoregresif Bersyarat

Model Otoregresif bersyarat (CAR) sama dengan model otoregresif simultan (SAR), tetapi pada model CAR, peluang pada satu lokasi ada apabila peluang pada lokasi lain diketahui. Model CAR merupakan model bersyarat yang mengamati peubah acak pada satu lokasi apabila lokasi lain telah diketahui (Besag 1974, diacu dalam Wall 2004). Jika z menyebar normal maka fungsi peluang bersyaratnya adalah :

dengan f adalah fungsi peluang bersyarat dari | , j=1,…, n ; i j. dan masing-masing adalah nilai tengah dan variansi kondisional. Model otoregresif bersyarat dapat dituliskan dalam bentuk:

dimana E( ) = dan adalah variansi kondisional. Apabila dituliskan dalam bentuk matriks:

Matriks korelasi spasial dengan B = . Sebaran gabungan z dengan sebaran peluang bersyarat , (I-C) dapat

dibalik, simetrik dan definit positif. adalah matriks n x n dan adalah matriks diagonal n x n.


(21)

6

Matriks Pembobot Spasial

Matriks pembobot spasial pada dasarnya merupakan matriks ketergantungan spasial (contiguity). Matriks ketergantungan spasial adalah matriks yang menggambarkan hubungan antar daerah. Kedekatan suatu daerah berdasarkan ketergantungan spasial biner, dimana

Nilai menggambarkan pengaruh alami yang diberikan wilayah ke-i untuk wilayah ke-j. Nilai 1 artinya daerah i dan daerah j berada bersebelahan dan nilai 0 artinya daerah i dan daerah j tidak bersebelahan (Lee dan Wong 2001). Baris pada matrik ketergantungan spasial menunjukkan hubungan spasial suatu daerah dengan daerah lain, sehingga jumlah nilai pada baris ke- i merupakan jumlah tetangga yang dimiliki oleh daerah i yang dinotasikan:

dimana ci. adalah total nilai baris ke-i dan cij = nilai pada baris ke-i kolom ke-j.

Untuk melihat seberapa besar pengaruh masing-masing tetangga terhadap suatu daerah dapat dihitung dari rasio antara nilai pada daerah tertentu dengan total nilai daerah tetangganya. Nilai pembobot ini menunjukkan kekuatan interaksi antar wilayah. Nilai pembobotan (wij) sesuai persamaan:

ij =

nilai ij ini adalah elemen matriks yang sudah dibakukan dimana jumlah setiap

baris sama dengan 1.

Pendugaan Korelasi Spasial ( ) pada SAR dan CAR

Matriks korelasi spasial B diperoleh dari perkalian matriks pembobot W dan penduga korelasi spasial ( ).


(22)

Fungsi log-likelihood korelasi spasial adalah:

Fungsi log-likelihood pada H0 adalah

Statistik uji Likelihood Rasio Test (LRT) merupakan selisih dari kedua fungsi likelihood di atas, sehingga

sehingga apabila diturunkan terhadap diperoleh penduga korelasi spasial ( ) yaitu:

z z z

zTWTW ) 1 TWT (

ρˆ

Untuk menguji signifikansi dari koefisien korelasi spasial ( ) digunakan LRT. Pengujian hipotesisnya adalah

H0 : ρ= 0 (tidak ada korelasi spasial)

H1 : ρ 0 ( ada korelasi spasial)

Kesimpulan : Tolak H0 jika nilai LRT >

Pendugaan Parameter dan Pengujian Hipotesis untuk a. Pendugaan Parameter SAR

Pendugaan parameter pada model CAR adalah menggunakan metode kemungkinan maksimum (Maximum Likelihood Estimator). Jika z menyebar normal maka fungsi kepekatan bersyaratnya adalah:


(23)

8

dengan fungsi kemungkinan maksimum

dengan meminimumkan fungsi maksimum likelihood diperoleh pendugaan parameter:

Apabila diturunkan terhadap , maka

Apabila diturunkan terhadap , maka

b.Pendugaan Parameter CAR

Pendugaan parameter pada model CAR diperoleh dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum (Maximum Likelihood Estimator). Penduga kemungkinan maksimum disebut juga penduga kuadrat terkecil umum/Generalized Least Squares (GLS) pada Waller dan Gotway (2004). Jika z menyebar normal maka fungsi kepekatan bersyaratnya adalah:


(24)

dengan fungsi kemungkinan maksimum

dengan meminimumkan fungsi maksimum likelihood diperoleh pendugaan parameter:

Apabila diturunkan terhadap , maka:

Apabila diturunkan terhadap maka:

Pengujian Hipotesis Model Otoregresif Simultan SAR dan CAR

Hipotesis untuk parameter koefisien pada model SAR dan CAR adalah :

dengan statistik uji F:

Jika Fh > F(k-1;n-k) maka tolak , dengan k adalah banyak koefisien regresi dan

n adalah ukuran contoh.

Asosiasi Spasial

Asosiasi spasial pada beberapa literatur tidak dibedakan dengan sebutan autokorelasi spasial, karena pada dasarnya secara definisi mengacu pada pemaknaan yang sama yaitu usaha mengukur hubungan antara dua objek di dalam suatu ruang yang saling berhubungan. Pada kasus spasial digunakan istilah asosiasi jika suatu data berbasis pada data areal (polygon) dan memiliki hubungan yang bersifat ketetanggaan jika data berbasis titik (point patern) dan memiliki


(25)

10

hubungan yang mengacu pada jarak. Silk (1979) dalam bukunya menjelaskan tentang autokorelasi berbasis pada data area ada yang bersifat positif dan negatif. Apabila dalam suatu daerah yang berdekatan mempunyai nilai yang mirip dan bersifat menggerombol dikatakan positif. Jika dalam suatu daerah yang berdekatan nilainya berbeda dan tidak mirip maka dikatakan negatif.

a. Indikator Lokal dan Asosiasi Spasial

Indikator Lokal dan Asosiasi Spasial/ Local Indicator of Spatial Association (LISA) merupakan metode yang dikembangkan oleh Anselin (1995) dalam suatu software yang dinamakan SpaceStat. Metode ini merupakan suatu metode eksplorasi data (area) untuk menguji kestasioneran dan mendeteksi pencilan spasial atas (hotspot) dan bawah (coldspot). Metode ini juga mampu menyajikannya data dalam bentuk visual. Pencilan spasial atas merupakan suatu wilayah yang memiliki nilai pengamatan dengan pengukuran tertinggi sedangkan pencilan spasial bawah merupakan pengukuran terendah jika dibandingkan dengan area sekitarnya pada suatu gugus data berbasis areal. Analisis ini bertujuan untuk menghasilkan pengelompokan wilayah (clustering) berdasarkan identifikasi terhadap wilayah pencilan spasial dan menemukan pola hubungan spasial yang berbasis lokal area. Pengertian dari basis lokal area adalah menguji setiap areal dan pengaruhnya terhadap aspek globalnya. nilai pengukuran diperoleh melalui Indeks Local Moran. Nilai ini merupakan penguraian dari nilai spasial global (Indeks Global Moran). Secara komputasi LISA diperoleh melalui

dengan merupakan fungsi komputasi dari dan , adalah nilai observasi dari wilayah ke- , sedangkan adalah nilai observasi dari wilayah lain ke- dari area . Ada beberapa asumsi dan metode yang dikombinasikan dalam LISA yaitu penggunaan matriks ketergantungan spasial sebagai pembobot spasial, penghitungan indeks lokal Moran dan pencaran Moran, serta penggunaan simulasi Monte Carlo. Pengujian statistik LISA dilakukan berdasarkan nilai pengamatan dengan menetapkan peringkat relatif nilai p. Kalkulasi nilai p dilakukan dengan


(26)

simulasi Monte Carlo, kalkulasi tersebut untuk melihat nilai observasi lebih tinggi atau lebih rendah dari nilai standar distribusi nol.

Patas = Pbawah =

dengan merupakan jumlah simulasi untuk hasil statistik ≥ dari hasil observasi, merupakan jumlah simulasi untuk hasil statistik ≤ dari hasil observasi, dan merupakan total dari simulasi Monte Carlo yang dilakukan. Sementara pengujian hipotesis dirumuskan sebagai berikut

H0 : Tidak ada asosiasi antara nilai observasi pada lokasi dengan nilai observasi

pada area sekitar lokasi.

H1: Lokasi terdekat memiliki nilai yang mirip atau berbeda (jauh), baik

bernilai positif atau negatif.

b.Moran Lokal dengan Pembobot Matriks Ketergantungan Spasial

Statistik Moran lokal berguna untuk pendeteksian pencilan spasial pada data area diskret, selain itu jika ada pengelompokkan dari beberapa pencilan spasial akan teridentifikasi sebagai gerombol lokal (local cluster). Moran lokal dengan pembobot matriks ketergantungan spasial didefinisikan sebagai berikut:

dengan ;

merupakan nilai pengamatan pada lokasi ke- , Nilai pengamatan pada lokasi lain ke– adalah nilai rataan dari peubah pengamatan, dan adalah ukuran pembobot antara wilayah ke- dan wilayah ke- , serta merupakan nilai kolom ke- dan ke- .

c. Pencaran Moran

Pencaran Moran menyediakan suatu analisis eksplorasi secara visual untuk mendeteksi autokorelasi spasial (Anselin, 1995). Hasil yang ditampilkan adalah data yang telah dibakukan dalam nilai z, dan bukan menggunakan data aslinya. Perolehan nilai z ini merupakan beda nilai antara pengamatan dengan nilai (rataan) harapan dari peubah. Nilai yang sudah di standardisasi mengacu pada


(27)

12

simpangan baku. Nilai z berdistribusi normal dan memiliki persamaan sebagai berikut.

z

i

=

dengan merupakan nilai dari peubah yang diamati di lokasi , merupakan nilai rataan dari peubah pada semua lokasi dan adalah simpangan baku dari peubah . Pencaran Morandisajikan berbasis pada data nilai z suatu lokasi pada satu sumbu, dan nilai nilai z rata-rata tetangganya pada sumbu yang lain. Secara visual pencaran Moran terbagi atas 4 kuadran seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Sumbu koordinat pencaran Moran

Kuadran pertama, terletak di kanan atas yang disebut juga kuadran tinggi-tinggi. Hal ini berarti memiliki autokorelasi positif, karena nilai pengamatan lokasi tersebut tinggi dan dikelilingi oleh area sekitar yang juga tinggi. Pola visual yang terbentuk adalah pola gerombol antara area bernilai pengamatan tinggi dan dilambangkan dengan warna merah tua. Kuadran kedua, terletak di kanan bawah yang disebut kuadran tinggi-rendah. Kuadran ini memiliki autokorelasi negatif, karena nilai pengamatan lokasi tersebut tinggi dan dikelilingi oleh area sekitar yang memiliki nilai rendah. Pola visual yang terbentuk adalah pola pencilan dengan nilai pengamatan tinggi (pencilan spasial) dilambangkan dengan warna merah muda. Kuadran ketiga, terletak di kiri bawah yang disebut kuadran

rendah-kuadran I tinggi-tinggi kuadran III

rendah-rendah

kuadran II tinggi-rendah kuadran IV

rendah-tinggi


(28)

rendah. Artinya kuadran ketiga memiliki autokorelasi positif, karena nilai pengamatan lokasi tersebut rendah dan dikelilingi oleh area sekitar yang juga rendah. Pola visual yang terbentuk adalah pola gerombol (cluster) antara area pengamatan yang rendah diberi lambang dengan warna biru tua. Kuadran keempat, terletak di kiri atas yang disebut kuadran rendah-tinggi, artinya memiliki autokorelasi negatif. Hal ini disebabkan nilai pengamatan lokasi tersebut rendah dan dikelilingi oleh area yang tinggi. Pola visual yang terbentuk adalah pola pencilan dengan nilai pengamatan rendah yang dilambangkan dengan warna biru muda.


(29)

METODOLOGI

Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data dan Informasi Kemiskinan tahun 2008 yang telah dipublikasikan oleh BPS. Data ini adalah data sekunder yang berasal dari data Potensi Desa tahun 2008 yang dilakukan oleh BPS provinsi Jawa Timur. Provinsi Jawa Timur terdiri atas 29 kabupaten dan 9 kota seperti terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Peta administratif wilayah kabupaten/kota di Jawa Timur

Keterangan kode wilayah 38 kabupaten/kota di Jawa Timur: Kode Kabupaten

01. Pacitan 09. Jember 17. Jombang 25. Gresik 02. Ponorogo 10. Banyuwangi 18. Nganjuk 26. Bangkalan 03. Trenggalek 11. Bondowoso 19. Madiun 27. Sampang 04. Tulungagung 12. Situbondo 20. Magetan 28. Pamekasan 05. Blitar 13. Probolinggo 21. Ngawi 29. Sumenep 06. Kediri 14. Pasuruan 22. Bojonegoro

07. Malang 15. Sidoarjo 23. Tuban 08. Lumajang 16. Mojokerto 24. Lamongan Kode Kota

71. Kota Kediri 74. Kota Probolinggo 77. Kota Madiun 72. Kota Blitar 75. Kota Pasuruan 78. Kota Surabaya 73. Kota Malang 76. Kota Mojokerto 79. Kota Batu

Peubah respon pada penelitian ini adalah Headcount Index kemiskinan di tingkat kabupaten. Headcount Index adalah persentase penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan (GK). GK merupakan penjumlahan dari Garis


(30)

Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan GKNM. Penduduk yang yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah GK dikategorikan penduduk miskin (BPS, 2008). GKM adalah jumlah nilai pengeluaran dari 52 komoditi dasar makanan yang riil dikonsumsi penduduk referensi, kemudian disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Penyetaraan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan dilakukan dengan menghitung harga rata-rata kalori dari ke-52 komoditi tersebut. GKNM adalah penjumlahan nilai kebutuhan minimum dari komoditi-komoditi non makanan terpilih yang meliputi perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan.

Peubah bebas yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Pendidikan

Angka buta huruf (X1) yaitu persentase penduduk yang tidak dapat membaca.

Penduduk yang berpendidikan rendah (X2) adalah persentase penduduk yang

mempunyai pendidikan di bawah SD. 2. Fasilitas Perumahan

Rumah tangga pengguna air bersih (X3) adalah persentase rumah tangga yang

menggunakan air minum yang berasal dari air mineral, air PAM, pompa air, sumur atau mata air terlindung. Luas lantai per kapita (X4) dimana departemen

kesehatan menyatakan bahwa sebuah rumah dikategorikan sebagai rumah sehat apabila luas lantai per kapita yang ditempati minimal 8 m2.

3. PDRB

PDRB perkapita (X5) adalah jumlah pendapatan domestik regional bruto yang

dibagi jumlah penduduk. PDRB adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah pada kurun waktu tertentu. Salah satu metode yang digunakan yaitu dengan menjumlahkan semua nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi yang dikelompokkan dalam 9 sektor yaitu: pertanian, pertambangan, dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas, dan air minum; konstruksi; perdagangan, hotel, dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan.


(31)

16

4. Program Pemerintah

Askeskin (X6) adalah persentase penduduk yang mendapatkan jaminan

pemeliharaan kesehatan yang ditandai dengan memiliki kartu peserta jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat miskin. Raskin (X7) adalah persentase

penduduk yang diperbolehkan membeli beras dengan harga murah bersubsidi. Surat Miskin (X8) adalah persentase penduduk yang mendapat surat miskin yang

merupakan kelompok rumah tangga di bawah 20 persen kelompok pengeluaran terbawah.

Metode Analisis

Langkah-langkah analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1. Memeriksa peubah yang masuk ke dalam model dengan menggunakan metode stepwise.

2. Membentuk matriks pembobot spasial W dengan nilai 0 atau 1 yang menggambarkan struktur tetangga terdekat untuk masing-masing unit. Nilai 1 artinya daerah i dan daerah j bersebelahan dan nilai 0 artinya daerah i dan daerah j tidak bersebelahan.

3. Membentuk model SAR dan CAR. 4. Menguji korelasi spasial ).

5. Mencari model terbaik dengan menggunakan metode Akaike’s Information Criterion (AIC). Metode AIC didasarkan pada metode penduga kemungkinan maksimum. Untuk menghitung nilai AIC digunakan rumus sebagai berikut :

-2 log L + 2p

dengan L adalah log-likelihood dan p adalah banyaknya parameter dalam model

6. Memetakan pola penyebaran kemiskinan berdasarkan peubah yang signifikan di provinsi Jawa Timur dengan menggunakan Indeks Moran.

7. Menarik kesimpulan.

Analisis dilakukan dengan menggunakan software R.2.11.0, Arcview GIS 3.3, dan Spacestat.


(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Data

Jawa Timur adalah sebuah provinsi di bagian timur Pulau Jawa yang terdiri dari 29 Kabupaten dan 9 Kota. Secara umum wilayah provinsi Jawa Timur dapat dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu Jawa Timur daratan dan Pulau Madura. Luas wilayah Jawa Timur daratan hampir mencapai 90 persen dari luas keseluruhan, sedangkan wilayah Madura hanya sekitar 10 persen. Sehingga penelitian ini dibagi kedalam dua kelompok, kelompok pertama Provinsi Jawa Timur dengan melibatkan seluruh wilayah administratif dan kelompok kedua Provinsi Jawa Timur tanpa melibatkan pulau Madura untuk melihat model yang dihasilkan dan pola spasial yang terjadi.

Pembentukan model SAR dan CAR diawali dengan pemilihan peubah yang digunakan dalam model menggunakan metode stepwise. Hasil pemeriksaan metode stepwise menunjukkan dari delapan peubah yang digunakan terdapat lima peubah yang signifikan yaitu X2, X3, X6, X7, dan X8. Diagram kotak garis untuk

peubah yang diamati memperlihatkan pola penyebaran data yang disajikan pada Gambar 3. Keragaman data yang besar terdapat pada peubah bebas X2

(penduduk yang berpendidikan di bawah SD), X3 (rumah tangga yang

menggunakan air bersih), X6 (penduduk yang mendapat asuransi kesehatan), X8

(penduduk yang mendapat surat miskin), dan peubah respon Z (persentase penduduk di bawah garis kemiskinan). Nilai keragaman data yang kecil terdapat pada peubah bebas X7 (penduduk yang membeli beras bersubsidi) .

Pencilan data pada peubah X2 (penduduk yang berpendidikan di bawah SD)

terdapat pada Kabupaten Sampang dan Sumenep yang mempunyai persentase yang lebih besar dibandingkan kabupaten/kota lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan pendidikan pada kabupaten ini belum cukup baik. Berbeda dengan peubah X7 (penduduk yang membeli beras bersubsidi), pencilan terdapat

pada Kabupaten Sampang dan Bangkalan. Nilai Persentase penduduk yang

membeli beras bersubsidi pada daerah ini memperlihatkan persentase yang relatif sama sehingga pencilan yang terlihat cenderung berimpit.


(33)

18 z x8 x7 x6 x3 x2 35 30 25 20 15 10 5 0 P e r s e n t a s e

Gambar 3 Deskripsi peubah yang digunakan kabupaten/kota di Jawa Timur Analisis Model SAR

Analisis model SAR pada provinsi Jawa Timur dengan melibatkan seluruh wilayah administratif memperlihatkan bahwa persentase penduduk miskin dipengaruhi beberapa peubah yang signifikan. Uji Likelihood Ratio Test (LRT) memperlihatkan dari lima peubah bebas yang digunakan pada tahun 2008 diperoleh nilai korelasi spasial = 0.121 dengan nilai LR test = 4.476 dan nilai p = 0.034. Hal ini menunjukkan model nyata pada taraf α = 10%. Pengamatan suatu wilayah atau lokasi yang berdekatan akan berpengaruh terhadap pengamatan pada lokasi di sekitarnya (Tobler, 1979). Uji signifikansi peubah pada Tabel 1 menunjukkan bahwa semua peubah yang dimasukkan dalam model adalah signifikan yaitu : X2, X3, X6, X7, dan X8.

Kenaikan X2 sebesar satu satuan akan menyebabkan kenaikan persentase

penduduk miskin sebesar 0.85 persen. Pendidikan merupakan faktor penting dalam meningkatkan sumber daya manusia. Rendahnya mutu pendidikan merupakan salah satu faktor penghambat penyediaan sumber daya manusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang. Kenaikan X3 sebesar satu satuan akan menyebabkan kenaikan

persentase penduduk miskin sebesar 0.13 persen. Kenaikan X6 sebesar satu

satuan akan menyebabkan kenaikan persentase penduduk miskin sebesar 0.11 persen. Kenaikan X7 sebesar satu satuan akan menyebabkan kenaikan persentase

penduduk miskin sebesar 0.36 persen. Kenaikan X8 sebesar satu satuan akan

menyebabkan kenaikan persentase penduduk miskin sebesar 0.36 persen. Banyaknya program bantuan yang dilakukan pemerintah untuk penduduk berupa pemberian surat miskin, jaminan kesehatan (Askeskin), dan bantuan beras bersubsidi (raskin) juga memperlihatkan kondisi penduduk daerah tersebut.


(34)

Semakin banyak penduduk yang memperoleh bantuan, memperlihatkan tingginya tingkat kemiskinan di daerah tersebut. Hal ini menyebabkan peningkatan persentase penduduk di bawah garis kemiskinan di Provinsi Jawa Timur.

Analisis pada Provinsi Jawa Timur tanpa Pulau Madura menggunakan uji LRT memperlihatkan dari lima peubah bebas yang digunakan pada tahun 2008 diperoleh nilai korelasi spasial = 0.022 dengan nilai LRT = 0.057 dan nilai p = 0.812. Hal ini menunjukkan model tidak nyata pada taraf α = 10% yang mengindikasikan tidak terdapat pengaruh spasial. Berdasarkan hasil yang diperoleh terlihat kemiskinan pada satu wilayah tidak mempengaruhi wilayah lain. Uji signifikansi peubah pada Tabel 1 menunjukkan bahwa peubah yang signifikan adalah X2, X3, dan X7.

Kenaikan X2 sebesar satu satuan akan menyebabkan kenaikan persentase

penduduk miskin sebesar 0.40 persen. Kenaikan X3 sebesar satu satuan akan

menyebabkan kenaikan persentase penduduk miskin sebesar 0.20 persen dan kenaikan X7 sebesar satu satuan akan menyebabkan kenaikan persentase

penduduk miskin sebesar 0.59 persen apabila peubah lain dianggap konstan. Peningkatan persentase penduduk yang berpendidikan di bawah SD, persentase penduduk yang menggunakan fasilitas air bersih, dan persentase penduduk yang menerima beras bersubsidi akan meningkatkan persentase penduduk miskin di wilayah tersebut.

Tabel 1 Analisis perbandingan SAR Provinsi Jawa Timur Melibatkan seluruh

wilayah administratif Tanpa pulau Madura

Koefisien Nilai p Koefisien Nilai p

0.121 0.034* 0.022 0.812

(Intercept) 3.269 1.78E-15* 3.071 3.11E-15

X2 0.849 2.2E-16* 0.399 0.005*

X3 0.133 0.051* 0.203 0.001*

X6 0.114 0.016* 0.052 0.321

X7 0.358 1.33E-15* 0.588 9.48E-14*

X8 0.357 6.60E-05* 0.092 0.512


(35)

20

Analisis Model CAR

Uji LRT untuk Provinsi Jawa Timur dengan melibatkan seluruh wilayah administratif memperlihatkan dari lima peubah bebas yang digunakan pada tahun

2008 nilai korelasi spasial = 0.157 dengan nilai LRT = 3.739 dan nilai p = 0.053. Hal ini menunjukkan model nyata pada taraf α = 10%. Uji signifikansi

menunjukkan semua peubah signifikan untuk semua peubah yang digunakan dalam model (Tabel 2). Kenaikan peubah X2 sebesar satu satuan akan

menyebabkan kenaikan persentase penduduk miskin sebesar 0.83 persen Kenaikan peubah X3 satu satuan akan menyebabkan kenaikan persentase sebesar

0.14 persen. Apabila dilihat dari peubah X6 , X7, dan X8 , menunjukkan kenaikan

peubah ini sebesar satu satuan akan menaikkan persentase penduduk miskin sebesar 0.11 persen , 0.35 persen, dan 0.36 persen apabila peubah lain dianggap konstan.

Peubah yang mempengaruhi persentase penduduk di bawah garis kemiskinan adalah jumlah penduduk yang berpendidikan di bawah SD, rumah tangga yang menggunakan air bersih, penduduk yang mendapatkan asuransi kesehatan, beras bersubsidi, dan surat miskin. Peningkatan penduduk yang berpendidikan rendah akan menyebabkan rendahnya kualitas sumber daya manusia di suatu wilayah, sehingga akan mempengaruhi kemampuan daerah itu meningkatkan kesejahteraan penduduknya. Peningkatan rumah tangga yang menggunakan air mineral, PAM, sumur yang menyebabkan kenaikan persentase penduduk di bawah garis kemiskinan sangat bertentangan dengan teori yang ada. Peningkatan rumah tangga yang menggunakan air mineral, PAM, sumur sama sekali tidak menurunkan persentase penduduk di bawah garis kemiskinan. Kenaikan persentase penduduk yang mendapatkan surat miskin juga merupakan hal yang berpengaruh dalam meningkatkan persentase penduduk di bawah garis kemiskinan. Semakin banyak penduduk yang mendapatkan surat miskin semakin memperlihatkan bahwa banyak terdapat penduduk miskin di daerah tersebut. Kenaikan persentase penduduk yang menerima asuransi kesehatan dan penerima beras miskin menyebabkan kenaikan persentase kemiskinan pada model CAR.

Uji LRT untuk Provinsi Jawa Timur tanpa Pulau Madura memperlihatkan dari


(36)

= 0.029 dengan nilai LRT = 0.039 dan nilai p = 0.843. Hal ini menunjukkan

model tidak nyata pada taraf α = 10%. Uji signifikansi menunjukkan peubah

signifikan yang digunakan dalam model (Tabel 2). Kenaikan peubah X2 sebesar

satu satuan akan menyebabkan kenaikan persentase penduduk miskin sebesar 0.39 persen. Kenaikan peubah X3 dan X7 sebesar satu satuan akan menyebabkan

kenaikan persentase sebesar 0.20 persen dan 0.58 persen apabila peubah lain dianggap konstan.

Tabel 2 Analisis perbandingan CAR Provinsi Jawa Timur Melibatkan seluruh

wilayah administratif Tanpa pulau Madura

Koefis

ien Nilai p Koefisien Nilai p

0.121 0.034* 0.029 0.843

(Intercept) 3.213 1.20E-14 3.071 2.67E-15

X2 0.836 < 2.2e-16* 0.392 0.005*

X3 0.146 0.035* 0.205 0.001*

X6 0.119 0.017* 0.053 0.319

X7 0.353 1.55E-15* 0.589 4.80E-14*

X8 0.363 8.76E-05* 0.093 0.506

*) signifikan pada = 10%

Analisis perbandingan Model SAR dan CAR

Beberapa kiteria yang digunakan dalam melihat uji kebaikan model dalam model SAR dan CAR adalah AIC, penduga ragam, nilai koefisien korelasi spasial, dan plot antara z dengan dan . Selain itu pengujian hipotesis terhadap z dengan juga bisa digunakan untuk melihat kebaikan model. Hipotesis yang dipakai adalah H0 : = 1 vs H1 : .

Tabel 3 memperlihatkan uji kebaikan model AIC model SAR lebih baik daripada model CAR. Provinsi Jawa Timur dengan melibatkan seluruh wilayah administratif memperlihatkan nilai AIC model SAR = 111.95 lebih kecil dibandingkan model CAR = 112.69. Dilihat dari nilai penduga ragam model SAR = 0.82 yang lebih kecil dibandingkan dengan model CAR = 0.83. Plot antara dengan peubah z seperti terlihat pada Gambar 4a memperlihatkan model SAR dan model CAR cenderung linier. Hal ini terlihat dengan titik-titik yang cenderung berimpit antar kedua model tersebut.


(37)

22

Uji kebaikan model pada Provinsi Jawa Timur tanpa Pulau Madura terlihat nilai AIC model SAR = 94.781 lebih kecil dibandingkan model CAR = 94.799. Dilihat dari nilai penduga ragam model SAR dan model CAR mempunyai nilai yang sama yaitu 0.77. Plot antara z dengan dan seperti terlihat pada Gambar 4b memperlihatkan model SAR dan CAR cenderung lebih linier. Hal ini juga didukung dengan pola linier yang terbentuk dari plot dan pada Gambar 5.

Pengujian hipotesis H0 : = 1 vs H1 : untuk z dengan dan

dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4. Sedangkan pengujian hipotesis H0 : = 1 vs H1 : untuk dan dapat dilihat pada lampiran 5 dan 6.

Analisi regresi memperlihatkan bahwa model signifikan pada = 10 %. Hal ini terlihat pada Provinsi Jawa Timur dengan melibatkan seluruh wilayah administratif dan tanpa melibatkan Pulau Madura sehingga dapat disimpulkan bahwa model SAR dan CAR sama baiknya.

Tabel 3 Perbandingan analisis Model SAR dan CAR Provinsi Jawa Timur Seluruh wilayah administratif Tanpa Pulau Madura

Kriteria SAR CAR SAR CAR

AIC 111,95 112,69 94.781 94.799

0.82 0.83 0.77 0.77

0.121 0.157 0.021 0.029

35 30 25 20 15 10 35 30 25 20 15 10 5 z zcar_1 zsar_1 Variable

a. Seluruh wilayah administratif

20.0 17.5 15.0 12.5 10.0 7.5 5.0 35 30 25 20 15 10 5 z zcar zsar Variable

b.Tanpa Pulau Madura


(38)

35 30 25 20 15 10 35 30 25 20 15 10 zsar z c a r

a. Seluruh wilayah administratif

20.0 17.5 15.0 12.5 10.0 7.5 5.0 20.0 17.5 15.0 12.5 10.0 7.5 5.0 zcar z s a r

b.Tanpa Pulau Madura Gambar 5 Plot antara dan Provinsi Jawa Timur

Analisis Indeks Moran

Hasil perhitungan Indeks Moran pada Tabel 4 menguji pola asosiasi spasial yang terjadi secara umum pada wilayah di Provinsi Jawa Timur. Hasil analisis berdasarkan seluruh wilayah administrasi sebaran masing-masing peubah bebas yang digunakan pada model SAR dan CAR menunjukkan nilai yang signifikan kecuali X7. Sedangkan Provinsi Jawa Timur tanpa melibatkan Pulau Madura

menunjukkan nilai yang signifikan untuk semua peubah kecuali X6 dan X7.

Signifikansi pada tiap peubah menunjukkan terjadi asosiasi spasial antara wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur.

Tabel 4 Indeks Moran global peubah bebas Provinsi Jawa Timur

Seluruh wilayah administratif Tanpa Pulau Madura Peubah Indeks Moran Nilai p Indeks Moran Nilai p

X2 0.582 0.002* 0.260 0.011*

X3 0.417 0.003* 0.191 0.036*

X6 0.277 0.011* 0.123 0.116

X7 0.005 0.301 -0.039 0.445

X8 0.339 0.008* 0.286 0.006*

Z 0.486 0.002 0.239 0.026


(39)

24

Analisis LISA

Berdasarkan hasil analisis LISA untuk peubah bebas di Provinsi Jawa Timur menunjukkan nilai yang signifikan pada beberapa wilayah (Tabel 5). Peubah X2

mengindikasikan terjadinya pencilan spasial atas pada Kabupaten Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan. Peubah X3 mengindikasikan terjadinya pencilan

spasial atas pada Kabupaten Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Peubah X6 mengindikasikan terjadinya pencilan spasial pada Kabupaten Sampang,

Pamekasan dan Sumenep. Hal ini memperlihatkan bahwa nilai pengamatan berada di atas rata-rata wilayah lain.

Tabel 5 Hasil analisis LISA untuk Provinsi Jawa Timur dengan seluruh wilayah administratif

Peubah

wilayah

signifikan nilai Z

rata-rata

tetangga Z (Z): Ii

Tinggi/

rendah nilai p X2 Bangkalan 2.772 3.260 9.039 Tinggi-tinggi 0.031

Sampang 3.260 1.844 6.011 Tinggi-tinggi 0.015 Pamekasan 0.915 2.185 1.999 Tinggi-tinggi 0.012 X3 Bangkalan 2.3085 1.346 3.108 Tinggi-tinggi 0.081

Sampang 1.346 2.060 2.774 Tinggi-tinggi 0.009 Pamekasan 1.812 1.527 2.767 Tinggi-tinggi 0.022 Sumenep 1.707 1.812 3.094 Tinggi-tinggi 0.052 X6 Sampang 1.626 1.459 2.373 Tinggi-tinggi 0.063

Pamekasan 2.449 1.119 2.742 Tinggi-tinggi 0.047 Sumenep 0.613 2.449 1.502 Tinggi-tinggi 0.042 X7 Pamekasan -0.393 1.952 -0.768 Rendah-tinggi 0.045

X8 Sumenep 0.977 1.590 1.554 Tinggi-tinggi 0.081

K.probolinggo -0.193 2.162 -0.417 Rendah-tinggi 0.002 Z Bangkalan 2.125 2.383 5.065 Tinggi-tinggi 0.019 Pamekasan 1.225 2.026 2.482 Tinggi-tinggi 0.018 Sampang 2.383 1.675 3.992 Tinggi-tinggi 0.014 *) signifikan pada = 10%

Berbeda dengan peubah yang lainnya, pada peubah X7 dan X8 terdeteksi

pencilan spasial bawah yang artinya pada wilayah tersebut nilai observasi berada di bawah nilai rata-rata wilayah lain. Pada peubah X7 pencilan spasial bawah

terdeteksi pada Kabupaten Pamekasan sedangkan peubah X8 terdeteksi pada Kota


(40)

terdeteksi pencilan spasial atas pada Kabupaten Sumenep. Peubah respon Z juga mendeteksi pencilan spasial atas pada Kabupaten Bangkalan, Pamekasan, dan Sampang.

Tabel 6 Hasil analisis LISA untuk Provinsi Jawa Timur tanpa Pulau Madura Peubah wilayah signifikan nilai Z rata-rata

tetangga Z (Z): Ii

Tinggi/ rendah

nilai p X2 Lumajang 0.305 1.164 0.355 Tinggi-tinggi 0.048

Jember 0.896 1.239 1.110 Tinggi-tinggi 0.036 Banyuwangi 0.059 1.107 0.065 Tinggi-tinggi 0.04 Bondowoso 1.425 1.281 1.826 Tinggi-tinggi 0.005 Situbondo 1.000 1.551 1.551 Tinggi-tinggi 0.018 Probolinggo 3.169 0.649 2.059 Tinggi-tinggi 0.04 K.Probolinggo -0.218 3.169 -0.689 Rendah-tinggi 0.002 X3 Jombang 0.409 0.808 0.330 Tinggi-tinggi 0.055

Nganjuk 1.666 0.732 1.219 Tinggi-tinggi 0.072 Magetan 0.715 1.004 0.718 Tinggi-tinggi 0.08 Ngawi 1.654 0.984 1.627 Tinggi-tinggi 0.074 Bojonegoro 1.402 1.025 1.436 Tinggi-tinggi 0.021 Tuban 0.336 1.326 0.445 Tinggi-tinggi 0.028 Lamongan 1.249 0.899 1.123 Tinggi-tinggi 0.021 X6 Bojonegoro -0.266 0.850 -0.227 Rendah-tinggi 0.098

X7 K. Probolinggo 0.359 2.678 0.962 Tinggi-tinggi 0.08

X8 Banyuwangi -0.431 0.689 -0.297 Rendah-tinggi 0.096

Bojonegoro 1.513 0.790 1.195 Tinggi-tinggi 0.07 Tuban 1.790 1.231 2.205 Tinggi-tinggi 0.076 K. Probolinggo -0.084 2.304 -0.195 Rendah-tinggi 0.02 Z Tuban 1.713 1.247 2.137 Tinggi-tinggi 0.033 K. Probolinggo -0.141 2.467 -0.348 Rendah-tinggi 0.002 *) signifikan pada = 10%

Berdasarkan analisis LISA untuk peubah bebas di Provinsi Jawa Timur menunjukkan nilai yang signifikan pada beberapa wilayah (Tabel 6). Peubah X2

mengindikasikan terjadinya pencilan spasial atas pada Kabupaten Lumajang, Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, dan Probolinggo. Sedangkan pencilan spasial bawah terdapat pada Kota Probolinggo. Peubah X3

mengindikasikan terjadinya pencilan spasial atas pada Kabupaten Jombang, Nganjuk, Magetan, Ngawi, Bojonegoro, Tuban, dan Lamongan. Peubah X6


(41)

26

Hal ini memperlihatkan bahwa nilai observasi berada di bawah rata-rata wilayah lain. Peubah X7 memperlihatkan terjadinya pencilan spasial atas di Kota

Probolinggo. Berbeda dengan peubah yang lainnya, pada peubah X8 terdeteksi

pencilan spasial atas dan pencilan spasial bawah. Pencilan spasial bawah mengindikasikan pada wilayah tersebut nilai observasi berada di bawah nilai rata-rata wilayah lain tepatnya pada Kabupaten Banyuwangi dan Kota Probolinggo, sedangkan pencilan spasial atas terdapat Kabupaten Bojonegoro dan Tuban. Peubah respon Z memperlihatkan adanya nilai pencilan spasial atas dan pencilan spasial bawah. Nilai pencilan spasial terdeteksi pada Kabupaten Tuban dan pencilan spasial pada Kota Probolinggo.

Penentuan Pencilan Spasial Faktor Kemiskinan

Perbandingan dalam bentuk asosiasi spasial pada masing-masing peubah berdasarkan wilayah administrasi dapat dilihat pada pencaran Moran dan peta tematik. Pencaran Moran dan peta tematik dapat memperlihatkan bentuk sebaran peubah pada masing-masing kabupaten/kota adalah:

1. Peubah X2 (pendidikan rendah)

Analisis plot yang ditunjukkan pada Gambar 6 menunjukkan pola titik yang berada pada satu kuadran yang sama. Dalam konteks LISA yang berbasis pada area lokal maka level signifikansi diukur pada masing-masing titik pada plot maupun area pada peta. Pada wilayah kabupaten/kota yang yang terletak pada Pulau Madura terjadi proses penggerombolan wilayah (Clustering) yang melibatkan 3 kabupaten/kota yaitu Kabupaten Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan.

Proses penggerombolan antar wilayah terbentuk karena korelasi yang bersifat positif antar tiga kebupaten tersebut. Label tinggi-tinggi yang diberikan untuk wilayah berwarna merah mengindikasikan bahwa wilayah-wilayah tersebut memiliki nilai pengamatan yang tinggi dibanding wilayah lain di sekitar penggerombolan yang terbentuk. Pencaran Moran pada Gambar 6 menunjukkan pola titik pada kuadran yang berbeda. Wilayah kabupaten/kota pada Gambar 5b memperlihatkan terjadinya penggerombolan pada bagian selatan Provinsi Jawa


(42)

Timur. Sebelumnya wilayah tersebut secara spasial tidak teridentifikasi sebagai label tinggi-tinggi. Menggunakan analisis LISA dengan menghilangkan Pulau Madura wilayah tersebut bergabung dalam penggerombolan tinggi-tinggi. Penggerombolan wilayah (clustering) terdapat pada Kabupaten Lumajang, Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, dan Kota Probolinggo.

a. Seluruh wilayah administrasi

b. Tanpa Pulau Madura

Gambar 6 Pencaran Moran dan peta tematik peubah X2

2. Peubah air bersih (X3)

Pencaran Moran yang ditunjukkan pada Gambar 7 menunjukkan pola titik yang berada pada satu kuadran yang sama. Pada wilayah kabupaten/kota yang yang terletak pada Pulau Madura terjadi proses penggerombolan wilayah (clustering) yang melibatkan 3 kabupaten/kota yaitu Kabupaten Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan (Gambar 7a). Proses penggerombolan antar wilayah terbentuk karena korelasi yang bersifat positif antar empat kebupaten tersebut.


(43)

28

Label tinggi-tinggi yang diberikan untuk wilayah berwarna merah mengindikasikan bahwa wilayah-wilayah tersebut memiliki nilai pengamatan yang tinggi dibanding wilayah lain di sekitar penggerombolan yang terbentuk. Pada Gambar 7b Penggerombolan wilayah (clustering) terdapat Kabupaten Jombang, Nganjuk, Magetan, Ngawi, Bojonegoro, Tuban, dan Lamongan.

a. Seluruh wilayah administrasi

d. b. Tanpa Pulau Madura

Gambar 7 Pencaran Moran dan peta tematik peubah X3

3. Peubah Askeskin (X6)

Analisis pencaran Moran yang ditunjukkan pada Gambar 8 menunjukkan pola titik yang berada pada kuadran yang berbeda. Pada Gambar 8b terdapat nilai pangamatan terdeteksi sebagai pencilan yang bersifat rendah. Hal ini menunjukkan pada wilayah tersebut merupakan titik terlemah dibandingkan wilayah lain. Warna biru muda, mengindikasikan rendah-tinggi yang artinya wilayah tersebut rendah dibandingkan wilayah disekitarnya. Wilayah tersebut adalah kabupaten Subang.

Pada wilayah kabupaten/kota yang yang terletak pada pulau Madura terjadi proses penggerombolan wilayah (clustering) yang melibatkan 3 kabupaten/kota yaitu: Kabupaten Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan (Gambar 8a). Proses


(44)

penggerombolan antar wilayah terbentuk karena korelasi yang bersifat positif antar empat kebupaten tersebut. Label tinggi-tinggi yang diberikan untuk wilayah berwarna merah mengindikasikan bahwa wilayah-wilayah tersebut memiliki nilai pengamatan yang tinggi dibanding wilayah lain di sekitar penggerombolan yang terbentuk. Pada Gambar 8b pencilan terlihat pada Kabupaten Bojonegoro yang bersifat rendah, artinya pada wilayah tersebut merupakan titik terlemah dibandingkan wilayah lain.

a. Seluruh wilayah administrasi

b. Tanpa Pulau Madura Gambar 8 Pencaran Moran dan peta tematik peubah X6

4. Peubah beras miskin (X7)

Analisis pencaran Moran yang ditunjukkan pada Gambar 9 menunjukkan pola titik yang berada pada satu kuadran yang berbeda. Terdapat nilai pangamatan terdeteksi sebagai pencilan spasial yang bersifat rendah pada Gambar 9a yang menunjukkan pada wilayah tersebut merupakan titik terlemah dibandingkan


(45)

30

wilayah lain. Warna biru muda, mengindikasikan rendah-tinggi yang artinya wilayah tersebut rendah dibandingkan wilayah di sekitarnya. Wilayah tersebut adalah Kabupaten Pamekasan. Berbeda dengan pencilan spasial atas yang terlihat pada Gambar 9b yang terdapat pada Kota Probolinggo. Label tinggi-tinggi yang diberikan untuk wilayah berwarna merah mengindikasikan bahwa wilayah-wilayah tersebut memiliki nilai pengamatan yang tinggi dibanding wilayah-wilayah lain.

a. Seluruh wilayah administrasi

b. Tanpa Pulau Madura Gambar 9 Pencaran Moran dan peta tematik peubah X7

5. Peubah surat miskin (X8)

Analisis pencaran Moran yang ditunjukkan pada Gambar 10 menunjukkan pola titik yang berada pada kuadran yang sama, terdapat nilai pangamatan terdeteksi sebagai pencilan spasial yang bersifat rendah dan pengamatan yang besifat tinggi. Pada wilayah kabupaten/kota yang yang terletak pada Pulau Madura tepatnya Kabupaten Sumenep terlihat wilayah bewarna merah (Gambar 10a) mengindikasikan bahwa wilayah tersebut memiliki nilai


(46)

pengamatan yang tinggi dibanding wilayah lain. Gambar 10b terlihat adanya pengamatan yang terdeteksi sebagai pencilan spasial yang bersifat tinggi dan rendah. Penggerombolan untuk pencilan spasial atas terjadi pada Kabupaten Bojonegoro dan Tuban, sedangkan pencilan spasial bawah terdapat pada Kabupaten Banyuwangi.

a. Seluruh wilayah administrasi

b. Tanpa Pulau Madura Gambar 10 Pencaran Moran dan peta tematik peubah X8

6. Peubah persentase penduduk miskin ( )

Analisis pada plot yang ditunjukkan pada Gambar 11 menunjukkan pola titik yang berada pada kuadran yang sama. Terdapat nilai pangamatan terdeteksi sebagai pencilan spasial atas. Pada wilayah kabupaten/kota yang terletak pada Pulau Madura tepatnya Kabupaten Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan terlihat wilayah bewarna merah (Gambar 11a) mengindikasikan bahwa wilayah tersebut memiliki nilai pengamatan yang tinggi dibanding wilayah lain. Pada Gambar 11b terlihat adanya pengamatan yang terdeteksi sebagai pencilan spasial atas tepatnya pada Kabupaten Tuban.


(47)

32

a. Seluruh Wilayah Administrasi

b. Tanpa Pulau Madura Gambar 11 Pencaran Moran dan peta tematik peubah


(48)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Beberapa kesimpulan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah:

1. Korelasi spasial pada model otoregresif simultan dan otoregresif bersyarat mempunyai nilai yang signifikan yang mampu menggambarkan hubungan antara masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur untuk seluruh wilayah administrasi. Sedangkan korelasi spasial wilayah Provinsi Jawa Timur tanpa melibatkan Pulau Madura mempunyai nilai yang tidak signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa Pulau Madura adalah merupakan wilayah yang sangat berpengaruh dalam menentukan nilai korelasi spasial.

2. Model CAR dan SAR sama baiknya dalam menentukan faktor-faktor kemiskinan di Provinsi Jawa Timur. Faktor-faktor yang berpengaruh pada peningkatan kemiskinan pada model SAR dan CAR adalah peubah penduduk yang berpendidikan di bawah SD, rumah tangga yang menggunakan air bersih, penduduk yang mendapat asuransi kesehatan, penduduk yang membeli beras bersubsidi, dan penduduk yang mendapat surat miskin.

3. Pencilan spasial terpusat pada Pulau Madura untuk Provinsi Jawa Timur dengan melibatkan seluruh wilayah administrasi. Jika Pulau Madura dihilangkan maka pencilan spasial terdapat pada Kabupaten Lumajang, Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, Kota Probolinggo. Kabupaten Jombang, Nganjuk, Magetan, Ngawi, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, dan kota Probolinggo

Saran

Penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan peubah lain dalam menentukan faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan persentase kemiskinan wilayah. Selain itu dapat menggunakan matriks pembobot spasial yang lain untuk mendeteksi wilayah terdekat.


(49)

34

DAFTAR PUSTAKA

Arab A, Hooten B M, Wikle K Christopher. 2010. Hierarchical Spatial Models. Ardiansa, Dirga. 2010. Faktor Yang Mempengaruhi Sebaran Suara Dan Perolehan

Kursi Partai pada Pemilu Legislatif 2009 di Wilayah DKI Jakarta & Jawa Barat [thesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Arisanti, Restu. 2010. Model Regresi Spasial untuk Deteksi aktor-Faktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur [thesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Anselin L. 1995. Local Indicators of Spatial Association. Research Paper 9331 Regional Research Institute West Virginia.

Banerjee S, Carlin BP, Gelfan AE . 2004. Hierarchical Modeling and Analysis for Spatial Data. Chapman & Hall/CRC Press Company.

Bappenas. 1993. Panduan Program Inpres Desa Tertinggal. Jakarta.

BPS [Badan Pusat Statistik]. 2008. Penduduk Miskin Kabupaten Sukarami 2008/2009. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

BPS [Badan Pusat Statistik]. 2008. Data dan Informasi Kemiskinan 2008. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Cressie Noel A C. 1993. Statistics for Spatial Data. Revised Edition. John Wiley & Sons, Inc.

Dormann F Carsten et al. 2007. Method to Account for Spatial Autocorrelation in the Analysis of Species Distributional Data: a Review. Ecography 30 : 609-628.

Grasa A.A. 1989. Econometric Model Selection: A New Approach. Academic Publisher, Dordrecht.

Haining Robert. 2004. Spatial Data Analysis Theory and Practice. Cambridge University Press.

Hakim L, Zuber A. 2008. Dimensi Geografis dan Pengentasan Kemiskinan Pedesaan. Media Ekonomi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti. Hartomo dan, Aziz. 1997. Ilmu Sosial Dasar. Bumi Aksara, Jakarta

Lee J, Wong DWS. 2001. Statistic for Spatial Data. New York : John Wiley & Sons, Inc.


(50)

Oliviera de Victor. 2008. Bayesian Analysis of Simultaneous Autoregressive Models. The Indian Journal of Statistics volume 70-B part 2 pp 323-350. Schabenberger O, Gotway AC. 2005. Statistical Methods for Spatial Data

Analysis. New York: Chapman & Hall/CRC Press Company.

Pace Kelley R, Lesage P James. Conditional Autoregressions with Doubly Stochastic Weight Matrices.

Rahmawati, Rita. 2010. Model Regresi Terboboti Geografis dengan Pembobot Kernel Normal dan Kernel Kuadrat Ganda untuk Data Kemiskinan (Kasus 35 Desa atau Kelurahan di Kabupaten Jember) [thesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Ripley D Brian. 2004. Spatial Statistics. Hoboken, New Jersey : John Wiley & Sons, Inc.

Silk J. 1979. Statistical Concept in Geography. London: George Allen & Unwin.

Suparlan, Parsudi. 1993. Kemiskinan di Perkotaan. Yayasan Obor, Indonesia. Suryawati, C.2005. Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional. [Tesis].

Universitas Diponegoro, Jawa Tengah.

Tobler W. 1979. Cellular Geography in Philosophy in Geography. Edited by S. Galc and G Olsson, pp. 379-386.

Tognelli F Marcelo, Kelt A Douglas. Analysis of Determinan of Mammalian Species Richness in South America Using Spatial Autoregressive Models. 2004. Ecography 27 : 427-436.

Wall M Melanie. 2004. A Close Look At The Spatial Structure Implied By The CAR And SAR Models. Journal of Statistical Planning and inference 121, 311-324.

Waller A Lance, Gotway A Carol. 2004. Applied Spatial Statistics for public Health Data. John Wiley & Sons, Inc.

Badruddin Syamsiah. 2009. Kemiskinan Dan Kesenjangan Sosial Di Indonesia Pra Dan Pasca Runtuhnya Orde Baru.


(51)

36

Lampiran 1 Hasil Model SAR dan CAR untuk Provinsi Jawa Timur dengan melibatkan seluruh wilayah administratif

SAR

Koefisien Penduga Galat Nilai z Nilai p (Intercept) 3.269434 0.41091 7.9566 1.78E-15 Pen_Rendah 0.849997 0.066 12.8788 < 2.2e-16 Air_Bersih 0.133117 0.068172 1.9527 0.05086 Askeskin 0.114345 0.047632 2.4006 0.01637 Surat_Miskin 0.357912 0.044731 8.0014 1.33E-15 Raskin 0.357205 0.089521 3.9902 6.60E-05

Rho : 0.12138 Nilai test LR : 4.4763 Nilai p: 0.034369 AIC: 111.95

CAR

Koefisien Penduga Galat Nilai z Nilai p (Intercept) 3.212527 0.416325 7.7164 1.20E-14 Pen_Rendah 0.836077 0.065677 12.7301 < 2.2e-16 Air_Bersih 0.145888 0.069268 2.1061 0.03519 Askeskin 0.119084 0.049956 2.3838 0.01714 Surat_Miskin 0.353306 0.04429 7.9772 1.55E-15 Raskin 0.363437 0.092652 3.9226 8.76E-05

Rho : 0.15698 Nilai test LR : 3.7392 Nilai p: 0.053151 AIC: 112.69


(52)

Lampiran 2 Hasil Model SAR dan CAR untuk Provinsi Jawa Timur tanpa melibatkan pulau Madura

SAR

Koefisien Penduga Galat Nilai z Nilai p (Intercept) 3.071196 0.389345 7.8881 3.11E-15 Pen_Rendah 0.399489 0.141923 2.8148 0.00488 Air_Bersih 0.203039 0.062204 3.2641 0.001098 Askeskin 0.052333 0.052749 0.9921 0.321145 Surat_Miskin 0.588169 0.078971 7.4479 9.48E-14 Raskin 0.091992 0.140416 0.6551 0.512378 Rho : 0.021735Nilai test LR : 0.056799 Nilai p: 0.81164

AIC: 94.781

CAR

Koefisien Penduga Galat Nilai z Nilai p (Intercept) 3.070945 0.388644 7.9017 2.67E-15 Pen_Rendah 0.392414 0.140283 2.7973 0.005153 Air_Bersih 0.205105 0.061931 3.3118 0.000927 Askeskin 0.052706 0.052939 0.9956 0.319444 Surat_Miskin 0.589574 0.078219 7.5374 4.80E-14 Raskin 0.093435 0.140498 0.665 0.506032 Rho : 0.029537 Nilai test LR : 0.039358 Nilai p: 0.84275 AIC: 94.799


(53)

38

Lampiran 3 Hasil Analisis Regresi untuk Provinsi Jawa Timur dengan melibatkan seluruh wilayah administratif

Analisis regresi: z versus zsar Persamaan regresi: z = 0.995 zsar

Prediksi Koefisien Koefisien galat Nilai t Nilai p Konstan

zcar 0.995058 0.008056 123.52 0.000

S = 0.947427 Analisis Variansi

Sumber DF Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Nilai f Nilai p

Regresi 1 13695 13695 15256.81 0.000

Galat 37 33 1

Total 38 13728

Analisis regresi: z versus zcar persamaan regresi

z = 0.994 zcar

Prediksi Koefisien Koefisien galat Nilai t Nilai p Konstan

zcar 0.993807 0.007966 124.76 0.000

S = 0.938025 Analisis Variansi

Sumber db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Nilai f Nilai p

Regresi 1 13695 13695 15564.94 0.000

Galat 37 33 1


(54)

Lampiran 4 Hasil Analisis Regresi untuk Provinsi Jawa Timur tanpa melibatkan pulau Madura

Analisis regresi: z versus zcar persamaan regresi: z = 1.63 zcar

Prediksi Koefisien Koefisien galat Nilai t Nilai p Konstan

zcar 1.63328 0.02796 58.41 0.000

S = 1.69578

Analisis Variansi

Sumber db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Nilai f Nilai p

Regresi 1 9810.9 9810.9 3411.69 0.000

Galat 33 94.9 2.9

Total 34 9905.8

Analisis regresi: z versus zsar Persamaan regresi: z = 1.63 zsar

Prediksi Koefisien Koefisien galat Nilai t Nilai p Konstan

Zsar 1.63280 0.02790 58.52 0.000

S = 1.69251 Analisis Variansi

Sumber db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Nilai f Nilai p

Regresi 1 9811.2 9811.2 3425.00 0.000

Galat 33 94.5 2.9


(55)

40

Lampiran 5 Hasil Analisis Regresi untuk Provinsi Jawa Timur dengan seluruh wilayah administrasi

Analisis regresi: zcar versus zsar

persamaan regresi: zcar = 1.00 zsar

Prediksi Koefisien Koefisien galat Nilai t Nilai p Konstan

zcar 1.00128 0.0003 2584.87 0.000

S = 0.0455560

Analisis Variansi

Sumber db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Nilai f Nilai p

Regresi 1 13867 13867 6681555.94 0.000

Galat 37 0 0


(56)

Lampiran 6 Hasil Analisis Regresi untuk Provinsi Jawa Timur tanpa Pulau Madura

Analisis regresi: zcar versus zsar

Persamaan regresi: zcar = 1.01 zsar

Prediksi Koefisien Koefisien galat Nilai t Nilai p Konstan

Zsar 1.00869 0.00033 3086.35 0.000

S = 1.69251 Analisis Variansi

Sumber db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Nilai f Nilai p

Regresi 1 3643.4 3643.4 9525530.59 0.000

Galat 33 0.0 0.0


(57)

ABSTRACT

MIRA MEILISA. Model Simultaneously Autoregressive (SAR) and Conditional Autoregressive (CAR) for Poverty Analysis in East Java Province. Under direction of MUHAMMAD NUR AIDI, and ANIK DJURAIDAH

Poverty is one of the biggest problems in Indonesia. An approach to overcome this problem is determining the factors that affect poverty usually using ordinary least square regression model. However, poverty is not only influenced by explanatory variables but also poverty at surrounding locations. Therefore, this research employed spatial autoregressive models, i.e. Simultaneously Autoregressive (SAR) and Conditional Autoregressive (CAR). Spatial weighting matrix used in this study is the contiguity matrix. The statistics used for selection criteria model are the Akaike Information Criterion (AIC), the significancy of coefficient regression and variance parameters. The results show that they have same quality for spatial autoregressive models. The factors that affect poverty are the percentage of people who did not complete primary school (SD), the percentage of people who drink another kind of water instead of drinking water, and the percentage of people that getting healthy insurance, the percentage of people that getting subsidized rice, and the percentage of people that have poverty letter. LISA shows that hotspot of poverty on the island of Madura.

Keywords: Simultaneously Autoregressive (SAR), Conditional Autoregressive (CAR), dan Local Indicator of Spatial Association (LISA).


(58)

Latar Belakang

Kemiskinan sudah lama menjadi masalah bangsa Indonesia yang belum terselesaikan. Hasil survey Badan Pusat Statistik (BPS) Maret 2008 menyatakan jumlah orang miskin di Indonesia sebanyak 34.96 juta jiwa atau 15.42 persen dari total jumlah penduduk (BPS 2008). Rangkaian perubahan kondisi sosial, ekonomi, budaya, dan politik telah membentuk kekhasan karakter kemiskinan di Indonesia. Kemiskinan memberikan dampak negatif ke semua sektor, diantaranya: meningkatkan penganguran, kriminalitas, menjadi pemicu timbulnya bencana sosial, dan menghambat kemajuan suatu daerah. Oleh karena itu diperlukan suatu kajian mendalam yang mempertimbangkan faktor-faktor penyebab kemiskinan, sehingga dapat memberikan gambaran penyelesaian yang aplikatif bagi penanganan penanggulangan kemiskinan.

Strategi penanggulangan kemiskinan lebih efektif dengan pendekatan geografis yang akan berhubungan dengan sumber daya alam dan manusia. Hakim & Zuber (2008) menyatakan bahwa lokasi tempat tinggal, akses ke teknologi, dan ketersediaan sumber alam berpengaruh terhadap kemiskinan. Suparlan (1993) dalam studinya menunjukkan bahwa dampak negatif tata kelola pemerintah daerah yang buruk menyebabkan kerugian secara sistematik dalam penanggulangan kemiskinan.

Kemiskinan suatu wilayah dipengaruhi oleh kemiskinan di wilayah sekitarnya. Hal ini berdasarkan hukum geografi yang dikemukakan Tobler (1979) yang berbunyi ”Segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang lebih dekat mempunyai pengaruh dari sesuatu yang jauh”. Adanya efek spasial merupakan hal yang lazim terjadi antara satu wilayah dengan wilayah yang lain, ini berarti bahwa wilayah yang satu mempengaruhi wilayah lainnya. Dalam statistika model yang dapat menjelaskan hubungan antara suatu wilayah dengan wilayah sekitarnya adalah model spasial.

Analisis spasial telah banyak dikembangkan oleh beberapa peneliti di Indonesia diantaranya, Ardiansa (2010) memeriksa asosiasi spasial untuk melihat faktor yang mempengaruhi sebaran suara dan perolehan kursi pada pemilu


(59)

2

legislatif 2009. Rahmawati (2010) menyimpulkan bahwa model regresi terboboti geografis lebih baik digunakan untuk memodelkan rata-rata pengeluaran perkapita per bulan desa atau kelurahan dibandingkan analisis regresi. Model regresi terboboti geografis merupakan bagian dari analisis spasial dengan pembobotan berdasarkan posisi atau jarak satu lokasi pengamatan dengan lokasi pengamatan yang lain. Arisanti (2010) menyatakan bahwa model otoregresif lag spasial lebih baik dalam menentukan faktor-faktor kemiskinan di provinsi Jawa Timur dibandingkan regresi linier klasik. Ketiga penelitian ini menyimpulkan bahwa perubahan spasial berpengaruh terhadap pola asosiasi yang terbentuk.

Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, dalam penelitian ini akan menganalisis mengenai faktor-faktor kemiskinan pada provinsi Jawa Timur dengan menggunakan model spasial otoregresif. Model spasial otoregresif di antaranya adalah Otoregresif Simultan/Simultaneously Autoregressive (SAR) dan Otoregresif Bersyarat/Conditional Autoregressive (CAR). Model SAR adalah model spasial yang mengamati peubah acak pada suatu lokasi secara simultan sedangkan model CAR adalah model yang mengamati peubah acak pada setiap lokasi bersyarat tertentu di lokasi tetangga sekitarnya (Cressie 1993). Wilayah provinsi Jawa Timur terdiri atas 2 bagian besar yaitu Jawa Timur daratan dan Pulau Madura. Luas wilayah Jawa Timur daratan hampir mencapai 90 persen dari luas keseluruhan, sedangkan sisanya adalah wilayah Pulau Madura. Oleh karena itu, penelitian ini dibagi kedalam dua kelompok yaitu kelompok pertama Provinsi Jawa Timur dengan melibatkan seluruh wilayah administratif dan kelompok kedua Provinsi Jawa Timur tanpa melibatkan Pulau Madura.

Tujuan

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Membentuk model otoregresif simultan dan otoregresif bersyarat kemiskinan di Provinsi Jawa Timur

2. Menentukan faktor-faktor kemiskinan di Provinsi Jawa Timur

3. Mengetahui pola penyebaran kemiskinan di Provinsi Jawa Timur dengan menggunakan metode Indikator Lokal dan Asosiasi Spasial(LISA).


(60)

Kemiskinan

Bappenas (1993) mendefinisikan kemiskinan sebagai situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena kehendak oleh si miskin, melainkan karena keadaan yang tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. Menurut Suparlan (1993) kemiskinan didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan yang mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah. Data yang berkaitan dengan penduduk miskin belum tersedia secara komprehensif sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu, salah satu aspek penting untuk mendukung strategi penanggulangan kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran.

Tujuan pembangunan dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk, maka tujuan dasar dan paling esensial dari pembangunan tidak lain adalah meningkatkan kehidupan penduduk yang berada pada lapisan paling bawah atau penduduk miskin. Segala usaha dan kegiatan pembangunan telah dilakukan dan dimanfaatkan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Meskipun demikian masih sering dipertanyakan apakah dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini telah dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat dan meningkatkan harkat kehidupan. Tujuan pembangunan tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi juga memberikan penekanan dengan bobot yang sama pada aspek peningkatan tingkat pendapatan masyarakat dan aspek pemerataan.

Peningkatan tingkat pendapatan masyarakat bisa diartikan sebagai upaya mengurangi kemiskinan dan pemerataan. Hal ini berarti pengurangan kesenjangan pendapatan kelompok berpenghasilan rendah dan tinggi. Kondisi penduduk yang menyebar tersebut menyebabkan biaya pembangunan infrastruktur menjadi tinggi, sehingga jangkauan pelayanan yang dapat diberikan rendah. Rangkaian perubahan kondisi sosial, ekonomi, budaya, dan politik telah membentuk karakter kemiskinan di Indonesia. Oleh karena itu, penting mempertimbangkan


(1)

Lampiran 1 Hasil Model SAR dan CAR untuk Provinsi Jawa Timur dengan melibatkan seluruh wilayah administratif

SAR

Koefisien Penduga Galat Nilai z Nilai p (Intercept) 3.269434 0.41091 7.9566 1.78E-15 Pen_Rendah 0.849997 0.066 12.8788 < 2.2e-16 Air_Bersih 0.133117 0.068172 1.9527 0.05086 Askeskin 0.114345 0.047632 2.4006 0.01637 Surat_Miskin 0.357912 0.044731 8.0014 1.33E-15 Raskin 0.357205 0.089521 3.9902 6.60E-05

Rho : 0.12138 Nilai test LR : 4.4763 Nilai p: 0.034369 AIC: 111.95

CAR

Koefisien Penduga Galat Nilai z Nilai p (Intercept) 3.212527 0.416325 7.7164 1.20E-14 Pen_Rendah 0.836077 0.065677 12.7301 < 2.2e-16 Air_Bersih 0.145888 0.069268 2.1061 0.03519 Askeskin 0.119084 0.049956 2.3838 0.01714 Surat_Miskin 0.353306 0.04429 7.9772 1.55E-15 Raskin 0.363437 0.092652 3.9226 8.76E-05

Rho : 0.15698 Nilai test LR : 3.7392 Nilai p: 0.053151 AIC: 112.69


(2)

Lampiran 2 Hasil Model SAR dan CAR untuk Provinsi Jawa Timur tanpa melibatkan pulau Madura

SAR

Koefisien Penduga Galat Nilai z Nilai p (Intercept) 3.071196 0.389345 7.8881 3.11E-15 Pen_Rendah 0.399489 0.141923 2.8148 0.00488 Air_Bersih 0.203039 0.062204 3.2641 0.001098 Askeskin 0.052333 0.052749 0.9921 0.321145 Surat_Miskin 0.588169 0.078971 7.4479 9.48E-14 Raskin 0.091992 0.140416 0.6551 0.512378 Rho : 0.021735Nilai test LR : 0.056799 Nilai p: 0.81164

AIC: 94.781

CAR

Koefisien Penduga Galat Nilai z Nilai p (Intercept) 3.070945 0.388644 7.9017 2.67E-15 Pen_Rendah 0.392414 0.140283 2.7973 0.005153 Air_Bersih 0.205105 0.061931 3.3118 0.000927 Askeskin 0.052706 0.052939 0.9956 0.319444 Surat_Miskin 0.589574 0.078219 7.5374 4.80E-14 Raskin 0.093435 0.140498 0.665 0.506032 Rho : 0.029537 Nilai test LR : 0.039358 Nilai p: 0.84275 AIC: 94.799


(3)

Lampiran 3 Hasil Analisis Regresi untuk Provinsi Jawa Timur dengan melibatkan seluruh wilayah administratif

Analisis regresi: z versus zsar Persamaan regresi: z = 0.995 zsar

Prediksi Koefisien Koefisien galat Nilai t Nilai p Konstan

zcar 0.995058 0.008056 123.52 0.000

S = 0.947427

Analisis Variansi

Sumber DF Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Nilai f Nilai p

Regresi 1 13695 13695 15256.81 0.000

Galat 37 33 1

Total 38 13728

Analisis regresi: z versus zcar persamaan regresi

z = 0.994 zcar

Prediksi Koefisien Koefisien galat Nilai t Nilai p Konstan

zcar 0.993807 0.007966 124.76 0.000

S = 0.938025

Analisis Variansi

Sumber db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Nilai f Nilai p

Regresi 1 13695 13695 15564.94 0.000

Galat 37 33 1


(4)

Lampiran 4 Hasil Analisis Regresi untuk Provinsi Jawa Timur tanpa melibatkan pulau Madura

Analisis regresi: z versus zcar persamaan regresi: z = 1.63 zcar

Prediksi Koefisien Koefisien galat Nilai t Nilai p Konstan

zcar 1.63328 0.02796 58.41 0.000

S = 1.69578

Analisis Variansi

Sumber db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Nilai f Nilai p

Regresi 1 9810.9 9810.9 3411.69 0.000

Galat 33 94.9 2.9

Total 34 9905.8

Analisis regresi: z versus zsar Persamaan regresi: z = 1.63 zsar

Prediksi Koefisien Koefisien galat Nilai t Nilai p Konstan

Zsar 1.63280 0.02790 58.52 0.000

S = 1.69251

Analisis Variansi

Sumber db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Nilai f Nilai p

Regresi 1 9811.2 9811.2 3425.00 0.000

Galat 33 94.5 2.9


(5)

Lampiran 5 Hasil Analisis Regresi untuk Provinsi Jawa Timur dengan seluruh wilayah administrasi

Analisis regresi: zcar versus zsar

persamaan regresi: zcar = 1.00 zsar

Prediksi Koefisien Koefisien galat Nilai t Nilai p Konstan

zcar 1.00128 0.0003 2584.87 0.000

S = 0.0455560

Analisis Variansi

Sumber db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Nilai f Nilai p

Regresi 1 13867 13867 6681555.94 0.000

Galat 37 0 0


(6)

Lampiran 6 Hasil Analisis Regresi untuk Provinsi Jawa Timur tanpa Pulau Madura

Analisis regresi: zcar versus zsar

Persamaan regresi: zcar = 1.01 zsar

Prediksi Koefisien Koefisien galat Nilai t Nilai p Konstan

Zsar 1.00869 0.00033 3086.35 0.000

S = 1.69251

Analisis Variansi

Sumber db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Nilai f Nilai p

Regresi 1 3643.4 3643.4 9525530.59 0.000

Galat 33 0.0 0.0