Moran Lokal dengan Pembobot Matriks Ketergantungan Spasial Pencaran Moran

simulasi Monte Carlo, kalkulasi tersebut untuk melihat nilai observasi lebih tinggi atau lebih rendah dari nilai standar distribusi nol. P atas = P bawah = dengan merupakan jumlah simulasi untuk hasil statistik ≥ dari hasil observasi, merupakan jumlah simulasi untuk hasil statistik ≤ dari hasil observasi, dan merupakan total dari simulasi Monte Carlo yang dilakukan. Sementara pengujian hipotesis dirumuskan sebagai berikut H : Tidak ada asosiasi antara nilai observasi pada lokasi dengan nilai observasi pada area sekitar lokasi. H 1 : Lokasi terdekat memiliki nilai yang mirip atau berbeda jauh, baik bernilai positif atau negatif.

b. Moran Lokal dengan Pembobot Matriks Ketergantungan Spasial

Statistik Moran lokal berguna untuk pendeteksian pencilan spasial pada data area diskret, selain itu jika ada pengelompokkan dari beberapa pencilan spasial akan teridentifikasi sebagai gerombol lokal local cluster. Moran lokal dengan pembobot matriks ketergantungan spasial didefinisikan sebagai berikut: dengan ; merupakan nilai pengamatan pada lokasi ke- , Nilai pengamatan pada lokasi lain ke – adalah nilai rataan dari peubah pengamatan, dan adalah ukuran pembobot antara wilayah ke- dan wilayah ke- , serta merupakan nilai kolom ke- dan ke- .

c. Pencaran Moran

Pencaran Moran menyediakan suatu analisis eksplorasi secara visual untuk mendeteksi autokorelasi spasial Anselin, 1995. Hasil yang ditampilkan adalah data yang telah dibakukan dalam nilai z, dan bukan menggunakan data aslinya. Perolehan nilai z ini merupakan beda nilai antara pengamatan dengan nilai rataan harapan dari peubah. Nilai yang sudah di standardisasi mengacu pada simpangan baku. Nilai z berdistribusi normal dan memiliki persamaan sebagai berikut. z i = dengan merupakan nilai dari peubah yang diamati di lokasi , merupakan nilai rataan dari peubah pada semua lokasi dan adalah simpangan baku dari peubah . Pencaran Moran disajikan berbasis pada data nilai z suatu lokasi pada satu sumbu, dan nilai nilai z rata-rata tetangganya pada sumbu yang lain. Secara visual pencaran Moran terbagi atas 4 kuadran seperti terlihat pada Gambar 1. Gambar 1. Sumbu koordinat pencaran Moran Kuadran pertama, terletak di kanan atas yang disebut juga kuadran tinggi- tinggi. Hal ini berarti memiliki autokorelasi positif, karena nilai pengamatan lokasi tersebut tinggi dan dikelilingi oleh area sekitar yang juga tinggi. Pola visual yang terbentuk adalah pola gerombol antara area bernilai pengamatan tinggi dan dilambangkan dengan warna merah tua. Kuadran kedua, terletak di kanan bawah yang disebut kuadran tinggi-rendah. Kuadran ini memiliki autokorelasi negatif, karena nilai pengamatan lokasi tersebut tinggi dan dikelilingi oleh area sekitar yang memiliki nilai rendah. Pola visual yang terbentuk adalah pola pencilan dengan nilai pengamatan tinggi pencilan spasial dilambangkan dengan warna merah muda. Kuadran ketiga, terletak di kiri bawah yang disebut kuadran rendah- kuadran I tinggi-tinggi kuadran III rendah-rendah kuadran II tinggi-rendah kuadran IV rendah-tinggi nilai z rendah. Artinya kuadran ketiga memiliki autokorelasi positif, karena nilai pengamatan lokasi tersebut rendah dan dikelilingi oleh area sekitar yang juga rendah. Pola visual yang terbentuk adalah pola gerombol cluster antara area pengamatan yang rendah diberi lambang dengan warna biru tua. Kuadran keempat, terletak di kiri atas yang disebut kuadran rendah-tinggi, artinya memiliki autokorelasi negatif. Hal ini disebabkan nilai pengamatan lokasi tersebut rendah dan dikelilingi oleh area yang tinggi. Pola visual yang terbentuk adalah pola pencilan dengan nilai pengamatan rendah yang dilambangkan dengan warna biru muda. METODOLOGI Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data dan Informasi Kemiskinan tahun 2008 yang telah dipublikasikan oleh BPS. Data ini adalah data sekunder yang berasal dari data Potensi Desa tahun 2008 yang dilakukan oleh BPS provinsi Jawa Timur. Provinsi Jawa Timur terdiri atas 29 kabupaten dan 9 kota seperti terlihat pada Gambar 2. Gambar 2 Peta administratif wilayah kabupatenkota di Jawa Timur Keterangan kode wilayah 38 kabupatenkota di Jawa Timur: Kode Kabupaten 01. Pacitan 09. Jember 17. Jombang 25. Gresik 02. Ponorogo 10. Banyuwangi 18. Nganjuk 26. Bangkalan 03. Trenggalek 11. Bondowoso 19. Madiun 27. Sampang 04. Tulungagung 12. Situbondo 20. Magetan 28. Pamekasan 05. Blitar 13. Probolinggo 21. Ngawi 29. Sumenep 06. Kediri 14. Pasuruan 22. Bojonegoro 07. Malang 15. Sidoarjo 23. Tuban 08. Lumajang 16. Mojokerto 24. Lamongan Kode Kota 71. Kota Kediri 74. Kota Probolinggo 77. Kota Madiun 72. Kota Blitar 75. Kota Pasuruan 78. Kota Surabaya 73. Kota Malang 76. Kota Mojokerto 79. Kota Batu Peubah respon pada penelitian ini adalah Headcount Index kemiskinan di tingkat kabupaten. Headcount Index adalah persentase penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan GK. GK merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan GKM dan Garis Kemiskinan Non-Makanan GKNM. Penduduk yang yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah GK dikategorikan penduduk miskin BPS, 2008. GKM adalah jumlah nilai pengeluaran dari 52 komoditi dasar makanan yang riil dikonsumsi penduduk referensi, kemudian disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Penyetaraan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan dilakukan dengan menghitung harga rata-rata kalori dari ke-52 komoditi tersebut. GKNM adalah penjumlahan nilai kebutuhan minimum dari komoditi-komoditi non makanan terpilih yang meliputi perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Peubah bebas yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Pendidikan Angka buta huruf X 1 yaitu persentase penduduk yang tidak dapat membaca. Penduduk yang berpendidikan rendah X 2 adalah persentase penduduk yang mempunyai pendidikan di bawah SD. 2. Fasilitas Perumahan Rumah tangga pengguna air bersih X 3 adalah persentase rumah tangga yang menggunakan air minum yang berasal dari air mineral, air PAM, pompa air, sumur atau mata air terlindung. Luas lantai per kapita X 4 dimana departemen kesehatan menyatakan bahwa sebuah rumah dikategorikan sebagai rumah sehat apabila luas lantai per kapita yang ditempati minimal 8 m 2 . 3. PDRB PDRB perkapita X 5 adalah jumlah pendapatan domestik regional bruto yang dibagi jumlah penduduk. PDRB adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah pada kurun waktu tertentu. Salah satu metode yang digunakan yaitu dengan menjumlahkan semua nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi yang dikelompokkan dalam 9 sektor yaitu: pertanian, pertambangan, dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas, dan air minum; konstruksi; perdagangan, hotel, dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. 4. Program Pemerintah Askeskin X 6 adalah persentase penduduk yang mendapatkan jaminan pemeliharaan kesehatan yang ditandai dengan memiliki kartu peserta jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat miskin. Raskin X 7 adalah persentase penduduk yang diperbolehkan membeli beras dengan harga murah bersubsidi. Surat Miskin X 8 adalah persentase penduduk yang mendapat surat miskin yang merupakan kelompok rumah tangga di bawah 20 persen kelompok pengeluaran terbawah. Metode Analisis Langkah-langkah analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : 1. Memeriksa peubah yang masuk ke dalam model dengan menggunakan metode stepwise. 2. Membentuk matriks pembobot spasial W dengan nilai 0 atau 1 yang menggambarkan struktur tetangga terdekat untuk masing-masing unit. Nilai 1 artinya daerah i dan daerah j bersebelahan dan nilai 0 artinya daerah i dan daerah j tidak bersebelahan. 3. Membentuk model SAR dan CAR. 4. Menguji korelasi spasial . 5. Mencari model terbaik dengan menggunakan metode Akaike’s Information Criterion AIC. Metode AIC didasarkan pada metode penduga kemungkinan maksimum. Untuk menghitung nilai AIC digunakan rumus sebagai berikut : -2 log L + 2p dengan L adalah log-likelihood dan p adalah banyaknya parameter dalam model 6. Memetakan pola penyebaran kemiskinan berdasarkan peubah yang signifikan di provinsi Jawa Timur dengan menggunakan Indeks Moran. 7. Menarik kesimpulan. Analisis dilakukan dengan menggunakan software R.2.11.0, Arcview GIS 3.3, dan Spacestat. HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data Jawa Timur adalah sebuah provinsi di bagian timur Pulau Jawa yang terdiri dari 29 Kabupaten dan 9 Kota. Secara umum wilayah provinsi Jawa Timur dapat dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu Jawa Timur daratan dan Pulau Madura. Luas wilayah Jawa Timur daratan hampir mencapai 90 persen dari luas keseluruhan, sedangkan wilayah Madura hanya sekitar 10 persen. Sehingga penelitian ini dibagi kedalam dua kelompok, kelompok pertama Provinsi Jawa Timur dengan melibatkan seluruh wilayah administratif dan kelompok kedua Provinsi Jawa Timur tanpa melibatkan pulau Madura untuk melihat model yang dihasilkan dan pola spasial yang terjadi. Pembentukan model SAR dan CAR diawali dengan pemilihan peubah yang digunakan dalam model menggunakan metode stepwise. Hasil pemeriksaan metode stepwise menunjukkan dari delapan peubah yang digunakan terdapat lima peubah yang signifikan yaitu X 2 , X 3 , X 6 , X 7 , dan X 8. Diagram kotak garis untuk peubah yang diamati memperlihatkan pola penyebaran data yang disajikan pada Gambar 3. Keragaman data yang besar terdapat pada peubah bebas X 2 penduduk yang berpendidikan di bawah SD, X 3 rumah tangga yang menggunakan air bersih, X 6 penduduk yang mendapat asuransi kesehatan, X 8 penduduk yang mendapat surat miskin, dan peubah respon Z persentase penduduk di bawah garis kemiskinan. Nilai keragaman data yang kecil terdapat pada peubah bebas X 7 penduduk yang membeli beras bersubsidi . Pencilan data pada peubah X 2 penduduk yang berpendidikan di bawah SD terdapat pada Kabupaten Sampang dan Sumenep yang mempunyai persentase yang lebih besar dibandingkan kabupatenkota lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan pendidikan pada kabupaten ini belum cukup baik. Berbeda dengan peubah X 7 penduduk yang membeli beras bersubsidi, pencilan terdapat pada Kabupaten Sampang dan Bangkalan. Nilai Persentase penduduk yang membeli beras bersubsidi pada daerah ini memperlihatkan persentase yang relatif sama sehingga pencilan yang terlihat cenderung berimpit. z x8 x7 x6 x3 x2 35 30 25 20 15 10 5 P e r s e n t a s e Gambar 3 Deskripsi peubah yang digunakan kabupatenkota di Jawa Timur Analisis Model SAR Analisis model SAR pada provinsi Jawa Timur dengan melibatkan seluruh wilayah administratif memperlihatkan bahwa persentase penduduk miskin dipengaruhi beberapa peubah yang signifikan. Uji Likelihood Ratio Test LRT memperlihatkan dari lima peubah bebas yang digunakan pada tahun 2008 diperoleh nilai korelasi spasial = 0.121 dengan nilai LR test = 4.476 dan nilai p = 0.034 . Hal ini menunjukkan model nyata pada taraf α = 10. Pengamatan suatu wilayah atau lokasi yang berdekatan akan berpengaruh terhadap pengamatan pada lokasi di sekitarnya Tobler, 1979. Uji signifikansi peubah pada Tabel 1 menunjukkan bahwa semua peubah yang dimasukkan dalam model adalah signifikan yaitu : X 2, X 3 , X 6, X 7 , dan X 8 . Kenaikan X 2 sebesar satu satuan akan menyebabkan kenaikan persentase penduduk miskin sebesar 0.85 persen. Pendidikan merupakan faktor penting dalam meningkatkan sumber daya manusia. Rendahnya mutu pendidikan merupakan salah satu faktor penghambat penyediaan sumber daya manusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang. Kenaikan X 3 sebesar satu satuan akan menyebabkan kenaikan persentase penduduk miskin sebesar 0.13 persen. Kenaikan X 6 sebesar satu satuan akan menyebabkan kenaikan persentase penduduk miskin sebesar 0.11 persen. Kenaikan X 7 sebesar satu satuan akan menyebabkan kenaikan persentase penduduk miskin sebesar 0.36 persen. Kenaikan X 8 sebesar satu satuan akan menyebabkan kenaikan persentase penduduk miskin sebesar 0.36 persen. Banyaknya program bantuan yang dilakukan pemerintah untuk penduduk berupa pemberian surat miskin, jaminan kesehatan Askeskin, dan bantuan beras bersubsidi raskin juga memperlihatkan kondisi penduduk daerah tersebut. Semakin banyak penduduk yang memperoleh bantuan, memperlihatkan tingginya tingkat kemiskinan di daerah tersebut. Hal ini menyebabkan peningkatan persentase penduduk di bawah garis kemiskinan di Provinsi Jawa Timur. Analisis pada Provinsi Jawa Timur tanpa Pulau Madura menggunakan uji LRT memperlihatkan dari lima peubah bebas yang digunakan pada tahun 2008 diperoleh nilai korelasi spasial = 0.022 dengan nilai LRT = 0.057 dan nilai p = 0.812 . Hal ini menunjukkan model tidak nyata pada taraf α = 10 yang mengindikasikan tidak terdapat pengaruh spasial. Berdasarkan hasil yang diperoleh terlihat kemiskinan pada satu wilayah tidak mempengaruhi wilayah lain. Uji signifikansi peubah pada Tabel 1 menunjukkan bahwa peubah yang signifikan adalah X 2, X 3, dan X 7 . Kenaikan X 2 sebesar satu satuan akan menyebabkan kenaikan persentase penduduk miskin sebesar 0.40 persen. Kenaikan X 3 sebesar satu satuan akan menyebabkan kenaikan persentase penduduk miskin sebesar 0.20 persen dan kenaikan X 7 sebesar satu satuan akan menyebabkan kenaikan persentase penduduk miskin sebesar 0.59 persen apabila peubah lain dianggap konstan. Peningkatan persentase penduduk yang berpendidikan di bawah SD, persentase penduduk yang menggunakan fasilitas air bersih, dan persentase penduduk yang menerima beras bersubsidi akan meningkatkan persentase penduduk miskin di wilayah tersebut. Tabel 1 Analisis perbandingan SAR Provinsi Jawa Timur Melibatkan seluruh wilayah administratif Tanpa pulau Madura Koefisien Nilai p Koefisien Nilai p 0.121 0.034 0.022 0.812 Intercept 3.269 1.78E-15 3.071 3.11E-15 X 2 0.849 2.2E-16 0.399 0.005 X 3 0.133 0.051 0.203 0.001 X 6 0.114 0.016 0.052 0.321 X 7 0.358 1.33E-15 0.588 9.48E-14 X 8 0.357 6.60E-05 0.092 0.512 signifikan pada = 10 Analisis Model CAR Uji LRT untuk Provinsi Jawa Timur dengan melibatkan seluruh wilayah administratif memperlihatkan dari lima peubah bebas yang digunakan pada tahun 2008 nilai korelasi spasial = 0.157 dengan nilai LRT = 3.739 dan nilai p = 0.053. Hal ini menunjukkan model nyata pada taraf α = 10. Uji signifikansi menunjukkan semua peubah signifikan untuk semua peubah yang digunakan dalam model Tabel 2. Kenaikan peubah X 2 sebesar satu satuan akan menyebabkan kenaikan persentase penduduk miskin sebesar 0.83 persen Kenaikan peubah X 3 satu satuan akan menyebabkan kenaikan persentase sebesar 0.14 persen. Apabila dilihat dari peubah X 6 , X 7, dan X 8 , menunjukkan kenaikan peubah ini sebesar satu satuan akan menaikkan persentase penduduk miskin sebesar 0.11 persen , 0.35 persen, dan 0.36 persen apabila peubah lain dianggap konstan. Peubah yang mempengaruhi persentase penduduk di bawah garis kemiskinan adalah jumlah penduduk yang berpendidikan di bawah SD, rumah tangga yang menggunakan air bersih, penduduk yang mendapatkan asuransi kesehatan, beras bersubsidi, dan surat miskin. Peningkatan penduduk yang berpendidikan rendah akan menyebabkan rendahnya kualitas sumber daya manusia di suatu wilayah, sehingga akan mempengaruhi kemampuan daerah itu meningkatkan kesejahteraan penduduknya. Peningkatan rumah tangga yang menggunakan air mineral, PAM, sumur yang menyebabkan kenaikan persentase penduduk di bawah garis kemiskinan sangat bertentangan dengan teori yang ada. Peningkatan rumah tangga yang menggunakan air mineral, PAM, sumur sama sekali tidak menurunkan persentase penduduk di bawah garis kemiskinan. Kenaikan persentase penduduk yang mendapatkan surat miskin juga merupakan hal yang berpengaruh dalam meningkatkan persentase penduduk di bawah garis kemiskinan. Semakin banyak penduduk yang mendapatkan surat miskin semakin memperlihatkan bahwa banyak terdapat penduduk miskin di daerah tersebut. Kenaikan persentase penduduk yang menerima asuransi kesehatan dan penerima beras miskin menyebabkan kenaikan persentase kemiskinan pada model CAR. Uji LRT untuk Provinsi Jawa Timur tanpa Pulau Madura memperlihatkan dari lima peubah bebas yang digunakan pada tahun 2008 nilai korelasi spasial = 0.029 dengan nilai LRT = 0.039 dan nilai p = 0.843. Hal ini menunjukkan m odel tidak nyata pada taraf α = 10. Uji signifikansi menunjukkan peubah signifikan yang digunakan dalam model Tabel 2. Kenaikan peubah X 2 sebesar satu satuan akan menyebabkan kenaikan persentase penduduk miskin sebesar 0.39 persen. Kenaikan peubah X 3 dan X 7 sebesar satu satuan akan menyebabkan kenaikan persentase sebesar 0.20 persen dan 0.58 persen apabila peubah lain dianggap konstan. Tabel 2 Analisis perbandingan CAR Provinsi Jawa Timur Melibatkan seluruh wilayah administratif Tanpa pulau Madura Koefis ien Nilai p Koefisien Nilai p 0.121 0.034 0.029 0.843 Intercept 3.213 1.20E-14 3.071 2.67E-15 X 2 0.836 2.2e-16 0.392 0.005 X 3 0.146 0.035 0.205 0.001 X 6 0.119 0.017 0.053 0.319 X 7 0.353 1.55E-15 0.589 4.80E-14 X 8 0.363 8.76E-05 0.093 0.506 signifikan pada = 10 Analisis perbandingan Model SAR dan CAR Beberapa kiteria yang digunakan dalam melihat uji kebaikan model dalam model SAR dan CAR adalah AIC, penduga ragam, nilai koefisien korelasi spasial, dan plot antara z dengan dan . Selain itu pengujian hipotesis terhadap z dengan juga bisa digunakan untuk melihat kebaikan model. Hipotesis yang dipakai adalah H : = 1 vs H 1 : . Tabel 3 memperlihatkan uji kebaikan model AIC model SAR lebih baik daripada model CAR. Provinsi Jawa Timur dengan melibatkan seluruh wilayah administratif memperlihatkan nilai AIC model SAR = 111.95 lebih kecil dibandingkan model CAR = 112.69. Dilihat dari nilai penduga ragam model SAR = 0.82 yang lebih kecil dibandingkan dengan model CAR = 0.83. Plot antara dengan peubah z seperti terlihat pada Gambar 4a memperlihatkan model SAR dan model CAR cenderung linier. Hal ini terlihat dengan titik-titik yang cenderung berimpit antar kedua model tersebut. Uji kebaikan model pada Provinsi Jawa Timur tanpa Pulau Madura terlihat nilai AIC model SAR = 94.781 lebih kecil dibandingkan model CAR = 94.799. Dilihat dari nilai penduga ragam model SAR dan model CAR mempunyai nilai yang sama yaitu 0.77. Plot antara z dengan dan seperti terlihat pada Gambar 4b memperlihatkan model SAR dan CAR cenderung lebih linier. Hal ini juga didukung dengan pola linier yang terbentuk dari plot dan pada Gambar 5. Pengujian hipotesis H : = 1 vs H 1 : untuk z dengan dan dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4. Sedangkan pengujian hipotesis H : = 1 vs H 1 : untuk dan dapat dilihat pada lampiran 5 dan 6. Analisi regresi memperlihatkan bahwa model signifikan pada = 10 . Hal ini terlihat pada Provinsi Jawa Timur dengan melibatkan seluruh wilayah administratif dan tanpa melibatkan Pulau Madura sehingga dapat disimpulkan bahwa model SAR dan CAR sama baiknya. Tabel 3 Perbandingan analisis Model SAR dan CAR Provinsi Jawa Timur Seluruh wilayah administratif Tanpa Pulau Madura Kriteria SAR CAR SAR CAR AIC 111,95 112,69 94.781 94.799 0.82 0.83 0.77 0.77 0.121 0.157 0.021 0.029 35 30 25 20 15 10 35 30 25 20 15 10 5 z zcar_1 zsar_1 Variable a. Seluruh wilayah administratif 20.0 17.5 15.0 12.5 10.0 7.5 5.0 35 30 25 20 15 10 5 z zcar zsar Variable b.Tanpa Pulau Madura Gambar 4 Plot antara z dengan dan 35 30 25 20 15 10 35 30 25 20 15 10 zsar z c a r a. Seluruh wilayah administratif 20.0 17.5 15.0 12.5 10.0 7.5 5.0 20.0 17.5 15.0 12.5 10.0 7.5 5.0 zcar z s a r b.Tanpa Pulau Madura Gambar 5 Plot antara dan Provinsi Jawa Timur Analisis Indeks Moran Hasil perhitungan Indeks Moran pada Tabel 4 menguji pola asosiasi spasial yang terjadi secara umum pada wilayah di Provinsi Jawa Timur. Hasil analisis berdasarkan seluruh wilayah administrasi sebaran masing-masing peubah bebas yang digunakan pada model SAR dan CAR menunjukkan nilai yang signifikan kecuali X 7 . Sedangkan Provinsi Jawa Timur tanpa melibatkan Pulau Madura menunjukkan nilai yang signifikan untuk semua peubah kecuali X 6 dan X 7 . Signifikansi pada tiap peubah menunjukkan terjadi asosiasi spasial antara wilayah KabupatenKota di Provinsi Jawa Timur. Tabel 4 Indeks Moran global peubah bebas Provinsi Jawa Timur Seluruh wilayah administratif Tanpa Pulau Madura Peubah Indeks Moran Nilai p Indeks Moran Nilai p X 2 0.582 0.002 0.260 0.011 X 3 0.417 0.003 0.191 0.036 X 6 0.277 0.011 0.123 0.116 X 7 0.005 0.301 -0.039 0.445 X 8 0.339 0.008 0.286 0.006 Z 0.486 0.002 0.239 0.026 signifikan pada = 10 Analisis LISA Berdasarkan hasil analisis LISA untuk peubah bebas di Provinsi Jawa Timur menunjukkan nilai yang signifikan pada beberapa wilayah Tabel 5. Peubah X 2 mengindikasikan terjadinya pencilan spasial atas pada Kabupaten Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan. Peubah X 3 mengindikasikan terjadinya pencilan spasial atas pada Kabupaten Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Peubah X 6 mengindikasikan terjadinya pencilan spasial pada Kabupaten Sampang, Pamekasan dan Sumenep. Hal ini memperlihatkan bahwa nilai pengamatan berada di atas rata-rata wilayah lain. Tabel 5 Hasil analisis LISA untuk Provinsi Jawa Timur dengan seluruh wilayah administratif Peubah wilayah signifikan nilai Z rata-rata tetangga Z Z: Ii Tinggi rendah nilai p X 2 Bangkalan 2.772 3.260 9.039 Tinggi-tinggi 0.031 Sampang 3.260 1.844 6.011 Tinggi-tinggi 0.015 Pamekasan 0.915 2.185 1.999 Tinggi-tinggi 0.012 X 3 Bangkalan 2.3085 1.346 3.108 Tinggi-tinggi 0.081 Sampang 1.346 2.060 2.774 Tinggi-tinggi 0.009 Pamekasan 1.812 1.527 2.767 Tinggi-tinggi 0.022 Sumenep 1.707 1.812 3.094 Tinggi-tinggi 0.052 X 6 Sampang 1.626 1.459 2.373 Tinggi-tinggi 0.063 Pamekasan 2.449 1.119 2.742 Tinggi-tinggi 0.047 Sumenep 0.613 2.449 1.502 Tinggi-tinggi 0.042 X 7 Pamekasan -0.393 1.952 -0.768 Rendah-tinggi 0.045 X 8 Sumenep 0.977 1.590 1.554 Tinggi-tinggi 0.081 K.probolinggo -0.193 2.162 -0.417 Rendah-tinggi 0.002 Z Bangkalan 2.125 2.383 5.065 Tinggi-tinggi 0.019 Pamekasan 1.225 2.026 2.482 Tinggi-tinggi 0.018 Sampang 2.383 1.675 3.992 Tinggi-tinggi 0.014 signifikan pada = 10 Berbeda dengan peubah yang lainnya, pada peubah X 7 dan X 8 terdeteksi pencilan spasial bawah yang artinya pada wilayah tersebut nilai observasi berada di bawah nilai rata-rata wilayah lain. Pada peubah X 7 pencilan spasial bawah terdeteksi pada Kabupaten Pamekasan sedangkan peubah X 8 terdeteksi pada Kota Probolinggo. Selain terdeteksi pencilan spasial bawah pada peubah X 8 juga terdeteksi pencilan spasial atas pada Kabupaten Sumenep. Peubah respon Z juga mendeteksi pencilan spasial atas pada Kabupaten Bangkalan, Pamekasan, dan Sampang. Tabel 6 Hasil analisis LISA untuk Provinsi Jawa Timur tanpa Pulau Madura Peubah wilayah signifikan nilai Z rata-rata tetangga Z Z: Ii Tinggi rendah nilai p X 2 Lumajang 0.305 1.164 0.355 Tinggi-tinggi 0.048 Jember 0.896 1.239 1.110 Tinggi-tinggi 0.036 Banyuwangi 0.059 1.107 0.065 Tinggi-tinggi 0.04 Bondowoso 1.425 1.281 1.826 Tinggi-tinggi 0.005 Situbondo 1.000 1.551 1.551 Tinggi-tinggi 0.018 Probolinggo 3.169 0.649 2.059 Tinggi-tinggi 0.04 K.Probolinggo -0.218 3.169 -0.689 Rendah-tinggi 0.002 X 3 Jombang 0.409 0.808 0.330 Tinggi-tinggi 0.055 Nganjuk 1.666 0.732 1.219 Tinggi-tinggi 0.072 Magetan 0.715 1.004 0.718 Tinggi-tinggi 0.08 Ngawi 1.654 0.984 1.627 Tinggi-tinggi 0.074 Bojonegoro 1.402 1.025 1.436 Tinggi-tinggi 0.021 Tuban 0.336 1.326 0.445 Tinggi-tinggi 0.028 Lamongan 1.249 0.899 1.123 Tinggi-tinggi 0.021 X 6 Bojonegoro -0.266 0.850 -0.227 Rendah-tinggi 0.098 X 7 K. Probolinggo 0.359 2.678 0.962 Tinggi-tinggi 0.08 X 8 Banyuwangi -0.431 0.689 -0.297 Rendah-tinggi 0.096 Bojonegoro 1.513 0.790 1.195 Tinggi-tinggi 0.07 Tuban 1.790 1.231 2.205 Tinggi-tinggi 0.076 K. Probolinggo -0.084 2.304 -0.195 Rendah-tinggi 0.02 Z Tuban 1.713 1.247 2.137 Tinggi-tinggi 0.033 K. Probolinggo -0.141 2.467 -0.348 Rendah-tinggi 0.002 signifikan pada = 10 Berdasarkan analisis LISA untuk peubah bebas di Provinsi Jawa Timur menunjukkan nilai yang signifikan pada beberapa wilayah Tabel 6. Peubah X 2 mengindikasikan terjadinya pencilan spasial atas pada Kabupaten Lumajang, Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, dan Probolinggo. Sedangkan pencilan spasial bawah terdapat pada Kota Probolinggo. Peubah X 3 mengindikasikan terjadinya pencilan spasial atas pada Kabupaten Jombang, Nganjuk, Magetan, Ngawi, Bojonegoro, Tuban, dan Lamongan. Peubah X 6 mengindikasikan terjadinya pencilan spasial bawah pada Kabupaten Bojonegoro. Hal ini memperlihatkan bahwa nilai observasi berada di bawah rata-rata wilayah lain. Peubah X