Survei Evaluasi Pelaksanaan Program Pemasyarakatan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Petani Padi di Kecamatan Dramaga, Bogor

SURVEI EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM
PEMASYARAKATAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU
(PHT) PETANI PADI DI KECAMATAN DRAMAGA, BOGOR

ROSI ROSIDAH JAJILI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

ABSTRAK

ROSI ROSIDAH JAJILI. Survei Evaluasi Pelaksanaan Program Pemasyarakatan
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Petani Padi di Kecamatan Dramaga, Bogor.
Dibimbing oleh DADAN HINDAYANA.
Padi merupakan bahan makanan pokok sebagian besar rakyat Indonesia.
Salah satu strategi pencapaian sasaran produksi untuk mewujudkan ketahanan
pangan nasional diupayakan melalui pengurangan kehilangan hasil dengan
pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT). Penggunaan pestisida

dalam pengendalian OPT merupakan teknik pertanian konvensional yang
menimbulkan berbagai dampak negatif baik terhadap lingkungan maupun
kesehatan. Pengendalian hama terpadu (PHT) merupakan langkah alternatif
berwawasan lingkungan untuk mengatasi OPT. Program PHT dikembangkan
mulai tahun 1989 melalui sekolah lapang pengendalian hama terpadu (SLPHT)
yang kini telah berjalan lebih dari 20 tahun. Perlu dilakukan survei dan evaluasi
terhadap program tersebut untuk mengetahui tingkat keberhasilan program PHT
yang dilakukan dengan metode wawancara menggunakan kuesioner terstruktur
pada petani SLPHT dan nonSLPHT. Data sekunder sebagai data pendukung
meliputi data keadaan umum lokasi dari kantor Kecamatan setempat dan data
pelaksanaan program PHT yang diperoleh dari Dinas Pertanian Republik
Indonesia. Hasil penelitian menunjukan bahwa terjadi penyebaran program PHT
dari petani SLPHT ke petani nonSLPHT, namun dalam skala kecil dan tidak
berkelanjutan. Program PHT saat ini masih berjalan walaupun terkendala oleh
keterbatasan sarana dan biaya operasional. Teknologi PHT sudah memasyarakat
di kalangan petani secara meluas melalui informasi petani alumni SLPHT dan
kegiatan pelatihan lain, seperti sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu
(SLPTT). Konsep PHT digeser dengan konsep pengelolaan tanaman terpadu
(PTT) yang secara prinsip tidak berbeda dengan PHT. Pengetahuan, sikap dan
tindakan petani SLPHT tentang konsep PHT lebih baik daripada petani

nonSLPHT, baik dalam budidaya tanaman, penggunaan pestisida, pengetahuan
tentang hama dan penyakit serta musuh alami, maupun pengendalian OPT secara
nonkimiawi.
Kata kunci: Padi, organisme pengganggu tanaman (OPT), pengendalian hama
terpadu (PHT), sekolah lapang pengendalian hama terpadu (SLPHT).

SURVEI EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM
PEMASYARAKATAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU
(PHT) PETANI PADI DI KECAMATAN DRAMAGA, BOGOR

ROSI ROSIDAH JAJILI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pertanian pada Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2012

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 18 Desember 1989 dari
pasangan bapak H. Lili Jajili dan ibu Hj. Deti Dahyati. Penulis merupakan putri
pertama dari 2 bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1
Tasikmalaya dan pada tahun yang sama pula lulus seleksi masuk IPB melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian.

Judul Skripsi

: Survei Evaluasi Pelaksanaan Program Pemasyarakatan
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Petani Padi di
Kecamatan Dramaga, Bogor

Nama Mahasiswa

: Rosi Rosidah Jajili


NIM

: A34080029

Disetujui,
Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Dadan Hindayana
NIP. 19760430 200501 1 001

Diketahui
Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si
NIP. 19650621 198910 2 001

Tanggal lulus:

PRAKATA


Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Survei
Evaluasi Pelaksanaan Program Pemasyarakatan Pengendalian Hama Terpadu
(PHT) Petani Padi di Kecamatan Dramaga, Bogor. Shalawat serta salam kepada
Nabi Muhammad SAW bersama keluarga, sahabat, dan umatnya sampai akhir
zaman.
Penelitian dimulai dari Maret 2012. Penelitian ini dilaksanakan di Desa
Purwasari dan Desa Ciherang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi dari hasil penelitian yang
berguna dan bermanfaat bagi para peneliti selanjutnya.
Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada
Dr. Ir. Dadan Hindayana selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
pengarahan, dukungan serta banyak nasihat kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan
skripsi
ini
dengan
baik.
Terima

kasih
kepada
Dr. Ir. Abdul Muin Adnan, MS selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan
masukan dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan
kepada Dr. Ir. Yayi Munara Kusumah, MSi selaku dosen pembimbing akademik
yang telah memberikan bimbingan dan perhatian selama penulis kuliah.
Ucapan terima kasih kepada Ayahanda H. Lili Jajili dan Ibunda Hj. Deti
Dahyati yang selalu memberikan kasih sayang, motivasi, nasihat serta do’a
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Staf Dinas
Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, staf Badan Penyuluhan Pertanian
Perikanan dan Kehutanan Kecamatan Dramaga, kelompok tani Mekarsari dan
Rawasari Desa Purwasari, kelompok tani Suburjaya dan Minasri Desa Ciherang
terima kasih atas bantuan serta kerjasamanya. Penulis juga mengucapkan banyak
terimakasih kepada Ciptadi Achmad Yusup yang telah memberikan bantuan serta
motivasi dalam penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis
ucapkan untuk teman-teman Proteksi Tanaman ’45 atas kerja sama dan
kebersamaannya dalam memaknai arti persahabatan, serta semua pihak yang
terkait dan telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan kegiatan
selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Amin.


Bogor, Juli 2012

Rosi Rosidah Jajili

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ..........................................................................................

viii

DAFTAR GAMBAR .....................................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................

x


PENDAHULUAN .........................................................................................
Latar Belakang ........................................................................................
Tujuan Penelitian ....................................................................................
Manfaat Penelitian ..................................................................................

1
1
4
4

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................
Tanaman Padi ............................................................................................
Sejarah ................................................................................................
Biologi ..................................................................................................
Syarat Tumbuh .....................................................................................
Arti Penting dan Manfaat Padi bagi Kehidupan Manusia ....................
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) .........................................................
Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) .........................

5

5
5
5
6
7
7
9

BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN .............................................
Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................................
Metode Pelaksanaan ..................................................................................
Pemilihan Contoh .................................................................................
Pengumpulan Data Primer ...................................................................
Pengumpulan Data Sekunder ...............................................................

11
11
11
11
11

12

HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................
Keadaan Umum Kecamatan Dramaga ......................................................
Desa Purwasari .....................................................................................
Desa Ciherang ......................................................................................
Kebijakan Utama Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten
Bogor.........................................................................................................
Landasan Hukum ..................................................................................
Struktur Organisasi ..............................................................................
Tugas Pokok dan Fungsi ......................................................................
Program PHT yang Masih Berjalan ..........................................................
Program PHT di Indonesia ...................................................................
Program PHT di Kabupaten Bogor ......................................................
Program PHT di Kecamatan Dramaga .................................................
Karakteristik Petani ...................................................................................
Keadaan Umum Usahatani .......................................................................
Status Kepemilikan dan Luas Lahan Pertanian ....................................
Varietas yang Digunakan .....................................................................
Hasil Panen dan Sistem Penjualan .......................................................


13
13
13
14
16
16
17
20
22
22
23
25
27
28
28
29
30

Halaman
Proporsi Biaya Input Usaha Tani .........................................................
Budidaya Tanaman ...................................................................................
Penentuan Waktu Tanam .....................................................................
Teknik Bercocok Tanam ......................................................................
Pemupukan ...........................................................................................
Pemeliharaan Tanaman ........................................................................
Pemanenan ...........................................................................................
Pengamatan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).............................
Pengendalian Gulma ............................................................................
Pengamatan Hama dan Penyakit ..........................................................
Pengetahuan petani terhadap hama/penyakit dan pengendaliannya ....
Penggunaan Pestisida ...........................................................................
Kerasionalan Petani Terhadap Penggunaan Pestisida ..........................
Kecenderungan Mencampur Pestisida .................................................
Pengetahuan Petani tentang Musuh Alami ...............................................
Kepedulian Petani Terhadap Dampak Pestisida .......................................
Sikap Petani Terhadap PHT ......................................................................
Evaluasi Pelaksanaan PHT........................................................................

31
32
32
33
34
37
37
38
39
40
40
43
44
46
47
48
49
50

KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................
Kesimpulan ...................................................................................
Saran ..............................................................................................

52
52
52

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

53

LAMPIRAN ....................................................................................................

56

DAFTAR TABEL

No.

Halaman

1.

Luas wilayah dan jenis penggunaan tanah Desa Purwasari...............

14

2.

Jumlah penduduk Desa Purwasari menurut mata pencaharian ..........

14

3.

Luas wilayah dan jenis penggunaan tanah Desa Ciherang ................

15

4.

Jumlah penduduk Desa Ciherang menurut mata pencaharian ...........

15

5.

Inventarisasi kegiatan SLPHT tanaman padi di Indonesia tahun
1999-2006 ..........................................................................................

23

Rencana dan realisasi pelaksanaan SLPHT tanaman padi di
Indonesia tahun 2007-2011 ................................................................

23

7.

Lokasi dan jumlah petani pelaksana kegiatan SLPHT tahun 2008 ....

24

8.

Lokasi dan jumlah petani pelaksana kegiatan SLPHT tahun 2010 ....

24

9.

Lokasi gerakan PHT tahun 2010........................................................

25

10. Karakteristik petani responden...........................................................

28

11. Pemilikan dan pengusahaan lahan .....................................................

29

12. Varietas padi yang ditanam petani .....................................................

30

13. Hasil panen padi per hektar per musim tanam ...................................

30

14. Rata-rata proporsi biaya input usahatani padi terhadap total biaya
produksi setiap hektar per musim tanam............................................

31

15. Penggunaan pupuk kandang...............................................................

34

16. Dosis penggunaan pupuk padat .........................................................

35

17. Penggunaan pupuk pelengkap cair (PPC) per musim tanam .............

36

18. Jenis PPC yang digunakan petani ......................................................

36

19. Waktu penyulaman tanaman yang mati .............................................

37

20. Cara pemanenan padi yang dilakukan petani responden ...................

37

21. Tindakan petani terhadap jerami ........................................................

38

22. Pengamatan OPT yang dilakukan petani ...........................................

38

23. Hama/penyakit terpenting pada pertanaman padi petani responden ..

40

24. Pengetahuan petani tentang penularan penyakit pada tanaman padi .

42

25. Pelaksanaan penyemprotan pestisida .................................................

44

6.

Halaman
26. Jenis pestisida yang digunakan petani untuk pengendalikan hama
dan penyakit pada tanaman padi ........................................................

44

27. Penggunaan pestisida untuk pengendalian hama dan penyakit
tanaman padi ......................................................................................

45

28. Kesesuaian sasaran penggunaan pestisida .........................................

46

29. Pencampuran pestisida .......................................................................

47

30. Pengetahuan dan persepsi petani tentang musuh alami pada
tanaman padi ......................................................................................

47

31. Persepsi petani tentang pengaruh penyemprotan terhadap musuh
alami ...................................................................................................

48

32. Sikap petani terhadap PHT ................................................................

49

DAFTAR GAMBAR

No.

Halaman

1. Gulma yang sulit dikendalikan menurut petani: (A) Fimbristylis
miliacea (L.), (B) Ludwigia arcuata Walt., dan (C) Sphenoclea
zeylanica Gaertn ................................................................................

39

2. Alat bagan warna daun (BWD): (A) tampak depan, (B) tampak
belakang .............................................................................................

42

DAFTAR LAMPIRAN

No.

Halaman

1.

Kuesioner pengendalian hama terpadu tanaman padi ........................

57

2.

Rekapitulasi karakteristik usahatani SLPHT .....................................

69

3.

Rekapitulasi karakteristik usahatani nonSLPHT ...............................

70

4.

Biaya dan pendapatan usahatani petani SLPHT ................................

71

5.

Biaya dan pendapatan usahatani petani nonSLPHT ..........................

72

6.

Pengetahuan petani responden tentang budidaya tanaman ................

73

7.

Pengetahuan petani responden tentang pestisida dan penyemprotan.

73

8.

Sikap kecenderungan petani dalam mencampur pestisida .................

74

9.

Sikap petani terhadap pengendalian nonkimiawi ..............................

74

10. Sikap kerasionalan petani dalam penggunaan pestisida ....................

75

11. Sikap kepedulian petani terhadap dampak pestisida ..........................

76

12. Produktivitas dan produksi padi Indonesia tahun 2001-2011 ............

77

13. Kegiatan selama penelitian: (A) proses wawancara petani di lahan,
(B) proses wawancara petani dengan mendatangi rumah petani
secara langsung, (C) Petani memperhatikan gambar contoh gejala
penyakit di lahan padi ........................................................................

77

14. Contoh spesimen yang diperlihatkan pada petani: (A) beberapa
hama penting tanaman padi, (B) beberapa musuh alami hama
penting tanaman padi, (C) gambar beberapa penyakit penting pada
tanaman padi, dan (D) beberapa predator hama penting tanaman
padi .....................................................................................................

78

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Padi merupakan bahan makanan pokok sebagian besar rakyat Indonesia
karena 95% penduduk Indonesia mengkonsumsi beras. Tingginya kebutuhan
konsumsi beras disebabkan oleh sebagian besar penduduk Indonesia beranggapan
bahwa beras merupakan bahan makanan pokok yang belum dapat digantikan
keberadaannya. Keterikatan pada beras sebagai pangan pokok pada gilirannya
menimbulkan masalah, yaitu bertambahnya jumlah penduduk diiringi dengan
besarnya konsumsi beras di Indonesia. Oleh karena itu, untuk mengimbangi
peningkatan konsumsi beras tersebut, maka produksi beras secara nasional harus
ditingkatkan pula (Muslim 2008).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2011), pada tahun 2011 terjadi
penurunan produktivitas padi yang cukup signifikan dari 50.15 ku/ha menjadi
49.80 ku/ha. Turunnya produktivitas padi berkorelasi positif dengan penurunan
produksi padi nasional. Produksi padi pada tahun 2011 sebesar 65 756 904 ton
dengan luas lahan panen 13 203 643 ha, menurun dari 66 469 394 ton pada tahun
2010 dengan luas lahan 13 253 450 ha. Kebutuhan beras per kapita per tahun
penduduk Indonesia sekitar 139 kg. Angka konsumsi beras masyarakat Indonesia
lebih besar dibandingkan dengan negara lain di dunia. Dengan demikian,
kebijakan impor beras yang dilakukan pemerintah merupakan kebijakan yang baik
untuk memperkuat cadangan beras dan memenuhi konsumsi dalam negeri.
Upaya peningkatan produktivitas padi secara nasional sudah dimulai sejak
tahun 1969, namun selama lebih dari 3 dekade Indonesia belum mampu
memenuhi kebutuhan beras dalam negeri sehingga masih tergantung pada impor.
Kondisi ini disebabkan oleh berbagai macam kendala dalam peningkatan
produktivitas padi, di antaranya konversi lahan pertanian, teknologi, hama dan
penyakit tanaman, perubahan iklim, dan bencana alam (Wardhani 1992).
Salah satu strategi pencapaian sasaran produksi untuk mewujudkan
ketahanan pangan nasional diupayakan melalui pengurangan kehilangan hasil
dengan pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT). Pengendalian OPT

2

dapat dilakukan dengan beberapa cara, di antaranya menggunakan varietas
unggul, cara mekanis, biologi, kimiawi, dan sistem budidaya yang baik tetapi
masih sering dijumpai penggunaan cara kimiawi menjadi pilihan pertama
(Djojosumarto 2008).
Pengendalian secara kimiawi dengan aplikasi pestisida merupakan cara
paling praktis, ekonomis, dan efisien, namun menimbulkan beberapa dampak
negatif di antaranya menimbulkan masalah kesehatan, pencemaran, dan gangguan
keseimbangan ekologis. Dampak sosial ekonomi dari penggunaan pestisida yang
tidak terkendali menyebabkan biaya produksi menjadi tinggi dan menimbulkan
biaya sosial, misalnya biaya pengobatan dan hilangnya hari kerja jika terjadi
keracunan. Dampak bagi kesehatan di antaranya dapat mengakibatkan keracunan
baik akut maupun kronis. Bagi kelestarian lingkungan, penggunaan pestisida
dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, terjadinya resistensi pada hama,
terbunuhnya organisme bukan sasaran, timbulnya ledakan hama kedua, adanya
residu racun pada tanaman, dan terjadinya resurjensi hama seperti yang terjadi
pada tahun 1985 (Djojosumarto 2008).
Pada tahun 1985 terjadi letusan hama wereng batang cokelat di pusat
tanaman padi di Jawa Tengah dan jalur pantai utara Jawa yang meliputi ribuan
hektar lahan sawah. Banyak petani mengalami gagal panen karena sawahnya
“terbakar” oleh hama tersebut. Peristiwa ini diakibatkan oleh penggunaan
pestisida untuk mengendalikan hama wereng batang cokelat yang saat itu telah
mendapat izin untuk pengendaliannya. Secara ilmiah pestisida-pestisida tersebut
terbukti mendorong resurjensi hama wereng batang cokelat. Untuk mengamankan
swasembada beras, Presiden atas nama Pemerintah mengeluarkan Instruksi
Presiden Nomor 3 Tahun 1986 tentang Pengendalian Hama Wereng Cokelat Padi.
Melalui peraturan tersebut, Presiden menginstruksikan untuk menerapkan PHT
dalam pengendalian hama wereng batang cokelat dan hama-hama padi lainnya,
melarang penggunaan 57 formulasi insektisida untuk tanaman padi, melaksanakan
koordinasi untuk peningkatan pengendalian wereng cokelat, dan melakukan
pelatihan petani dan petugas tentang PHT. Oleh karena itu, perhatian terhadap
alternatif pengendalian hama nonkimiawi serta metode pengendalian hama

3

terpadu (PHT) semakin besar. Hal ini bertujuan menurunkan pemanfaatan dan
ketergantungan terhadap pestisida sintetik (Untung 2007).
Pengendalian hama terpadu (PHT) adalah suatu cara pendekatan, cara
berfikir atau falsafah pengendalian hama yang didasarkan pada pertimbangan
ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang
bertanggung jawab. Program tersebut telah membawa Indonesia diakui oleh dunia
bahwa Indonesia telah berhasil mengembangkan PHT. Konsep PHT berusaha
untuk mendorong, mengkombinasikan, dan mamadukan beberapa macam faktor
pengendalian untuk menekan populasi hama dan memperkecil kerusakan tanaman
yang diakibatkan oleh serangan hama. Secara prinsip, konsep PHT berbeda
dengan konsep pengendalian konvensional yang sangat tergantung pada
penggunaan pestisida. PHT bukan suatu konsep yang anti penggunaan pestisida
melainkan alternatif terakhir jika semua teknologi PHT sudah tidak efektif,
pestisida masih diperlukan tetapi sangat selektif (Krestiani 2010).
Sejak tahun 1989 program PHT dikembangkan melalui sekolah lapang
pengendalian hama terpadu (SLPHT) pada tanaman padi. Perencanaan dan
persiapan kegiatan pelatihan PHT dilakukan di Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (Bappenas) oleh suatu tim yang terdiri atas para pakar PHT dari FAO,
Departemen Pertanian, dan Universitas (UGM, IPB, dan UNHAS). Indonesia
dikenal di seluruh dunia sebagai pencetus dan pionir dalam melaksanakan
program SLPHT dalam skala besar. Petani dengan segala keterbatasannya dapat
meningkatkan kualitas dan dedikasinya menjadi penerap konsep PHT yang dapat
dibanggakan. Pola SLPHT telah diterima oleh FAO, organisasi pangan dan
pertanian dunia, serta diterapkan dan dikembangkan di sebagian besar negara
berkembang di benua Asia, Afrika, dan Amerika Latin (Untung 2007).
Di tingkat Internasional, Indonesia dikenal sebagai negara pelopor PHT dan
Pemerintah Indonesia telah menjadikan PHT sebagai kebijakan nasional, namun
terdapat beberapa kendala dalam pemasyarakatan program tersebut. Walaupun
demikian, program PHT diharapkan dapat berjalan dengan sendirinya, yaitu
melalui informasi dari petani SLPHT kepada petani nonSLPHT. Akibat
kurangnya penyebaran program PHT, dikhawatirkan para petani alumni SLPHT
menjadi kurang percaya diri terhadap program PHT sehingga mereka kembali ke

4

teknik pertanian konvensional yang bergantung pada penggunaan pestisida. Oleh
karena itu, perlu dilakukan survei dan evaluasi terhadap tingkat keberhasilan
program PHT, salah satunya di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor yang telah
menerapkan strategi pengendalian OPT melalui implementasi program PHT pada
tanaman pangan terutama padi.
Tujuan
Survei ini bertujuan menganalisis tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan
petani dalam mengendalikan organisme pengganggu tanaman; serta menganalisis
dan mengevaluasi tingkat keberhasilan program PHT pada petani padi di
Kecamatan Dramaga, Bogor.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari survei ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
tingkat keberhasilan program PHT serta menyediakan pangkal data petani padi
SLPHT dan nonSLPHT di Kecamatan Dramaga, Bogor.

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Padi
Sejarah
Padi merupakan tanaman pangan rumput berumpun. Tanaman pertanian
kuno berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis.
Bukti sejarah memperlihatkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (Cina) sudah
dimulai pada tahun 3000 SM. Fosil butir padi dan gabah ditemukan di Hastinapur
Uttar Pradesh India sekitar 100 sampai 800 SM. Selain Cina dan India, beberapa
wilayah asal padi adalah Bangladesh Utara, Burma, Thailand, Laos, dan Vietnam
(Surowinoto 1983).
Biologi
Padi tergolong tanaman setahun, bentuk batang berongga dan beruas-ruas,
pada setiap ruas batang tumbuh satu helai daun yang memanjang seperti pita.
Pelepah daun membungkus ruas batang dan pada ujung batang terbentuk sebuah
malai (Sumartono et al. 1972).
Tanaman padi termasuk divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae,
kelas Monotyledonae, ordo Graminales, famili Graminae, genus Oryza dan
spesies Oryza spp.. Spesies padi terdiri atas dua golongan yaitu Utilissima (padi
biasa) dan Glutinosa (padi ketan). Pembagian ini berdasarkan atas perbedaan fisik
dan kimia dari endospermanya (Surowinoto 1983).
Menurut Siregar (1981) terdapat 25 spesies Oryza, yang terkenal adalah
O. sativa dengan dua subspesies yaitu Indica (padi bulu) yang ditanam di
Indonesia dan Sinica (padi cere). Padi dibedakan dalam dua tipe yaitu padi kering
(gogo) yang ditanam di dataran tinggi dan padi sawah di dataran yang
memerlukan penggenangan.
Varietas Indica umumnya memiliki batang yang tinggi, daunnya besar
berwarna hijau muda, tumbuhnya menggantung, respon pupuk terutama nitrogen
kurang baik dan peka terhadap panjang hari (dalam hal pembungaan), varietas ini
biasanya mempunyai produksi rendah. Varietas Sinica umumnya memiliki batang
lebih pendek, tumbuh agak tegak, respon pupuk nitrogen sangat baik dan

6

mempunyai produksi tinggi. Jenis Indica cenderung menghasilkan butir beras
yang lebih pendek dan konstistensi nasinya lekat (Ika dan Soemarno 1986).
Varietas unggul nasional berasal dari Bogor yaitu Pelita I/1, Pelita I/2, Adil
dan Makmur (dataran tinggi), Gemar, Gati, GH 19, GH 34, dan GH 120 (dataran
rendah). Varietas unggul introduksi dari International Rice Research Institute
(IRRI) Filipina adalah jenis IR atau PB yaitu IR 22, IR 14, IR 46, dan IR 54
(dataran rendah); PB32, PB 34, PB 36, dan PB 48 (dataran rendah). Varietas
unggul baru (VUB) padi sawah, seperti: IR36, Cisadane, IR 42, Cisokan, IR64,
Ciliwung, IR66, Memberamo, Cibodas, Digul, Maros, Cimalaya Mucul, Way Apo
Buru, Widas, Ciherang, Cisantana, Tukad Petanu, Tukad Balian, Tukad Unda,
Celebes, Kalimas, Bondojudo, Silungonggo, Singkil, Sintanur, Konawe, Batang
Gadis, Ciujung, Conde, Angke, Wera, Sunggal, Cigeulis, Luk Ulo, Cibogo,
Batang Piaman, Batang Lembang, Pepe, Logawa, Mekongga, Sarinah, Aek
Sibundong, Inpari 1, Inpari 2, Inpari 3, Inpari 4, Inpari 5 Merawu, Inpari 6 Jete,
Inpari 7 Lanrang, Inpari 8, Inpari 9 Elo, dan Inpari 10 Laeya. VUB padi tipe baru
seperti: Cimelati, Gilirang, Ciapus, dan Fatmawati. VUB padi hibrida seperti:
Maro, Rokan, Hipa 3, Hipa 4, Hipa 5 Ceva, Hipa 6 Jete, Hipa 7, dan Hipa 8
Pioneer. VUB padi ketan seperti: Lusi, Ketonggo, Setail, dan Ciasem. VUB padi
gogo seperti: Cirata, Towuti, Limboto, Danau Gaung, Batutegi, Situ Patenggang,
dan Situ Bagendit. VUB padi rawa pasang surut seperti: Banyuasin, Batanghari,
Dendang, Indragiri, Punggur, Martapura, Margasari, Siak Raya, Air Tenggulang,
Lambur, Mendawak, Inpara 1, Inpara 2, dan Inpara 3 (Suprihatno et al. 2009).
Syarat Tumbuh
Tanaman padi tumbuh baik pada kisaran suhu 20 sampai 40 oC dengan
ketinggian beberapa meter hingga 300 m dpl dan pada lintang 45 oLU sampai
45 oLS. Rata-rata curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau 1500 sampai
200 mm/tahun. Padi dapat ditanam di musim kemarau atau hujan. Pada musim
hujan, walaupun air melimpah produksi dapat menurun karena penyerbukan
kurang intensif. Pada umumnya tanaman padi membutuhkan air dalam jumlah
relatif banyak, namun tidak semua fase pertumbuhan membutuhkan air dalam
jumlah yang sama.

7

Di dataran rendah padi memerlukan ketinggian 0 sampai 650 m dpl dengan
temperatur 22 sampai 27 oC, sedangkan di dataran tinggi 650 sampai 1500 m dpl
dengan temperatur 19 sampai 23 oC. Tanaman padi mempunyai dua fase masa
kritis, yaitu masa pembentukan anakan (vegetatif aktif) dan fase setelah
pembentukan primordia (30 hari sebelum keluar bunga). Tanaman padi
memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa naungan. Jika terjadi kekurangan
air pada kedua fase tersebut, maka anakan akan berkurang dan persentase gabah
hampa tinggi. Selain itu, angin juga berpengaruh pada penyerbukan dan
pembuahan

tetapi

jika

terlalu

kencang

akan

merebahkan

tanaman

(Surowinoto 1983).
Arti Penting dan Manfaat Padi bagi Kehidupan Manusia
Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan
ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia.
Meskipun padi dapat digantikan oleh makanan lainnya, namun padi memiliki nilai
tersendiri bagi orang yang biasa makan nasi dan tidak dapat dengan mudah
digantikan oleh bahan makanan yang lain (Haryadi 2006).
Padi adalah salah satu bahan pangan pokok yang mengandung gizi dan
penguat yang cukup bagi tubuh manusia sebab di dalamnya terkandung bahan
yang mudah diubah menjadi energi. Pangan pokok umumnya banyak
mengandung karbohidrat sehingga berfungsi sebagai sumber kalori utama. Di
Indonesia, di antara bahan pangan berkarbohidrat yaitu padi-padian, umbiumbian, dan batang palma, beras merupakan sumber kalori terpenting bagi
sebagian besar penduduk. Beras diperkirakan menyumbangkan kalori sebesar
60% sampai 80% dan protein 45% sampai 55% bagi rata-rata penduduk
(Haryadi 2006).
Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
Oka (1996) mengemukakan bahwa PHT adalah suatu konsep atau
pandangan, pendekatan, program, dan strategi ataupun filosofi. Menurut Sembel
(2010) program pengendalian hama terpadu (Intergrated Pest Control =
Integrated Pest Management) mulai dikembangkan sejak tahun 1950-an. Awalnya
hanya memadukan pengendalian kimia dan hayati, namun selanjutnya

8

dikembangkan dengan memanfaatkan semua teknik pengendalian, yaitu kimia,
hayati, kultural, mekanik, dan cara-cara pengendalian lain yang cocok untuk
menurunkan populasi hama di bawah garis ambang ekonomi dengan
memperhatikan aspek-aspek ekologi, ekonomi, dan sosial.
Prinsip-prinsip

pengendalian

hama

terpadu

(PHT)

sebagaimana

dikemukakan oleh Untung (1984) adalah (1) pengendalian hama harus merupakan
bagian atau komponen atau subsistem pengelolaan agroekosistem; (2)
pengendalian hama harus dilakukan dengan berlandaskan prinsip-prinsip
pembangunan pertanian berkelanjutan; (3) strategi pengelolaan agroekosistem
berkelanjutan, antara lain pengurangan masukan produksi yang membahayakan,
manfaat potensi hayati, penyesuaian pola tanam, dan penekanan pada pengelolaan
usaha tani; dan (4) tujuan PHT tidak hanya untuk pengendalian hama saja tetapi
mempunyai tujuan komprehensif, antara lain: produksi pertanian makin tinggi,
peningkatan kesejahteraan petani, perhatian pada populasi hama dalam
keseimbangan, perhatian pada keanekaragaman hayati, pembatasan penggunaan
pestisida, pengurangan risiko keracunan pada manusia dan binatang, dan
peningkatan daya saing serta nilai tambah produk.
Pemerintah telah menetapkan PHT sebagai kebijakan dasar bagi setiap
program perlindungan tanaman. Kebijakan ini merupakan program pemerintah
sejak Pelita III sampai sekarang. Dasar hukum penerapan dan pengembangan PHT
di Indonesia adalah Instruksi Presiden No. 3 Tahun 1986 dan Undang Undang
No.12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, serta Peraturan Pemerintah
No. 5 Tahun 1996 tentang Perlindungan Tanaman (Untung 1993).
Sistem pertanian berkelanjutan merupakan tujuan jangka panjang PHT
dengan sasaran pencapaian produksi tinggi, produk berkualitas, perlindungan dan
peningkatan kemampuan tanah, air, dan sumber daya lainnya, pembangunan
perekonomian desa, dan kehidupan yang lebih baik bagi keluarga petani dan
komunitas pertanian pada umumnya (Wardhani 1992).
Menurut Untung (2007), masih banyak kelemahan yang berasal dari dalam
sistem yang menyebabkan kinerja perlindungan tanaman belum optimal. Beberapa
kelemahannya antara lain: (1) teknologi perlindungan tanaman kurang tepat yaitu
sebagian petani masih mengutamakan penggunaan pestisida kimia yang tidak

9

tepat dan cenderung berlebihan dalam penggunaannya; (2) jumlah dan kualitas
SDM pelaksana perlindungan tanaman masih kurang di jajaran pemerintah,
swasta/industri dan khususnya petani; (3) kekurangan penelitian pendukung yaitu
masih ada kesenjangan antara kegiatan penelitian dan kebutuhan dan
permasalahan lapangan khususnya dalam penerapan prinsip-prinsip PHT; (4)
lemahnya koordinasi kelembagaan; (5) kebijakan PHT belum diterapkan, akhirakhir ini ada kecenderungan konsep PHT digeser dengan konsep lain yaitu
pengelolaan tanaman terpadu (PTT) yang sebenarnya secara prinsip tidak berbeda
dengan PHT; (6) keterbatasan sarana dan biaya operasional; (7) ketergantungan
petani yaitu struktur kelembagaan petani sangat lemah sehingga petani pasif,
menunggu perintah dan bantuan, tidak mandiri, kurang percaya diri, dan sangat
tergantung pada pihak-pihak lain, terutama dari pejabat dan petugas pemerintah
atau mungkin dari petugas perusahaan pestisida; dan (8) pemanfaatan data iklim
yang masih kurang.
Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT)
Kegiatan pelatihan PHT untuk petani tanaman pangan dikelola oleh
Program Nasional PHT yang bersekretariat di BAPPENAS (1989-1993) dan
Departemen Pertanian (1993-1993) (Untung 2007). Pada periode 1989-1999
melalui program sekolah lapang pengendalian hama terpadu (SLPHT),
Departemen Pertanian berhasil melatih lebih dari satu juta petani, khususnya
untuk tanaman padi dan tanaman pangan lainnya. Hal ini sangat penting dalam
meningkatkan kesejahteraan petani melalui PHT dalam praktek pertanian yang
baik (Effendi 2009).
Sekolah lapangan PHT adalah sebuah sekolah yang berada di lapangan
dengan pesertanya terdiri atas 20 sampai 25 petani didampingi dan difasilitasi oleh
dua pemandu lapangan (PL). Petani peserta dan PL bersama-sama belajar
menerapkan dan mengembangkan PHT. Sekolah lapangan juga mempunyai
kurikulum, ujian/test dan sertifikat kelulusan di dalamnya juga terdapat acara
pembukaan, penutupan, dan kunjungan lapangan.

10

Visi SLPHT adalah memberdayakan petani dalam menerapkan dan
mengembangkan prinsip-prinsip dan teknologi PHT secara profesional sehingga
dapat dihasilkan produk pertanian dengan kualitas, kuantitas, dan daya saing pasar
tinggi untuk peningkatan kesejahteraan hidupnya. Paradigma pemberdayaan dan
pemanfaatan kemampuan sumberdaya hayati lokal merupakan tumpuan SLPHT.
Secara umum, tujuan kegiatan SLPHT adalah agar petani dan pemandu
lapangan dapat memasyarakatkan dan menerapkan PHT secara khas lokasi tetapi
dalam kerangka berpikir komprehensif dan global. Tujuan SLPHT adalah
memberdayakan petani dalam menerapkan dan mengembangkan PHT di lahannya
sendiri, termasuk dalam melakukan pengkajian dan percobaan untuk pengambilan
keputusan sehingga petani memperoleh hasil bagi petani dan kelompok tani
(Untung 2007).

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai Maret sampai Juni 2012, bertempat di
Desa Purwasari dan Desa Ciherang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor, Jawa
Barat.
Metode Pelaksanaan
Pemilihan Contoh
Pemilihan desa contoh dalam 1 kecamatan berdasarkan adanya pelaksanaan
program PHT tanaman padi melalui SLPHT, yaitu Desa Purwasari dan Desa
Ciherang. Setiap desa dipilih 20 petani secara acak, terdiri atas 10 petani yang
sudah pernah mengikuti SLPHT dan 10 petani yang belum pernah mengikuti
SLPHT (nonSLPHT). Pemilihan petani alumni SLPHT berdasarkan tahun
keikutsertaan petani dalam kegiatan SLPHT, yaitu tahun 1992 dan 2000.
Pengumpulan Data Primer
Pengumpulan

data

primer

dilakukan

melalui

metode

wawancara

menggunakan kuesioner terstruktur (Lampiran 1) dan alat peraga berupa spesimen
serangga dan foto gejala penyakit. Pelaksanaannya dengan cara mengunjungi
petani ke rumah atau lahan pertaniannya.
Kuesioner yang digunakan terdiri atas 4 komponen, yaitu (1) karakteristik
petani (nama, umur, pendidikan, tanggungan keluarga, pengalaman bertani padi,
pekerjaan sampingan); (2) karakteristik usaha tani (status kepemilikan lahan, luas
lahan keseluruhan, luas lahan yang ditanami padi, varietas padi yang digunakan,
proporsi biaya pestisida terhadap total biaya produksi, hasil panen, dan sistem
penjualan); (3) penerapan komponen PHT (budidaya tanaman, penggunaan
pupuk, pengamatan OPT secara berkala, masalah hama/penyakit padi yang paling
penting serta pengendaliaannya, pengendalian gulma, pengetahuan tentang musuh
alami, cara penggunaan pestisida); (4) sikap petani terhadap program PHT.

12

Hasil
perbandingan

wawancara
antara

dengan

kuesioner

dipersentasekan

frekuensi

jawaban

responden

berdasarkan

dengan

jumlah

petani/responden kemudian dibuat tabulasi data. Penghitungan data yang
diperoleh dari kedua desa dikelompokkan ke dalam petani SLPHT dan petani
nonSLPHT.
Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder mencakup data tentang keadaan umum lokasi yang diperoleh
dari Kantor Desa Purwasari dan Desa Ciherang serta Kantor Kecamatan Dramaga;
data tentang pelaksanaan program PHT dan SLPHT yang diperoleh dari Badan
Pelaksana Penyuluhan Pertanian dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Dramaga,
Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, dan Departemen Pertanian
Republik Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Kecamatan Dramaga
Kecamatan Dramaga merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bogor
yang terletak di wilayah Bogor Barat dengan luas wilayah 2 437.636 ha. Sebagian
besar tanahnya seluas 972 ha digunakan untuk sawah, 1145 ha lahan kering
(pemukiman, pekarangan, kebun), 49.79 ha lahan basah (rawa, danau, tambak,
situ), 20.30 ha lapangan olahraga dan pemakaman umum. Kecamatan Dramaga
mempunyai batas wilayah sebelah utara dengan Kecamatan Rancabungur, sebelah
selatan dengan Kecamatan Tamansari, sebelah barat dengan Kecamatan Ciampea,
dan sebelah timur dengan Kecamatan Bogor Barat. Curah hujan di Kecamatan
Dramaga 1000 sampai 1500 mm/tahun dengan ketinggian 700 m dari permukaan
laut merupakan kawasan berbukit dengan suhu rata-rata 25 sampai 30 oC. Jarak
Kecamatan Dramaga dari ibukota Kabupaten Bogor adalah 30 km, dari ibukota
Propinsi Jawa Barat 120 km, dan dari ibukota negara Indonesia 80 km. Kecamatan
Dramaga terdiri 10 desa yaitu Dramaga, Ciherang, Sinarsari, Sukawening,
Sukadamai, Neglasari, Petir, Purwasari, Babakan, dan Cikarawang dengan jumlah
32 dusun, 72 rukun warga, 314 rukun tetangga, dan 22 143 kepala keluarga
(Laporan . . . 2011). Penelitian ini dilakukan di Desa Purwasari dan Desa Ciherang.
Desa Purwasari
Luas wilayah Desa Purwasari adalah 211.016 ha dengan penggunaan terbesar
untuk pertanian sawah yaitu seluas 158.233 ha, serta pemukiman seluas 34.998 ha
(Tabel 1). Desa Purwasari mempunyai batas wilayah sebelah utara dan timur
dengan Desa Petir Kecamatan Dramaga, sebelah selatan dengan Desa Sukajadi
Kecamatan Taman Sari, dan sebelah barat dengan Desa Situ Daun Kecamatan
Tenjolaya. Desa Purwasari merupakan daerah yang berada di dataran rendah pada
ketinggian 568 m di atas permukaan laut, banyaknya curah hujan 2000/2500
mm/hm dengan suhu udara rata-rata 28 sampai 30 oC. Jarak Desa Purwasari ke ibu
kota kecamatan sejauh 7 km sedangkan jarak ke ibu kota kabupaten sejauh 30 km.
Jumlah penduduk Desa Purwasari sebanyak 6775 jiwa dengan 2405 kepala
keluarga (Rencana . . . 2011). Sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai petani
(Tabel 2).

14

Tabel 1 Luas wilayah dan jenis penggunaan tanah Desa Purwasari a
Jenis penggunaan tanah
Persawahan
Perkebunan
Pemukiman
Pemakaman
Perkantoran
Pekarangan
Empang
Jalan
a

Luas (ha)
158.233
8.290
34.998
1.750
0.150
1.441
1.000
5.134

Sumber: Rencana pembangunan jangka menengah Desa Purwasari tahun 2011-2015.

Tabel 2 Jumlah penduduk Desa Purwasari menurut mata pencaharian a
Jenis Pekerjaan
PNS
TNI
POLRI
Swasta
Pedagang
Petani
Pertukangan
Buruh tani
Buruh
Pensiunan
Nelayan
Pemulung
Jasa
a

Jumlah (orang)
36
0
2
496
507
697
72
489
424
17
0
7
76

Sumber: Rencana pembangunan jangka menengah Desa Purwasari tahun 2011-2015.

Desa Ciherang
Desa Ciherang memiliki luas wilayah sebesar 251.57 ha dengan 171 ha
wilayah digunakan untuk persawahan dan 49.43 ha untuk pemukiman (Tabel 3).
Desa Ciherang mempunyai batas wilayah sebelah utara dengan Kelurahan
Margajaya, sebelah timur dengan Desa Laladon, sebelah selatan dengan Desa
Ciapus dan Desa Sukawening, dan sebelah barat dengan Desa Dramaga dan Desa
Sinarsari. Desa Ciherang merupakan daerah yang berada di dataran rendah pada
ketinggian 196 m di atas permukaan laut, banyaknya curah hujan 250 sampai 450
mm/th dengan suhu udara rata-rata 25 sampai 32 oC. Jarak Desa Ciherang ke pusat
kecamatan sejauh 1.5 km, sedangkan jarak ke pusat ibu kota Kabupaten sejauh 25
km. Jumlah penduduk di Desa Ciherang sebanyak 12 158 jiwa dengan 3213 kepala

15

keluarga (Data . . . 2011). Sebagian besar masyarakat di Desa Ciherang bekerja
sebagai wiraswasta dan buruh (Tabel 4).
Tabel 3 Luas wilayah dan jenis penggunaan tanah Desa Ciherang a
Jenis penggunaan tanah

Luas (ha)

Perumahan/pemukinan dan pekarangan
Sawah
Ladang
Perkebunan/perkebunan rakyat
Kolam/tambak
Sungai
Jalan
Situ
Pemakaman
Perkantoran
Pasar
Lapangan olahraga
Bangunan industry
Peribadatan
Bangunan pendidikan

49.43
171.00
20.34
0.00
2.00
2.00
4.00
0.00
2.00
0.00
0.00
0.30
0.00
0.50
0.00

a

Sumber: Data monografi Desa Ciherang tahun 2011.

Tabel 4 Jumlah penduduk Desa Ciherang menurut mata pencaharian a
Jenis pekerjaan
Petani
Pedagang
PNS
Wiraswasta
Pensiunan/Purnawirawan
Pengusaha
Peternak
Tukang bangunan
Jasa
Buruh
a

Sumber: Data monografi Desa Ciherang tahun 2011.

Jumlah (orang)
398
775
545
1421
59
231
16
154
287
1231

16

Kebijakan Utama Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor
Landasan Hukum
Landasan hukum penyusunan Rencana Strategis Dinas Pertanian dan
Kehutanan Kabupaten Bogor Tahun 2009-2013 adalah :
1.

Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya
Tanaman.

2.

Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

3.

Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

4.

Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undangundang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.

5.

Undang–undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

6.

Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

7.

Undang-undang

Nomor

15

Tahun

2004

tentang

Pemeriksaan

Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara.
8.

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional.

9.

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

10. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Pembagian Kewenangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
11. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan kedua atas
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004.
12. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2009 tentang Keuangan Negara.
13. Instruksi

Presiden

Nomor

7

Tahun

1999,

tentang

Aktivitas

Kinerja/instansi Pemerintah (AKIP).
14. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
15. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2001 tentang Pelaporan
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
16. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi.

17

17. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi,

dan

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
18. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sumber Daya Air.
19. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.58/Menhut-II/2006 tentang
Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra-KL) Departemen
Kehutanan Tahun 2005-2009.
20. Keputusan Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat Nomor
529/3322/Prog/2008 tentang Rencana Strategis Dinas Perkebunan
Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2013.
21. Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 11 tahun 2008 tentang
Pembentukan Dinas Daerah.
22. Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 20 Tahun 2008 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJMD) Kabupaten
Bogor tahun 2005-2025.
Landasan hukum yang menjadi acuan operasional kegiatan PHT adalah:
1.

Undang-undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.

2.

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman.

3.

Peraturan Gubernur Jawa Barat No. 65 Tahun 2007 dan tentang
Pelaksanaan Intensifikasi Pertanian Tanaman Pangan Perkebunan Tahun
2010.

4.

Perda No. 12 Tahun 2004 tentang Pembentukan Organisasi Tata Kerja
Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor.

5.

Dokumen Anggaran Satuan Kerja (DASK) Kegiatan Pengendalian Hama
Terpadu 2010.

Struktur Organisasi
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 11 Tahun 2008
tentang Pembentukan Dinas Daerah, Dinas Pertanian dan Kehutanan merupakan
perangkat daerah sebagai penyelenggara pemerintah daerah di bidang pertanian dan
kehutanan yang bertanggung jawab kepada Bupati. Pembentukan Unit Pelaksana
Teknis (UPT) diatur dalam Peraturan Bupati sebagai berikut :

18

 Peraturan Bupati Bogor Nomor 55 Tahun 2008 tentang Unit Pelaksana
Teknis (UPT) Perbenihan.
 Peraturan Bupati Bogor Nomor 10 Tahun 2009 tentang Unit Pelaksana
Teknis (UPT) Pengembangan Teknologi Tanaman Pangan, Hortikultura,
Perkebunan dan Kehutanan.
 Peraturan Bupati Bogor Nomor 59 Tahun 2008 tentang Unit Pelaksana
Teknis (UPT) Peredaran Hasil Pertanian dan Kehutanan.
 Peraturan Bupati Nomor 57 Tahun 2008 tentang Unit Pelaksana Teknis
(UPT) Alat Mesin Pertanian.
 Peraturan Bupati Bogor Nomor 58 Tahun 2008 tentang Unit Pelaksana
Teknis (UPT) Pengembangan Teknologi Lahan Kering.
 Peraturan Bupati Bogor Nomor 56 Tahun 2008 tentang Unit Pelaksana
Teknis (UPT) Pengembangan Tanaman Obat.
Saat melaksanakan tugas, Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan dibantu
oleh satu sekretariat, empat bidang, 3 subbag dan 12 seksi. Selain itu, terdapat juga
9 unit pelaksana teknis (UPT) yang berkedudukan di daerah. Secara lengkap
struktur organisasi Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor adalah
sebagai berikut :
a. Sekretariat membawahkan:
1. Subbag Program dan Pelaporan
2. Subbag Umum dan Kepegawaian
3. Subbag Keuangan
b. Bidang Tanaman Pangan membawahkan:
1. Seksi Produksi
2. Seksi Pelayanan Usaha dan Perlintan
3. Seksi Pengelolaan Hasil dan Pemasaran
c. Bidang Hortikultura membawahkan:
1. Seksi Produksi
2. Seksi Pelayanan Usaha dan Perlintan
3. Seksi Pengelolaan Hasil dan Pemasaran
d. Bidang Perkebunan membawahkan:
1. Seksi Produksi
2. Seksi Pelayanan Usaha dan Perlintan

19

3. Seksi Pengelolaan Hasil dan Pemasaran
e. Bidang Kehutanan membawahkan:
1. Seksi Konservasi dan Rehabilitasi
2. Seksi Pelayanan Usaha
3. Seksi Pengelolaan Hasil dan Pemasaran
f. UPT, terbagi kedalam beberapa wilayah kerja, yaitu:
 UPT Pengembangan Tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan dan
Kehutanan terbagi kedalam 11 Wilayah, yaitu:
I.

Cigudeg (Cigudeg, Jasinga, Sukajaya)

II.

Parung Panjang (Parung Panjang Tenjo)

III.

Leuwiliang (Leuwiliang, Leuwisadeng, Nanggung, Rumpin)

IV.

Cibungbulang (Cibungbulang, Pamijahan)

V.

Dramaga (Dramaga, Ciomas, Tamansari)

VI.

Ciseeng

(Ciseeng,

Parung,

Gunung

Sindur,

Kemang,

Rancabungur)
VII. Ciawi (Ciawi, Megamendung, Cisarua)
VIII. Caringin (Caringin, Cijeruk, Cigombong)
IX.

Cibinong (Cibinong, Sukaraja, Babakan madang, Bojong Gede,
Tajur Halang, Gunung Puteri, Citeureup)

X.

Jonggol (Jonggol, Sukamakmur, Klapanunggal, Cileungsi)

XI.

Cariu ( Cariu, Tanjungsari)

 UPT Peredaran Hasil Pertanian dan Kehutanan terbagi kedalam 3
wilayah, yaitu:
I.

Leuwiliang (Leuwiliang, Jasinga, Sukajaya, Cigudeg, Nanggung,
Parungpanjang, Rumpin, Cibungbulang, Pamijahan, Tenjo,
Tenjolaya, Leuwisadeng, Ciampea, Dramaga)

II. Caringin (Caringin, Cigombong, Cijeruk, Ciawi, Cisarua,
Megamendung, Ciomas, Tamansari, Gunung Sindur, Parung,
Ciseeng, Kemang, Rancabungur)
III. Gunung Putri (Gunung putri, Cariu, Tanjungsari, Jonggol,
Sukamakmur, Cilengsi, Klapanunggal, Citeureup, Babakan
Madang, Cibinong, Sukaraja, Bojong gede, Tajur Halang)

20

 UPT Perbenihan terbagi kedalam 2 wilayah, yaitu:
I.

Dramaga

(Dramaga,

Leuwisadeng,

Nanggung,

Tenjolaya,

Sukajaya,

Rumpin,

Leuwiliang,
Cibungbulang,

Parungpanjang, Tenjo, Cigudeg, Pamijahan, Ciampea, Jasinga,
Ciomas, Tamansari, Caringin, Cigombong, Cijeruk, Ciawi,
Megamendung, Cisarua)
II. Jonggol (Jonggol, Cariu, Tanjungsari, Sukamakmur, Cileungsi,
Klapanungggal,
Bojonggede,

Gunung

Babakan

Puteri,

Madang,

Citeureup,
Sukaraja,

Cibinong,

Tajur

Halang,

Rancabungur, kemang, Ciseeng, Parung, Gunung Sindur)
 UPT Alat Mesin Pertanian dan Kehutanan terdiri dari 2 wilayah,
yaitu:
I.

Jasinga (Jasinga, Nanggung, Sukajaya, Leuwisadeng, Leuwiliang,
Tenjolaya, Rumpin, Cibungbulang, PartungPanjang, Tenjo,
Cigudeg, pamijahan, Ciampea, Dramaga, Ciomas, Tamansari,
Caringin, Cigombong, Cijeruk, Ciawi, Megamendung, Cisarua)

II. Jonggol

(Jonggol,

Cariu,

Tanjungsar