Survei Evaluasi Program Pemasyarakatan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Petani Padi di Kecamatan Tambun Utara, Bekasi
SURVEI EVALUASI PROGRAM PEMASYARAKATAN
PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PETANI PADI DI
KECAMATAN TAMBUN UTARA, BEKASI
NIA TRIKUSUMA NINGRUM
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
ABSTRAK
NIA TRIKUSUMA NINGRUM. Survei Evaluasi Program Pemasyarakatan
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Petani Padi di Kecamatan Tambun Utara,
Bekasi. Dibimbing oleh DADAN HINDAYANA.
Pengendalian Hama terpadu (PHT) merupakan pendekatan dan teknologi
pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang berwawasan ekonomi
dan ekologi yang telah menjadi kebijakan dasar perlindungan tanaman nasional.
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 pasal 20 ayat 1 menyatakan bahwa
perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu.
Pemasyarakatan PHT diadakan melalui program Sekolah Lapang Pengendalian Hama
Terpadu (SLPHT). Penelitian ini bertujuan untuk menjawab survei evaluasi
pelaksanaan program pemasyarakatan PHT yang ada di lapang. Survei dilakukan
dengan pengambilan data sekunder dan primer. Data sekunder mencakup data tentang
keadaan umum lokasi yang diperoleh dari Kantor Kecamatan Tambun Utara, data
tentang pelaksanaan program PHT, dan SLPHT yang diperoleh dari Dinas Pertanian
dan Kehutanan Kabupaten Bekasi. Data primer melalui wawancara dan penyebaran
kuesinoer dengan petani. Pemilihan kelompok tani dan petani yang dijadikan objek
penelitian dilakukan dengan purpose sampling yaitu dengan memilih kelompok
petani yang mengikuti SLPHT dan petani yang belum SLPHT. Jumlah petani yang
diwawancara dari masing-masing kelompok adalah 20 orang petani. Pemerintah
Pusat dan pemerintah daerah masih belum optimal dalam menjalankan program
pemasyarakatan PHT. Sikap, tindakan, dan perilaku petani SLPHT dalam menangani
lahan lebih baik dibanding petani yang tidak mengikuti SLPHT.
Kata kunci: UU No.12/1992, pengendalian hama terpadu (PHT), sekolah lapang
pengendalian hama terpadu (SLPHT).
SURVEI EVALUASI PROGRAM PEMASYARAKATAN
PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PETANI PADI DI
KECAMATAN TAMBUN UTARA, BEKASI
NIA TRIKUSUMA NINGRUM
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian
Pada
Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Judul
: Survei Evaluasi Program Pemasyarakatan Pengendalian
Hama Terpadu (PHT) Petani Padi di Kecamatan Tambun
Utara, Bekasi
Nama Mahasiswa
: Nia Trikusuma Ningrum
NRP
: A34080064
Disetujui
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Dadan Hindayana
NIP. 19670710 199203 1 002
Diketahui
Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si
NIP. 19650621 198910 2 001
Tanggal lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 29 Juli 1990. Penulis adalah anak
ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Heru Wibisono SH, M.Si dan
Almarhumah Ibu Tarsih. Penulis memiliki dua orang kakak yang bernama Prita
Aprianty dan Septi Dwi Hertanti. Penulis memiliki dua orang adik yang bernama
Rieska Kurniasih dan Naira Agustin Wibisono.
Penulis lulus dari SDN Kayuringin Jaya XII pada tahun 2002, kemudian
melanjutkan ke SMPN 7 Bekasi dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama
melanjutkan ke SMAN 3 Bekasi dan lulus pada tahun 2008.
Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswi
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama
mengikuti pendidikan, penulis pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa
Proteksi Tanaman (HIMASITA) Divisi Kewirausahaan periode 2011/2012. Penulis
pernah mengikuti les bahasa Korea, Mandarin, dan Jerman di Unit Bahasa IPB.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan hanya untuk Allah SWT atas seluruh berkah
rahmat dan karunia Nya yang telah diberikan kepada seluruh manusia dan shalawat
dan salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah SAW sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Survei Evaluasi Program Pemasyarakatan
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Petani Padi di Kecamatan Tambun Utara,
Bekasi”.
Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir.
Dadan Hindayana, sebagai dosen pembimbing skripsi. Terima kasih kepada Dr. Ir.
Supramana, M.Si selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan banyak masukan
dan koreksi penulisan skripsi ini. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada
seluruh staf pengajar Fakultas Pertanian dan laboran Departemen Proteksi Tanaman
yang telah memberikan ilmu dan pengalaman selama menyelesaikan pendidikan di
Fakultas Pertanian IPB.
Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih untuk Ayahanda Heru
Wibisono SH, M. Si yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian penulis.
Terimakasih kepada Ibunda Yani Suryani, Prita Aprianty, Septi Dwi Hertanti, Rieska
Kurniasih, Naira Agustin Wibisono, dan Haryountoro untuk dukungan, do’a, kasih
dan sayang yang selalu diberikan hingga menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih
kepada teman-teman DPT 45: Sagita Phinanthie, Rizkika Latania, Fiqi Syaripah,
Aries Rama Saputra, Keisha Disa, dan teman-teman lainnya atas kebersamaan,
semangat, persahabatan dan dukungannya selama kuliah. Terima kasih kepada teman
yang sekaligus telah menjadi keluarga di Bogor: Nursyamsi Syam, Ranityasari, Ratna
Dila, Ari, Ayu, Lia Fauziah, dan Firdha Zahra Alfia atas kebersamaan dan kenangan
indah selama ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi penulisan
yang lebih baik. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan
pengetahuan bagi siapa saja yang membacanya.
Bogor, Desember 2012
Nia Trikusuma Ningrum
vii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
xi
PENDAHULUAN .....................................................................................
Latar Belakang ....................................................................................
Tujuan Penelitian ................................................................................
Manfaat Penelitian ..............................................................................
1
1
3
3
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................
Tanaman Padi ......................................................................................
Hama dan Penyakit Penting pada Padi ...............................................
Pengendalian Hama terpadu (PHT) ....................................................
Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) ...................
Kebijakan Perlindungan Tanaman ......................................................
Instruksi Presiden No. 3 Tahun 1986 .............................................
Undang-undang No. 12/1992 .........................................................
4
4
5
11
12
13
13
13
BAHAN DAN METODE ..........................................................................
Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................
Metode Pelaksanaan ............................................................................
Pemilihan Contoh ...........................................................................
Pengumpulan Data Primer .............................................................
Pengumpulan Data sekunder ..........................................................
14
14
14
14
14
15
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................
Keadaan Umum Lokasi .......................................................................
Kebijakan Nasional tentang PHT ........................................................
Kebijakan Daerah Kabupaten Bekasi mengenai PHT ........................
Landasan Hukum ............................................................................
Tugas Pokok dan Fungsi ................................................................
Isu-isu Strategis ..............................................................................
Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan
Kabupaten Bekasi ...........................................................................
Program PHT di Kabupaten Bekasi ....................................................
Program PHT di Kecamatan Tambun Utara .......................................
16
16
19
21
21
22
22
22
24
27
viii
Potret Aktual Pelaksanaan SLPHT di Lapang ....................................
Karakteristik Petani .............................................................................
Petani SLPHT .................................................................................
Petani nonSLPHT ...........................................................................
Keadaan Umum Usahatani .................................................................
Varietas yang Digunakan ...............................................................
Status Kepemilikan dan Luas Lahan Pertanian ..............................
Hasil Panen dan Sistem Penjualan .................................................
Proporsi Biaya Input Usahatani ......................................................
Pengamatan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) .......................
Pengamatan Hama dan Penyakit ....................................................
Pengendalian Gulma ......................................................................
Penggunaan Pestisida .....................................................................
Kerasionalan Mencampur Pestisida ...............................................
Kepedulian Petani terhadap Dampak Pestisida ...................................
Pengetahuan Petani tentang Musuh Alami .........................................
Budidaya Tanaman .............................................................................
Penentuan Waktu Tanam ...............................................................
Pemupukan .....................................................................................
Teknik Bercocok Tanam ................................................................
Pemeliharaan dan Pemanenan Tanaman ........................................
Tanggapan terhadap PHT ....................................................................
29
29
29
30
31
31
32
33
33
34
34
35
36
37
37
38
39
39
39
41
41
41
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................
Kesimpulan .....................................................................................
Saran ...............................................................................................
43
43
43
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
44
LAMPIRAN ...............................................................................................
46
ix
DAFTAR TABEL
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Halaman
Luas dan status penggunaan lahan sawah di Kabupaten
Bekasi tahun 2010 ...............................................................................
Jumlah rumah tangga usaha tani padi, jagung, kedelai, dan tebu
menurut Kecamatan dan pengamatan lahan di Kabupaten Bekasi
tahun 2009 ...........................................................................................
Kelembagaan kelompok tani dan usaha di Kabupaten Bekasi
tahun 2010 ...........................................................................................
Lokasi dan jumlah petani pelaksana kegiatan SLPHT
tahun 2007a .........................................................................................
Program dan kegiatan Departemen Pertanian Kabupaten
Bekasi 2010a .......................................................................................
Pencapaian penerapan teknologi budidaya padi sawah
tahun 2010a ..........................................................................................
Inventarisasi dan validasi data kelompok tani dan alumni SLPHT
aktif tahun 011-2012a .........................................................................
Penggunaan varietas padi di Kabupaten Bekasi tahun 2010a ..............
Karakteristik petani responden ............................................................
Varietas padi yang digunakan petani ..................................................
Pemilikan dan pengusahaan lahan ......................................................
Proporsi biaya input usahatani padi terhadap total biaya produksi per
hektar per musim tanam ......................................................................
Hama / Penyakit penting pada pertanaman padi
petani responden .................................................................................
Jenis pestisida yang digunakan petani untuk pengendalian hama dan
penyakit pada tanaman padi ................................................................
pencampuran pestisida ........................................................................
Pengetahuan dan persepsi petani tentang musuh alami
pada tanaman padi ...............................................................................
Dosis penggunaan pupuk padat ..........................................................
17
18
19
25
26
27
28
28
31
32
33
34
35
37
37
38
40
x
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1.
Kuisioner .............................................................................................
47
2.
Rekapitulasi karakteristik usahatani SLPHT ......................................
63
3.
Rekapitulasi karakteristik usahatani nonSLPHT ................................
64
4.
Biaya dan pendapatan usahatani petani SLPHT .................................
65
5.
Biaya dan pendapatan usahatani petani nonSLPHT ...........................
66
6.
Pengetahuan petani responden tentang budidaya tanaman .................
67
7.
Pengetahuan petani responden tentang pestisida
dan penyemprotan ...............................................................................
67
8.
Sikap petani terhadap pengendalian nonkimiawi ...............................
68
9.
Sikap kecenderungan petani dalam mencampur pestisida ..................
68
10. Sikap kerasionalan petani dalam penggunaan pestisida .....................
69
11. Sikap kepedulian petani terhadap dampak pestisida ...........................
70
12. Keberadaan kelompok tani yang mengikuti SLPHT di Kabupaten
Bekasi ..................................................................................................
71
13. Kegiatan selama penelitian (A) Proses wawancara petani,
(B) Petugas penyuluh, (C) Penutupan SLPHT bersama petugas
Penyuluh, petani, dan mahasiswa, (D) Toko tani Desa Srijaya ..........
72
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penerapan pengendalian hama terpadu (PHT) di Indonesia mulai dipicu
dengan terjadinya ledakan hama wereng coklat pada tahun 1985 yang menimbulkan
kekhawatiran program swasembada beras dapat terganggu. Presiden atas nama
pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1986 tentang
pengendalian hama wereng coklat padi. Melalui Inpres No. 3/1986 Presiden
menginstruksikan untuk melakukan paling sedikit 4 butir kebijakan, yaitu:
menerapkan PHT untuk pengendalian hama wereng batang cokelat dan hama-hama
padi lainnya, melarang penggunaan 57 formulasi insektisida untuk tanaman padi,
melaksanakan koordinasi untuk peningkatan pengendalian wereng coklat, dan
melakukan pelatihan petani dan petugas tentang PHT. Inpres tersebut merupakan
awal sejarah penerapan dan pengembangan PHT di Indonesia. Setelah Inpres No.
3/1986 dikeluarkan, dukungan yuridis terhadap PHT diperkuat dengan keluarnya
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman,
menyebutkan bahwa “Perlindungan tanaman adalah segala upaya untuk mencegah
kerugian pada budidaya tanaman yang diakibatkan oleh organisme pengganggu
tumbuhan”, sedangkan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) adalah semua
organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan atau menyebabkan kematian
tumbuhan. Kebijakan dasar perlindungan tanaman terdapat pada beberapa pasal dari
UU No.12/1992 pasal 20 yang berbunyi 1) Perlindungan tanaman dilaksanakan
dengan sistem pengendalian hama terpadu, 2) Pelaksanaan perlindungan tanaman
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), menjadi tanggung jawab masyarakat dan
pemerintah.
Pengendalian Hama terpadu (PHT) merupakan pendekatan dan teknologi
pengendalian OPT yang berwawasan ekologi dan ekonomi telah menjadi kebijakan
2
dasar perlindungan tanaman nasional. Kegiatan pemasyarakatan pelatihan PHT untuk
petani padi dilakukan melalui program SLPHT (Sekolah Lapang Pengendalian Hama
Terpadu), untuk mengelola Program Nasional Pelatihan PHT dibentuk pengelola
program pada periode 1987-1993 berada di Bapennas (Badan Perencanaan dan
Pembangunan Nasional) dan periode 1993-1998 berada di Departemen Pertanian.
SLPHT mulai diterapkan di Indonesia sejak tahun 1989 pada tingkat petani skala
besar di Indonesia untuk tanaman padi.
Kegiatan SLPHT yang dilaksanakan selalu dilandasi oleh 4 prinsip, yaitu
meliputi budidaya tanaman sehat, melestarikan dan memanfaatkan musuh alami,
pengamatan berkala, dan petani sebagai ahli PHT. Budidaya tanaman yang sehat,
kuat, dan produktif akan menghasilkan produksi dengan kualitas dan kuantitas yang
tinggi. Musuh alami sebagai komponen ekosistem yang sangat menentukan
keseimbangan populasi hama sehingga perlu diberi kesempatan dan peluang untuk
berfungsi secara maksimal untuk dilestarikan. Pengamatan berkala dilakukan untuk
mengontrol populasi hama dan penyakit yang muncul di lapang karena adanya
perubahan ekosistem pertanian sebagai akibat perubahan cuaca, perubahan populasi
pengendali alami dan perubahan kegiatan budidaya tanaman. Petani sebagai ahli PHT
dimaksudkan agar petani bertanggung jawab terhadap lahan yang diusahakan
sehingga petani dapat bertindak sebagai pengelola dan penentu keputusan di lahan
sawahnya sendiri. SLPHT bertujuan untuk membuat petani menjadi petani
profesional, aktif, kreatif, dan produktif dalam mengembangkan PHT dengan bantuan
penyuluh pertanian sebagai tempat untuk bertanya pada saat mengikuti SLPHT.
Pemerintah Indonesia telah menjadikan PHT sebagai kebijakan nasional,
namun terdapat kendala dalam pelaksanaan program tersebut. Kondisi nyata di
lapangan, PHT belum melembaga baik dikalangan petani, pejabat maupun petugas
pemerintah pusat dan daerah (Untung 2007). Menurut pemerintah setempat program
PHT yang telah diberikan kepada petani SLPHT seharusnya dapat disebarkan kepada
petani nonSLPHT, namun pada kenyataannya petani alumni SLPHT cenderung ragu
untuk memberikan informasi kepada petani lain karena kurangnya keterampilan
dalam menerapkan prinsip PHT. Program PHT telah dilaksanakan lebih dari 20
3
tahun, atas dasar hal tersebut penelitian mengenai program PHT perlu dilakukan agar
dapat diketahui perkembangannya.
Tujuan Penelitian
Survei dilakukan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan program PHT
khususnya di Kabupaten Bekasi, setelah 20 tahun dicanangkan pemerintah, serta
implikasi pada pengetahuan, sikap, dan tindakan petani padi.
Manfaat Penelitian
Tersedianya informasi mengenai pelaksanaan program PHT di Kabupaten
Bekasi dan kemajuan yang dialami petani padi setelah pelaksanaan program PHT
tersebut.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Padi
Syarat Tumbuh
Padi merupakan tanaman ordo Graminales, family Graminae, genus Oryza, dan
spesies Oryza spp.. Padi dapat tumbuh pada ketinggian 650 sampai 1500 m dpl
dengan temperatur 19 sampai 22 oC., sedangkan ketinggian 0 sampai 650 m dpl
dengan temperatur 22 samapi 27 oC. Padi pada menyukai tanah lumpur yang subur
dengan ketebalan 18 sampai 22 cm dan pH tanah 4 – 7. Pada umumnya tanaman padi
membutuhkan air dalam jumlah relatif banyak, namun tidak semua fase pertumbuhan
membutuhkan air dalam jumlah yang sama (Surowinoto 1983).
Budidaya Padi
Penyiapan benih padi dimulai dengan merendam benih padi selama 6 sampai 12
jam. Bibit yang siap dipindahtanamkan ke sawah berumur 21 hingga 40 hari, berdaun
5 sampai 7 helai, batang bawah besar dan kuat, pertumbuhan seragam, tidak terserang
hama dan penyakit.
Pemupukan diberikan sesuai dengan dosis yang telah ada, kekurangan atau
kelebihan pupuk dapat menyebabkan tanaman padi menjadi sakit. Pemakaian pupuk
digunakan pada saat tanah diolah, 14 hari sesudah tanam dan 30 hari sesudah tanam.
Pengolahan tanah dapat dilakukan secara sempurna dengan dua kali pembajakan atau
tanpa olah tanah. Pemilihan cara yang akan dilakukan disesuaikan dengan keperluan
dan kondisi lahan (Siregar 1981).
Penggenangan air dilakukan pada fase awal pertumbuhan, pembentukan
anakan, pembungaan dan masa bunting. Sedangkan pengeringan hanya dilakukan
pada fase sebelum bunting bertujuan menghentikan pembentukan anakan dan fase
pemasakan biji untuk menyeragamkan dan mempercepat pemasakan biji (Sumartono
et al. 1972).
5
Banyak faktor yang menyebabkan produktivitas tanaman padi tidak meningkat
secara signifikan dari tahun ke tahun. Beberapa faktor yang mempengaruhi
produktivitas padi antaralain faktor genetik, kondisi lingkungan tanam, teknik
budidaya serta penanganan panen dan pasca panen (Haryadi 2006).
Hama dan Penyakit Penting pada Padi
Hama dan Penyakit
Hama tanaman dalam arti luas adalah semua organisme atau binatang yang
aktifitas hidupnya menyebabkan kerusakan tanaman sehingga menimbulkan kerugian
secara ekonomi bagi manusia. Organisme yang menjadi hama adalah binatang yang
menyerang tanaman budidaya sehingga menimbulkan kerugian. Hama tanaman
sering disebut serangga hama (pest) (Rukmana 2002). Hama yang merusak tanaman
secara langsung dapat dilihat bekasnya, misalnya gerekan dan gigitan.
Penyakit tanaman adalah kondisi dimana sel dan jaringan tanaman tidak
berfungsi secara normal yang ditimbulkan karena gangguan secara terus menerus
oleh agen patogenik atau faktor lingkungan (abiotik) dan akan menghasilkan
perkembangan gejala (Agrios 2005). Penyakit dapat disebabkan oleh cendawan,
bakteri, virus, dan nematoda. Cendawan atau jamur adalah suatu kelompok jasad
hidup yang menyerupai tumbuhan tingkat tinggi karena memiliki dinding sel,
berkembang biak dengan spora, tetapi tidak memiliki klorofil. Penyakit tanaman yang
merupakan suatu penyimpangan atau abnormalitas tanaman beragam bentuknya,
misalnya keriput daun, bercak cokelat, dan busuk. Tanaman yang sakit menunjukan
gejala atau tanda yang khas. Gejala adalah perubahan yang ditunjukan oleh tanaman
itu sendiri akibat adanya serangan penyakit. Contoh gejala antara lain adalah nekrotis,
yaitu gejala yang disebabkan oleh adanya kerusakan sel atau matinya sel.
Walang sangit (Leptocoriza acuta)
Imago walang sangit meletakan telut pada bagian atas daun tanaman. Telur
walang sangit berbentuk oval dan pipih berwarna coklat kehitaman, telur diletakan
satu persatu dalam 1-2 baris sebanyak 12-16 butir. Lama periode bertelur 57 hari
6
dengan total produksi telur per-induk mencampai 200 butir. Lama stadia telur hingga
7 hari dan terdapat lima instar pertumbuhan nimfa dengan total waktu mencapai 19
hari. Satu siklus hidup walang sangit mencapai 46 hari. Setelah nimfa menetas
bergerak ke malai mencari butir yang masih stadi masak susu. Nimfa dan imago pada
siang hari bersembunyi di bawah kanopi tanaman. Serangga imago pada pagi hari
aktif terbang dari rumpun ke rumpun sedangkan penerbangan yang relatif jauh terjadi
pada sore atau malam hari.
Walang sangit menyerang pada fase generatif, menyerang buah padi yang
masak susu. Gejala yang ditimbulkan buah menjadi hampa atau berkualitas rendah
seperti berkerut, berwarna coklat dan tidak enak. Daun padi terdapat bercak bekas
isapan dan bulir padi berbintik-bintik hitam. Pengendalian yang sering dilakukan
dengan bertanam serempak, dan sanitasi. Saat tidak ada pertanaman padi atau
tanaman padi masih stadia vegetatif, imago walang sangit bertahan hidup atau
berlindung pada berbagai tanaman yang terdapat pada sekitar sawah. Setelah tanaman
padi berbunga dewasa walang sangit pindah ke pertanaman padi dan berkembang
biak satu generasi sebelum tanaman padi tersebut dipanen. Banyaknya generasi dalam
satu hamparan pertanaman padi tergantung dari lamanya dan banyaknya interval
tanam padi pada hamparan tersebut. Makin serempak tanam makin sedikit jumlah
generasi perkembangan hama walang sangit (BBPADI 2009).
Hama putih (Nymphula depunctalis)
Telur hama putih berbentuk bulat berwarna kuning muda, telur diletakkan
berkelompok pada daun atau pelepah yang berdekatan dengan permukaan air, jumlah
telur 10-20 butir/kelompok. Satu ekor ngengat dapat menghasilkan 50 butir telur
dengan stadium telur 2-6 hari. Instar pertama berwarna krem dengan ukuran panjang
rata-rata 1.2 mm dan lebar 0.2 mm dan kepala berwarna kuning. Larva membuat
gulungan dari daun yang dipotong dan tinggal dalam gulungan (tabung) tersebut,
pada pertumbuhan maksimum panjang larva mencapai 14 mm dan lebar 1,6 mm.
Pupa hama putih berwarna krem, menjelang menjadi ngengat warna menjadi putih.
Pupa terbentuk dalam tabung dalam waktu mencapai 7 hari. Cara pengendalian
7
dengan pengaturan air yang baik, penggunaan bibit sehat, melepaskan musuh alami,
menggugurkan tabung daun.
Hama putih menyerang tanaman yang berumur lebih dari 6 minggu. Ciri khas
yang bisa dilihat sebagai tanda hama putih adalah adanya tabung-tabung yang terbuat
dari daun tanaman padi yang tergerek (terpotong) yang berisi larva dan kepompong
yang digunakan untuk perlindungan diri dan penyebaran dalam mencari makan.
Tabung-tabung banyak terapung di areal persawahan, berbeda dengan hama putih
palsu yang hanya menggulung tanaman tanpa memotongnya dan menggerek
klorofilnya. Menyerang daun pada saat masih bibit, kerusakan berupa titik-titik yang
memanjang sejajar tulang daun, ulat menggulung daun padi.
Wereng Batang Cokelat (Nilapavarta lugens)
Wereng coklat berkembang biak secara seksual, masa pra-peneluran 3-4 hari
untuk brakiptera (bersayap kerdil) dan 3-8 hari untuk makroptera (bersayap panjang).
Telur biasanya diletakkan pada jaringan pangkal pelepah daun, tetapi kalau
populasinya tinggi telur diletakkan di ujung pelepah daun dan tulang daun. Telur
diletakkan berkelompok, satu kelompok telur terdiri dari 3-21 butir. Satu ekor betina
mampu meletakkan telur 100-500 butir.
Di daerah tropis telur menetas setelah 9 hari, sedangkan di daerah subtropika
waktu penetasan telur lebih lama lagi. Nimfa mengalami lima instar, dan rata-rata
waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan periode nimfa mencapai 13 hari. Nimfa
dapat berkembang menjadi dua bentuk wereng dewasa. Bentuk pertama adalah
makroptera (bersayap panjang) yaitu wereng coklat yang mempunyai sayap depan
dan sayap belakang normal. Bentuk kedua adalah brakiptera (bersayap kerdil) yaitu
wereng coklat dewasa yang mempunyai sayap depan dan sayap belakang tumbuh
tidak normal, terutama sayap belakang sangat rudimenter.
Sering disebut sebagai wereng batang cokelat, menyerang pada bagian batang
padi dengan cara mengisap cairan batang padi dan dapat menularkan virus. Gejala
tanaman padi yang terserang wereng batang cokelat menjadi kuning dan mengering,
sekelompok tanaman seperti terbakar, tanaman yang tidak mengering menjadi kerdil.
8
Pengendalian hama ini dapat dengan bertanam padi serempak, menggunakan varietas
tahan wereng seperti IR 36, membersihkan lingkungan, melepas musuh alami seperti
laba-laba, kepinding dan kumbang lebah.
Tikus Sawah (Rattus argentiventer)
Tikus merupakan hewan pengerat yang hidupnya sering menimbulkan kerugian
bagi manusia. Tikus sawah merupakan hama utama tanaman padi dari golongan
mamalia (binatang menyusui), yang mempunyai sifat-sifat yang sangat berbeda
dibandingkan jenis hama utama padi lainnya. Tikus sawah dapat menyebabkan
kerusakan pada tanaman padi mulai dari saat pesemaian padi hingga padi siap
dipanen, dan bahkan menyerang padi di dalam gudang penyimpanan. Hama tikus
Menyerang batang muda (1-2 bulan) dan buah. Gejala yang ditimbulkan yaitu
tanaman padi yang roboh pada petak sawah dan pada serangan hebat ditengah petak
tidak ada tanaman. Pengendalian yang sering dilakukan dengan pergiliran tanaman,
tanam serempak, sanitasi, gropyokan, melepas musuh alami seperti ular.
Tersedianya pakan padi yang cukup dengan kualitas baik, pada saat padi bsudah
berisi dan awal pengisian malai, merupakan faktor yang diduga kuat berpengaruh
terhadap jumlah embrio yang dihasilkan oleh induk betina. Selain itu, diketahui
bahwa tikus-tikus muda yang melahirkan pertama kali akan menghasilkan embrio
lebih banyak dibandingkan tikus betina yang berumur lebih tua (Sudarmaji 2004).
Penurunan jumlah embrio juga disebabkan oleh terbatasnya pakan yang berkualitas
khususnya pada periode bera, dan tikus betina cenderung merespon dengan
mengurangi jumlah anaknya menjadi lebih sedikit agar dapat bertahan hidup setelah
dilahirkan. Tikus betina bunting dapat mengabsorbsi sebagian embrio yang
dikandungnya apabila kondisi lingkungan kurang menguntungkan. Jumlah embrio
yang dihasilkan oleh induk tikus betina bervariasi pada setiap periode kebuntingan.
Terdapat kecenderungan menurunnya jumlah embrio setelah periode kebuntingan
pertama. Jumlah embrio tertinggi dihasilkan oleh induk betina yang bunting pada
periode stadium awal padi bunting sampai pengisian malai (bunting pertama).
9
Penyakit Hawar Daun (Xanthomonas campestris pv. Oryzae)
Penyebab penyakit hawar daun disebabkan bakteri Xanthomonas campestris pv
oryzae. Penyakit terjadi pada semua stadia tanaman, akan tetapi yang paling umum
terjadi pada saat tanaman mulai mencapai anakan maksimum sampai fase berbunga.
Bakteri pada penyakit hawar daun berbentuk batang dengan koloni berwarna kuning.
Patogen mempunyai virulensi yang bervariasi tergantung kemampuan untuk
menyerang varietas padi yang mempunyai gen resistensi berbeda. Perkembangan
penyakit sangat tergantung pada cuaca dan ketahanan tanaman. Bakteri menginfeksi
tanaman melalui hidatoda atau luka, setelah masuk dalam jaringan tanaman bakteri
memperbanyak diri dalam epidermis yang menghubungkan dengan pembuluh
pengangkutan, tersebar kejaringan lain dan menimbulkan gejala (BBPADI 2009).
Stadia bibit gejala penyakit disebut kresek, sedangkan pada stadia tanaman
lebih lanjut gejala disebut hawar. Gejala yang ditimbulkan terdapat garis-garis di
antara tulang daun, garis melepuh dan berisi cairan kehitam-hitaman, daun mengering
dan mati. Pengendalian penyakit ini dengan cara menanam varietas tahan penyakit
seperti IR 36, menghindari luka mekanis, dan sanitasi lingkungan.
Penyakit Bercak Daun Cokelat. (Helmintosporium oryzae)
Penyebab penyakit ini oleh cendawan jamur Helmintosporium oryzae. Penyakit
bercak daun cokelat menyerang pelepah, malai, dan buah yang baru tumbuh.
Pengendalian dengan cara merendam benih di air hangat, pemupukan berimbang, dan
varietas tanam padi tahan penyakit ini.
Gejala khas penyakit ini adalah adanya bercak cokelat pada daun berbentuk
oval yang merata di permukaan daun dengan titik tengah berwarna abu-abu atau
putih. Titik abu-abu di tengah bercak merupakan gejala khas penyakit bercak daun
coklat di lapang. Bercak yang masih muda berwarna cokelat gelap atau keunguan
berbentuk bulat. Pada varietas yang peka panjang bercak dapat mencapai panjang 1
cm. Serangan berat, jamur daopat menginfeksi gabah dengan gejala bercak berwarna
hitam atau coklat gelap pada gabah.
10
Jamur H. oryzae menginfeksi daun, baik melalui stomata maupun menembus
langsung dinding sel epidermis setelah membentuk apresoria. Konidia lebih banyak
dihasilkan oleh bercak yang sudah berkembang, kemudian konidia dihembuskan oleh
angin dan menimbulkan infeksi sekender. Jamur dapat bertahan sampai 3 tahun pada
jaringan tanaman dan lamanya bertahan sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan.
Penyakit Blas (Pyricularia oryzae)
Daur penyakit blas meliputi tiga fase yaitu infeksi, kolonisasi, dan sporulasi.
Fase infeksi diawali dengan pembentukan konidia berseta tiga yang dilepaskan oleh
konidia. Konidia berpindah ke permukaan daun yang tidak terinfeksi melalui percikan
air atau bantuan angin. Konidia menempel pada daun karena adanya perekat atau
getah di ujungnya. Konidia akan berkecambah pada kondisi optimum dengan cara
membentuk buluh-buluh perkecambahan yang selanjutnya menjadi appresoria.
Appresoria akan menembus kutikula daun dengan bantuan melanin yang ada pada
dinding appresoria. Pertumbuhan hifa yang terus terjadi menyebabkan terbentuknya
bercak pada tanaman. Kelembapan yang tinggi, bercak pada tanaman yang rentan
menghasilkan konidia selama 3-4 hari. Konidia ini sangat mudah tersebar dan
merupakan inokulum untuk infeksi selanjutnya. Penyebaran spora terjadi selain oleh
angin juga oleh biji dan jerami. Cendawan P. oryzae mampu bertahan dalam sisa
jerami sakit dan gabah sakit. Dalam keadaan kering dan suhu kamar, spora masih
bertahan hidup sampai satu tahun, sedangkan miselia mampu bertahan sampai lebih
dari 3 tahun. Sumber inokulasi primer di lapang pada umumnya adalah jerami.
Sumber inokulasi benih biasanya memperlihatkan gejala awal pada pesemaian. Untuk
daerah tropis, sumber inokulasi selalu ada sepanjang tahun, karena adanya spora di
udara dan tanaman inang lain selain padi (BBPADI 2009).
Gejala yang ditimbulkan daun, gelang buku, tangkai malai dan cabang di dekat
pangkal malai membusuk. Jamur ini menyerang daun, buku pada malai dan ujung
tangkai malai yang menyebabkan pemasakan makanan terhambat dan butiran padi
menjadi hampa. Pengendalian yang dilakukan dengan membakar sisa jerami,
11
menggenangi sawah, menanam varietas unggul, dan pemberian pupuk N di saat
pertengahan fase vegetatif dan fase pembentukan bulir (Siregar 1981).
Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
Pengendalian Hama terpadu (PHT) merupakan pendekatan dan teknologi
pengendalian OPT yang berwawasan ekologi dan ekonomi telah menjadi kebijakan
dasar perlindungan tanaman nasional. Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana
menimbulkan masalah baru seperti pencemaran lingkungan hidup, merugikan
kesehatan manusia dan hewan lain, resistensi hama, serta organisme bukan sasaran
menjadi mati (Untung 2007). Munculnya beberapa masalah ini, menggugah para ahli
untuk mencetuskan konsep pengelolaan dan Pengendalian Hama Terpadu pada tahun
1950 (Sinaga 2006). Program pelatihan PHT untuk petani dikenal dengan Sekolah
Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) yang didahului dengan pelatihan
terhadap petugas pemandu dan memandu para petani SLPHT (Untung 2007), untuk
mengelola Program Nasional Pelatihan PHT dibentuk pengelola program pada
periode 1987-1993 berada di Bapennas (Badan Perencanaan dan Pembangunan
Nasional) dan periode 1993-1998 berada di Departemen Pertanian.
Pelatihan,
penyuluhan,
dan
penerapan
PHT
melalui
SLPHT
dapat
meningkatkan pengetahuan baru di kalangan petani. Pengetahuan ini merupakan
tahap awal terjadinya persepsi yang kemudian melahirkan sikap dan pada akhirnya
melahirkan perbuatan atau tindakan. Dengan adanya pengetahuan atau wawasan baru
di kalangan petani, akan mendorong terjadinya perubahan perilaku. Sikap petani
terhadap inovasi teknologi sangat tergantung dari pengetahuan dan pengalaman
lapangan mereka (Suharyanto et al. 2006).
Pemerintah telah menetapkan PHT sebagai kebijakan dasar bagi setiap program
perlindungan tanaman. Kebijakan ini merupakan program pemerintah sejak Pelita III
sampai sekarang. Dasar hukum penerapan dan pengembangan PHT di Indonesia
adalah Inpres No. 3 Tahun 1986 dan Undang-undang No.12 Tahun 1992 tentang
Sistem Budidaya Tanaman (Untung 1993).
12
Program PHT di Indonesia dinyatakan sebagai kebijakan nasional pada tahun
1986 dan dalam pelaksanaannya telah memberikan efek yang sangat besar terhadap
produksi pertanian nasional. Konsep PHT muncul dan berkembang sebagai korelasi
terhadap kebijakan pengendalian hama secara konvensional yang menekankan
penggunaan pestisida.
Penerapan PHT dibidang pertanian diharapkan dapat merubah pola bercocok
tanam yang kurang efisien sehingga dapat meningkatkan produksi dan pendapatan
petani itu sendiri. Pelaksanaan PHT tidak terlepas pula dari factor-faktor yang dapat
mempengaruhinya antara lain: lama pendidikan, luas usaha tani, tanggungan
keluarga, pengalaman bertani, dan umur petai (Mubyarto 1986).
Sikap merupakan potensi pendorong yang ada pada individu untuk bereaksi
terhadap lingkungan. Sikap tidak selamanya tetap dalam jangka waktu tertentu tetapi
dapat berubah karena pengaruh orang lain melalui interaksi sosial. Sikap petani dalam
penerapan inovasi baru dalam pertania juga dipengaruhi oleh pengalaman pribadi,
kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga
pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi di dalam diri individu. Sikap yang
diperoleh lewat pengalaman akan menimbulkan pengaruh langsung terhadap tindakan
berikutnya (Suharyanto et al. 2006).
Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT)
Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) merupakan tempat
dimana pendekatan khusus untuk memberdayakan petani menjadi petani yang aktif,
kreatif, dan produktif dalam menerapkan PHT di lahannya sendiri.
Di SLPHT petani diajak dan didorong belajar bersama-sama dan melakukan
pengambilan keputusan pengelolaan ekosistem (termasuk pengendalian OPT) secara
bersama-sama pula. Visi SLPHT adalah memberdayakan petani dalam menerapkan
dan mengembangkan prinsip-prinsip dan teknologi PHT secara profesional sehingga
dapat dihasilkan produk pertanian dengan kualitas, kuantitas dan daya saing pasar
tinggi untuk peningkatkan kesejahteraan hidupnya.
13
Sejak tahun 1989 SLPHT telah membuktikan, petani yang mengikuti SLPHT
dengan segala keterbatasannya dapat meningkatkan kualitas dan dedikasinya menjadi
penerap PHT. Ada kecendrungan konsep PHT digeser dengan konsep lain, yaitu PTT
(Pengelolaan Tanaman Terpadu) yang secara prinsip tidak berbeda dengan PHT
(Untung 2007).
Soekartawi (1988) mengatakan bahwa tindakan penerapan inovasi dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu faktor dari dalam diri petani maupun faktor lingkungan.
Faktor dari dalam diri meliputi umur, pendidikan, status sosial, pola hubungan sikap
terhadap pembaharuan, keberanian mengambil resiko, fatalisme, aspirasi, dan
dogmatis (system kepercayaan tertutup). Faktor lingkungan meliputi jarak sumber
informasi, frekuensi mengikuti penyuluhan, keadaan prasarana dan sarana serta
proses memperoleh sarana produksi.
Kebijakan Perlindungan Tanaman
Instruksi Presiden No. 3 Tahun 1986
Instruksi Presiden No. 3 tahun 1986 tentang peningkatan pengendalian hama
wereng cokelat pada tanaman padi disingkat Inpres 3/86 dikeluarkan pada tanggal 5
November 1986. Inpres 3/86 merupakan tonggak sejarah penerapan PHT di Indonesia
karena melalui instruksi ini, pemerintah mulai memberikan dukungan politik dan
legal terhadap PHT.
Undang-undang No. 12/1992
Undang-undang No.12 tahun 1992 disahkan pada tanggal 30 April 1192 terdiri
atas 12 bab, 66 pasal dan penjelasan. Menurut Pasal 1 ayat1 UU tersebut yang
dimaksud dengan sistem budidaya tanaman adalah sistem pembangunan dan
pemanfaatan sumber daya alam nabati melalui upaya manusia dengan modal
teknologi dan sumber daya lainnya menghasilkan barang guna memenuhi kebutuhan
manusia secara lebih baik.
14
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari April sampai Agustus 2012, bertempat di Desa
Srijaya, Kecamatan Tambun Utara, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Metode Pelaksanaan
Pemilihan Contoh
Pemilihan desa contoh dalam 1 kecamatan berdasarkan adanya pelaksanaan
program PHT tanaman padi melalui program pemasyarakatan SLPHT, yaitu Desa
Srijaya. Desa Srijaya memiliki 3 kelompok tani dengan masing-masing kelompok
berjumlah 25 anggota. Desa Srijaya memiliki 2 kelompok tani yang telah mengikuti
SLPHT dan 1 kelompok tani yang belum mengikuti SLPHT. Jumlah responden
petani SLPHT dipilih 20 petani dan jumlah responden petani nonSLPHT dipilih 20
petani. Pemilihan kelompok tani dan petani yang dijadikan objek penelitian dilakukan
dengan purpose sampling yaitu dengan memilih kelompok petani yang mengikuti
SLPHT dan petani yang belum mengikuti SLPHT.
Pengumpulan Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan melalui metode wawancara menggunakan
kuesioner terstruktur. Pelaksanaan wawancara dengan cara mengunjungi petani ke
rumah, lahan pertanian, atau tempat sekolah lapang berlangsung.
Kuesioner yang digunakan terdiri dari atas 4 komponen, yaitu (1) karakteristik
petani (nama, umur, pendidikan, tamggungan keluarga, pengalaman bertani padi,
pekerjaan sampingan); (2) karakteristik usaha tani (status kepemilikan lahan, luas
lahan keseluruhan, luas lahan yang ditanami padi, varietas padi yang digunakan,
proporsi biaya pestisida terhadap total biaya produksi, hasil panen, dan sistem
penjualan); (3) penerapan komponen PHT secara berkala, masalah hama dan penyakit
padi yang paling penting secara pengendaliannya, pengendalian gulma, pengetahuan
15
tentang musuh alami, cara penggunaan pestisida);(4) sikap petani terhadap program
PHT.
Hasil wawancara dengan kuesioner dipresentasekan berdasarkan perbandingan
antara frekuensi jawaban responden dengan jumlah petani/responden kemudian
dibuat tabulasi data. Penghitungan data yang diperoleh dari kedua kelompok tani
dikelompokkan ke dalam petani SLPHT dan petani nonSLPHT.
Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder mencakup data tentang keadaan umum lokasi yang diperoleh
dari Kantor Kecamatan Tambun Utara. Data tentang pelaksanaan program PHT dan
SLPHT yang diperoleh dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bekasi.
16
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi
Wilayah Kabupaten Bekasi secara geografis terletak pada 106° 88’ 78” Bujur
Timur (BT) dan 6 10’ – 6 30’ Lintang Selatan (LS). Secara administratif wilayahnya
berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah Utara, Kabupaten Bogor di sebelah Selatan,
DKI Jakarta dan Kota Bekasi di sebelah Barat, dan Kabupaten Karawang di sebelah
Timur. Secara klimatologis, wilayah Kabupaten Bekasi termasuk ke dalam daerah
yang beriklim tropis dengan suhu rata-rata 28-40 °C. Sampai dengan bulan Desember
2010 jumlah curah hujan 1502.85 mm dengan 88 hari hujan. Kabupaten Bekasi
dilewati oleh 16 sungai diantaranya, sungai Bekasi, Cikarang, Cihea, dan
Cipamingkis yang bermuara di Laut Jawa. Alira air sungai banyak dimanfaatkan
untuk pertanian, industri, perikanan, dan rumah tangga
Kabupaten Bekasi teridiri dari dua wilayah pengembangan pertanian yang
pertama adalah sebelah Utara saluran induk Tarum Barat (Kalimalang) merupakan
daerah pengembangan padi sawah dan palawija, mendapatkan pengairan dari Proyek
Otorita Jatiluhur (POJ). Pengembangan yang kedua adalah wilayah Selatan, yaitu
Kecamatan Setu, Serang Baru, dan Cibarusah merupakan daerah pengembangan
hortikultura, padi, dan perkebunan yang mendapat pengairan dari sungai
Cipamingkis.
17
Penggunaan lahan sawah pengairan teknis merupakan lahan yang paling banyak
ditanamai padi lebih dari 2 kali tanam dengan luas 34 844 ha, sedangakan pengairan
sederhana merupakan lahan sawah yang paling sedikit ditanam padi dengan luas 460
ha (Tabel 1).
Tabel 1 Luas dan status penggunaan lahan sawah di Kabupaten Bekasi tahun 2010
Dalam satu tahun (ha)
Sementara
tidak
Penggunaan
Ditanam padi
Tidak
No
lahan
ditanam diusahakan
1 kali
2 kali
> 2 kali
(ha)
padi
1
Pengairan
31 956
2 880
8
teknis
2
Pengairan ½
898
6 026
0
0
teknis
3
Pengairan
460
0
0
sederhana
4
Pengairan
4 135
23
0
0
pedesaan
5
Tadah hujan
2 939
3 373
886
0
6
Pasang surut
7
Lebak
8
Polder dan
sawah
lainnya
Jumlah
3 837
45 950
2 903
894
0
a
Luas
(ha)
34 844
6 924
460
4 158
7 198
-
53 584
Sumber: Laporan tahunan pembangunan pertanian tahun 2010 Kabupaten Bekasi
Jumlah penduduk Kabupaten Bekasi tahun 2010 sebesar 2 629 551 jiwa yang
terdiri dari 1 345 500 pria dan 1 284 051 wanita. Jumlah penduduk Kabupaten Bekasi
tersebar di 23 kecamatan. Kecamatan Tambun Utara memiliki jumlah rumah tangga
usaha tani padi, jagung, kedelai, dan tebu seluas 2 551 ha dengan luas lahan
berukuran 0.5-1 ha yang dimiliki oleh 872 rumah tangga (Tabel 2).
18
Table 2 Jumlah rumah tangga usaha tani padi, jagung, kedelai, dan tebu menurut
Kecamatan dan penguasaan lahan di Kabupaten Bekasi tahun 2009a
Golongan luas lahan yang dikuasai (ha)
No
Kecamatan
3 Jumlah
1
Setu
72
3 158
1 053
332
40
21
4 676
2
Serang Baru
96
1 992
1 140
418
75
40
3 761
3
Cikarang Pusat
13
1 702
1 054
450
92
70
3 381
4
Ciakarang Sel.
58
491
213
62
19
12
855
5
Cibarusah
46
1 316
491
247
88
42
2 230
6
Bojongmangu
9
1 723
1 062
497
110
62
3 463
7
Cikarang Timur
62
991
935
449
92
77
2 606
8
Kedungwaringin
2
623
572
437
127
80
1 841
9
Cikarang Utara
145
384
137
60
27
28
781
10 Karangbahagia
4
960
929
579
141
89
2 702
11 Cibitung
31
510
608
671
191
84
2 095
12 Cikarang Barat
249
1 155
270
102
27
17
1 820
13 Tambun Sel.
31
198
59
32
5
4
329
14 Tambun Utara
30
635
872
711
190
113
2 551
15 Babelan
2
529
1 160
940
260
119
3 010
16 Tarumajaya
6
679
740
595
159
107
2 286
17 Tambelang
4
472
820
707
213
111
2 327
18 Sukawangi
1
569
1 155
1 084
279
178
3 266
19 Sukatani
7
730
857
781
225
160
2 760
20 Sukakarya
2
603
996
1 053
337
208
3 199
21 Pebayuran
9
1 617
2 252
1 576
448
366
6 268
22 Cabangbungin
31
1 608
1329
1 025
267
137
4 397
23 Muaragembong
12
721
892
415
92
43
2 175
Jumlah
922
23 366 19 596
13 223
3 504 2 168
62 779
a
Sumber: BPS Kabupaten Bekasi
Jumlah kelompok tani di Kabupaten Bekasi mengalamai penurunan dari tahun
ke tahun. Kelompok tani Kabupaten Bekasi pada tahun 2009 berjumlah 2 571 dan
pada tahun 2010 menurun menjadi 1 882 (Tabel 3). Pos penyuluhan pertanian di
Kabupaten Bekasi tahun 2009 berdasarkan laporan tahunan pembangunan pertanian
Kabupaten Bekasi berjumlah 57 dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 118 pos
penyuluhan.
19
Tabel 3 Kelembagaan kelompok tani dan usaha di Kabupaten Bekasi Tahun 2010a
No
1
2
3
4
5
6
a
Jumlah
Kelompok tani
Kelompok tani
berdasarkan kelas
1 Kelompok tani dewasa
2 Kelompok wanita tani
3 Kelompok taruna tani
Kelompok tani
berdasarkan jenis usaha
1 Kelompok tani tanaman
pangan
Kelompok tani peternakan
Kelompok tani
perkebunan
Kelompok tani perikanan
P3A MitraCal
P4K
Gapoktan
Pos penyuluhan pertanian
Tahun 2009
2 571
Tahun 2010
1 882
2 356
132
83
2 562
1626
128
128
2 562
2 296
2 296
101
77
101
77
88
211
120
184
57
88
211
120
171
118
Sumber: Laporan tahunan pembangunan pertanian tahun 2010 Kabupaten Bekasi
Kebijakan Nasional tentang PHT
Tahun 1978 produksi beras turun dengan drastis akibat serangan wereng batang
coklat. Presiden atas nama pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 3
Tahun 1986 yang berisi 4 butir kebijakan, yaitu : 1) Menerapkan PHT untuk
pengendalian hama wereng batang cokelat dan hama-hama padi lainnya, 2) Melarang
penggunaan 57 formulasi insektisida untuk tanaman padi (Lampiran), 3)
Melaksanakan koordinasi untuk peningkatan pengendalian wereng cokelat, dan 4)
Melakukan pelatihan petani dan petugas tentang PHT (Untung 2007).
Secara prinsip Inpres 3 Tahun 1996 mengakui peran strategis pengamatan dan
petugas pengamat hama dalam penerapan PHT wereng cokelat. Lampiran Inpres
3/1986 Bab IV ayat 1 dinyatakan :
1. Pengamatan hama untuk mengetahui kemungkinan timbulnya hama secara
dini dan akurat perlu ditingkatkan dengan antara lain menambah jumlah
tenaga
pengamat
keterampilannya.
hama
serta
meningkatkan
pengetahuan
dan
20
2. Hasil pengamatan tersebut pada angka 1 merupakan dasar dalam
menentukan jenis dan cara aplikasi insektisida.
3. Menteri Pertanian menetapkan fungsi dan peranan pengamat hama dalam
gerakan pengendalian hama wereng cokelat.
Berdasarkan tindak lanjut Inpres 3/1986 pada tahun 1987 pemerintah
menambah jumlah pengamat hama dan penyakit (PHP) sekitar 1500 orang atau dua
kali jumlah PHP sebelumnya. Mendukung Instruksi Presiden No. 3/1986 pemerintah
mengeluarkan Kebijakan nasional UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya
Tanaman, pada pasal 20 ayat 1 menjelaskan bahwa perlindungan tanaman
dilaksanakan dengan sistem PHT. Berdasarkan data Departemen Pertanian, petani
yang sudah mengikuti SLPHT sejak tahun 1997 sampai dengan tahun 2010 berjumlah
136 120 petani. Berdasarkan UU 12/1992 pada pasal 20 ayat 1 pemerintah
menjelaskan perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem PHT, namun
menurut surat kabar Jurnal Nasional pada tanggal 15 oktober 2012 dikatakan
Kementerian Pertanian sedang memaksakan pengadaan pestisida cadangan dengan
menggunakan anggaran APBNP (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Pusat)
2012 senilai 200 miliar rupiah, sedangkan stok cadangan pestisida tahun 2011 masih
tersedia. Hal tersebut tidak sesuai dengan isi dari prinsip-prinsip SLPHT dan
kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah untuk menghindari
penggunaan pestisida.
Landasan hukum yang menjadi acuan operasional kegiatan PHT adalah :
1. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1986 tentang Peningkatan Pengendalian
Hama Wereng Cokelat Pada Tumbuhan Padi.
2. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman.
21
Kebijakan Daerah Kabupaten Bekasi mengenai PHT
Landasan Hukum
Landasan hukum penyusunan Rencana Strategis Dinas Pertanian dan
Kehutanan Kabupaten Bekasi Tahun 2010-2012 adalah :
a. Landasan Idiil Pancasila
b. Landasan konstitusional yaitu Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945
c. Landasan operasional yaitu :
1. Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme.
2. Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional.
3. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
4. Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
5.
PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PETANI PADI DI
KECAMATAN TAMBUN UTARA, BEKASI
NIA TRIKUSUMA NINGRUM
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
ABSTRAK
NIA TRIKUSUMA NINGRUM. Survei Evaluasi Program Pemasyarakatan
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Petani Padi di Kecamatan Tambun Utara,
Bekasi. Dibimbing oleh DADAN HINDAYANA.
Pengendalian Hama terpadu (PHT) merupakan pendekatan dan teknologi
pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang berwawasan ekonomi
dan ekologi yang telah menjadi kebijakan dasar perlindungan tanaman nasional.
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 pasal 20 ayat 1 menyatakan bahwa
perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu.
Pemasyarakatan PHT diadakan melalui program Sekolah Lapang Pengendalian Hama
Terpadu (SLPHT). Penelitian ini bertujuan untuk menjawab survei evaluasi
pelaksanaan program pemasyarakatan PHT yang ada di lapang. Survei dilakukan
dengan pengambilan data sekunder dan primer. Data sekunder mencakup data tentang
keadaan umum lokasi yang diperoleh dari Kantor Kecamatan Tambun Utara, data
tentang pelaksanaan program PHT, dan SLPHT yang diperoleh dari Dinas Pertanian
dan Kehutanan Kabupaten Bekasi. Data primer melalui wawancara dan penyebaran
kuesinoer dengan petani. Pemilihan kelompok tani dan petani yang dijadikan objek
penelitian dilakukan dengan purpose sampling yaitu dengan memilih kelompok
petani yang mengikuti SLPHT dan petani yang belum SLPHT. Jumlah petani yang
diwawancara dari masing-masing kelompok adalah 20 orang petani. Pemerintah
Pusat dan pemerintah daerah masih belum optimal dalam menjalankan program
pemasyarakatan PHT. Sikap, tindakan, dan perilaku petani SLPHT dalam menangani
lahan lebih baik dibanding petani yang tidak mengikuti SLPHT.
Kata kunci: UU No.12/1992, pengendalian hama terpadu (PHT), sekolah lapang
pengendalian hama terpadu (SLPHT).
SURVEI EVALUASI PROGRAM PEMASYARAKATAN
PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PETANI PADI DI
KECAMATAN TAMBUN UTARA, BEKASI
NIA TRIKUSUMA NINGRUM
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian
Pada
Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Judul
: Survei Evaluasi Program Pemasyarakatan Pengendalian
Hama Terpadu (PHT) Petani Padi di Kecamatan Tambun
Utara, Bekasi
Nama Mahasiswa
: Nia Trikusuma Ningrum
NRP
: A34080064
Disetujui
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Dadan Hindayana
NIP. 19670710 199203 1 002
Diketahui
Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si
NIP. 19650621 198910 2 001
Tanggal lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 29 Juli 1990. Penulis adalah anak
ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Heru Wibisono SH, M.Si dan
Almarhumah Ibu Tarsih. Penulis memiliki dua orang kakak yang bernama Prita
Aprianty dan Septi Dwi Hertanti. Penulis memiliki dua orang adik yang bernama
Rieska Kurniasih dan Naira Agustin Wibisono.
Penulis lulus dari SDN Kayuringin Jaya XII pada tahun 2002, kemudian
melanjutkan ke SMPN 7 Bekasi dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama
melanjutkan ke SMAN 3 Bekasi dan lulus pada tahun 2008.
Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswi
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama
mengikuti pendidikan, penulis pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa
Proteksi Tanaman (HIMASITA) Divisi Kewirausahaan periode 2011/2012. Penulis
pernah mengikuti les bahasa Korea, Mandarin, dan Jerman di Unit Bahasa IPB.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan hanya untuk Allah SWT atas seluruh berkah
rahmat dan karunia Nya yang telah diberikan kepada seluruh manusia dan shalawat
dan salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah SAW sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Survei Evaluasi Program Pemasyarakatan
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Petani Padi di Kecamatan Tambun Utara,
Bekasi”.
Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir.
Dadan Hindayana, sebagai dosen pembimbing skripsi. Terima kasih kepada Dr. Ir.
Supramana, M.Si selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan banyak masukan
dan koreksi penulisan skripsi ini. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada
seluruh staf pengajar Fakultas Pertanian dan laboran Departemen Proteksi Tanaman
yang telah memberikan ilmu dan pengalaman selama menyelesaikan pendidikan di
Fakultas Pertanian IPB.
Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih untuk Ayahanda Heru
Wibisono SH, M. Si yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian penulis.
Terimakasih kepada Ibunda Yani Suryani, Prita Aprianty, Septi Dwi Hertanti, Rieska
Kurniasih, Naira Agustin Wibisono, dan Haryountoro untuk dukungan, do’a, kasih
dan sayang yang selalu diberikan hingga menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih
kepada teman-teman DPT 45: Sagita Phinanthie, Rizkika Latania, Fiqi Syaripah,
Aries Rama Saputra, Keisha Disa, dan teman-teman lainnya atas kebersamaan,
semangat, persahabatan dan dukungannya selama kuliah. Terima kasih kepada teman
yang sekaligus telah menjadi keluarga di Bogor: Nursyamsi Syam, Ranityasari, Ratna
Dila, Ari, Ayu, Lia Fauziah, dan Firdha Zahra Alfia atas kebersamaan dan kenangan
indah selama ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi penulisan
yang lebih baik. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan
pengetahuan bagi siapa saja yang membacanya.
Bogor, Desember 2012
Nia Trikusuma Ningrum
vii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
xi
PENDAHULUAN .....................................................................................
Latar Belakang ....................................................................................
Tujuan Penelitian ................................................................................
Manfaat Penelitian ..............................................................................
1
1
3
3
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................
Tanaman Padi ......................................................................................
Hama dan Penyakit Penting pada Padi ...............................................
Pengendalian Hama terpadu (PHT) ....................................................
Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) ...................
Kebijakan Perlindungan Tanaman ......................................................
Instruksi Presiden No. 3 Tahun 1986 .............................................
Undang-undang No. 12/1992 .........................................................
4
4
5
11
12
13
13
13
BAHAN DAN METODE ..........................................................................
Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................
Metode Pelaksanaan ............................................................................
Pemilihan Contoh ...........................................................................
Pengumpulan Data Primer .............................................................
Pengumpulan Data sekunder ..........................................................
14
14
14
14
14
15
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................
Keadaan Umum Lokasi .......................................................................
Kebijakan Nasional tentang PHT ........................................................
Kebijakan Daerah Kabupaten Bekasi mengenai PHT ........................
Landasan Hukum ............................................................................
Tugas Pokok dan Fungsi ................................................................
Isu-isu Strategis ..............................................................................
Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan
Kabupaten Bekasi ...........................................................................
Program PHT di Kabupaten Bekasi ....................................................
Program PHT di Kecamatan Tambun Utara .......................................
16
16
19
21
21
22
22
22
24
27
viii
Potret Aktual Pelaksanaan SLPHT di Lapang ....................................
Karakteristik Petani .............................................................................
Petani SLPHT .................................................................................
Petani nonSLPHT ...........................................................................
Keadaan Umum Usahatani .................................................................
Varietas yang Digunakan ...............................................................
Status Kepemilikan dan Luas Lahan Pertanian ..............................
Hasil Panen dan Sistem Penjualan .................................................
Proporsi Biaya Input Usahatani ......................................................
Pengamatan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) .......................
Pengamatan Hama dan Penyakit ....................................................
Pengendalian Gulma ......................................................................
Penggunaan Pestisida .....................................................................
Kerasionalan Mencampur Pestisida ...............................................
Kepedulian Petani terhadap Dampak Pestisida ...................................
Pengetahuan Petani tentang Musuh Alami .........................................
Budidaya Tanaman .............................................................................
Penentuan Waktu Tanam ...............................................................
Pemupukan .....................................................................................
Teknik Bercocok Tanam ................................................................
Pemeliharaan dan Pemanenan Tanaman ........................................
Tanggapan terhadap PHT ....................................................................
29
29
29
30
31
31
32
33
33
34
34
35
36
37
37
38
39
39
39
41
41
41
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................
Kesimpulan .....................................................................................
Saran ...............................................................................................
43
43
43
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
44
LAMPIRAN ...............................................................................................
46
ix
DAFTAR TABEL
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Halaman
Luas dan status penggunaan lahan sawah di Kabupaten
Bekasi tahun 2010 ...............................................................................
Jumlah rumah tangga usaha tani padi, jagung, kedelai, dan tebu
menurut Kecamatan dan pengamatan lahan di Kabupaten Bekasi
tahun 2009 ...........................................................................................
Kelembagaan kelompok tani dan usaha di Kabupaten Bekasi
tahun 2010 ...........................................................................................
Lokasi dan jumlah petani pelaksana kegiatan SLPHT
tahun 2007a .........................................................................................
Program dan kegiatan Departemen Pertanian Kabupaten
Bekasi 2010a .......................................................................................
Pencapaian penerapan teknologi budidaya padi sawah
tahun 2010a ..........................................................................................
Inventarisasi dan validasi data kelompok tani dan alumni SLPHT
aktif tahun 011-2012a .........................................................................
Penggunaan varietas padi di Kabupaten Bekasi tahun 2010a ..............
Karakteristik petani responden ............................................................
Varietas padi yang digunakan petani ..................................................
Pemilikan dan pengusahaan lahan ......................................................
Proporsi biaya input usahatani padi terhadap total biaya produksi per
hektar per musim tanam ......................................................................
Hama / Penyakit penting pada pertanaman padi
petani responden .................................................................................
Jenis pestisida yang digunakan petani untuk pengendalian hama dan
penyakit pada tanaman padi ................................................................
pencampuran pestisida ........................................................................
Pengetahuan dan persepsi petani tentang musuh alami
pada tanaman padi ...............................................................................
Dosis penggunaan pupuk padat ..........................................................
17
18
19
25
26
27
28
28
31
32
33
34
35
37
37
38
40
x
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1.
Kuisioner .............................................................................................
47
2.
Rekapitulasi karakteristik usahatani SLPHT ......................................
63
3.
Rekapitulasi karakteristik usahatani nonSLPHT ................................
64
4.
Biaya dan pendapatan usahatani petani SLPHT .................................
65
5.
Biaya dan pendapatan usahatani petani nonSLPHT ...........................
66
6.
Pengetahuan petani responden tentang budidaya tanaman .................
67
7.
Pengetahuan petani responden tentang pestisida
dan penyemprotan ...............................................................................
67
8.
Sikap petani terhadap pengendalian nonkimiawi ...............................
68
9.
Sikap kecenderungan petani dalam mencampur pestisida ..................
68
10. Sikap kerasionalan petani dalam penggunaan pestisida .....................
69
11. Sikap kepedulian petani terhadap dampak pestisida ...........................
70
12. Keberadaan kelompok tani yang mengikuti SLPHT di Kabupaten
Bekasi ..................................................................................................
71
13. Kegiatan selama penelitian (A) Proses wawancara petani,
(B) Petugas penyuluh, (C) Penutupan SLPHT bersama petugas
Penyuluh, petani, dan mahasiswa, (D) Toko tani Desa Srijaya ..........
72
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penerapan pengendalian hama terpadu (PHT) di Indonesia mulai dipicu
dengan terjadinya ledakan hama wereng coklat pada tahun 1985 yang menimbulkan
kekhawatiran program swasembada beras dapat terganggu. Presiden atas nama
pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1986 tentang
pengendalian hama wereng coklat padi. Melalui Inpres No. 3/1986 Presiden
menginstruksikan untuk melakukan paling sedikit 4 butir kebijakan, yaitu:
menerapkan PHT untuk pengendalian hama wereng batang cokelat dan hama-hama
padi lainnya, melarang penggunaan 57 formulasi insektisida untuk tanaman padi,
melaksanakan koordinasi untuk peningkatan pengendalian wereng coklat, dan
melakukan pelatihan petani dan petugas tentang PHT. Inpres tersebut merupakan
awal sejarah penerapan dan pengembangan PHT di Indonesia. Setelah Inpres No.
3/1986 dikeluarkan, dukungan yuridis terhadap PHT diperkuat dengan keluarnya
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman,
menyebutkan bahwa “Perlindungan tanaman adalah segala upaya untuk mencegah
kerugian pada budidaya tanaman yang diakibatkan oleh organisme pengganggu
tumbuhan”, sedangkan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) adalah semua
organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan atau menyebabkan kematian
tumbuhan. Kebijakan dasar perlindungan tanaman terdapat pada beberapa pasal dari
UU No.12/1992 pasal 20 yang berbunyi 1) Perlindungan tanaman dilaksanakan
dengan sistem pengendalian hama terpadu, 2) Pelaksanaan perlindungan tanaman
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), menjadi tanggung jawab masyarakat dan
pemerintah.
Pengendalian Hama terpadu (PHT) merupakan pendekatan dan teknologi
pengendalian OPT yang berwawasan ekologi dan ekonomi telah menjadi kebijakan
2
dasar perlindungan tanaman nasional. Kegiatan pemasyarakatan pelatihan PHT untuk
petani padi dilakukan melalui program SLPHT (Sekolah Lapang Pengendalian Hama
Terpadu), untuk mengelola Program Nasional Pelatihan PHT dibentuk pengelola
program pada periode 1987-1993 berada di Bapennas (Badan Perencanaan dan
Pembangunan Nasional) dan periode 1993-1998 berada di Departemen Pertanian.
SLPHT mulai diterapkan di Indonesia sejak tahun 1989 pada tingkat petani skala
besar di Indonesia untuk tanaman padi.
Kegiatan SLPHT yang dilaksanakan selalu dilandasi oleh 4 prinsip, yaitu
meliputi budidaya tanaman sehat, melestarikan dan memanfaatkan musuh alami,
pengamatan berkala, dan petani sebagai ahli PHT. Budidaya tanaman yang sehat,
kuat, dan produktif akan menghasilkan produksi dengan kualitas dan kuantitas yang
tinggi. Musuh alami sebagai komponen ekosistem yang sangat menentukan
keseimbangan populasi hama sehingga perlu diberi kesempatan dan peluang untuk
berfungsi secara maksimal untuk dilestarikan. Pengamatan berkala dilakukan untuk
mengontrol populasi hama dan penyakit yang muncul di lapang karena adanya
perubahan ekosistem pertanian sebagai akibat perubahan cuaca, perubahan populasi
pengendali alami dan perubahan kegiatan budidaya tanaman. Petani sebagai ahli PHT
dimaksudkan agar petani bertanggung jawab terhadap lahan yang diusahakan
sehingga petani dapat bertindak sebagai pengelola dan penentu keputusan di lahan
sawahnya sendiri. SLPHT bertujuan untuk membuat petani menjadi petani
profesional, aktif, kreatif, dan produktif dalam mengembangkan PHT dengan bantuan
penyuluh pertanian sebagai tempat untuk bertanya pada saat mengikuti SLPHT.
Pemerintah Indonesia telah menjadikan PHT sebagai kebijakan nasional,
namun terdapat kendala dalam pelaksanaan program tersebut. Kondisi nyata di
lapangan, PHT belum melembaga baik dikalangan petani, pejabat maupun petugas
pemerintah pusat dan daerah (Untung 2007). Menurut pemerintah setempat program
PHT yang telah diberikan kepada petani SLPHT seharusnya dapat disebarkan kepada
petani nonSLPHT, namun pada kenyataannya petani alumni SLPHT cenderung ragu
untuk memberikan informasi kepada petani lain karena kurangnya keterampilan
dalam menerapkan prinsip PHT. Program PHT telah dilaksanakan lebih dari 20
3
tahun, atas dasar hal tersebut penelitian mengenai program PHT perlu dilakukan agar
dapat diketahui perkembangannya.
Tujuan Penelitian
Survei dilakukan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan program PHT
khususnya di Kabupaten Bekasi, setelah 20 tahun dicanangkan pemerintah, serta
implikasi pada pengetahuan, sikap, dan tindakan petani padi.
Manfaat Penelitian
Tersedianya informasi mengenai pelaksanaan program PHT di Kabupaten
Bekasi dan kemajuan yang dialami petani padi setelah pelaksanaan program PHT
tersebut.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Padi
Syarat Tumbuh
Padi merupakan tanaman ordo Graminales, family Graminae, genus Oryza, dan
spesies Oryza spp.. Padi dapat tumbuh pada ketinggian 650 sampai 1500 m dpl
dengan temperatur 19 sampai 22 oC., sedangkan ketinggian 0 sampai 650 m dpl
dengan temperatur 22 samapi 27 oC. Padi pada menyukai tanah lumpur yang subur
dengan ketebalan 18 sampai 22 cm dan pH tanah 4 – 7. Pada umumnya tanaman padi
membutuhkan air dalam jumlah relatif banyak, namun tidak semua fase pertumbuhan
membutuhkan air dalam jumlah yang sama (Surowinoto 1983).
Budidaya Padi
Penyiapan benih padi dimulai dengan merendam benih padi selama 6 sampai 12
jam. Bibit yang siap dipindahtanamkan ke sawah berumur 21 hingga 40 hari, berdaun
5 sampai 7 helai, batang bawah besar dan kuat, pertumbuhan seragam, tidak terserang
hama dan penyakit.
Pemupukan diberikan sesuai dengan dosis yang telah ada, kekurangan atau
kelebihan pupuk dapat menyebabkan tanaman padi menjadi sakit. Pemakaian pupuk
digunakan pada saat tanah diolah, 14 hari sesudah tanam dan 30 hari sesudah tanam.
Pengolahan tanah dapat dilakukan secara sempurna dengan dua kali pembajakan atau
tanpa olah tanah. Pemilihan cara yang akan dilakukan disesuaikan dengan keperluan
dan kondisi lahan (Siregar 1981).
Penggenangan air dilakukan pada fase awal pertumbuhan, pembentukan
anakan, pembungaan dan masa bunting. Sedangkan pengeringan hanya dilakukan
pada fase sebelum bunting bertujuan menghentikan pembentukan anakan dan fase
pemasakan biji untuk menyeragamkan dan mempercepat pemasakan biji (Sumartono
et al. 1972).
5
Banyak faktor yang menyebabkan produktivitas tanaman padi tidak meningkat
secara signifikan dari tahun ke tahun. Beberapa faktor yang mempengaruhi
produktivitas padi antaralain faktor genetik, kondisi lingkungan tanam, teknik
budidaya serta penanganan panen dan pasca panen (Haryadi 2006).
Hama dan Penyakit Penting pada Padi
Hama dan Penyakit
Hama tanaman dalam arti luas adalah semua organisme atau binatang yang
aktifitas hidupnya menyebabkan kerusakan tanaman sehingga menimbulkan kerugian
secara ekonomi bagi manusia. Organisme yang menjadi hama adalah binatang yang
menyerang tanaman budidaya sehingga menimbulkan kerugian. Hama tanaman
sering disebut serangga hama (pest) (Rukmana 2002). Hama yang merusak tanaman
secara langsung dapat dilihat bekasnya, misalnya gerekan dan gigitan.
Penyakit tanaman adalah kondisi dimana sel dan jaringan tanaman tidak
berfungsi secara normal yang ditimbulkan karena gangguan secara terus menerus
oleh agen patogenik atau faktor lingkungan (abiotik) dan akan menghasilkan
perkembangan gejala (Agrios 2005). Penyakit dapat disebabkan oleh cendawan,
bakteri, virus, dan nematoda. Cendawan atau jamur adalah suatu kelompok jasad
hidup yang menyerupai tumbuhan tingkat tinggi karena memiliki dinding sel,
berkembang biak dengan spora, tetapi tidak memiliki klorofil. Penyakit tanaman yang
merupakan suatu penyimpangan atau abnormalitas tanaman beragam bentuknya,
misalnya keriput daun, bercak cokelat, dan busuk. Tanaman yang sakit menunjukan
gejala atau tanda yang khas. Gejala adalah perubahan yang ditunjukan oleh tanaman
itu sendiri akibat adanya serangan penyakit. Contoh gejala antara lain adalah nekrotis,
yaitu gejala yang disebabkan oleh adanya kerusakan sel atau matinya sel.
Walang sangit (Leptocoriza acuta)
Imago walang sangit meletakan telut pada bagian atas daun tanaman. Telur
walang sangit berbentuk oval dan pipih berwarna coklat kehitaman, telur diletakan
satu persatu dalam 1-2 baris sebanyak 12-16 butir. Lama periode bertelur 57 hari
6
dengan total produksi telur per-induk mencampai 200 butir. Lama stadia telur hingga
7 hari dan terdapat lima instar pertumbuhan nimfa dengan total waktu mencapai 19
hari. Satu siklus hidup walang sangit mencapai 46 hari. Setelah nimfa menetas
bergerak ke malai mencari butir yang masih stadi masak susu. Nimfa dan imago pada
siang hari bersembunyi di bawah kanopi tanaman. Serangga imago pada pagi hari
aktif terbang dari rumpun ke rumpun sedangkan penerbangan yang relatif jauh terjadi
pada sore atau malam hari.
Walang sangit menyerang pada fase generatif, menyerang buah padi yang
masak susu. Gejala yang ditimbulkan buah menjadi hampa atau berkualitas rendah
seperti berkerut, berwarna coklat dan tidak enak. Daun padi terdapat bercak bekas
isapan dan bulir padi berbintik-bintik hitam. Pengendalian yang sering dilakukan
dengan bertanam serempak, dan sanitasi. Saat tidak ada pertanaman padi atau
tanaman padi masih stadia vegetatif, imago walang sangit bertahan hidup atau
berlindung pada berbagai tanaman yang terdapat pada sekitar sawah. Setelah tanaman
padi berbunga dewasa walang sangit pindah ke pertanaman padi dan berkembang
biak satu generasi sebelum tanaman padi tersebut dipanen. Banyaknya generasi dalam
satu hamparan pertanaman padi tergantung dari lamanya dan banyaknya interval
tanam padi pada hamparan tersebut. Makin serempak tanam makin sedikit jumlah
generasi perkembangan hama walang sangit (BBPADI 2009).
Hama putih (Nymphula depunctalis)
Telur hama putih berbentuk bulat berwarna kuning muda, telur diletakkan
berkelompok pada daun atau pelepah yang berdekatan dengan permukaan air, jumlah
telur 10-20 butir/kelompok. Satu ekor ngengat dapat menghasilkan 50 butir telur
dengan stadium telur 2-6 hari. Instar pertama berwarna krem dengan ukuran panjang
rata-rata 1.2 mm dan lebar 0.2 mm dan kepala berwarna kuning. Larva membuat
gulungan dari daun yang dipotong dan tinggal dalam gulungan (tabung) tersebut,
pada pertumbuhan maksimum panjang larva mencapai 14 mm dan lebar 1,6 mm.
Pupa hama putih berwarna krem, menjelang menjadi ngengat warna menjadi putih.
Pupa terbentuk dalam tabung dalam waktu mencapai 7 hari. Cara pengendalian
7
dengan pengaturan air yang baik, penggunaan bibit sehat, melepaskan musuh alami,
menggugurkan tabung daun.
Hama putih menyerang tanaman yang berumur lebih dari 6 minggu. Ciri khas
yang bisa dilihat sebagai tanda hama putih adalah adanya tabung-tabung yang terbuat
dari daun tanaman padi yang tergerek (terpotong) yang berisi larva dan kepompong
yang digunakan untuk perlindungan diri dan penyebaran dalam mencari makan.
Tabung-tabung banyak terapung di areal persawahan, berbeda dengan hama putih
palsu yang hanya menggulung tanaman tanpa memotongnya dan menggerek
klorofilnya. Menyerang daun pada saat masih bibit, kerusakan berupa titik-titik yang
memanjang sejajar tulang daun, ulat menggulung daun padi.
Wereng Batang Cokelat (Nilapavarta lugens)
Wereng coklat berkembang biak secara seksual, masa pra-peneluran 3-4 hari
untuk brakiptera (bersayap kerdil) dan 3-8 hari untuk makroptera (bersayap panjang).
Telur biasanya diletakkan pada jaringan pangkal pelepah daun, tetapi kalau
populasinya tinggi telur diletakkan di ujung pelepah daun dan tulang daun. Telur
diletakkan berkelompok, satu kelompok telur terdiri dari 3-21 butir. Satu ekor betina
mampu meletakkan telur 100-500 butir.
Di daerah tropis telur menetas setelah 9 hari, sedangkan di daerah subtropika
waktu penetasan telur lebih lama lagi. Nimfa mengalami lima instar, dan rata-rata
waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan periode nimfa mencapai 13 hari. Nimfa
dapat berkembang menjadi dua bentuk wereng dewasa. Bentuk pertama adalah
makroptera (bersayap panjang) yaitu wereng coklat yang mempunyai sayap depan
dan sayap belakang normal. Bentuk kedua adalah brakiptera (bersayap kerdil) yaitu
wereng coklat dewasa yang mempunyai sayap depan dan sayap belakang tumbuh
tidak normal, terutama sayap belakang sangat rudimenter.
Sering disebut sebagai wereng batang cokelat, menyerang pada bagian batang
padi dengan cara mengisap cairan batang padi dan dapat menularkan virus. Gejala
tanaman padi yang terserang wereng batang cokelat menjadi kuning dan mengering,
sekelompok tanaman seperti terbakar, tanaman yang tidak mengering menjadi kerdil.
8
Pengendalian hama ini dapat dengan bertanam padi serempak, menggunakan varietas
tahan wereng seperti IR 36, membersihkan lingkungan, melepas musuh alami seperti
laba-laba, kepinding dan kumbang lebah.
Tikus Sawah (Rattus argentiventer)
Tikus merupakan hewan pengerat yang hidupnya sering menimbulkan kerugian
bagi manusia. Tikus sawah merupakan hama utama tanaman padi dari golongan
mamalia (binatang menyusui), yang mempunyai sifat-sifat yang sangat berbeda
dibandingkan jenis hama utama padi lainnya. Tikus sawah dapat menyebabkan
kerusakan pada tanaman padi mulai dari saat pesemaian padi hingga padi siap
dipanen, dan bahkan menyerang padi di dalam gudang penyimpanan. Hama tikus
Menyerang batang muda (1-2 bulan) dan buah. Gejala yang ditimbulkan yaitu
tanaman padi yang roboh pada petak sawah dan pada serangan hebat ditengah petak
tidak ada tanaman. Pengendalian yang sering dilakukan dengan pergiliran tanaman,
tanam serempak, sanitasi, gropyokan, melepas musuh alami seperti ular.
Tersedianya pakan padi yang cukup dengan kualitas baik, pada saat padi bsudah
berisi dan awal pengisian malai, merupakan faktor yang diduga kuat berpengaruh
terhadap jumlah embrio yang dihasilkan oleh induk betina. Selain itu, diketahui
bahwa tikus-tikus muda yang melahirkan pertama kali akan menghasilkan embrio
lebih banyak dibandingkan tikus betina yang berumur lebih tua (Sudarmaji 2004).
Penurunan jumlah embrio juga disebabkan oleh terbatasnya pakan yang berkualitas
khususnya pada periode bera, dan tikus betina cenderung merespon dengan
mengurangi jumlah anaknya menjadi lebih sedikit agar dapat bertahan hidup setelah
dilahirkan. Tikus betina bunting dapat mengabsorbsi sebagian embrio yang
dikandungnya apabila kondisi lingkungan kurang menguntungkan. Jumlah embrio
yang dihasilkan oleh induk tikus betina bervariasi pada setiap periode kebuntingan.
Terdapat kecenderungan menurunnya jumlah embrio setelah periode kebuntingan
pertama. Jumlah embrio tertinggi dihasilkan oleh induk betina yang bunting pada
periode stadium awal padi bunting sampai pengisian malai (bunting pertama).
9
Penyakit Hawar Daun (Xanthomonas campestris pv. Oryzae)
Penyebab penyakit hawar daun disebabkan bakteri Xanthomonas campestris pv
oryzae. Penyakit terjadi pada semua stadia tanaman, akan tetapi yang paling umum
terjadi pada saat tanaman mulai mencapai anakan maksimum sampai fase berbunga.
Bakteri pada penyakit hawar daun berbentuk batang dengan koloni berwarna kuning.
Patogen mempunyai virulensi yang bervariasi tergantung kemampuan untuk
menyerang varietas padi yang mempunyai gen resistensi berbeda. Perkembangan
penyakit sangat tergantung pada cuaca dan ketahanan tanaman. Bakteri menginfeksi
tanaman melalui hidatoda atau luka, setelah masuk dalam jaringan tanaman bakteri
memperbanyak diri dalam epidermis yang menghubungkan dengan pembuluh
pengangkutan, tersebar kejaringan lain dan menimbulkan gejala (BBPADI 2009).
Stadia bibit gejala penyakit disebut kresek, sedangkan pada stadia tanaman
lebih lanjut gejala disebut hawar. Gejala yang ditimbulkan terdapat garis-garis di
antara tulang daun, garis melepuh dan berisi cairan kehitam-hitaman, daun mengering
dan mati. Pengendalian penyakit ini dengan cara menanam varietas tahan penyakit
seperti IR 36, menghindari luka mekanis, dan sanitasi lingkungan.
Penyakit Bercak Daun Cokelat. (Helmintosporium oryzae)
Penyebab penyakit ini oleh cendawan jamur Helmintosporium oryzae. Penyakit
bercak daun cokelat menyerang pelepah, malai, dan buah yang baru tumbuh.
Pengendalian dengan cara merendam benih di air hangat, pemupukan berimbang, dan
varietas tanam padi tahan penyakit ini.
Gejala khas penyakit ini adalah adanya bercak cokelat pada daun berbentuk
oval yang merata di permukaan daun dengan titik tengah berwarna abu-abu atau
putih. Titik abu-abu di tengah bercak merupakan gejala khas penyakit bercak daun
coklat di lapang. Bercak yang masih muda berwarna cokelat gelap atau keunguan
berbentuk bulat. Pada varietas yang peka panjang bercak dapat mencapai panjang 1
cm. Serangan berat, jamur daopat menginfeksi gabah dengan gejala bercak berwarna
hitam atau coklat gelap pada gabah.
10
Jamur H. oryzae menginfeksi daun, baik melalui stomata maupun menembus
langsung dinding sel epidermis setelah membentuk apresoria. Konidia lebih banyak
dihasilkan oleh bercak yang sudah berkembang, kemudian konidia dihembuskan oleh
angin dan menimbulkan infeksi sekender. Jamur dapat bertahan sampai 3 tahun pada
jaringan tanaman dan lamanya bertahan sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan.
Penyakit Blas (Pyricularia oryzae)
Daur penyakit blas meliputi tiga fase yaitu infeksi, kolonisasi, dan sporulasi.
Fase infeksi diawali dengan pembentukan konidia berseta tiga yang dilepaskan oleh
konidia. Konidia berpindah ke permukaan daun yang tidak terinfeksi melalui percikan
air atau bantuan angin. Konidia menempel pada daun karena adanya perekat atau
getah di ujungnya. Konidia akan berkecambah pada kondisi optimum dengan cara
membentuk buluh-buluh perkecambahan yang selanjutnya menjadi appresoria.
Appresoria akan menembus kutikula daun dengan bantuan melanin yang ada pada
dinding appresoria. Pertumbuhan hifa yang terus terjadi menyebabkan terbentuknya
bercak pada tanaman. Kelembapan yang tinggi, bercak pada tanaman yang rentan
menghasilkan konidia selama 3-4 hari. Konidia ini sangat mudah tersebar dan
merupakan inokulum untuk infeksi selanjutnya. Penyebaran spora terjadi selain oleh
angin juga oleh biji dan jerami. Cendawan P. oryzae mampu bertahan dalam sisa
jerami sakit dan gabah sakit. Dalam keadaan kering dan suhu kamar, spora masih
bertahan hidup sampai satu tahun, sedangkan miselia mampu bertahan sampai lebih
dari 3 tahun. Sumber inokulasi primer di lapang pada umumnya adalah jerami.
Sumber inokulasi benih biasanya memperlihatkan gejala awal pada pesemaian. Untuk
daerah tropis, sumber inokulasi selalu ada sepanjang tahun, karena adanya spora di
udara dan tanaman inang lain selain padi (BBPADI 2009).
Gejala yang ditimbulkan daun, gelang buku, tangkai malai dan cabang di dekat
pangkal malai membusuk. Jamur ini menyerang daun, buku pada malai dan ujung
tangkai malai yang menyebabkan pemasakan makanan terhambat dan butiran padi
menjadi hampa. Pengendalian yang dilakukan dengan membakar sisa jerami,
11
menggenangi sawah, menanam varietas unggul, dan pemberian pupuk N di saat
pertengahan fase vegetatif dan fase pembentukan bulir (Siregar 1981).
Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
Pengendalian Hama terpadu (PHT) merupakan pendekatan dan teknologi
pengendalian OPT yang berwawasan ekologi dan ekonomi telah menjadi kebijakan
dasar perlindungan tanaman nasional. Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana
menimbulkan masalah baru seperti pencemaran lingkungan hidup, merugikan
kesehatan manusia dan hewan lain, resistensi hama, serta organisme bukan sasaran
menjadi mati (Untung 2007). Munculnya beberapa masalah ini, menggugah para ahli
untuk mencetuskan konsep pengelolaan dan Pengendalian Hama Terpadu pada tahun
1950 (Sinaga 2006). Program pelatihan PHT untuk petani dikenal dengan Sekolah
Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) yang didahului dengan pelatihan
terhadap petugas pemandu dan memandu para petani SLPHT (Untung 2007), untuk
mengelola Program Nasional Pelatihan PHT dibentuk pengelola program pada
periode 1987-1993 berada di Bapennas (Badan Perencanaan dan Pembangunan
Nasional) dan periode 1993-1998 berada di Departemen Pertanian.
Pelatihan,
penyuluhan,
dan
penerapan
PHT
melalui
SLPHT
dapat
meningkatkan pengetahuan baru di kalangan petani. Pengetahuan ini merupakan
tahap awal terjadinya persepsi yang kemudian melahirkan sikap dan pada akhirnya
melahirkan perbuatan atau tindakan. Dengan adanya pengetahuan atau wawasan baru
di kalangan petani, akan mendorong terjadinya perubahan perilaku. Sikap petani
terhadap inovasi teknologi sangat tergantung dari pengetahuan dan pengalaman
lapangan mereka (Suharyanto et al. 2006).
Pemerintah telah menetapkan PHT sebagai kebijakan dasar bagi setiap program
perlindungan tanaman. Kebijakan ini merupakan program pemerintah sejak Pelita III
sampai sekarang. Dasar hukum penerapan dan pengembangan PHT di Indonesia
adalah Inpres No. 3 Tahun 1986 dan Undang-undang No.12 Tahun 1992 tentang
Sistem Budidaya Tanaman (Untung 1993).
12
Program PHT di Indonesia dinyatakan sebagai kebijakan nasional pada tahun
1986 dan dalam pelaksanaannya telah memberikan efek yang sangat besar terhadap
produksi pertanian nasional. Konsep PHT muncul dan berkembang sebagai korelasi
terhadap kebijakan pengendalian hama secara konvensional yang menekankan
penggunaan pestisida.
Penerapan PHT dibidang pertanian diharapkan dapat merubah pola bercocok
tanam yang kurang efisien sehingga dapat meningkatkan produksi dan pendapatan
petani itu sendiri. Pelaksanaan PHT tidak terlepas pula dari factor-faktor yang dapat
mempengaruhinya antara lain: lama pendidikan, luas usaha tani, tanggungan
keluarga, pengalaman bertani, dan umur petai (Mubyarto 1986).
Sikap merupakan potensi pendorong yang ada pada individu untuk bereaksi
terhadap lingkungan. Sikap tidak selamanya tetap dalam jangka waktu tertentu tetapi
dapat berubah karena pengaruh orang lain melalui interaksi sosial. Sikap petani dalam
penerapan inovasi baru dalam pertania juga dipengaruhi oleh pengalaman pribadi,
kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga
pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi di dalam diri individu. Sikap yang
diperoleh lewat pengalaman akan menimbulkan pengaruh langsung terhadap tindakan
berikutnya (Suharyanto et al. 2006).
Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT)
Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) merupakan tempat
dimana pendekatan khusus untuk memberdayakan petani menjadi petani yang aktif,
kreatif, dan produktif dalam menerapkan PHT di lahannya sendiri.
Di SLPHT petani diajak dan didorong belajar bersama-sama dan melakukan
pengambilan keputusan pengelolaan ekosistem (termasuk pengendalian OPT) secara
bersama-sama pula. Visi SLPHT adalah memberdayakan petani dalam menerapkan
dan mengembangkan prinsip-prinsip dan teknologi PHT secara profesional sehingga
dapat dihasilkan produk pertanian dengan kualitas, kuantitas dan daya saing pasar
tinggi untuk peningkatkan kesejahteraan hidupnya.
13
Sejak tahun 1989 SLPHT telah membuktikan, petani yang mengikuti SLPHT
dengan segala keterbatasannya dapat meningkatkan kualitas dan dedikasinya menjadi
penerap PHT. Ada kecendrungan konsep PHT digeser dengan konsep lain, yaitu PTT
(Pengelolaan Tanaman Terpadu) yang secara prinsip tidak berbeda dengan PHT
(Untung 2007).
Soekartawi (1988) mengatakan bahwa tindakan penerapan inovasi dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu faktor dari dalam diri petani maupun faktor lingkungan.
Faktor dari dalam diri meliputi umur, pendidikan, status sosial, pola hubungan sikap
terhadap pembaharuan, keberanian mengambil resiko, fatalisme, aspirasi, dan
dogmatis (system kepercayaan tertutup). Faktor lingkungan meliputi jarak sumber
informasi, frekuensi mengikuti penyuluhan, keadaan prasarana dan sarana serta
proses memperoleh sarana produksi.
Kebijakan Perlindungan Tanaman
Instruksi Presiden No. 3 Tahun 1986
Instruksi Presiden No. 3 tahun 1986 tentang peningkatan pengendalian hama
wereng cokelat pada tanaman padi disingkat Inpres 3/86 dikeluarkan pada tanggal 5
November 1986. Inpres 3/86 merupakan tonggak sejarah penerapan PHT di Indonesia
karena melalui instruksi ini, pemerintah mulai memberikan dukungan politik dan
legal terhadap PHT.
Undang-undang No. 12/1992
Undang-undang No.12 tahun 1992 disahkan pada tanggal 30 April 1192 terdiri
atas 12 bab, 66 pasal dan penjelasan. Menurut Pasal 1 ayat1 UU tersebut yang
dimaksud dengan sistem budidaya tanaman adalah sistem pembangunan dan
pemanfaatan sumber daya alam nabati melalui upaya manusia dengan modal
teknologi dan sumber daya lainnya menghasilkan barang guna memenuhi kebutuhan
manusia secara lebih baik.
14
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari April sampai Agustus 2012, bertempat di Desa
Srijaya, Kecamatan Tambun Utara, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Metode Pelaksanaan
Pemilihan Contoh
Pemilihan desa contoh dalam 1 kecamatan berdasarkan adanya pelaksanaan
program PHT tanaman padi melalui program pemasyarakatan SLPHT, yaitu Desa
Srijaya. Desa Srijaya memiliki 3 kelompok tani dengan masing-masing kelompok
berjumlah 25 anggota. Desa Srijaya memiliki 2 kelompok tani yang telah mengikuti
SLPHT dan 1 kelompok tani yang belum mengikuti SLPHT. Jumlah responden
petani SLPHT dipilih 20 petani dan jumlah responden petani nonSLPHT dipilih 20
petani. Pemilihan kelompok tani dan petani yang dijadikan objek penelitian dilakukan
dengan purpose sampling yaitu dengan memilih kelompok petani yang mengikuti
SLPHT dan petani yang belum mengikuti SLPHT.
Pengumpulan Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan melalui metode wawancara menggunakan
kuesioner terstruktur. Pelaksanaan wawancara dengan cara mengunjungi petani ke
rumah, lahan pertanian, atau tempat sekolah lapang berlangsung.
Kuesioner yang digunakan terdiri dari atas 4 komponen, yaitu (1) karakteristik
petani (nama, umur, pendidikan, tamggungan keluarga, pengalaman bertani padi,
pekerjaan sampingan); (2) karakteristik usaha tani (status kepemilikan lahan, luas
lahan keseluruhan, luas lahan yang ditanami padi, varietas padi yang digunakan,
proporsi biaya pestisida terhadap total biaya produksi, hasil panen, dan sistem
penjualan); (3) penerapan komponen PHT secara berkala, masalah hama dan penyakit
padi yang paling penting secara pengendaliannya, pengendalian gulma, pengetahuan
15
tentang musuh alami, cara penggunaan pestisida);(4) sikap petani terhadap program
PHT.
Hasil wawancara dengan kuesioner dipresentasekan berdasarkan perbandingan
antara frekuensi jawaban responden dengan jumlah petani/responden kemudian
dibuat tabulasi data. Penghitungan data yang diperoleh dari kedua kelompok tani
dikelompokkan ke dalam petani SLPHT dan petani nonSLPHT.
Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder mencakup data tentang keadaan umum lokasi yang diperoleh
dari Kantor Kecamatan Tambun Utara. Data tentang pelaksanaan program PHT dan
SLPHT yang diperoleh dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bekasi.
16
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi
Wilayah Kabupaten Bekasi secara geografis terletak pada 106° 88’ 78” Bujur
Timur (BT) dan 6 10’ – 6 30’ Lintang Selatan (LS). Secara administratif wilayahnya
berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah Utara, Kabupaten Bogor di sebelah Selatan,
DKI Jakarta dan Kota Bekasi di sebelah Barat, dan Kabupaten Karawang di sebelah
Timur. Secara klimatologis, wilayah Kabupaten Bekasi termasuk ke dalam daerah
yang beriklim tropis dengan suhu rata-rata 28-40 °C. Sampai dengan bulan Desember
2010 jumlah curah hujan 1502.85 mm dengan 88 hari hujan. Kabupaten Bekasi
dilewati oleh 16 sungai diantaranya, sungai Bekasi, Cikarang, Cihea, dan
Cipamingkis yang bermuara di Laut Jawa. Alira air sungai banyak dimanfaatkan
untuk pertanian, industri, perikanan, dan rumah tangga
Kabupaten Bekasi teridiri dari dua wilayah pengembangan pertanian yang
pertama adalah sebelah Utara saluran induk Tarum Barat (Kalimalang) merupakan
daerah pengembangan padi sawah dan palawija, mendapatkan pengairan dari Proyek
Otorita Jatiluhur (POJ). Pengembangan yang kedua adalah wilayah Selatan, yaitu
Kecamatan Setu, Serang Baru, dan Cibarusah merupakan daerah pengembangan
hortikultura, padi, dan perkebunan yang mendapat pengairan dari sungai
Cipamingkis.
17
Penggunaan lahan sawah pengairan teknis merupakan lahan yang paling banyak
ditanamai padi lebih dari 2 kali tanam dengan luas 34 844 ha, sedangakan pengairan
sederhana merupakan lahan sawah yang paling sedikit ditanam padi dengan luas 460
ha (Tabel 1).
Tabel 1 Luas dan status penggunaan lahan sawah di Kabupaten Bekasi tahun 2010
Dalam satu tahun (ha)
Sementara
tidak
Penggunaan
Ditanam padi
Tidak
No
lahan
ditanam diusahakan
1 kali
2 kali
> 2 kali
(ha)
padi
1
Pengairan
31 956
2 880
8
teknis
2
Pengairan ½
898
6 026
0
0
teknis
3
Pengairan
460
0
0
sederhana
4
Pengairan
4 135
23
0
0
pedesaan
5
Tadah hujan
2 939
3 373
886
0
6
Pasang surut
7
Lebak
8
Polder dan
sawah
lainnya
Jumlah
3 837
45 950
2 903
894
0
a
Luas
(ha)
34 844
6 924
460
4 158
7 198
-
53 584
Sumber: Laporan tahunan pembangunan pertanian tahun 2010 Kabupaten Bekasi
Jumlah penduduk Kabupaten Bekasi tahun 2010 sebesar 2 629 551 jiwa yang
terdiri dari 1 345 500 pria dan 1 284 051 wanita. Jumlah penduduk Kabupaten Bekasi
tersebar di 23 kecamatan. Kecamatan Tambun Utara memiliki jumlah rumah tangga
usaha tani padi, jagung, kedelai, dan tebu seluas 2 551 ha dengan luas lahan
berukuran 0.5-1 ha yang dimiliki oleh 872 rumah tangga (Tabel 2).
18
Table 2 Jumlah rumah tangga usaha tani padi, jagung, kedelai, dan tebu menurut
Kecamatan dan penguasaan lahan di Kabupaten Bekasi tahun 2009a
Golongan luas lahan yang dikuasai (ha)
No
Kecamatan
3 Jumlah
1
Setu
72
3 158
1 053
332
40
21
4 676
2
Serang Baru
96
1 992
1 140
418
75
40
3 761
3
Cikarang Pusat
13
1 702
1 054
450
92
70
3 381
4
Ciakarang Sel.
58
491
213
62
19
12
855
5
Cibarusah
46
1 316
491
247
88
42
2 230
6
Bojongmangu
9
1 723
1 062
497
110
62
3 463
7
Cikarang Timur
62
991
935
449
92
77
2 606
8
Kedungwaringin
2
623
572
437
127
80
1 841
9
Cikarang Utara
145
384
137
60
27
28
781
10 Karangbahagia
4
960
929
579
141
89
2 702
11 Cibitung
31
510
608
671
191
84
2 095
12 Cikarang Barat
249
1 155
270
102
27
17
1 820
13 Tambun Sel.
31
198
59
32
5
4
329
14 Tambun Utara
30
635
872
711
190
113
2 551
15 Babelan
2
529
1 160
940
260
119
3 010
16 Tarumajaya
6
679
740
595
159
107
2 286
17 Tambelang
4
472
820
707
213
111
2 327
18 Sukawangi
1
569
1 155
1 084
279
178
3 266
19 Sukatani
7
730
857
781
225
160
2 760
20 Sukakarya
2
603
996
1 053
337
208
3 199
21 Pebayuran
9
1 617
2 252
1 576
448
366
6 268
22 Cabangbungin
31
1 608
1329
1 025
267
137
4 397
23 Muaragembong
12
721
892
415
92
43
2 175
Jumlah
922
23 366 19 596
13 223
3 504 2 168
62 779
a
Sumber: BPS Kabupaten Bekasi
Jumlah kelompok tani di Kabupaten Bekasi mengalamai penurunan dari tahun
ke tahun. Kelompok tani Kabupaten Bekasi pada tahun 2009 berjumlah 2 571 dan
pada tahun 2010 menurun menjadi 1 882 (Tabel 3). Pos penyuluhan pertanian di
Kabupaten Bekasi tahun 2009 berdasarkan laporan tahunan pembangunan pertanian
Kabupaten Bekasi berjumlah 57 dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 118 pos
penyuluhan.
19
Tabel 3 Kelembagaan kelompok tani dan usaha di Kabupaten Bekasi Tahun 2010a
No
1
2
3
4
5
6
a
Jumlah
Kelompok tani
Kelompok tani
berdasarkan kelas
1 Kelompok tani dewasa
2 Kelompok wanita tani
3 Kelompok taruna tani
Kelompok tani
berdasarkan jenis usaha
1 Kelompok tani tanaman
pangan
Kelompok tani peternakan
Kelompok tani
perkebunan
Kelompok tani perikanan
P3A MitraCal
P4K
Gapoktan
Pos penyuluhan pertanian
Tahun 2009
2 571
Tahun 2010
1 882
2 356
132
83
2 562
1626
128
128
2 562
2 296
2 296
101
77
101
77
88
211
120
184
57
88
211
120
171
118
Sumber: Laporan tahunan pembangunan pertanian tahun 2010 Kabupaten Bekasi
Kebijakan Nasional tentang PHT
Tahun 1978 produksi beras turun dengan drastis akibat serangan wereng batang
coklat. Presiden atas nama pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 3
Tahun 1986 yang berisi 4 butir kebijakan, yaitu : 1) Menerapkan PHT untuk
pengendalian hama wereng batang cokelat dan hama-hama padi lainnya, 2) Melarang
penggunaan 57 formulasi insektisida untuk tanaman padi (Lampiran), 3)
Melaksanakan koordinasi untuk peningkatan pengendalian wereng cokelat, dan 4)
Melakukan pelatihan petani dan petugas tentang PHT (Untung 2007).
Secara prinsip Inpres 3 Tahun 1996 mengakui peran strategis pengamatan dan
petugas pengamat hama dalam penerapan PHT wereng cokelat. Lampiran Inpres
3/1986 Bab IV ayat 1 dinyatakan :
1. Pengamatan hama untuk mengetahui kemungkinan timbulnya hama secara
dini dan akurat perlu ditingkatkan dengan antara lain menambah jumlah
tenaga
pengamat
keterampilannya.
hama
serta
meningkatkan
pengetahuan
dan
20
2. Hasil pengamatan tersebut pada angka 1 merupakan dasar dalam
menentukan jenis dan cara aplikasi insektisida.
3. Menteri Pertanian menetapkan fungsi dan peranan pengamat hama dalam
gerakan pengendalian hama wereng cokelat.
Berdasarkan tindak lanjut Inpres 3/1986 pada tahun 1987 pemerintah
menambah jumlah pengamat hama dan penyakit (PHP) sekitar 1500 orang atau dua
kali jumlah PHP sebelumnya. Mendukung Instruksi Presiden No. 3/1986 pemerintah
mengeluarkan Kebijakan nasional UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya
Tanaman, pada pasal 20 ayat 1 menjelaskan bahwa perlindungan tanaman
dilaksanakan dengan sistem PHT. Berdasarkan data Departemen Pertanian, petani
yang sudah mengikuti SLPHT sejak tahun 1997 sampai dengan tahun 2010 berjumlah
136 120 petani. Berdasarkan UU 12/1992 pada pasal 20 ayat 1 pemerintah
menjelaskan perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem PHT, namun
menurut surat kabar Jurnal Nasional pada tanggal 15 oktober 2012 dikatakan
Kementerian Pertanian sedang memaksakan pengadaan pestisida cadangan dengan
menggunakan anggaran APBNP (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Pusat)
2012 senilai 200 miliar rupiah, sedangkan stok cadangan pestisida tahun 2011 masih
tersedia. Hal tersebut tidak sesuai dengan isi dari prinsip-prinsip SLPHT dan
kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah untuk menghindari
penggunaan pestisida.
Landasan hukum yang menjadi acuan operasional kegiatan PHT adalah :
1. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1986 tentang Peningkatan Pengendalian
Hama Wereng Cokelat Pada Tumbuhan Padi.
2. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman.
21
Kebijakan Daerah Kabupaten Bekasi mengenai PHT
Landasan Hukum
Landasan hukum penyusunan Rencana Strategis Dinas Pertanian dan
Kehutanan Kabupaten Bekasi Tahun 2010-2012 adalah :
a. Landasan Idiil Pancasila
b. Landasan konstitusional yaitu Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945
c. Landasan operasional yaitu :
1. Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme.
2. Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional.
3. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
4. Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
5.