Uji Kehalusan Bahan Dan Konsentrasi Perekat Briket Biomassa Kulit Durian Terhadap Karakteristik Mutu Briket

(1)

UJI KEHALUSAN BAHAN DAN KONSENTRASI PEREKAT

BRIKET BIOMASSA KULIT DURIAN TERHADAP

KARAKTERISTIK MUTU BRIKET

HASNUL JEIN 050308026

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011


(2)

UJI KEHALUSAN BAHAN DAN KONSENTRASI PEREKAT

BRIKET BIOMASSA KULIT DURIAN TERHADAP

KARAKTERISTIK MUTU BRIKET

SKRIPSI

Oleh :

HASNUL JEIN

050308026

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011


(3)

UJI KEHALUSAN BAHAN DAN KONSENTRASI PEREKAT

BRIKET BIOMASSA KULIT DURIAN TERHADAP

KARAKTERISTIK MUTU BRIKET

SKRIPSI

Oleh : HASNUL JEIN

050308026/TEKNIK PERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

(Ainun Rohanah, STP, Msi) (Taufik Rizaldi, STP, MP

)

Ketua Anggota

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011


(4)

UJI KEHALUSAN BAHAN DAN KONSENTRASI PEREKAT

BRIKET BIOMASSA KULIT DURIAN TERHADAP

KARAKTERISTIK MUTU BRIKET

SKRIPSI

Oleh : HASNUL JEIN

050308026/TEKNIK PERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011


(5)

Judul Skripsi : Uji Kehalusan Bahan dan Konsentrasi Perekat Briket Biomassa Kulit Durian terhadap Karakteristik Mutu Briket

Nama : HASNUL JEIN

NIM : 050308026

Program Studi : Keteknikan Pertanian

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

Mengetahui

Tanggal Lulus: Juni 2011

Taufik Rizaldi, STP, MP Anggota

Ainun Rohanah, STP, M.Si. Ketua

Ir. Edi Susanto, M.si


(6)

ABSTRAK

HASNUL JEIN: “Uji Kehalusan Bahan dan Konsentrasi Perekat Briket Biomassa Kulit Durian terhadap Karakteristik Mutu Briket”, dibimbing oleh AINUN ROHANAH dan TAUFIK RIZALDI.

Briket bioarang merupakan salah satu bahan bakar yang berasal dari biomassa. Biomassa yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit durian. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan limbah biomassa kulit durian sebagai bahan bakar alternatif sesuai dengan standar mutu briket. Pengujian yang dilakukan adalah dengan rancangan acak lengkap faktorial 2 faktor yaitu kehalusan bahan (20, 30 dan 40 mesh) dan konsentrasi perekat (20, 30, 40%). Parameter yang diamati adalah nilai kalor, kadar air, kadar abu dan kerapatan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehalusan bahan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai kalor, kadar abu, kerapatan dan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap kadar air. Konsentrasi perekat memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai kalor, kadar abu dan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap kadar air dan kerapatan. Interaksi perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap nilai kalor, kadar air, kadar abu dan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kerapatan. Hasil menunjukkan kadar air, kadar abu dan kerapatan belum memenuhi standar mutu briket Indonesia, Jepang, Amerika dan Inggris. Nilai kalor memenuhi standar mutu briket Jepang dan Amerika.

Kata kunci : Briket Bioarang, Biomassa, Kehalusan Bahan, Konsentrasi Perekat, Kulit

Durian,

ABSTRACT

Hasnul JEIN: “The Effect of Materials Size and Adhesive Concentration on The Quality of Durian Skin Briquette”, supervised by AINUN ROHANAH and TAUFIK RIZALDI.

Bio-Carbon Briquette is one of the fuels derived from biomass. Biomass used in this research was the durian skin. The aim of this research was to utilize waste biomass of durian skin as an alternative fuel briquettes in accordance to standard quality. A factorial completely randomized design was used with 2 factors: i.e. material size (20, 30 and 40 mesh) and concentration of adhesive (20, 30, 40%). Parameters observed were calorific value, water content, ash content and density.

The results showed that the material size had highly significantly affected the calorific value, ash content, density and had no effect on the water content. The concentration of adhesive had highly significantly affected the calorific value, ash content and had no effect on the water content and density. The interaction of treatment had no effect on calorific value, water content, ash content and had highly significantly affected the density. The results showed the water content, ash content and density of the briquettes did not meet the standard quality of Indonesia, Japan, America and Britain. The calorific value of briquettes met the standard quality of Japan and America

Keywords: Bio-Carbon Briquette, Biomass, Smoothness Materials, Adhesives Concentrations, Skin Durian


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 18 Februari 1987 dari ayah Burhanuddin dan ibu Sumiati. Penulis merupakan anak putra tunggal.

Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 15, Medan dan pada tahun 2005 lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi Teknik Pertanian, Departemen Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian, sebagai anggota organisasi Agriculture Technology Moslem, sebagai Asisten Laboratorium Teknik Pengeringan Hasil Pertanian tahun 2009 dan 2010, Asisten Laboratorium Teknologi Pengolahan Limbah tahun 2009 dan 2010, dan Asisten Laboratorium Energi dan Listrik Pertanian tahun 2010. Selain itu penulis juga aktif dalam organisasi ekstrauniversitas di MER-C Cabang Medan sebagai relawan nonmedis Divisi Huminfo.

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Pabrik Kelapa Sawit PTPN IV Kebun Bah Jambi Pematang Siantar Sumatera Utara dari tanggal 16 Juli sampai 15 Agustus 2008.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Uji Kehalusan Bahan dan Konsentrasi Perekat Briket Biomassa Kulit Durian terhadap Karakteristik Mutu Briket”.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Ainun Rohanah, STP, M.Si dan Bapak Taufik Rizaldi, STP, MP selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir.

Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Teknik Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian, serta semua rekan mahasiswa yang tidak dapat disebutkan satu per satu di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, April 2011


(9)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRACT ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Batasan Masalah ... 4

TINJAUAN PUSTAKA... 5

Energi ... 5

Biomassa ... 6

Sampah . ... 7

Durian... 9

Ayakan . ... 10

Bahan Perekat ... 11

Briket Bioarang... 13

Proses Pengarangan ... 15

Nilai Kalor ... 17

Kadar Air ... 18

Kadar Abu ... 18

Kerapatan ... 19

METODE PENELITIAN ... 21

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

Bahan dan Alat Penelitian ... 21

Metode Penelitian ... 22

Model Rancangan Penelitian ... 23

Prosedur Penelitian ... 24

Parameter yang diamati ... 25

Nilai Kalor ... 25

Kadar Air ... 26

Kadar Abu ... 26

Kerapatan ... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

Pengaruh Kehalusan Bahan ... 28

Pengaruh Konsentrasi Perekat ... 28

Nilai Kalor ... 29

Pengaruh Kehalusan Bahan ... 29

Pengaruh Konsentrasi Perekat ... 31


(10)

Kadar Air ... 33

Pengaruh Kehalusan Bahan ... 33

Pengaruh Konsentrasi Perekat ... 33

Pengaruh Interaksi Kehalusan Bahan Dan Konsentrasi Perekat... 34

Kadar Abu ... 34

Pengaruh Kehalusan Bahan ... 34

Pengaruh Konsentrasi Perekat ... 35

Pengaruh Interaksi Kehalusan Bahan Dan Konsentrasi Perekat... 38

Kerapatan ... 38

Pengaruh Kehalusan Bahan ... 38

Pengaruh Konsentrasi Perekat ... 40

Pengaruh Interaksi Kehalusan Bahan Dan Konsentrasi Perekat... 40

KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

Kesimpulan ... 42

Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44


(11)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Potensi energi biomassa di Indonesia ... 7

2. Sifat beberapa jenis pati ... 13

3. Kualitas mutu briket arang ... 15

4. Pengaruh kehalusan bahan terhadap parameter yang diamati ... 28

5. Pengaruh konsentrasi perekat terhadap parameter yang diamati... 29

6. Uji LSR efek kehalusan bahan terhadap nilai kalor (kal/gr) ... 30

7. Uji LSR efek konsentrasi perekat terhadap nilai kalor (kal/gr) ... 31

8. Uji LSR efek kehalusan bahan terhadap kadar abu (%)... 34

9. Uji LSR efek konsentrasi perekat terhadap kadar abu (%) ... 36

10. Uji LSR efek kehalusan bahan terhadap kerapatan (gr/cm3) ... 38

11. Uji LSR efek interaksi konsentrasi perekat dan kehalusan bahan terhadap kerapatan (gr/cm3) ... 40


(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Grafik pengaruh kehalusan bahan terhadap nilai kalor (kal/gr) ... 30

2. Grafik pengaruh konsentrasi perekat terhadap nilai kalor (kal/gr) ... 32

3. Grafik pengaruh kehalusan bahan terhadap kadar abu (%) ... 35

4. Grafik pengaruh konsentrasi perekat terhadap kadar abu (%) ... 36


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Data pengamatan nilai kalor ... 47

2. Data pengamatan kadar air ... 48

3. Data pengamatan kadar abu ... 49

4. Data pengamatan kerapatan ... 50

5. Analisis biaya briket bioarang kulit durian ... 51

6. Diagram alir penelitian ... 55

7. Gambar pengolahan kulit durian... 56

8. Gambar bioarang dan briket bioarang ... 57


(14)

ABSTRAK

HASNUL JEIN: “Uji Kehalusan Bahan dan Konsentrasi Perekat Briket Biomassa Kulit Durian terhadap Karakteristik Mutu Briket”, dibimbing oleh AINUN ROHANAH dan TAUFIK RIZALDI.

Briket bioarang merupakan salah satu bahan bakar yang berasal dari biomassa. Biomassa yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit durian. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan limbah biomassa kulit durian sebagai bahan bakar alternatif sesuai dengan standar mutu briket. Pengujian yang dilakukan adalah dengan rancangan acak lengkap faktorial 2 faktor yaitu kehalusan bahan (20, 30 dan 40 mesh) dan konsentrasi perekat (20, 30, 40%). Parameter yang diamati adalah nilai kalor, kadar air, kadar abu dan kerapatan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehalusan bahan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai kalor, kadar abu, kerapatan dan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap kadar air. Konsentrasi perekat memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai kalor, kadar abu dan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap kadar air dan kerapatan. Interaksi perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap nilai kalor, kadar air, kadar abu dan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kerapatan. Hasil menunjukkan kadar air, kadar abu dan kerapatan belum memenuhi standar mutu briket Indonesia, Jepang, Amerika dan Inggris. Nilai kalor memenuhi standar mutu briket Jepang dan Amerika.

Kata kunci : Briket Bioarang, Biomassa, Kehalusan Bahan, Konsentrasi Perekat, Kulit

Durian,

ABSTRACT

Hasnul JEIN: “The Effect of Materials Size and Adhesive Concentration on The Quality of Durian Skin Briquette”, supervised by AINUN ROHANAH and TAUFIK RIZALDI.

Bio-Carbon Briquette is one of the fuels derived from biomass. Biomass used in this research was the durian skin. The aim of this research was to utilize waste biomass of durian skin as an alternative fuel briquettes in accordance to standard quality. A factorial completely randomized design was used with 2 factors: i.e. material size (20, 30 and 40 mesh) and concentration of adhesive (20, 30, 40%). Parameters observed were calorific value, water content, ash content and density.

The results showed that the material size had highly significantly affected the calorific value, ash content, density and had no effect on the water content. The concentration of adhesive had highly significantly affected the calorific value, ash content and had no effect on the water content and density. The interaction of treatment had no effect on calorific value, water content, ash content and had highly significantly affected the density. The results showed the water content, ash content and density of the briquettes did not meet the standard quality of Indonesia, Japan, America and Britain. The calorific value of briquettes met the standard quality of Japan and America

Keywords: Bio-Carbon Briquette, Biomass, Smoothness Materials, Adhesives Concentrations, Skin Durian


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Energi merupakan kebutuhan yang sangat diperlukan bagi aktivitas kehidupan manusia. Seiring bertambahnya populasi manusia dan tumbuhnya industri-industri, penggunaan energi terutama minyak bumi yang semakin meningkat dari tahun ke tahun secara cepat atau lambat akan semakin menipis persediaannya. Hal ini akan menimbulkan kekhawatiran akan dampak munculnya krisis energi bahan bakar. Di samping itu kesadaran manusia akan lingkungan semakin tinggi sehingga muncul kekhawatiran meningkatnya laju pencemaran lingkungan terutama polusi udara yang diakibatkan oleh pembakaran bahan bakar tersebut, sehingga muncul sebuah pemikiran penggunaan energi alternatif yang bersih.

Beberapa energi alternatif yang bisa dikembangkan sebagai pengganti dari minyak bumi adalah gas bumi, batubara dan biomassa. Untuk gas bumi dan batubara masih merupakan energi fosil tetapi belum dimaksimalkan pemakaiannya, berdasarkan hal tersebut peneliti berfikir untuk memanfaatkan sumber energi alternatif baru. Biomassa merupakan bahan alami yang biasanya dianggap sebagai sampah dan sering dimusnahkan dengan cara dibakar. Biomassa tersebut dapat diolah menjadi bioarang, yang merupakan bahan bakar dengan tingkat nilai kalor yang cukup tinggi dan dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Sumber energi biomassa adalah sumber energi yang berasal dari bahan nabati termasuk limbah yang berasal dari manusia atau hewan. Dilihat dari sumbernya biomassa berasal dari hutan, perkebunan, lahan masyarakat (kebun campuran, tegalan, sawah dan pekarangan) dan limbah kota. Energi biomassa merupakan energi tertua yang telah digunakan sejak peradaban manusia dimulai. Sampai saat inipun energi biomassa masih


(16)

pertanian/perkebunan diperkirakan memenuhi ± 3,5% dari seluruh konsumsi energi di Indonesia. Hal ini disebabkan hampir 65% dari penduduk pedesaan menggunakan biomassa sebagai sumber energi utama yaitu untuk memasak, industri pedesaan seperti pembuatan batu bata, genteng, industri kapur, pandai besi, industri makanan, dan lain sebagainya (Daryanto, 2007).

Di Indonesia ternyata cukup banyak bahan bakar alternatif yang dapat dikembangkan, baik dengan penerapan teknologi tinggi maupun teknologi sederhana. Dengan kondisi saat ini yang tidak menguntungkan, bahan bakar alternatif yang bisa dikembangkan dan ditawarkan kepada masyarakat harus murah, mudah dibuat, mudah dicari sumber bahannya. Berdasarkan hal tersebut, bioarang merupakan salah satu pilihan yang tepat saat ini sebagai alternatif pengganti BBM ( Kurniawan dan Oswan, 2008).

Permasalahan sampah kota semakin menjadi permasalahan yang pelik di berbagai kota besar karena keterbatasan lahan dan semakin tingginya produksi sampah kota yang dihasilkan, hal tersebut berakibat pada semakin menumpuknya sampah kota dan menjadi sumber permasalahan lingkungan yang utama.

Salah satunya adalah sampah buah durian. Buah durian memiliki bobot total terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama, daging buah sekitar 20-35 %; kedua, biji sekitar 5–15 %; sisanya berupa bobot kulit yang mencapai 60-75 % dari bobot total buah (Untung, 2003), maka sampah buah durian lebih besar berasal dari kulitnya. Saat ini sampah kulit-kulit durian tersebut dibiarkan menumpuk, membusuk lalu dibakar yang nantinya berdampak negatif bagi kesehatan dan kelestarian lingkungan. Dalam mencari solusi ini, akan berdampak baik bila dimanfaatkan sepenuhnya menjadi bahan bakar alternatif briket bioarang.

Dari uraian diatas penulis melakukan penelitian dengan judul “Uji Kehalusan Bahan dan Konsentrasi Perekat Briket Biomassa Kulit Durian terhadap Karakteristik


(17)

Mutu Briket”. Sehingga diharapkan briket biomassa kulit durian menjadi salah satu energi alternatif pengganti bahan bakar fosil.

Tujuan Penelitian

Untuk menguji pengaruh 3 jenis uji kehalusan bahan dan 3 jenis uji konsentrasi perekat briket biomassa kulit durian terhadap karakteristik mutu briket.

Kegunaan Penelitian

- Sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

- Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan berguna bagi pihak- pihak yang berhubungan dengan teknologi tepat guna briket bioarang.

Hipotesis Penelitian

- Diduga ada pengaruh kehalusan bahan terhadap mutu briket yang dihasilkan. - Diduga ada pengaruh konsentrasi perekat terhadap mutu briket yang

dihasilkan.

- Diduga ada interaksi pengaruh kehalusan bahan dan konsentrasi perekat terhadap mutu briket yang dihasilkan.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Energi

Energi adalah sumber daya yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai proses kegiatan termasuk bahan bakar, listrik, energi mekanik dan panas. Sumber energi merupakan sebagian dari sumber daya alam yang meliputi minyak dan gas bumi, batu bara, air, panas bumi, gambut, biomassa dan sebagainya, baik secara langsung atau tidak langsung dapat dimanfaatkan sebagai energi (Daryanto, 2007).

Menurut Kadir (1995) energi adalah tenaga atau gaya untuk berbuat sesuatu. Defenisi ini merupakan perumusan yang lebih luas daripada pengertian-pengertian mengenai energi pada umumnya dianut di dunia ilmu pengetahuan. Dalam pengertian sehari-hari energi dapat didefenisikan sebagai kemampuan untuk melakukan sesuatu pekerjaan.

Sumber energi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai kekayaan alam yang akan memberikan sejumlah daya dan tenaga apabila diproses dan diolah serta bisa dinikmati oleh masyarakat luas di dalam penyebarannya. Sebagai contoh, minyak bumi yang sudah dieksplorasi dan diproduksi sejak tahun 1830 dapat dimanfaatkan untuk menjalankan kendaraan dan pabrik-pabrik raksasa. Karena sifatnya yang tidak dapat diperbaharui secara cepat atau lambat, cadangan minyak bumi akan semakin berkurang di dalam perut bumi. Tentu ini masalah krusial yang harus dicarikan jalan keluarnya.

Krisis energi yang pernah terjadi pada tahun 1976 kini merambah negara Indonesia. Sebagian besar dari jumlah energi tersebut dipakai untuk sarana transportasi, penerangan jalan, dan keperluan rumah tangga. Oleh karena itu,


(19)

untuk meringankan beban anggaran, pemerintah menghimbau agar masyarakat mengadakan langkah-langkah penghematan energi dan menggunakan energi alternatif. Indonesia memiliki berbagai sumber energi alternatif dalam jumlah yang cukup besar, seperti gas, batu bara, tenaga hidro, panas bumi, dan tenaga surya ( Kurniawan dan Oswan, 2008).

Biomassa

Biomassa merupakan produk fotosintesis, yakni butir-butir hijau daun yang bekerja sebagai sel surya, menyerap energi matahari yang mengkonversi dioksida karbon dengan air menjadi suatu senyawa karbon, hidrogen dan oksigen. Senyawa ini dapat dipandang sebagai suatu penyerapan energi yang dapat dikonversi menjadi suatu produk lain. Hasil konversi dari senyawa itu dapat berbentuk arang atau karbon, alkohol kayu, ter dan lain sebagainya. Energi yang disimpan itu dapat dimanfaatkan dengan langsung membakar kayu itu, panas yang dihasilkan digunakan untuk memasak atau untuk keperluan lainnya

(Kadir, 1995).

Indonesia sebagai negara agraris mempunyai potensi biomassa yang relatif besar yang berasal dari limbah pertanian, perkebunan, kehutanan, limbah ternak dan limbah kota (sampah). Energi biomassa ini dipakai baik sebagai pembangkit listrik, energi panas atau energi mekanik (penggerak). Dengan melihat potensi besar ini, maka pemanfaatannya untuk energi akan memberi konstribusi yang cukup berarti dalam pemenuhan kebutuhan energi masyarakat. Pada kenyataannya meskipun potensi energi biomassa relatif lebih besar namun pemanfaatannya sampai saat ini belum optimal (Daryanto, 2007).


(20)

Potensi biomassa di Indonesia adalah cukup tinggi. Dengan hutan tropis Indonesia yang sangat luas, setiap tahun diperkirakan terdapat limbah kayu sebanyak 25 juta ton yang terbuang dan belum dimanfaatkan. Jumlah energi yang terkandung dalam kayu itu besar, yaitu 100 triliun Kkal setahun. Demikian pula sekam padi, jenggal jagung, dan tempurung kelapa yang merupakan limbah pertanian dan perkebunan, memiliki potensi energi yang besar sekali. Tabel 1 memberikan suatu ikhtisar dari potensi energi biomassa yang terdapat di Indonesia. Perlu dicatat, bahwa jenis energi ini adalah terbarukan, sehingga merupakan suatu produksi yang tiap tahun dapat diperoleh.

Tabel 1. Potensi energi biomassa di Indonesia Sumber Energi Produksi

(106 ton/th)

Energi (1012Kkal/th)

Pangsa (%)

Kayu 25.00 100.0 72.0

Sekam Padi 7.55 27.0 19.4

Jenggal Jagung 1.52 6.8 4.9

Tempurung Kelapa 1.25 5.1 3.4

Potensi Total 35.32 138.9 100

Sumber: S.K. Supomo, Limbah Pertanian sebagai bahan bakar Dewasa ini

Prospeknya. Makalah disampaikan pada Lokakarya Energi 1978, Jakarta 25-26 Mei 1978.

(Kadir, 1995).

Selain sumber energi pada Tabel 1. Indonesia juga mempunyai potensi energi biomassa dari produksi buah durian pada tahun 2008 yang mencapai 682,323 Ton (Anonim, 2009) dengan bobot kulit yang mencapai 60-75 % dari bobot total buah (Untung, 2003). Hasil penelitian menunjukkan, penggunaan 1 kg briket kulit durian dengan harga Rp 1.500/kg mampu menghasilkan kalori 5.010 Kkal (Anonim, 2009). Jumlah energi yang terkandung dalam kulit durian, yaitu 1.435.744.056.600 Kkal setahun.


(21)

Sampah

Sampah merupakan hasil sampingan dari aktivitas manusia yang sudah tidak terpakai. Besarnya sampah yang dihasilkan dalam suatu daerah atau masyarakat tertentu sebanding dengan jumlah penduduk, jenis aktivitas, dan tingkat konsumsi penduduk tersebut terhadap barang/materi. Semakin besar jumlah penduduk atau tingkat konsumsi terhadap barang maka semakin besar pula volume sampah yang dihasilkan (Purwendro dan Nurhidayat, 2006).

Menurut Basrianta (2007) Sampah merupakan barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi bisa dipakai kalau dikelola dengan prosedur yang benar. Berdasarkan asalnya, sampah padat dapat digolongkan menjadi 2 yaitu sebagai berikut :

1. Sampah Organik

Sampah organik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan hayati yang dapat didegradasi oleh mikroba atau bersifat biodegradable. Sampah ini dengan mudah dapat diuraikan melalui proses alami, misalnya sampah dari dapur, sisa-sisa makanan, pembungkus (selain kertas, karet dan plastik), tepung, sayuran, kulit buah, daun dan ranting.

2. Sampah Anorganik

Sampah anorganik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan non-hayati, baik berupa produk sintetik maupun hasil proses teknologi pengolahan bahan tambang. Sampah anorganik dibedakan menjadi sampah logam dan produk-produk olahannya, sampah plastik, sampah kertas, sampah kaca dan keramik, sampah detergen. Sebagian besar


(22)

sampah anorganik tidak dapat diurai oleh alam/mikroorganisme secara keseluruhan (unbiodegaradable).

Penggunaan sampah sebagai bahan untuk membuat briket berangkat dari keprihatinan bahwa, semakin hari jumlah produksi sampah semakin banyak serta ternyata di kota besar malah menimbulkan permasalahan yang berat dan berkepanjangan, dan tentunya semua kota yang berkembang akan menghadapi permasalahan ini. Memang upaya penggunaan sampah sebagai briket tidak akan dapat menyelesaikan permasalahan sampah secara keseluruhan yang memang permasalahan sampah harus diselesaikan secara integralistik dari beberapa faktor, namun upaya ini merupakan salah satu cara untuk mengurangi produksi sampah (Nisandi, 2007).

Durian

Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, tanaman durian diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Sub-divisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping dua)

Ordo : Bombacales

Famili : Bombacaceae

Genus : Durio

Spesies : Durio zibethinus Murr

Buah durian berbentuk bulat atau lonjong atau tidak teratur, ukurannya kecil sampai besar, kulit berduri dan bagian dalam buah berongga atau beruang


(23)

lima yang di dalamnya berisi biji yang terbungkus oleh daging buah. Daging buah strukturnya tipis sampai tebal, berwarna putih, kuning atau kemerah-merahan atau juga merah-tembaga. Tiap pohon durian dapat menghasilkan buah antara 80-100 butir, bahkan hingga 200 buah, terutama pohon durian berumur tua (Rukmana, 1996).

Bobot total buah durian terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama, daging buah sekitar 20-35 %; kedua, biji sekitar 5-15 %; sisanya berupa bobot kulit yang mencapai 60-75 % dari bobot total buah (Untung, 2003).

Hasil utama tanaman durian adalah buahnya. Akan tetapi, disamping hasil pokok berupa buah, tanaman durian juga memberikan beberapa manfaat dan hasil ikutan, antara lain sebagai berikut.

1. Tanaman durian dapat dimanfaatkan sebagai pencegah erosi di lahan yang miring, terutama tanah yang miring ke timur karena intensitas sinar matahari pagi yang diterima akan lebih banyak.

2. Batang durian dapat digunakan untuk bahan bangunan atau perkakas rumah tangga.

3. Biji durian memiliki kandungan pati yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai alternatif pengganti bahan makanan.

4. Kulit durian dapat dipakai sebagai bahan abu gosok yang bagus. (Aksi Agri Kanisius, 1997).

Ayakan

Pengayakan adalah sistem yang paling terkenal dan paling banyak dilaksanakan untuk memisahkan campuran padat-padat. Sistem pemisahan, didasarkan atas perbedaan dalam ukuran dari bagian-bagian yang akan


(24)

dipisahkan. Ukuran besar lubang ayak (dinamakan lebar lubang-kasa) dari medium ayak dipilih sedemikian rupa, sehingga bahagian yang kasar tertinggal di atas ayakan dan bagian-bagian yang lebih halus jatuh melalui lubang

(Bergeiyk dan Liedekerken, 1981).

Ayakan biasanya berupa anyaman dengan mata jala (mesh) yang berbentuk bujur sangkar atau empat persegi panjang, berupa pelat yang berlubang-lubang bulat atau bulat panjang atau berupa kisi.

Ayakan terbuat dari material yang dapat berupa paduan baja, nikel, tembaga, kuningan, perunggu, sutera dan bahan-bahan sintetik. Material ini harus dipilih agar ayakan tidak lekas rusak baik karena korosi maupun karena gesekan. Selain selama proses pengayakan ukuran lubang ayakan harus tetap konstan (Bernasconi, dkk, 1995).

Dua skala yang digunakan untuk mengklasifikasikan ukuran partikel adalah US Saringan Seri dan Tyler. Setara, kadang-kadang disebut Tyler Ukuran Mesh atau Tyler Standard Sieve Series. Sistem nomor mesh adalah ukuran dari berapa banyak lubang yang ada per inci (Anonim, 2011).

Perekat

Perekat adalah suatu zat atau bahan yang memiliki kemampuan untuk mengikat dua benda melalui ikatan permukaan. Menurut (Ruhendi, dkk, 2007) beberapa istilah lain dari perekat yang memiliki kekhususan meliputi glue, mucilage, paste, dan cement.

- Glue merupakan perekat yang terbuat dari protein hewani, seperti kulit, kuku,

urat, otot dan tulang yang secara luas digunakan dalam industri pengerjaan kayu.


(25)

- Mucilage adalah perekat yang dipersiapkan dari getah dan air dan

diperuntukkan terutama untuk perekat kertas.

- Paste merupakan perekat pati (starch) yang dibuat melalui pemanasan

campuran pati dan air dan dipertahankan berbentuk pasta.

- Cement adalah istilah yang digunakan untuk perekat yang bahan dasarnya karet

dan mengeras melalui pelepasan pelarut.

Secara kimiawi, pati mempunyai rumus molekul yang sama dengan selulosa yaitu (C6H10O6)n. Ukuran dan bentuk butiran pati bervariasi tergantung bahan asalnya. Pati yang banyak beredar secara komersil berasal dari tanaman-tanaman singkong (tapioka), jagung (maize), sagu, kentang, ubi jalar dan gamdum. Secara garis besar dari biji-bijian, akar umbi-umbian dan batang pohon (Ruhendi, dkk, 2007).

Perekat pati dikelompokkan sebagai perekat alam dengan perekat dasar karbohidrat. Keuntungan penggunaan perekat pati antara lain : harga lebih murah, mudah pemakaiannya, dapat menghasilkan kekuatan rekat kering yang tinggi. Selain itu perekat pati juga memiliki kelemahan seperti : ketahanan terhadap air yang rendah untuk perekatan awal sehingga bersifat sementara (dalam kayu lapis), mudah diserang jamur, bakteri, dan binatang pemakan pati

(Sulistyanto, A. 2006).

Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan tumbuh-tumbuhan untuk persediaan bahan pangan. Pati merupakan butiran atau granula yang berwarna putih mengkilat tidak berbau dan tidak mempunyai rasa. Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam, tetapi pada umumnya berbentuk bola atau elips. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan


(26)

dengan air panas. Fraksi yang larut dalam air disebut amilosa dan fraksi yang tidak larut disebut amilopektin. Perbandingan jumlah amilosa dan amilopektin berbeda-beda dalam setiap jenis pati.

Tabel 2. Sifat Beberapa Jenis Pati Jenis Pati Bentuk

granula

Ukuran granula (milkron)

Kandungan Amilosa/Amilopektin

Suhu gelatinasi (oC) Sagu Elips agak

terpotong

20-60 27/73 60-72

Beras Poligonal 3-8 17/83 61-78

Jagung Poligonal 5-25 26/74 62-74

Kentang Bundar 15-100 24/76 56-69

Tapioka Oval 5-35 17/83 52-64

Gandum Elips 2-35 25/75 52-64

Ubi Jalar Poligonal 16-25 18/82 58-74

Sumber: Knight (1969) dalam (Haryanto dan Pangloli, 1992).

Briket Bioarang

Briket adalah bahan bakar padat yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti minyak tanah. Jenis-jenis briket berdasarkan bahan baku penyusunnya terdiri dari Briket Batubara, Briket Bio-Batubara dan Biobriket. Briket Batubara adalah bahan bakar padat yang terbuat dari batubara dengan sedikit campuran perekat. Briket batubara ini dibagi lagi menjadi dua jenis, yaitu briket batubara terkarbonisasi (melalui proses pembakaran) dan briket tanpa karbonisasi (tanpa proses pembakaran). Briket bio-batubara adalah briket campuran antara batubara dan biomassa dengan sedikit perekat. Contoh briket bio-batubara ini adalah briket campuran cangkang sawit dan batubara. Biobriket adalah bahan bakar padat yang terbuat dari bahan baku biomassa dengan campuran sedikit perekat. Komposisi masing-masing jenis briket tersebut adalah: 80% - 95% batubara dan 5% - 20% perekat untuk briket batubara tanpa karbonisasi, 80% - 90% batubara dan 5% - 15% perekat untuk briket batubara


(27)

dengan karbonisasi, serta 50% - 80% batubara dan 10% - 40% biomassa dengan 5% - 10% perekat untuk briket bio-batubara. Adonan 94 % arang sekam dan 6 % perekat pati kanji pada pembuatan briket sekam dengan metode pengarangan menghasilkan briket arang sekam yang cukup kompak dengan daya bakar yang baik (Lusia, 2008).

Bioarang merupakan sumber energi biomassa yang ramah lingkungan dan biodegradable. Briket arang berfungsi sebagai pengganti bahan bakar minyak, baik itu minyak tanah, maupun elpiji. Biomassa ini merupakan sumber energi masa depan yang tidak akan pernah habis, bahkan jumlahnya bertambah, sehingga sangat cocok sebagai sumber bahan bakar rumah tangga (Basrianta, 2007).

Menurut Setiawan (2008), Bioarang adalah arang yang diperoleh dari pembakaran biomassa kering dengan sistem tanpa udara (pirolisis). Bioarang mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan arang biasa, yaitu bioarang menghasilkan panas pembakaran yang lebih tinggi, asap yang dihasilkannya lebih sedikit, bentuk dan ukuran bioarang seragam karena dibuat dengan alat pencetak, bioarang dapat tampil lebih menarik karena bentuk dan ukurannya dapat disesuaikan keinginan pembuat, dan proses pembuatannya menggunakan bahan baku yang tidak menimbulkan masalah lingkungan, bahkan dapat mengurangi pencemaran akibat kotoran ternak

Teknik pembuatan briket arang terdiri dari dua tahap yang berbeda prinsipnya, yaitu proses pengarangan/karbonisasi limbah kayu menjadi serbuk arang dan proses pencetakan serbuk arang menjadi briket arang dengan cara dikempa (Daryanto, 2007).


(28)

Sifat briket yang baik yakni tidak berasap dan tidak berbau pada saat pembakaran, mempunyai kekuatan tertentu sehingga tidak mudah pecah waktu diangkat dan dipindah-pindah, mempunyai suhu pembakaran yang tetap (± 350 o

C) dalam jangka waktu yang panjang (8-10 jam), setelah pembakaran masih mempunyai kekuatan tertentu sehingga mudah untuk dikeluarkan dari tungku masak, gas hasil pembakaran tidak mengandung gas karbon monoksida yang tinggi dalam Sukandarrumidi (1995), sedang persyaratan arang briket yang baik adalah bersih, tidak berdebu dan berbau, mempunyai kekerasan yang merata, kadar abu serendah mungkin, nilai kalori setara dengan bahan bakar lain, menyala dengan baik dan memberikan panas secara merata serta harganya bersaing dengan bahan bakar lain (Said, 1996).

Kualitas briket yang dihasilkan menurut standar mutu Inggris dan Jepang dapat dilihat pada tabel berikut. Sebagai data pembanding, sehingga dapat diketahui kualitas briket yang dihasilkan dalam penelitian ini.

Tabel 3. Kualitas Mutu Briket Arang Jenis Analisa

Briket Arang

Inggris Jepang Amerika Indonesia

Kadar Air (%) 3,59 6 - 8 6,2 7,57

Kadar Abu (%) 5,9 3 – 6 8,3 5,51

Kerapatan (gr/cm3) 0,48 1 – 1,2 1 0,4407

Nilai Kalor (kal/gr) 7289 6000 – 7000 6230 6814,11 Sumber: Departemen Kehutanan dan Perkebunan (1994) dalam Bahri, S (2007) Proses Pengarangan

Pengarangan adalah proses mengubah bahan baku asal menjadi karbon berwarna hitam melalui pembakaran dalam ruangan tertutup dengan udara yang terbatas atau seminimal mungkin. Proses pengarangan biasannya dilakukan dengan memasukkan bahan organik ke dalam lubang atau ruangan yang dindingnya tertutup, seperti di dalam tanah atau tangki yang terbuat dari plat baja.


(29)

Setelah dimasukkan, bahan disulut api hingga terbakar. Nyala api dikontrol. Tujuan pengendalian tersebut agar bahan yang dibakar tidak menjadi abu, tetapi menjadi arang yang masih terdapat energi di dalamnya sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar.

Proses pembakaran dikatakan sempurna jika hasil akhir pembakaran berupa abu berwarna keputihan dan seluruh energi di dalam bahan organik dibebaskan. Namun dalam pengarangan, energi pada bahan akan dibebaskan secara perlahan. Apabila proses pembakaran dihentikan secara tiba-tiba ketika bahan masih membara, bahan tersebut akan menjadi arang yang berwarna kehitaman. Pada bahan masih terdapat sisa energi yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, seperti memasak, memanggang dan mengeringkan. Bahan organik yang sudah menjadi arang tersebut akan mengeluarkan sedikit asap dibandingkan dibakar langsung menjadi abu (Kurniawan dan Marsono, 2008).

Metode tradisional yang dikenal dan umum digunakan oleh masyarakart dalam pembuatan arang kayu, yaitu metode lubang tanah (earthpit-kiln). Metode yang lebih baik saat ini adalah metode tungku drum (drum kiln). Keunggulan metode ini adalah pengaturan ventilasi udara yang lebih terkontrol. Penggunaan drum sebagai bahan tungku arang karena harga drum lebih murah. Selain itu , tungku ini dapat dengan mudah dipindahkan sesuai lokasi bahan baku yang tersedia (Wawan, 2007).

Selama karbonisasi (pengarangan) perlu diperhatikan asap yang terbentuk: - Jika asap tebal dan putih, berarti tempurung sedang mengering.

- Jika asap tebal dan kuning, berarti pengkarbonan sedang berlangsung. Pada


(30)

pengarangan serendah-rendahnya sehingga diperoleh hasil arang yang baik. Untuk pengaturan udara di dalam tungku bisa diatur dengan melepaskan atau memasang pipa di bawah drum.

- Jika asap semakin menipis dan berwama biru, berarti pengarangan hampir

selesai. Kemudian drum dibalik dan proses pembakaran selesai.

- Tunggu sampai arang menjadi dingin. Setelah dingin arang bisa dibongkar.

(Anonim, 2009).

Nilai Kalor

Panas adalah energi yang dipindahkan dari satu benda ke benda lain karena beda temperatur. Bila energi panas ditambahkan pada suatu zat maka temperatur zat itu biasanya naik. Kapasitas panas zat adalah energi panas yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur suatu zat dengan satu derajat. Panas jenis adalah kapasitas panas persatuan massa. Satu kalori adalah jumlah energi panas yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur satu gram air satu derajat celsius atau Kelvin. Kilokalori adalah banyaknya energi panas yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur satu kilogram air dengan satu derajat Celsius. Alat untuk mengukur nilai kalor pada suatu bahan disebut Bomb Kalorimeter. Bomb kalorimeter adalah alat untuk mengukur pindah panas di dalam sistem dan lingkungannya pada suhu yang tetap (Lusia, 2008).

Nilai kalor dinyatakan sebagai heating value, dinyatakan dalam kkal/kg atau joule/kg, merupakan banyaknya kalori yang dihasilkan oleh briket tiap satuan berat (dalam kilogram) (Sukarndarrumidi, 2006). Nilai kalor diukur dengan menggunakan alat calorimeter bomb dihitung dengan rumus :


(31)

Dimana:

HHV = Kualitas nilai kalor (kal/g)

T1 = Temperatur sebelum penyalaan (0C) T2 = Temperatur setelah penyalaan (0C) 1 Joule = 0.239 kal

Cv = Kalor jenis bom kalorimeter (73529,6 J/gram 0C)

(Sihombing, 2006).

Kadar Air

Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot bahan. Dalam hal ini terdapat dua metode untuk menentukan kadar air bahan tersebut yaitu berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan (wet basis).

Dalam penentuan kadar air bahan biasanya dilakukan berdasarkan (wet basis). Dalam hal ini berlaku rumus sebagai berikut :

KA = x100% Wb

Wa

...(2)

Dimana :

KA = Kadar air bahan berdasarkan bobot basah (%) Wa = Bobot air bahan (gr)

Wb = Bobot bahan basah (gr (Taib, dkk, 1988).

Kadar Abu

Semua briket mempunyai kandungan zat anorganik yang dapat ditentukan jumlahnya sebagai berat yang tinggal apabila briket dibakar secara sempurna. Zat yang tinggal ini disebut abu. Abu briket berasal dari clay, pasir dan


(32)

bermacam-macam zat mineral lainnya. Briket dengan kandungan abu yang tinggi sangat tidak menguntungkan karena akan membentuk kerak. Selain itu, apabila briket dimanfaatkan sebagai bahan bakar kontak langsung misalnya untuk membakar makanan, abu terbang akan menempel pada bagian luar makanan. Akibatnya rasa makanan akan kurang sedap. Hal ini juga akan berpengaruh kepada kesehatan manusia yang ada disekitarnya.(Sukandarrumidi, 2006).

Dalam penetapan total abu, prinsipnya adalah abu dalan bahan ditetapkan dengan menimbang sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu sekitar 550 0C. Adapun caranya dipanaskan cawan ke dalam tungku bersuhu 550 0

C, kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Diletakkan 2 gram bahan ke dalam cawan dengan tutup terbuka kemudian dimasukkan ke dalam tanur pengabuan. Dibakar sampai didapat abu berwarna abu-abu atau sampai beratnya tetap. Pengabuan dilakukan dalam 2 tahap : pertama pada suhu sekitar 400 0C dan kedua pada suhu 550 0C. Didinginkan dalam desikator , kemudian ditimbang.

Besarnya kadar abu dihitung dengan rumus :

Kadar Abu = 100%

(gram) n dikeringka yang

sampel Berat

(gram) abu Berat

×

... (3) (Apriyantono dkk, 1989).

Kerapatan

Kerapatan akan berpengaruh terhadap pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan briket, jika semakin besar kerapatan maka volume atau ruang yang diperlukan akan lebih kecil untuk berat briket yang sama (Hendra dan Darmawan, 2000).


(33)

Penentuan kerapatan dilakukan bersamaan dengan penentuan kadar air, sehingga contoh ujinya sama. Briket yang akan ditentukan kerapatannya terlebih dahulu haru diukur dimensinya dan ditimbang beratnya.

Menurut (Ringkuangan, dkk, 1993) kerapatan dapat dihitung dengan rumus : Kerapatan =

xt 2 1 /4xD

G

Π ... (4) Dimana

G1 = berat contoh sesudah dikeringkan (gr) D = diameter briket (cm)


(34)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara untuk pengukuran parameter kadar air dan kerapatan, pengukuran parameter nilai kalor dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara, sedangkan pengukuran parameter kadar abu dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, dan dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan Desember 2010.

Bahan dan Alat

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian adalah kulit durian, tepung kanji dan air.

Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tungku pengarangan sebagai tempat penggarangan kulit durian, lumpang dan alu sebgai alat penghancur, ember dan baskom sebagai tempat wadah dan pengadukan bioarang, gelas ukur digunakan untuk mengukur banyaknya air yang dibutuhkan untuk membuat larutan kanji, alat pengaduk yang digunakan sebagai alat untuk mengaduk adonan bioarang agar campuran merata, timbangan yang digunakan sebagai alat untuk mengukur berat bioarang yang akan dicetak dan untuk uji parameter, alat pencetak briket yang digunakan sebagai tempat untuk mencetak briket, label nama yang digunakan untuk penanda sampel dari perlakuan, alat tulis yang digunakan sebagai perlengkapan dalam penelitian, oven yang digunakan sebagai alat untuk mengeringkan bioarang yang telah dicetak, tanur pengabuan digunakan untuk


(35)

mengukur kadar abu, cawan digunakan untuk tempat bioarang yang akan di uji parameter, penjepit cawan digunakan untuk mengambil cawan dari oven dan tanur pengabuan, desikator digunakan untuk mendinginkan cawan bahan sebelum ditimbang, bomb calorimeter yang digunakan sebagai alat untuk mengukur nilai kalori dari briket yang dihasilkan, sieve shaker yang digunakan untuk mengayak bioarang yang telah ditumbuk dan komputer digunakan sebagai alat untuk pengolahan data.

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri-dari dua faktor yaitu : Kehalusan bahan (K) dan Konsentrasi perekat (P). Faktor Kehalusan bahan diberi simbol K, terdiri dari 3 taraf yaitu :

K1 = 20 mesh K2 = 30 mesh K3 = 40 mesh

Faktor konsentrasi perekat diberi simbol P, terdiri dari 3 taraf yaitu : P1 = 20 %

P2 = 30 % P3 = 40 %

Penelitian ini menggunakan 3 ulangan, hal ini dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

9 (n – 1) ≥ 15 9n ≥ 24 n ≥ 2,67


(36)

Kombinasi perlakuan antara kehalusan bahan (K) dan konsentrasi perekat (P) adalah sebanyak 9 perlakuan yaitu :

K1P1 K1P2 K1P3

K2P1 K2P2 K2P3

K3P1 K3P2 K3P3

Model Rancangan Penelitian

Model rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) Fakorial dengan model sebagai berikut:

Yij = µ + αi + βj + (αβ) ij +

ijk Dimana :

Yijk = nilai pengamatan dari faktor kehaluasan pada taraf ke-i dan faktor konsentrasi perekat pada taraf ke-j dalam ulangan ke-k

µ = nilai tengah umum

αi = Efek faktor kehalusan bahan pada taraf ke-i

βj = Efek faktor konsentrasi perekat pada taraf ke-j

(αβ) ij = Efek interaksi dari faktor kehalusan bahan pada taraf ke-i dan faktor konsentrasi perekat pada taraf ke-j

ijk= Efek eror dari faktor kehalusan bahan pada taraf ke-i dan faktor konsentrasi perekat pada taraf ke-j pada ulangan ke-k

Prosedur Penelitian Pembuatan Serbuk Arang

1. Dipersiapkan kulit durian dan dibersihkan dari kotoran yang terikut, lalu dipotong-potong sekitar ± 5 cm kemudian dilakukan pengeringan di bawah


(37)

sinar matahari.

2. Dimasukkan bahan ke tungku pengarangan yang disulut dengan api dibawahnya, bahan dimasukkan secara bertahap sehingga bahan menjadi arang.

3. Ditumbuk halus bahan yang telah menjadi bioarang hingga menjadi lebih halus lalu dilakukan pengayakan sesuai perlakuan dengan ukuran 20, 30 dan 40 mesh.

Pembuatan Perekat Kanji

1. Dipersiapkan campuran perekat (kanji) dengan masing-masing konsentrasi perekat 20%, 30% dan 40% dari berat campuran bioarang yang akan dicetak 100 gr. Untuk konsentrasi perekat 20% dari berat campuran bioarang 100 gr maka berat perekat menjadi 20 gr dan berat serbuk arang 80 gr, Dilakukan hal yang sama pada konsentrasi 30% dan 40%.

2. Dilarutkan perekat dalam air dengan perbandingan 1 : 4 lalu dipanaskan hingga jadi perekat.

Pembuatan Briket Bioarang

1. Dilakukan pencampuran adonan perekat kanji dengan arang hasil ayakan bahan hingga lengket dan merata ke seluruh bahan untuk setiap perlakuan. 2. Dilakukan penimbangan serbuk arang dan perekat hingga berat 100 gr sesuai

perlakuan komposisi bahan lalu dilakukan pencetakan bahan dengan alat pencetak yang tebuat dari besi dengan diameter 6 cm dan kemudian dilakukan penekanan ke cetakan sehingga hasilnya padat dan kuat.


(38)

4. Dilakukan pengujian parameter, yakni kadar air, kadar abu dan nilai kalor. Parameter yang Diamati

Adapun parameter-parameter yang diuji adalah sebagai berikut: 1. Nilai Kalor (kal/gr)

Nilai kalor diukur dengan menggunakan alat calorimeter bomb dengan langkah pengujian :

- Tabung bomb calorimeter dibersihkan.

- Ditimbang contoh uji briket arang sebanyak 0,15 g dan dimasukkan ke dalam cawan silika.

- Disiapkan kawat untuk penyala dengan menggulungnya, kedua ujungnya dihubungkan dengan batang-batang yang terdapat pada bom dan bagian kawat spiral disentuhkan pada bagian briket arang yang akan diuji. - Ditutup rapat, bom diisi dengan oksigen perlahan-lahan sampai tekanan

30 atmosfer.

- Dimasukkan bom ke dalam kalorimeter yang telah diisi air sebanyak 1350 ml.

- Ditutup kalorimeter dengan penutupnya.

- Dihidupkan pengaduk air pendingin selama 5 menit sebelum penyala dilakukan, lalu dicatat temperatur air pendingin.

- Dinyalakan kawat dengan menekan tombol yang paling kanan.

- Diaduk terus air pendingin selama 5 menit setelah penyalaan berlangsung, kemudian dicatat temperatur akhir pendingin.

- Dari hasil pengukuran perubahan temperatur air pendingin, Maka nilai kalor dapat dihitung dengan persamaan (1)


(39)

2. Kadar Air (%)

Analisa kadar air bahan dilakukan dengan cara menghitung berat kering oven. Sebelum bahan diovenkan, diambil sampel dari setiap perlakuan. Kemudian ditimbang setiap 5 gram di cawan aluminium foil yang telah diketahui berat kosongnya. Dikeringkan di dalam oven selama 3 jam dengan suhu 105°C. Lalu didinginkan di dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang.

Kadar air dihitung dengan persamaan (2) 3. Kadar Abu (%)

Penentuan kadar abu dilakukan untuk setiap perlakuan pada setiap kali ulangan dengan langkah pengujian :

- Dipanaskan cawan ke dalam tungku bersuhu 550 0C, kemudian

didinginkan di dalam desikator dan ditimbang.

- Diletakkan 2 gram bahan ke dalam cawan dengan tutup terbuka kemudian

dimasukkan ke dalam tanur pengabuan.

- Dibakar sampai didapat abu berwarna abu-abu atau sampai beratnya tetap.

Pengabuan dilakukan dalam 2 tahap : pertama pada suhu sekitar 400 0C dan kedua pada suhu 550 0C.

- Didinginkan dalam desikator , kemudian ditimbang.

Besarnya kadar abu dihitung dengan persamaan (3) 4. Kerapatan

Penentuan kerapatan dilakukan setelah di oven lalu di ukur diamater dan tinggi (cm) dengan mengunakan jangka sorong.


(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Kehalusan Bahan

Hasil penelitian uji pengaruh kehalusan bahan briket biomassa kulit durian terhadap nilai kalor, kadar air, kadar abu dan kerapatan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Pengaruh kehalusan bahan terhadap parameter yang diamati

Kehalusan Bahan (Mesh)

Nilai Kalor (kal/gr)

Kadar Air (%)

Kadar Abu (%)

Kerapatan (gr/cm3)

K1 (20 Mesh) 6521,75 10,44 10,84 0,362

K2 (30 Mesh) 6072,65 11,11 12,53 0,379

K3 (40 Mesh) 5994,54 11,33 13,20 0,385

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai kalor yang tertinggi diperoleh dari perlakuan K1 sebesar 6521,75 kal/gr sedangkan nilai kalor terendah diperoleh dari perlakuan K3 sebesar 5994,54 kal/gr Kadar air yang tertinggi diperoleh dari perlakuan K3 sebesar 11,33 %, sedangkan kadar air terendah diperoleh dari perlakuan K1 sebesar 10,44 %, Kadar abu yang tertinggi diperoleh dari perlakuan K3 sebesar 13,20 % sedangkan kadar abu terendah diperoleh dari perlakuan K1 sebesar 10,84 %. Kerapatan yang tertinggi diperoleh dari perlakuan K3 sebesar 0,385 gr/cm3 sedangkan kerapatan terendah diperoleh dari perlakuan K1 sebesar 0,362 gr/cm3.

Pengaruh Konsentrasi Perekat

Hasil penelitian uji pengaruh konsentrasi perekat briket biomassa kulit durian terhadap nilai kalor, kadar air, kadar abu dan kerapatan dapat dilihat pada Tabel 5.


(41)

Tabel 5 . Pengaruh konsentrasi perekat terhadap parameter yang diamati Konsentrasi Perekat

(%)

Nilai Kalor (kal/gr)

Kadar Air (%)

Kadar Abu (%)

Kerapatan (gr/cm3)

P1 (20 %) 6502,22 10,00 11,27 0,378

P2 (30 %) 6189,80 11,11 12,14 0,374

P3 (40 %) 5877,38 11,78 13,14 0,373

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai kalor yang tertinggi diperoleh dari perlakuan P1 sebesar 6502,22 kal/gr sedangkan nilai kalor terendah diperoleh dari perlakuan P3 sebesar 5877,38 kal/gr. Kadar air yang tertinggi diperoleh dari perlakuan P3 sebesar 11,78 %, sedangkan kadar air terendah diperoleh dari perlakuan P1 sebesar 10 %. Kadar abu yang tertinggi diperoleh dari perlakuan P3 sebesar 13,14 % sedangkan kadar abu terendah diperoleh dari perlakuan P1 sebesar 11,27 %. Kerapatan yang tertinggi diperoleh dari perlakuan P3 sebesar 0,378 gr/cm3 sedangkan kerapatan terendah diperoleh dari perlakuan P1 sebesar 0,373 gr/cm3.

Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh dari setiap perlakuan yang diberikan terhadap parameter yang diamati dapat dilihat pada daftar analisa sidik ragam dari masing-masing parameter, yang selanjutnya diuji dengan uji least significant range (LSR).

1. Nilai Kalor

Pengaruh Kehalusan Bahan

Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 1 dapat dilihat bahwa perlakuan kehalusan bahan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap nilai kalor. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range (LSR) menunjukkan pengaruh kehalusan bahan terhadap nilai kalor untuk tiap-tiap


(42)

Tabel 6 . Uji LSR Efek kehalusan bahan terhadap nilai kalor (kal/gr)

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi

p 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - K1 6521,75 a A

2 326,454 517,535 K2 6072,65 b AB

3 342,496 466,551 K3 5994,54 b B

Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa perlakuan K1 memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap K2 dan berbeda sangat nyata terhadap K3. Nilai kalor tertinggi terdapat di perlakuan K1 yaitu sebesar 6521,75 kal/gr dan yang terendah pada perlakuan K3 yaitu sebesar 5994,54 kal/gr.

Hubungan antara pengaruh kehalusan bahan terhadap nilai kalor dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Grafik pengaruh kehalusan bahan terhadap nilai kalor (kal/gr) Dari Gambar 1 menunjukkan bahwa semakin kecil ukuran partikel kehalusan bahan maka semakin rendah pula nilai kalornya. Hal ini disebabkan karena semakin halusnya ukuran partikel arang membuat ikatan antar partikel dan ruang pori-pori didalam arang semakin kuat yang menciptakan kondisi sirkulasi udara yang sedikit sehingga air yang terikat didalam pori-pori lebih banyak dan sulit untuk dikeluarkan menyebabkan menurunnya nilai kalor. Hal ini sesuai


(43)

Sihombing (2006) menyatakan bahwa semakin besar ukuran partikel maka nilai kalor briket arang juga semakin tinggi, sebaliknya ukuran partikel yang terlalu halus menyebabkan nilai kalor semakin rendah.

Menurut Sukandarrumidi (1995) bahwa tinggi rendahnya nilai kalor suatu bahan tergantung dari beberapa faktor yaitu : bahan asal, kandungan air, kandungan abu dan komposisi kimia. Semakin tinggi kandungan air dan kandungan abu suatu bahan akan semakin rendah pula nilai kalor bahan tersebut.

Berdasarkan kualitas mutu, nilai kalor briket arang yang dihasilkan berkisar 5994,54 - 6521,75 kal/gr. Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai ini telah mencapai standar kualitas dari nilai kalor briket arang buatan Jepang (6000 – 7000 kal/gr) dan briket arang buatan Amerika (6230 kal/gr), namum belum mencapai standar kualitas nilai kalor briket arang buatan Indonesia (6814,11 kal/gr) dan briket arang buatan Inggris (7289 kal/gr).

Pengaruh Konsentrasi Perekat

Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 1 dapat dilihat bahwa perlakuan konsentrasi perekat memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap nilai kalor. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range (LSR) menunjukkan pengaruh konsentrasi perekat terhadap nilai kalor untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7 .

Tabel 7. Uji LSR Efek konsentrasi perekat terhadap nilai kalor (kal/gr)

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi

p 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - P1 6502,22 a A

2 326,454 517,535 P2 6189,80 ab AB

3 342,496 466,551 P3 5877,38 b B

Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%


(44)

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa perlakuan P1 memberikan pengaruh tidak berbeda nyata terhadap P2 dan sangat nyata terhadap P3. Nilai kalor tertinggi terdapat di perlakuan P1 yaitu sebesar 6502,22 kal/gr dan yang terendah pada perlakuan P3 yaitu sebesar 5877,38 kal/gr.

Hubungan antara konsentrasi perekat terhadap nilai kalor dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik pengaruh konsentrasi perekat terhadap nilai kalor (kal/gr) Dari Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin kecil konsentrasi perekat yang diberikan maka semakin besar nilai kalornya. Hal ini disebabkan karena semakin besar konsentrasi perekat yang dipakai menyebabkan banyaknya kandungan air dan kadar abu didalam briket sehingga menurunkan nilai kalor briket. Hal ini sesuai pernyataan Sihombing (2006) bahwa semakin rendah persen perekat akan menyebabkan naiknya nilai kalor, hal ini disebabkan adanya kadar abu yang terkandung dalam perekat kanji mempengaruhi nilai kalor briket arang. Semakin rendah konsentrasi perekat, maka semakin rendah pula kadar abu yang terkandung dalam perekat tersebut.


(45)

Berdasarkan kualitas mutu, nilai kalor briket arang yang dihasilkan berkisar 5877,38 - 6502,22 kal/gr. Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai kalor ini telah mencapai standar kualitas nilai kalor briket arang buatan Jepang (6000 – 7000 kal/gr) dan briket arang buatan Amerika (6230 kal/gr), namun belum mencapai standar kualitas nilai kalor briket arang buatan Indonesia (6814,11 kal/gr) dan briket arang buatan Inggris (7289 kal/gr).

Pengaruh Interaksi Kehalusan Bahan dan Konsentrasi Perekat

Pada analisa sidik ragam Lampiran 1 dapat dilihat bahwa interaksi perlakuan kehalusan bahan dan konsentrasi perekat berpengaruh tidak nyata terhadap nilai kalor sehingga pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range (LSR) tidak dilanjutkan.

2. Kadar Air

Pengaruh Kehalusan Bahan

Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 2 dapat dilihat bahwa perlakuan kehalusan bahan memberikan pengaruh tidak nyata terhadap kadar air sehingga pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range (LSR) tidak dilanjutkan.

Pengaruh Konsentrasi Perekat

Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 2 dapat dilihat bahwa perlakuan konsentrasi perekat memberikan pengaruh tidak nyata terhadap kadar air sehingga pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range (LSR) tidak dilanjutkan.


(46)

Pengaruh Interaksi Kehalusan Bahan dan Konsentrasi Perekat

Pada analisa sidik ragam Lampiran 2 dapat dilihat bahwa interaksi perlakuan kehalusan bahan dan konsentrasi perekat berpengaruh tidak nyata terhadap kadar air sehingga pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range (LSR) tidak dilanjutkan.

3. Kadar Abu

Pengaruh Kehalusan Bahan

Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 3 dapat dilihat bahwa perlakuan kehalusan bahan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar abu. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range (LSR) menunjukkan pengaruh kehalusan bahan terhadap kadar abu untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 8. Uji LSR Efek kehalusan bahan terhadap kadar abu (%)

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi

p 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - K1 10,84 a A

2 1,069 1,694 K2 12,53 b AB

3 1,121 1,527 K3 13,20 b B

Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa perlakuan K1 memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap K2 dan berbeda sangat nyata terhadap K3. Kadar abu tertinggi terdapat di K3 yaitu 13,20 % dan yang terendah pada perlakuan K1 yaitu 10,84 %.

Hubungan antara pengaruh kehalusan bahan terhadap kadar abu dapat dilihat padaGambar 3.


(47)

Gambar 3. Grafik pengaruh kehalusan bahan terhadap kadar abu(%)

Dari Gambar 3 menunjukkan bahwa semakin kecil ukuran partikel kehalusan bahan yang diberikan maka semakin besar pula kadar abu. Hal ini disebabkan karena adanya pori-pori yang halus diantara ruang kosong antar partikel menyebabkan air yang terikat didalam pori-pori lebih banyak dan sulit untuk dikeluarkan. Hal ini sesuai pernyataan Sudarmadji, dkk (1989) menyatakan kadar air tinggi, maka kadar abunya akan tinggi pula dan Soppeng (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa semakin kecil ukuran partikel kehalusan bahan briket maka semakin banyak persentase abunya. Abu yang terdapat dalam arang merupakan kotoran yang tidak dapat terbakar. Abu ini dapat berupa tanah atau bahan mineral seperti silika.

Berdasarkan kualitas mutu, nilai kadar abu briket arang yang dihasilkan berkisar 10,84 – 13,20 %. Nilai ini belum memenuhi standar kualitas kadar abu dari kualitas briket arang buatan Jepang (3 – 6 %), briket arang buatan Indonesia (5,51 %), briket arang buatan Inggris (5,9 %) dan briket arang buatan Amerika (8,3 %).


(48)

Pengaruh Konsentrasi Perekat

Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 3 dapat dilihat bahwa perlakuan konsentrasi perekat memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar abu. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range (LSR) menunjukkan pengaruh konsentrasi perekat terhadap kadar abu untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel .

Tabel 9. Uji LSR Efek konsentrasi perekat terhadap kadar abu (%)

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi

p 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - P1 11,27 a A

2 1,069 1,694 P2 12,14 ab AB

3 1,121 1,527 P3 13,14 b B

Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa perlakuan P1 memberikan pengaruh tidak berbeda nyata terhadap P2 dan berbeda sangat nyata P3. Kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan P3 yaitu 13,14 % dan yang terendah pada perlakuan P1 yaitu 11,27 %.

Hubungan antara konsentrasi perekat terhadapkadar abu dapat dilihat pada Gambar 4.


(49)

Dari Gambar 4 menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi perekat yang diberikan maka semakin besar pula kadar abu. Hal ini disebabkan karena adanya faktor terdapatnya kandungan kadar abu tepung tapioka sebesar 0,36 % (Anonim, 1989 dalam Ndraha, 2009) dan sifat tepung tapioka yang dapat menyerap air di udara (Bahri, 2007) sehingga besarnya konsentrasi perekat dipakai menyebabkan kadar air yang tinggi pada briket maka mempengaruhi besarnya kadar abu. Hal ini sesuai Sihombing (2006) menyatakan bahwa semakin rendah konsentrasi perekat, maka semakin rendah pula kadar abu yang terkandung dalam perekat tersebut.

Sudarmadji, dkk (1989) menyatakan bahwa kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu juga ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Bahan yang memiliki kadar air yang tinggi sebelum pengabuan harus dikeringkan terlebih dahulu, karena jika kadar air tinggi, maka kadar abunya akan tinggi pula.

Semua briket mempunyai kandungan zat anorganik yang dapat ditentukan jumlahnya sebagai berat yang tinggal apabila briket dibakar secara sempurna. Zat yang tinggal ini disebut abu. Abu briket berasal dari clay, pasir dan bermacam-macam zat mineral lainnya. Briket dengan kandungan abu yang tinggi sangat tidak menguntungkan karena akan membentuk kerak. Selain itu, apabila briket dimanfaatkan sebagai bahan bakar kontak langsung misalnya untuk membakar makanan, abu terbang akan menempel pada bagian luar makanan. Akibatnya rasa makanan akan kurang sedap. Hal ini juga akan berpengaruh kepada kesehatan manusia yang ada disekitarnya.(Sukandarrumidi, 2006).


(50)

berkisar 11,27 – 13,14 %. Nilai ini belum memenuhi standar kualitas kadar abu dari kualitas briket arang buatan Jepang (3 – 6 %), briket arang buatan Indonesia (5,51 %), briket arang buatan Inggris (5,9 %) dan briket arang buatan Amerika (8,3 %).

Pengaruh Interaksi Kehalusan Bahan dan Konsentrasi Perekat

Pada analisa sidik ragam Lampiran 3 dapat dilihat bahwa interaksi perlakuan kehalusan bahan dan konsentrasi perekat berpengaruh tidak nyata terhadap kadar abu sehingga pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range (LSR) tidak dilanjutkan.

4. Kerapatan

Pengaruh Kehalusan Bahan

Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 4 dapat dilihat bahwa perlakuan kehalusan bahan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kerapatan. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range (LSR) menunjukkan pengaruh kehalusan bahan terhadap kerapatan untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Uji LSR Efek kehalusan bahan terhadap kerapatan (gr/cm3)

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi

p 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - K1 0,362 a A

2 0,004 0,007 K2 0,379 b B

3 0,005 0,006 K3 0,385 c B

Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa perlakuan K1 memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap K2 dan K3. Kerapatan tertinggi terdapat di K3 yaitu 0,385 gr/cm3 dan yang terendah pada perlakuan K1 yaitu 0,362 gr/cm3.


(51)

Hubungan antara pengaruh kehalusan bahan terhadap kerapatan dapat dilihat padaGambar 5.

Gambar 5. Grafik pengaruh kehalusan bahan terhadap kerapatan (gr/cm3) Dari Gambar 5 menunjukkan bahwa semakin kecil ukuran partikel kehalusan bahan maka semakin besar pula kerapatan. Hal ini disebabkan karena adanya ukuran bahan yang semakin halus dan seragam menciptakan ikatan antar partikel arang lebih maksimal. Dengan kecenderungan terdapatnya ruang-ruang kosong antar partikel yang sangat kecil. Tekanan pengempaan merapatkan dan memadatkan partikel-partikel arang, saling mengisi ruang-ruang kosong dan berikatan satu sama lainnya secara maksimal. Hal sesuai pernyataan Nurhayati (1983) dalam Bahri (2007) menyatakan bahwa semakin tinggi keseragaman ukuran serbuk arang maka akan menghasilkan briket arang dengan kerapatan dan keteguhan yang semakin tinggi pula.

Berdasarkan kualitas mutu, nilai kerapatan briket arang yang dihasilkan berkisar 0,395 - 0,402 gr/cm³. Nilai ini masih rendah dari nilai briket arang buatan Indonesia (0,4407 gr/cm³), briket arang buatan Inggris (0,48 gr/cm³), briket arang buatan Amerika (1 gr/cm³) dan briket arang buatan Jepang (1 - 1,2 gr/cm³).


(52)

Pengaruh Konsentrasi Perekat

Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 4 dapat dilihat bahwa perlakuan konsentrasi perekat memberikan pengaruh tidak nyata terhadap kerapatan sehingga pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range (LSR) tidak dilanjutkan.

Pengaruh Interaksi Kehalusan Bahan dan Konsentrasi Perekat

Pada analisa sidik ragam Lampiran 4 dapat dilihat bahwa interaksi perlakuan kehalusan bahan dan konsentrasi perekat berpengaruh sangat nyata terhadap kerapatan Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range (LSR) menunjukkan pengaruh kehalusan bahan konsentrasi perekat terhadap kerapatan untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Uji LSR Efek Interaksi kehalusan bahan dan konsentrasi perekat terhadap kerapatan (gr/cm3)

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi

p 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - K1P3 0,354 a A

2 0,008 0,012 K1P2 0,362 b AB

3 0,008 0,011 K2P1 0,369 bc BC

4 0,008 0,011 K1P1 0,372 cd BCD

5 0.008 0,011 K3P2 0,379 de CDE

6 0,008 0,012 K3P3 0,382 ef DEF

7 0,009 0,012 K2P2 0,383 efg DEFG

8 0.009 0,012 K2P3 0,384 efgh EFGH

9 0,009 0,012 K3P1 0,394 i FGHI

Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan K3P1 yaitu sebesar 0,394 gr/cm3 dan yang terendah pada perlakuan K1P3 yaitu sebesar 0,354 gr/cm3. Pada perlakuan K3P1, semakin halus bahan dengan sedikit perekat maka kerapatan yang dihasilkan lebih besar dibandingkan K1P3. Hal ini disebabkan karena adanya ukuran bahan yang semakin halus dan seragam dengan


(53)

jumlah konsentrasi perekat yang sedikit dari jumlah arang disertai tekanan pengempaan merapatkan dan memadatkan partikel-partikel arang, saling mengisi ruang-ruang kosong dan berikatan satu sama lainnya sehingga menciptakan ikatan antar partikel arang lebih maksimal.


(54)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pengaruh kehalusan bahan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap nilai kalor, kadar abu dan kerapatan, dan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap kadar air.

2. Pengaruh konsentrasi perekat memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap nilai kalor, kadar abu dan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap kadar air dan kerapatan.

3. Pengaruh interaksi kehalusan bahan dan konsentrasi perekat memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap nilai kalor, kadar air, kadar abu dan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kerapatan.

4. Nilai rata-rata kalor, kadar air, kadar abu dan kerapatan dalam penelitian ini yaitu 6196,31 kal/g, 10,96%, 12,19 % dan 0,375 gr/cm3.

5. Nilai kalor tidak memenuhi standar mutu briket buatan Indonesia dan Inggris, tetapi memenuhi standar mutu briket buatan Jepang dan Amerika, sedangkan kadar air, kadar abu dan kerapatan tidak memenuhi standar mutu briket buatan Indonesia, Inggris, Jepang dan Amerika.

6. Perlakuan yang terbaik adalah K1 dan P1, dengan mempertimbangkan kualitas nilai kalor yang memenuhi standar mutu briket buatan Jepang dan Amerika.


(55)

Saran

1. Bahan yang akan dikarbonisasi harus dilakukan pengeringan hingga benar-benar kering, sehingga pada tahap karbonisasi tidak lama dan banyak asap. 2. Perlu dilakukan penelitian pemakaian tekanan yang baik untuk mencetak

briket, sehingga tidak membutuhkan banyak perekat untuk jadi briket yang baik.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

Aksi Agri Kanisius, 1997.Budidaya Durian. Kanisius. Yogyakarta.

Anonim. 2009. Pustaka Kurniawan Alternatif BBM. hendrapadang.multiply.com.hmtl [12 Januari 2010].

Anonim. 2009.

Anonim. 2009. Produksi Buah-buahan di Indonesia.

Anonim. 2011. Particle Size – US Sieve Series and Tyler Mesh Size Equivalents.http://www.agmcontainer.com/desiccantcity/pdfs/Mesh_Size_ Equivalents.pdf [26 Mei 2011].

Apriyanto, A., D. Fardiaz., N.L. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budiyanto, 1989. Analisis Pangan. IPB Press. Bogor.

Bahri, S. 2007. Pemanfaatan Limbah Industri Pengolahan Kayu Untuk Pembuatan Briket Arang Dalam Mengurangi Pencemaran Lingkungan Di Nanggroe Aceh Darussalam. Sekolah Pascasarjana. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Basrianta. 2007. Memanen Sampah. Kanisius. Yogyakarta.

Bergeyk Van, K dan I.A.J. Liedekerken, 1981. Teknologi Proses. Jilid I. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.

Bernasconi, G., H. Gerster, H. Hauser, H. stauble dan E. Scheiter, 1995.Teknologi Kimia 2. Penerjemah Lienda Handojo. Pradnya Paramita. Jakarta.

Daryanto, 2007. Energi; Masalah dan Pemanfaatannya Bagi Kehidupan Manusia. Pustaka Widyatama. Yogyakarta.

Haryanto, B. dan P. Pangloli., 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius. Yogyakarta.

Hendra, D dan S. Darmawan, 2000. Pembuatan Briket Arang Serbuk Gergajian Kayu dengan Penambahan Tempurung Kelapa. Buletin Penelitian Hasil Hutan .Bogor.18 (1): pp. 1-9.

Kadir, A. 1995. Energi : Sumberdaya, Inovasi, Tenaga Listrk, Potensi Ekonomi. UI Press. Jakarta.


(57)

Kurniawan, O. dan Marsono, 2008. Superkarbon; Bahan Bakar Alternatif Pengganti Minyak Tanah dan Gas. Penebar Swadaya. Jakarta.

Mujiono, 2009. Analisis Pemanfaatan BiobriketArang serbuk Gergaji dan Sekam Padi Dilihat dari Aspek Teknis dan Ekonomis. Tugas Akhir. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

Ndraha, N. 2009. Uji Komposisi Bahan Pembuat Briket Bioarang Tempurung Kelapa Dan Serbuk Kayu Terhadap Mutu Yang Dihasilkan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Nisandi. 2007.Pengolahan dan Pemanfaatan Sampah Organik Menjadi Briket Arang dan Asap Cair. Seminar Nasional Teknologi. Yogyakarta.

Purwendro, S. dan Nurhidayat., 2006. Mengolah Sampah untuk Pupuk Pestisida Organik. Penebar Swadaya. Jakarta.

Ringkuangan, T. Johni dan H. Pajow, 1993. Pengembangan Pembuatan Bahan Briket dari Arang Tempurung. Balai Penelitian dan Pengembangan Industri. Menado.

Rukmana, R. 1996. Durian Budidaya dan Pascapanen. Kanisius. Yogyakarta. Said, E.G. 1996. Penangganan dan Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit. PT.

Trubus Agriwidya. Ungaran.

Setiawan, A.I. 2008. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta. Sihombing, J.L. 2006. Studi Pembuatan Briket Arang dari Cangkang Kemiri

dengan Variasi Ukuran Partikel. Jurnal Sains Kimia 10(2):62–66.

Soppeng, M.M. 2010. Pengaruh Dimensi Partikel Arang Tempurung Kelapa Terhadap Mutu Briket Sebagai Energi Alternatif.

Sukandarrumidi. 1995. Batubara dan Gambut. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta .

Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi, 1989. Analisa Bahan Makanan Dan Pertanian. Penerbit Liberty Yogyakarta Bekerja Sama Dengan Pusat Antar Universitas Pangan Dan Gizi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Sukandarrumidi. 2006. Batubara dan Pemanfaatannya. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.


(58)

Sulistyanto, A. 2006. Karakteristik Pembakaran Biobriket Campuran Batubara, dan Sabut Kelapa. Media Mesin 7(2):77-84.

Supomo. Limbah Pertanian sebagai Bahan Bakar Dewasa ini dan Prospeknya. Makalah disampaikan pada Lokakarya Energy KNI-WEC. Jakarta, 25-26 Mei 1978.

Taib, G., G. Said, dan S. Wiraatmadja, 1988. Operasi Pengeringan Pada Pengolahan Hasil Pertanian. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.

Untung, O. 2003. Durian untuk Kebun Komersial dan Hobi. PT Penebar Swadaya. Jakarta.


(59)

Lampiran 1. Data Pengamatan Nilai Kalor (kal/gr)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

K1P1 6502.223 7380.901 6326.487 20210 6736.54 K1P2 6853.694 6150.751 6502.223 19507 6502.22 K1P3 6326.487 6502.223 6150.751 18979 6326.49 K2P1 6502.223 6502.223 6326.487 19331 6443.64

K2P2 5799.28 6150.751 6326.49 18277 6092.17

K2P3 5272.072 5975.015 5799.28 17046 5682.12

K3P1 6502.223 6150.751 6326.487 18979 6326.49

K3P2 6150.751 6150.751 5799.28 18101 6033.59

K3P3 6150.751 5272.072 5447.808 16871 5623.54

Total 56060 56235 55005 167300

Rataan 6228.86 6248.38 6111.70 6196.31

Daftar Analisa Sidik Ragam Nilai Kalor

SK db JK KT Fhitung F0.05 F0.01

Perlakuan 8 3330794.32 416349.29 3.83 ** 2.51 3.71

K 2 1457222.51 728611.26 6.71 ** 3.55 6.01

Linier 1 1250763.59 1250763.59 11.51 ** 4.41 8.29 Kuadratik 1 206458.92 206458.92 1.90 tn 4.41 8.29

P 2 1759190.13 879595.07 8.09 ** 3.55 6.01

Linier 1 1756902.50 1756902.50 16.17 ** 4.41 8.29 Kuadratik 1 2287.63 2287.63 0.02 tn 4.41 8.29

K X P 4 114381.67 28595.42 0.26 tn 2.93 4.58

Galat 18 1955926.61 108662.59 Total 26 5286720.93

Ket : tn = tidak nyata * = nyata


(60)

Lampiran 2. Data Pengamatan Kadar Air (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

K1P1 10.00 8.00 12.00 30 10.00

K1P2 10.00 10.00 12.00 32 10.67

K1P3 12.00 8.00 12.00 32 10.67

K2P1 8.00 10.00 12.00 30 10.00

K2P2 10.00 10.00 14.00 34 11.33

K2P3 10.00 12.00 14.00 36 12.00

K3P1 10.00 10.00 10.00 30 10.00

K3P2 10.00 12.00 12.00 34 11.33

K3P3 14.00 10.00 14.00 38 12.67

Total 94 90 112 296

Rataan 10.44 10.00 12.44 10.96

Daftar Analisa Sidik Ragam Kadar Air

SK db JK KT Fhitung F0.05 F0.01

Perlakuan 8 21.63 2.70 0.79 tn 2.51 3.71

K 2 3.85 1.93 0.57 tn 3.55 6.01

Linier 1 3.56 3.56 1.04 tn 4.41 8.29

Kuadratik 1 0.30 0.30 0.09 tn 4.41 8.29

P 2 14.52 7.26 2.13 tn 3.55 6.01

Linier 1 14.22 14.22 4.17 tn 4.41 8.29

Kuadratik 1 0.30 0.30 0.09 tn 4.41 8.29

K x P 4 3.26 0.81 0.24 tn 2.93 4.58

Galat 18 61.33 3.41

Total 26 82.96

Ket : tn = tidak nyata * = nyata


(1)

Lampiran 3. Data Pengamatan Kadar Abu (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

K1P1 11.56 9.39 9.39 30 10.11

K1P2 11.56 11.56 9.39 33 10.84

K1P3 11.56 11.56 11.56 35 11.56

K2P1 11.56 13.74 11.56 37 12.29

K2P2 11.56 12 13.27 37 12.28

K2P3 11.56 13.74 13.74 39 13.01

K3P1 11.56 11.15 11.56 34 11.42

K3P2 12 13.74 14.22 40 13.32

K3P3 13.27 15.91 15.4 45 14.86

Total 106 113 110 329

Rataan 11.80 12.53 12.23 12.19

Daftar Analisa Sidik Ragam Kadar Abu

SK db JK KT Fhitung F0.05 F0.01

Perlakuan 8 48.69 6.09 5.23 ** 2.51 3.71

K 2 26.70 13.35 11.47 ** 3.55 6.01

Linier 1 25.16 25.16 21.61 ** 4.41 8.29

Kuadratik 1 1.54 1.54 1.32 tn 4.41 8.29

P 2 15.76 7.88 6.77 ** 3.55 6.01

Linier 1 15.74 15.74 13.52 ** 4.41 8.29

Kuadratik 1 0.03 0.03 0.02 tn 4.41 8.29

K X P 4 6.23 1.56 1.34 tn 2.93 4.58

Galat 18 20.96 1.16

Total 26 69.64

Ket : tn = tidak nyata * = nyata


(2)

Lampiran 4. Data Pengamatan Kerapatan (gr/cm3)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

K1P1 0.372 0.369 0.374 1 0.37

K1P2 0.356 0.366 0.363 1 0.36

K1P3 0.351 0.356 0.354 1 0.35

K2P1 0.365 0.367 0.376 1 0.37

K2P2 0.385 0.382 0.382 1 0.38

K2P3 0.391 0.385 0.377 1 0.38

K3P1 0.389 0.394 0.398 1 0.39

K3P2 0.382 0.377 0.377 1 0.38

K3P3 0.377 0.385 0.385 1 0.38

Total 3 3 3 10

Rataan 0.37 0.38 0.38 0.38

Daftar Analisa Sidik Ragam Kerapatan

SK db JK KT Fhitung F0.05 F0.01

Perlakuan 8 0.0037250 0.0004656 23.86 ** 2.51 3.71

K 2 0.0024565 0.0012283 62.93 ** 3.55 6.01

Linier 1 0.0022894 0.0022894 117.29 ** 4.41 8.29 Kuadratik 1 0.0001671 0.0001671 8.56 ** 4.41 8.29

P 2 0.0001143 0.0000571 2.93 tn 3.55 6.01

Linier 1 0.0001027 0.0001027 5.26 * 4.41 8.29 Kuadratik 1 0.0000116 0.0000116 0.59 tn 4.41 8.29 K X P 4 0.0011541 0.0002885 14.78 ** 2.93 4.58 Galat 18 0.0003513 0.0000195

Total 26 0.0040763

Ket : tn = tidak nyata * = nyata


(3)

Lampiran 5. Analisis biaya briket bioarang kulit durian

Asumsi:

- Sampel K1P1 adalah Jumlah arang kulit durian 80% dan konsentrasi bahan

perekat 20 %, maka dalam 1 kg briket dibutuhkan 0,8 kg arang dan 0,2 kg perekat

- Kulit durian yang dibutuhkan jika rendemen kulit durian menjadi arang sebesar 50%, maka

= (100/50) x 0,8 kg = 1,6 kg

- Perekat, dengan perbandingan 1 : 4, maka terdiri dari tepung kanji sebanyak 40 gr dan 160 ml air

Harga Bahan

Kulit Durian @ 100,-/kg Tepung Kanji

Air

Rp. 160,-/kg Rp. 7.000,-/Kg Rp. 1.415,-/ m3

1. Biaya bahan baku

Arang Kulit Durian (0,8 kg arang) = Rp. 100 x 1,6 = Rp. 160,- /kg

Tepung Kanji (40 gr) = Rp. 7000 x 0,04 = Rp. 280,- /kg Air (160 ml/kg) = Rp. 1.415 x 0,00016

= Rp. 0,23,-/ m3


(4)

2. Biaya Cetak

I. Unsur Produksi

1. Biaya Pembuatan Alat (P) = Rp. 2.075.000

2. Umur ekonomi (n) = 7 tahun

3. Nilai akhir alat (S) = Rp. 207.500

4 Jam kerja = 5 jam/hari

5. Produksi/hari = 31,15 kg

6. Biaya operator = Rp. 25.000/hari 7. Biaya perbaikan = Rp. 14,99 / jam 8. Bunga modal dan asuransi = Rp. 213.428,6 / tahun 9. Biaya sewa gedung = Rp. 20.750 / tahun

10. Pajak = Rp. 41.500 / tahun

11. Jam kerja alat per tahun =1495 jam / tahun ( asumsi 299 hari efektif berdasarkan 2011)

II. Perhitungan Biaya Produksi

1. Biaya Tetap (BT) 1. Biaya penyusutan

D =

n S P )

( −

=

7

207.500

-2.075.000

= Rp. 266.785,71/ tahun 2. Bunga modal dan asuransi


(5)

Bunga modal dan asuransi

( )( )

n n P i I 2 1 + = 7 2 ) 1 7 )( 000 . 075 . 2 %( 18 X + =

= Rp. 213428,57 / tahun 3. Biaya sewa gedung

= 1 % . P

000 . 075 . 2 % 1 X = = Rp. 20.750/ tahun 4. Pajak

= 2 % . P

= 2% x 2.075.000 = Rp. 41.500/ tahun Total Biaya Tetap (BT)

= Rp.542.464,29/tahun 2. Biaya Tidak Tetap (BTT)

1. Biaya perbaikan alat (reparasi)

= jam S P 1495 ) ( % 2 , 1 − = jam 1495 207.500) -2.075.000 1,2%(

= Rp. 14,99/jam 2. Biaya operator = Rp. 5.000/Jam


(6)

Total Biaya Tidak Tetap (BTT) = Rp.5.014,99/jam

Biaya Cetak

= BTT C

x BT

   

+

= X Jam kg

jam 5.014,99 0,16 /

/ 1495

29 , 464 . 542

  

+

= Rp. 860,45/kg

Biaya Produksi = Biaya Bahan Baku + Biaya Cetak

= Rp. 440,23/kg + Rp. 860,45/kg = Rp. 1.300,68/ kg

= Rp. 1.300/kg

Harga briket di pasaran = Rp. 3.000 sampai Rp. 5.000/kg Keuntungan = Rp. 3.000 - Rp. 1.300