Efek Aktivitas Masyarakat Terhadap Kelimpahan Ikan Torsp di Sungai Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara

(1)

EFEK AKTIVITAS MASYARAKAT TERHADAP KELIMPAHAN

IKAN Tor sp. DI SUNGAI BATANG GADIS

KABUPATEN MANDAILING NATAL

SUMATERA UTARA

NISA HIDAYATI

100302005

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014


(2)

EFEK AKTIVITAS MASYARAKAT TERHADAP KELIMPAHAN

IKAN Tor sp. DI SUNGAI BATANG GADIS

KABUPATEN MANDAILING NATAL

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

NISA HIDAYATI

100302005

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN


(3)

EFEK AKTIVITAS MASYARAKAT TERHADAP KELIMPAHAN

IKAN Tor sp. DI SUNGAI BATANG GADIS

KABUPATEN MANDAILING NATAL

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH:

NISA HIDAYATI

100302005

Skripsi Sebagai Satu Diantara Beberapa Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Usulan Penelitian :Efek Aktivitas Masyarakat Terhadap Kelimpahan IkanTorsp.diSungaiBatang GadisKabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara.

Nama : Nisa Hidayati NIM : 100302005

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui oleh : Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Yunasfi, M. Si Riri Ezraneti, S.Pi, M.Si Ketua Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Yunasfi, M. Si

Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan


(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Nisa Hidayati

Nim : 100302005

Menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul Efek Aktivitas Masyarakat Terhadap Kelimpahan Ikan Tor sp. Di Sungai Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal adalah benar merupakan hasil karya Saya sendiri dan belum diajukan dalambentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Semua sumber data daninformasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidakditerbitkan dari Penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalamDaftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Medan, Januari 2015

Nisa Hidayati NIM. 100302005


(6)

ABSTRAK

NISA HIDAYATI. Efek Aktivitas Masyarakat Terhadap Kelimpahan Ikan Torsp. di Sungai Batang GadisKabupaten Mandailing NatalSumatera UtaraDibimbing oleh, YUNASFI dan RIRI EZRANETI.

Ikan Garing (Tor sp.) merupakan ikan air tawar yang hidupnya dipengaruhi oleh arus, ikan ini juga memiliki tekstur daging yang enak dan harga yang sangat tinggi.Ikan Tor sp. merupakan ikan yang di istimewakan di daerah Mandailing Natal.Keberadaan ikan Tor sp. di dalam perairan sangat ditentukan oleh kondisi fisik dan kimia perairan tersebut.Ikan Tor sp. juga merupakan ikan yang sangat toleran terhadap suhu sehingga jumlah kelimpahannya berbeda pada setiap stasiun.Penelitian ini dilaksanakan bulan Maret sampai April 2014.Sampel diambil dari empat stasiun pengamatan, dan pada setiap stasiun pengamatan dilakukan 3 kali ulangan.Titik pengambilan sampel ditentukan menggunakan Metode Purposive Random Sampling.Dari hasil penelitian didapatkan ikan Tor sp. sebanyak 59. Nilai total kepadatan Populasi tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 0,0007 Ind/m² dengan jumlah ikan berkisar 1992,29 Individu dan nilai total Kepadatan Populasi terendah terdapat pada stasiun 1 sebesar 0,0001 ind/m² dengan jumlah ikan berkisar 240 Indivividu. Sedangkan Kelimpahan Relatif tertinggi juga di tempati pada stasiun 2 sebesar 18,5% sedangkan Kelimpahan Relatif terendah terdapat pada stasiun 1 sebesar 2%. Frekuensi Kehadiran (FK) tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 73% sedangkan Frekuensi Kehadiran terendah terdapat pada stasiun 1 sebesar 9%.

Kata Kunci : Kelimpahan Ikan Tor sp., Efek aktivitas masyarakat di Sungai Batang Gadis


(7)

ABSTRACT

NISA HIDAYATI. Effect the Activities of Community for overflowing fish Tor sp. in Batang Gadis river Mandailing Natal North Sumetera. Guide by YUNASFI and RIRI EZRANETI.

Garing fish (Torsp.) is fresh water fish living the river stream. Garing fish have meat shape is delicious and high price. Garing fish (Tor sp.) so the fish species very speciality in Mandailing Natal region. Fish species Garing fish (Tor sp.) habitat in Batang Gadis river very influential the fisic and chemical water. Garing Fish (Tor sp.) is depent of temperature for overflowing of fish. Has been analyzed in March-April 2014 in Batang Gadis river . Sample Identification from four location with three examination. In order to determination sample location is using “Purpossive Random Sampling” and sample analyzed water quality. The result of research in Batang Gadis river have been found one clas from ordo cypriniformes is for about 59 . The Highest population fishes density Garing fish (Tor sp.) with grade 0,0007 perm², meanwhile the lowest population fish density Garing fish (Tor sp.) is for about 0,0001 perm². Fish type with the highest presentation is Garing fish (Tor sp.) for about 50%, meanwhile the lowest is for about 16,6%. The overflowing fish with the highes presentation is Garing fish (Tor sp.) for about 18,5% and meawhile the lowest is for about 2,0%.

Key word : ”Effect the Activities of Community for overflowing of fish Tor sp. in Batang Gadis river in Mandailing Natal North Sumetera”.


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tombang Bustak padatanggal 20 Juni 1992 Anak Pertama dari enam bersaudara ini merupakan putri dari pasangan Mhd. Sahlan dan Asmeni.Pada tahun 2007 penulis diterima di SMA Negeri 1 Kotanopandan lulus pada tahun 2010. Pada tahun 2010,penulis diterima di Universitas Sumatera Utara melalui jalur PMP Pada Penerimaan Mahasiswa Prestasi, terdaftar sebagai mahasiswa padaProgram Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian. Penulismengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Budidaya Air Payau Ujung Batee(BBAP) Aceh Besar pada tahun 2013 dari Bulan Juli sampai Agustus.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan Program Kreativitas (PKM) Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Pada PKM-M (Masyarakat) dan PKM- Kewirausahaan. Tahun 2011 Penulis berhasil Lulus dalam Hasil Evaluasi Program Kreativitas Mahasiswa dalam Bidang PKM-M (Masyarakat) dan pada tahun 2012 penulis juga Lulus dalam Kegitan Program Kreativitas Mahasiswa dalam Bidang Kewirausahaan PKM-K yang di danai oleh Dikti.

Selama menjadi mahasiswa, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan organisasi diantaranya Gerakan Mahasiswa Bidik Misi USU (GAMADIKSI USU) periode 2010/2011 dan aktif pada UKM di bidang Olahraga.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis Ucapkan ke Hadirat Allah SWT atas karunia dan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi dengan judul “Efek Aktifitas Masyarakat terhadap Kelimpahan Ikan Torsp. di Sungai Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara”.Tugas akhir ini disusun sebagai satu dari beberapa syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Perikanan pada program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selesainya Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis ucapkan terima kasih dan penghargaanyang tulus kepada kedua orang tua tercinta yaitu Ayahanda Mhd.Sahlan dan Ibunda Asmeni, yang penuh pengorbanan dalam membesarkan, serta doa yang tak henti kepada penulis selama mengikuti pendidikan hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Pada Kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si, selaku ketua komisi pembimbing yang telah memberikan dukungan dan ilmu yang berharga bagi penulis.Ibu Riri Ezraneti, S.Pi, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang disela-sela kesibukannya bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan.Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Dirjen DIKTI yang telah membiayai penulis selama perkuliahan dengan beasiswa Bidikmisi. Bapak Prof. Dr. Ir. Dharma Bakti, M.S selaku dekan Fakultas Pertanian.


(10)

Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.Bapak Pindi Patana, S.Hut, M.Sc selaku sekretaris Program StudiManajemen Sumberdaya Perairan. Seluruh Dosen dan staf Fakultas Pertaniankhususnya Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.Staf Tata Usaha Fakultas Pertanian Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Kakak Nur Asiah.

Serta ucapan terimakasih penulis kepadaKepala Dinas Kelautan dan Perikanan Mandailing Natal yang telahmemberikan kesempatan dan izin kepada penulis untuk pengambilan data dalam melakukan penelitian.Terima Kasih juga kepada Pihak Panitia Lubuk Larangan desa Tamiang Mandailing natal, terimakasih juga kepada saudara penulis Rizka Fadilah, Wanni Sahlana, Winna Sahleni, Mirzal Yahya, Aswar Lubis dan Thiflah Hayati.

Terimakasih penulis juga kepada sahabat seperjuangan Penulis Rina D Sibagariang S.Pi, Latifa Sari DLM S.Pi, Denny Y Hutasoit S. Pi, Anita Rahman S.Pi dan Riris Romaito S.Pi dengan ikhlas dan mau membantu saya selama penelitian Skripsi ini.Seluruh teman-teman MSP 2009, 2010, 2011 Terima Kasih atas semua bantuan dan dukungannya.

Terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang Manajemen Sumberdaya Perairan.

Medan, Januari 2015


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Kerangka Pemikiran ... 3

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Sungai Batang Gadis ... 5

Klasifikasi Ikan Tor sp. ... 7

Morfologi ... 8

PencemaranAktivitas Masyarakat ... 9

Parameter Kualitas Air ... 16

Parameter Fisika ... 16

Parameter Kimia ... 19

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 23

Alat dan Bahan ... 23

Prosedur Penelitian ... 23

Deskripsi Area ... 24

Metode Pengambilan Sampel Ikan... 26

Pengambilan Sampel Air ... 26

Analisis Data ... 27

Parameter Kualitas Air ... 27


(12)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kelimpahan Ikan Tor sp setiap stasiun ... 40 Pengaruh nilai Kualitas air terhadap ikan Tor sp. ... 47 Pengelolaan Manajemen Sumberdaya Perairan Sungai

Batang Gadi ... 51

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 55 Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 3

2. Peta Lokasi Penelitian ... 19

3. Gambar Lokasi Stasiun I ... 21

4. Gambar Lokasi Stasiun II ... 22

5. Gambar Lokasi Stasiun III ... 22


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Bagan Kerja BOD5... 61

2. Bagan Kerja Metode Winkler ………... 62

3. Data Hasil Penangkapan Ikan Garing... 63

4. Data Perhitungan Ikan Garing………... 64

5. Parameter Kualitas Air Sungai Batang Gadis……... 65

6. Ikan Garing………. 67

7. Pengukuran Parameter Kualitas Air Sungai Batang Gadis ……… 68

8. Kegiatan Penangkapan Ikan Garing……….. 70

9. Aktivitas Masyarakat………. 71

10.Kegiatan Lubuk Larangan……….. 72

11.Sampel Air Sungai Batang Gadis……… 74

12.PP. No. 82 Tahun 2001……….. 77


(15)

ABSTRAK

NISA HIDAYATI. Efek Aktivitas Masyarakat Terhadap Kelimpahan Ikan Torsp. di Sungai Batang GadisKabupaten Mandailing NatalSumatera UtaraDibimbing oleh, YUNASFI dan RIRI EZRANETI.

Ikan Garing (Tor sp.) merupakan ikan air tawar yang hidupnya dipengaruhi oleh arus, ikan ini juga memiliki tekstur daging yang enak dan harga yang sangat tinggi.Ikan Tor sp. merupakan ikan yang di istimewakan di daerah Mandailing Natal.Keberadaan ikan Tor sp. di dalam perairan sangat ditentukan oleh kondisi fisik dan kimia perairan tersebut.Ikan Tor sp. juga merupakan ikan yang sangat toleran terhadap suhu sehingga jumlah kelimpahannya berbeda pada setiap stasiun.Penelitian ini dilaksanakan bulan Maret sampai April 2014.Sampel diambil dari empat stasiun pengamatan, dan pada setiap stasiun pengamatan dilakukan 3 kali ulangan.Titik pengambilan sampel ditentukan menggunakan Metode Purposive Random Sampling.Dari hasil penelitian didapatkan ikan Tor sp. sebanyak 59. Nilai total kepadatan Populasi tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 0,0007 Ind/m² dengan jumlah ikan berkisar 1992,29 Individu dan nilai total Kepadatan Populasi terendah terdapat pada stasiun 1 sebesar 0,0001 ind/m² dengan jumlah ikan berkisar 240 Indivividu. Sedangkan Kelimpahan Relatif tertinggi juga di tempati pada stasiun 2 sebesar 18,5% sedangkan Kelimpahan Relatif terendah terdapat pada stasiun 1 sebesar 2%. Frekuensi Kehadiran (FK) tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 73% sedangkan Frekuensi Kehadiran terendah terdapat pada stasiun 1 sebesar 9%.

Kata Kunci : Kelimpahan Ikan Tor sp., Efek aktivitas masyarakat di Sungai Batang Gadis


(16)

ABSTRACT

NISA HIDAYATI. Effect the Activities of Community for overflowing fish Tor sp. in Batang Gadis river Mandailing Natal North Sumetera. Guide by YUNASFI and RIRI EZRANETI.

Garing fish (Torsp.) is fresh water fish living the river stream. Garing fish have meat shape is delicious and high price. Garing fish (Tor sp.) so the fish species very speciality in Mandailing Natal region. Fish species Garing fish (Tor sp.) habitat in Batang Gadis river very influential the fisic and chemical water. Garing Fish (Tor sp.) is depent of temperature for overflowing of fish. Has been analyzed in March-April 2014 in Batang Gadis river . Sample Identification from four location with three examination. In order to determination sample location is using “Purpossive Random Sampling” and sample analyzed water quality. The result of research in Batang Gadis river have been found one clas from ordo cypriniformes is for about 59 . The Highest population fishes density Garing fish (Tor sp.) with grade 0,0007 perm², meanwhile the lowest population fish density Garing fish (Tor sp.) is for about 0,0001 perm². Fish type with the highest presentation is Garing fish (Tor sp.) for about 50%, meanwhile the lowest is for about 16,6%. The overflowing fish with the highes presentation is Garing fish (Tor sp.) for about 18,5% and meawhile the lowest is for about 2,0%.

Key word : ”Effect the Activities of Community for overflowing of fish Tor sp. in Batang Gadis river in Mandailing Natal North Sumetera”.


(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sungai Batang Gadis merupakan muara beberapa anak sungai yaitu sungai Lahantan dan sungai Batang Pungkut yang berasal dari Gunung Kulabu Kabupaten Mandailing Natal. Asal mula nama sungai Batang Gadis di Kabupaten Mandailing Natal adalah sebuah sungai yang berada di sepanjang desa Kotanopan yang terbentang luas dengan airnya yang jernih, dan bebatuannya yang besar-besar dilengkapi dengan anak-anak sungai yang saling menyatu, mulai dari hulu di Simpang Banyak Kecamatan Ulu Pungkut, dan sungai Lahantan di desa Muara Sipongi menyatu menjadi sungai Batang Gadis.

Sungai Batang Gadis dahulunya merupakan tempat mandi gadis-gadis yakni sekitar tahun 1500-an. Pada saat itu masyarakat bermukim ditempat tinggi, karena peradaban gadis sangat tinggi di Mandailing Natal anak gadis ketika itu berusaha mandi ke sungai batang gadis beramai-ramai setiap harinya, karena di temukannya beberapa faktor kerusakan perairan sungai Batang Gadis dan airnya yang mulai berubah dari semula menyebabkan tradisi ini hilang.

Sungai Batang Gadis merupakan sumber kehidupan masyarakat Mandailing Natal khususnya di Kotanopan Mandailing Julu. Dahulunya sungai ini merupakan sungai yang jernih, tetapi sekarang adanya aktivitas selain mandi dan cuci yaitu aktivitas tambang emas di sepanjang pinggir sungai di dekat tempat pemandian masyarakat sehingga memberi dampak terhadap masyarakat sekitar, selanjutnya banyak masyarakat mengeluh karena aktivitas tambang liar emas tersebut mengakibatkan dampak yang buruk terhadap lingkungan dan kesehatan.


(18)

Adanya kegiatan masyarakat sepertimandi, cuci, kakus (MCK) di sungai Batang Gadis banyak menggunakan bahan-bahan beracun seperti penggunaan detergen, Shampoo, bahan pemutih pakaian (Kaporit), serta pembuangan sampah baik ukuran kecil maupun besar. Sedangkan aktivitas penambangan emas langsung membuang limbahnya ke sungai berupa minyak dan sedimen dari pengorekan tanah berbentuk lubang besar yang dijadikan untuk pengambilan emas, adanya aktivitas yang terjadi di sungai Batang Gadis tersebut menyebabkan Kualitas air di sungai Batang Gadis menurun. Menurut Dahuri dan Arumsyah dalam Erlangga (2007) menyatakan bahwa masuknya bahan pencemar ke dalam perairan dapat mempengaruhi kualitas perairan. Hal ini menyebabkan terganggunya biota yang hidup di sungai Batang Gadis salah satunya adalah ikan jenis Tor sp. . Ikan Tor sp. adalah sejenis ikan sungai air deras yang hidup di Sumatera Utara, siripnya berwarna perak dan gerakannya sangat gesit dan hidup berkelompok di “lubuk”, bagian terdalam pusaran sebuah sungai. Kelestarian ikan jenis Tor sp. dipengaruhi kualitas air sungai Batang Gadis. Ikan Tor sp.merupakan makanan raja Mandailing Natal menjamu tamunya. Orang Batak menyebut dengan IHAN.

Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai sejauh mana pengaruh efek aktivitas masyarakat terhadap kelimpahan ikan Tor sp. di sungai Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara.


(19)

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana Pengaruh Aktivitas masyarakat terhadap Kelimpahan Ikan Tor sp. ? 2. Bagaimana Pengaruh Efek Aktivitas Masyarakat terhadap perubahan kualitas

air di sungai Batang Gadis ?

Kerangka Pemikiran

Berdasarkan pemaparan latar belakang, untuk mengurangi dampak kegiatan masyarakat yang berlebihan seperti kegiatan mandi, cuci, kakus (MCK) dan Penambangan Emas di sepanjang sungai Batang Gadis, diperlukan kepedulian masyarakat yaitu dengan lebih memperhatikan dampak aktivitas kegiatan yang dilakukan demi ketersedian biota air di sungai Batang Gadis Khususnya ikan Tor

sp. yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan pengaruh terhadap kualitas airsungai Batang Gadis. Secara ringkas kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1 .

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian MCK (mandi, cuci, kakus) Penambangan Emas

Sungai Batang Gadis Penurunan Kualitas Air Penurunan Kelimpahan

Ikan Tor sp.

Pengelolaan Sungai Batang Gadis Aktivitas Masyarakat


(20)

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui efek aktivitas masyarakat terhadap Kelimpahan ikan Tor sp. di sungai Batang Gadis.

2. Untuk mengetahui efek aktivitas masyarakat terhadap perubahan Kualitas Air sungai Batang Gadis.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat sebagai sumber informasi umum kepada semua pihak tentang sungai Batang Gadis tentang kelimpahan ikan jenis Tor sp. sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk pengelolaan Sumberdaya Perikanan di sungai Batang Gadis.


(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Sungai Batang Gadis

Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Gadis memiliki luas areal ± 137,5 km dengan lebar ± 10 Km dan kedalamannya ± 2 - 5 m mencakup areal mulai dari bagian hulu di Simpang Banyak, Ulu Pungkut. Kabupaten Mandailing Natal terletak pada 0°10' - 1°50' LU dan 98°10' - 100° 10' BT ketinggian0 - 2.145 m di atas permukaan laut. Luas wilayah Kabupaten Mandailing Natal ± 6.620,70 km² atau 9,23% dari wilayah Sumatera Utara dengan batas-batas wilayah sebagai berikut (Departemen Kehutanan RI, 1996)

1. Sebelah Utara : Kab.Tapanuli Selatan 2. Sebelah Selatan : Propinsi Sumatera Barat 3. Sebelah Barat : Samudera Indonesia 4. Sebelah Timur : Propinsi Sumatera Barat

Nama Gunung Kulabu tampaknya tidak ada dalam nomenklatur sains, bukan gunung api (vulkanik), tetapi adalah salah satu rangkaian tinggian pada zona Patahan Sumatera yang secara memanjang membentuk gawir dan tingginya menjadi rangkain Pegunungan Bukit Barisan (Departemen Kehutanan, 1996).

Kalau di sisi barat Gunung Kulabu ada sungai Batang Pungkut, maka di sisi timur Gunung ini ada sungai Batang Gadis. Kedua sungai kemudian bertemu di Desa Muara Pungkut, yang terletak persis di lintas jalan raya Sumatera (Panyabungan-Bukittinggi). Gabungan kedua sungai inilah yang kemudian banyak dikenal dengan nama sungai Batang Gadis untuk membedakannya, Batang Gadis dan bermuara di Singkuang, daerah Natal, di Pantai Barat Pulau


(22)

Sumatera.Ada beberapa desa yang berada pada DAS Batang Gadis di sisi barat Gunung Kulabu ini, mereka adalah: Pakantan (Jae, Julu, Dolok, Lombang, dan Poken), Muarasipongi (Ibu Kota Kecamatan), Tobang, Usor Tolang, Botung, Muara Botung, Tamiang, dan Huta Dangka (Sahlan, 2014).

Gunung Kulabu menjadi area tangkapan air bagi kedua sungai (Batang Gadis dan Batang Pungkut), untuk selanjutnya bertemu di Batang Gadis dan bermuara di Singkuang. Pada sepanjang DAS Batang Gadis ini warga menggunakan air untuk berbagai keperluan. Mulai dari konsumsi (minum, memasak) terutama pada bagian-bagian hulu sampai mencuci dan mengairi sawah serta perkebunan. Dengan demikian kedua sungai ini menjadi elemen yang sangat vital bagi desa-desa yang berada pada sepanjang DAS nya (BP-DAS Asahan Barumun, 2010)

Pengelolaan DAS pada dasarnya merupakan pengelolaan sumberdaya alam (terutama lahan) untuk pemenuhan hajat hidup setiap makhluk, utamanya manusia di dalam ekosistem DAS secara berkelanjutan, menyangkut kebutuhan yang nyata (tangible) meliputi papan, sandang dan pangan, dan kebutuhan yang tidak terukur (intangible) meliputi kenyamanan, kesegaran, dan keamanan dari ancaman bencana alam. Pemenuhan hasrat kehidupan material dan immaterial dimaksud akan terwujud jika tata hubungan timbal balik antara manusia dengan komponen ekosistem DAS lainnya terjadi secara harmonis (Rauf,2012).

Dengan demikian, teknologi pemanfaatan lahan (wilayah daratan) berbasis pengelolaan DAS adalah teknik (cara atau metoda) pemanfaatan lahan, terutama lahan budidaya yang tetap memiliki fungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air hujan secara proporsional guna mempertahankan/meningkatkan


(23)

produk nyata (tangible) dan produk tidak nyata (intangible) yang bebas dari ancaman bencana (Departemen Kehutanan RI, 2007).

DAS Batang Gadis di sisi barat Gunung Kulabu ini adalah Pakantan (Jae, Julu, Dolok, Lombang, dan Poken), Muara Sipongi (Ibu Kota Kecamatan), Tobang, Usor Tolang, Botung, Muara Botung, Tamiang, dan Huta Dangka. Dengan demikian, Gunung Kulabu menjadi area tangkapan air bagi kedua sungai Batang Gadis dan Batang Pungkut, untuk selanjutnyabermuara di Singkuang. Pada sepanjang DAS Sungai Batang Gadisini warga menggunakan air untuk berbagai keperluan. Mulai dari konsumsi (minum, memasak) terutama pada bagian-bagian hulu sampai mencuci dan mengairi sawah serta perkebunan (BAPEDA Mandailing Natal,2011).

Ikan Tor sp.

Ikan merupakan hewan avertebrata dan dimasukkan kedalam filum chordata yang hidup dan berkembang didalam air dengan menggunakan insang. Ikan juga mempunyai anggota tubuh berupa sirip untuk menjaga keseimbangan dalam air sehingga tidak tergantung pada arus atau gerakan air yang disebabkan oleh angin (Siagian dalam Smith, 1992).

Ikan Tor sp. adalah merupakan ikan air tawar kebiasaan hidupnya kebanyakan di Sungai atau berarus deras seperti di sungai Batang Gadis, dan gerakannya sangat gesit dan hidup berkelompok di “lubuk”, bagian terdalam pusaran sebuah sungai. Ikan Tor sp. mempunyai panjang 18,8 cm, berat mencapai 1 kg warna tubuhnya perak kekuningan, memiliki sirip linealateralis 26-27. Ikan


(24)

dan jurung tali. Selain itu ada lagi jenis ikan seperti ikan baung, mas, Aporas, sulum, dan cencen.

Ikan-ikan bermulut kecil cenderung untuk memakan plankton atau benda-benda lainnya yang menempel pada tumbuhan air atau benda-benda-benda-benda lain yang terbenam. Sedangkan ikan yang mulutnya berukuran sedang umumnya merupakan pemakan bangkai. Untuk Ikan yang berukuran mulut besar umumnya menunjukkan ikan tersebut sebagai predator. Sesuai dengan pola makannya jenis ikan dapat digolongkan Herbivora A (memakan tumbuhan yang hidup di air atau didalam lumpur seperti alga biru) dan Herbivora B (memakan bahan makanan dari tumbuhan yang jatuh ke dalam air seperti buah-buahan dan biji-bijian dan daun (Wirjoatmodjo dkk, 1993). Ikan Tor sp. yang hidup di Sungai termasuk ikan Herbivora ikan ini memakan alga maupun tumbuhan dalam air.

Untuk mengetahui Kelimpahan Ikan Tor sp. di setiap stasiun berkurang atau tidak disebabkan oleh aktivitas masyarakat meningkat merupakan perbandingan persen Ikan Tor sp. yang tertangkap. Adapun Taksonomi ikan Tor

sp. adalah sebagai berikut : Phylum : Cordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Cyprinoformes Famili : Cyprinoformeceae Genus : Labeobarburus soro Spesies : Tor sp.

Nyabakken (1992) menyatakan ikan Tor sp. memiliki pola adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan baik faktor fisik maupun kimia lingkungan dan


(25)

juga memiliki predator dalam jumlah yang relatif rendah dibanding dengan jenis hewan akuatik lainnya.

Di sungai Batang Gadis terkenal dengan Lubuk Larangan yang merupakan daerah perlindungan Ikan. Awal terbentuknya lubuk larangan bermula dari kepercayaan masyarakat Kotanopan bahwa daerah-daerah tertentu, termasuk daerah aliran sungai (DAS) dihuni oleh mahluk-mahluk halus naborgo-borgo. Sehingga pada zaman dahulu jika daerah tertentu yang dipercayai berhantu

tersebut, maka masyarakat enggan untuk memasuki kawasan itu. Kepercayaan ini diregenerasikan secara turun temurun. Akibat baik yang ditimbulkan dari kepercayaan dan praktek lubuk larangan ini adalah terpeliharanya kesinambungan sumber daya ikan sungai karena terjaganya proses reproduksi ikan terutama ikan jenis Tor sp. . Lubuk Larangan merupakan daerah aliran sungai (DAS) yang dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk pengelolaan tangkapan ikan. DAS tersebut dikelola secara teratur menurut hukum yang dimusyawarahkan bersama (Sahlan, 2014).

Lubis (2013) menyatakan bahwa adanya penaburan benih ikan jenis Tor

sp. seperti ikan Garing, yaitu dilakukan sebelum acara Lubuk Larangan di buka, dan pertumbuhan ikan ini biasanya di tunggu beberapa tahun. Jenis ikan Tor sp. yang terdapat pada gambar adalah yang berumur 3 bulan dan reproduksinya bertelur di bawah batu atau “Liang-liang”. Pergerakan Ikannya sepanjang 75 meter dari hulu sampai hilir alat yang digunakan biasanya menggunakan jala ukuran mesh size 0,2 - 1 Inch.


(26)

Pencemaran Akibat Aktivitas Masyarakat

Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari bentuk asal pada keadaan yang lebih buruk. Pergeseran bentuk tatanan dan kondisi asal pada kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat masukan dari bahan-bahan pencemar atau polutan. Bahan polutan tersebut pada umumnya mempunyai sifat racun (toksik) yang berbahaya bagi organisme hidup. Toksisitas atau daya racun dari polutan itulah yang kemudian menjadi pemicu terjadinya pencemaran (Palar, 2008).

Seperti biasanya di sepanjang sungai Batang Gadis merupakan sumber utama kehidupan bermasyarakat melakukan aktivitas seperti mandi,cuci dan kakus (MCK). Mulai dari hulu sungai masyarakat menggunakan sungai sebagai sumber utama kehidupan. Namun sesuai dengan kenyataannya semakin meningkatnya aktivitas masyarakat di suatu badan sungai akan mengurangi kualitas air karena adanya ditemukannya bahan-bahan terlarut dalam air sehingga akan menurunkan ketersedian Ikan Tor sp. di sungai Batang Gadis.

Pencemaran lingkungan adalah suatu keadaan yang terjadi karena perubahan kondisi tata lingkungan (tanah,udara, air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikan kehidupan manusia, binatang dan tumbuhan) yang disebabkan oleh benda-benda asing atau seperti sampah, limbah industri, dan rumah tangga. Sebagai akibat perbuatan manusia mengakibatkan lingkungan tersebut tidak berfungsi seperti semula (Susilo, 2003 dalam Tjahjono, 2005).

Jumlah Penduduk Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat, Bahkan dari pemakaian peralatan yang semakin modern pun relatif akan


(27)

menghasilkan buangan ataupun limbah-limbah yang semakin banyak yang memberikan dampak yang negatif (Riani, 2012).

Pembuangan Limbah cair dari MCK yang berada di sungai Batang Gadis yang paling banyak adalah limbah sabun ataupun detergen dan sampah yang besar ataupun yang kecil yang sering di buang ke Sungai oleh masyarakat. Detergen merupakan salah satu produk industri yang sangat berguna bagi masyarakat, dapat digunakan untuk melindungi kebersihan dan kesehatan tubuh manusia. Namun, jika detergen tidak dikelola dengan baik dan benar akan mempengaruhi kualitas air (Riani, 2012).

Detergen terdiri dari beberapa komponen utama yaitu surfaktan (agen aktif permukaan), seperti Linear Alkyl Benzene Sulfonate (LAS) dan Alkyl Benzene Sulfonate (ABS). LAS termasuk dalam kategori surfaktan anionik yang lebih mudah didegradasi secara biologi daripada ABS. Selain komponen utama yang telah disebutkan sebelumnya, detergen juga mengandung bahan aditif lainnya seperti alkali, bahan pengawet, bahan pemutih, dan bahan pewarna, bahan anti korosif dan enzim. Oleh karena itu diperlukan kontrol terhadap komponen utama dari detergen yang memiliki potensi menyebabkan polusi lingkungan dengan tujuan pengurangan resiko pada lingkungan (Soemarwoto, 1992).

Hutan dapat dipakai sebagai tempat penggembalaan dan pohon-pohonnya ditebang (sering untuk kayu bakar), sehingga setelah beberapa waktu hutan tersebut dijadikan sebagai lahan hutan konversi. Seperti halnya di sungai Batang Gadis pada bagian hulunya aktivitas penebangan hutan untuk perkebunan dan pembukaan jalan sehingga kayu- kayu yang ditebang tersebut dibuang langsung


(28)

kesungai dan otomatis ikan-ikan yang berada di sungai akan bepindah dan mencari tempat lain (Miller dkk., 2009).

Polusi air adalah penyimpangan sifat-sifat air keadaan normal, bukan dari kemurniannya. Air yang tersebar di alam tidak pernah terdapat dalam bentuk murni, tetapi bukan berarti semua air sudah terpolusi. Mikroorganisme yang terdapat di dalam air berasal dari berbagai sumber seperti udara, tanah, sampah, lumpur, tanaman hidup atau mati, kotoran manusia dan hewan serta bahan organik lainnya. Mikroorganisme tersebut tidak tahan lama hidup di dalam air, atau tidak tahan lama hidup di dalam air. Kondisi ini juga mempengaruhi terhadap ikan karena kondisi lingkungan yang tidak baik akan menghambat pertumbuhan ikan di sungai seperti ikan Tor sp. yang berada di Sungai Batang Gadis (Fardiaz, 1992).

Kualitas air Sungai Batang Gadis pada waktu pagi hari sangat jernih tetapi setelah mulai siang kondisi kualitas airnya berubah karena banyaknya sedimen yang masuk kesungai karena aktivitas masyarakat di hulu yaitu Tambang emas langsung di sungai dan ada juga yang di pinggiran sungai dengan menggunakan alat mesin sedot air. Akibat penambangan emas dengan menggunakan mesin sedot membuat ekosistem lingkungan Sungai menjadi terganggu.

Apabila hujan deras di hulu maka akan menyebabkan Sungai Batang Gadis meluap sampai ke pemukiman penduduk, airnya sangat kotor dan sedimennya sangat banyak bahkan adanya ditemukan kayu-kayu besar yang hanyut. Dan seperti kasus yang pernah terjadi Sungai Batang Gadis pernah meluap dan menghanyutkan bibit padi dan tanaman masyarakat lainnya yang berada di pinggiran Sungai Batang Gadis (KEPDES Kotanopan).


(29)

Ketersedian ikanGaringTorsorodahulu sangat melimpah yakni pada tahun 1996 dan keinginan masyarakat untuk menangkapnya juga sangat tinggi karena ikan ini memiliki daging yang sangat enak. Tetapi sekarang Karena aktivitas penduduk yang semakin tinggi mengakibatkan kualitas air Sungai semakin menurun dan ketersedian ikan Garing yakni akibat aktivitas penduduk terutama MCK sehingga otomatis ikan Garing akan mencari tempat yang sesuai untuk hidupnya dan ketersediaan ikan Garing di lokasi itu semakin menurun (Sahlan, 2014).

Di sungai Batang Gadis ditemukan Penambangan Emas yang ilegal, pada awalnya kegiatan ini tidak pernah ada di sepanjang Tahun kecuali kegiatan pengambil pasir,batu, untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Semakin maraknya kegiatan penambangan emas ini mengkhawatirkan terhadap kehidupan biota di sungai Batang Gadis terutama Tor sp. Pencemaran yang paling menghawatirkan saat ini adalah aktivitas penambangan yang semakin marak di sungai Batang Gadis, dimana menggunakan mesin dan bahan bakar solar yang langsung di buang ke Sungai (KEPDES Kotanopan).

Sedangkan Zat berbahaya yang digunakan untuk menyatukan serbuk hitam agar menjadi emas yaitu air raksa, kandungannya ini akan menimbulkan zat pencemar di dalam air sungai Batang Gadis sehingga sebagian masyarakat mengeluh karena adanya kegiatan yang tidak ramah lingkungan sehingga memberi dampak negatif dan berbahaya terhadap ikan Garing(Torsoro), dan kesehatan masyarakat. Bahan pencemar yang masuk kedalam lingkungan perairan akan mengalami proses perubahan fisik, kimia dan biologis yang mengakibatkan kualitas air terganggu. Buangan limbah yang mengandung bahan berbahaya


(30)

dengan toksitas yang tinggi akan mengendap di dasar perairan. Melalui rantai makanan terjadi metabolisme bahan berbahaya secara biologis dan akhirnya akan mempengaruhi kesehatan manusia dan terutama organisme dalam air (Hutagulung, 1984).

Aktivitas penambangan emas tanpa izin yang dilakukan sebagian masyarakat di daerah hulu sungai Batang Gadis semakin marak dan memberikan dampak terhadap pendangkalan sungai Batang Gadis. Sungai Batang Gadis merupakan tempat sebagian besar masyarakat melakukan aktivitas mandi, sehingga tempat yang dulunya masih alami sekarang sudah menjadi dangkal sehingga masyarakat memilih memanfaatkan bagian pinggir Sungai yang lainnya.

Penambangan emas liar disepanjang sungai Batang Gadis sangat meresahkan warga masyarakat Kotanopan julu umumnya, karena lahan perkebunan yang dipergunakan untuk cari makan dulunya sekarang sudah habis ditambang dan ditebang begitu saja di pinggiran sungai Batang Gadis dikiri kanan Sungai terlihat lubang-lubang besar dengan kedalaman yang berbeda-beda ada yang 20-30 m ke bawah. Dan kegiatan ini dibiarkan begitu saja dan sangat merusak ekosistem Sungai dan Lingkungan padahal Pihak Pemerintah sudahmembuat aturan namun terus dilarang karena adanya Oknum-oknum yang memiliki kekuasaan besar di Kanca Politik (Pemerhati Lingkungan Hidup, 2009).

Penambangan yang berada dipinggiran Sungai langsung membuang limbahnya ke Sungai dan penambangan yang digunakan sekarang adalah langsung di dalam Sungainya dan langsung membuang limbahnya ke Sungai dan menyebabkan terganggunya kualitas air dan biota yang hidup di dalamnya


(31)

terutama kondisi ikan yang berada pada daerah Lubuk Larangan (KEPDES Kotanopan, 2013).

Karakteristik daerah aliran Sungai Batang Gadis otomatis berubah sangat drastis karena daerah yang aliran semula sudah dialihkan ke arah lain karena lahan tersebut digunakan untuk penambangan emas, sehingga daerah aliran Sungai Batang Gadis semakin mengecil dan semakin menyempit (Dinas Pertanian, 2010).

Parameter Kualitas Air Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor penting untukkelangsungan kehidupan disuatu perairan. Suhu air menjadi faktor pembatas utama yang menentukan pertumbuhan dan kehidupan ikan. Suhu yang tinggi akan menurunkan jumlah konsentrasai oksigen sehingga dapat menyebabkan kematian. Suhu untuk ikan air tawar adalah kisaran optimal 28-32 °C karena merupakan jenis ikan Tropis yang berada di Sungai Batang Gadis. Pada daerah beriklim tropis misalnya Indonesia, suhu perairan pada umumnya relatif tinggi dengan perubahan-perubahan yang sangat kecil. Salah satu hal yang menjadi masalah adanya stratifikasi suhu akibat tidak adanya angin yang menggerakkan arus air (Barus, 2004).

Derajat Keasaman (pH)

pH air biasanya digunakan sebagai penentu pencemaran atau Indeks pencemaran dengan melihat tingkat keasaman. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik atau ikan berkisar 7-8,5 apabila kondisi perairan bersifat sangat asam atau sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup


(32)

organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi (Effendi, 2003).

Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan organisme terutama ikan. Kehidupan makhluk hidup di dalam air tersebut sangat bergantung kepada oksigen terlarut dalam air untuk keberlangsungan hidup. Kehidupan organisme di dalam air tergantung dari kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk kehidupan (Kardiaz, 1992).

Menurut Zonneveld dkk, (1991) kebutuhan oksigen pada ikan mempunyai kepentingan pada dua aspek, yaitu kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu dan kebutuhan konsumtif yang tergantung pada metabolisme ikan.

Ikan merupakan makhluk air yang memerlukan oksigen tertinggi. Biota di perairan tropis memerlukan oksigen terlarut mendekat jenuh. Konsentrasi oksigen yang terlalu jenuh akan mengakibatkan ikan-ikan dan hewan lainnya yang membutuhkan oksigen akan mati (Wardhana,1995). Selanjutnya Barus (1996), menyatakan bahwa larutan oksigen maksimum pada perairan mencapai pada temperatur 0° C yaitu sebesar 14,16 mg/l oksigen. Konsentrasi ini akan menurun sejalan dengan meningkatnya temperatur air. Optimal Oksigen terlarut pada perairan tawar seperti sungai adalah tidak boleh kurang dari 1,7 ppm.

BOD (Biological Oxygen Demand)

Kebutuhan oksigen biologis biasa disebut Biological Oxygen Demand (BOD) merupakan jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik, yang diukur pada suhu 20°C.


(33)

Pengukuran yang umum dilakukan adalah pengukuran selama 5 hari (BOD5) (Barus, 2001).

Pengukuran BOD didasarkan kepada kemampuan mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik, artinya hanya terdapat substansi yang mudah diuraikan secara biologis seperti senyawa yang umumnya terdapat dalam limbah rumah tangga (Barus, 2001). Menurut Brower, et al, (1990), nilai konsentrasi BOD menunjukkan suatu kualitas perairan yang masih tergolong baik dimana apabila konsumsi O2 selama periode 5 hari berkisar sampai 5 mg/l O2 maka perairan tersebut tergolong baik dan apabila konsumsi O2 berkisar antara 10 mg/l-20 mg/l O2 akan menunjukkan tingkat pencemaran oleh materi organik yang tinggi dan untuk air limbah nilai BOD umumnya lebih besar dari 100 mg/l.

Total Suspended Solid(TSS)

Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan organik dan anorganik yang terkandung dalam air seperti lumpur dan bahan yang dihasilkan oleh buangan limbah yang sangat mengganggu proses pengolahan air. Dan akibatnya bagi perairan Sungai adalah dapat mengganggu masuknya sinar matahari, membahayakan bagi ikan maupun organisme makanan ikan dan juga dapat mempengaruhi corak dan sifat suatu perairan ( Effendi,2003).

Kekeruhan air atau sering disebut turbidityadalah salah satu parameter uji fisik dalam analisis air. Tingkat kekeruhan air umumnya akan diketahui dengan besaran NTU (nephelometer turbidity unit) setelah dilakukan uji aplikasi menggunakan alat turbidity meter. Besaran kekeruhan air minum yang memenuhi syarat kesehatan berdasarkan acuan yang berlaku adalah tidak lebih dari 5 NTU (Kordi, dkk., 2010).


(34)

Kedalaman Di Daerah Hulu

Kedalaman Sungai berpengaruh besar terhadap Kelimpahan Ikan, semakin dalam Sungai maka semakin banyak pula Ikan yang menempati areal tersebut. Adapun cara pengukurannya adalah:

•Disediakan Tali panjang dengan pemberat tutup cat , dan meteran

• Masukkan Tali yang sudah di buat pemberat tersebut ke dalam sungai, usahakan tali tegak lurus terhadap permukaan sungai.

• Usahakan pengukuran dilakukan pada bagiantengah sungai.

Di Daerah Hilir / muara

Sungai di daerah hilir cenderung berbentuk huruf y, maka cara mengukur kedalamnya sama seperti diatas, tetapi dapat dilakukan dari tepi sungai dan pengukurannya lebih mudah dari pada pengukuran di hulu. Secara praktis kedalaman sungai dapat diperkirakan dari keadaan permukaan sungai yang tenang.

Arus

Karakteristik suatu habitat perairan dapat mempengaruhi pola adaptasi biota yang menempatinya. Adanya arus air merupakan cirri khas dari ekologi sungai, terutama pada daerah hulu. Oleh karena itu dapat diasumsikan pola adaptasi dari jenis ikan sangat dipengaruhi oleh arus (Septiano,2006).


(35)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2014 di sepanjang Hulu sungai Batang Gadis di desa Simpang Banyak Kecamatan Ulu Pungkut dan berakhir pada Bendungan Batang Gadis Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal. Sedangkan pengukuran sampel parameter Kualitas Air dilakukan di Pusat Penelitian Sumberdaya Air dan Lingkungan (Puslit SDAL)Universitas Sumatera Utara dan Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan sedangkan identifikasi Ikan Tor sp.dilakukan di Laboratorium Terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.


(36)

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam Penelitian ini adalah Jala Ramot, Jala Godang dengan ukuran mesh size 0,2 - 1 Inch, tanggok, Pancing, tool box, botol zat, lakban, DO meter, turbidity meter, alat tulis, kertas milimeter blok, meteran, GPS (global position system), toples Kaca, Kamera Digital, kertas label, buku Identifikasi Ikan, ember, termometer, dan pH meter.Sedangkan bahan yang digunakan diantaranya adalah Alkohol 70 % dan Akuades.

Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam penentuan stasiun untuk pengambilan sampel ikan adalah “Purposive Random Sampling”. Terdapat 4 Stasiun setiap stasiunnya terdapat 9 titik dengan 3 kali ulangan.

Penangkapan Ikan Garing dilakukan dengan metode Penebaran Jala sampai ikan ada yang tertangkap. Ikan diambil dengan menggunakan jala ukuran mesh size 0,2 - 1 inch. Penangkapan dilakukan 3 kali dalam sebulan yakni pada hari ke 1, 15, dan hari ke 30. Pengukuran parameter fisika kimia perairan sungai Batang Gadis dilakukan pada setiap penangkapan ikan Garing setiap stasiun.

Pemilihan Lokasi

Lokasi Penelitian di sungai Batang Gadis dapat dilihat pada gambar berikut :

a. Stasiun 1

Stasiun ini berada di desa Simpang Banyak julu Kecamatan Ulu Pungkut Kabupaten Mandailing Natal. Stasiun ini secara Geografis berada pada 00°30.991'U 099°47.168' S. Sekitar lokasi ini tidak ditemukan aktivitas dan


(37)

substratnya berupa pasir berbatu yang kedalamannya 0,5 m dan terdapat bebatuan besar dan merupakan lokasi kontrol. Lokasi stasiun I dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Lokasi Stasiun 1 b. Stasiun II

Stasiun ini berada di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal, secara Geografis stasiun ini berada pada 00°39.026' U 099°41.546' S. Pada daerah ini terdapat aktivitas masyarakat seperti mandi,cuci dan kakus ( MCK). Substrat dasar yaitu berupa pasir dan batu dengan Kedalaman 1-1,5 m. Lokasi stasiun II dapat dilihat pada Gambar 4.


(38)

c. Stasiun III

Stasiun ini berada di desa Tambang Bustak Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal. Secara Geografis desa ini berada pada 00°39.374' U 099°43.068' S. Daerah ini dijumpai berbagai aktivitas masyarakat seperti mandi, cuci,kakus,dan aktivitas penambangan. Substratnya berupa pasir berbatu. Lokasi stasiun III dapat di lihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Lokasi Stasiun III d. Stasiun IV

Stasiun ini berada di Desa Dalan Lidang Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal. Daerah ini merupakan hilir atau bendungan sungai Batang Gadis memiliki kandungan bahan- bahan Terakumulasi yang sangat tinggi. Secara Geografis stasiun ini berada pada 00°48.352' U 099°34.272' S. Bendungan Batang gadis merupakan muara beberapa anak sungai yaitu sungai tawar dan sungai Aek Singolot dimana sungai Aek Singolot ini merupakan sungai yang memiliki kesadahan Tinggi. Lokasi stasiun IV dapat dilihat pada Gambar 6.


(39)

Gambar 6. Lokasi Stasiun IV

Parameter yang diamati

a. Sampel Ikan Tor sp.

Pengambilan sampel Ikan Garing dilakukan langsung di tempat penelitian dengan menggunakan Jala dengan ukuran mesh size 0,2 - 1 Inch, tanggok, dan pancing, penangkapan dilakukan pada pagi hari dan sore hari. Kemudian ikan yang tertangkap dimasukkan ke dalam toples dan diidentifikasi. Semua ikan yang tertangkap akan diukur panjang dan beratnya. Penangkapan Ikan Garing dengan menggunakan Jala Godang dan Jala Ramot dapat dilihat pada Lampiran 8.

b. Pengukuran Faktor Fisika Kimia Perairan

Pengukuran faktor Fisika Kimia perairan Sungai Batang Gadis dilakukan langsung di stasiun yang sudah ditentukan dan dilakukan setiap pengambilan sampel Ikan Garing. Pengukuruan Faktor Fisika Kimia perairan Sungai Batang Gadis dapat dilihat pada Lampiran 7.


(40)

Suhu (°C)

Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan alat termometer, dengan cara mengambil 1 ember sampel air, kemudian diamati suhunya dengan menggunakan termometer yang dimasukkan ke dalamnya, dibiarkan beberapa saat lalu dibaca skala dari termometer tersebut dan dicatat.

Potential Hydrogen ( pH)

Pengukuran pH air dilakukan dengan menggunakan pH meter. Sebelumnya dikalibrasikan dulu pH meter dengan aquades hingga netral (pH 7). Kemudian diambil 1 ember sampel air, lalu dimasukkan pH meter ke dalam sampel air, lalu dibaca nilainya dan dicatat.

Disolved Oxygen (DO) (mg/L)

Untuk pengukuran oksigen terlarut (DO) digunakan DO meter. Cara menggunakan DO meter yaitu dimasukkan DO meter ke dalam sampel air yang telah disediakan, kemudian dicatat angka skala yang tertera pada DO meter.

Biochemical Oxygen Demand (BOD) (mg/L)

Nilai BOD merupakan salah satu indikator dalam menentukan pencemaran suatu perairan yang umumnya digunakan untuk menentukan kualitas perairan. Pengukuran BOD5 dilakukan dengan menggunakan metode winkler. Sampel air yang diambil dari permukaan Sungai dimasukkan ke dalam botol winkler. Kemudian diinkubasi selama 5 hari dalam suhu 20°C. Kemudian Pengukuran nilainya seperti yang ditunjukkan pada bagan kerja pengukuran DO. Bagan kerja pengukuran BOD5 dapat dilihat pada Lampiran 1.


(41)

Total Suspended Solid (TSS)

Total suspended solid atau padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat mengendap langsung. Cara pengukurannya adalah disediakan alat yang akan digunakan yakni botol air mineral. Kemudian isi botol dengan air sampel secukupnya lalu bawa air tersebut ke Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Air dan Lingkungan (Puslit SDAL) Universitas Sumatera Utara dan dicatat hasil yang ditunjukkan oleh jarum turbidimeter.

Kedalaman

Pengukuran kedalaman yang dilakukan adalah disediakan Tali panjang dengan pemberat tutup cat , dan meteran. Masukkan Tali yang sudah dibuat pemberat tersebut ke dalam sungai, usahakan tali tegak lurus terhadap permukaan sungai. Usahakan pengukuran dilakukan pada bagian tengah sungai. Dilakukan pengukuran dibeberapa tempat.

Arus

Pengukuran arus dilakukan dengan menggunakan tali berukuran 2 m, bola duga, stopwatch, kemudian dihanyutkan begitu saja kemudian dihitung berapa kecepatannya perdetiknya.

Analisis Data

Data ikan yang diperoleh dihitung nilai kepadatan populasi, kepadatan relatif, frekuensi kehadirandan Indeks Pencemaran dengan persamaan sebagai berikut.


(42)

Kepadatan Populasi (KP)

Kepadatan Populasi merupakan jumlah individu dari suatu spesies yang terdapat dalam suatu satuan luas atau volume, perhitungan kepadatan Populasi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Barus,2004).

KP =Jumlah Individu suatu jenis/Ulangan Luas Area

Kelimpahan Relatif (KR)

Menurut Barus (2004), perhitungan kepadatan Relatif dihitung dengan menggunakan rumus, sebagai berikut :

�� = Kepadatan suatu Jenis

Jumlah Kepadatan Seluruh Jenis x 100%

Suatu habitat dikatakan cocok dan sesuai bagi perkembangan suatu organisme apabila nilai KR > 10%.

Frekuensi Kehadiran (FK)

Menurut Barus (2004) Frekuensi Kehadiran merupakan nilai yang menyatakan jumlah kehadiran suatu spesies sampling plot yang ditentukan yang dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

FK =Jumlah plot yang ditempati suatu spesies

Jumlah total plot x 100%

Keterangan nilai FK : 0 - 25 % = sangat jarang 25 – 50% = jarang

50 – 75% = sering


(43)

Indeks Pencemaran

Analisis pencemaran bahan organik berpedoman pada keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Penentuan status Mutu Air dengan Metode Indeks Pencemaran, yaitu dengan rumus sebagai berikut:

PIj = �(Cij /Lij )²M + Ci /Lij )²R 2�

Keterangan :

Pij = Indeks Pencemaran bagi peruntukan (j)

Ci = Konsentrasi parameter kualitas air hasil pengukuran

Lij = Konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan dalam baku mutu peruntukan air (j)

(Cij/Lij)M = Nilai Cij/Lij maksimum (Cij/Lij)R = Nilai Cij/Lij rata-rata

Hubungan indeks pencemaran dengan mutu perairan disajikan sebagai berikut :

0 ≤Pij ≤1,0 = memenuhi baku mutu (kondisi baik) 1,0 < Pij ≤5,0 = tercemar ringan

5,0 < Pij ≤10 = tercemar sedang Pij > 10,0 = tercemar berat

Sedangkan Pengelolaan Sumberdaya air mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 42 tahun 2008 tentang Pengelolaan sumberdaya air. Sedangkan Pengelolaan Kualitas air berpacu pada PP. No. 82 Tahun 2001.


(44)

Sumber: PP. No. 82 Tahun 2001

Sedangkan Pengelolaan Pengelolaan Sumberdaya air mengacu pada peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2008.

Fisika

1 Suhu 25,5 - 28,2 °C Deviasi 3 28 °C – 32 °C

2 Kecerahan 1,97 - 3,15 m - 2 m

Kimia

3 DO 7,41 - 7,77 mg/L 4 mg/L ≥ 5 mg/L

4 pH 6,8 - 8,2 6 - 9 6,8 – 8,5


(45)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Identifikasi Ikan Tor sp.

Dari penelitian yang telah dilakukan di perairan Sungai Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal diperoleh hasil sebanyak 59 Ikan Tor yaitu jenis ikan Garing. Dahulunya ikan Garing (Tor sp.)ini sangat banyak terdapat di Sungai Batang Gadis yang merupakan ikan yang di istimewakan di daerah ini namun sekarang mengalami penurunan setelah banyaknya aktivitas masyarakat disepanjang sungai ini.

Ikan Garingmerupakan ikan air tawar yang hidupnya pada perairan yang berarus.Ikan Garingyang tertangkap di sungai Batang Gadis memiliki ciri-ciri morfologi yang terdiri dari sisik berwarna hitam keperakan, kuning keperakan dan tubuhnya pipih memanjang, moncong agak meruncing, mulut tebal, serta memiliki tekstur daging yang tebal.Ikan Garing (Tor sp.)yang terdapat di Sungai Batang Gadis ada 2 jenis yaitu jenis Tambra dan Soro. Pada sirip ikan Garing terdapat ukuran sirip duburnya lebih pendek dari sirip punggung dengan jumlah linea lateralisnya (TL 1000 L.l) 27 sisik, dan jumlah linealateralisnya (TL 1000 L.1) dengan jumlah sisik 23.Panjang ikan GaringTorsp. ± 10,8 – 23,5 cm dan beratnya mencapai 1 kg. Ikan Garing yang tertangkap pada stasiun penelitian dapat dilihat pada Lampiran 6.


(46)

Ikan Garing (Tor sp.)

Nilai Kepadatan Populasi (KP)

Berdasarkan hasil analisis data lapangan Kepadatan Populasi ikan Garingdiperoleh total rata-rata Kepadatan Populasi (KP) seperti pada Gambar 9.

Gambar 9.Grafik Rata-rata Kepadatan Populasi (KP)setiap stasiun Penelitian.

Berdasarkan Gambar 9 diatas dapat diperoleh bahwa Rata-rata Kepadatan Populasi (KP) tertinggi dari setiap stasiun Penelitian terdapat pada stasiun II sebesar 0,0007 Ind/m². Sedangkan Rata-rata Kepadatan Populasi yang terendah terdapat pada stasiun I sebesar 0,0001 Ind/m².

Kelimpahan Relatif (KR)

Berdasarkan hasil analisis data lapangan Kelimpahan Relatif (KR)ikan Garing diperoleh total rata-rataKelimpahan Relatif (KR) seperti pada Gambar 10.

Gambar 10.Grafik Rata-rata Kelimpahan Relatif (KR) pada setiapstasiunPenelitian. 0,0001 Ind/m² 0,0007 Ind/m² 0,0003

Ind/m² 0,0002 Ind/m²

0 0.0005 0.001

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Kepadatan Populasi (KP) Ikan Garing (Tor sp.)

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 2% 18,5% 3% 2,5% 0 5 10 15 20

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

Kelimpahan Relatif (KR) Ikan Garing (Tor sp.) Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4


(47)

Berdasarkan Gambar 10 dapat diperoleh bahwa Rata-rata Kelimpahan Relatif (KR) tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 18,5%.Sedangkan Rata-rata Kelimpahan Relatif (KR) terendah terdapat pada stasiun I sebesar 2%.

Frekuensi Kehadiran (FK)

Berdasarkan hasil analisis data lapangan Frekuensi Kehadiran (FK) ikanGaring diperoleh total rata-rata Frekuensi Kehadiran (FK) seperti pada Gambar 11.

Gambar 11. Grafik Rata-rata Frekuensi Kehadiran (FK) pada setiapstasiun penelitian.

Berdasarkan Gambar 11 dapat diperoleh bahwa Rata-rata Frekuensi Kehadiran (FK) IkanGaring terendah pada stasiun I, III dan IV diperoleh nilai terendah sebesar 9-26%.Pada stasiun II memiliki nilai Rata-rata Frekuensi tertinggi sebesar 73%.

Dari keempat stasiun penelitian dapat diketahui bahwa stasiun yang memiliki kelimpahan ikan Garing tertinggi yaitu pada stasiun II sebanyak 1992,29 Ind/m². Sedangkan Kelimpahan Ikan Garing terendah berada pada stasiun I sebanyak 240 Ind/m². Perbandingan seluruh Kelimpahan ikan Garing dapat dilihat pada Gambar 12.

9% 73% 47.00% 26% 0% 20% 40% 60% 80%

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

Frekuensi Kehadiran (FK) Ikan Garing (Tor sp.) Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4


(48)

Gambar 12. Grafik Rata-rata Total IkanTor sp. pada setiap stasiun Penelitian

Ikan Garing (Tor sp.) ditangkap dengan menggunakan Jala Ramot dan Jala Godang dapat dilihat pada Lampiran 5.

Faktor Fisik-Kimia Perairan Sungai Batang Gadis

Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan kondisi perairan SungaiBatang Gadis diperoleh nilai faktor fisik-kimiadapat dilihat pada Tabel 5.

240 Ind/m² 1992,29 Ind/m² 980 Ind/m² 648,14 Ind/m² 0 1000 2000 3000

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

Jumlah Ikan Garing (Tor sp.) setiap stasiun Penelitian

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Parameter Fisik-Kimia Satuan Stasiun

1 2 3 4 Rerata

Suhu °C 18-19 23-25 23-24 25-26 21,5

pH - 5,7-7,6 5,3-7,1 4,7-6,8 4,5-6,7 6,15

DO mg/l 6,3-7,2 6,8-6,9 5,0-5,1 4,9-5,7 5,9

BOD5 mg/l 1,7-2,09 2,5-2,7 3,2-3,6 3,5-3,8 33,7

Kekeruhan NTU 9,3-11,4 12,3-14,1 33,1-48,5 24,8-55,2 52,8

Kedalaman Cm 45-50 65-100 50-65 80-200 -


(49)

Pembahasan

Ikan Garing(Tor sp.)

Dari penelitian yang telah dilakukan di perairan Sungai Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal diperoleh ikan Garing sebanyak 59ekormerupakan dari suku cyprinidae dan ordo cypriniformes sedangkan ikan Tor lainnya tidak ditemukan karena dahulunya ada salah satu ikan Tor yang di benihi oleh pemerintah sehingga sekarang sangat sulit didapatkan lagi, karena masyarakat di Mandailing Natal masih sangat awam dan tidak mengerti dengan jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi sehingga tidak ada kepedulian terhadap kelestarian ikan Tor jenis lainnya.

Ikan Garingmemiliki panjang ± 10,8 – 26,3 cm dan beratnya mencapai 1 kg, sisik hitam, dan memiliki tekstur lembutdengan daging yang enak. Apabila suhuair dingin maka ikan Garingakan menghindar dan sangat sulit di temukan. Menurut Cholik dkk (2005) IkanTor sp.hanya bisa hidup pada air jernih yang terus mengalir deras dengan suhu relatif 21-24°C. Kebiasaan dari ikan iniberkelompok dan beriring atau sering disebut dengan istilah schooling.

Ikan Garingmerupakan ikan air tawar yang pergerakannya cepat sehingga dibutuhkan orang yang pandai menangkap ikan Garingdi Sungai Batang Gadis karena sungai ini sangat panjang, dan sebagian besar ikanberenang mencari tempat yang aman, seperti berenang ke bawah batuan yang besar ada juga di lubuk yang merupakan tempat berkumpulnya ikan.

Pada kegitan Lubuk larangan yang diselenggarakan setiap tahunnya Ikan Garingini merupakan buruan setiap orang. Jala yang digunakan untuk menangkap ikan Garingbiasanya digunakan jala ramot dan jala godang. Jala ramot memiliki


(50)

diameter tebar 2 m biasanya jala ini digunakan untuk menangkap semua jenis ikan baik yang ukuran kecil maupun berukuran besar, sedangkan jala Godangdigunakan untuk menangkap ikan berukuran yang besar dan memiliki diameter tebar 2,5m.Sedangkan jumlah mata cincing jala Godang normalnya adalah 900 biji, sedangkan jala Ramot 1200 biji, Jala Godang memiliki ukuran 1 Inch dan Jala Ramot 0,2 Inch.

Sedangkan ikan Garing Jenis Tor tambramemiliki panjang ± 14,3-16,5 cm dengan berat 95 gr. Ikan jenis ini sangat banyak ditemukan tidak seperti ikan Garing jenis Tor soro. Hidup ikan Garingjuga sangat dipengaruhi oleh arus dan umumnya ikan ini juga sering ditemukan pada daerah lubuk sama juga seperti ikan Garing. Menurut (Haryono, 2006)untuk membedakan jenis kerabat ikan Tor tambra yang berasal dari Indonesia sementara ini masih berdasarkan ada tidaknya cuping pada bibir bawah dan ukuran cuping itu sendiri.

Makanan ikan Garing(Tor sp.)biasanya lumut ataupun hewan air lainnya seperti Plankton ataupun sisa makanan yang telah halus di dalam air. Ikan Garing merupakan hewan omnivora sehingga ikan Garingbisa berenang dan mencari makan sejauh mungkin dan apabila terdapat lubuk pada sungai maka ikan akan tetap bertahan di lubuk untuk menghindari mangsa yang akan menangkapnya.Menurut Kusuma, 1995 dalam Cholik, dkk., 2005 menyatakan Kebiasaan makan alami ikanTor sp. bersifat omnivora diantaranya tumbuhan, buah Ficus sp., serangga, kepiting, udang, keong-keongan dan lumut-lumutan. Selain itu ikan ini aktif makan pada malam hari.

Ikan Garingjuga merupakan ikan yang sangat istimewa dan unik karena merupakan makanan untuk menjamu raja-raja zaman dulu. Ikan Garing setelah 1


(51)

tahun akan berubah nama menjadi ikan Mera karena struktur tubuhnya yang berubah menjadi sisik kemerahan sehingga orang sering menyebutnya ikan Mera. Ikan Mera ini biasanya mempunyai panjang ± 50 cm dengan berat mencapai 2 kg.

Kepadatan Populasi (KP) Ikan Garing (Tor sp.)

Kepadatan populasi (KP) terendah pada stasiun I sebanyak 0,0001 ind/m² dan jumlah Ikan Garingberkisar 240 Individu, hal ini disebabkan karena pada stasiun ini merupakan daerah kontrol dan kondisi habitat dan lingkungannya yang sangat dingin sehingga sangat sedikit ikan yang ada pada stasiun ini.

Kemudian stasiun II memiliki Kepadatan populasi (KP) tertinggi sebesar 0,0007 ind/m² dengan jumlah Ikan Garing berkisar 1992,29 Individu.Stasiun II merupakan tempat masyarakat melakukan aktivitas sehari-hari seperti MCK(mandi, cuci, kakus). Sepanjang stasiun II ini memiliki banyak sekali Lubuk yakni sungai yang memiliki kedalaman hampir 1-2 m dan bahkan di dekat kawasan Lubuk larangan. Lubuk pada stasiun ini termasuk dalam sehingga memungkinkan tempat berkumpulnya ikan, dan tidak ada aktivitas masyarakat yang mengganggu kehidupan ikan Garing Selain itu sebelum daerah lubuk ini adanya masyarakat yang memanfaatkan sungai sebagai kegiatan MCK setiap harinya seperti membuang makanan sisa ke sungai yang lama kelamaan menjadi halus didalam air dan merupakan makanan bagi ikan Garingyang berada di daerah lubuk.

Selain itu adanya kegiatan masyarakat di stasiun ini yang menggunakan detergen, sabun, dan kakus di sungai langsung sangat mempengaruhi terhadap kualitas air pada stasiun ini dan kehidupan ikan.Menurut Santi Soraya (2009) menyatakan bahwa deterjen adalah salah satu produk komersial yang digunakan


(52)

untuk menghilangkan kotoran pada pakaian, dalam detergen terdapat surfaktan yang tidak dapat didegradasi oleh mikroorganisme sehingga menimbulkan busa pada perairan menyebabkan menurunnya tingkat transfer oksigen ke dalam air.

Selain itu, limbah sabun dan shampoo juga merupakan limbah yang langsung di buang ke sungai juga menurunkan kualitas air dan mempengaruhi organisme dalam air terutama ikan Garing.Menurut Komarawidjaja (2004) juga menyatakan bahwa hal tersebut terjadi karena sabun banyak mengandung bahan untuk menurunkan tekanan permukaan (surfaktan) sehingga air akan mampu membilas dan membasuh seluruh permukaan benda yang dicuci.

Winarno (1984) juga menyatakan bahwa sabun berasal dari lemak (lemak hewan, minyak kelapa sawit, minyak kelapa) yang dipanaskan dengan logam alkali (lindi natron atau lindi kali). Dampak penggunaan deterjen dapat menimbulkan eutrofikasi (pengayaan zat hara), dan ini akan merangsang pertumbuhan biota nabati air yang tidak diinginkan. Meningkatnya kandungan nitrogen dan fosfor akibat eutrofikasi akan menetukan keberadaan fitoplankton didalam air yang merupakan makanan bagi ikan. Menurut Effendi dalam Solihati (2013) menyatakan bahwa sumber nitrogen yang dimanfaatkan oleh tumbuhan adalah nitrat dan amonia yang merupakan sumber utama nitrogen diperairan, dan Setiadi (2007) juga menyatakan bahwa jika fosfor yang tersedia cukup, kandungan nitrogen yang tinggi akan menentukan produksi fitoplankton.

Adanya kegiatan Kakus yang langsung di Sungai sangat merusak pemandangan terutama untuk kehidupan ikan Garingyang berada di dalamnya dan juga terhadap kualitas air. Sesuai dengan pernyataan Lutfi dalam Dix (1981) menyatakan bahwa limbah cair terdiri atas 99,9% bentuk cair yang meliputi bahan


(53)

organik, anorganik, padatan tersuspensi, koloida, padatan terlarut dan mikroorganisme. Bahan organik meliputi kertas, tinja, urin, sabun, lemak, deterjen dan sisa makanan. Sedang bahan anorganik, seperti amonia dan garam garam amonium yang antara lain merupakan derivat dari dekomposisi tinja, urin dan nitrat.

Namun meskipun banyaknya ditemukan aktivitas masyarakat di sepanjang stasiun II masih banyak di temukan ikan Garing hal ini karena pada stasiun II memiliki arus yang cepat dan masih termasuk hulu Sungai Batang Gadis sehingga memungkinkan semua limbah ataupun kotoran yang dibuang ke sungai langsung hanyut.

Sedangkan pada stasiun III memilki Kepadatan Populasi (KP) sebesar 0,0003 Ind/m² dengan jumlah Ikan Garing berkisar 980 Individu.Hal ini disebabkan karena adanya aktivitas masyarakat terutama MCK (mandi, cuci, kakus) dan penambangan emas yang berlebihan menyebabkan terjadinya pendangkalan setiap badan sungai.Dahulunya stasiun III ini termasuk dikatakan memiliki ikan Garingyang banyak. Setelah penambangan emas yang dilakukan terus menerus memberikan perubahan yang sangat drastis terutama terhadap kualitas air yang menyebabkan kekeruhan.Meningkatnya aktivitas manusia untuk memanfaatkan potensi yang ada di sungai Batang Gadis ini seperti penambangan emas tanpa izin (PETI) penambangan pasir/batu kerikil menyebabkan terganggunya daur hidup dari organisme yang ada diperairan tersebut.

Disamping itu, masyarakat yang tinggal di sepanjang daerah aliran sungai Batang Gadis ini sulit untuk mendapat ikan Garing.Terjadinya pendangkalan yang terjadi menyebabkan terganggunya habitat ikan Garingselain itu ada juga


(54)

ditemukan berbagai keluhan masyarakat yang menggunkan stasiun III ini sebagai tempat mandi dan kegiatan mencuci adanya ditemukan penyakit gatal-gatal.Pengolahan emas tradisional yang terdapat pada stasiun III ini dengan menggunakan bahan merkuri juga sangat meresahkan masyarakat karena limbahnya langsung dibuang ke sungai.Para penambang menggunakan merkuri sebagai pengikat emas (dalam bentuk amalgam) yaitu dengan mencampur bijih emas dengan merkuri untuk membentuk amalgam dengan media air.Sesuai dengan pernyataan Anas (2010) menyatakan Hasil dari penambangan ini adalah bijih emas dan limbah berupa merkuri yang mencemari air dan tanah, serta dampaknya yang sangat berbahaya bagi kesehatan khususnya masyarakat sekitarnya.

Sedangkan pada stasiun IV memiliki Kepadatan Populasi (KP)sebesar 0,0002 Ind/m² dengan Jumlah Ikan Garing berkisar 648,14 individu. Hal ini dikarenakan karena pada stasiun IV ini merupakan pertemuan beberapa Sungai dan merupakan Bandungan Sungai Batang Gadis. Pertemuan beberapa anak sungai yang bermuara ke Bendungan Batang Gadis diantaranya ada sungai yang memiliki kesadahan yang tinggi dimana ikan tidak bisa hidup di dalamnya.Semakin banyaknya kandungan bahan limbah organik mapun non organik terlarut di hasilkan oleh beberapa sungai yang bermuara pada bendungan Batang Gadis ini menyebabkan kualitas airnya menurun serta terjadinya pengadukan.

Keberadaan Ikan Garingpada stasiun ini sangat sulit di dapat karena arusnya yang tinggi sehingga pergerakan airnya lambat.Stasiun IV ini merupakan muara beberapa Sungai yang berada di Mandailing Natal dengan substratnya


(55)

lumpur.Ikan Garingyang berada pada Stasiun IV berbeda, ukuran tubuhnya yang sangat kecil mencapai ± 6,7-10,5 cm.Sebagian besar ikan Garing di stasiun ini terbawa hanyut dari anak sungai Batang Gadis yang bermuara ke Bendungan Sungai Batang Gadis.Selain itu Banyaknya limbah penduduk terutama MCK (mandi, cuci, kakus), pertanian, penambangan emas dan industri kecil lainnya menyebabkan kualitas airnya menurun.

Arus sangat berpengaruh terhadap kehidupan ikan Garing, arus pada stasiun IV sangat tinggi dan pergerakan airnya lambat sehingga ikan Garing yang terdapat pada stasiun IV sedikit, karena ketahanan hidup ikan Garing sangat berpengaruh terhadap arus, disamping itu kedalaman juga sangat berpengaruh terhadap ikan Garing, semakin dalam dasar Bendungan Sungai Batang Gadis menyebabkan ikan Garing sulit betahan hidup dan ikan Garing justru akan berenang mencari tempat yang memiliki arus deras.

Sesuai dengan pernyataan Mulya (2004) juga menyatakan bahwa Kedalaman dan kecepatan arus bervariasi menurut panjang dan lebar Sungai.Semakin ke hilir kedalaman air biasanya semakin tinggi dan kecepatan arusnya mempengaruhi kehidupan ikan diperairan tersebut.

Menurut Johan dkk (2011) juga menyatakan bahwa Kecepatan arus memegang peranan penting karena dapatmempengaruhi parameter lingkungan lainnya serta berperan dalam menentukan tingkatakulamulasi bahan pencemar pada suatu perairan.Arus yang cepat dapat mengangkut bahan-bahan pencemar seperti parikel-partikel lumpur dengan segera terbawa bersama arus dan begitu juga sebaliknya apabila perairan yang kecepatan arusnya lambat dasar perairannya cendrung berlumpur.


(56)

Hasil limbah penambangan emas illegal yang dibuang langsung ke Sungai Batang Gadis dan bermuara di Bendungan Sungai Batang Gadis juga sangat berpengaruh terhadap kelimpahan ikan Garing. Bendungan Batang Gadis merupakan tempat bermuaranya semua anak sungai yang berada di Mandailing natal sehingga kualitas air pada Bendungan Sungai Batang Gadis sangat kotor. Karena tidak adanya instalasi pengolahan lumpur sisa olahan sebelum dibuang ke sungai yang mengandung merkuri sangat berpengaruh terhadap kehidupan ikan Garing. Meningkatnya pembuangan limbah tambang emas illegal yang mengandung merkuri pada hulu Sungai Batang Gadis yang bermuara ke Bendungan Sungai Batang Gadis akan sangat berpenagruh terhadap ketersediaan ikan di dalamnya terutama ikan Garing yang nerupakan ikan yang di istimewakan dan perkembangan ikan Garing

Merkuri merupakan racun pada perairan yang memberikan dampak negatif terhadap kesehatan manusia terutama masyarakat Mandailing Natal yang berada pada stasiun IV ini dan juga terhadap organisme di dalamnya.Sesuai dengan pernyataan Anas (2010) menyatakan pencemaran merkuri mempunyai pengaruh terhadap ekosistem setempat yang disebabkan oleh sifatnya yang stabil dalam sedimen, kelarutannya yang rendah dalam air dan kemudahannya diserap dan terakumulasi dalam jaringan tubuh organisme air, baik melalui proses bioakumulasi maupun biomagnifikasi yaitu melalui rantai makanan. Lingkungan yang terkontaminasi oleh merkuri dapat membahayakan kehidupan manusia karena adanya rantai makanan. Merkuri terakumulasi dalam mikro-organisme yang hidup di air (sungai, danau, laut) melalui proses metabolisme.


(57)

Kelimpahan Relatif (KR)

Kelimpahan Relatif (KR) pada stasiun I sebesar 2% Menurut Barus (2004), apabila diperoleh nilai bahwa Suatu habitat dikatakan cocok dan sesuai bagi perkembangan suatu organisme apabila nilai KR >10% Kelimpahan Relatif pada stasiun I sebesar 2%dapat dinyatakan bahwa habitatnya tidak sesuai pada stasiun I untuk kehidupan ikan Garing.

Kelimpahan Relatif (KR) pada stasiun II sebesar 18,5%,dan dapat dinyatakan bahwa pada stasiun I ini merupakan tempat habitat yang sesuai untuk kehidupan Ikan Garing. Hal ini disebabkan karena pada stasiun ini banyak terdapat lubuk yang merupakan tempat berkumpulnya ikan. Pada stasiun II ini juga ditemukan aktivitas masyarakat terutama MCK (mandi,cuci,kakus) sehingga banyaknya makanan yang terbuang ke sungai menjadi makanan bagi ikan terutama ikan Garing.

Kelimpahan Relatif (KR) stasiun III sebesar 3% dikatakan sangat sedikit stasiun ini merupakanhabitat yang masih sesuai untuk Ikan Garing.Hal ini disebabkan karena adanya pendangkalan secara terus menerus sehingga berpengaruh terhadap jumlah ikan Garingjuga mempengaruhi terhadap habitat hidup ikan Garing sebagai ikan yang diistimewakan dan dikerabatkan di wilayah ini.

Sedangkan pada stasiun IV diperoleh Kelimpahan Relatif (KR) sebesar 2,5% masih dapat dikatakan habitatnya sesuai meskipun pada stasiun IV ini merupakan daerah Bendungan Sungai Batang Gadis.Dalam hal ini di karenakan


(58)

meskipun banyaknya bahan yang terbuang di dalamnya tetapi masih ada ditemukan ikan Garingyang terbawa hanyut dari setiap anak sungai Batang Gadis yang bermuara ke bendungan Batang Gadis.Selain itu karena memiliki kedalaman yang sangat dalam sehingga jala yang di tebarkan hanya bisa menangkap ikan Garingyang berada pada kedalaman tertentu.

Frekuensi Kehadiran (FK)

Frekuensi Kehadiran (FK) pada stasiun I sebesar 9%, menurut Barus (2004) menyatakan bahwa jumlah kehadiran suatu spesies dikatakan sering muncul apabila diperoleh nilai Frekuensi Kehadiran (FK) sebesar 50 - 75%. Sedangkan jika nilai FK 0 - 25 %makadapat dikatakan bahwa Frekensi Kehadiran spesies sangat jarang. Frekuensi Kehadiran Ikan Garingpada stasiun I dapat dikatakan sangat jarang. Hal ini juga sangat dipengaruhi oleh suhu yang sangat rendah yakni 19°C dan kedalaman pada stasiun I sangat dangkal sehingga ikan Garingpada stasiun ini sangat sedikit.

Pengaruh suhu secara tidak langsung dapat menentukan stratifikasi massa air, stratifikasi suhu di suatu perairan ditentukan oleh keadaan cuaca dan sifat setiap perairan seperti pergantian pemanasan dan pengadukan, pemasukan atau pengeluaran air, bentuk dan ukuran suatu perairan. Menurut Cholik,dkk (2005)

Ikan Garing hanya bisa hidup pada air jernih yang terus mengalir deras dengan suhu relatif 21-24°C.

Kenaikan suhu perairan juga menurunkan kelarutan oksigen dalam air, memberikan pengaruh langsung terhadap aktivitas ikan disamping akan menaikkan daya racun suatu polutan terhadap organism perairan. Suhu air


(59)

berkisar antara 35-40°C merupakan suhu kritis bagi kehidupan organisme yang dapat menyebabkan kematian.

Frekuensi Kehadiran (FK) pada stasiun II sebesar 73% menurut Barus (2004) dinyatakan sering, sehingga pada stasiun II memiiki Kelimpahan ikan Garingtertinggi di Sungai Batang Gadis yakni 1992,29 Individu. Pada stasiun terdapat beberapa aktivitas kebiasaan masyarakat seperti MCK(mandi,cuci,kakus). Banyaknya bahan yang terbuang oleh aktivitas masyarakat menyebabkan nutrien dalam perairan meningkat.

Frekuensi Kehadiran (FK) ikan Garingpada stasiun III sebesar 47% menurut Barus (2004) dapat juga dikatakan jarang. Hal ini disebabkan karena pada stasiun III ini merupakan tempat masyarakat selain mandi,cuci,kakus (MCK) yaitu adanya kegiatan penambangan ilegal yangsangat meresahkan. Dahulunya ketersediaan Ikan Garingdi stasiun ini sangat banyak, dengan adanya kegiatan penambangan ilegal yang terus menerus sehingga mengikis semua pinggiran dan kedalaman Sungai Batang Gadis, yang dahulunya dalammenjadi sangat dangkal.

Kegiatan penambangan yang menggunakan bahan merkuri atau raksa yang sering digunakan di Sungai Batang Gadis menyebabkan ketersedian Ikan Garing menurun, ditemukannya jenis Ikan Garingdengan panjang ± 14,3 cm dengan berat 0,5 kg dan warna sisik Ikan Garingmemiliki warna yang agak kecoklatan, sedangkan efek yang ditimbulkan karena kualitas air akibat aktivitas mandi,cuci,kakus (MCK) dan penambangan terus menerus yang sangat mengkhawatirkan pada stasiun III ditemukan beberapa keluhan beberapa masyarakat seperti gatal-gatal.Selain merkuri yang terbuang ke stasiun III ini


(60)

ditemukan warna air yang sangat coklat mengandung minyak yang merupakan aktivitas penambangan emas.

Menurut Subanri (2008) menyatakan bahwa merkuri yang terbuang ke sungai, pantai atau badan air dapatmengkontaminasi ikan dan makluk air lainnya, termasuk ganggang dantumbuhan air. Selanjutnya ikan-ikan kecil dan makluk air lainnya akandimakan oleh ikan-ikan atau hewan air lainnya yang lebih besar. Ikan - ikandan hewan air tersebut kemudian dikonsumsi manusia sehingga manusiapundapat mengumpulkan merkuri dalam tubuhnya.

United State-Food DrugAdministration (US-FDA) merupakan batasan kandungan merkurimaksimum adalah 0,005 ppm = 0,005 mg/kg untuk air dan 0,5 ppm = 0,5mg/kg untuk ikan sedangkan World Health Organization (WHO)menetapkan batasan maksimum yang lebih rendah, yaitu 0,0001 ppm =0,0001 mg/l untuk air dan 0,50 ppm = 0,50 mg/kg untuk ikan. Uap logammerkuri mempunyai kapasitas tinggi untuk terdifusi melalui paru-paru kedalam darah, kemudian ke otak, yang dapat mengakibatkan kerusakan system saraf pusat.Biasanya merkuri organik dalam bentuk komponen tidak tinggaldi dalam tubuh untuk waktu yang cukup lama sehingga tidak terakumulasi dalam jumlah yang membahayakan.

Frekuensi Kehadiran (FK) pada stasiun IV sebesar 26% pada stasiun IV dapat dinyatakan Frekuensi Kehadiran (FK) nya jarang. Dapat disimpulkan bahwa pada stasiun IV merupakan buangan semua aliran sungai yang menyebabkan Ikan Garingsulit berkembang karena kondisi airnya yang kotor. Dan cahaya sangat sangat sulit masuk kedalam perairan. Lawrence et al. (2000) dalam Madju, 2012 menyatakan bahwa ketersedian nutrien, cahaya, pengadukan,masa tinggal air


(61)

(water residence time) dan suhu adalah faktor utama yang menentukan pertumbuhan dan komposisi fitoplankton di waduk. Unsur hara anorganik terutama fosfor dan nitrogen adalah material yang merupakan faktor penentu dalam kaitannya dengan produktivitas primer perairan.Kedua nutrient anorganik ini, terutama fosfor memiliki peranan yang sangat nyata, karena dapat mempercepat meningkatnya produktivitas primer perairan.

Faktor Fisik-Kimia Perairan Sungai Batang Gadis Suhu (°C)

Dari hasil pengamatan kualitas air yang diperoleh secara umum masih mendukung kehidupan ikan Garing dan dapat diketahui dari beberapa parameter kualitas air dari setiap stasiun. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh suhu dari masing-masing stasiun diperairan Sungai Batang Gadis berkisar 19 - 25°C dengan suhu dengan kisaran 24,5°C.Kisaran suhu terendah pada stasiun I sekitar 19,13°C dan suhu tertinggi berada pada stasiun IV sebesar 25 - 26°C karena letak daerah yang rendah dan merupakan pusat atau kabupaten kota Mandailing Natal.

Sesuai Haetami dkk, (2005) juga menyatakan pengaruh suhu secara tidak langsung dapat menentukan stratifikasi massa air, stratifikasi suhu di suatu perairan ditentukan oleh keadaan cuaca dan sifat setiap perairan seperti pergantian pemanasan dan pengadukan, pemasukan atau pengeluaran air, bentuk dan ukuran suatu perairan.

pH (Potential Hydrogen)

Nilai pH dari masing-masing stasiun di perairan Sungai Batang Gadis berkisar 4,7-7,6. Tingginya pH pada stasiun I disebabkan daerah ini belum ada


(62)

aktivitas yang menghasilkan senyawa organik.Rendahnya pH yang terdapat pada stasiun III dan IV disebabkan banyaknya aktivitas penduduk dan kegiatan penambangan emas yang membuang limbah merkuri langsung ke sungai dalam jumlah besarsetiap harinya, juga merupakan salah satu penyebab kekeruhan pada air yang sangat berpengaruh di dalamnya.Kisaran pH diperairan ini masih mendukng kehidupan ikan yang hidup di dalamnya menurut Michael (1999), dalam Surbakti (2009) menyatakan bahwa kehidupan di dalam air masih dapat bertahan bila perairan mempunyai kisaran pH 5-9.

Sesuai dengan pernyataan Barus (2004) setiap spesies memiliki toleransi yang berbeda terhadap pH. Nilai pH ideal bagi kehidupan organisme aquatik termasuk plankton pada umumnya berkisar antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadiya gangguan metabolisme dan respirasi. Disamping itu pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya akan mengancam kelangsungan hidup organisme aquatik. Sementara pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam air akan terganggu, dimana kenaikan pH diatas normal akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme.

Oksigen Terlarut (DO)

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh oksigen terlarut dari setiap stasiun penelitian berkisar 4,9-7,2 mg/l. Tingginya nilai oksigen terlarut pada stasiun I disebabkan daerah ini merupakan daerah yang minim aktivitas masyarakat dan daerah kontrol. Nilai oksigen terlarut terendah terdapat pada


(63)

stasiun III dan stasiun IV sebesar 4,3 mg/l. Rendahnya oksigen terlarut pada stasiun III dan IV ini karena tingginya aktivitas masyarakat yang membuang limbahnya langsung ke sungai Batang Gadis, sehingga dibutuhkan oksigen untuk menguraikan senyawa pada stasiun tersebut. Menurut Afianto dan Evi (1993) menyatakan beberapa jenis ikan mampu bertahan hidup pada perairan dengan konsentrasi oksigen terlarut 3 mg/l. Namun demikian minim yang terdapat diterima oleh beberapa jenis ikan untuk dapat hidup dengan baik adalah sebesar 5 mg/l.

BOD5 (Biochemical Oxygen Demand )

Nilai BOD5 dari masing-masing stasiun di perairan Sungai Batang Gadis berkisar antara 1,7-3,8 mg/l. Nilai BOD5 terendah terdapat pada stasiun I sebesar 2,09 mg/l dan BOD5 tertinggi berada pada stasiun IV sebesaar 3,8 mg/l. Rendahnya nilain BOD5 pada stasiun I ini disebabkan daerah ini merupakan daerah yang bebas dari aktivitas masyarakat atau daerah kontrol sehingga jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan senyawa organik itu rendah. Tingginya nilai BOD5 pada stasiun IV karena daerah ini merupakan daerah bendungan yang didalamnya banyak kandungan bahan organik beban terlarut dan merupakan muara banyak anak sungai.Kristanto (2002) menyatakan BOD menunjukkan umlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk menguraikan atau mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air. Effendi (2003), BOD5 merupakan gambaran kadar bahan organik yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik dalam air.


(64)

Kekeruhan

Kekeruhan terendah terdapat pada stasiun I sebesar 11,7 NTU, hal ini karena tidak adanya aktivitas pada daerah ini dan merupakan kontrol. Sedangkan kekeruhan paling tinggi berada pada stasiun III dan stasiun IV.Pada stasiun ini di temukan kegiatan MCK masyarakat dan penambangan emas ilegal yang menyebabkan warna air berubah dan kotor.Sedangkan pada stasiun IV karena merupakan muara semua sungai yang berada di Mandailing Natal.

Kedalaman

Nialai kedalaman masing-masing stasiun penelitian di perairan Sungai Batang Gadis berkisar 45-200 m. Keberadaan ikan Garing pada sungai Batang Gadis sangat dipengaruhi kedalaman karena semakin dalam suatu daerah di Sungai maka semakin banyak di temukan ikan Garing, sedangkan pada kedalaman yang dangkal sangat sulit ditangkap dan hanya jumlah yamg sedikit yang ada.

Menurut Sahlan (2014) menyatakan bahwa dahulunya tahun 1940-1950 debit Sungai Batang Gadis memiliki luas ± 20 m³/det,pada tahun 1950-1990 mencapai ± 18 m³/det, sedangkan pada tahun 2000-an mengalami penyusutan menjadi ± 10 m³/det. Setiap tahunnyarata-rata penyusutan debit air setiap 10 tahunnya sebesar 0,3 m³ pertahunnya.


(65)

Kecepatan arus setiap aliran air sungai berbeda-beda.Hal ini dikarenakan kondisi fisik dan lokasi sungai yang berbeda. Sungai Batang Gadis memiliki kecepatan Arus berkisar antara 0,03 – 0,09 m/det. Kecepatan arus pada sungai Batang Gadis sangat mempengaruhi terhadap kehidupan ikan Garing. Menurut Nurfiani (2011) kecepatan arus akan bepengaruh terhadap distribusi ikan.

Indeks Pencemaran

Berdasarkan hasil perhitungan beban pencemaran di Sungai Batang Gadis yang berasal dari aktivitas MCK masyarakat dan penambangan memberikan masukan beban pencemaran bahan organik yang paling tinggi.Beban pencemaran bahan organik yang tinggi ditandai dengan tingginya beban pencemaran parameter BOD.

Pada stasiun I diperoleh nilai indeks pencemaran sebesar 0,99 dapat dinyatakan bahwa pada stasiun I memenuhi baku mutu dengan kondisi baik dan tidak tercemar. Pada stasiun II diperoleh nilai indeks pencemaran sebesar 1,42 dan tergolong tercemar ringan. Sedangkan pada stasiun III diperoleh indeks pencemarannya sebesar 6,6 dan tergolong tercemar sedang.Sedangkan pada stasiun IV diperoleh nilai indeks pencemarannya sebesar 7,9 dan tergolong tercemar sedangstasiun ini merupakan muara banyak anak sungai.

Dengan kondisi yang demikian maka kehidupan ikan Garingyang terdapat di sungai Batang Gadis akan semakin terganggu apabila aktivitas masyarakat semakin meningkat terutama pembuangan limbah yang langsung ke sungai dan gangguan terhadap kesehatan, selain itu dapat merusak ekosistem serta kualitas perairan. Sesuai dengan Delgado diacu oleh Agustina, dkk (2012) aktivitas industri, limbah perkotaan di sepanjang perairan dapat memberikan dampak buruk


(66)

terhadap perairan tersebut yang ditandai dengan masuknya sejumlah beban pencemar termasuk logam berat ke dalam lingkungan perairan yang menyebabkan terganggunya ekosistem dan degradasi lingkungan.

Sesuai dengan peraturan Pemerintah RI nomor 42 Tahun 2008 juga menyatakan tentang pengelolaan sumberdaya air terdapat pada pasal 5 yang berbunyi kebijakan pengelolaan sumberdaya air mencakup asfek konservasi sumberdaya air yang ditujukan dengan mempertahankan kondisi lingkungan masing-masing.

Pengelolaan Manajemen Sumberdaya Perairan Sungai Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal

Berdasarkan pengamatan terhadap Kualitas air sungai sungai Batang gadis ditemukan beberapa stasiun yang mengalami pencemaran diantaranya tercemar ringan pada stasiun II, dan pada stasiun III dan stasiun IV tergolong tercemar sedang. Sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 82 tahun 2001 menyatakan bahwa Sungai Batang Gadis masih dapat digunakan untuk bahan baku, budidaya air tawar, peternakan, dan pertanian. Untuk mempertahankan dan memperbaiki perairan sungai Batang Gadis diperlukan kepedulian yang besar dari masyarakat setempat dan kepada pihak Pemerintahan Mandailing Natal agar lebih memperhatikan kelestarian lingkungan Sungai Batang Gadis dan membuat sanksi yang lebih tegas dan jelas untuk mengembalikan fungsinya seperti semula.

Sedangkan hasil penelitian di perairan sungai Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal jika diamati dari kelimpahan Ikan Garingberkurang nya jenis ikan Garing, dahulunya ikan ini sangat banyak sedangkan yang terjadi saat ini mengalami penurunan.


(1)

Lampiran 7. Pengukuran parameter Kualitas Air Sungai Batang Gadis

Pengukuran suhu di Sungai Batang GadisPengukuran DO di Sungai Batang Gadis

Pengukuran Kedalaman Galundung di Sungai Batang Gadis Sungai Batang Gadis


(2)

Lampiran 8. Kegiatan penangkapan Ikan GaringTorsoro Setiap stasiun Penelitian

Penangkapan Ikan dengan cara mandehe (pake tangan)


(3)

Lampiran 9. Aktivitas masyarakat di Sepanjang Sungai Batang Gadis

Penambangan emas pada sungai Batang GadisAktivitas MCK dan penambangan

Galundung Tambang Emas darat membuang limbah ke Sungai

Kualitas air Bendungan Sungai Pembuangan sampah dan limbah kakus Batang Gadis


(4)

Lampiran 10. Kegiatan Lubuk Larangan di Sungai Batang Gadis

Tahalak untuk mengumpulkan Ikan


(5)

(6)

Lampiran 12. Perhitungan Kelimpahan Ikan Garing (Tor sp.)

A. Jumlah total Ikan Garing (Tor sp.)

St 1 : 5

27 × 1296 = 240 St 2 : 32

27 × 1681 = 1992,29 St 3 : 15

27 × 1764 = 980 St 4 : 7

27 × 2500 = 648,14

B. Kepadatan Populasi (KP) Ikan Garing (Tor sp.) KP = ��= ����������������������������/ �������

����

St 1 :5/27

1296 = 0,0001 Ind/m² St 2 : 32/27

1681 = 0,0007 Ind/m² St 3 : 15/27

1764 = 0,0003 Ind/m² St 4 : 7/27

2500 = 0,0002 Ind/m²

C. Kelimpahan Relatif (KR) Ikan Garing (Torsp.)

KR = ��= ���������������������������������������������� ����%

St 1 :

�,���� × 100% = 2,0%

St 2 : ��

�,���� × 100% = 18,5%

St 3 :

�,���� × 100% = 3,0%

St 4 :

�,���� × 100%= 2,5%

D. Frekuensi Kehadiran (FK) Ikan Garing (Torsp.)

��=Jumlah plot yang ditempati suatu spesies

Jumlah total plot x 100%

St 1 : 2

23× 100% = 8,6% St 2 : 17