Efek Aktivitas Masyarakat Terhadap Kelimpahan Ikan Torsp di Sungai Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Sungai Batang Gadis

  Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Gadis memiliki luas areal ± 137,5 km dengan lebar ± 10 Km dan kedalamannya ± 2 - 5 m mencakup areal mulai dari bagian hulu di Simpang Banyak, Ulu Pungkut. Kabupaten Mandailing Natal terletak pada 0°10' - 1°50' LU dan 98°10' - 100° 10' BT ketinggian0 - 2.145 m di atas permukaan laut. Luas wilayah Kabupaten Mandailing Natal ± 6.620,70 km² atau 9,23% dari wilayah Sumatera Utara dengan batas-batas wilayah sebagai berikut (Departemen Kehutanan RI, 1996)

  1. Sebelah Utara : Kab.Tapanuli Selatan

  2. Sebelah Selatan : Propinsi Sumatera Barat

  3. Sebelah Barat : Samudera Indonesia

  4. Sebelah Timur : Propinsi Sumatera Barat Nama Gunung Kulabu tampaknya tidak ada dalam nomenklatur sains, bukan gunung api (vulkanik), tetapi adalah salah satu rangkaian tinggian pada zona Patahan Sumatera yang secara memanjang membentuk gawir dan tingginya menjadi rangkain Pegunungan Bukit Barisan (Departemen Kehutanan, 1996).

  Kalau di sisi barat Gunung Kulabu ada sungai Batang Pungkut, maka di sisi timur Gunung ini ada sungai Batang Gadis. Kedua sungai kemudian bertemu di Desa Muara Pungkut, yang terletak persis di lintas jalan raya Sumatera (Panyabungan-Bukittinggi). Gabungan kedua sungai inilah yang kemudian banyak dikenal dengan nama sungai Batang Gadis untuk membedakannya, Batang Gadis dan bermuara di Singkuang, daerah Natal, di Pantai Barat Pulau Sumatera.Ada beberapa desa yang berada pada DAS Batang Gadis di sisi barat Gunung Kulabu ini, mereka adalah: Pakantan (Jae, Julu, Dolok, Lombang, dan Poken), Muarasipongi (Ibu Kota Kecamatan), Tobang, Usor Tolang, Botung, Muara Botung, Tamiang, dan Huta Dangka (Sahlan, 2014).

  Gunung Kulabu menjadi area tangkapan air bagi kedua sungai (Batang Gadis dan Batang Pungkut), untuk selanjutnya bertemu di Batang Gadis dan bermuara di Singkuang. Pada sepanjang DAS Batang Gadis ini warga menggunakan air untuk berbagai keperluan. Mulai dari konsumsi (minum, memasak) terutama pada bagian-bagian hulu sampai mencuci dan mengairi sawah serta perkebunan. Dengan demikian kedua sungai ini menjadi elemen yang sangat vital bagi desa-desa yang berada pada sepanjang DAS nya (BP-DAS Asahan Barumun, 2010)

  Pengelolaan DAS pada dasarnya merupakan pengelolaan sumberdaya alam (terutama lahan) untuk pemenuhan hajat hidup setiap makhluk, utamanya manusia di dalam ekosistem DAS secara berkelanjutan, menyangkut kebutuhan yang nyata (tangible) meliputi papan, sandang dan pangan, dan kebutuhan yang tidak terukur (intangible) meliputi kenyamanan, kesegaran, dan keamanan dari ancaman bencana alam. Pemenuhan hasrat kehidupan material dan immaterial dimaksud akan terwujud jika tata hubungan timbal balik antara manusia dengan komponen ekosistem DAS lainnya terjadi secara harmonis (Rauf,2012).

  Dengan demikian, teknologi pemanfaatan lahan (wilayah daratan) berbasis pengelolaan DAS adalah teknik (cara atau metoda) pemanfaatan lahan, terutama lahan budidaya yang tetap memiliki fungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air hujan secara proporsional guna mempertahankan/meningkatkan produk nyata (tangible) dan produk tidak nyata (intangible) yang bebas dari ancaman bencana (Departemen Kehutanan RI, 2007).

  DAS Batang Gadis di sisi barat Gunung Kulabu ini adalah Pakantan (Jae, Julu, Dolok, Lombang, dan Poken), Muara Sipongi (Ibu Kota Kecamatan), Tobang, Usor Tolang, Botung, Muara Botung, Tamiang, dan Huta Dangka.

  Dengan demikian, Gunung Kulabu menjadi area tangkapan air bagi kedua sungai Batang Gadis dan Batang Pungkut, untuk selanjutnyabermuara di Singkuang.

  Pada sepanjang DAS Sungai Batang Gadisini warga menggunakan air untuk berbagai keperluan. Mulai dari konsumsi (minum, memasak) terutama pada bagian-bagian hulu sampai mencuci dan mengairi sawah serta perkebunan (BAPEDA Mandailing Natal,2011).

  Ikan Tor sp.

  Ikan merupakan hewan avertebrata dan dimasukkan kedalam filum chordata yang hidup dan berkembang didalam air dengan menggunakan insang.

  Ikan juga mempunyai anggota tubuh berupa sirip untuk menjaga keseimbangan dalam air sehingga tidak tergantung pada arus atau gerakan air yang disebabkan oleh angin (Siagian dalam Smith, 1992).

  Ikan Tor sp. adalah merupakan ikan air tawar kebiasaan hidupnya kebanyakan di Sungai atau berarus deras seperti di sungai Batang Gadis, dan gerakannya sangat gesit dan hidup berkelompok di “lubuk”, bagian terdalam pusaran sebuah sungai. Ikan Tor sp. mempunyai panjang 18,8 cm, berat mencapai 1 kg warna tubuhnya perak kekuningan, memiliki sirip linealateralis 26-27. Ikan

  

Tor sp. yang terdapat di Sungai Batang Gadis antara lain ikan garing, jurung batu, dan jurung tali. Selain itu ada lagi jenis ikan seperti ikan baung, mas, Aporas, sulum, dan cencen.

  Ikan-ikan bermulut kecil cenderung untuk memakan plankton atau benda- benda lainnya yang menempel pada tumbuhan air atau benda-benda lain yang terbenam. Sedangkan ikan yang mulutnya berukuran sedang umumnya merupakan pemakan bangkai. Untuk Ikan yang berukuran mulut besar umumnya menunjukkan ikan tersebut sebagai predator. Sesuai dengan pola makannya jenis ikan dapat digolongkan Herbivora A (memakan tumbuhan yang hidup di air atau didalam lumpur seperti alga biru) dan Herbivora B (memakan bahan makanan dari tumbuhan yang jatuh ke dalam air seperti buah-buahan dan biji-bijian dan daun (Wirjoatmodjo dkk, 1993). Ikan Tor sp. yang hidup di Sungai termasuk ikan Herbivora ikan ini memakan alga maupun tumbuhan dalam air.

  Untuk mengetahui Kelimpahan Ikan Tor sp. di setiap stasiun berkurang atau tidak disebabkan oleh aktivitas masyarakat meningkat merupakan perbandingan persen Ikan Tor sp. yang tertangkap. Adapun Taksonomi ikan Tor sp. adalah sebagai berikut :

  Phylum : Cordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Cyprinoformes Famili : Cyprinoformeceae Genus : Labeobarburus soro Spesies : Tor sp.

  Nyabakken (1992) menyatakan ikan Tor sp. memiliki pola adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan baik faktor fisik maupun kimia lingkungan dan juga memiliki predator dalam jumlah yang relatif rendah dibanding dengan jenis hewan akuatik lainnya.

  Di sungai Batang Gadis terkenal dengan Lubuk Larangan yang merupakan daerah perlindungan Ikan. Awal terbentuknya lubuk larangan bermula dari kepercayaan masyarakat Kotanopan bahwa daerah-daerah tertentu, termasuk daerah aliran sungai (DAS) dihuni oleh mahluk-mahluk halus naborgo-borgo.

  Sehingga pada zaman dahulu jika daerah tertentu yang dipercayai berhantu tersebut, maka masyarakat enggan untuk memasuki kawasan itu. Kepercayaan ini diregenerasikan secara turun temurun. Akibat baik yang ditimbulkan dari kepercayaan dan praktek lubuk larangan ini adalah terpeliharanya kesinambungan sumber daya ikan sungai karena terjaganya proses reproduksi ikan terutama ikan jenis Tor sp. . Lubuk Larangan merupakan daerah aliran sungai (DAS) yang dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk pengelolaan tangkapan ikan. DAS tersebut dikelola secara teratur menurut hukum yang dimusyawarahkan bersama (Sahlan, 2014).

  Lubis (2013) menyatakan bahwa adanya penaburan benih ikan jenis Tor sp. seperti ikan Garing, yaitu dilakukan sebelum acara Lubuk Larangan di buka, dan pertumbuhan ikan ini biasanya di tunggu beberapa tahun. Jenis ikan Tor sp. yang terdapat pada gambar adalah yang berumur 3 bulan dan reproduksinya bertelur di bawah batu atau “Liang-liang”. Pergerakan Ikannya sepanjang 75 meter dari hulu sampai hilir alat yang digunakan biasanya menggunakan jala ukuran mesh size 0,2 - 1 Inch.

  Pencemaran Akibat Aktivitas Masyarakat

  Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari bentuk asal pada keadaan yang lebih buruk. Pergeseran bentuk tatanan dan kondisi asal pada kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat masukan dari bahan-bahan pencemar atau polutan. Bahan polutan tersebut pada umumnya mempunyai sifat racun (toksik) yang berbahaya bagi organisme hidup. Toksisitas atau daya racun dari polutan itulah yang kemudian menjadi pemicu terjadinya pencemaran (Palar, 2008).

  Seperti biasanya di sepanjang sungai Batang Gadis merupakan sumber utama kehidupan bermasyarakat melakukan aktivitas seperti mandi,cuci dan kakus (MCK). Mulai dari hulu sungai masyarakat menggunakan sungai sebagai sumber utama kehidupan. Namun sesuai dengan kenyataannya semakin meningkatnya aktivitas masyarakat di suatu badan sungai akan mengurangi kualitas air karena adanya ditemukannya bahan-bahan terlarut dalam air sehingga akan menurunkan ketersedian Ikan Tor sp. di sungai Batang Gadis.

  Pencemaran lingkungan adalah suatu keadaan yang terjadi karena perubahan kondisi tata lingkungan (tanah,udara, air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikan kehidupan manusia, binatang dan tumbuhan) yang disebabkan oleh benda-benda asing atau seperti sampah, limbah industri, dan rumah tangga. Sebagai akibat perbuatan manusia mengakibatkan lingkungan tersebut tidak berfungsi seperti semula (Susilo, 2003 dalam Tjahjono, 2005).

  Jumlah Penduduk Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat, Bahkan dari pemakaian peralatan yang semakin modern pun relatif akan menghasilkan buangan ataupun limbah-limbah yang semakin banyak yang memberikan dampak yang negatif (Riani, 2012).

  Pembuangan Limbah cair dari MCK yang berada di sungai Batang Gadis yang paling banyak adalah limbah sabun ataupun detergen dan sampah yang besar ataupun yang kecil yang sering di buang ke Sungai oleh masyarakat. Detergen merupakan salah satu produk industri yang sangat berguna bagi masyarakat, dapat digunakan untuk melindungi kebersihan dan kesehatan tubuh manusia. Namun, jika detergen tidak dikelola dengan baik dan benar akan mempengaruhi kualitas air (Riani, 2012).

  Detergen terdiri dari beberapa komponen utama yaitu surfaktan (agen aktif permukaan), seperti Linear Alkyl Benzene Sulfonate (LAS) dan Alkyl Benzene Sulfonate (ABS). LAS termasuk dalam kategori surfaktan anionik yang lebih mudah didegradasi secara biologi daripada ABS. Selain komponen utama yang telah disebutkan sebelumnya, detergen juga mengandung bahan aditif lainnya seperti alkali, bahan pengawet, bahan pemutih, dan bahan pewarna, bahan anti korosif dan enzim. Oleh karena itu diperlukan kontrol terhadap komponen utama dari detergen yang memiliki potensi menyebabkan polusi lingkungan dengan tujuan pengurangan resiko pada lingkungan (Soemarwoto, 1992).

  Hutan dapat dipakai sebagai tempat penggembalaan dan pohon-pohonnya ditebang (sering untuk kayu bakar), sehingga setelah beberapa waktu hutan tersebut dijadikan sebagai lahan hutan konversi. Seperti halnya di sungai Batang Gadis pada bagian hulunya aktivitas penebangan hutan untuk perkebunan dan pembukaan jalan sehingga kayu- kayu yang ditebang tersebut dibuang langsung kesungai dan otomatis ikan-ikan yang berada di sungai akan bepindah dan mencari tempat lain (Miller dkk., 2009).

  Polusi air adalah penyimpangan sifat-sifat air keadaan normal, bukan dari kemurniannya. Air yang tersebar di alam tidak pernah terdapat dalam bentuk murni, tetapi bukan berarti semua air sudah terpolusi. Mikroorganisme yang terdapat di dalam air berasal dari berbagai sumber seperti udara, tanah, sampah, lumpur, tanaman hidup atau mati, kotoran manusia dan hewan serta bahan organik lainnya. Mikroorganisme tersebut tidak tahan lama hidup di dalam air, atau tidak tahan lama hidup di dalam air. Kondisi ini juga mempengaruhi terhadap ikan karena kondisi lingkungan yang tidak baik akan menghambat pertumbuhan ikan di sungai seperti ikan Tor sp. yang berada di Sungai Batang Gadis (Fardiaz, 1992).

  Kualitas air Sungai Batang Gadis pada waktu pagi hari sangat jernih tetapi setelah mulai siang kondisi kualitas airnya berubah karena banyaknya sedimen yang masuk kesungai karena aktivitas masyarakat di hulu yaitu Tambang emas langsung di sungai dan ada juga yang di pinggiran sungai dengan menggunakan alat mesin sedot air. Akibat penambangan emas dengan menggunakan mesin sedot membuat ekosistem lingkungan Sungai menjadi terganggu.

  Apabila hujan deras di hulu maka akan menyebabkan Sungai Batang Gadis meluap sampai ke pemukiman penduduk, airnya sangat kotor dan sedimennya sangat banyak bahkan adanya ditemukan kayu-kayu besar yang hanyut. Dan seperti kasus yang pernah terjadi Sungai Batang Gadis pernah meluap dan menghanyutkan bibit padi dan tanaman masyarakat lainnya yang berada di pinggiran Sungai Batang Gadis (KEPDES Kotanopan).

  Ketersedian ikanGaringTorsorodahulu sangat melimpah yakni pada tahun 1996 dan keinginan masyarakat untuk menangkapnya juga sangat tinggi karena ikan ini memiliki daging yang sangat enak. Tetapi sekarang Karena aktivitas penduduk yang semakin tinggi mengakibatkan kualitas air Sungai semakin menurun dan ketersedian ikan Garing yakni akibat aktivitas penduduk terutama MCK sehingga otomatis ikan Garing akan mencari tempat yang sesuai untuk hidupnya dan ketersediaan ikan Garing di lokasi itu semakin menurun (Sahlan, 2014).

  Di sungai Batang Gadis ditemukan Penambangan Emas yang ilegal, pada awalnya kegiatan ini tidak pernah ada di sepanjang Tahun kecuali kegiatan pengambil pasir,batu, untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Semakin maraknya kegiatan penambangan emas ini mengkhawatirkan terhadap kehidupan biota di sungai Batang Gadis terutama Tor sp. Pencemaran yang paling menghawatirkan saat ini adalah aktivitas penambangan yang semakin marak di sungai Batang Gadis, dimana menggunakan mesin dan bahan bakar solar yang langsung di buang ke Sungai (KEPDES Kotanopan).

  Sedangkan Zat berbahaya yang digunakan untuk menyatukan serbuk hitam agar menjadi emas yaitu air raksa, kandungannya ini akan menimbulkan zat pencemar di dalam air sungai Batang Gadis sehingga sebagian masyarakat mengeluh karena adanya kegiatan yang tidak ramah lingkungan sehingga memberi dampak negatif dan berbahaya terhadap ikan Garing(Torsoro), dan kesehatan masyarakat. Bahan pencemar yang masuk kedalam lingkungan perairan akan mengalami proses perubahan fisik, kimia dan biologis yang mengakibatkan kualitas air terganggu. Buangan limbah yang mengandung bahan berbahaya dengan toksitas yang tinggi akan mengendap di dasar perairan. Melalui rantai makanan terjadi metabolisme bahan berbahaya secara biologis dan akhirnya akan mempengaruhi kesehatan manusia dan terutama organisme dalam air (Hutagulung, 1984).

  Aktivitas penambangan emas tanpa izin yang dilakukan sebagian masyarakat di daerah hulu sungai Batang Gadis semakin marak dan memberikan dampak terhadap pendangkalan sungai Batang Gadis. Sungai Batang Gadis merupakan tempat sebagian besar masyarakat melakukan aktivitas mandi, sehingga tempat yang dulunya masih alami sekarang sudah menjadi dangkal sehingga masyarakat memilih memanfaatkan bagian pinggir Sungai yang lainnya.

  Penambangan emas liar disepanjang sungai Batang Gadis sangat meresahkan warga masyarakat Kotanopan julu umumnya, karena lahan perkebunan yang dipergunakan untuk cari makan dulunya sekarang sudah habis ditambang dan ditebang begitu saja di pinggiran sungai Batang Gadis dikiri kanan Sungai terlihat lubang-lubang besar dengan kedalaman yang berbeda-beda ada yang 20-30 m ke bawah. Dan kegiatan ini dibiarkan begitu saja dan sangat merusak ekosistem Sungai dan Lingkungan padahal Pihak Pemerintah sudahmembuat aturan namun terus dilarang karena adanya Oknum-oknum yang memiliki kekuasaan besar di Kanca Politik (Pemerhati Lingkungan Hidup, 2009).

  Penambangan yang berada dipinggiran Sungai langsung membuang limbahnya ke Sungai dan penambangan yang digunakan sekarang adalah langsung di dalam Sungainya dan langsung membuang limbahnya ke Sungai dan menyebabkan terganggunya kualitas air dan biota yang hidup di dalamnya terutama kondisi ikan yang berada pada daerah Lubuk Larangan (KEPDES Kotanopan, 2013).

  Karakteristik daerah aliran Sungai Batang Gadis otomatis berubah sangat drastis karena daerah yang aliran semula sudah dialihkan ke arah lain karena lahan tersebut digunakan untuk penambangan emas, sehingga daerah aliran Sungai Batang Gadis semakin mengecil dan semakin menyempit (Dinas Pertanian, 2010).

  Parameter Kualitas Air Suhu

  Suhu merupakan salah satu faktor penting untukkelangsungan kehidupan disuatu perairan. Suhu air menjadi faktor pembatas utama yang menentukan pertumbuhan dan kehidupan ikan. Suhu yang tinggi akan menurunkan jumlah konsentrasai oksigen sehingga dapat menyebabkan kematian. Suhu untuk ikan air tawar adalah kisaran optimal 28-32 °C karena merupakan jenis ikan Tropis yang berada di Sungai Batang Gadis. Pada daerah beriklim tropis misalnya Indonesia, suhu perairan pada umumnya relatif tinggi dengan perubahan-perubahan yang sangat kecil. Salah satu hal yang menjadi masalah adanya stratifikasi suhu akibat tidak adanya angin yang menggerakkan arus air (Barus, 2004).

  Derajat Keasaman (pH)

  pH air biasanya digunakan sebagai penentu pencemaran atau Indeks pencemaran dengan melihat tingkat keasaman. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik atau ikan berkisar 7-8,5 apabila kondisi perairan bersifat sangat asam atau sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi (Effendi, 2003).

  Oksigen Terlarut (DO)

  Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan organisme terutama ikan. Kehidupan makhluk hidup di dalam air tersebut sangat bergantung kepada oksigen terlarut dalam air untuk keberlangsungan hidup. Kehidupan organisme di dalam air tergantung dari kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk kehidupan (Kardiaz, 1992).

  Menurut Zonneveld dkk, (1991) kebutuhan oksigen pada ikan mempunyai kepentingan pada dua aspek, yaitu kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu dan kebutuhan konsumtif yang tergantung pada metabolisme ikan.

  Ikan merupakan makhluk air yang memerlukan oksigen tertinggi. Biota di perairan tropis memerlukan oksigen terlarut mendekat jenuh. Konsentrasi oksigen yang terlalu jenuh akan mengakibatkan ikan-ikan dan hewan lainnya yang membutuhkan oksigen akan mati (Wardhana,1995). Selanjutnya Barus (1996), menyatakan bahwa larutan oksigen maksimum pada perairan mencapai pada temperatur 0° C yaitu sebesar 14,16 mg/l oksigen. Konsentrasi ini akan menurun sejalan dengan meningkatnya temperatur air. Optimal Oksigen terlarut pada perairan tawar seperti sungai adalah tidak boleh kurang dari 1,7 ppm.

  BOD (Biological Oxygen Demand)

  Kebutuhan oksigen biologis biasa disebut Biological Oxygen Demand (BOD) merupakan jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik, yang diukur pada suhu 20°C. Pengukuran yang umum dilakukan adalah pengukuran selama 5 hari (BOD5) (Barus, 2001).

  Pengukuran BOD didasarkan kepada kemampuan mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik, artinya hanya terdapat substansi yang mudah diuraikan secara biologis seperti senyawa yang umumnya terdapat dalam limbah rumah tangga (Barus, 2001). Menurut Brower, et al, (1990), nilai konsentrasi BOD menunjukkan suatu kualitas perairan yang masih tergolong baik

  2

  2

  dimana apabila konsumsi O selama periode 5 hari berkisar sampai 5 mg/l O

  2

  maka perairan tersebut tergolong baik dan apabila konsumsi O berkisar antara 10

  2

  mg/l-20 mg/l O akan menunjukkan tingkat pencemaran oleh materi organik yang tinggi dan untuk air limbah nilai BOD umumnya lebih besar dari 100 mg/l.

  Total Suspended Solid(TSS)

  Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan organik dan anorganik yang terkandung dalam air seperti lumpur dan bahan yang dihasilkan oleh buangan limbah yang sangat mengganggu proses pengolahan air. Dan akibatnya bagi perairan Sungai adalah dapat mengganggu masuknya sinar matahari, membahayakan bagi ikan maupun organisme makanan ikan dan juga dapat mempengaruhi corak dan sifat suatu perairan ( Effendi,2003).

  Kekeruhan air atau sering disebut turbidityadalah salah satu parameter uji fisik dalam analisis air. Tingkat kekeruhan air umumnya akan diketahui dengan besaran NTU (nephelometer turbidity unit) setelah dilakukan uji aplikasi menggunakan alat turbidity meter. Besaran kekeruhan air minum yang memenuhi syarat kesehatan berdasarkan acuan yang berlaku adalah tidak lebih dari 5 NTU (Kordi, dkk., 2010).

  Kedalaman Di Daerah Hulu

  Kedalaman Sungai berpengaruh besar terhadap Kelimpahan Ikan, semakin dalam Sungai maka semakin banyak pula Ikan yang menempati areal tersebut.

  Adapun cara pengukurannya adalah:

  • Disediakan Tali panjang dengan pemberat tutup cat , dan meteran
  • Masukkan Tali yang sudah di buat pemberat tersebut ke dalam sungai, usahakan tali tegak lurus terhadap permukaan sungai.
  • Usahakan pengukuran dilakukan pada bagiantengah sungai.

  Di Daerah Hilir / muara

  Sungai di daerah hilir cenderung berbentuk huruf y, maka cara mengukur kedalamnya sama seperti diatas, tetapi dapat dilakukan dari tepi sungai dan pengukurannya lebih mudah dari pada pengukuran di hulu. Secara praktis kedalaman sungai dapat diperkirakan dari keadaan permukaan sungai yang tenang.

  Arus

  Karakteristik suatu habitat perairan dapat mempengaruhi pola adaptasi biota yang menempatinya. Adanya arus air merupakan cirri khas dari ekologi sungai, terutama pada daerah hulu. Oleh karena itu dapat diasumsikan pola adaptasi dari jenis ikan sangat dipengaruhi oleh arus (Septiano,2006).

Dokumen yang terkait

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Etiologi Trauma Gigi - Prevalensi Trauma Gigi Permanen Anterior pada Anak Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang

0 0 13

Prevalensi Trauma Gigi Permanen Anterior pada Anak Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang

0 0 12

A. Karakteristik Tanah Gunung Sinabung - Aktivitas Mikroorganisme pada Tanah Hutan Bekas Letusan Gunung Sinabung di Kabupaten Karo

0 0 14

Harga Diri Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan

0 2 41

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Harga Diri 2.1.1 Definisi Harga Diri - Harga Diri Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan

0 0 18

Harga Diri Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan

0 1 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Saham - Analisis Pengaruh Pertumbuhan Penjualan, Ukuran Perusahaan, Earning per Share (EPS), Debt to Equity Ratio (DER), dan Economic Value Added (EVA) Terhadap Harga Saham pada Perusahaan Consumer Goods

0 0 27

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG - Analisis Pengaruh Pertumbuhan Penjualan, Ukuran Perusahaan, Earning per Share (EPS), Debt to Equity Ratio (DER), dan Economic Value Added (EVA) Terhadap Harga Saham pada Perusahaan Consumer Goods yang Terdaftar di Bu

0 0 10

Analisis Pengaruh Pertumbuhan Penjualan, Ukuran Perusahaan, Earning per Share (EPS), Debt to Equity Ratio (DER), dan Economic Value Added (EVA) Terhadap Harga Saham pada Perusahaan Consumer Goods yang Terdaftar di Bursa Effek Indonesia (Periode 2011-2013)

0 0 12

HALAMAN PERSETUJUAN Karya Tulis Ilmiah dengan Judul: Faktor Risiko yang Dapat Diubah dan Tidak Dapat Diubah pada Pasien Penderita Penyakit Jantung Koroner di RSUP HAM Yang dipersiapkan oleh: NANDA LADITA

0 0 16