Karakteristik sosial Ekonomi Yang Mempengaruhi Penerapan Teknologi Pertanian Semi Organik Pada Komoditi Padi Sawah

1
KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI PENERAPAN TEKNOLOGI PERTANIAN SEMI ORGANIK PADA KOMODITI PADI SAWAH
(Studi Kasus: Desa Sambirejo, Kecamatan Binjai, Kabupaten Langkat)
SKRIPSI
Oleh:
WULAN RAMADHANI 080309052
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

1
ABSTRAK
Wulan Ramadhani (080309052) dengan judul skripsi “Karakteristik sosial Ekonomi Yang Mempengaruhi Penerapan Teknologi Pertanian Semi Organik Pada Komoditi Padi Sawah”. Studi Kasus : Desa Sambirejo Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat yang dibimbing oleh Bapak Ir. H. Hasman Hasyim, M.Si dan Bapak Ir. Hasudungan Butar Butar, M.Si.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana tingkat adopsi petani terhadap teknologi pertanian semi organik padi sawah di daerah penelitian dan untuk mengetahui karakteristik sosial ekonomi yang mempengaruhi penerapan teknologi pertanian semi organik pada komodidti padi sawah di daerah penelitian.
Metode penilitian yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan analisis regresi linier berganda menggunakan model persamaan Cobb Douglas dengan alat bantu SPSS 15. Pengambilan sampel dilakukan secara proporsional pada kondisi populasi heterogen dan berstrata dengan jumlah sampel sebanyak 30 petani. Data yang digunakan adalah data primer dan data skunder.
Hasil penelitian tingkat adopsi petani terhadap pertanian semi organik padi sawah di daerah penelitian adalah sedang dengan skor rata-rata 25.27. Karakteristik sosial ekonomi yang berpengaruh nyata terhadap tingkat adopsi adalah pendidikan dan tingkat partisipasi petani, sementara umur, lama berusahatani, tingkat kosmopolitan, jumlah tanggungan, luas lahan dan total pendapatan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat adopsi teknologi pertanian semi organik pada komoditi padi sawah di daerah penelitian. Kata kunci : Tingkat Adopsi, Pertanian Semi Organik, Padi Sawah.
i

2
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Kw. Begumit Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat pada tanggal 13 April 1990 dari ayah Ridwan, SP dan ibu Sabriani Sitorus. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.
Penulis mengikuti pendidikan sebagai berikut: 1. Sekolah Dasar di SD Negeri 055982 Air Hitam Kecamatan selesai Kabupaten

Langkat, masuk tahun 1996 dan tamat pada tahun 2002. 2. Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Kecamatan Binjai Kabupaten
Langkat, masuk tahun 2002 dan tamat pada tahun 2005. 3. Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 Binjai, masuk tahun 2005 dan
tamat pada tahun 2008. 4. Tahun 2008 masuk di Departemen Agribisnis jurusan Penyuluhan dan
Komunikasi Pertanian FP USU, melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). 5. Melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada bulan Juli 2012 di desa Pulau Pule Kecamatan Air batu Kabupaten Asahan. 6. Melaksanakan penelitian Pada Bulan Desember 2012 sampai dengan januari 2013 di Desa Sambirejo Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat.
ii

3
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah serta limpahan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa dukungan, motivasi, bimbingan, pengarahan, serta kritikan membangun yang disampaikan kepada penulis. Untuk itu dalam kesempatan ini dengan setulus hati, penulis mengucapkan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada : 1. Bapak Ir. H. Hasman Hasyim, M.Si selaku ketua komisi pembimbing skripsi
yang mana telah banyak membimbing, mengarahkan dan memotivasi agar skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 2. Bapak Ir. Hasudungan Butar Butar selaku anggota komisi pembimbing, yang mana telah banyak membimbing dan mengarahkan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 3. Ibu Dr. Salmiah M.S, selaku Ketua Departemen Agribisnis FP USU dan bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku sekretaris Departemen Agribisnis FP USU. 4. Para dosen, staff pegawai Depertemen Agribisnis FP USU. 5. Ibunda tercinta Sabriani Sitorus dan Ayahanda Ridwan, SP serta abangda Haris Apridian, Abdul Khalik serta adinda M. Yusuf Kurniawan saya ucapkan terima kasih atas segala keikhlasannya dalam doa dan dukungan serta semangat yang diberikan selama mengikuti pendidikan sampai saat ini. 6. Rizki Putra dan keluarga atas semangat dan dukungan yang diberikan selama pengerjaan skripsi ini.
iii

4
7. Arif Maulana, Ria Mustika Sari, Yossi yulianggi Soselisa, Rizki Ramadhani dan Mila Zulfa yang telah banyak membantu dan bersedia berbagi ilmu dalam penyelesaian skripsi ini dan teman – teman seperjuangan Departemen Agribisnis ’08 khususnya. Akhirnya penulis mendoakan kiranya Allah SWT membalas segala
kebaikan mereka. Semoga segala usaha dan niat baik yang telah kita lakukan dapat bermanfaat dan mendapat ridha Allah SWT. Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan baik isi maupun redaksinya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik, saran, dan masukan yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga Skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin Ya Rabbal Alamin.
Medan, Januari 2013 Penulis
iv

5

DAFTAR ISI
ABSTRAK………………………………………………………………………..i
RIWAYAT HIDUP………………………………………………………………ii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………...iii
DAFTAR ISI………………………………………………………………….......v
DAFTAR TABEL………………………………………………………………vii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………...viii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………….ix
DAFTAR SINGKATAN…………………………………………………………x
PENDAHULUAN Latar Belakang.......……………………………………………………....1 Identifikasi Masalah………………..……………………………………4 Tujuan Penelitian…………………………………………………………4 Kegunaan Penelitian...………………………...………………………….4
TINJAUAN PUSTAKA Pertanian Organik…………...…………………………………………….5 Pertanian Konvensional…...………………………………………………7 Pertanian Semi Organik….…..………………...………………………….8 Komponen Teknologi Pertanian Semi Organik…………………..………9 Komponen Biaya Produksi Usahatani Semi Organik…...……………….10 Penerimaan Usahatani……………………………………………………12 Pendapatan Usahatani……………………………………………………13 Karakteristik Sosial Ekonomi Yang Mempengaruhi Tingkat Adopsi…...14 Tahapan Penerapan Inovasi……………………………………………....16 Kerangka Pemikiran..…………………………………………………….17 Hipotesis Penelitian………………………………………………………20
METODE PENELITIAN Metode penentuan Lokasi Penelitian…………………………….………21 Metode Pengambilan Sampel…………………………………………….23 Metode Pengumpulan Data………………………………………………24 Metode Analisis Data.……………………………………………………25 Uji Asumsi………………………………………………………………..27 Definisi dan Batasan Operasional…..……………….……………………30
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL
Luas Dan Topografi Desa…..……………………………………………33
v

6
Keadaan Penduduk……………..………………………………….…….33 Karakteristik Petani Sampel………………………………………...……40 HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Adopsi Petani Padi Sawah Terhadap Pertanian Semi Organik di Desa Sambirejo Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat…………………43 Karakteristik Sosial Ekonomi Yang Mempengaruhi Penerapan Teknologi Pertanian Semi Organik Padi Sawah……………………………………..51 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan…………………………………………………….................62 Saran ………..……………………………………………………………63 DAFTAR PUSTAKA
vi


7

DAFTAR TABEL

Tabel 1
2
3
4

Judul
Luas Panen, Produksi Dan Produktivitas Padi Sawah Per Kabupaten Di Sumatera Utara Luas Panen, Produksi Dan Produktivitas Lahan Per Kecamatan Di Kabupaten Langkat Jumlah Populasi Petani Padi Sawah Berdasarkan Luas Lahan Di Desa Sambirejo Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Hal 23
24
25
33

5 Distribusi Penduduk Berdasarkan Umur

33


6 Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

35

7 Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Di Desa 36

Sambirejo Kecamatan Binjai Tahun 2012

8 Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama

37

9 Distribusi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa

38

10 Distribusi Penduduk Berdasarkan Sarana Dan Prasarana

39


11 Distribusi Penduduk Berdasarkan Tata Guna Lahan

40

12 Karekteristik Sosial Ekonomi Petani Sampel Desa Sambirejo

40

13 Penerapan Inovasi Teknologi Pertanian Semi Organik Padi Sawah

44

14 Karakteristik Sosial Ekonomi Yang Mempengaruhi Penerapan 52

Teknologi Pertanian Semi Organik Padi Sawah

vii

8


DAFTAR GAMBAR

Gambar

Judul

Hal

1 Karakteristik Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Penerapan 22

Teknologi Pertanian Semi Organik Pada Komoditi Padi sawah.

viii

9

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 11 12 13 14 15 16 17

Judul
Lampiran 1. Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Sampel Sarana Produksi Bibit Sarana Produksi Pupuk Sarana Produksi Obat-Obatan Total Biaya Sarana Produksi Bibit, Pupuk Dan Obat-Obatan Biaya Tenaga Kerja Penyusutan Alat Per Musim Tanam Biaya Produksi Per Petani Penerimaan, Biaya Produksi Dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah Semi Organik Sumber Pendapatan Petani Pernyataan Untuk Variabel Tingkat Kosmopolitan Jawaban Responden Terhadap Pernyataan Tingkat Kosmopolitan Pernyataan Untuk Variabel Tingkat Partisipasi Jawaban Responden Terhadap Pernyataan Tingkat Partisipasi Pernyataan Tingkat Adopsi Jawaban Responden Terhadap Pernyataan Tingkat Adopsi Outpus SPSS Karakteristik Sosial Ekonomi Yang Mempengaruhi Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Pertanian Semi Organik Pada Komoditi Padi Sawah

ix

10

DAFTAR SINGKATAN

BPTP BWD IFOAM IPAIR Ha Kg KK Km Kw P3A PBB PKL POC PUTS SPSS 15

= Balai Pengkajian Teknologi Pertanian = Bagan Warna Daun = International Federation Of Organic Agriculture Movements = Iuran Pelayanan Air = Hektar = Kilogram = Kepala Keluarga = Kilometer = Kwintal = Perkumpulan Petani Pemakai Air = Pajak Bumi dan Bangunan = Praktek Kerja Lapangan = Pupuk Organik Cair = Perangkat Uji Tanah Sawah = Statical Product And Service Solution 15

x

1
ABSTRAK
Wulan Ramadhani (080309052) dengan judul skripsi “Karakteristik sosial Ekonomi Yang Mempengaruhi Penerapan Teknologi Pertanian Semi Organik Pada Komoditi Padi Sawah”. Studi Kasus : Desa Sambirejo Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat yang dibimbing oleh Bapak Ir. H. Hasman Hasyim, M.Si dan Bapak Ir. Hasudungan Butar Butar, M.Si.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana tingkat adopsi petani terhadap teknologi pertanian semi organik padi sawah di daerah penelitian dan untuk mengetahui karakteristik sosial ekonomi yang mempengaruhi penerapan teknologi pertanian semi organik pada komodidti padi sawah di daerah penelitian.
Metode penilitian yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan analisis regresi linier berganda menggunakan model persamaan Cobb Douglas dengan alat bantu SPSS 15. Pengambilan sampel dilakukan secara proporsional pada kondisi populasi heterogen dan berstrata dengan jumlah sampel sebanyak 30 petani. Data yang digunakan adalah data primer dan data skunder.
Hasil penelitian tingkat adopsi petani terhadap pertanian semi organik padi sawah di daerah penelitian adalah sedang dengan skor rata-rata 25.27. Karakteristik sosial ekonomi yang berpengaruh nyata terhadap tingkat adopsi adalah pendidikan dan tingkat partisipasi petani, sementara umur, lama berusahatani, tingkat kosmopolitan, jumlah tanggungan, luas lahan dan total pendapatan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat adopsi teknologi pertanian semi organik pada komoditi padi sawah di daerah penelitian. Kata kunci : Tingkat Adopsi, Pertanian Semi Organik, Padi Sawah.
i

1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Revolusi hijau sangat berjasa bagi kehidupan umat manusia dimuka bumi
ini, terutama dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Di Indonesia teknologi “Revolusi Hijau”dimulai tahun 1960, dan sejak saat itu kerawanan pangan sedikit demi sedikit mulai teratasi. Prestasi Indonesia dalam mencukupi kebutuhan pangan ditandai dengan keberhasilannya dari Negara pengimpor menjadi Negara yang dapat mencukupi sendiri kebutuhan pangannya. Pupuk kimia dan pestisida kimia dianggap sebagai senjata ampuh dalam mengatasi kerawanan pangan Namun, dibalik revolusi hijau tersebut ternyata terdapat bencana yang dapat merugikan lingkungan hidup dan kesehatan manusia. Pada akhir tahun 1980, mulai tampak tanda-tanda kelelahan pada tanah dan penurunan produktivitas pada hampir semua jenis tanaman yang diusahakan (Sutanto, 2002a).
Belajar dari dampak penggunaan pestisida kimia dan pupuk buatan pabrik saat munculnya revolusi hijau, manusia pun berusaha mencari teknik bertanam secara aman, baik untuk lingkungan maupun manusia. Inilah yang kemudian melahirkan teknik bertanam secara organik atau yang dikenal dengan pertanian organik (Sutanto, 2002b).
Gerakan kembali ke alam yang dilandasi kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan tubuh dan kelestarian lingkungan hidup merupakan angin segar bagi semua komoditas pertanian yang diproduksi secara organik. Kehadiran beras organik disambut gembira masyarakat yang sangat memperhatikan kesehatan dan kelestarian lingkungan. Beras organik sebenarnya bukan hal baru di Indonesia. Sudah sejak dahulu nenek moyang kita membudidayakan padi tanpa
1

2
bahan kimia yang saat ini diistilahkan sebagai pertanian organik. Namun, kini beras organik dikatakan sebagai hal baru setelah puluhan tahun belakangan ini padi hanya dibudidayakan secara non organik (Andoko, 2002).
Penerapan kegiatan pertanian organik memerlukan adaptasi, baik terhadap perilaku petani yang telah terbiasa menggunakan pupuk atau bahan kimia lainnya pada kegiatan pertanian, maupun adaptasi pada kondisi lahan pertanian. Petani yang telah terbiasa menerapkan suatu sistem tertentu pada kegiatan pertanian biasanya akan sulit untuk mengubah pola perilaku mereka, termasuk jika harus mengubah kebiasaannya menggunakan bahan-bahan kimia untuk beralih menggunakan bahan organik secara utuh. Kondisi lahan yang telah terbiasa menggunakan pupuk kimia juga tidak secara langsung bisa beradaptasi menggunakan pupuk organik secara utuh (Sutanto, 2002a).
Pada tahap awal penerapan pertanian organik masih perlu dilengkapi pupuk kimia atau pupuk mineral, terutama pada tanah yang miskin hara. Pupuk kimia masih sangat diperlukan. Sejalan dengan proses pembangunan kesuburan tanah menggunakan pupuk organik, diharapkan secara berangsur kebutuhan pupuk kimia yang berkadar tinggi dapat dikurangi (Sutanto, 2002a).
Pertanian semi organik merupakan suatu bentuk tata cara pengolahan tanah dan budidaya tanaman dengan memanfaatkan pupuk yang berasal dari bahan organik dan pupuk kimia untuk meningkatkan kandungan hara yang dimiliki oleh pupuk organik. Pertanian semi organik bisa dikatakan pertanian yang ramah lingkungan, karena dapat mengurangi pemakaian pupuk kimia sampai di atas 50% (Suyono dan Hermawan, 2006).

3

Pertanian semi organik merupakan suatu langkah awal untuk kembali ke sistem pertanian organik, hal ini karena perubahan yang ekstrim dari pola pertanian moderen yang mengandalkan pupuk kimia menjadi pola pertanian organik yang mengandalkan pupuk biomasa akan berakibat langsung terhadap penurunan hasil produksi yang cukup drastis yang semua itu harus ditanggung langsung oleh pelaku usaha tersebut. Selain itu penghapusan pestisida sebagai pengendali hama dan penyakit yang sulit dihilangkan karena tingginya ketergantungan mayoritas pelaku usaha terhadap pestisida (Suyono dan Hermawan, 2006).
Oleh karena itu, pertanian semi organik merupakan langkah awal untuk merubah perubahan secara gradual menuju pola pertanian organik. Khusus untuk tanaman pangan, pertanian semi organik akan memberi nilai tambah untuk pelaku usaha dengan turunnya biaya produksi tanpa harus diiringi dengan turunnya hasil produksi, dan ramah lingkungan (Suyono dan Hermawan, 2006).
Berdasarkan teori diatas maka dapat dilihat nilai positif dari pemanfaatan pupuk organik dan bahan organik lainnya bagi kegiatan pertanian. Pada beberapa daerah penerapan pertanian organik belum bisa dilakukan secara utuh dengan alasan daya adaptasi lahan yang masih harus disesuaikan jika harus menggunakan bahan organik sepenuhnya. Pada tahap awal banyak petani yang mulai mencari jalan tengah dari persoalan tersebut yaitu menerapkan sistem pertanian yang mengurangi pemakaian pupuk kimia, kemudian mensubtitusikannya dengan menggunakan pupuk organik dan membebaskan lahan pertanian mereka dari pemakaian pestisida kimia. Harapannya bahwa di masa mendatang pemakaian pupuk kimia dapat dihentikan.

4
Identifikasi Masalah 1. Bagaimana tingkat adopsi petani terhadap pertanian semi organik atau petani
yang telah mengurangi pemakaian pupuk kimia dan mensubtitusikannya menggunakan pupuk organik pada padi sawah di daerah penelitian ? 2. Faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat adopsi petani terhadap pertanian semi organik pada padi sawah di daerah penelitian ?
Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui tingkat adopsi petani terhadap pertanian semi organik pada
komoditi padi sawah di daerah penelitian. 2. Untuk menganalisis faktor – faktor sosial ekonomi apa saja yang
mempengaruhi tingkat adopsi petani terhadap pertanian semi organik pada komoditi padi sawah di daerah penelitian.
Kegunaan Penelitian 1. Sebagai masukan bagi petani padi sawah untuk mengetahui keuntungan ddan
kelemahan dalam penerapan teknologi pertanian semi organik pada usahatani padi sawah. 2. Memberikan informasi bagi para pengambil keputusan untuk perbaikan dan pengembangan usahatani padi sawahnya. 3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi peneliti dalam mengembangkan wawasan untuk menjadi seorang peneliti.

5
TINJAUAN PUSTAKA
Pertanian organik Pertanian organik meliputi dua definisi, yaitu pertanian organik dalam
definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian sempit, pertanian organik adalah pertanian yang tidak menggunakan pupuk kimia ataupun pestisida kimia, yang digunakan adalah pupuk organik, mineral dan material alami. Sedangkan pertanian organik dalam arti luas adalah usahatani yang menggunakan pupuk kimia pada tingkat minimum, dan dikombinasikan dengan penggunaan pupuk organik dan bahan-bahan alami (Hong, 1994).
Pertanian organik merupakan suatu sistem pertanian yang didesain dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu menciptakan produktivitas yang berkelanjutan. Prinsip pertanian organik yaitu tidak menggunakan atau membatasi penggunaan pupuk anorganik serta harus mampu menyediakan hara bagi tanaman dan mengendalikan serangan hama dengan cara lain diluar cara konvensional yang bisa dilakukan (Eliyas, 2008).
Tujuan utama dari pertanian organik ialah memperbaiki dan menyuburkan kondisi lahan serta menjaga keseimbangan ekosistem. Sumber daya lahan dan kesuburannya dipertahankan dan ditingkatkan melalui aktivitas biologi dari lahan itu sendiri, yaitu dengan memanfaatkan residu hasil panen, kotoran ternak, dan pupuk hijau. Produk pertanian dikatakan organik jika produk tersebut berasal dari sistem pertanian organik yang menerapkan praktik manajemen yang berupaya untuk memelihara ekosistem melalui beberapa cara, seperti pendaurulangan residu tanaman dan hewan misalnya memanfaatkan sisa tanaman untuk dijadikan
5


6
kompos, kotoran ternak sebagai pupuk kandang dan lain sebagainya. (Sriyanto, 2010). Prinsip-Prinsip dasar pertanian organik 1. Prinsip kesehatan
Pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah, hewan, manusia dan bumi sebagai satu kesatuan dan tak terpisahkan. Prinsip ini menunjukkan bahwa kesehatan tiap individu dan komunitas tidak dapat dipisahkan dari kesehatan ekosistem; tanah yang sehat akan menghasilkan tanaman sehat yang dapat mendukung kesehatan manusia dan hewan. 2. Prinsip Ekologi Prinsip ekologi meletakkan pertanian organik dalam sistem ekologi kehidupan. Prinsip ini menyatakan bahwa produksi didasarkan pada proses daur ulang ekologis. 3. Prinsip keadilan Pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin keadilan terkait lingkungan dan kesempatan hidup bersama. Keadilan dicirikan dengan kesetaraan, saling menghormati, berkeadilan dan pengelolaan dunia secara bersama, baik antar manusia dan dalam hubungannya dengan makhluk hidup yang lain. Prinsip ini menekankan bahwa mereka yang terlibat dalam pertanian organik harus membangun hubungan yang manusiawi untuk memastikan adanya keadilan bagi semua pihak disegala tingkatan; seperti petani, pekerja, pemroses, penyalur, pedagang dan konsumen.

7
4. Prinsip Perlindungan Pertanian organik merupakan suatu sistem yang hidup dan dinamis yang menjawab tuntutan dan kondisi yang bersifat internal dan eksternal. Para pelaku pertanian organik didorong meningkatkan efisiensi dan produktivitas, tetapi tidak boleh membahayakan kesehatan dan kesejahteraannya (IFOAM, 2012).
Pertanian konvensional Pertanian konvensional merupakan sistem pertanian yang menggunakan
bahan-bahan kimia untuk meningkatkan produksi tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan.
Adapun dampak dari sistem pertanian konvensional di dalam ekosistem pertanian menurut Kuswandi (2012) adalah sebagai berikut: − Meningkatnya degradasi lahan (fisik kimia dan biologis), − Meningkatnya residu penyakit dan gangguan serta resistensi hama penyakit
dan gulma − Berkurangnya keanekaragaman hayati − Gangguan kesehatan masyarakat sebagai akibat dari pencemaran lingkungan.
Sedangkan dampak yang terjadi di luar ekosistem adalah: − Meningkatnya gangguan kesehatan masyarakat konsumen karena pencemaran
bahan-bahan pangan yang diproduksi di dalam ekosistem pertanian. − Terjadi ketidakadilan ekonomi karena adanya praktek monopoli dalam
penyediaan saran produksi pertanian. − Ketimpangan sosial antar petani dan komunitas di luar petani.

8
Pertanian Semi Organik Pertanian semi organik merupakan suatu langkah awal untuk kembali ke
sistem pertanian organik, hal ini karena perubahan yang ekstrim dari pola pertanian modern yang mengandalkan pupuk kimia menjadi pola pertanian organik yang mengandalkan pupuk biomasa akan berakibat langsung terhadap penurunan hasil produksi yang cukup drastis yang semua itu harus ditanggung langsung oleh pelaku usaha tersebut. Selain itu penghapusan pestisida sebagai pengendali hama dan penyakit yang sulit dihilangkan karena tingginya ketergantungan mayoritas pelaku usaha terhadap pestisida (Sutanto, 2002a).
Pada tahap awal penerapan pertanian organik masih perlu dilengkapi pupuk kimia atau pupuk mineral, terutama pada tanah yang miskin hara. Pupuk kimia masih sangat diperlukan supaya takaran pupuk organik tidak terlalu banyak yang nantinya akan menyulitkan pada pengelolaannya. Sejalan dengan proses pembangunan kesuburan tanah menggunakan pupuk organik, secara berangsur kebutuhan pupuk kimia yang berkadar tinggi dapat dikurangi (Suyono dan Hermawan, 2006).
Von Uexkull (1984) dalam Sutanto (2002b), memberikan istilah membangun kesuburan tanah. Strategi pertanian organik adalah memindahkan hara secepatnya dari sisa tanaman, kompos dan pupuk kandang menjadi biomassa tanah yang selanjutnya setelah mengalami proses mineralisasi akan menjadi hara dalam larutan tanah. Unsur hara didaur ulang melalui satu atau lebih tahapan bentuk senyawa organik sebelum diserap tanaman. Hal ini berbeda dengan pertanian anorganik yang memberikan unsur hara secara cepat dan langsung


9
dalam bentuk larutan sehingga segera diserap dengan takaran dan waktu pemberian yang sesuai dengan kebutuhan tanaman.
Output yang dihasilkan dari kegiatan pertanian yang mengarah pada pertanian organik dipercaya memiliki kualitas yang lebih baik dari sisi kesehatan dibandingkan pertanian anorganik. Sedangkan pada tanaman, menurut Djuarnani, dkk, (2005), pupuk organik memiliki beberapa keunggulan dibandingkan pupuk anorganik diantaranya adalah mengandung unsur hara makro dan mikro yang lengkap walaupun jumlahnya sedikit, dapat memperbaiki struktur tanah, beberapa tanaman yang menggunakan kompos lebih tahan terhadap serangan penyakit, dan menurunkan aktivitas mikroorganisme tanah yang merugikan. Komponen Teknologi Budidaya Padi Semi Organik
Menurut Yusuf (2010) Beberapa komponen teknologi budidaya padi semi organik yang diterapkan didaerah penelitian adalah pada tahapan budidaya sebagai berikut: 1. Penggunaan varietas unggul 2. Teknik penyemaian 3. Penggunaan bahan organik 4. Pengolahan tanah 5. Teknik penanaman dan populasi bibit 6. Irigasi berselang 7. Pemupukan dasar 8. Pemupukan susulan 9. Pengendalian gulma 10. Pengendalian hama

10
11. Pengendalian penyakit 12. Panen Komponen Biaya Produksi Usahatani Semi Organik
Adapun komponen biaya produksi pada usahatani padi semi organik ialah tidak jauh berbeda dengan budidaya padi konvensional, perbedaan hanya terletak pada biaya sarana produksi pupuk. Adapun komponen biaya produksi pada budidaya padi semi organik didaerah penelitian adalah sebagai berikut : 1. Biaya Sarana Produksi
Biaya sarana produksi yaitu seluruh biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk memperoleh sarana produksi. Kebanyakan metode baru yang meningkatkan produksi pertanian memerlukan penggunaan bahan dan alat produksi khusus oleh petani seperti bibit, pupuk, pestisida dan juga alat mesin pertanian. Pembangunan pertanian menghendaki semuanya tersedia secara lokal atau di dekat perdesaan dan jumlah yang cukup banyak untuk memenuhi keperluan tiap petani yang mau menggunakannya (Hanafie, 2010). 2. Tenaga Kerja
Curahan tenaga kerja sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yakni: − Faktor alam yang meliputi curah hujan, iklim, kesuburan, jenis tanah dan
topografi. − Faktor jenis lahan yang meliputi sawah, tegal, dan pekarangan, serta (3)
luas, letak, dan penyebarannya. Faktor-faktor tersebut menyebabkan adanya perbedaan kesibukan tenaga kerja (Suratiyah, 2009).

11
Tenaga Kerja merupakan penduduk usia 15 tahun ke atas yang sedang bekerja, yang memiliki pekerjaan namun sementara tidak bekerja, seseorang yang tidak memiliki pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan dikategorikan bekerja. Sumber tenaga kerja dalam usahatani dibedakan atas : − Tenaga kerja dalam keluarga (family labour) yaitu seluruh tenaga kerja
yang terdapat dalam keluarga, baik manusia, ternak, maupun tenaga mesin. − Tenaga Kerja luar keluarga (hired labour) 3. Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan merupakan suatu iuran kas Negara terhadap bumi dan bangunan yang berada di atasnya. Dasar hukumnya dijelaskan dalam UU No.12 tahun 1985 yang telah diubah dengan UU No.12 tahun 1994. Azas dari penarikan pajak ini adalah memberikan kemudahan dan kesederhanaan, kepastian hukum, mudah dimengerti dan adil, serta menghindari pajak berganda. Tarif pajak ditentukan sebesar 0,5% dari nilai objek pajak. Dasar pengenaan pajak adalah NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak), dasar penghitungan pajak, dan Peraturan Pemerintah (Mardiasmo, 2008). 4. Iuran Irigasi
P3A (Perkumpulan Petani Pengguna Air) merupakan organisasi sosial dari petani, yang tidak berinduk pada golongan/partai politik, merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang pertanian, khususnya dalam bidang pengolahan air pengairan untuk kepentingan melangsungkan usahatani bersama. Dalam organisasi P3A ini dikenal adanya iuran P3A atau disebut juga Iuran Pelayanan Air (IPAIR). IPAIR merupakan iuran yang dipungut

12

dari petani pemakai air (P3A) atas jasa pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah (Widhiantini, 2000). 5. Penyusutan Peralatan Usahatani

Punyusutan peralatan merupakan penurunan nilai inventaris yang

disebabkan oleh pemakaian selama satu tahun pembukuan. Penyusutan merupakan nilai yang harus dibayar oleh petani dikarenakan berkurangnya nilai dari barang yang dimiliki oleh petani tersebut. Dapat dikatakan bahwa

nilai penyusutan tersebut merupakan nilai pembelian dikurangi nilai residu

yang hasil pengurangan tersebut dibagi dengan umur ekonomis (Soekartawi, dkk., 1984). Penyusutan peralatan dapat dihitung dengan rumus : Penyusutan Peralatan = Nilai Awal − Nilai Akhir
Umur Ekonomis

Keterangan:

Nilai awal

: Harga beli peralatan usahatani

Nilai akhir

: Harga peralatan usahatani saat ini setelah dipakai

Umur ekonomis : Umur tahan pakai peralatan usahatani.

Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani
dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Jangka waktu pembukuan umumnya satu tahun dan mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk bibit atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan atau digudangkan (Soekartawi, dkk., 1984).

13
Tujuan akhir dari pengelolaan usahatani adalah memperoleh penerimaan. Penerimaan usahatani diperoleh dengan mengalikan total produksi dengan harga jual petani atau dituliskan sebagai berikut:
TR = Y . Py Dimana:
TR = Total penerimaan Y = Produksi yang diperoleh dari usahatani Py = Harga produksi Pendapatan Usahatani
Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani disebut pendapatan bersih usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani, oleh karena itu pendapatan bersih merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat digunakan untuk membandingkan beberapa penampilan usahatani. Petani dalam memperoleh pendapatan bersih yang tinggi maka petani harus mengupayakan penerimaan yang tinggi dan biaya produksi yang rendah, menggunakan teknologi yang baik, mengupayakan harga input yang rendah, dan mengatur skala produksi yang efisien. Pendapatan bersih diperoleh dengan mengurangi keseluruhan penerimaan dengan total biaya, dengan rumus:
Pd = TR – TC Dimana:
Pd = Pendapatan bersih usahatani

14
TR = Total penerimaan TC = Total biaya
Total pendapatan merupakan seluruh sumber pendapatan yang diperoleh dari hasil usahatani padi sawah semi organik, usahatani diluar padi semi organik dan usaha diluar usahatani (Soekartawi, dkk., 1984). Karakteristik Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Tingkat Adopsi
Sesuai dengan pernyataan Soekartawi (1988), menyatakan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi terhadap suatu inovasi pertanian dapat dipengaruhi oleh: a. Umur petani
Semakin muda umur petani biasanya memiliki semangat ingin tahu terhadap apa yang belum diketahui. Dengan demikian petani akan lebih cepat melakukan adopsi inovasi. b. Tingkat pendidikan petani
Pendidikan merupakan sarana belajar, dimana selanjutnya akan menanamkan pengertian sikap yang menguntungkan menuju penggunaan praktek pertanian yang lebih modern. Petani yang berpendidikan tinggi akan lebih cepat dalam melaksanakan adopsi. c. Lama berusahatani
Petani yang sudah lebih lama bertani akan lebih mudah menerapkan inovasi dari pada petani pemula. Hal ini dikarenakan pengalaman yang lebih banyak dapat membuat perbandingan dalam mengambil keputusan.

15
d. Tingkat Kosmopolitan Tingkat kosmopolitan petani dapat diketahui dengan mengetahui frekuensi
petani keluar dari desanya ke desa lain atau ke kota, frekuensi mengikuti penyuluhan, frekuensi petani bertemu dengan tokoh inovator, koran yang dibaca, siaran TV yang ditonton, dan siaran radio yang didengar. e. Tingkat Partisipasi
Partisipasi memungkinkan perubahan-perubahan yang lebih besar dalam cara berfikir petani. Perubahan dalam pemikiran dan tindakan akan lebih sedikit terjadi dan perubahan-perubahan ini tidak akan bertahan lama jika petani menuruti saran-saran dari penyuluh pertanian. f. Jumlah tanggungan
Petani dengan jumlah tanggungan yang semakin tinggi akan semakin lamban dalam mengadopsi inovasi karena jumlah tanggungan yang besar mengharuskan petani untuk memikirkan pemenuhan kebutuhan hidup keluarganya. Petani yang memiliki jumlah tanggungan yang besar harus mampu mengambil keputusan yang tepat agar tidak mengalami resiko yang fatal bila kelak inovasi yang diadopsi mengalami kegagalan. g. Luas lahan
Petani yang memiliki lahan yang luas akan lebih mudah menerapkan inovasi dari pada petani berlahan sempit. Hal ini dikarenakan keefisienan penggunaan sarana produksi. h. Total pendapatan
Pendapatan usahatani yang tinggi seringkali ada hubungannya dengan tingkat difusi pertanian. Kemauan untuk melakukan percobaan atau

16
perubahan dalam difusi inovasi yang cepat sesuai kondisi pertanian yang dimiliki oleh petani, hal ini yang menyebabkan pendapatan petani yang lebih tinggi. Sebaliknya banyak kenyataan petani yang berpenghasilan rendah adalah lambat dalam melakukan difusi inovasi. Tahapan penerapan inovasi
Sesuai dengan pernyataan Slamet (2003), bahwa dalam proses penerimaan inovasi, terdapat 5 tahapan yang dilalui sebelum seseorang bersedia menerapkan sesuatu inovasi yang diperkenalkan kepadanya. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut: a. Tahap mengetahui inovasi
Pada tahap ini seseorang baru sadar terdapat sesuatu inovasi yang baru saja mereka ketahui. Tahapan inovasi dapat diketahui dengan mendengar, membaca atau melihat, tetapi pengertian orang tersebut belum mendalam. b. Tahap memperhatikan Setelah seseorang mengetahui adanya sesuatu inovasi maka proses selanjutnya ia akan memperhatikan, dengan cara mencari kejelasan tentang inovasi yang didengar, dibaca atau dilihat. Tahapan ini sering disebut dengan tahapan menarik perhatian atau seseorang mulai sadar bahwa telah terdapat teknologi baru yang mungkin dapat dicontoh dalam meningkatkan produksi dan produktivitas usahataninya. c. Tahap melakukan penilaian
Dari memperhatikan inovasi yang menarik dirinya, seseorang selanjutnya akan melakukan penilaian terhadap inovasi tersebut. Jika penilaian terhadap inovasi telah dilakukan, kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa

17
penerapan inovasi tersebut menguntungkan maka seseorang akan melangkah ke tahap berikutnya. d. Tahap mencoba
Dari penilaian terhadap inovasi yang diperkenalkan seseorang dapat menarik kesimpulan bahwa penerapan inovasi tersebut menguntungkan dirinya maka ia akan tertarik untuk mencoba menerapkan inovasi tersebut. Sehingga pada akhirnya dapat mengambil keputusan terhadap inovasi yang dicobanya, apakah inovasi dapat menguntungkan dirinya atau tidak. e. Tahap menerapkan atau menolak inovasi
Tahapan ini yaitu tahapan dimana seseorang akan menerima atau menolak inovasi yang diperkenalkan kepadanya. Jika hasil dari inovasi yang dicoba dapat memberikan keuntungan maka akan diterapkan, sebaliknya jika hasil yang diperoleh dipandang kurang memuaskan maka inovasi akan ditolak. Kerangka pemikiran
Petani padi sawah dalam melakukan budidaya padi sawah melakukan tahapan-tahapan seperti: pembibitan, pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit, dan pemanenan. Penyuluh mempunyai peranan dalam memperkenalkan inovasi pertanian semi organik kepada para petani. Dengan bantuan penyuluh maka inovasi akan cepat diterima oleh para petani khususnya petani padi sawah. Disamping itu media massa juga berperan dalam mempercepat proses penyampaian program pertanian kepada petani. Mereka dapat memperoleh informasi dari media massa melalui radio, televisi, majalah, koran dan sebagainya.

18
Dalam mengadopsi suatu program penyuluhan pertanian, petani dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya : umur, tingkat pendidikan, lama berusahatani, tingkat kosmopolitan, tingkat partisipasi, luas lahan, jumlah tanggungan, dan total pendapatan petani.
Semakin muda umur, biasanya memiliki semangat ingin tahu terhadap suatu inovasi. Dengan demikian petani akan lebih cepat melakukan adopsi terhadap suatu inovasi.
Petani yang sudah lama bertani akan lebih mudah dalam menerapkan inovasi dari pada petani pemula. Karena dengan pengalaman yang lebih banyak petani dapat membuat perbandingan dalam membuat keputusan untuk mengadopsi inovasi.
Semakin tinggi tingkat pendidikan petani, biasanya akan lebih mudah menyerap teknologi. Dengan demikian, semakin tinggi tingkat pendidikan maka tingkat adopsi terhadap suatu inovasi semakin tinggi.
Petani yang memiliki pandangan luas dengan dunia luar dengan kelompok sosial yang lain. Umumnya lebih mudah dalam mengadopsi suatu inovasi bila dibandingkan dengan golongan masyarakat yang hanya berorientasi pada kondisi lokal karena pengalaman petani yang terbatas petani sulit dalam menerima perubahan atau mengadopsi suatu inovasi. Hal ini disebabkan petani belum mengenal informasi yang cukup tentang inovasi tersebut.
Petani yang memiliki lahan luas akan lebih mudah dalam menerapkan inovasi bila dibandingkan petani yang memiliki lahan sempit. Hal ini dikarenakan keefisienan sarana produksi.

19
Petani yang memiliki jumlah tanggungan banyak umumnya lebih lambat dalam menghadapi suatu inovasi dibandingkan dengan petani yang lebih sedikit jumlah tanggungannya. Petani lebih cendrung terhadap pemenuhan kebutuhan sehari-hari daripada memenuhi sarana produksi kebutuhan untuk usahataninya
Petani yang memiliki pendapatan yang rendah pada umumnya lebih lambat dalam mengadopsi suatu inovasi karena petani umumnya lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan hidup petani bila dibandingkan dengan mengadopsi suatu inovasi. Petani tidak mau mengambil resiko yang besar jika nantinya inovasi itu tidak berhasil.
Program pertanian organik tidak dapat sepenuhnya diaplikasikan petani padi sawah. Hal ini dikarenakan para petani mengalami kesulitan untuk mengaplikasikan pertanian organik. Karena pada awalnya petani menggunakan pupuk kimia dalam usahataninya. Penggunaan pupuk kimia sangat membantu petani dalam kegiatan usahataninya, karena dapat mempercepat pertumbuhan tanaman, namun tidak ramah lingkungan. Namun untuk menerapkan pertanian organikpun para petani belum sanggup karena pertumbuhan tanaman sangat lambat. Hal ini akan merugikan petani. Dengan demikian petani masih sampai pada pertanian semi organik yaitu dengan menggunakan pupuk organik untuk membantu memperbaiki srtuktur tanah disertai dengan penggunaan pupuk kimia untuk membantu pertumbuhan tanaman.
Petani dalam mengadopsi inovasi pertanian organik tidak sama. Ada yang cepat dan ada yang lambat. Oleh karena itu tingkat adopsi dapat dikategorikan tinggi, sedang, dan rendah.

20

Karakteristik Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi: 1. Umur 2. Tingkat Pendidikan 3. Lama Berusahatani 4. Tingkat Kosmopolitan 5. Tingkat Partisipasi 6. Jumlah Tanggungan 7. Luas Lahan 8. Total Pendapatan

Kelompok Tani Petani padi sawah Pertanian semi organik Tingkat adopsi petani

Tahapan budidaya padi sawah: 1. Penyemaian 2. Persiapan lahan 3. Penanaman 4. Pemeliharaan 5. Pemupukan 6. Pengendalian hama dan penyakit
Kegiatan penyuluhan pertanian

tinggi

sedang

rendah

Keterangan:

= Menyatakan hubungan = Menyatakan pengaruh

Gambar 1. Skema Krangka Pemikiran Karakteristik Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Penerapan Teknologi Pertanian Semi Organik Pada Komoditi Padi sawah.

Hipotesis Penelitian 1. Tingkat adopsi petani terhadap inovasi pertanian semi organik adalah sedang. 2. Umur, tingkat pendidikan, lama berusahatani, tingkat kosmopolitan, tingkat
partisipasi, jumlah tanggungan, luas lahan sawah, dan total pendapatan petani mempengaruhi tingkat adopsi petani terhadap inovasi pertanian semi organik padi sawah di daerah penelitian.

METODE PENELITIAN

21

Metode Penentuan Daerah Penelitian

Metode penentuan lokasi ini dilakukan secara sengaja yaitu di desa

Sambirejo Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat karena desa Sambirejo

merupakan salah satu desa yang menerapkan pertanian semi organik pada

komoditi padi sawah di Kecamatan Binjai sejak tahun 2010 dan desa ini didukung

oleh adanya rumah kompos yang juga telah beroperasi sejak tahun 2010.

Kabupaten Langkat merupakan salah satu daerah sentra produksi padi terbesar ke

5 di Sumatera Utara dan kecamatan Binjai merupakan salah satu daerah dengan

produktivitas lahan sawah tertinggi ke 2 di Kabupaten Langkat. Hal ini dapat

dilihat Pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas panen, produksi dan produktivitas padi sawah per Kabupaten

di Sumatera Utara

No Kabupaten/Kota

Luas panen (Ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas lahan (Kw/ha)

1 Nias

8.890

35.838

40,31

2 Madina

36.186

175.794

48,58

3 Tap. Selatan

27.700

138.214

49,90

4 Tap. Tengah

27.428

122.403

44,63

5 Tap. Utara

23.820

110.054

46,20

6 Toba Samosir

22.107

105.348

47,65

7 Lab. Batu

23.065

111.260

48,24

8 Asahan

16.431

79.390

48,32

9 Simalungun

78.995

416.247

52,69

10 Dairi

14.678

68.533

46,69

21

22

Lanjutan Tabel 1. Luas panen, produksi dan produktivitas padi sawah per

Kabupaten di Sumatera Utara

11 Karo

12.214

56.848

46,54

12 Deli Serdang

84.582

426.227

50,39

13 Langkat

67.155

328.424

48,91

14 Nias Selatan

16.292

65.056

39,93

15 H. Hasundutan

17.850

83.042

46,52

16 Pakpak Barat

2.438

11.229

46,06

17 Samosir

7.684

36.301

47,24

18 Serdang Bedagai

73.585

377.307

51,27

19 Batu Bara

34.224

166.397

48,62

20 P. Lawas Utara

16.618

80.730

48,58

21 P. Lawas

14.737

71.858

48,76

22 Lab. Batu Selatan

1.798

8.630

48,00

23 Lab. Batu Utara

40.815

197.202

48,32

24 Nias Utara

6.295

25.432

40,40

25 Nias Barat

2.910

11.793

40,53

26 T. Balai

427 1.942

45,48

27 P. Siantar

3.786

18.705

48,41

28 T. Tinggi

1.136

5.474

48,19

29 Medan

4.056

19.517

48,12

30 Binjai

4.032

19.247

47,74

31 P. Sidempuan

8.559

40.434

47,24

32 Gunung Sitoli

1.815

7.387

40,70

Jumlah

702.308

3.422.264

48,73

Sumber: Dinas Pertanian Sumatera Utara

23

Tabel 2. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Lahan Per Kecamatan Di

Kabupaten Langkat

No Kecamatan

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas Lahan(Kw/Ha)

1 Bahorok 2 Serapit 3 Salapian 4 Kutam baru 5 Sei Bingei 6 Kuala 7 Selesai 8 Binjai 9 Stabat 10 Wampu 11 Batang Serangan 12 Sawit Seberang 13 Padang Tualang 14 Hinai 15 Secanggang 16 Tanjung Pura 17 Gebang 18 Babalan 19 Sei Lepan 20 Brd. Barat 21 Besitang 22 Pkl. Susu 23 Pematang Jaya

1165 2785 447
6096 1506 3509 3477 2029 1785 291
49 941 3114 10736 9776 5390 8136 3681 2348 2510 4438 1386

6188 17317 2590
37356 9277 20184 21585 11009 9684 1519 238 5093 19005 64062 60787 32739 46212 20179 12834 14151 25021 7533

53,12 62,18 57,94
61,28 61,60 57,52 62,08 54,26 54,25 52,20 48,62 54,12 61,03 59,67 62,18 60,74 56,80 54,82 54,66 56,38 56,38 54,35

Jumlah

75595

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Langkat

444565

58,81

Metode Pengambilan Sampel

Metode yang digunakan dalam penentuan sampel adalah metode

pengambilan sampel berstrata proporsional ( Proportionate stratified random

sampling). Metode ini digunakan apabila kondisi populasi heterogen dan

berstrata. Dalam metode sampling ini, sebelum peneliti melakukan pemilihan

sampel, maka populasi digolongkan terlebih dahulu ke dalam golongan-golongan

atau strata-strata menurut suatu kriteria tertentu.

24

Menurut Roscoe (1975) dalam Sugiyono (2010) memberikan acuan umum untuk menentukan ukuran sampel :

1. Ukuran sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500 adalah tepat untuk

kebanyakan penelitian.

2. Jika sampel dipecah ke dalam subsampel (pria/wanita, junior/senior, dan

sebagainya), ukuran sampel minimum 30 untuk tiap kategori adalah tepat.

3. Dalam penelitian mutivariate (termasuk analisis regresi berganda), ukuran

sampel sebaiknya 10 kali lebih besar dari jumlah variabel dalam penelitian

4. Untuk penelitian eksperimental sederhana dengan kontrol eskperimen yang

ketat, penelitian yang sukses adalah mungkin dengan ukuran sampel kecil

antara 10 sampai dengan 20.

Dari hasil pra survey diperoleh jumlah populasi petani padi sawah yang

menerapkan pertanian semi organik sebanyak 245 petani. Sampel yang digunakan

adalah 30 petani. Petani yang memiliki luas lahan 1 Ha sebanyak 7 petani. Jumlah

populasi dan sampel petani padi sawah dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah Populasi Petani Padi Sawah Berdasarkan Luas Lahan di

Desa Sambirejo.

Luas lahan (Ha) Populasi (KK)

Sampel (KK)

< 0,5 Ha

129 129/245 × 30 = 16

0,5– 1 Ha

109 109/245 × 30 = 13

>1 7 7/245 ×30 =1

Jumlah

245

30

Sumber: BPP Kecamatn Binjai
Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dari metode ini terdiri dari data primer dan data

skunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden

dengan menggunakan pertanyaan atau kuisioner yang dibuat terlebih dahulu

25
sedangkan data skunder diperoleh dari lembaga atau instansi terkait seperti Dinas Pertanian Kabupaten Langkat, Badan Penyuluhan Pertanian serta literatur yang mendukung penelitian. Metode Analisis Data
Untuk menguji hipotesisi 1 digunakan metode analisis deskriptif yang dibantu dengan skoring. Penilaian skoring paket teknologi pertanian semi organik terhadap usahatani padi sawah di Desa Sambirejo, Kecamatan Binjai, Kabupaten Langkat dengan kriteria penilaian sebagai berikut : 1. Mengikuti semua teknologi sesuai dengan anjuran penerapan , skor 3 2. Melakukan salah satu teknologi sesuai dengan anjuran penerapan, skor 2 3. Melakukan perlakuan teknologi tertentu tidak sesuai anjuran penerapan, skor 1
Tingkat penerapan teknologi pertanian semi organik di Desa Sambirejo dapat diukur dengan kriteria diatas, maka skor tingkat penerapanya berada diantara skor 1 sampai dengan skor 36, sehingga dapat ditentukan kategori tingkat adopsi petani padi sawah terhadap teknologi pertanian semi organik sebagai berikut : 12 - 19 adalah tingkat adopsi rendah 20 - 27 adalah tingkat adopsi sedang 28 - 36 adalah tingkat adopsi tinggi
Tingkat kosmopolitan, dikatakan: a. Tinggi, apabila terjadi intensitaas yang tinggi (setiap hari) dalam berinteraksi
terhadap dunia luar. b. Sedang, apabila terjadi intensitas yang sedang (beberapa kali dalam sebulan)
dalam berinteraksi terhadap dunia luar.

26

c. Rendah, apabila terjadi iintensitas yang rendah (beberapa kali dalam setahun

atau tidak pernah sama sekali) dalam berinteraksi terhadap dunia luar.

Tingkat partisipasi, dikatakan:

a. Tinggi, apabila terjadi pengikutsertaan petani yang tinggi (beberapa kali

dalam seminggu) terhadap kegiatan pertanian.

b. Sedang, apabila terjadi pengikutsertaan petani yang sedang (beberapa kali

dalam sebulan) terhadap kegiatan pertanian.

c. Rendah, apabila terjadi pengikutsertaan petani yang rendah (beberapa kali

dalam setahun atau tidak pernah sama sekali) terhadap kegiatan pertanian.

Untuk menguji hipotesis 2 dianalisis menggunakan metode regresi linier

berganda dengan model persamaan Cobb Douglas yang dibantu dengan program

SPSS 15. Secara sistematis persamaan analisis regresi linier berganda dapat ditulis

sebagai berikut:

Y

=

a

.

X 1 b1

.

X

b2 2

.

X

b3 3

.

X

b4 4

.

X5b5.

X6b6.

X7b7.

X8b8

Kemudian dengan menggunakan sifat-sifat logaritma natural persamaan

diatas berubah menjadi:

Ln Y = Ln a + b1 Ln X1 + b2 Ln X2 + b3 Ln X3 + b4 Ln X4 + b5 Ln X5 + b6

Ln X6 + b7 Ln X7 + b8 Ln X8

Dimana:

Y : Tingkat adopsi

X : Umur (tahun) 1
X : Tingkat pendidikan (tahun) 2
X : Lama berusahatani (tahun) 3

X : Tingkat kosmopolitan (skor) 4

X : Jumlah Kredit (Rp) 5

X : Luas lahan (Ha) 6

27
X7 : Jumlah tanggungan (Orang) X : Total pendapatan (Rp/ musim tanam)
8
a : Konstanta Uji Asumsi 1. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinieritas dimaksudkan untuk menghindari adanya hubungan yang linier antar variabel bebas. Multikolinieritas dapat dideteksi dengan beberapa metode, diantaranya adalah dengan melihat: - Jika nilai Toleransi atau VIF kurang dari 0,1 atau nilai VIF melebihi 10 - Terdapat koefisien korelasi sederhana yang mencapai atau melebihi 0,8.
Jika nilai F-hitung melebihi nilai F-tabel dari regresi antar variabel bebas - Melihat nilai R² (R square) yang tinggi sedangkan tidak ada satupun
variabel yang berpengaruh secara parsial (Sujianto, 2009). 2. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Cara mendeteksi apakah residual berdistribusi normal apa tidak dalam model regresi adalah sebagai berikut: - Analisis grafik
Analisis grafik dilakukan dengan cara melihat grafik histogram yang membandingkan antara data

Dokumen yang terkait

Analisis Tingkat Ketimpangan Pendapatan dan Kemiskinan Petani Padi Sawah di Desa Sidodadi Ramunia Kecamatan Deli Serdang

19 143 103

Akses Pangan Rumah Tangga Petani Padi Sawah Studi Kasus Di Desa Sempung Polding Kecamatan Lae Parira Kabupaten Dairi

2 48 112

Hubungan Tingkat Kosmopolitan Dengan Sikap Petani Padi Sawah Terhadap Kelompok Tani di Kabupaten Deli Serdang

1 32 89

Beberapa Faktor-Faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Sikap Petani Padi Sawah Terhadap Kegiatan Penyuluhan Pertanian di Kabupaten Toba Samosir

0 29 113

Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi Dengan Sikap Petani Padi Sawah Pada Pola Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) Pupuk Bersubsidi (Studi Kasus: Desa Cinta Damai, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang)

7 68 81

Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi Dengan Tingkat Adopsi Petani Padi Sawah Dalam Metode SLPTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu) (Studi kasus : Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang)

3 58 57

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Adopsi Petani Terhadap Pertanian Semi Organik Pada Komoditi Cabai Merah (Kasus : Kecamatan Berastagi kabupaten Karo).

8 83 117

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Petani Padi Sawah terhadap Penerapan Pertanian Organik

1 14 109

KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI PENERAPAN TEKNOLOGI PERTANIAN SEMI ORGANIK PADA KOMODITI PADI SAWAH

0 0 13

Karakteristik sosial Ekonomi Yang Mempengaruhi Penerapan Teknologi Pertanian Semi Organik Pada Komoditi Padi Sawah

0 1 16