Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Adopsi Petani Terhadap Pertanian Semi Organik Pada Komoditi Cabai Merah (Kasus : Kecamatan Berastagi kabupaten Karo).
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT
ADOPSI PETANI TERHADAP PERTANIAN SEMI ORGANIK
PADA KOMODITI CABAI MERAH
(Kasus: Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo)
SKRIPSI
OLEH:
MAHARANI JUITA SARI 060309031
SEP – PKP
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT
ADOPSI PETANI TERHADAP PERTANIAN SEMI ORGANIK
PADA KOMODITI CABAI MERAH
(Kasus: Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo)
SKRIPSI
OLEH:
MAHARANI JUITA SARI 060309031
SEP – PKP
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Gelar Sarjana Di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
(Ir. Yusak Maryunianta, M.Si.) (
NIP: 131 618 780 NIP: 196509261993031002
Ir. Sinar Indra Kusuma, M.Si)
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(3)
RINGKASAN
MAHARANI JUITA SARI (060309031/AGRIBISNIS-PKP) dengan judul
penelitian “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT ADOPSI
PETANI TERHADAP PERTANIAN SEMI ORGANIK PADA KOMODITI CABAI MERAH (Kasus : Kecamatan Berastagi kabupaten Karo)” yang
dilakukan pada tahun 2010. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir. Yusak
Maryunianta, M.Si, dan Bapak Ir. Sinar Indra Kesuma, M.Si.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat adopsi petani di Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo dan bagaimana pengaruh faktor-faktor sosial ekonomi terhadap tingkat adopsi petani cabai merah.
Pemilihan daerah penelitian ditentukan secara Stratified Random Sampling berdasarkan luas lahan dengan jumlah populasi petani cabai merah yang ada 180 KK dan jumlah sampel yang diambil adalah 30 KK.
Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden dengan menggunakan pertanyaan atau kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi terkait seperti Badan Penyuluhan Pertanian, Dinas Pertanian Kabupaten Karo, Badan Pusat Statistik Sumatera Utara serta literatur yang mendukung penelitian.
Dari hasil penelitian diperoleh:
1. Tingkat adopsi petani terhadap pertanian organik di Kecamatan Berastagi adalah tinggi dengan skor rata-rata 27.65. Sebagian besar petani di daerah penelitian sudah menerapkan budidaya cabai merah sesuai dengan anjuran.
2. Secara serempak, kedelapan variabel independent yang dikaji (umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan, jumlah tanggungan, tingkat kosmopolitan, pendapatan, dan tingkat partisipasi petani) adalah merupakan faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi petani cabai merah. Dari hasil pengujian kedelapan variabel independent tersebut hanya variabel tingkat partisipasi petani yang berpengaruh nyata terhadap tingkat adopsi petani cabai merah.
(4)
RIWAYAT HIDUP
MAHARANI JUITA SARI, dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 Juli 1988. penulis merupakan anak pertama dari 3 bersaudara dari Ayahanda Syahrial Menan, S.E dan Ibunda Rosita.
Jenjang pendidikan:
1. SD Angkasa 2 Medan tamat tahun 2000 2. SLTP Angkasa Medan tamat tahun 2003 3. SMA Negeri 2 Medan tamat tahun 2006
4. Diterima di Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan pada tahun 2006 melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
5. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Pasir Tengah Kecamatan Tanah Pinem Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010.
6. Melakukan penelitian Bulan September 2010 di Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara.
(5)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT ADOPSI PETANI TERHADAP INOVASI PERTANIAN SEMI ORGANIK PADA KOMODITI CABAI MERAH (Kasus: Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo)”.
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih sedalam-dalamnya kepada:
1. Keluargaku tersayang, Papaku Syahrial Menan S.E dan Mamaku Rosita juga Adik-adikku tersayang Mega Puspita Sari dan Akhbar Maulana atas dukungan kasih sayang, nasehat, doa dan kesabaran.
2. Komisi pembimbing Bapak Ir. Yusak Maryunianta M.Si dan Bapak Ir. Sinar Indra Kesuma M.Si atas segala bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini .
3. Ketua Departemen Agribisnis Bapak Ir. Luhut Sihombing M.P, dan Ibu Dr. Ir. Salmiah M.Si selaku Sekretaris Departemen Agribisnis, serta kepada seluruh Staf Pengajar dan Pegawai Tata Usaha Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bantuan.
4. Para responden, Bapak Karten Tarigan selaku Kordinator Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Berastagi dan Bapak Bijak Ginting. S.Sn. M.Hum yang begitu banyak membantu di daerah penelitian.
5. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Angga Fernando. Amd, yang selalu memberikan dukungan dan motivasi, serta kepada seluruh teman-teman stambuk 2006 yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan masukan dan saran dari berbagai pihak bagi perbaikan kualitas skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak.
Medan, Desember 2010 Penulis
(6)
DAFTAR ISI
RINGKASAN ………... i
RIWAYAT HIDUP ……….... ii
KATA PENGANTAR ……….... iii
DAFTAR ISI ………..…. iv
DAFTAR TABEL ………..…….. v
DAFTAR LAMPIRAN ……….. vi
PENDAHULUAN ………... 1
Latar Belakang ………. 1
Identifikasi Masalah ………..…….….. 6
Tujuan Penelitian ... 7
Kegunaan Penelitian ... 7
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 8
Tinjauan Pustaka ... 8
Landasan Teori ... 12
Kerangka Pemikiran ... 17
Hipotesis Penelitian ... 21
METODE PENELITIAN ... 22
Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 22
Metode Pengambilan Sampel ... 22
Metode Pengumpulan Data ... 22
Metode Analisis Data ... 23
Definisi dan Batasan Operasional ………... 27
Definisi ……… 27
Batasan Operasional ……….…... 29
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL ... 30
Deskripsi Daerah Penelitian ... 30
Karakteristik Sampel ………... 33
HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 34
Tingkat Adopsi Petani Cabai Merah Terhadap Pertanian Semi Organik di Kecamatan Berastagi ... 34
Faktor-Faktor Sosial Ekonomi yang Berpengaruh Terhadap Tingkat Adopsi Petani Cabai Merah ……….… 44
KESIMPULAN DAN SARAN ……….… 51
Kesimpulan ……….……. 51
Saran ……….……... 51
Saran Kepada Pemerintah ... 51
Saran Kepada Penyuluh Pertanian ... 52
Saran Kepada Petani Cabai Merah ... 52
Saran Kepada Peneliti Selanjutnya ... 52
(7)
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
1. Luas Panen, Produksi, Produktifitas Cabai Merah Per Kabubaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2009 ... 4
2. Luas Panen, Produksi, Produktifitas Cabai Merah Per Kecamatan di Kabupaten Karo Tahun 2009 ... 5
3. Luas Panen, Produksi, Produktifitas Cabai Merah di Kecamatan Berastagi Tahun 2009 ... 6
4. Jumlah Populasi Petani Cabai Merah Berdasarkan Luas Lahan di Kecamatan Berastagi ... 22
5. Spesifikasi Pengumpulan Data ... 23
6. Distribusi Penduduk Kecamatan Berastagi Menurut Kelompok Umur Tahun 2009 ... 31
7. Distribusi Penduduk Kecamatan Berastagi Menurut Mata Pencaharian Tahun 2009 ... 31
8. Sarana dan Prasarana di Kecamatan Berastagi ... 32
9. Luas Tanah Menurut Penggunaannya ... 32
10. Karakteristik Petani Sampel di Kecamatan Berastagi ... 33
11. Pernyataan Tingkat Adopsi ... 36
12. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Variabel-Variabel yang Berpengaruh Terhadap Tingkat Adopsi Petani Cabai Merah …………. 47
(8)
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Karakteristik Petani Sampel ... 4
2. Sarana Produksi Bibit ... 3
3. Sarana Produksi Pupuk ... 4
4. Sarana Produksi Obat-obatan ... 6
5. Total Biaya Sarana Produksi Bibit, Pupuk, Obat-obatan ... 8
6. Biaya Tenaga Kerja ……… 9
7. Penyusutan Alat per Tahun ……… 11
8. Biaya Produksi per Petani ……….. 13
9. Penerimaan, Biaya Produksi, dan Pendapatan Usaha Tani Cabai Merah ...15
10. Sumber Pendapatan Petani ... 16
11. Pernyataan Tingkat Adopsi ... 18
12. Jawaban Responden Terhadap Tingkat Adopsi ... 24
13. Frekuensi Jawaban Pernyataan Tingkat Adopsi ……… 25
14. Metode Succesive Interval Untuk Variabel Tingkat Adopsi ... 26
15. Perhitungan Nilai Skala Tingkat Adopsi ………... 27
16. Hasil Interpretasi Jumlah Skor Untuk Variabel Tingkat Adopsi ... 28
17. Pernyataan Untuk Variabel Tingkat Kosmopolitan ……….. 30
18. Jawaban Responden Terhadap Tingkat Kosmopolitan ... 31
19. Frekuensi Jawaban Pernyataan Tingkat Kosmopolitan ……… 33
20. Metode Succesive Interval Untuk Variabel Tingkat Kosmopolitan ….34 21. Perhitungan Nilai Skala Tingkat Kosmopolitan ………... 36
22. Hasil Interpretasi Jumlah Skor Untuk Tingkat Kosmopolitan ... 37
23. Pernyataan Untuk Variabel Tingkat Partisipasi Petani ... 39
24. Jawaban Responden Terhadap Tingkat Partisipasi Petani ... 40
25. Frekuensi Jawaban Pernyataan Tingkat Partisipasi ... 41
26. Metode Succesive Interval Untuk Variabel Tingkat Partisipasi …….. 42
(9)
No. Judul Halaman 29. Data Input Analisis Regresi Linier Berganda ... 47 30. Hasil Analisis Korelas Pearson ………. 49 31. Hasil Analisis Metode Backward Elimination ……….. 51
(10)
RINGKASAN
MAHARANI JUITA SARI (060309031/AGRIBISNIS-PKP) dengan judul
penelitian “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT ADOPSI
PETANI TERHADAP PERTANIAN SEMI ORGANIK PADA KOMODITI CABAI MERAH (Kasus : Kecamatan Berastagi kabupaten Karo)” yang
dilakukan pada tahun 2010. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir. Yusak
Maryunianta, M.Si, dan Bapak Ir. Sinar Indra Kesuma, M.Si.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat adopsi petani di Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo dan bagaimana pengaruh faktor-faktor sosial ekonomi terhadap tingkat adopsi petani cabai merah.
Pemilihan daerah penelitian ditentukan secara Stratified Random Sampling berdasarkan luas lahan dengan jumlah populasi petani cabai merah yang ada 180 KK dan jumlah sampel yang diambil adalah 30 KK.
Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden dengan menggunakan pertanyaan atau kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi terkait seperti Badan Penyuluhan Pertanian, Dinas Pertanian Kabupaten Karo, Badan Pusat Statistik Sumatera Utara serta literatur yang mendukung penelitian.
Dari hasil penelitian diperoleh:
1. Tingkat adopsi petani terhadap pertanian organik di Kecamatan Berastagi adalah tinggi dengan skor rata-rata 27.65. Sebagian besar petani di daerah penelitian sudah menerapkan budidaya cabai merah sesuai dengan anjuran.
2. Secara serempak, kedelapan variabel independent yang dikaji (umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan, jumlah tanggungan, tingkat kosmopolitan, pendapatan, dan tingkat partisipasi petani) adalah merupakan faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi petani cabai merah. Dari hasil pengujian kedelapan variabel independent tersebut hanya variabel tingkat partisipasi petani yang berpengaruh nyata terhadap tingkat adopsi petani cabai merah.
(11)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cabai sebagai komoditi sayuran mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi dibanding jenis sayuran lainnya. Cabai mempunyai banyak kegunaan dalam kehidupan manusia. Pada umumnya, cabai dikonsumsi atau diperlukan oleh seluruh lapisan masyarakat untuk bahan penyedap berbagai macam masakan, antara lain sebagai sambal atau saus. Oleh karena itu cabai dikenal masyarakat sebagai sayuran rempah (bumbu dapur). Fungsi cabai dalam berbagai makanan atau masakan terutama untuk memberikan rasa pedas atau hangat sehingga masakan akan terasa lebih segar (Tim Bina Karya Tani, 2008).
Luas lahan pertanian yang dimanfaatkan untuk budidaya tanaman hortikultura didunia adalah sangat kecil jika dibandingkan dengan luas lahan yang dimanfaatkan untuk budidaya tanaman serealia (biji – bijian) atau tanaman pangan lainnya. Luas lahan budidaya tanaman hortikultura kurang dari 10% dari total lahan pertanian dunia. Di Indonesia, luas lahan pertanian yang dimanfaatkan untuk budidaya tanaman hortikultura juga relatif kecil dibandingkan dengan luas lahan yang dimanfaatkan untuk jenis tanaman pangan lainnya. Walaupun demikian, budidaya tanaman hortikultura tidak dapat diabaikan, karena tanaman ini penting peranannya sebagai sumber gizi (tanaman sayuran dan buah – buahan) dan keindahan (tanaman hias) yang dibutuhkan manusia dalam hidupnya (Lakitan, 1995).
Istilah umum “pertanian” berarti kegiatan menanami tanah dengan tanaman yang nantinya menghasilkan sesuatu yang dapat dipanen, dan kegiatan pertanian merupakan campur tangan manusia terhadap tetumbuhan asli dan daur hidupnya. Dalam pertanian modern campur tangan ini semakin jauh dalam bentuk masukan
(12)
bahan kimia pertanian, termasuk: bahan kimia, pestisida dan bahan pembenah tanah lainnya. Bahan-bahan tersebut mempunyai peranan yang cukup besar dalam meningkatkan produksi tanaman (Sutanto, 2002).
Pertanian organik mengedepankan hubungan yang harmonis antar unsur-unsur yang ada di alam. Tidak hanya menjadi solusi karena mampu secara langsung menggantikan revolusi hijau untuk menyediakan pangan dan penghidupan secara berkelanjutan, tetapi pertanian organik juga mampu memperbaiki kerusakan yang sudah terjadi akibat revolusi hijau (Eliyas, 2008).
Sebenarnya pertanian tradisional merupakan pertanian yang akrab lingkungan karena tidak memakai pestisida. Akan tetapi produksinya tidak dapat membagi kebutuhan masyarakat. Untuk mengimbangi kebutuhan masyarakat tersebut, perlu diupayakan peningkatan produksi yang kemudian berkembang sistem pertanian konvensional. Tetapi pertanian konvensional banyak tergantung pada bahan kimia yang harganya mahal, bahkan sering langka. Ketergantungan ini dapat menyebabkan produksi yang merosot dan biaya produksi yang tinggi. Permasalahan yang dihadapi pertanian konvensional dapat diselesaikan dengan mengembangkan pertanian organik (Pracaya, 2002).
Penyuluhan pertanian memiliki kegiatan tertentu agar tujuan yang diinginkannya (perbaikan-perbaikan teknologi, cara kerja dan tingkat kehidupan para petani dipedesaan) dapat tercapai. Kegiatan itu harus dilaksanakan secara teratur dan terarah, tidak mungkin dilaksanakan begitu saja. Oleh karena itu memerlukan metode atau cara-cara yang dapat digunakan yang harus bersifat mendidik, membimbing dan menerapkan, sehingga para petani dapat menolong dirinya sendiri, memperbaiki tingkat pemikiran, tingkat kerja dan tingkat kesejahteraan hidupnya (Kartasapoetra,
(13)
Tingkat adopsi dipengaruhi oleh tingkat persepsi petani tentang ciri-ciri inovasi dan perubahan yang dikehendaki oleh inovasi didalam pengelolaan pertanian serta peranan dari keluarga petani. Inovasi biasanya diadopsi dengan cepat karena:
• Memiliki keuntungan relatif yang tinggi bagi petani
• Sesuai dengan nilai-nilai, pengalaman dan kebutuhannya
• Tidak rumit
• Dapat dicoba dalam skala kecil
• Mudah diamati
Hasil penelitian adopsi inovasi dapat digunakan oleh organisasi penyuluhan pertanian untuk mempercepat tingkat adopsi inovasi atau mengubah proses adopsi inovasi sedemikiann rupa sehingga kategori petani tertentu dapat mengadopsinya lebih cepat (Van Den Ban dan Hawkins, 1999).
Salah satu daerah yang membudidayakan cabai merah di Indonesia adalah Propinsi Sumatera Utara dengan salah satu wilayah penghasil cabai merah adalah Kabupaten Karo. Gambaran perkembangan luas panen, produksi dan produktifitas cabai merah dapat dilihat pada Tabel.1.
(14)
Tabel 1. Luas Panen, Produksi, Produktifitas Cabai Merah Per Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara
No. Kabupaten Luas Panen (Ha)
Produksi (Ton)
Produktifitas (Kw/Ha)
1 Nias 614 1525 24.84
2 Mandailing Natal 286 1652 57.76
3 Tapanuli Selatan 507 2514 49.59
4 Tapanuli Tengah 509 2739 53.81
5 Tapanuli Utara 878 4263.4 48.56
6 Toba Samosir 195 1529 78.41
7 Labuhan Batu 215 130 6.05
8 Asahan 193 1526 79.07
9 Simalungun 2104 13659 64.91
10 Dairi 680 1625 23.90
11 Karo 4173 37672 90.28
12 Deliserdang 3692 19213 52.04
13 Langkat 383 1318 34.41
14 Nias Selatan 160 415 25.94
15 Humbang Hasundutan 643 3348.6 52.08
16 Pak-pak Barat 23.5 424.4 180.60
17 Samosir 265 1325 50.00
18 Serdang Bedagai 223 651 29.19
19 Batu Bara 178 1190 66.85
20 Sibolga 0 0 0.00
21 Tanjung Balai 35.5 230.75 65.00
22 Pematang Siantar 27 113 41.85
23 Tebing Tinggi 3 10 33.33
24 Medan 85 575 67.65
25 Binjai 108 1285 118.98
26 Padang Sidempuan 98 798.21 81.45
16278 99731.36 59.06 Jumlah
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2009
Dari Tabel.1. dapat dilihat bahwa Kabupaten Karo dengan luas panen 4173 Ha, produksi 37672 Ton, dan produktifitas 90,28 Kw/Ha merupakan daerah penghasil cabai terbesar di Sumatera Utara.
Kabupaten Karo terdiri dari 17 kecamatan. Pada Tabel.2. ditunjukkan luas panen, produksi, dan produktifitas cabai merah per kecamatan yang terdapat di Kabupaten Karo.
(15)
Tabel 2. Luas Panen, Produksi, Produktifitas Cabai Merah Per Kecamatan di Kabupaten Karo.
No. Kecamatan Luas Panen (Ha)
Produksi (Ton)
Produktifitas (Kw/Ha)
1 Mardingding 42 138 32.86
2 Laubaleng 127 479 37.72
3 Tigabinanga 175 850 48.57
4 Juhar 5 26 52.00
5 Munte 246 2981 121.18
6 Kutabuluh 250 750 30.00
7 Payung 944 8944 94.75
8 Tiganderket 79 734 92.91
9 Simpang Empat 1124 11240 100.00
10 Naman Teran 265 1952 73.66
11 Merdeka 165 1365 82.73
12 Kabanjahe 197 2758 140.00
13 Berastagi 84 728 86.67
14 Dolat Rayat 146 2242 153.56
15 Tigapanah 28 300 107.14
16 Merek 223 1333 59.78
17 Barusjahe 73 852 116.71
4173 37672 90.28
Jumlah
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2009
Dari Tabel.2. dapat dilihat Kecamatan Berastagi luas panen 84 Ha, produksi 728 Ton, produktifitas 86,67 Kw/Ha. Kecamatan Berastagi dipilih karena sebagian petani cabai di Kecamatan Berastagi sudah menerapkan inovasi pertanian organik.
Kecamatan Berastagi terdiri dari 9 desa, tetapi hanya 8 desa yang mengusahakan cabai merah. Pada Tabel.3. dapat dilihat luas panen, produksi, dan produktifitas cabai merah di Kecamatan Berastagi.
(16)
Tabel 3. Luas Panen, Produksi, Produktifitas cabai merah di Kecamatan Berastagi Tahun 2009.
No. Desa /Kelurahan Luas Panen (Ha)
Produksi (Ton)
Produktifitas (Kw/Ha)
1 Gurusinga 20 173.3 86.65
2 Raya 30 260 86.67
3 Rumah Berastagi 10 86.6 86.60
4 Tambak Lau Mulgap II 5 43.4 86.80
5 Gundaling II 4 34.7 86.75
6 Gundaling I 3 26 86.67
7 Tambak Lau Mulgap I 0 0 0.00
8 Sempajaya 5 43.4 86.80
9 Doulu 7 60.6 86.57
84 728 86.67
Jumlah
Sumber: Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo.
Dari Tabel.3. dapat dilihat bahwa Desa Raya merupakan daerah terbesar penghasil cabai merah untuk Kecamatan Berastagi. Desa Raya memiliki luas panen 20 Ha, produksi 260 Ton, dan produktifitas 86,67. Berdasarkan uraian tersebut untuk mengetahui lebih jauh mengenai tingkat adopsi petani terhadap inovasi pertanian organik pada cabai merah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di Kecamatan Berastagi, maka perlu dilakukan penelitian secara ilmiah di tiga desa penghasil cabai terbesar di Kabupaten Karo Kecamatan Berastagi yaitu Desa Raya, Desa Gurusinga, Desa Rumah Berastagi.
Identifikasi Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat adopsi petani terhadap pertanian semi organik pada cabai merah di daerah penelitian?
2. Apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi petani terhadap pertanian semi organik pada cabai merah di daerah penelitian?
(17)
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan diadakan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui tingkat adopsi petani terhadap pertanian semi organik pada cabai merah di daerah penelitian.
2. Untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi petani terhadap pertanian semi organik pada cabai merah di daerah penelitian.
Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian adalah sebagai berikut:
1. Sebagai masukan bagi petani cabai merah untuk mengetahui masalah yang dihadapi dalam mengelola dan mengembangkan usaha tani cabai merah.
2. Sebagai bahan informasi bagi para pengambil keputusan untuk perbaikan dan pengembangan usaha tani cabai merah.
(18)
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA
PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Tinjauan Pustaka
Sesuai dengan pernyataan Tim Bina Karya Tani (2008), yang menyatakan bahwa tanaman cabai merah dapat tumbuh subur diberbagai ketinggian tempat, mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi, bergantung pada varietasnya. Terdapat beberapa kondisi lingkungan yang harus dipenuhi agar produktifitas cabai menjadi optimal, yaitu:
1. Sebagian besar sentra produsen cabai berada di dataran tinggi dengan ketinggian antara 1.000 – 1.250 meter dari permukaan laut (dpl).
2. Tanaman tidak tahan hujan juga tidak tahan terhadap sinar matahari yang terik. Inilah sebabnya cabai lebih memungkinkan ditanam didaerah kering dan sejuk dari pegunungan, dari pada dataran rendah.
3. Rata – rata suhu yang baik adalah antara 210 – 280
4. suhu panas terutama diperlukan pada waktu berbunga.
C. Suhu udara yang terlalu tinggi menyebabkan buahnya sedikit.
Benih cabai dapat diperoleh dari buah yang tua yang bentuknya sempurna, tidak cacat dan bebas hama penyakit. Belah buah cabai secara memanjang. Keluarkan bijinya dan jemur. Biarkan hingga kering. Biji seperti ini bisa langsung disemai. Biji yang terpilih untuk ditanam sebaiknya mengalami perlakuan benih dahulu. Benih direndam dalam larutan kalium hipoklorit 10% sekitar 10 menit. Tindakan ini sebagai penangkal penyakit virus yang sering terdapat pada benih. Benih juga dapat direndam dalam air hangat (suhu 50oC selama semalam. Tujuan perendaman agar benih cepat
(19)
persemaian dengan atap daun kelapa, daun pisang, atau alang – alang. Pada daerah dataran tinggi sebaiknya dibuat atap yang kekuatannya memadai. Arah persemaian dibuat menghadap ke timur. Tanah bedengan dibuat agak gembur. Tambahkan pupuk kandang dengan dicampur merata. Tebarkan biji cabai dan siram dengan sprayer halus agar tumbuh baik. Setelah berumur 30-40 hari setelah semai bibit siap ditanam di lahan (Nazaruddin, 2000).
Pemeliharaan tanaman cabai tidak terlalu sulit. Dengan cara membersihkan rumput pengganggu, menjaga ketersediaan air, dan memberantas hama serta penyakit. Penyakit utama yang sering menanggalkan tanaman cabai ialah penyakit yang disebabkan virus daun keriting. Virus ini ditularkan kutu daun. Virus tersebut merusak daun muda sehingga menjadi keriting atau menggulung dan mengecil. Sampai sekarang penykit ini belum dapat diberantas sehingga bila ada tanaman yang terserang lebih baik dicabut dan dibuang agar tidak menular (Sunarjono, 2004).
Sesuai dengan pernyataan Redaksi Agro Media (2008), yang menyatakan bahwa penentuan waktu tanaman harus tepat untuk memperoleh produksi buah cabai yang berkualitas dan berkuantitas tinggi. Penetuan waktu tanam juga berpengaruh pada harga jual cabai akibat permintaan pasar.
a. Penentuan waktu tanam berdasarkan musim
Cabai merupakan tanaman semusim. Umumnya petani menanam cabai pada musim kemarau setelah tanam palawija. Hal ini sesuai karakteristik cabai yang pertumbuhannya baik generatif maupun vegetatif membutuhkan sinar matahari penuh dan cuaca cerah. Umumnya petani menanam cabai saat musim kemarau karena serangan penyakit terbilang minim.
(20)
b. Penentuan waktu tanam berdasarkan harga jual
Untuk memperoleh harga jual yang tinggi biasanya dilakukan petani cabai dadakan atau petani musiman.
c. Penentuan waktu tanam berdasarkan permintaan pasar
Harga cabai merangkak naik saat musim hujan. Pada musim tersebut budidaya cabai terbentur pada masalah perawatan serta pengendalian hama dan penyakit. Bagi petani yang kurang berpengalaman, pasti tanaman cabainya mengalami kerusakan. Hal demikian menjadikan pasokan cabai berkurang. d. Rotasi tanaman
Secara tradisional, terutama dilahan sawah penanaman cabai biasanya dirotasi dengan tanaman lain. Hal ini dilakukan oleh petani karena faktor kultur budidaya serta untuk memutus siklus hama atau penyakit tanaman. Para petani di pedesaan yang belum mengetahui teori dan teknik rotasi biasanya mentukan rotasi tanaman berdasarkan pengalaman turun temurun.
Bila tidak ada hambatan dan perawatan cukup intensif, tanaman akan dapat dipanen pertama kalinya pada usia 70 – 75 hari. Untuk selanjutnya tanaman dapat dipanen secara terus menerus dengan selang waktu satu atau dua minggu sekali. Sebenarnya panen dilakukan petani berdasarkan pada keadaan pasar. Bila pasar cabai kurang menguntungkan buah dipanen dalam keadaan yang benar – benar tua ataupun waktu panennya agak lama. Sebaliknya bila keadaan pasar menguntungkan, petani memanen cabai ini dengan selang waktu pendek (Setiadi, 2008)
Memelihara kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan pertanian. Ciri keberlanjutan dalam pembangunan pertanian harus memperhatikan aspek
(21)
kesatuan yang utuh. Keberlanjutan dalam aspek lingkungan mengarah pada satu kegiatan pertanian tanah lingkungan. Hal tersebut menjadi tuntutan konsumen dunia sekaligus menjamin kesinambungan kegiatan pertanian. Keberlanjutan dalam aspek produksi mengarah pada pemanfaatan sumber daya alam secara rasional dan bertumpu pada kekuatan iptek dan sumber daya manusia pertanian yang tangguh. Keberlanjutan dalam aspek kebersamaan atau keadilan harus menjamin eksistensi pelaku bisnis pertanian skala kecil dan menengah yang ada saat ini ke arah yang semakin berkembang (Mangunwijdaja dan Sailah, 2005).
Pengembangan pertanian daerah mengarah pada basis pengembangan sistem agribisnis dan berwawasan keserasian lingkungan. Perlu dikembangkan keterkaitan yang erat dan dinamis antar lembaga dan pendukung sistem agribisnis terutama di tingkat Balai Penyuluhan Pertanian. Lembaga yang dimaksud adalah lembaga penyuluhan (pendidikan dan pengembangan), lembaga pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (lembaga penelitian dan perguruan tinggi), lembaga pelayanan, lembaga pengaturan/pengawasan (dinas subsektoral dan instansi terkait), lembaga bisnis (swasta dan koperasi), lembaga keuangan (perbankan), dan lembaga usaha tani. Keterkaitan antar lembaga tersebut bertumpu pada kepentingan petani dan pengembangan usaha tani (Slamet, 2003).
Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi holistik yang meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi dan aktifitas biologi tanah. Pertanian organik menekankan penggunaan praktik manajemen yang lebih mengutamakan penggunaan masukan setempat dengan kesadaran bahwa keadaan regional setempat memang memerlukan sistem adaptasi lokal (Eliyas, 2008).
(22)
Landasan Teori
Sesuai dengan pernyataan Soekartawi (1988), menyatakan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi terhadap suatu inovasi pertanian dapat dipengaruhi oleh:
a. Tingkat pendidikan petani
Pendidikan merupakan sarana belajar, dimana selanjutnya akan menanamkan pengertian sikap yang menguntungkan menuju penggunaan praktek pertanian yang lebih modern. Pentani yang berpendidikan tinggi akan lebih cepat dalam melaksanakan adopsi.
b. Umur petani
Semakin muda umur petani biasanya memiliki semangat ingin tahu terhadap apa yang belum diketahui. Dengan demikian petani akan lebih cepat melakukan adopsi inovasi.
c. Luas lahan
Petani yang memiliki lahan yang luas akan lebih mudah menerapkan inovasi dari pada petani berlahan sempit. Hal ini dikarenakan keefisienan penggunaan sarana produksi.
d. Jumlah tanggungan
Petani dengan jumlah tanggungan yang semakin tinggi akan semakin lamban dalam mengadopsi inovasi karena jumlah tanggungan yang besar mengharuskan petani untuk memikirkan pemenuhan kebutuhan hidup keluarganya. Petani yang memiliki jumlah tanggungan yang besar harus mampu mengambil keputusan yang tepat agar tidak mengalami resiko yang fatal bila kelak inovasi yang diadopsi mengalami kegagalan.
(23)
e. Pengalaman bertani
Petani yang sudah lebih lama bertani akan lebih mudah menerapkan inovasi dari pada petani pemula. Hal ini dikarenakan pengalaman yang lebih banyak dapat membuat perbandingan dalam mengambil keputusan.
f. Total pendapatan
Pendapatan usaha tani yang tinggi seringkali ada hubungannya dengan tingkat difusi pertanian. Kemauan untuk melakukan percobaan atau perubahan dalam difusi inovasi yang cepat sesuai kondisi pertanian yang dimiliki oleh petani, hal ini yang menyebabkan pendapatan petani yang lebih tinggi. Sebaliknya banyak kenyataan petani yang berpenghasilan rendah adalah lambat dalam melakukan difusi inovasi.
g. Tingkat Kosmopolitan
Tingkat kosmopolitan petani dapat diketahui dengan mengetahui frekuensi petani keluar dari desanya ke desa lain atau ke kota, frekuensi mengikuti penyuluhan, frekuensi petani bertemu dengan tokoh inovator, koran yang dibaca, siaran TV yang ditonton, dan siaran radio yang didengar.
h. Tingkat Partisipasi
Memungkinkan perubahan-perubahan yang lebih besar dalam cara berfikir petani. Perubahan dalam pemikiran dan tindakan akan lebih sedikit terjadi dan perubahan-perubahan ini tidak akan bertahan lama jika petani menuruti saran-saran dari penyuluj pertanian.
Sesuai dengan pernyataan Slamet, M. (2003), bahwa dalam proses penerimaan inovasi, terdapat 5 tahapan yang dilalui sebelum seseorang bersedia menerapkan
(24)
sesuatu inovasi yang diperkenalkan kepadanya. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
• Tahap mengetahui inovasi
Pada tahap ini seseorang baru sadar terdapat sesuatu inovasi yang baru saja mereka ketahui. Tahapan inovasi dapat diketahui dengan mendengar, membaca atau melihat, tetapi pengertian orang tersebut belum mendalam.
• Tahap memperhatikan
Setelah seseorang mengetahui adanya sesuatu inovasi maka proses selanjutnya ia akan memperhatikan, dengan cara mencari kejelasan tentang inovasi yang didengar, dibaca atau dilihat. Tahapan ini sering disebut dengan tahapan menarik perhatian atau seseorang mulai sadar bahwa telah terdapat teknologi baru yang mungkin dapat dicontoh dalam meningkatkan produksi dan produktifitas usaha taninya.
• Tahap melakukan penilaian
Dari memperhatikan inovasi yang menarik dirinya, seseorang selanjutnya akan melakukan penilaian terhadap inovasi tersebut. Jika penilaian terhadap inovasi telah dilakukan, kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa penerapan inovasi tersebut menguntungkan maka seseorang akan melangkah ke tahap berikutnya.
• Tahap mencoba
Dari penilian terhadap inovasi yang diperkenalkan seseorang dapat menarik kesimpulan bahwa penerapan inovasi tersebut menguntungkan dirinya maka ia akan tertarik untuk mencoba menerapkan inovasi tersebut. Sehingga pada akhirnya dapat mengambil keputusan terhadap inovasi yang
(25)
• Tahap menerapkan atau menolak inovasi
Tahapan ini yaitu tahapan dimana seseorang akan menerima atau menolak inovasi yang diperkenalkan kepadanya. Jika hasil dari inovasi yang dicoba dapat memberikan keuntungan maka akan diterapkan, sebaliknya jika hasil yang diperoleh dipandang kurang memuaskan maka inovasi akan ditolak.
Dinegara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia tingkat kesejahteraan masih rendah. Karena itu pembangunan perlu dilakukan untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan rakyat. Tanpa pembangunan akan terjadi kerusakan lingkungan yang akan menjadi semakin parah seiring dengan waktu. Akan tetapi pembangunan juga dapat dan telah menyebabkan kerusakan lingkungan. Untuk menghindari ini, pembangunan harus berwawasan lingkungan sehingga menjadi keberlanjutan untuk jangka panjang. Pembangunan yang berwawasan lingkungan pada dasarnya merupakan permasalahan ekologi, khususnya ekologi pembangunan. Ekologi pembangunan merupakan cabang khusus ekologi manusia (Soemarwoto, 1994).
Para petani tradisional pada awalnya hanya menggunakan pupuk organik. Namun dengan semakin meluasnya areal pertanian, pupuk organik tidak lagi mencukupi sehingga kemudian muncul pupuk anorganik yang lebih dikenal sebagai pupuk kimia. Pupuk anorganik memiliki beberapa kelebihan dibanding dengan pupuk organik, diantaranya mampu memberikan efek yang lebih cepat dan memiliki bentuk fisik yang lebih praktis dan menarik. Karena lebih mudah mendapatkannya, petani pun kemudian lebih menyukainya. Namun seiring berjalannya waktu kemudian disadari bahwa penggunaan pupuk kimia secara terus menerus dapat merusak tanah. Meski
(26)
efek penggunaannya lebih lambat namun pupuk organik lebih ramah lingkungan dibanding pupuk anorganik (Yuliarti, 2009).
Apa yang disebut dengan pertanian organik diatur oleh standar tertentu. Untuk manguji apakah sebuah proses produksi sudah layak disebut organik maka biasanya ada lembaga tertentu yang memiliki otoritas untuk menilai dan memberikan kesimpulan. Biasanya, regulasi ini hanya menyangkut produk pertanian organik yang diperdangangkan kepada publik. Oleh sebab itu, dalam regulasi, tidak sembarangan orang atau organisasi boleh menyebutkan bahwa produk yang mereka perdangangkan ke publik adalah produk pertanian organik. Jika ada pelanggaran terhadap peraturan atau regulasi tersebut maka ada konsekwensi hukum yang menyertainya (Eliyas, 2008).
Pada prinsipnya pertanian organik sejalan dengan perkembangan pertanian dengan masukan teknologi rendah dan upaya menuju pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Pertanian organik akan memberikan banyak keuntungan ditinjau dari peningkatan kesuburan tanah dan peningkatan produksi tanaman maupun ternak, serta lingkungan dalam mempertahankan ekosistem (Sutanto, 2002).
Kerangka Pemikiran
Petani cabai merah dalam melakukan budidaya cabai merah melakukan tahapan-tahapan seperti: pembibitan, pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit, dan pemanenan. Penyuluh mempunyai peranan dalam memperkenalkan inovasi pertanian organik kepada para petani. Dengan bantuan penyuluh maka inovasi akan cepat diterima oleh para petani khususnya petani cabai merah. Disamping itu media massa juga berperan dalam mempercepat proses
(27)
penyampaian program pertanian kepada petani. Mereka dapat memperoleh informasi dari media massa melalui radio, televisi, majalah, koran dan sebagainya.
Dalam mengadopsi suatu program penyuluhan pertanian, petani dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya : umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan, jumlah tanggungan, total pendapatan petani, tingkat kosmopolitan dan tingkat partisipasi petani.
Petani yang memiliki lahan luas akan lebih mudah dalam menerapkan inovasi bila dibandingkan petani yang memiliki lahan sempit. Hal ini dikarenakan keefisienan sarana produksi.
Petani yang memiliki pendapatan yang rendah pada umumnya lebih lambat dalam mengadopsi suatu inovasi karena petani umumnya lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan hidup petani bila dibandingkan dengan mengadopsi suatu inovasi. Petani tidak mau mengambil resiko yang besar jika nantinya inovasi itu tidak berhasil.
Petani yang sudah lama bertani akan lebih mudah dalam menerapkan inovasi dari pada petani pemula. Karena dengan pengalaman yang lebih banyak petani dapat membuat perbandingan dalam membuat keputusan untuk mengadopsi inovasi.
Petani yang memiliki pandangan luas dengan dunia luar dengan kelompok sosial yang lain. Umumnya lebih mudah dalam mengadopsi suatu inovasi bila dibandingkan dengan golongan masyarakat yang hanya berorientasi pada kondisi lokal karena pengalaman petani yang terbatas petani sulit dalam menerima perubahan atau mengadopsi suatu inovasi. Hal ini disebabkan petani belum mengenal informasi yang cukup tentang inovasi tersebut.
Program pertanian organik tidak dapat sepenuhnya diaplikasikan petani cabai merah. Hal ini dikarenakan para petani mengalami kesulitan untuk mengaplikasikan pertanian organik. Karena pada awalnya petani menggunakan pupuk kimia dalam
(28)
usaha taninya. Penggunaan pupuk kimia sangat membantu petani dalam kegiatan usaha taninya, karena dapat mempercepat pertumbuhan tanaman, namun tidak ramah lingkungan. Namun untuk menerapkan pertanian organikpun para petani belum sanggup karena pertumbuhan tanaman sangat lambat. Hal ini akan merugikan petani. Dengan demikian petani masih sampai pada pertanian semi organik yaitu dengan menggunakan pupuk organik untuk membantu memperbaiki srtuktur tanah disertai dengan penggunaan pupuk kimia untuk membantu pertumbuhan tanaman.
Petani dalam mengadopsi inovasi pertanian organik tidak sama. Ada yang cepat dan ada yang lambat. Oleh karena itu tingkat adopsi dapat dikategorikan tinggi, sedang, rendah.
(29)
Skema Kerangka Pemikiran `
Keterangan:
= Berhubungan = Mempengaruhi
Petani cabai merah
Kelompok tani
Kegiatan penyuluhan pertanian
Program pertanian organik
Tingkat adopsi petani
Tinggi Sedang
Tahapan-tahapan budidaya cabai merah: 1. pembibitan
2. persiapan lahan 3. penanaman 4. pemeliharaan 5. Pemupukan
6. pengendalian hama dan penyakit
Sumber informasi: 1. penyuluh pertanian 2. radio
3. koran 4. TV 5. majalah Faktor sosial ekonomi
yang mempengaruhi: 1. umur
2. tingkat pendidikan 3. pengalaman bertani 4. luas lahan
5. jumlah tanggungan keluarga
6. total pendapatan 7. tingkat kosmopolitan 8. tingkat partisipasi
petani
Pertanian anorganik
Pertanian Semi Organik
Pertanian Organik
(30)
Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian yang dapat diajukan adalah sebagai berikut: 1. Tingkat adopsi petani terhadap inovasi pertanian organik positif.
2. Umur, tingkat pendidikan, tingkat kosmopolitan, pendapatan petani, luas lahan, pengalaman bertani, jumlah tanggungan keluarga dan jumlah tenaga kerja mempengaruhi tingkat adopsi petani terhadap inovasi pertanian organik cabai merah di daerah penelitian.
(31)
METODE PENELITIAN
Metode Penentuan Daerah Penelitian
Metode penentuan lokasi ini dilkukan secara sengaja atau purposive, suatu cara penentuan daerah penelitian berdasarkan kriteria yang sesuai dengan penerapan pertanian semi organik pada petani cabai. Daerah penelitian adalah di Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo.
Metode Pengambilan Sampel
Metode yang digunakan dalam penentuan sampel adalah metode stratified
sampling berdasarkan luas lahan dengan jumlah populasi petani cabai merah yang ada
180 KK dan jumlah sampel yang diambil adalah 30 KK. Jumlah populasi dan sampel petani cabai merah dapat dilihat pada Tabel.4.
Tabel.4. Jumlah Populasi Petani Cabai Merah Berdasarkan Luas Lahan di Kecamatan Berastagi.
Luas Lahan (Ha) Populasi (KK) Sampel (KK)
(< 0.15) 60 10
(0.16 - 0.5) 120 20
Jumlah 180 30
Sumber: Pra Survei, 2010
Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dari metode ini terdiri dari data primer dan data skunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden dengan menggunakan pertanyaan atau kuisioner yang dibuat terlebih dahulu sedangkan data skunder diperoleh dari lembaga atau instansi terkait seperti Dinas Pertanian Kabupaten Karo, Badan Penyuluhan Pertanian serta literatur yang mendukung penelitian.
(32)
Tabel 5.Spesifikasi Pengumpulan Data
No. Jenis Data Sumber Metode
Wawancara Observasi
1. Identifikasi Petani Tingkat Pendidikan Umur Luas lahan Tingkat Pendapatan Pengalaman Tingkat Kosmopolitan Jumlah Tenaga Kerja
Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani √ √ √ √ √ √ √ √ √
2. Monografi Kecamatan BPS
SUMUT - -
3. Teknologi Budidaya: pembibitan
persiapan lahan penanaman pemeliharaan
pengendalian hama dan penyakit pemanenan Petani Petani Petani Petani Petani Petani √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Metode Analisis Data
Untuk menguji hipotesisi 1 digunakan metode analisis deskriptif yang dibantu dengan skoring terhadap data yang berskala ordinal. Adapun data yang berskala ordinal yang digunakan yaitu; tingkat adopsi petani, tingkat kosmopolitan, dan tingkat partisipasi petani.
Setelah data dan informasi terkumpul, selanjutnya data yang berskala ordinal ditransformasi menjadi data berskala interval melalui Methods of Successive Interval (MSI).
Tujuan dari hipotesis 1 dicari menggunakan metode analaisa penilaian dengan skor, untuk mencari tingkat adopsi petani terhadap pertanian semi organik , yaitu:
• Tinggi, apabila pilihan jawaban ”a” = skor 3
(33)
Setelah diperoleh skor keseluruhan, lalu digunakan Methods of Successive Interval (MSI) dengan langkah sebagai berikut:
1. Perhatikan f (frekuensi) responden (banyaknya responden memberikan respon yang ada).
2. Bagi setiap bilanagan pada f (frekuensi) oleh banyaknya responden, sehingga diperoleh proporsi.
Proporsi= Frekuensi
Jumlah responden
3. Jumlah p (proporsi) secara berurutan untuk setiap respon sehingga keluar proposi kumulatif.
4. Proporsi kumululatif (pk) dianggap mengikuti distribusi normal baku. 5. Hitung SV (Scale Value = nilai skala) dengan rumus:
SV =
Area under upper lim it-Area under lower lim it Density at lower lim it-Density at upper up lim it
6. SV (Scale Value = nilai skala) yang nilainya terkecil (harga negatif yang terbesar) diubah menjadi sama dengan satu (=1).
Tingkat adopsi dikatakan:
a. Tinggi, apabila sampel melakukan segala upaya untuk menerapka pertanian semi organik.
b. Sedang, apabila sampel tidak sepenuhnya mengeluarkan upaya untuk menerapkan pertanian organik.
c. Rendah, apabila sampel sama sekali tidak ada mengeluarkan upaya untuk menerapkan pertanian organik.
(34)
Tingkat kosmopolitan, dikatakan:
a. Tinggi, apabila terjadi intensitaas yang tinggi (setiap hari) dalam berinteraksi terhadap dunia luar.
b. Sedang, apabila terjadi intensitas yang sedang (beberapa kali dalam sebulan) dalam berinteraksi terhadap dunia luar.
c. Rendah, apabila terjadi iintensitas yang rendah (beberapa kali dalam setahun atau tidak pernah sama sekali) dalam berinteraksi terhadap dunia luar.
Tingkat partisipasi, dikatakan:
a. Tinggi, apabila terjadi pengikutsertaan petani yang tinggi (beberapa kali dalam seminggu) terhadap kegiatan pertanian.
b. Sedang, apabila terjadi pengikutsertaan petani yang sedang (beberapa kali dalam sebulan) terhadap kegiatan pertanian.
c. Rendah, apabila terjadi pengikutsertaan petani yang rendah (beberapa kali dalam setahun atau tidak pernah sama sekali) terhadap kegiatan pertanian.
Untuk menguji hipotesis 2 digunakan dengan metode analisis regresi linear berganda, yaitu:
Y= ao + a1X1 + a2X2 + a3X3 + a4X4 + a5X5 + a6X6 + a7X7 + a8X
Dimana:
8
Y : Tingkat adopsi X1
X
: Umur (tahun)
2
X
: Tingkat pendidikan (tahun)
(35)
X5
X
: Jumlah tanggungan keluarga (orang)
6
X
: Tingkat cosmopolitan (skor)
7
X
: Total pendapatan (Rp/ musim tanam)
8
a : Konstanta
: Tingkat partisipasi petani (skor)
Kemudian diuji dengan uji F hitung dengan rumus sebagai berikut:
) /( ) ( ) /( ) ( k n res JK l k reg JK F −− = Keterangan:
JK(reg) : Jumlah kuadrat regresi JK(res) : Jumlah kuadrat residu
n : Sampel
k : Derajat kebebasan Kriteria uji:
Jika F hitung < F tabel berarti H0 diterima atau H1
Jika F hitung > F tabel berarti H
ditolak
0 ditolak atau H1
(Sarwoko, 2005).
diterima
Definisi dan Batasan Operasional Definisi
Untuk menghindari kesalahan dalam penafsiran hasil penelitian maka dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut:
1. Petani cabai merah adalah orang yang melaksanakan dan mengolah usaha tani cabai merah pada sebidang tanah dan lahan.
(36)
2. Kelompok tani adalah suatu wadah yang terdiri dari beberapa petani yang memiliki tujuan dan kebutuhan yang sama dalam menjalankan usaha taninya. 3. Kegiatan penyuluhan pertanian adalah kegiatan pendidikan nonformal yang
diberikan kepada petani dan keluarganya yang bertujuan untuk membantu para petani dalam penerangan terhadap inovasi baru dalam melakukan usaha taninya.
4. Pertanian semi organik adalah suatu program penyuluhan pertanian yang bertujuan untuk menjadikan petani kembali pada pertanian tradisional yang ramah lingkungan. Karena sulitnya melakukan pertanian organik secara langsung maka dilakukan secara bertahap yaitu dengan menggunakan pupuk organik pada awal penanaman selanjutnya pada pemupukan berikutnya dibantu dengan pupuk kimia. Hal ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan para petani terhadap pupuk kimia.
5. Pertanian organik adalah suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan memberi makanan pada tanaman.
6. Adopsi adalah sesuatu hal atau teknologi baru yang sudah diterapkan petani secara sadar dan tanpa paksaan dalam mengelola usaha tani.
7. Umur sampel adalah umur penduduk sampel sejak dilahirkan hingga saat penelitian dilaksanakan yang dinyatakan dalam tahun.
8. Tingkat pendidikan sampel adalah pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh oleh sampel dinyatakan dalam tahun.
(37)
10.Luas lahan adalah luas sebidang tanah yang diusahakan petani dalam pertanaman cabai di daerah penelitian diukur dengan satuan Ha.
11.Jumlah tanggungan keluarga adalah semua anggota keluarga yang masih menjadi beban tanggungan petani pada saat penelitian (dalam satuan orang). 12.Total pendapatan adalah jumlah pendapatan petani yang diperoleh dari selisih
penerimaan usaha tani dengan biaya produksi dalam satuan rupiah pada saat penelitian diukur dalam satuan Rupiah (Rp).
13.Partisipasi memungkinkan perubahan-perubahan yang lebih besar dalam cara berfikir petani. Perubahan dalam pemikiran dan tindakan akan lebih sedikit terjadi dan perubahan-perubahan ini tidak akan bertahan lama jika petani menuruti saran-saran dari penyuluj pertanian.
14.Sumber Informasi adalah suatu pesan yang disampaikan melalui proses komunikasi.
15.Tingakat Kosmopolitan adalah tingkat keterbukaan petani terhadap dunia luar yang diukur berdasarkan sumber – sumber informasi yang diperoleh.
Batasan Operasional
1. Sampel adalah para petani cabai merah yang terletak di daerah penelitian.
2. Tempat penelitian adalah Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo Povinsi Sumatera Utara.
(38)
DESKRIPSI WILAYAH PENELITAN
DAN KARAKTERISTIK SAMPEL
Deskripsi Daerah Penelitian
a. Geografis Kecamatan Berastagi
Kecamatan Berastagi merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Karo yang memiliki luas wilayah 30,50 km2
Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Berastagi adalah sebagai berikut:
serta terdiri dari 4 kelurahan, yaitu Tambak Lau Mulgap II, Gundaling II, Gundaling I, dan Tambak Lau Mulgap I, dan 5 desa, yaitu Guru Singa, Raya, Rumah Berastagi, Sempajaya dan Doulu.
Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kabanjahe
Seblelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Simpang Empat
Sebelaha Timur berbatasan dengan Kecamatan Tiga Panah dan Barusjahe
b. Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk Kecamatan Berastagi adalah 45.011 jiwa (10.464 KK) dengan jumlah penduduk pria sebanyak 21.130 orang dan wanita sebanyak 23.881 orang. Untuk melihat gambaran yang jelas dari komposisi penduduk menurut kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 7.
(39)
Tabel 6. Distribusi Penduduk Kecamatan Berastagi Menurut Kelompok Umur
No
Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Jumlah Persentase (Tahun) (Orang) (Orang) (Jiwa) (%)
1 0 - 4 2,471 2,613 5,084 11.30
2 5 9 2,359 2,446 4,805 10.68
3 10 14 2,354 2,478 4,832 10.74
4 15 19 2,123 2,283 4,406 9.79
5 20 24 1,701 2,004 3,705 8.23
6 25 29 1,811 2,104 3,915 8.70
7 30 34 1,693 1,908 3,601 8.00
8 35 39 1,481 1,699 3,180 7.06
9 40 44 1,272 1,477 2,749 6.11
10 45 49 1,059 1,215 2,274 5.05
11 50 54 819 921 1,740 3.87
12 55 59 622 776 1,398 3.11
13 60 64 546 668 1,214 2.70
14 65 + 819 1,289 2,108 4.68
Jumlah 21,130 23,881 45,011 100.00
Sumber: Berastagi dalam Angka 2009
Dari tabel 6, dapat dilihat bahwa jumlah penduduk terbanyak ada pada kelompok umur 0 – 4 tahun yaitu sebanyak 5.084 jiwa dengan persentase 11,30%. Sedangkan yang terendah adalah pada kelompok umur 60 – 64 tahun yaitu sebanyak 1.214 jiwa dengan persentase 2,70%.
Berdasarkan mata pencahariannya, maka distribusi penduduk Kecamatan Berastagi dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Distribusi Penduduk Kecamatan Berastagi Menurut Mata Pencaharian
No Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa)
Persentase (%)
1 Petani 18,961 86
2 Industri 1,772 8
3 PNS/ABRI 1,041 5
4 Lain-lain 312 1
Jumlah 22,086 100
Sumber: Berastagi dalam Angka 2009
Tabel 7, menunjukkan bahwa sebanyak 86% (18.961 jiwa) penduduk di Kecamatan Berastagi bermata pencaharian sebagai petani, 8% (1.772 jiwa) bermata pencaharian di industri, 5% (1.041 jiwa) PNS/ABRI, 1% (312 jiwa) lain-lain termasuk pedagang, supir, swasta, pensiunan.
(40)
c. Sarana dan Prasarana
Tabel 8. Sarana dan Prasarana di Kecamatan Berastagi
Jenis Sarana Jumlah (Unit)
SD Negeri 18
SD Swasta 8
SMP Negeri 3
SMP Swasta 5
SMU Negeri 2
SMU Swasta 6
Kesehatan 25
Mesjid 11
Mushola 18
Gereja 29
Wihara 3
Jumlah 128
Sumber: Berastagi dalam Angka 2009
Tabel diatas menunjukkan jenis dan banyaknya jumlah sarana yang ada di daerah penelitian. Dimana terdapat 18 unit SD negeri, 8 unit SD swasta, 3 unit SMP negeri, 5 unit SMP swasta, 2 unit SMU negeri, 6 unit SMU swasta, 25 unit sarana kesehatan, 18 unit mushola, 29 unit gereja, dan 3 unit wihara. Jumlah sarana dan prasarana yang ada di Kecamatan Berastagi adalah 128 unit.
Penggunaan Tanah
Luas wilayah daerah penelitian adalah 3.050 Ha dengan penggunaan untuk berbagai fungsi, seperti dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Luas Tanah Menurut Penggunaannya
No Penggunaan Tanah Luas (Ha)
Persentase (%)
1 Sawah 177 6
2 Pertanian 1,517 50
3 Bangunan 1,010 33
4 Lain-lain 347 11
Jumlah 3,050 100
(41)
Tabel 9, menunjukkan bahwa penggunaan tanah yang paling luas adalah untuk pertanian yaitu 1.517 Ha (50%). Luas tanah untuk bangunan sebesar 1.010 Ha (33%), luas tanah untuk sawah 177 Ha (6%), dan lain-lain sebesar 347 Ha (11%).
d. Karakteristik Petani Sampel
Karakteristik petani yang menjadi petani sampel dalam penelitian ini meliputi umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan, jumlah tanggungan, pendapatan, tingkat kosmopolitan, jumlah tenaga kerja. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 10
Tabel 10. Karakteristik Petani Sampel di Kecamatan Berastagi
No. Karakteristik Rataan Range
1 Umur 40.93 28 - 55
2 Tingkat Pendidikan 11.58 6 - 18.5
3 Pengalaman Bertani 15.97 7 - 25
4 Luas Lahan 0.27 0.1 - 0.5
5 Jumlah Tanggungan 3.77 2 – 6
6 Jumlah Tenaga Kerja 1.27 0 – 3
7 Tingkat Kosmopolitan 29.04 19.69 - 35.60 8 Pendapatan 24,061,500 15,250,000 - 46,673,500 Sumber: Analisis Data Primer Lampiran 16
Tabel 10 dapat dilihat bahwa rata-rata umur petani cabai merah adalah 40,93 dengan range 28 – 55 tahun, hal ini menunjukkan bahwaa petani cabai merah di Kecamatan Berastagi tergolong dalam usia produktif. Rata-rata tingkat pendidikan petani cabai merah di daerah penelitian adalah 11,58 atau setingkat dengan SMA yang menunjukkan bahwa tingkat pendidikan petani cukup tinggi. Rata-rata pengalaman bertani adalah 15,97 tahun. Rata-rata luas lahan petani cabai merah adalah 0,27 Ha. Rata-rata jumlah tanggungan petani cabai merah adalah 3,77. Jumlah tenaga kerja rata-ratanya adalah 1,27. Rata-rata tingkat kosmopolitan adalah 29,04. dalam kriteria tingkat kosmoplitan tinggi. Rata-rata pendapatan petani cabai merah adalah 24.061.500.
(42)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tingkat Adopsi Petani Cabai Merah Terhadap Pertanian Semi Organik di Kecamatan Berastagi
Dari data yang diperoleh pada Tabel 2, diketahui bahwa produktifitas cabai merah per kecamatan di Kabupaten Karo, Kecamatan Berastagi memiliki produktifitas tertinggi untuk komoditi cabai merah yaitu sebesar 153,56 Kw/Ha. Berdasarkan data yang diperoleh, maka dilakukan penilaian untuk tingkat adopsi petani cabai merah dengan menggunakan skor pada pernyataan yang menyangkut tentang variabel tingkat adopsi petani (Lampiran 11) di daerah penelitian.
Setelah pilihan jawaban (Lampiran 12) dan frekuensi jawaban (Lampiran 13) diperoleh, maka nilai skoring tingkat adopsi akan diubah melalui Metode Succesive
Interval (MSI). Hal ini dilakukan agar dapat diperoleh nilai skala kategori jawaban
untuk setiap pernyataan (Lampiran 15) yang digunakan untuk mengukur tingkat adopsi petani. Dari hasil tersebut diperoleh kriteria penilaian tingkat adopsi petani dengan menggunakan rumus penentuan interval kelas, yaitu:
k bkr bkt
i= −
Keteranagan: i = Interval
bkt = batas kelas tertinggi bkr = batas kelas terendah k = jumlah kelas
(43)
melaui rumus penentuan interval kelas, maka diperoleh penilaian tingkat adopsi adalah sebagai berikut:
• Tingkat adopsi rendah = 11,00 – 19,19
• Tingkat adopsi sedang = 19,20 – 27,39
• Tingkat adopsi tinggi = 27,40 – 35,59
Dari hasil rataan yang diperoleh dari data (Lampiran 16), maka diperoleh rataan tingkat adopsi petani adalah sebesar 27,65, yang artinya bahwa tingkat adopsi petani adalah Tinggi.
Dari hasil penelitian tingkat adopsi petani cabai merah dapat diketahui item dari pernyataan tingkat adopsi yaitu persiapan lahan, pembibitan, perawatan, pengendalian hama dan penyakit dengan perlakuan sesuai dengan anjuran seperti yang tertera pada Tabel 11.
(44)
Tabel 11. Pernyataan Tingkat Adopsi
No. Inovasi yang diterapkan Pengukuran Skor Jumlah Petani yang
menerapkan Jumlah
Petani
% 1 Budidaya cabai merah
a. Persiapan lahan
b. Penggemburan dan pembuatan bedengan
a. Dengan pembersihan gulma dan pengolahan tanah b. Tanpa pembersihan gulma
c. Tanpa pengolahan tanah
a. Dilakukan Penggemburan dan pembuatan bedengan
• Lahan dicangkul kemudian dibiarkan terkena sinar matahari selama 1 minggu
• Dibuat bedengan
• Dilakukan pengapuran dengan ditebarkan lalu diamkan 1 minggu sebelum ditanami bibit
b. Dilakukan penggemburan saja c. Dilakukan pembuatan bedengan saja
3.36 2.13 1 3.20
2.06
12 12 6 12
10
40 40 20 40
(45)
No. Inovasi yang diterapkan Pengukuran Skor Jumlah Petani yang menerapkan Jumlah
Petani
% c. Pemupukan a. Menggunakan pupuk organik
b. Menggunakan pupuk organik dan kimia c. Menggunakan pupuk kimia
3.12 2.03 1
12 9 9
40 30 30
2 Pembibitan
a. Persiapan pembibitan a. Bibit lokal dibuat sendiri
• Buah cabai diambil dari tanaman yang sehat serta tidak terkena hama penyakit
• Berasal dari buah yang sudah tua
• Buah cabai tidak cacat b. Bibit lokal dibeli
c. Bibit hibrid
3.25
1.89 1
21
6 3
70
20 10
(46)
No. Inovasi yang diterapkan Pengukuran Skor Jumlah Petani yang menerapkan Jumlah
Petani
% b. Lahan pembenihan
c. Penyemaian dan perawatan
a. Sesuai anjuran
• Bibit disemaikan di lahan pembenihan
• Ukuran bedengan lahan pembenihan = ukuran bedengan untuk penanaman cabai
• Bedengan diberi campuran kapur, pupuk kandang, dan pupuk buatan
b. Dilakukan namun tidak sesuai anjuran c. Tidak dilakukan
a. Dilakukan penyemaian dan perawatan
• Pembuatan lubang tanam
• Penyiraman setiap pagi setelah biji berkecambah dan pembersihan gulma Pemberian pupuk daun untuk bibit semaian
3.24
2.00 1 3.69
16
9 5 16
53.33
30 16.67 53.33
(47)
No. Inovasi yang diterapkan Pengukuran Skor Jumlah Petani yang menerapkan Jumlah
Petani
%
3 Perawatan tanaman a. Penyulaman
hari / sudah tumbuh daun sebanyak 5 helai b. Hanya dilakukan penyemaian
c. Hanya dilakukan perawatan a. Sesuai anjuran
• Dilakukan penyulaman saat tanaman berumur 7 dan 14 hari
• Bibit untuk menyulam yakni sisa bibit hasil penanaman terdahulu/bibit yang ditanam lebih awal dengan selang waktu 7 dan 14 hari dari awal penyemaian
b. Dilakukan namun tidak sesuai anjuran c. Tidak dilakukan
2.27 1 2.82
1.47 1
12 2 18
9 3
40 6.67
60
30 10
(48)
No. Inovasi yang diterapkan Pengukuran Skor Jumlah Petani yang menerapkan Jumlah
Petani
% b. Pemupukan susulan
c. Sanitasi lingkungan
a. Diberikan pemupukan susulan susulan secara teratur
b. Pemupukan susulan diberikan namun tidak teratur c. Tidak diberikan pemupukan susulan
a. Penyiraman teratur, pembersihan gulma secara teratur, pembuatan selokan antar bedengan ke satu arah pembuangan
b. Tidak dilakukan sanitasi lingkungan secara teratur
c. Sanitasi lingkungan tidak dilakukan
3.08 1.96 1 3.45 2.10 1 15 8 7 17 10 3 50 26.67 23.33 56.67 33.33 10 5 Pengendalian hama dan
penyakit
(49)
No. Inovasi yang diterapkan Pengukuran Skor Jumlah Petani yang menerapkan Jumlah
Petani
% b. Pengendalian penyakit a. Pengendalian secara mekanik dan menggunakan
gliokompos
b. Pengendalian secara mekanik
c. Pengendalian dengan menggunakan gliokompos
3.24 2.00 1
16 9 5
53.33 30 16.67
(50)
Dari Tabel 11 dapat dijelaskan bahwa: 1. Persiapan lahan
Dari hasil penelitian yang dilakukan di lapangan diketahui sebanyak 40% petani cabai merah melakukan persiapan lahan dengan pembersihan gulma dan pengolahan tanah. Sebanyak 40% petani melakukan persiapan lahan dengan pembersihan gulma. Dan sisanya sebanyak 20% petani melakukan persiapan lahan tanpa pengolahan tanah. Dengan demikian persiapan lahan yang diterapkan belum sesuai dengan anjuran.
Untuk kegiatan penggemburan dan pembuatan bedengan, sebanyak 40% petani melakukan penggemburan dan pembuatan bedengan sesuai dengan anjuran. Sebanyak 33,33% petani hanya melakukan penggemburan saja dan sisanya sebanyak 26,67% hanya melakukan pembuatan bedengan saja. Dengan demikian diketahui bahwa petani cabai merah didaerah penelitian melakukan kegiatan penggemburan dan pembuatan bedengan sesuai dengan anjuran. 26,67%
Pemupukan yang dilakukan petani di daerah penelitian yaitu sebanyak 40% petani menggunakan pupuk organik, petani yang menggunakan pupuk organik dan kimia ada sebanyak 30%, dan sisanya sebanyak 30% petani menggunakan pupuk kimia. Dengan demikian untuk pemupukan petani di daerah penelitian dilakukan petani sesuai dengan anjuran.
2. Pembibitan
Untuk persiapan pembibitan sebanyak 70% petani menggunakan bibit yang dibuat sendiri. Sebanyak 20% petani menggunakan bibit lokal yang dibeli, dan sisanya sebanyak 10% petani menggunakan bibit hibrid. Dengan demikian diketahui bahwa untuk kegiatan persiapan pembibitan dilakukan para petani di
(51)
Untuk kegiatan lahan pembenihan sebanyak 53,33% petani melakukan kegiatan tersebut sesuai dengan anjuran. Sebanyak 30% petani melakukan kegiatan lahan pembenihan tidak sesuai dengan anjuran, dan sisanya sebanyak 16,67% petani tidak melakukan kegiatan lahan pembenihan.
Sebanyak 53,33% petani melakukan kegiatan penyemaian dan perawatan sesuai dengan anjuran. Sebanyak 40% petani hanya melakukan penyemaian dan sisanya sebanyak 6,67% petani hanya melakukan perawatan saja. Dengan demikan diketahui untuk kegiatan penyemaian dan perawatan dilakukan petani di daerah penelitan sesuai dengan anjuran.
3. Perawatan tanaman
Untuk kegiatan penyulaman sebanyak 60% petani melakukan kegiatan tersebut sesuai dengan anjuran. Sebanyak 30% petani melakukan penyulaman tapi tidah sesuai dengan anjuran. Dan sisanya sebanyak 10% petani tidak melakukan penyulaman. Dengan demikian diketahui untuk kegiatan penulaman dilakukan petani di daerah penelitian sesuai dengan anjuran.
Kegiatan pemupukan susulan secara teratur dilakukan sebanyak 50% petani. Sebanyak 26,67% petani melakukan kegiatan pemupukan susulan namun secara tidak teratur. Dan sisanya sebanyak 23,33% petani tidak memberikan pemupukan susulan. Denga demikian diketahui bahwa untuk kegiatan pemupukan susulan dilakukan petani di daerah penelitian sesuai dengan anjuran.
Sanitasi lingkungan dilakukan sesuai anjuran sebanyak 56,67% petani. Sebanyak 33,33% petani melakukan sanitasi lingkungan secara tidak teratur, dan sisanya sebanyak 10% petani tidak melakukan sanitasi lingkungan. Dengan demikian diketahui bahwa untuk kegiatan sanitasi lingkungan dilakukan petani sesuai dengan anjuran.
(52)
4. Pengendalian hama dan penyakit
Sebanyak 53,33% petani didaerah penelitian melakukan pengendalian hama dengan menggunakan pestisida biologi. Sebanyak 30% petani menggunakan pestisida kimia dan biologi, dan sisanya sebanyak 16,67% petani melakukan pengendalian hama dengan menggunakan pestisida kimia. Dengan demikian diketahui bahwa untuk kegiatan pengendalian hama dilakukan petani di daerah penelitian sesuai dengan anjuran.
Sebanyak 53,33% petani melakukan pengendalian penyakit dengan cara mekanik dan menggunakan gliokompos. Sebanyak 26,67% petani melukan pengendalian penyakit secara mekanik, dan sisanya sebanyak 20% petani melakukan pengendalian penyakit secara kimia. Dengan demikian diketahui bahwa petani didaerah penelitian melakukan kegiatan pengendalian penyakit sesuai dengan anjuran.
Dengan memperhatikan uraian diatas, kegiatan budidaya cabai merah yang dilakukan petani di daerah penelitian dapat diasumsikan bahwa sebagian besar petani menerapkan kegiatan tersebut sesuai dengan anjuran, dan sebagian lagi belum menerapkan sesuai dengan anjuran.
Faktor – faktor Sosial Ekonomi yang Berpengaruh Terhadap Tingkat Adopsi Petani Cabai Merah
Beberapa variabel sosial ekonomi yang dikaji pengaruhnya terhadap tingkat adopsi petani (Y) yang berdasarkan atas kerangka pemikiran adalah sebagai berikut: X1
X
= Umur
(53)
X4
X
= Luas Lahan
5
X
= Jumlah Tanggungan
6
X
= Tingkat Kosmopolitan
7
X
= Pendapatan
8
Data setiap variabel sebagai hasil survey dapat dilihat pada Lampiran 29. Untuk hasil pengujian analisis regresi linier berganda dengan menggunakan SPSS dapat dilihat pada Lampiran 30-31.
= Tingkat Partisipasi Petani
Untuk melihat korelasi antar variabel, maka digunakan analisis Korelasi Pearson. Hasil analisis korelasi Pearson (Lampiran 31) menunjukkan adanya korelasi diantara variabel bebas, dan beberapa diantaranya memiliki korelasi cukup kuat (nilai koefisien korelasi diatas 0,5 atau semakin mendekati 1 atau -1 maka hubungan akan semakin erat, jika mendekati 0 maka hubungan akan semakin lemah) dan sisignifikansi (probabilitas mendekati 0 atau jauh di bawah 0,05 α = 5%). Korelasi cukup kuat dan signifikansi terjadi antara variabel X1 dan X3 (α=0,000 dan r=0,811),
X4 dan X7
Untuk mengurangi atau mengiliminir gangguan multikolinieritas pada penggunaan model regresi linier berganda, maka selanjutnya digunakan metode
Backward Elimination. Hasil analisa metode Backward Elimination selengkapnya
disajikan pada Lampiran 31.
(α=0,000 dan r=0,943). Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat multikolinieritas atau korelasi di antara variabel-variabel bebas yang diidentifikasi. Oleh karena itu, adanya multikolinieritas harus dipertimbangkan bahkan dieliminir dalam penggunaan model regresi berganda.
(54)
Metode Backward Elimination diawali dengan memasukkan semua variabel lengkap persamaan regresi berganda, maka diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:
Y = 13,429 + 0,068X1 – 0.198X2 – 0,098X3 + 5,346X4 + 0,086X5 – 0,065X6 – 6,095E-08X7 + 0,958X Dimana:
8
Y = Tingkat Adopsi X1
X
= Umur
2
X
= Tingkat Pendidikan
3
X
= Pengalaman Bertani
4
X
= Luas Lahan
5
X
= Jumlah Tanggungan
6
X
= Tingkat Kosmopolitan
7
X
= Pendapatan
8
Nilai R Square (R = Tingkat Partisipasi Petani
2
Dari hasil uji F (uji ANOVA) pada model lengkap menghasilkan:
) untuk model lengkap adalah sebesar 0,676. Hal ini berarti persentase pengaruh variabel umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan, jumlah tanggungan, tingkat kosmopolitan, pendapatan, dan tingkat partisipasi petani terhadap tingkat adopsi petani adalah sebesar 67,6%, sedangkan sisanya 32,4% dipengaruhi dan dijelaskan oleh faktor atau variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model ini.
Fhitung sebesar 5,48 > 2,49 dengan probabilitas 0,001 < 0,050 (tingkat signifikansi,
α=0,05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan, jumlah tanggungan, tingkat kosmopolitan, pendapatan, dan tingkat
(55)
partisipasi petani secara bersama-sama berpengaruh terhadap tingkat adopsi petani (H0
ditolak H1
Dari output Coefficient (Lampiran 31), diperoleh nilai t hitung dan signifikansi adalah sebagai berikut:
diterima).
Tabel 12. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Variabel-variabel yang Berpengaruh Terhadap Tingkat Adopsi Petani Cabai Merah
Variabel Bebas Koefisien Regresi t-hitung t-tabel Probabilitas
Umur 0,068 0,782 1,721 0,433
Tingkat Pendidikan -0,198 -1,068 1,721 0,298
Pengalaman Bertani -0,098 -0,979 1,721 0,339
Luas Lahan 5,346 0,687 1,721 0,499
Jumlah Tanggungan 0,086 0,235 1,721 0,817
Tingkat Kosmopolitan -0,065 -0,577 1,721 0,57
Pendapatan -6,095E-08 -0,349 1,721 0,73
Tingkat Partisipasi Petani 0,958 5,507 1,721 0,000
t-tabel (α=5%; df= n-k-1= 30-8-1= 21) = 1,721 * = berpengaruh nyata
n = jumlah data
k-1 = jumlah variabel independent -1 r2
Sumber: Analisis Data Primer dari Lampiran 31
= 0,676
Berdasarkan Tabel 12, dapat dilihat bahwa koefisien regresi variabel umur (X1) adalah -0.00000006095, dengan nilai thitung 0,782 < ttabel
Koefisien regresi variabel tingkat pendidikan (X
1,721 dan probabilitas 0,443 > 0.05 yang berarti bahwa variabel umur tidak berpengaruh terhadap tingkat adopsi petani. Hal ini tidak sesuai dengan teori (Soekartawi, 1988) yang menyatakan bahwa semakin muda umur petani biasanya memiliki semangat ingin tahu terhadap apa yang belum diketahui, dengan demikian petani akan lebih cepat melakukan adopsi inovasi.
2) adalah -0.198, dengan nilai
thitung -1.068 < ttabel 1,721 dan probabilitas 0.298 > 0.05 yang berarti bahwa variabel
tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap tingkat adopsi petani. Hal ini tidak sesuai dengan teori (Soekartawi, 1988) yang menyatakan bahwa petani yang berpendidikan tinggi akan lebih cepat dalam melaksanakan adopsi, begitu pula
(56)
sebaliknya petani yang berpendidikan rendah akan lebih sulit melaksanakan adopsi inovasi.
Koefisien regresi variabel pengalaman bertani (X3) adalah -0.098, dengan nilai
thitung -0.979 < ttabel
Koefisien regresi variabel luas lahan (X
1.721 dan probabilitas 0.339 > 0.05 yang berarti bahwa pengalaman bertani tidak berpengaruh terhadap tingkat adopsi petani di daerah penelitian. Hal ini tidak sesuai dengan teori (Soekartawi, 1988) yang menyatakan bahwa petani yang suda lebih lama bertani akan lebih mudah menerapkan inovasi dari pada petani pemula, hal ini dikarenakan pengalaman yang lebih banyak dapat membuat perbandingan dalam mengambil keputusan.
4) adalah 5.346, dengan nilai thitung
0.687 < ttabel
Koefisien variabel jumlah tanggungan (X
1.721 dan probabilitas 0.499 > 0.05 yang berarti bahwa luas lahan tidak berpengaruh terhadap tingkat adopsi petani di daerah penelitian. Hal ini tidak sesuai dengan teori (Soekartawi, 1988) yang menyatakan bahwa petani yang memiliki lahan yang luas akan lebih mudah menerapkan inovasi dari pada petani berlahan sempit. Hal ini dikarenakan keterbatasan sumber daya lahan yang dimiliki akan menghambat petani mengubah sikapnya untuk adopsi.
5) adalah 0.086 dengan nilai thitung
0.235 < ttabel 1.721 dan probabilitas 0.817 > 0.05 yang berarti bahwa jumlah
tanggungan tidak berpengaruh terhadap tingkat adopsi petani di daerah penelitian. Hal ini tidak sesuai dengan teori (Soekartawi, 1988) yang menyatakan bahwa petani dengan jumlah tanggungan yang semakin tinggi akan semakin lamban dalam mengadopsi inovasi karena jumlah tanggungan yang besar mengharuskan petani untuk memikirkan pemenuhan kebutuhan hidup keluarganya.
(57)
Koefisien regresi tingkat kosmopolitan (X6) adalah -0.065 dengan nilai t
-0.577 < t
hitung
tabel
Koefisien regeresi pendapatan (X
1.721 dan probabilitas 0.570 > 0.05 yang berarti bahwa tingkat kosmopolitan tidak berpengaruh terhadap tingkat adopsi petani di daerah penelitian. Hal ini tidak sesuai dengan teori (Soekartawi, 1988) yang menyatakan bahwa masyarakat dengan individu-individu yang kosmopolitas akan relatif lebih cepat melakukan adopsi daripada masyarakat yang bersifat lokalitas.
7) adalah 0.00000006095 dengan nilai thitung
-0.349 < ttabel
Koefisien regresi tingkat partisipasi petani (X
1.721 dan probabilitas 0.730 > 0.05 yang berarti bahwa pendapatan tidak berpengaruh terhadap tingkat adopsi di daerah penelitian. Hal ini tidak sesuai dengan teori (Soekartawi, 1988) yang menyatakan bahwa pendapatan usaha tani yang tinggi seringkali ada hubungannya dengan tingkat adopsi inovasi, sebaliknya petani yang berpenghasilan rendah adalah lambat dalam melakukan adopsi inovasi.
8) adalah 0.958 dengan nilai thitung
5.507 > ttabel
Dari penjelasan berdasarkan Tabel 13 dan uraian diatas dapat dilihat bahwa hanya tingkat partisipasi petani yang berpengaruh nyata terhadap tingkat adopsi petani terhadap pertanian semi organik. Hal ini disebabkan karena dalam mengadopsi suatu inovasi para petani membutuhkan dukungan dan perhatian dari pemerintah daerah setempat.
1.721 dan probabilitas 0.000 < 0.50 yang berarti bahwa variabel tingkat partisipasi petani berpengaruh terhadap tingkat adopsi di daerah penelitian. Hal ini logis karena dengan meningkatnya partisipasi petani terhadap tingkat adopsi dan adanya dukungan serta perhatian dari pemerintah terhadap kegiatan pertanian. Sehingga akan meningkatkan partisipasi petani untuk ikut dalam kegiatan pertanian yang direncanakan pemerintah.
(58)
Selanjutnya variabel independen yang diperkirakan mempengaruhi tingkat adopsi petani namun tidak layak masuk karena menyebabkan terjadinya multikolinieritas, maka harus dikeluarkan satu per satu (secara bertahap) dari model 2 variabel yang dikeluarkan adalah jumlah tanggungan keluarga (X5), pada model 3
variabel yang dikeluarkan adalah pendapatan (X7), pada model 4 variabel yang
dikeluarkan adalah tingkat kosmopolitan (X6), pada model 5 variabel yang
dikeluarkan adalah umur (X1), pada model 6 variabel yang dikeluarkan adalah
pengalaman bertani (X3), pada model 7 variabel yang dikeluarkan adalah luas lahan
(X4), pada model 8 variabel yang dikeluarkan adalah tingkat pendidikan (X2
Y = 10,385 + 0,998X
). Setelah melalui 8 tahap maka diperoleh persamaan regresi adalah sebagai berikut:
Dimana:
8
Y = Tingkat Adopsi X8
Nilai R Square (R = Tingkat Partisipasi Petani
2
Berdasarkan Lampiran 31 pada Tabel Coefficients, dapat dilihat bahwa koefisien regresi variabel tingkat partisipasi petani (X
) pada Lampiran 31 setelah melalui 8 tahap adalah sebesar 0.614. Persentase sumbangan pengaruh variabel tingkat partisipasi petani terhadap tingkat adopsi adalah sebesar 61,4% sedangkan sisanya 38,6% dipengaruhi atau dijelaskan oleh faktor atau variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model ini.
8) adalah 0,998 bernilai positif
maka akan meningkatkan pula transformasi skor variabel tingkat partisipasi petani sebesar 1, dengan nilai thitung 6,667 > ttabel 1,721 dan probabilitas 0,000 < 0,05 yang
artinya bahwa variabel tingkat partisipasi petani berpengaruh nyata terhadap tingkat adopsi.
(59)
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
3. Tingkat adopsi petani terhadap pertanian organik di Kecamatan Berastagi adalah tinggi dengan skor rata-rata 27.65. Sebagian besar petani di daerah penelitian sudah menerapkan budidaya cabai merah sesuai dengan anjuran.
4. Secara serempak, kedelapan variabel independent yang dikaji (umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan, jumlah tanggungan, tingkat kosmopolitan, pendapatan, dan tingkat partisipasi petani) adalah merupakan faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi petani cabai merah. Dari hasil pengujian kedelapan variabel independent tersebut hanya variabel tingkat partisipasi petani yang berpengaruh nyata terhadap tingkat adopsi petani cabai merah.
Saran
Saran kepada pemerintah
1. Agar pemerintah dapat membantu pelaksanaan kegiatan penyuluhan dengan menyediakan fasilitas yang mendukung berjalannya kegiatan penyuluhan dengan baik.
2. Agar pemerintah mengadakan pembinaan dan penyuluhan intensif bagi para petani sehingga petani mau menerapkan pertanian organik pada usaha tani cabai merah. 3. Agar penyuluhan memberikan pertanian kepada petani dan kelompok tani tentang
(60)
Saran kepada penyuluh pertanian
1. Agar penyuluh dapat menciptakan hubungan yang harmonis dengan petani sehingga penyuluh dapat mempengaruhi petani untuk mengadopsi pertanian organik.
2. Agar penyuluh pertanian dapat memecahkan masalah bersama-sama petani cabai merah dalam mengelola usaha taninya.
Saran kepada petani cabai merah
1. Agar petani cabai merah dapat lebih aktif dalam mengikuti kegiatan penyuluhan pertanian sehingga tercipta peningkatan pengetahuan, keterampilan dalam pengelolaan usaha tani guna pencapaian peningkatan produksi dan peningkatan pendapatan usaha tani.
2. Agar para petani merubah pola fikir tentang pentingnya pertanian organik bagi kesehatan konsumen dan petani.
Saran kepada peneliti selanjutnya
1. Agar dilakukan penelitian lanjutan tentang usaha tani cabai merah serata tataniaga pemasaran cabai merah.
2. Agar dilakukan penelitian lanjutan mengenai masalah yang dihadapi dan upaya untuk mengatasi masalah tersebut yang berhubungan dengan tingkat adopsi petani terhadap pertanian organik di Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo.
(61)
DAFTAR PUSTAKA
Eliyas. S, 2008. Pertanian Organik Solusi Hidup Harmoni dan Berkelanjutan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Husodo, S.Y, 2004. Pertanian Mandiri Pandangan Strategis Para Pakar untuk Kemajuan Pertanian Indonesia. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kartasapoetra. 1987. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Bina Aksara. Jakarta Lakitan. B, 1995. Holtikultura: Teori, Budidaya, dan Pasca Panen. Grafindo
Persada. Jakarta.
Mangunwidjaja. D. dan Sailah. I, 2005. Pengantar Teknologi Pertanian. Penebar Swadaya. Jakarta.
Mubyarto, 1989. Pengantar Ilmu Ekonomi Pertanian. LP3S. Jakarta.
Nazaruddin, 2000. Budidaya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah. Penebar Swadaya. Jakarta.
Pracaya, 2002. Bertanam Sayuran Organik. Penebar Swadaya. Jakarta. Priyatno. D. 2008. 5 Jam Belajar Olah Data dengan SPSS 17. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Redaksi Agromedia, 2008. Panduan Lengkap Budidaya dan Bisnis Cabai. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Reksohadiprodjo. S. dan Brodjonegoro. B.P, 2000. Ekonomi Lingkungan (Suatu Pengantar). BPFE. Yogyakarta.
Sarwoko, 2005. Dasar - Dasar Ekonometrika. Penerbit Andi. Yogyakarta. Setiadi, 2008. Bertanam Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta.
Setiana. L. 2005. Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat. Ghalia Indonesia. Bogor.
Slamet. M, 2003. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. IPB - Press.
Soekartawi, 1988. Prinsip – Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. UI – Press. Soemarwoto. S, 1994. Analisis Dampak Lingkungan. UGM – Press.
(62)
Sunyoto. D, 2009. Anallisis Regresi dan Uji Hipotesis. Media Pressindo. Yogyakarta.
Supriana. T, 2008. Ekonometrika: Aplikasi dalam Bidang Ekonomi Pertanian. Diktat Kuliah. USU. Medan.
Suryabrata. S, 2008. Metodologi Penelitian. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik Menuju Pertanian Alternatif dan
Berkelanjutan. Kanisius. Yogyakarta.
Tim Bina Karya Tani, 2008. Pedoman Bertanam Cabai. Yrama Widya. Bandung.
Van Den Ban. A.W dan Hawkins. H.S, 1999. Penyuluhan Pertanian. Kanisius. Yogyakarta.
Yuliarti, N., 2009. 1001 Cara Menghasilkan Pupuk Organik. Lily Publisher. Yogyakarta.
(63)
Lampiran 1.Karakteristik Petani Sampel
Sampel Strata
Umur Pendidikan Pengalaman
Luas Lahan
Jumlah Tanggungan
Tingkat
Kosmopolitan Pendapatan Tingkat Partisipasi (Tahun) (Tahun) (Tahun) (Ha) (Orang) (Trans, Skor) (Rp/Tahun) (Trans, Skor)
1
I
47 12 21 0.12 5 35.6 16,307,410 15.37
2 40 9 15 0.1 3 27.01 13,622,660 15.12
3 42 12 20 0.1 3 27.01 11,371,660 19.77
4 28 12 8 0.1 4 23.54 12,207,160 21.54
5 43 12 20 0.1 3 28.58 13,412,160 17.66
6 30 9 10 0.15 3 27.78 15,596,410 19.09
7 35 9 10 0.1 3 28.58 11,868,660 16.74
8 35 12 15 0.1 4 19.69 12,620,660 17.7
9 45 9 25 0.1 3 26.6 10,349,160 16.8
10 38 12 13 0.1 4 20.04 12,617,660 14.6
Total 383 108 157 1.07 35 264.43 129,973,600 174.39 Rataan 38.30 10.80 15.70 0.11 3.50 26.44 12,997,360 17.44
11 47 12 20 0.25 5 28.25 23,302,830 20.56
12 39 12 10 0.5 3 28.58 26,048,550 17.82
13 48 12 20 0.25 3 28.49 23,630,330 15.31
14 50 12 20 0.25 2 29.96 17,983,830 17.91
15 40 12 10 0.5 5 24.82 28,908,550 17.09
16 45 12 20 0.5 5 30.47 31,645,050 19.12
17 38 9 10 0.5 3 28.49 26,838,550 20.35
18 33 12 10 0.5 5 28.58 27,473,050 15.54
19 36 12 10 0.5 3 30.06 32,899,550 18.63
20 42 18.5 25 0.5 5 31.44 31,921,550 16.81
21 39 16 7 0.25 3 34.05 16,793,330 14.53
22 33 12 15 0.3 5 34.14 17,769,330 14.61
23 50 9 20 0.25 5 28.58 16,597,830 15.53
(1)
Lampiran 31. Hasil Analisis Metode Backward Elimination
Variables Entered/Removedb
Model
Variables Entered
Variables
Removed Method 1 t.partisipasi,
pendidikan, umur, l.lahan, jlh.tanggungan, t.kosmo, pengalaman, pendapatana
. Enter
2 . jlh.tanggungan Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= .100).
3 . pendapatan Backward
(criterion: Probability of F-to-remove >= .100).
4 . t.kosmo Backward
(criterion: Probability of F-to-remove >= .100).
5 . umur Backward
(criterion: Probability of F-to-remove >= .100).
6 . pengalaman Backward
(criterion: Probability of F-to-remove >= .100).
(2)
7 . l.lahan Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= .100).
8 . pendidikan Backward
(criterion: Probability of F-to-remove >= .100). a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: t.adopsi
Model Summaryi
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .822a .676 .553 1.99986
2 .822b .676 .572 1.95644
3 .821c .674 .589 1.91879
4 .818d .670 .601 1.89036
5 .814e .663 .609 1.87039
6 .808f .653 .613 1.86080
7 .794g .630 .603 1.88505
8 .784h .614 .600 1.89095 2.019
a. Predictors: (Constant), t.partisipasi, pendidikan, umur, l.lahan, jlh.tanggungan, t.kosmo, pengalaman, pendapatan
b. Predictors: (Constant), t.partisipasi, pendidikan, umur, l.lahan, t.kosmo, pengalaman, pendapatan
c. Predictors: (Constant), t.partisipasi, pendidikan, umur, l.lahan, t.kosmo, pengalaman d. Predictors: (Constant), t.partisipasi, pendidikan, umur, l.lahan, pengalaman
e. Predictors: (Constant), t.partisipasi, pendidikan, l.lahan, pengalaman f. Predictors: (Constant), t.partisipasi, pendidikan, l.lahan
g. Predictors: (Constant), t.partisipasi, pendidikan h. Predictors: (Constant), t.partisipasi
(3)
ANOVAi
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 175.522 8 21.940 5.486 .001a
Residual 83.988 21 3.999
Total 259.510 29
2 Regression 175.302 7 25.043 6.543 .000b
Residual 84.209 22 3.828
Total 259.510 29
3 Regression 174.830 6 29.138 7.914 .000c
Residual 84.681 23 3.682
Total 259.510 29
4 Regression 173.747 5 34.749 9.724 .000d
Residual 85.763 24 3.573
Total 259.510 29
5 Regression 172.051 4 43.013 12.295 .000e
Residual 87.459 25 3.498
Total 259.510 29
6 Regression 169.483 3 56.494 16.316 .000f
Residual 90.027 26 3.463
Total 259.510 29
7 Regression 163.568 2 81.784 23.016 .000g
Residual 95.942 27 3.553
Total 259.510 29
8 Regression 159.391 1 159.391 44.576 .000h
Residual 100.119 28 3.576
Total 259.510 29
a. Predictors: (Constant), t.partisipasi, pendidikan, umur, l.lahan, jlh.tanggungan, t.kosmo, pengalaman, pendapatan
b. Predictors: (Constant), t.partisipasi, pendidikan, umur, l.lahan, t.kosmo, pengalaman, pendapatan
(4)
g. Predictors: (Constant), t.partisipasi, pendidikan h. Predictors: (Constant), t.partisipasi
(5)
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 13.429 4.973 2.700 .013
umur .068 .087 .176 .782 .443 .305 3.281
pendidikan -.198 .185 -.159 -1.068 .298 .695 1.438
pengalaman -.098 .100 -.218 -.979 .339 .311 3.215
l.lahan 5.346 7.776 .277 .687 .499 .095 10.531
jlh.tanggungan .086 .365 .033 .235 .817 .763 1.311
t.kosmo -.065 .112 -.087 -.577 .570 .671 1.491
pendapatan -6.095E-8 .000 -.139 -.349 .730 .097 10.330
t.partisipasi .958 .174 .752 5.507 .000 .826 1.211
2 (Constant) 13.605 4.810 2.829 .010
umur .069 .085 .178 .811 .426 .305 3.274
pendidikan -.181 .168 -.146 -1.079 .292 .807 1.240
pengalaman -.095 .097 -.211 -.977 .339 .317 3.158
l.lahan 5.375 7.606 .278 .707 .487 .095 10.528
t.kosmo -.066 .109 -.089 -.601 .554 .672 1.488
pendapatan -5.990E-8 .000 -.137 -.351 .729 .097 10.324
t.partisipasi .951 .168 .747 5.675 .000 .852 1.173
3 (Constant) 13.280 4.629 2.869 .009
umur .066 .083 .170 .792 .436 .309 3.234
pendidikan -.195 .160 -.157 -1.222 .234 .856 1.169
pengalaman -.099 .095 -.219 -1.038 .310 .320 3.125
l.lahan 2.863 2.533 .148 1.130 .270 .824 1.214
t.kosmo -.056 .104 -.076 -.542 .593 .714 1.401
t.partisipasi .946 .164 .743 5.776 .000 .858 1.166
4 (Constant) 12.209 4.125 2.960 .007
umur .055 .079 .141 .689 .497 .330 3.034
(6)
t.partisipasi .961 .159 .755 6.039 .000 .882 1.134
5 (Constant) 13.736 3.443 3.990 .001
pendidikan -.217 .150 -.175 -1.445 .161 .920 1.086
pengalaman -.048 .055 -.105 -.857 .400 .892 1.121
l.lahan 2.838 2.371 .147 1.197 .242 .894 1.119
t.partisipasi .949 .157 .745 6.064 .000 .892 1.121
6 (Constant) 12.186 2.914 4.181 .000
pendidikan -.205 .149 -.165 -1.379 .180 .928 1.077
l.lahan 3.063 2.344 .159 1.307 .203 .905 1.105
t.partisipasi .984 .151 .772 6.531 .000 .954 1.048
7 (Constant) 11.876 2.943 4.036 .000
pendidikan -.159 .147 -.128 -1.084 .288 .985 1.016
t.partisipasi 1.018 .150 .800 6.780 .000 .985 1.016
8 (Constant) 10.385 2.609 3.980 .000
t.partisipasi .998 .150 .784 6.677 .000 1.000 1.000