PERENCANAAN MEKANISTIK – EMPIRIS OVERLAY

BAB II PERENCANAAN MEKANISTIK – EMPIRIS OVERLAY

PERKERASAN LENTUR Umum Overlay merupakan lapis perkerasan tambahan yang dipasang di atas konstruksi perkerasan yang ada dengan tujuan meningkatkan kekuatan struktur yang ada agar dapat melayani lalu lintas yang direncanakan selama kurun waktu yang akan datang [12] . Overlay sangat dibutuhkan pada setiap perkerasan karena pada dasarnya setiap konstruksi jalan yang direncanakan memiliki umur rencana, dan bilamana umur rencana telah terlampaui ataupun keadaan konstruksi jalan sudah tidak lagi mampu menahan beban lalu lintas diatasnya maka jalan tersebut harus dilakukan pelapisan kembali overlay. Overlay perkerasan lentur adalah overlay yang dilakukan dengan lapisan berbitumen. Salah satu contohnya adalah lapis tambahan overlay perkerasan dengan lapisan HMA hot mixed asphalt. HMA merupakan lapisan berbitumen yang terdiri dari agregat dan aspal binder [17] . HMA disebut juga dengan asphalt concrete ACACP, asphalt, blacktop, atau bitumen [17] . Pada umumnya, aspal yang dihamparkan dilokasi proyek adalah dalam bentuk HMA. Sesuai dengan namanya, HMA dicampur, dihampar, dan dipadatkan pada temperatur yang tinggi. Ada beberapa dasar metode perencanaan tebal lapis tambah overlay yang dapat digunakan untuk lapisan perkerasan lentur [1,11] : a Metode empiris : bergantung pada kajian kerusakan distress assessment Universitas Sumatera Utara b Metode mekanistik : didasarkan pada pengukuran lendutan deflection measurement c Metode mekanistik – empiris : didasarkan pada pengukuran lendutan dan kajian kerusakan Sebagai metode yang paling baru, mekanistik-empiris dapat memberikan pemodelan yang lebih mendekati keadaan nyata dilapangan. Komponen mekanistik adalah cara untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang mengacu pada penyebab-penyebab perubahan fisis saja. Dalam perencanaan perkerasan, fenomena-fenomena tersebut adalah tegangan, regangan dan lendutan deflection di dalam struktur perkerasan, dan penyebab perubahan fisis itu adalah beban-beban dan jenis material material properties dari struktur perkerasan. Komponen empiris digunakan untuk menetapkan besarnya angka dari hasil perhitungan tegangan, regangan dan defleksi pada kegagalan perkerasan. Adapun beberapa dasar pendekatan metode mekanistik – empiris, antara lain [18] : • Perkerasan dimodelkan sebagai multi-layer elastic atau multi-layer visco elastic • Material perkerasan digambarkan dengan nilai kekuatan dan kekakuan pada periode tahun tertentu • Menentukan nilai kritis dari tegangan, regangan dan defleksi dengan metode mekanistik • Memperkirakan kerusakan yang dihasilkan dengan kriteria kegagalan secara empiris, seperti retak fatigue cracking dan rusak alur rutting Universitas Sumatera Utara Asumsi – asumsi Setiap metode mekanistik empiris umumnya memiliki beberapa asumsi- asumsi dasar. Asumsi tersebut adalah [5] : • Pada struktur perkerasan, setiap lapisan memiliki ketebalan tertentu, kecuali tanah dasar dalam arah vertikal yang dianggap tak terhingga. • Panjang perkerasan jalan arah horizontal juga dianggap tak terhingga. • Lapisan Homogen, maksudnya sifat-sifat bahan dari setiap lapisan perkerasan dianggap homogen. Contohnya sifat bahan di titik A i sama dengan sifat-sifat bahan di titik B i . • Lapisan Isotropik, maksudnya sifat-sifat bahan dari setiap lapisan perkerasan adalah isotropik, yakni sifat bahan di setiap titik tertentu dalam setiap arah vertikal, radial, tangensial dianggap sama. • Lapisan linear elastis, linear maksudnya hubungan antara regangan dan tegangan dianggap linear, dan elastis maksudnya apabila tegangan yang diberikan kemudian dihilangkan, regangan dapat kembali ke bentuknya semula. linear non - linear E Regangan T T egangan t waktu beban dihilangkan Ep elastis plastis E R egangan Gambar 2.1 Sifat linear elastis bahan perkerasan terhadap beban dan waktu Universitas Sumatera Utara Respon Model Respon perkerasan pada dasarnya berbeda-beda tergantung pada pemodelan lapisan yang digunakan, namun respon yang dimodelkan dalam metode perencanaan mekanistik-empiris berupa [5,17] : • Tegangan, • Regangan, • Defleksilendutan Pemodelan Lapisan Metode mekanistik-empiris memodelkan lapisan dalam bentuk sistem multi-lapisan [18] . Dan pemodelan tersebut dapat dibagi menjadi dua: a. Model multi-lapisan elastic. Apabila regangan tidak mengalami peningkatan sebagai fungsi dari waktu dan tetap akan kembali kebentuk semula [5] . b. Model multi-lapisan visco elastic. Apabila regangan mengalami peningkatan sebagai fungsi dari waktu dan akan kembali kebentuk semula [5] . E R egangan non - viscous viscous waktu pembebanan beban dihilangkan t waktu Gambar 2.2 Sifat viscous bahan perkerasan terhadap beban dan waktu Universitas Sumatera Utara Pemodelan Pertemuan Lapisan Berbitumen Interface Condition Metode perencanaan overlay yang baru memberikan pilihan desain yang dibedakan atas [10] : perencanaan overlay tidak terikat, overlay terikat dengan tegangan khusus pada peningkatan kondisi struktural, dan overlay terikat dengan tegangan khusus pada pengurangan retakan. Perencanaan overlay dengan pemisah unbonded overlays Pemodelan seperti ini berguna pada perkerasan yang mengalami retak parah, tujuannya adalah untuk mencegah retak pada perkerasan eksisting tidak menjalar ke lapisan overlay atau HMA baru. Proses pencegahan retak dilakukan dengan memberikan suatu lapisan pemisah bond breaker atau pemutus ikatan antara HMA lama dan HMA baru. Hal ini memungkinkan karena lapisan overlay dianggap sebagai suatu slab yang terbentang diatas slab lain dan tegangan geser pada laisan overlay dianggap tidak tersebarkan ke lapisan eksisting. Gambar 2.3 Konsep perencanaan overlay dengan pemisah unbonded overlays Pengurangan regangan di HMA lama pada model pertemuan lapisan berbitumen dengan pemisah unbonded overlay lebih kecil daripada pengurangan regangan dengan model bonded overlay. Universitas Sumatera Utara Perencanaan overlay tanpa pemisah bonded overlays dengan pemberian tekanan khusus untuk peningkatan kondisi struktural perkerasan eksisting Pada pemodelan overlay tanpa pemisah diantara HMA lama dan baru ini kedua lapisan menjadi satu kesatuan, umur struktur perkerasan eksisting dipertimbangkan. Untuk mendapatkan umur struktur perkerasan eksisting yang cukup, dilakukan pengurangan tegangan dan tingkat regangan diperkerasan eksisting peningkatan kondisi struktural sampai sedemikian rupa sehingga regangan dan tegangan pada lapisan overlay tidak mengalami penambahan dari HMA lama. Gambar 2.4 Konsep perencanaan overlay tanpa pemisah bonded overlays Perencanaan overlay tanpa pemisah bonded overlays dengan pemberian tekanan khusus untuk pengurangan retakan cracking Pada perencanaan overlay ini, sama seperti diatas bahwa HMA lama dan baru dianggap satu kesatuan yang terikat tanpa terjadi slip dipertemuan kedua lapisan tersebut. Namun yang membedakan adalah pengaruh retak diperkerasan eksisting. Akibat retak diperkerasan eksisting terhadap kinerja overlay tidak diperhitungkan disini, walaupun sesungguhnya pengaruh retakan tersebut cukup besar. Tetapi Universitas Sumatera Utara model desain ini lebih mengecek pada kecepatan rambatan retak yang menyebabkan terbentuknya bayangan retak reflection cracking dilapisan overlay. Gambar 2.5 Refleksi retak reflection cracking pada overlay Perhitungan Empiris Retak pada perkerasan fatigue cracking, dan rusak alur rutting adalah dasar kerusakan dalam perhitungan tebal overlay pada perkerasan lentur [7] . Hasil perhitungan empiris tersebut digunakan sebagai pengontrol tebal lapis overlay yang dibutuhkan. Besarnya nilai beban lalu lintas yang diijinkan sampai mencapai salah satu kriteria kegagalan struktur perkerasan harus lebih besar daripada beban yang terjadi selama periode rencana struktur perkerasan, maka dari perhitungan empiris tersebut akan diperoleh ketebalan overlay yang cukup. Kriteria kegagalan retak Kerusakan retak fatig meliputi bentuk perkembangan dari retak dibawah beban berulang dan kegagalan ini biasanya ditemukan saat permukaan perkerasan tertutup oleh retakan dengan persentase yang tinggi. Rumus umum untuk kriteria kerusakan retak adalah sebagai berikut: 2 1 1 K f K N ε = 2.1 Universitas Sumatera Utara Dimana: N f : jumlah beban berulang penyebab kerusakan ε : regangan awal pada pengulangan beban ke-200 K 1 , K 2 : koefisien regresi Apabila regangan tarik digunakan, rumus umum kriteria kegagalan retak fatig menjadi: 3 1 1 f f t f E f N s − − = ε 2.2 Dimana: N f : jumlah beban berulang ijin untuk mencegah retak fatig ε t : regangan tarik horizontal di bawah lapisan aspal E 1 : modulus elastisitas lapisan AC f 1 , f 2 , f 3 : konstanta yang ditentukan di laboratorium uji fatig. Model retak Asphalt Institute AI Berdasarkan hasil AASHTO road test, Asphalt Institute 1982 mengembangkan model retak fatig berikut untuk perkerasan lentur: 854 . 1 291 . 3 00796 . − − = E N t f ε 2.3 Dimana: N f : jumlah beban 18-kip ESALs ε t : regangan tarik di bawah lapisan aspal AC E 1 : modulus resilient lapisan AC Model perencanaan retak SHELL Berdasarkan hasil AASHTO road test, manual perencanaan perkerasan Shell mengembangkan persamaan berikut: Universitas Sumatera Utara 363 . 2 1 671 . 5 0685 . − − = E N t f ε 2.4 Dimana: N f : jumlah beban 18-kip ESALs ε t : regangan tarik di bawah lapisan aspal AC bE 1 : modulus resilient lapisan AC Model retak Finn et al. Finn et al. 1977 mengembangkan model fatig berikut untuk perkerasan lentur: 10 log 854 . 10 log 291 . 3 947 . 15 10 log 3 6 E N f − − = − ε 2.5 10 log 854 . 10 log 291 . 3 086 . 16 45 log 3 6 E N f − − = − ε 2.6 Dimana: N f : jumlah beban 18-kip ESALs ε t : regangan tarik di bawah lapisan aspal AC E 1 : modulus resilient lapisan AC Kriteria kegagalan alur Kerusakan alur perkerasan lentur, secara umum dirumuskan sebagai berikut: 5 4 f c d f N ε = 2.7 Dimana: N d : jumlah beban ijin untuk membatasi deformasi permanent ε c : regangan tekan di atas lapisan subgrade f 4 , f 5 : konstanta yang ditentukan dari test jalan atau dsb. Model rutting Asphalt Institute AI Asphalt Institute 1982 menyediakan model perencanaan paling biasa untuk rutting tanah dasar berdasarkan regangan tanah dasar sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 477 . 4 9 10 365 . 1 − − × = v f N ε 2.8 Dimana: N f : jumlah beban ijin untuk membatasi deformasi permanent ε v : regangan vertical maksimum di atas subgrade Model rutting SHELL Berdasarkan hasil uji jalan AASHTO, manual perencanaan Shell mengembangkan persamaan regangan pada subgrade sebagai berikut: . 4 17 10 15 . 6 v f N ε × = 2.9 Dimana: N f : jumlah beban ijin untuk membatasi deformasi permanent ε v : regangan vertical maksimum di atas subgrade Model rutting Finn et al. Finn et al. Mengembangkan model rutting ini untuk perkerasan lentur dengan menggunakan jumlah repetisi beban 18-Kip ESAL, tegangan tekan vertikal, dan defleksi permukaan sebagai berikut: • Lapisan AC 152 mm 6 in: log 118 . 1 log 16 . log 343 . 4 617 . 5 log 18 c N d RR σ − − + − = 2.10 • Lapisan AC ≥ 152 mm 6 in: log 666 . log 658 . log 717 . 173 . 1 log 18 c N d RR σ − − + − = 2.11 Dimana: d : defleksi permukaan, mils 10 -3 in N 18 : nilai ekivalen dari 18-kips beban sumbu tunggal Universitas Sumatera Utara σ c : tegangan tekan vertikal pada pertemuan AC dan subbase atau subgrade Parameter Tebal Overlay Secara umum metode perencanaan tebal lapis tambah overlay dengan mekanistik-empiris dihitung dari input data beberapa faktor [16] , yaitu: faktor umum, faktor struktur perkerasan terpasang existing, faktor lalu lintas traffic data, dan faktor musiman. Seluruh faktor tersebut merupakan parameter untuk mendapatkan hasil tebal overlay yang dibutuhkan, dan bagian-bagian yang terdapat dalam faktor ini diuraikan sebagai berikut [16] : Faktor Umum General  Beban roda rencana design tire load  Tekanan roda rencana design tire pressure  Jarak roda gandar dual spacing Faktor Struktur Perkerasan Terpasang Existing  Ketebalan tiap lapisan perkerasan terpasang mulai dari lapis permukaan surface course sampai subgrade.  Jenis material yang digunakan pada tiap lapisan struktur perkerasan.  Nilai Poisson’s Ratio dari tiap lapisan perkerasan.  Hasil lendutan struktur perkerasan yang akan menunjukkan nilai modulus perkerasan. Universitas Sumatera Utara Faktor Lalu Lintas Traffic  Besar nilai ekivalensi beban sumbu standar tunggal ESAL selama umur rencana.  Jumlah lajur pada 1 arah jalan sebagai penentu faktor distribusi lajur.  Umur rencana masa layan.  Pertumbuhan lalu lintas tahunan  Persentase truk truck percentage pada LLHR lalu lintas harian rata-rata Faktor Musiman Seasonal  Temperatur perkerasan dalam waktu yang tertentu.  Temperatur udara yang merupakan rata-rata suhu udara di lokasi dalam periode waktu tertentu.  Faktor muka air tanah yang dimaksudkan kepada musim kemarau dengan muka air rendah atau musim hujan dengan keadaan muka air tinggi. Parameter khusus Masing-masing parameter tersebut diatas mencakup data-data baik yang diperoleh dari lapangan melalui survey dan pengukuran dilapangan ataupun data yang ditentukan oleh perencana atau hasil perhitungan dari laboratorium. Dan dari berbagai parameter diatas terdapat beberapa parameter tertentu yang langsung berkaitan dengan perumusan tebal overlay dan kerusakan pada permukaan struktur perkerasan yakni: tekanan roda, modulus lapisan dan beban lalu lintas. Tekanan roda Tekanan roda atau tekanan angin pada ban diatur pada proses mekanistik dalam perencanaan overlay. Tekanan roda berkaitan dengan muatan Universitas Sumatera Utara sumbu kendaraan, dimana jumlah tekanan roda dari satu sumbu kendaraan terhadap jalan disebut muatan sumbu. Beban tersebut didistribusikan ke lapisan dibawah lapis permukaan yang kontak langsung dengan roda, bila daya dukung struktur perkerasan tidak mampu menahan muatan sumbu, maka jalan akan rusak. Sebagian besar metode perencanaan analitis menyatakan beban yang dipikul perkerasan dalam bentuk beban as standart sebesar 80 kN 18.000 lbs [8] . Dalam proses mekanistik, roda-roda ganda dengan berat tiap roda 20 kN 4500 lbs bekerja diatas permukaan perkerasan yang membentuk bidang kontak lingkaran, dan tekanan kontak contact pressure yang sama nilainya dengan tekanan roda [8] . Angka-angka konfigurasi roda ganda seperti tekanan kontak, jari- jari bidang kontak, dan jarak antar roda adalah ditentukan. Dan nilai konfigurasi tersebut berbeda-beda sesuai dengan prosedur yang dipakai [8] :  Prosedur Shell Jari-jari bidang kontak = 105 mm 4.13 in Jarak antar rodaas ke as = 315 mm 12.40 in Tekanan kontakroda = 580 kPa 84.06 psi  Prosedur University of Nottingham Jari-jari bidang kontak = 113 mm 4.45 in Jarak antar rodaas ke as = 376 mm 14.80 in Tekanan kontakroda = 500 kPa 72.46 psi  Prosedur Asphalt Institute Jari-jari bidang kontak = 115 mm 4.52 in Jarak antar rodaas ke as = 345 mm 13.57 in Tekanan kontakroda = 483 kPa 70 psi Universitas Sumatera Utara Modulus lapisan perkerasan Parameter kekuatan lapisan teratas ditandai dengan nilai modulus elastisitas lapisan berbitumen ini. Semakin tinggi nilai modulus elastisitasnya maka semakin kuat lapisannya. Perhitungan modulus elastisitas lapisan yang biasanya material HMA atau laston aphalt concrete ini tergantung dari parameter temperatur perkerasan. Hal ini disebabkan oleh sifat aspal yang viscoelastis dan sensitive terhadap temperatur. Oleh karena itu, perhitungan nilai modulus lapisan teratas E ac ini harus dihitung sesuai kondisi temperatur perkerasan jalan tersebut, atau temperatur perkerasan rata-rata tahunan TPRT. Modulus resilient lapisan terbawah subgrade dapat ditentukan dengan dua cara, antara lain: test laboratorium dan perhitungan backcalculation dari peralatan NDT. Test laboratorium yang biasanya digunakan untuk menghitung modulus tanah dasar ini adalah CBR test atau test R-value nilai Resistence. Dan untuk perhitungan dengan backcalculation biasanya digunakan program komputer tertentu uang membutuhkan data lendutan hasil uji NDT test di lapangan. Modulus elastisitas dari lapis permukaan sampai tanah dasar dalam perencanaan tebal overlay dapat diperoleh dengan pendekatan mekanistik empiris. Besarnya nilai modulus lapisan ini bernilai tinggi sampai rendah berturut-turut dari lapisan teratas sampai terbawah. Modulus elastisitas tiap lapisan memiliki beberapa parameter yang dapat mempengaruhi perolehan nilainya yaitu data lendutan perkerasan, perhitungan temperatur perkerasan, dan beban survey yang digunakan pada saat penilaian kondisi eksisting perkerasan dengan alat NDT non destructive testing. Universitas Sumatera Utara Beban lalu lintas Suatu struktur perkerasan yang terbebani oleh beban lalu lintas yang tinggi dan berulang-ulang akan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas jalan. Sebagai indikatornya dapat diketahui dari kondisi permukaan jalan, baik kondisi struktural maupun fungsionalnya yang mengalami kerusakan. Beban lalu lintas dalam perencanaan overlay perkerasan lentur secara mekanistik-empiris dihitung nilai batas ijinnya hingga menghasilkan salah satu kriteria kegagalan struktural perkerasan. Sehingga tebal overlay yang dibutuhkan mengacu pada besarnya beban lalu lintas yang lebih kecil dari beban lalu lintas ijin tersebut. Beban lalu lintas dinyatakan dalam CESA cumulative equivalent single axle yang setara dengan beban standar sebesar 8.16 Ton 80 kN [15] . 8.16 ton 11 cm jarak roda tekanan angin Gambar 2.6 Sumbu standar ekivalen di Indonesia [15] Universitas Sumatera Utara

BAB III PROGRAM EVERSERIES