xvi Dari tinjauan skripsi yang ke-2 ini antara penelitian yang penulis
lakukan dengan peneliti sebelumnya jelas berbeda terutama untuk fokus dan perumusan masalah serta lembaga yang diteliti. Namun ada beberapa hal
yang Penulis dapatkan dari skripsi Bani Sadr tersebut, salah satunya yang menjelaskan hubungan antara dokter dan pasien. Kalau dalam penelitian
sebelumnya menjelaskan hubungan antara dokter dan pasien dalam proses penyembuhan, dalam skripsi ini Penulis menjelaskan hubungan antara
terapis dan pasien dalam proses wawancara pengobatan konseling. Maksud penulis mencantumkan tinjauan pustaka ini adalah agar dapat
diketahui bahwa apa yang penulis teliti sekarang tidak sama dengan peneliti dari skripsi-skripsi terdahulu dan dapat membandingkannya guna dalam
penelitian ini.
Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan susunan penyusunan skripsi ini maka dibuatlah sistematika penulisan yang terdiri dari beberapa bab dan bab-bab tersebut
memilki beberapa sub-sub, yaitu:
Bab I. Pendahuluan
Pendahuluan terdiri dari, Latar Belakang Masalah, Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,
Metodologi penelitian, Tinjauan Kepustakaan dan Sistematika Penulisan.
Bab II. Landasan Teoritis
Ruang Lingkup Kajian meliputi, Ruang Lingkup Komunikasi, Pengertian Komunikasi, Unsur-unsur Komunikasi, Teknik-teknik
Komunikasi, Model-model Komunikasi, Bentuk-bentuk Komunikasi, Ruang Lingkup Terapi, Pengertian Terapi dan Terapis, Jenis-jenis
xvii Terapi, Ruang Lingkup Konseling, Pengertian Konseling, Tujuan
Konseling, Metode dan Teknik Konseling.
Bab III. Gambaran Umum
Dalam bab ini menggambarkan, Sejarah Berdirinya Klinik Bengkel Rohani Ciputat, Visi dan Misi Klinik Bengkel Rohani Ciputat, Sarana
dan Prasarana Klinik Bengkel Rohani Ciputat, Struktur Organisasi Klinik Bengkel Rohani Ciputat, Pelayanan Medis dan Terapi Klinik
Bengkel Rohani Ciputat. Bab IV. Analisis Hasil Temuan Lapangan
Bab ini berisi, Komunikasi antara Terapis dengan Pasien dalam Terapi Konseling, Bentuk Komunikasi antara Terapis dengan pasien,
Penerapan Model Komunikasi Wibur Schramm, Teknik Komunikasi Persuasif, Hubungan Terapis dengan Pasien Saat Konseling, Faktor
Pendukung dan Penghambat Pelayanan Terapi konseling di Klinik Bengkel Rohani Ciputat.
Bab V. Kesimpulan dan Saran.
Pada Bab ini penulis menyimpulkan seluruh data yang diperoleh dari penelitian dan menyampaikan saran berdasarkan atas proses dan hasil
penelitian. Dan pada bagian akhir terdapat juga daftar pustaka serta lampiran-lampiran.
xviii
ACBAB 11 LANDASAN TEORITIS
Ruang Lingkup Komunikasi
Istilah komunikasi kian hari kian populer. Begitu populernya sampai muncul berbagai macam pengertian dan istilah dalam komunikasi. Salah
satu persoalan dalam memberi pengertian atau definisi komunikasi adalah banyaknya definisi yang telah dibuat oleh para pakar menurut bidang
ilmunya masing-masing. Sama halnya dalam mendefinisikan komunikasi, penggunaan istilah-
istilah komunikasi di kalangan para pakar juga berbeda satu sama lainnya. Penggunaan istilah-istilah tersebut di dasarkan pula atas sudut pandang
masing-masing pakar menurut pengalaman dan bidang studinya.
Definisi Komunikasi
Salah satu persoalan dalam memberi pengertian atau definisi tentang komunikasi yakni banyaknya definisi yang telah dibuat oleh para pakar
menurut bidang ilmunya. Hal ini disebabkan oleh banyaknya disiplin ilmu yang telah memberi masukan terhadap perkembangan ilmu komunikasi,
misalnya psikologi, sosiologi, antropologi, dsb. Jadi, pengetian komunikasi tidak sesederhana yang kita ketahui, sebab para pakar memberi definisi
menurut perspektif dan pemahamannya. Untuk itu di dalam skripsi ini penulis mencoba memberikan
beberapa definisi komunikasi menurut para pakar sesuai dengan bidang ilmunya masing-masing.
Pengertian Komunikasi secara etimologi menurut Onong Uchjana Effendi bahwa istilah “komunikasi” berasal dari perkataan Inggris
communication yang berasal dari bahasa latin communicatio yang berarti
12
xix “pemberitahuan”
atau “pertukaran
pikiran”. Makna
hakiki dari
communicatio ini ialah communis yang berarti “sama” atau “kesamaan
arti”.
8
Sedangkan secara terminologi “komunikasi” berarti proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain, dimana
komunikasi melibatkan sejumlah orang, dan seseorang menyatakan sesuatu kepada orang lain.
9
Menurut Harold D. Lasswell seorang Profesor di Universitas Yale Amerika Serikat yang dikutip oleh Djamalul Abidin dalam buku
Komunikasi dan Bahasa Dakwah, merumuskan bahwa “komunikasi itu merupakan jawaban terhadap who says what to whom in which channel to
whom with what effect siapa berkata apa dalam media apa kepada siapa
dengan dampak apa.”
10
Wilbur Schramm menyatakan komunikasi sebagai suatu proses berbagi sharing process, Schramm menguraikannya demikian: “Komunikasi
berasal dari kata-kata bahasa Latin communis yang berarti umum common atau bersama. Apabila kita berkomunikasi, sebenarnya kita
sedang berusaha menumbuhkan suatu kebersamaan commonness dengan seseorang. Yaitu kita berusaha berbagi informasi, ide atau sikap.
11
Dari uraian Schramm itu dapat disimpulkan bahwa sebuah komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang berhasil melahirkan
kebersamaan commonness, kesepahaman antara sumber source dengan penerima audience-receiver nya. Sebuah komunikasi akan benar-benar
8
Onong Uchjana Effendy, Spektrum Komunikasi, Bandung: Bandar Maju, 1992, cet. Ke- 1, h. 4.
9
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000, cet. Ke-4, h. 4.
10
Djamalul Abidin Ass., Komunikasi dan Bahasa Dakwah, Jakarta: Gema Insani Press, 1996, h. 16-17.
11
Tommy Suprapto, Pengantar Teori Komunikasi, Yogyakarta: Media Pressindo, 2006, h. 4-5.
xx efektif apabila audience menerima pesan, pengertian dan lain-lain persis
sama seperti apa yang dikehendaki oleh penyampai. Secara ringkas komunikasi melibatkan komunikator sebagai
penyampai pesan dan komunikan sebagai penerimanya, kemudian dikembangkan lebih lanjut dengan menggunakan media dan umpan balik.
Dan perbedaan unsur-unsur yang ada tergantung pada pola komunikasi yang digunakan.
Dari beberapa pengertian di atas penulis mencoba menyimpulkan bahwa pada intinya pola komunikasi itu merupakan gabungan dari dua kata
yakni antara pola dan komunikasi, sehingga dapat diartikan sebagai sebuah bentuk penyampaian suatu pesan yang disampaikan oleh seorang
komunikator kepada komunikan, dan pesan yang disampaikan itu diterima dan dipahami oleh komunikan sesuai dengan yang diharapkan komunikator.
Unsur – unsur Komunikasi Komunikator
Komunikator sebagai unsur yang sangat menentukan proses komunikasi harus punya persyaratan dan menguasai bentuk, model
dan strategi komunikasi untuk mencapai tujuannya. Faktor-faktor tersebut akan dapat menimbulkan kepercayaan dan daya tarik
komunikan kepada komunikator. Komunikator berfungsi sebagai encoder, yakni sebagai orang
yang memformulasikan pesan yang kemudian menyampaikan kepada orang lain, orang yang menerima pesan ini adalah
xxi komunikan yang berfungsi sebagai decoder, yakni menerjemahkan
lambang-lambang pesan konteks pengertiannya sendiri.
12
Syarat-syarat yang diperlukan oleh komunikator, diantaranya: 1
Memiliki kredibilitas yang tinggi bagi komunikannya. 2
Kemampuan berkomunikasi 3
Mempunyai pengetahuan yang luas 4
Sikap 5
Memiliki daya tarik, dalam arti memiliki kemampuan untuk melakukan perubahan sikap atau perubahan pengetahuan pada
diri komunikan.
13
Pesan
Adapun yang dimaksud pesan dalam proses komunikasi adalah suatu informasi yang akan dikirimkan kepada si penerima.
“Pesan ini dapat berupa verbal maupun non verbal. Pesan verbal dapat secara tertulis seperti: surat, buku, majalah, memo, sedangkan
pesan yang secara lisan dapat berupa percakapan tatap muka, percakapan melalui telepon, radio dsb. Pesan non verbal dapat
berupa isyarat, gerakan badan, ekspresi muka dan nada suara.”
14
Ada beberapa bentuk pesan, diantaranya: 1
Informatif , yakni memberikan keterangan-keterangan dan
kemudian komunikan dapat mengambil kesimpulan sendiri. 2
Persuasif , yakni dengan bujukan untuk membangkitkan
pengertian dan kesadaran seseorang bahwa apa yang kita sampaikan akan memberikan rupa pendapat atau sikap
sehingga ada perubahan, namun perubahan ini adalah kehendak sendiri.
3 Koersif
, yakni dengan menggunakan sanki-sanki. Bentuknya terkenal dengan agitasi, yakni dengan penekanan-penekanan
yang menimbulkan tekanan batin di antara sesamanya dan pada kalangan publik.
15
12
Effendy, Kepemimpinan dan Komunikasi, Yogyakarta: Al-Amin Press, 1996, cet. Ke-1, h. 59.
13
Ibid., h. 59.
14
Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, Jakarta: Bumi Aksara, 1995, h. 17-18.
15
H.A.W. Widjaya, komunikasi dan Hubungan Masyarakat, Jakarta: Bumi Aksara, 1997, cet. Ke-3, h. 14.
xxii Adapun pesan yang dianggap berhasil disampaikan oleh
komunikator harus memenuhi beberapa syarat berikut ini: a
Pesan harus direncanakan dipersiapkan secara baik sesuai dengan kebutuhan kita.
b Pesan dapat menggunakan bahasa yang dapat dimengerti
kedua belah pihak. c
Pesan harus menarik minat dan kebutuhan pribadi penerima serta menimbulkan kepuasan.
16
Media
Media yaitu sarana atau alat yang digunakan oleh komunikator untuk menyampaikan pesan atau informasi kepada komunikan. Atau
sarana yang digunakan untuk memberikan feedback dari komunikan kepada komunikator. “Media sendiri merupakan bentuk jamak dari
kata medium, yang artinya perantara, penyampai atau penyalur.”
17
Media merupakan alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber komunikator kepada penerima komunikan.
Dalam komunikasi media digunakan sesuai dengan komunikasi yang akan digunakan seperti, komunikasi antarpribadi biasanya
menggunakan pancaindra sebagai medianya. Sementara untuk komunikasi massa menggunakan media elektronik dan cetak,
mengingat sifatnya yang terbuka, di mana setiap orang dapat melihat, membaca dan mendengarnya.
Penerima
“Penerima adalah orang yang menjadi sasaran kegiatan komunikasi. Penerima pesan bisa bertindak sebagai pribadi atau
16
H.A.W. Widjaya, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, Jakarta: Rineke Cipta, 2000, cet. Ke-2, h. 102-103.
17
Endang Lestari dan Maliki, Komunikasi Yang Efektif : Bahan Ajar Diktat Prajabatan Golongan III
, Jakarta: Lembaga Administrasi Negara, 2003, cet. Ke-2, h. 8.
xxiii orang banyak.”
18
Penerima biasa disebut dengan berbagai macam istilah, seperti khalayak, sasaran, komunikan, atau dalam bahasa
Inggris disebut audience atau receiver. Dalam proses komunikasi telah dipahami bahwa keberadaan penerima adalah akibat karena
adanya sumber. Tidak ada penerima jika tidak ada sumber. Penerima adalah elemen penting dalam proses komunikasi,
karena dialah yang menjadi sasaran dari komunikasi. Jika suatu pesan tidak diterima oleh penerima, akan menimbulkan berbagai
macam masalah yang sering kali menuntut perubahan, apakah pada sumber, pesan atau saluran.
19
Efek
Pengaruh merupakan dampak atau hasil sebagai pengaruh dari pesan yang disampaikan komunikator. Komunikasi dapat dikatakan
berhasil apabila sikap dan tingkah laku komunikan sesuai dengan apa yang diharapkan komunikator.
Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan
sesudah menerima pesan. “Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang. Oleh karena itu,
pengaruh bisa juga diartikan perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap, dan tindakan seseorang sebagai akibat
penerimaan pesan.”
20
18
YS. Gunadi, Himpunan Istilah Komunikasi, Jakarta: Gramedia, 1998, h. 71.
19
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008, h. 26.
20
Ibid., h. 27.
xxiv Hal yang penting dalam komunikasi ialah bagaimana caranya
agar suatu pesan yang disampaikan komunikator itu menimbulkan efek atau dampak tertentu pada komunikan. Dampak yang
ditimbulkan dapat diklasifikasikan menurut kadarnya, yaitu: 1
Dampak Kognitif, adalah yang timbul pada komunikan yang menyebabkan
dia menjadi
tahu atau
meningkat intelektualitasnya.
2 Dampak Afektif, lebih tinggi kadarnya dari pada dampak
kognitif. Tujuan komunikator bukan hanya sekedar supaya komunikan tahu, tetapi tergerak hatinya, menimbulkan
perasaan tertentu, misalnya perasaan iba, terharu, sedih, gembira, marah dan sebagainya.
3 Dampak Behavioral, yang paling tinggi kadarnya, yakni
dampak yang timbul pada komunikan dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan.
21
Teknik Komunikasi
Dalam buku H.A.W Widjaja dengan judul Ilmu Komunikasi Pengantar Studi disebutkan empat teknik dalam komunikasi, yaitu:
a. Komunikasi Informatif. Yaitu memberikan keterangan-
keterangan fakta-fakta kemudian komunikan mengambil kesimpulan dan keputusan sendiri. Dalam situasi tertentu
pesan informasi justru lebih berhasil dari pada persuasif, misalnya jika audiensi adalah kalangan cendikiawan.
b. Komunikasi Persuasif. Yaitu berisikan bujukan, yakni
membangkitkan pengertian dan kesadaran manusia bahwa apa yang kita sampaikan akan memberikan perubahan sikap, tetapi
perubahan ini adalah atas kehendak sendiri bukan dipaksakan. Perubahan tersebut diterima atas kesadaran
sendiri.
c. Komunikasi InstruktifKoersif. Yaitu penyampaian pesan
yang bersifat memaksa dengan menggunakan sanksi-sanksi apabila tidak terlaksanakan. Bentuk yang terkenal dari
penyampaian model ini adalah agitasi dengan penekanan- penekanan yang menimbulkan tekanan batin dan ketakutan di
kalangan publik khalayak. Koersif dapat berbentuk perintah- perintah, instruksi, dan sebagainya.
d. Hubungan Manusiawi. Yaitu bila ditinjau dari ilmu
komunikasi hubungan manusiawi itu termasuk ke dalam komunikasi antarpesona Interpersonal Communication sebab
21
Effendy, Dinamika Komunikasi, h. 7.
xxv berlangsung pada umumnya antara dua orang secara dialogis.
Dikatakan bahwa hubungan manusiawi itu komunikasi karena bersifat action oriented, mengandung kegiatan untuk
mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang.
22
Model-model Komunikasi
“Yang dimaksud dengan model komunikasi adalah gambaran yang sederhana dari proses komunikasi yang memperlihatkan kaitan antara satu
komponen komunikasi dengan komponen lainnya. Penyajian komponen dalam model bagian ini dimaksudkan untuk mempermudah memahami
proses komunikasi dan melihat komponen dasar yang perlu ada dalam suatu komunikasi.”
23
a. Model Harold D. Lasswell Formula Lasswell
Sumber : Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, h.40.
Model komunikasi Lasswell berupa ungkapan verbal, “Who
Says What
In Wich Channel To Whom
With What Effect?”
24
Lasswell mengakui bahwa tidak semua komunikasi bersifat dua arah, dengan suatu aliran yang lancar dan umpan balik yang
terjadi antara pengirim dan penerima. Dalam masyarakat yang kompleks, banyak informasi disaring oleh pengendali pesan, yang
22
Widjaya, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, h. 32.
23
Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, h. 5
24
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007, cet. ke-10, h. 146.
xxvi menerima informasi dan menyampaikannya kepada pihak publik
dengan beberapa perubahan atau penyimpangan. Model Lasswell sering diterapkan dalam komunikasi massa.
Model tersebut mengisyaratkan bahwa lebih dari satu saluran dapat membawa pesan. Unsur sumber who merangsang pertanyaan
mengenai pengendalian pesan, sedangkan unsur pesan says what merupakan bahan untuk analisis isi. Saluran komunikasi in which
channel
dikaji dalam analisis media. Unsur penerima to whom dikaitkan dengan analisis khalayak, sementara unsur pengaruh with
what effect jelas berhubungan dengan studi mengenai akibat yang
ditimbulkan pesan komunikasi massa pada khalayak pembaca, pendengar atau pemirsa.
25
b. Model Claude E. Shannon dan Warren Weaver
Sumber : Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, h. 41
Pada gambar di atas, menunjukkan proses komunikasi dimulai dari sumber yang menciptakan pesan, kemudian ditransmit melalui
saluran kawat atau gelombang udara. Pesan ditangkap oleh pesawat penerima yang merekonstruksi kembali sinyal itu sampai kepada
tujuannya destination. Tujuan di sini adalah penerima yang menjadi sasaran pesan.
Dalam proses komunikasi yang digambarkan Shannon, salah satu unsur yang cukup penting ialah gangguan noise. Gangguan di
sini menunjukkan adanya rintangan yang terjadi pada saluran, sehingga menghasilkan pesan yang berbeda seperti yang ditransmit
25
Ibid., h. 147-148.
xxvii oleh sumber. Misalnya suara gesekan di radio atau terlalu banyak
bunyi yang berdering di telepon sehingga pendengar menerima pesan yang tidak sempurna.
Gangguan-gangguan seperti ini dapat menyebabkan kegagalan komunikasi. Oleh karena itu, Shannon dan Weafer menyarankan,
bahwa untuk berhasilnya proses komunikasi yang sempurna, sebaiknya semua gangguan diatasi lebih dulu sebelum proses
komunikasi berlangsung.
c. Model Wilbur Schramm
Sumber : Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, h. 152
“Dalam model ini Schramm memperkenalkan gagasan bahwa kesamaan dalam bidang pengalaman sumber dan sasaranlah yang di
komunikasikan, karena bagian sinyal itulah yang dianut sama oleh sumber dan sasaran.”
26
Menurut Schramm bidang pengalaman field of experience
merupakan faktor yang penting dalam komunikasi. Jika bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang
pengalaman komunikan, komunikasi akan berlangsung lancar. Sebaliknya, bila pengalaman komunikan tidak sama dengan
pengalaman komunikator, akan timbul kesukaran untuk mengerti satu sama lain.
26
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001, h. 13.
xxviii Menurut
Wilbur Schramm,
komunikasi senantiasa
membutuhkan setidaknya tiga unsur yakni sumber source, pesan message dan sasaran destination. Schramm berpendapat,
meskipun dalam komunikasi lewat radiotelepon encoder dapat berupa mikrofon dan decoder adalah ear phone, dalam komunikasi
manusia sumber dan encoder adalah satu orang. Sedangkan decoder dan sasaran adalah sorang lainnya, dan sinyalnya adalah bahasa
untuk menuntaskan suatu tindakan komunikasi communication action
, suatu pesan harus disandi balik.
27
Sumber dapat menyandi dan sasaran dapat menyandi balik pesan, berdasarkan pengalaman yang dimilikinya masing-masing.
Bila kedua lingkaran memiliki wilayah bersama yang besar, maka komunikasi mudah dilakukan. Semakin besar wilayah tersebut,
semakin miriplah bidang pengalaman field of experience yang dimiliki kedua belah pihak yang berkomunikasi. Bila kedua
lingkaran itu tidak bertemu, artinya bila tidak ada pengalaman bersama maka komunikasi tidak mungkin berlangsung. Bila wilayah
yang berimpit itu kecil artinya bila pengalaman sumber dan pengalaman sasaran sangat jauh berbeda maka sangat sulit untuk
menyampaikan makna dari seseorang kepada orang lainnya.
d. Model D. Lawrence Kincaid dan Everett M. Rogers
27
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, h. 152.
xxix
Sumber : Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, h. 46
Model komunikasi yang terlihat pada gambar di atas mencerminkan sifat memusat yang terjadi dari pertukaran informasi
yang melingkar. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa proses komunikasi dimulai “dan kemudian ...” yang mengingatkan kepada
kita bahwa sesuatu telah terjadi sebelum kita mulai mengamati suatu kejadian.
28
Pelaku A mungkin saja mempertimbangkan kejadian ini atau sebaliknya sebelum ia melakukan komunikasi 1.1 dengan B.
Informasi yang diciptakan dan dikirim oleh A tadi, kemudian dipersepsi oleh B. Reaksi B terhadap informasi itu dilanjutkan 1.2
sebagai informasi baru kepada A, lalu dikirim lagi 1.3 kepada B dengan topik yang sama. B yang menerima informasi ini, kemudian
melanjutkan 1.4 sampai keduanya mencapai kesamaan pengertian terhadap objek yang dibicarakan itu.
Dalam proses komunikasi yang memusat, setiap pelaku berusaha menafsirkan dan memahami informasi yang diterimanya
dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian pelaku komunikasi dapat memberi reaksi atau menyampaikan hasil pikirannya dengan baik
kepada orang lain. Oleh karena itu, dalam model ini tidak ditemukan
28
Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, h. 48.
xxx arah panah yang menunjukkan unit informasi yang berdiri sendiri
dari mana dan ke arah mana, melainkan informasi itu dibagi oleh para pelaku komunikasi sampai diperoleh kepuasan atas pengertian
bersama terhadap sesuatu persoalan.
Bentuk-bentuk Komunikasi
Seperti halnya definisi komunikasi, klasifikasi bentuk komunikasi di kalangan para pakar juga berbeda satu sama lainnya. Klasifikasi itu
didasarkan atas sudut pandang masing-masing pakar menurut pengalaman dan bidang studinya.
Onong Uchjana Effendy dalam buku Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, menggolongkan komunikasi dalam empat bentuk, yaitu : personal,
kelompok, massa dan komunikasi medio.
29
Prof. Dr. H. Hafied Cangara, M.Sc. dalam buku Pengantar Ilmu komunikasi
, menyebutkan komunikasi dibagi atas empat macam tipe atau bentuk, yakni komunikasi dengan diri sendiri, komunikasi antarpribadi,
komunikasi publik dan komunikasi massa.
30
Memerhatikan pandangan para pakar di atas, bentuk komunikasi yang akan penulis bahas dalam skripsi ini ialah merujuk pada pendapatnya
H. Hafied Cangara, bentuk komunikasi terdiri atas empat macam yaitu: komunikasi dengan diri sendiri, komunikasi antarpribadi, komunikasi publik
dan komunikasi massa.
Komunikasi Dengan Diri Sendiri Intrapersonal Communication
Komunikasi dengan
diri sendiri
Intrapersonal Communication
menurut Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya
29
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, h. 7.
30
Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, h. 30.
xxxi Psikologi Komunikasi
, komunikasi intrapersonal meliputi sensasi, persepsi, memori, dan berpikir.
31
Sensasi adalah proses menangkap stimuli. Persepsi ialah proses memberi makna pada sensasi sehingga
manusia memperoleh pengetahuan baru. Dengan kata lain, persepsi mengubah sensasi menjadi informasi. Memori adalah proses
menyimpan informasi dan memanggilnya kembali. Berpikir adalah mengolah dan memanipulasikan informasi untuk memenuhi
kebutuhan atau memberikan respons. “Komunikasi dengan diri sendiri adalah proses komunikasi
yang terjadi di dalam diri individu, atau dengan kata lain proses berkomunikasi dengan diri sendiri. Terjadinya proses komunikasi di
sini karena adanya seseorang yang memberi arti terhadap sesuatu objek yang diamatinya atau terbetik dalam pikirannya.”
32
Objek yang diamati mengalami proses perkembangan dalam pikiran manusia setelah mendapat rangsangan dari pancaindra yang
dimilikinya. Hasil kerja dari proses pikiran tadi setelah dievaluasi pada gilirannya akan memberi pengaruh pada pengetahuan, sikap,
dan perilaku seseorang. Dalam proses pengambilan keputusan misalnya, sering kali
seseorang dihadapkan pada pilihan “Ya” atau “Tidak”. Keadaan semacam ini membawa seseorang pada situasi berkomunikasi
dengan dirinya sendiri, terutama dalam mempertimbangkan untung ruginya suatu keputusan yang akan diambil. Cara seperti ini hanya
31
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, h. 49.
32
Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, h. 30.
xxxii bisa dilakukan dengan metode komunikasi intrapersonal atau
komunikasi dengan diri sendiri.
Komunikasi Antarpribadi Interpersonal Communication
Komunikasi antarpribadi ialah interaksi tatap muka antar dua atau beberapa orang, di mana pengirim dapat menyampaikan pesan
secara langsung, dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung pula.
33
“Menurut Onong Uchjana Effendi, komunikasi antarpribadi Interpersonal
Communication adalah
komunikasi antara
komunikator dengan seorang komunikan. Komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam hal mengubah sikap, pendapat, atau
perilaku seseorang, karena sifatnya dialogis, berupa percakapan.”
34
Asumsi dasar komunikasi antarpribadi adalah bahwa setiap orang yang berkomunikasi akan membuat prediksi tentang efek atau
perilaku komunikasinya, yaitu bagaimana pihak yang menerima pesan memberikan reaksinya. Jika menurut persepsi komunikator
reaksi komunikan menyenangkan atau positif, maka ini merupakan suatu pertanda bagi komunikator bahwa komunikasinya berhasil.
“Menurut Gerald R. Miller dan Mark Steinberg, ada tiga tingkatan analisis yang digunakan dalam melakukan prediksi, yaitu tingkat
kultural, tingkat sosiologis, dan tingkat psikologis.”
35
33
Agus M. Hardjana, Komunikasi Intrapersonal Interpersonal, Yogyakarta: Kanisius, 2003, h. 85.
34
Effendy, Dinamika Komunikasi, h. 8.
35
M. Budyatna dan Nina Mutmainnah, Komunikasi Antar Pribadi, Jakarta: Universitas Terbuka, 2004, h. 1-4.
xxxiii Evert M. Rogers menyebutkan beberapa ciri komunikasi
antarpribadi yaitu: 1.
Arus pesan cenderung dua arah 2.
Konteks komunikasi adalah tatap muka 3.
tingkat umpan balik yang tinggi 4.
Kemampuan untuk
mengatasi tingkat
selektivitas terutama “selective expossure” sangat tinggi
5. Kecepatan untuk menjangkau sasaran yang besar sangat
lamban 6.
Efek yang terjadi antara lain perubahan sikap.
36
Pentingnya komunikasi antarpribadi bagi terapis pada saat konseling ialah karena ia dapat mengetahui diri komunikan
selengkap-lengkapnya. Terapis dapat mengetahui nama pasien, pekerjaannya, pendidikannya, penyakit yang dikeluhkan, penyebab
penyakit tersebut, dsb., yang penting agar bisa mengubah sikap, pendapat atau perilaku pasien. Dengan demikian terapis dapat
mengarahkan pasien ke suatu tujuan sebagaimana ia inginkan.
Komunikasi Publik Public Communication
Komunikasi publik biasa disebut komunikasi pidato, komunikasi kolektif, komunikasi retorika, public speaking dan
komunikasi khalayak audience communication.
37
Komunikasi publik menunjukkan suatu proses komunikasi di mana pesan-pesan
disampaikan oleh pembicara dalam situasi tatap muka di depan khalayak yang lebih besar.
Dalam komunikasi publik penyampaian pesan berlangsung secara kontinu. Dapat diidentifikasi siapa yang berbicara sumber
36
Alo Liliweri, Komunikasi Antarpribadi, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997, cet.ke- 2, h. 13.
37
Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, h. 34 -35.
xxxiv dan siapa pendengarnya. Interaksi antara sumber dan penerima
sangat terbatas, sehingga tanggapan balik juga terbatas. Hal ini disebabkan karena waktu yang digunakan sangat terbatas, dan
jumlah khalayak relatif besar. Sumber sering kali tidak dapat mengidentifikasi satu per satu pendengarnya.
“Ciri lain yang dimiliki komunikasi publik bahwa pesan yang disampaikan itu tidak berlangsung secara spontanitas, tetapi
terencana dan dipersiapkan lebih awal. Tipe komunikasi publik biasanya ditemui dalam berbagai aktivitas seperti kuliah umum,
khotbah, rapat akbar, pengarahan, ceramah dan semacamnya.”
38
Komunikasi Massa Mass Communication
Komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa atau komunikasi yang menggunakan media massa, misalnya
pers, radio, film dan televisi. “Komunikasi massa juga disebut sebagai proses komunikasi yang berlangsung di mana pesannya
dikirim dari sumber yang melembaga kepada khalayak yang sifatnya massal melalui alat-alat yang bersifat mekanis.”
39
Zulkarimein Nasution dalam bukunya yang berjudul Sosiologi Komunikasi Massa mengatakan bahwa komunikasi massa adalah
proses penyampaian pesan atau informasi yang ditujukan kepada khalayak massa dengan karakteristik tertentu, sedangkan media
38
Ibid., h. 35.
39
Widjaya, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, h. 35.
xxxv massa hanya sebagai salah satu komponen atau sarana yang
memungkinkan berlangsungnya proses yang dimaksud.
40
Menurut Wilbur Schramm seperti yang dikutip oleh Wiryanto dalam bukunya Teori Komunikasi Massa, menyatakan bahwa
komunikasi massa berfungsi sebagai decoder, interpreter dan encoder
.
41
Komunikasi massa sangat efisien, karena dapat menjangkau daerah yang luas dan audiens yang praktis tidak terbatas, namun
komunikasi massa kurang efektif dalam pembentukan sifat personal. Hal ini dikarenakan umpan balik feedback dalam komunikasi
massa yang sifatnya tertunda. Komunikasi massa mempunyai ciri-ciri khusus yang
disebabkan oleh sifat-sifat komponennya. Ciri-cinya yaitu: Komunikasi massa berlangsung satu arah
komunikator pada komunikasi massa melembaga pesan pada komunikasi massa bersifat umum
media komunikasi massa menimbulkan keserempakan komunikan komunikasi massa bersifat heterogen.”
42
Terapi dan Ruang Lingkupnya. 1.
Pengertian Terapi dan Terapis.
Dalam Kamus Lengkap Psikologi, terapi atau dalam bahasa Inggris disebut dengan therapy adalah satu perlakuan atau pengobatan yang
ditujukan kepada penyembuhan satu kondisi patologis. Sedangkan
40
Zulkarimein Nasution, Sosiologi Komunikasi Massa, Jakarta: Universitas Terbuka, 1993, h.5.
41
Wiryanto, Teori Komunikasi Massa, Jakarta: PT Grasindo, 2000, h. 10.
42
Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, h. 22.
xxxvi seseorang yang dilatih dalam pengobatan penyakit dan gangguan kejiwaan
disebut dengan terapis atau dalam bahasa Inggris disebut dengan therapist.
43
M.A. Subandi mengemukakan bahwa, “terapi merupakan proses formal interaksi antara dua pihak atau lebih, yang satu adalah profesional
penolong terapis dan yang lain adalah petolong orang yang ditolong, dengan catatan bahwa interaksi itu menuju pada perubahanpenyembuhan.
Perubahan itu dapat berupa perubahan rasa, pikir, perilaku dan kebiasaan yang ditimbulkan dengan adanya tindakan profesional penolong terapis
dengan latar
ilmu perilaku
dan teknik-teknik
usaha yang
dikembangkannya.
44
2. Model-model Terapi
Dr. Muhammad Solihin di dalam bukunya Terapi Sufistik, menyebutkan ada 6 model terapi yaitu:
45
a. Terapi Client Centered. Terapi jenis ini menaruh kepercayaan
dan meminta tanggung jawab yang lebih besar kepada klien dalam menanggulangi masalah-masalahnya.
b. Terapi Realitas. Yaitu terapi jangka pendek yang berfokus
pada saat sekarang, menekankan kekuatan pribadi dan pada dasarnya merupakan jalan agar para klien dapat belajar
bertingkah laku yang lebih realistik sehingga dapat mencapai keberhasilan.
c. Terapi Relaksasi. Terapi jenis ini diberikan kepada orang
yang mudah disugesti. Terapi model ini umumnya dilakukan oleh seorang terapis yang ahli dalam bidang hipnotis. Dengan
terapi sugesti ini klien diarahkan untuk dapat melakukan relaksasi.
d. Terapi Perilaku. Yaitu terapi yang bermaksud agar klien
berubah baik sikap maupun perilakunya terhadap objek atau situasi yang menakutkan. Secara bertahap, klien dilatih dan
dibimbing menghadapi berbagai objek atau situasi yang menimbulkan panik atau phobik. Pelatihan ini dilakukan
berulang-ulang
sampai pada
akhirnya klien
dapat melakukannya tanpa bantuan dari orang lain. Sudah tentu
43
J.P Chaplin, penerjemah Kartini Kartono, Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta: Rajawali Press, 1981, cet. Ke-1, h. 198.
44
M.A. Subandi, Psikoterapi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001, cet.ke-1, h. 9.
45
M. Solihin, Terapi Sufistik, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2004, cet. Ke-1, h. 85.
xxxvii latihan perilaku ini didahului dengan pemberian psioterapi
untuk memperkuat kepercayaan diri. e.
Terapi Keagamaan. Terapi keagamaan adalah terapi yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan keagamaan
seperti menggunakan ayat-ayat suci al-Qur’an, hadits Nabi dan pemikiran-pemikiran
keislaman yang
secara implisit
mengandung terapi. Adapula yang menggunakan dzikir dan do’a-do’a tertentu yang pada intinya memohon kepada Allah
agar diberi ketenangan hati. Dengan terapi jenis ini diharapkan seseorang dapat terbebas dari rasa cemas, tegang, depresi dan
lain-lain.
f. Terapi Holistik. Terapi holistik adalah terapi yang mencakup
keseluruhan aspek manusia, dalam artian bahwa terapi dilakukan tidak hanya melalui obat-obatan semata, atau hanya
ditujukan pada aspek-aspek kejiwaan akan tetapi mencakup aspek-aspek lain seperti organobilogy, psikologi, psikososial,
psikoritual dan lain sebagainya, sehingga klien dapat diobati secara menyeluruh. Pada intinya terapi holistik ini adalah
bentuk terapi yang memandang keseluruhan aspek pada klien.
Konseling dan Ruang Lingkupnya Pengertian Konseling
Secara etimologis istilah konseling berasal dari bahasa latin, yaitu “consillium” yang berarti “dengan” atau “bersama” yang dirangkai dengan
“menerima” atau “memahami”. Kata ini berarti perundingan, pertimbangan atau musyawarah.
46
Selanjutnya konseling didefinisikan sebagai pemberian bantuan yang bersifat permissif memberi kelonggaran, personalisasi dan
individualisasi dalam upaya mengembangkan skill untuk mengembangkan atau meraih kembali pemahaman dan pengarahan terhadap dirinya sendiri
yang menerangi kehidupan sosialnya.
47
Counseling , berbeda dengan membimbing atau memberi nasehat,
yang banyak digunakan dalam counseling adalah wawancara untuk
46
Prayitno, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Rineke Cipta, 1994, h. 99.
47
M. Arifin, Teori-teori Konseling Agama dan Umum, Jakarta: PT. Golden Terayan Press, 1996, h. 96.
xxxviii mendapatkan sesuatu yang diharapkan dan diinginkan dari yang
diwawancarai klien, sehingga counseling di sini dapat disebut terjadinya komunikasi antarpribadi. relationship.
48
Konseling merupakan proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli konselor kepada individu
yang mengalami sesuatu masalah klien, yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Frank
Parsons di tahun 1908 saat ia melakukan konseling karier. Selanjutnya juga diadopsi oleh Carl Rogers yang kemudian mengembangkan pendekatan
terapi yang berpusat pada klien client centered.
49
Ada pula yang mengatakan konseling ialah proses pemberian informasi obyektif dan lengkap, dilakukan secara sistematik dengan paduan
ketrampilan komunikasi interpersonal, teknik bimbingan dan penguasaan pengetahuan klinik bertujuan untuk membantu seseorang mengenali
kondisinya saat ini, masalah yang sedang dihadapi dan menentukan jalan keluar upaya untuk mengatasi masalah tersebut.
50
Tujuan Konseling
Adapun beberapa statemen tujuan konseling yang sering dipakai oleh beberapa pakar, dikemukakan oleh Shertzer dan Stone, yang disadur
singkat dalam: Perubahan tingkah laku behavioral change, kesehatan mental positif positive mental health, pemecahan masalah problem
resolution , keefektifan pribadi personal efectiveness, dan pembuatan
48
Abu Bakar Baraja, Psikologi Konseling dan Teknik Konseling, Jakarta: Studia Press, 2006, cet. Ke-2, h. 1.
49
http:www.wikipedia.co.id , artikel diakses pada 07 Oktober 2008.
50
Saifuddin, “pengertian konseling,” artikel diakses pada 07 Oktober 2008 dari http:www.google.com.
xxxix keputusan decision making.
51
Penyajian berikut ini dimulai dengan yang berkecenderungan afektif, lalu yang lebih kognitif, dan terakhir yang
behavioristik.
a. Kesehatan Mental Positif
Konselor yang berkecondongan afektif menyatakan bahwa pemeliharaan atau mendapatkan mental sehat merupakan tujuan
konseling. Jika mental sehat dicapai maka individu memiliki integrasi, penyesuaian dan identifikasi positif terhadap orang lain.
Di sini individu belajar menerima tanggung jawab, jadi mandiri, dan mencapai integrasi tingkah laku.
b. Keefektifan Pribadi
Tujuan konseling yang erat hubungannya dengan kesehatan mental, berorientasi afektif, dan agak condong ke orientasi kognitif
adalah “keefektifan pribadi”. “Pengertian pribadi efektif menurut Blocher, yang diadaptasikan di sini, adalah:
1 Pribadi yang tampak menyelaraskan diri dengan cita-cita,
memanfaatkan waktu dan tenaga dan bersedia mengambil tanggung jawab ekonomi, psikologis, dan fisik.
2 Orang yang punya pribadi demikian tampak mempunyai
kemampuan kompetensi mengenal, merumuskan dan memecahkan masalah-masalah.
3 Orang demikian itu tampak relatif ajeg konsisten dalam
menjalani situasi khusus peranannya. 4
Orang demikian itu menampak dapat berpikir lain dan asli, yaitu secara kreatif.
5 Orang
demikian itu mampu mengontrol dorongan- dorongan impuls dan melakukan respons yang tepat
terhadap frustasi, permusuhan dan pertentangan.”
52
c. Pembuatan Keputusan
51
Andi Mappiare, Pengantar Konseling dan Psikoterapi, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006, h.46.
52
Ibid., h. 48.
xl Para konselor yang condong pada orientasi kognitif, sedikit
masih ada unsur afektifnya, menyatakan tujuan konseling sebagai pembuatan keputusan mengenai hal-hal genting bagi seseorang
konseli. Dalam hal ini, konselor tidaklah menetapkan keputusan- keputusan yang akan dibuat konseli, ataupun memilihkan cara
alternatif bagi tindakan konseli. Konseli harus tahu mengapa dan bagaimana ia membuat keputusan.
Dengan demikian, di sini konseling membantu individu mengkaji apa yang perlu dipilih, belajar membuat alternatif-
alternatif pilihan, dan selanjutnya menentukan pilihan sehingga pada masa depan ia dapat mendiri membuat keputusan.
d. Perubahan Tingkah Laku
Inilah pernyataan tujuan konseling yang paling banyak dipakai orang akhir-akhir ini. Para pakar konseling ada yang memadukan
antara tujuan-tujuan berkenaan dengan perubahan struktur pribadi sampai pada perubahan perilaku tampak, ada yang ketat terpaku
hanya pada perubahan perilaku tampak saja. Seperti yang diungkapkan oleh Shertzer dan Stone
53
menyatakan bahwa perubahan tingkah laku sebagai suatu tujuan konseling mungkin terbatas khusus seperti perubahan respon khusus
terhadap frustasi ataupun perubahan-perubahan sikap terhadap orang lain atau terhadap diri sendiri.
53
Ibid., h. 50.
xli
Metode dan Teknik Konseling
Metode lazim diartikan dengan cara untuk mendekati masalah sehingga diperoleh hasil yang memuaskan, sementara teknik merupakan
penerapan metode tersebut dalam praktek.
54
Lebih lanjut Aunur Rahim Faqih mengemukakan bahwa ada dua metode konseling dan tekniknya, yaitu:
55
a. Metode Langsung
1 Individual,
yaitu pembimbing melakukan komunikasi langsung
secara individual
dengan pihak
yang dibimbingnya. Tekniknya dengan percakapan pribadi,
home visit kunjungan ke rumah serta kunjungan dan
observasi kerja. 2
Kelompok, yaitu melakukan komunikasi langsung dengan klien dalam kelompok. Tekniknya dengan diskusi
kelompok, karyawisata, sosiodrama dan group teaching.
b. Metode Tidak Langsung
1 Individual, yaitu melakukan komunikasi secara individual
melalui media massa. Tekniknya dengan surat menyurat, telepon, dan lain-lain.
2 Kelompok, yaitu melakukan komunikasi secara kelompok
melalui media
massa. Tekniknya
dengan papan
bimbingan, surat kabarmajalah, brosur, radio dan televisi.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Konseling a.
Faktor Individual
54
Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, Yogyakarta: UII Press, 2001, h. 53.
55
Ibid., h. 54-55.
xlii Orientasi cultural keterikatan budaya merupakan faktor
individual yang dibawa seseorang dalam melakukan interaksi. Orientasi ini merupakan gabungan dari:
1 Faktor Fisik
Kepekaan panca indera pasien yang diberi konseling akan
sangat mempengaruhi
kemampuan dalam
menangkap informasi yang disampaikan konselor. 2
Sudut Pandang Nilai-nilai yang diyakini oleh pasien sebagai hasil olah
pikirannya terhadap budaya dan pendidikan akan mempengaruhi pemahamannya tentang materi yang
dikonselingkan. 3
Kondisi Sosial Status sosial dan keadaan disekitar pasien akan
memberikan pengaruh dalam memahami materi. 4
Bahasa Kesamaan bahasa yang digunakan dalam proses
konseling juga akan mempengaruhi pemahaman pasien.
b. Faktor Situasional
Percakapan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, situasi percakapan kesehatan antara konselor dan klien akan berbeda
dengan situasi percakapan antara polisi dengan pelanggar lalu lintas.
1 Kompetensi dalam melakukan percakapan
xliii Agar efektif, suatu interaksi harus menunjukkan perilaku
kompeten dari kedua pihak. Keadaan yang dapat menyebabkan putusnya komunikasi adalah:
a Kegagalan menyampaikan informasi penting.
b Perpindahan topik bicara yang tidak lancar.
c Salah pengertian.
56
56
http:www.wikipedia.co.id , artikel diakses pada 07 Oktober 2008.
xliv
BAB III GAMBARAN UMUM