Pola Komunikasi Antara Terapis Dengan Anak Autis di Pelangi School and Treatment Center Surabaya (Studi Kualitatif Pola Komunikasi Antara Terapis Dengan Anak Autis ADHD di Pelangi School and Treatment Center Surabaya.

(1)

di Pelangi School and Treatment Center Surabaya)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh gelar Sarjana pada FISIP UPN: “Veteran” Jawa Timur

Oleh :

BAYU AULIA PRIYANTOMO

NPM. 0643010310

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIOANAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


(2)

Disusun Oleh:

BAYU AULIA PRIYANTOMO NPM. 0643010310

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi Menyetujui

PEMBIMBING UTAMA

Dra. Dyva Claretta, M.Si NPT : 3 6601 94 0025 1

Mengetahui DEKAN

Dra. Ec. Hj. Suparwati, Msi

NIP : 195 5071 8198 3022 001


(3)

terselesaikan dan peneliti mengangkat judul yaitu Pola Komunikasi Antara Terapis Dengan Anak Autis di Pelangi School Treatment and Center . Dalam Penyusunan dan penulisan ini tidak terlepas dari segala bimbingan dan dukungan semua pihak dan pada kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah membantu menyelesaikan dalam menyelesaikan SKRIPSI diantaranya :

1. Kedua Orang tua saya yang telah membiayai kuliah dan selalu mendoakan saya untuk kelancaran dan kesuksesan saya sekarang dan masa yang akan datang serta kakak dan adik saya mas Aris, adikku Betha, Bima doakan terus ya.

2. Kepala Center Pelangi School and Treatment Center Surabaya Ibu Rinawati, S.Sos, yang telah memberikan dan kesempatan untuk melakukan penelitian.

3. Ibu Dra. Hj. Suparwati,M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur

4. Bapak Juwito,S.Sos, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.

5. Ibu Dra. Dyva Claretta M.Si selaku dosen pembimbing utama peneliti

6. Dosen-dosen Program Studi Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu dan dorongan dalam penyelesaian skripsi

iv 


(4)

 

8. Terapis di Pelangi School, Kak Ami, Kak Maya, Kak, Dyna, Kak Naning, Kak Yuli, Kak Ema, dan yang lainnya tak bisa disebutkan satu persatu.

9. Omku dan tanteku dan adik kyan yang telah memberikan dukungan. 10. Semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan SKRIPSI

Peneliti menyadari bahwa di dalam penyusunan dan penulisan SKRIPSI ini banyak terdapat kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak yang sangat di harapkan demi kesempurnaan penelitian yang dilakukan peneliti dan pada akhirnya dengan segala keterbatasan yang peneliti miliki semoga SKRIPSI ini dapat bermanfaat pada bagi semua pihak umumnya dan peneliti pada khususnya.

Surabaya, 1 Mei 2010


(5)

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAKSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Kegunaan Penelitian ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 12

2.1 Landasan Teori ... 12

2.1.1 Definisi Komunikasi ... 12

2.1.2 Komuniasi Interpersonal ... 13

2.1.3 ProsesKomunikasi Interpersonal ... 18

2.1.4 Komunikasi Verbal ... 25

2.1.5 Komunikasi Non Verbal ... 26

2.1.6 Pengertian Autis ... 27

2.1.7 Komunikasi Total ... 32

2.1.8 Pengertian Terapis ... 34


(6)

BAB III METODE PENELITIAN ... 43

3.1 Metode Penelitian ... 43

3.2 Lokasi Penelitian... 46

3.3 Subyek dan Informan Penelitian ... 46

3.4 Teknik Pengumpulan data ... 47

3.5 Teknik Analisis data ... 49

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 50

4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 50

4.1.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 50

4.1.2 Identitas Responden ... 51

4. 2 Penyajian Data dan Analisis data ... 52

4.2.1 Penyajian Data ... 52

4.2.2 Analisis data ... 53

A. Pola komunikasi Antara Terapis dengan Anak Autis ADHD ... 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 82

5.1 Kesimpulan ... 82

5.2 Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 82


(7)

viii

Lampiran 2 Foto Wawancara ... 93 Lampiran 3 Gambaran Umum Pelangi School ... 94 Lampiran 4 Surat Keterangan Penelitian ... 95


(8)

iii 

 

Center Surabaya

Autis merupakan gangguan pervasive yang terjadi pada 2 sampai 3 tahun usia perkembangan anak. Untuk mengatasi kasus tersebut maka dalam waktu akhir–akhir ini di Surabaya telah berdiri beberapa lembaga pendidikan non formal yang khusus menangani anak-anak autis salah satunya adalah Pelangi School And Treatment Center Surabaya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola komunikasi antara terapis dengan anak autis di Pelangi School and Treatment Center Surabaya.

Komunikasi interpersonal merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik langsung. Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata, baik lisan maupun tertulis. Komunikasi Non Verbal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk non nerbal, tanpa kata-kata. Autis adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat massa balita yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Pola Komunikasi adalah sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau lebih dalam proses pengiriman, dan penerimaan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Dimensi pola komunikasi terdiri dari dua macam yaitu pola yang berorientasi pada konsep dan pola yang berorientasi pada social yang mempunyai arah hubungan yang berlainan

Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan depth interview dengan informan sebanyak 2 orang.

Berdasarkan hasil analisis data, didapatkan bahwa pola komunikasi yang terjadi pada terapis dengan anak autis ADHD adalah pola komunikasi yang berorientasi pada konsep yaitu komunikasi dilakukan secara langsung atau dengan tatap muka, saling berhadapan dengan langsung kemudian mencari kontak mata terlebih dahulu. Setelah ada kontak mata baru pesan atau materi itu disampaikan dengan menggunakan bahasa yang singkat, jelas serta lugas. Mengguanakan nada yang tegas dan keras dan nada yang manis (melihat kondisi anak terlebih dahulu, Jika tidak ada respons maka pesan itu disampaikan secara terus menerus. Jika ada respons, maka terapis akan memberi reward seperti ” Oke kamu pintar”, pesan atau instruksi yang disampaikan itu tidak boleh jeda, karena kalau ada jeda anak akan membuat ulah (anak autis ADHD memiliki kecenderungan hiperaktif)


(9)

1.1 Latar Belakang Masalah

Komunikasi berasal dari bahasa latin Comunicatio, yang bersumber pada kata communis yang artinya sama makna, yaitu sama makna mengenai satu hal(Effendy,2002:3). Banyak makna tentang arti kata komunikasi namun dari sekian banyak definisi yang diungkapkan oleh para ahli dapat disimpulkan secara lengkap dengan maknanya yang hakiki yaitu Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku, baik langsung secara lisan maupun tak langsung melalui media(Efffendy,2002:5).

Dance (1967) mengartikan komunikasi dalam kerangka psikologi behaviorisme adalah sebagai usaha menimbulkan respon melalui lambang-lambang verbal sehingga lambang-lambang verbal tersebut bertindak sebagai stimulus/stimulii. Bagaimana pesan dari seorang individu menjadi stimulus yang menimbulkan respon pada individu yang lain maka perlu menggunakan lambing-lambang serta proses mengungkapkan pikiran menjadi lambing-lambang, bentuk lambing-lambang dan bentuk lambang terhadap perilaku manusia atau invidu. Oleh sebab itu komunikasi mampu dijadikan sebagai alat untuk penyembuhan jiwa dan perilaku individu pada ketidakmampuannya untuk mengungkapkan dirinya yang dikenal sebagai komunikasi terapetik. Dimana dengan metode ini seorang terapis mengarahkan


(10)

komunikasi begitu rupa sehingga pasien/individu dihadapkan pada situasi dan pertukaran pesan yang dapat menimbulkan hubungan sosial yang bermanfaat.

Dengan demikian maka fungsi komunikasi merupakan instrument untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi diri dan memupuk hubungan dengan orang lain. Orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan orang lain bias dipastikan ia akan “tersesat” karena tidak berkesempatan menata dirinya dalam suatu lingkungan sosial. Komunikasilah yang memungkinkan individu membangun suatu kerangka rujukan dan menggunakannya sebagai panduan untuk menafsirkan situasi apapun yang ia hadapi. Komunikasi pula yang memungkinkan individu mempelajari dan menerapkan strategi-strategi adaptif untuk mengatasi masalah yang ada, sehingga tanpa melibatkan diri dalam komunikasi seseorang tidak akan tau bagaimana makan, minum, berbicara sebagai manusia dan memperlakukan manusia lain secara baik karena cara-cara berperilaku harus dipelajari dengan berkomunikasi.

Anak-anak yang jarang diajak berkomunikasi maka ia hanya memiliki sedikit kesempatan untuk berkomunikasi, segala bentuk kebutuhannya mulai dari makan, susu, mandi dan sebagainya secara otomatis akan dipenuhi oleh baby sister tanpa adanya komunikasi. Yang pada akhirnya anak tersebut tidak mampu memahami fungsi komunikasi sebagai upaya pemenuhan kebutuhan diri dan penyampaian perasaan atau informasi sehingga mereka tampak temperamen (cepat marah), tidak mampu menyelesaikan masalahnya, cenderung menarik diri dan memiliki perilaku yang terihat liar dengan memukul/menyakiti dirinya sendiri ketika ia sedang marah atau sebaliknya menyerang orang lain/agresif, merampas barang orang lain ketika menginginkannya serta bertindak seolah-olah tidak memiliki aturan atau bahkan


(11)

tidak mampu menjalin kontak mata dengan orang lain, yang kesemuanya itu disebabkan karena kekurangmampuannya dalam berkomunikasi.

Alfred Korzybski mengatakan bahwa kemampuan manusia berkomunikasi menjadikan mereka “pengikat waktu”/ time –binder yakni pada kemampuannya untuk mewariskan pengetahuannya dari generasi ke generasi sehingga membentuk perilaku pada generasi baru pada tindakan yang dinginkan atau sesuai dengan lingkungan. Seperti harus mengatakan “minta/pinjam” ketika menginkan sesuatu tidak boleh asal ambil atau merampas milik orang lain, harus melihat ketika diajak berbicara agar terlihat menghargai.

Sebagian kesulitan dari komunikasi akan terasing dari lingkungan yang sebagian fakta akan membentuk dan mencipta individu sebagai penyandang autis atau autistic.

Penderita autis di Indonesia setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari dalam pembukaan rangkaian Expo Peduli Autisme 2008 lalu mengatakan, jumlah penderita autis di Indonesia di tahun 2004 tercatat sebanyak 475 ribu penderita dan sekarang diperkirakan setiap 1 dari 150 anak yang lahir, menderita autism.(www.hotspot.com)

Sementara itu. Data terbaru dari Centre for Disease Control and Prevention Amerika Serikat menyebutkan, kini 1 dari 110 anak di sana menderita autis. Angka ini naik 57 persen dari data tahun 2002 yang memperkirakan angkanya 1 dibanding 150 anak.


(12)

Di Indonesia, tren peningkatan jumlah anak autis juga terlihat, meski tidak diketahui pasti berapa jumlahnya karena pemerintah belum pernah melakukan survei. (www.kompas.com)

Autis adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat massa balita yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Akibatnya anak terisolasi dari manusia lain dan masuk dalan dunia repretitive, aktivitas dan minat yang obsessive.

Banyak sekali anak autis yang ingin belajar dan sekolah bersama anak normal, tetapi mereka tidak memperoleh pelayanan pendidikan secara memadai atau mereka tidak mendapatkan sekolah dengan alasan yang jelas. Penyebabnya adaah kurangnya sumber daya manusia dan banyak tenaga ahli yang belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang anak autis atau rasio penyelenggaraan yang sangat mahal, sehingga masih sedikit sekolah yang mau menerima anak autis.

Peneliti mengatakan penelitian ini sangat penting untuk diteliti karena anak autis sangat sulit sekali berinteraksi dengan orang lain. Disamping itu anak autis juga memiliki kekurangan dalam mempersepsikan konseptual bahasa yang disampaikan oleh orang lain. Dengan demikian, sangat penting sekali untuk membuat suatu pola komunikasi yang efektif bagi anak autis. Dengan adanya sebuah pola komunikasi tertentu diharapkan mampu mengeluarkan anak-anak autis dari dunia autis.

Autis didefinisikan oleh 3 ciri yaitu:

1. Kekurang mampuan untuk berkembang dalam hal berkomunikasi atau bersoasialisasi.


(13)

2. Kekurang mampuan untuk berkembang dalam hal bahasa.

3. Kecenderungan untuk melakukan sesuatu secara berulang-ulang dan suka pada sesuatu/hal yang sama.(Jura Tender,1999)

Menurut Power (1989) karakteristik anak yang menderita autis adalah adanya gejala atau gangguan yaitu :

1. Interaksi sosial

2. Komunikasi (bahasa dan bicara) 3. Pola bermain

4. Gangguan sensoris

5. Perkembangan yang terlambat atau tidak normal 6. Penampakan gejala

Pada umumnya penyandang autis mengacuhkan suara, pengelihatan ataupun kejadian yang melibatkan mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan situasi atau bahkan tidak ada reaksi sama sekali. Mereka menghindari atau tidak merespon dengan terhadap kontak sosial (pandangan mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak lain dan sebagainya).

Beberapa gangguan perkembangan anak yang tergolong dalam spectrum autistic adalah ASD (Autisme Sindrome Disorder),Autis Infantile, ADHD ( Attention Difisit and Hiperaktivity Disorder),ADD (Attention Defisit Disorder),Asperger syndrome, dan PDD NOS. Dari keenam jenis anak autis, peneliti memilih ADHD ( Attention Difisit and Hiperaktivity Disorder) sebagai salah satu obyek pengamatan untuk penelitian karena ADHD ( Attention Difisit and Hiperaktivity Disorder) sampelnya di Pelangi School and Treatment Center lebih banyak untuk diteliti dan


(14)

ADHD atau Attention Difisit and Hiperaktivity Disorder adalah gangguan pemusatan perhatian yang paling umum terjadi pada anak-anak dan dapat berlanjut sampai remaja dan dewasa. Gangguan ini ditandai adanya ketidakmampuan anak untuk memusatkan perhatianya pada sesuatu yang dihadapi, sehingga rentang perhatiannya yang singkat waktunya dibandingkan anak-anak lain seusianya, biasanya disertai dengan gejala hiperaktif dan tingkah laku yang implusif.

Manusia selalu bergaul dengan manusia lain. Itulah dasar hidup manusia yang belajar melaui interaksi seksama, manusia dapat mengutarakan perasaan, keinginan dan pikiran. Pada umumnya manusia ingin menggunakan bahasa lisan, tetapi ada juga manusia yang tidak menggunakan bahasa lisan atau penggunaan bahasa terbatas karena autism. Dengan menggunakan sistem-sistem komunikasi, anak autis tersebut diberi kesempatan untuk bergaul dengan orang lain supaya hubungan menjadi mudah untuk dapat mengutarakan persaan keinginan dan pikiran.

Banyak teori-teori dan definisi tentang istilah tersebut, tetapi dengan ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut.

Komunikasi adalah suatu proses timbal balik yang sedang terjadi antara pengirim pesan dan penerima pesan. Dengan demikian proses komunikasi terdiri dari orang yang mengirim pesan, isi pesan, orang yang menerima pesan

Seseorang yang mengirim pesan dan seseorang yang menerima pesan-pesan saling mempengaruhi yaitu seseorang yang menerima pesan-pesan akan menjawab atau memberi reaksi terhadap pengiriman pesan. Proses interaksi akan terjadi terus menerus sehingga pengirim pesan menjadi penerima pesan dan sebaliknya.


(15)

Visi komunikasi adalah proses dimana beberapa tingkah laku diterima dan ditafsirkan oleh sesama manusia dalam interaksi. Anak-anak autis dan bagi yang belum atau tidak dapat berkomunikasi dengan intensif karena kognisi yang masih kurang, juga dapat berkomunikasi dalam visi tersebut.

Komunikasi total adalah suatu system yang memaksa lebih dari satu system pada saat yang sama menggunakan isyarat, mimic, gambar, foto, pikto, menulis, benda dipakai bersamaan dengan berbicara.

Dasar-dasar komunikasi total

1. Aspek interaksi

Pembicara dan pendengar saling mempengaruhi karena hal ini sangat penting dalam proses komunikasi. Misalnya : diajak bicara tidak perhatian

2. Aspek Ekspresi

Dalam komunikasi total system-sistem yang dipakai dapat lebih dari satu pada saat yang sama. Bahasa isyarat, mimic, bahasa badan, menunjukan benda-benda, foto-foto, gambar-gambar, dan menulis boleh dipakai anak autis

3. Aspek pragmatis

Komunikasi total sebaiknya digunakan selama 24 jam sehari supaya terbentuk habit sehingga komunikasi total menggunakan cara komunikasi selalu dimana saja.


(16)

Komunikasi total dapat terpenuhi jika seorang anak autis telah memiliki kesadaran terhadap lingkungan dan memiliki perilaku yang adaptif. Dengan demikian maka komunikasi akan dapat berjalan secara efektif.

Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss (1974) berpendapat bahwa tanda-tanda komunikasi efektif jika paling tidak dapat menimbulkan lima hal yakni pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan/interaksi, dan tindakan.

Pengertian adalah penerimaan yang cermat dari isi pesan yang dimaksud oleh komunikator. Didalam praktek komunikasi dengan anak autistic mereka tidak dapat dengan mudah mengerti kata “meja” ketika terapis atau guru mengatakan “pegang meja”.

Kesenangan, ketika guru memberikan pesan pada anak autis maka guru atau terapis akan mengatakan “oke kamu pintar” terhadap setiap respon yang dibuat oleh anak. Disini menyatakan bahwa tidak semua komunikasi ditujukan untuk menyampaikan informasi dan bentuk pengertian. Akan tetapi komunikasi juga dapat menimbulkan kesenangan serta menjadikan hubungan yang hangat antar individu.

Mempengaruhi sikap. Seorang anak autis selalu disertai dengan perilaku impulsive (semaunya sendiri/tidak mau diarahkan), seperti naik meja, membanting semua benda yang ditemuianya atau bahkan selalu menabrak apapun yang dihadapannya ketika berjalan, sehingga guru akan mengatakan “tidak” ketika anak berperilaku semaunya sendiri atau berperilaku yang dianggap menyimpang oleh lingkungan umum dengan begitu anak tidak akan mengulangi perilakunya.


(17)

Hubungan sosial. Anak dikatakan autis karena mereka tidak dapat menjalin hubungan sosial dengan lingkungan maupun individu lainnya, dengan banyak memberikan stumulis komunikasi seperti selalu memanggil nama anak, menjawab pertanyaan sosial sederhana maka akan dapat membantu anak anak autis untuk membangun hubungan sosialnya.

Tindakan. Bagi seorang terapis atau guru yang terpenting adalah adanya respon yang diberikan oleh anak ketika ada stimulus. Artinya ketika guru atau terapis mengatakan “ambil tissue lalu buang ditempat sampah” maka guru mengharapkan akan ada tindakan yang dilakukan oleh anak sesuai dengan instruksi yang diberikan.

Menurut Galvia (1991:218), komunikasi yang efektif juga dibutuhkan membentuk keluarga yang harmonis, selain faktor keterbukaan, otoritas, kemampuan bernegoisasi, menghargai kebebasan dan privasi antara anggota keluarga.

Oleh karena itu pendidikan khusus bagi anak autis sangat penting karena dengan adanya komunikasi yang khusus kepada anak autis dapat membuat mereka dapat berinteraksi dan berkomunikasi kepada keluarga, dan orang yang lain. Tidak hanya melalui pendidikan saja, komunikasi di dalam sebuah keluarga sangat perlu dibangun secara harmonis dalam rangka membangun suatu pendidikan yang baik.

Disamping komunikasi sebagai sarana untuk menyampaikan pesan atau informasi dalam hubungan menjalin interaksi manusia yang saling berpengaruh, mempengaruhi, komunikasi mampu dijadikan sebagai alat untuk penyembuhan jiwa dan perilaku individu pada ketidakmampuannya untuk mengungkapkan dirinya yang dikenal sebagai komunikasi terapetik Komunikasi juga telah dijadikan sebagai sarana


(18)

terapi bagi penyandang autistic sebagai upaya mengembalikan mereka dari keterasingan melalui system pembelajaran instruksional dengan metode Penatalaksanaan Perilaku.

Berdasarkan pada latar belakang tersebut maka penulis memilih guru dan anak autis sebagai obyek penelitian karena penulis ingin memahami komunikasi yang digunakan oleh guru terhadap anak autis baik berupa komunikasi verbal maupun non verbal.

Penulis memilih Pelangi School and Treatment Centre sebagai tempat penelitian karena Pelangi School merupakan salah satu terapi terbesar yang ada di Surabaya dengan standar pelayanan dan pembelajaran yang telah ditetapkan serta telah terdaftar sebagai salah satu anggota Yayasan Autis Indonesia. Dimana dari 36 pusat terapi yang ada di Surabaya rata-rata belum terdaftar dalam keaggotaan YAI karena mutu dan layanan pendidikan yang kurang memadai.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas didentifikasikan permasalahan-permasalahan sebagai berikut : Bagaimana pola komunikasi antara terapis dengan anak autis di Pelangi School and Treatment Center Surabaya.

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui bagaimana pola komunikasi yang lakukan antara terapis dengan anak autis di Pelangi School and Treatment Center Surabaya


(19)

1.4Kegunaan Penelitian 1. Secara Teoritis

Dapat digunakan untuk menamabah wacana psikologi komunikasi komunikasi interpersonal tentang pola komunikasi antara terapis dengan anak autis.

2. Secara Praktis

Dapat memberikan gambaran bagi pembaca, terapis, dan khususnya orang tua dalam membina hubungan komunikasi yang baik dengan anaknya yang menderita autis.


(20)

(21)

2.1.1 Definisi Komunikasi

Istilah komunikasi berpangkal pada perkataan latin Communis artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Komunikasi juga berasal dari akar kata dalam bahasa latin Communico yang artinya membagi (Cheery dalam stuart,1893).

Sebuah definisi singkat yang dibuat oleh Harold D. Laswell bahwa cara yang tepat untuk menerangkan suatu tindakan komunikasi ialah

Who says What In Which Channel To Whom With What effect ?

”siapa yang menyampaikan,apa yang disampaikan, melalui saluran apa, kepada siapa dan apa pengaruhnya”.

Everett M. Rogers seorang pakar Sosiologi pedesaan Amerika yang telah banyak memberi perhatian pada studi riset komunikasi, khususnya dalam hal penyebaran inovasi membuat definisi bahwa “komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.

Definisi ini kemudian dikembangkan oleh Rogers bersama D. Lawrence Kincaid (1981) sehingga melahirkan suatu definisi yang baru yang menyatakan bahwa “ Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau


(22)

lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang dalam.

Rogers mencoba menspesifikasikan hakikat suatu hubungan dengan adanya suatu pertukaran informasi (pesan), dimana ia menginginkan adanya perubahan sikap dan tingkah laku serta kebersamaan dalam menciptakan saling pengertian dari orang-orang yang ikut serta dalam suatu proses komunikasi.

Pengertian ini kemudian di deskripsikan secara lebih detail oleh Shanon dan Weaver ( 1949) bahwa komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling pengaruh mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja. Tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni, dan teknologi.

Oleh karena itu, jika kita berada dalam suatu situasi berkomunikasi, kita memiliki beberapa kesamaan dengan orang lain seperti kesamaan bahasa atau kesamaan arti dari simbol-simbol yang digunakan dalam berkomunikasi. (Hafied Cangara, 2009:19-21).

2.1.2 Komunikasi Interpersonal

Untuk lebih meningkatkan kajian mengenai komunikasi interpersonal maka berikut ini akan diuraikan beberapa teori yang mendukung tentang komunikasi antar pribadi yang diungkapkan oleh beberapa para ahli.

Menurut Devito yang dikutip Liliweri, bahwa Komunikasi Antar Pribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh


(23)

orang lain atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik langsung (liliweri,2001:12)

Menurut Onong Uchjana Effendi yang dikutip oleh Liliweri bahwa pada hakekatnya komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antara komunikator dengan komunikasn. Komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung, komunikastor mengetahui tanggapan komunikasn ketika itu juga. Pada komunikan dilancarkan, komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif atau negative, berhasil atau tidaknya jika ia dapat memberikan kesempatan pada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya. (liliweri,2001,12).

Sedangkan menurut Effendi(2003:12) menjelaskan bahwa komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi yang terjadi antara dua orang, antara komunikator dengan seorang komunikan yang sifatnya dialogis . komunikasi berlangsung secara timbale balik (two way traffic of communication). Arus balik (feedback) berlangsung dengan segera artinya komunikator mengetahui dengan segera reaksi komunikan pada saat itu juga. Dampak atau efek yang terjadi dapat merupakan arus balik yang bersifat negative aatau positif. Dampak positif yang ditimbulkan ini biasanya disebabkan karena komunikan merasa senang atas pesan yang disamapaikan. Sedangkan dampak negative ini terjadi karena adanya perasaan tidak senang atas pesan yang disampaikan


(24)

oleh komunikator, pesan yang disampaikan dianggap menyinggung atau tidak sesuai dengan suasana hati dari komunikaan.

Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi antar pribadi adalah proses penyampaian pesan yang dilakukan secara langsung tatap muka dan bersifat pribadi oleh minimal dua orang. Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi yang mampu menjalin keakraban antara komunikator dan komunikannya. Hal ini disebabkan karena sifatnya yang secara langsung dialogis sehingga dapat menciptakan kterbukaan dan hal utama seseorang dalam melakukan hubungan antar pribadi adalah untuk dua hal yaitu perasaan dan ketergantungan yang akhirnya terjalin hubungan yang lebih akrab dengan orang lain dan dapat membentuk kinerja kerjasama. Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi dalam bentuk verbal maupun bentuk non verbal, yang proses komunikasinya secara timbale balik antara komunikator denga komunikan.

Dalam bahasa lain dikatakan bahwa komunikasi antar personal sering disebut dengan komunikasi tatap muka. Menurut Effendy (2003:8) komunikasi diartikan tatap muka karena ketika komunikasi berlangsung komunikator dan komunikan saling berhadapan dan sambil saling melihat. Dalam situasi komunikasi seperti hal ini komunikator dapat melihat dan mengkaji serta megetahui secara langsung perubahan sikap dan tingkah laku dari komunikan.

Dari penjelasan komunikasi antar personal yang dikemukakan oleh Effendy tersebut maka terlihat bahwa reaksi dari komunikan dapat langsung


(25)

diketahui oleh komunikator apakah mendukung atau tidak mendukung. Dengan demikian komunikator dapat mengubah strategi komunikasinya untuk mengubah pendapat yang berseberangan apa yang disampaikan oleh komunikator dalam komunikasi interpersonal langsung mendapat tanggapan dari komunikan dan pada saat itu juga dapat dilakukan evaluasi terhadap tujuan dan keinginan disampaikan pesan oleh komunikator kepada komunikan.

Komunikasi interpersonal sebenarnya merupakan suatu proses sosial dimana orang-orang terlibat didalamnya saling mempengaruhi. Komunikasi antar personal merupakan pengiriman pesan dari seseorang dan oleh orang lain atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik langsung. Salah satu keuntungan dari komunikasi antar personal khususnya penyampai pesan dalam hal ini adalah dapat mengetahui secara lengkap mengenai komuikan sperti umur, pekerjaan, pendidikan, pengalaman dan sebagainya. Hal ini perlu diketahui komunikator karena salah satu tujuannya diadakan komunikasi antar personal adalah melakukan persuasi untuk mengubah sikap dan tingkah laku dari komunikan. Dari beberapa pengertian komunikasi antar personal diatas maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi antar personal mempunyai peran yang sangat penting dalam keberhasilan suatu persuasi.


(26)

Para ahli komunikasi mendefinisikan komunikasi interpersonal secara berbeda-beda, dan berikut ini adalah tiga sudut pandang definisi utama diantaranya :

a. Berdasarkan komponen

Komunikasi interpersonal didefinisikan dengan mengamati komponen-komponen utamanya yaitu mulai dari penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan ole orang lain atau sekolompok kecil orang, dengan berbagai dampak hingga peluang untuk memberikan umpan balik.

b. Berdasarkan hubungan diadik

Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang berlangsung diantara dua orang yang mempunyai hubungan mantap dan jelas. Sebagai contoh komunikasi interpersonal antara anak dengan orang tua, guru dengan murid, dan lain-lain. Definisi ini disebut juga dengan definisi diadik yang menjelaskan bahwa selalu ada hubungan tertentu yang terjadi antara dua orang tertentu.

c. Berdasrkan pengembangan

Komunikasi interpersonal dilihat sebagai akhir dari perkembangan dari komunikasi yang tak bersifat pribadi (interpersonal) menjadi komunikasi pribadi yang lebih intim (Defito,2006:231).

Dari ketiga definisi diatas dapat membantu dalam menjelaskan yang dimaksud dengan komunikasi interpersonal dapat berubah apabila mengalami


(27)

suatu perkembangan. Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang berlangsung diantara dua orang yang mempunyai hubungan yang mantap dan jelas.

2.1.3 Proses Komunikasi Interpersonal

Menurut Sunarto terdapat tiga unsure penting dalam proses komunikasi yang dilakukan dalam komunikasi antar pribadi yaitu : (Sunarto,2003:16-17)

1. Sumber (source), disini sumber atau komunikator adalah terapis 2. Pesan (message) dapat berupa ucapan, pesan-pesan atau

lambang-lambang.

3. Sasaran (destination) adalah anak autis.

Selain tiga unsur tersebut proses komunikasi khususnya komunikasi antar pribadi tampaknya membuktikan dua tindakan yakni member dan menerima, sehingga dalam proses komunikasi tersebut terjadi penggunaan bersama yang berate suatu hal yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama serta terciptanya proses yang saling berbagi atau menggunakan informasi secara bersama-sama diharapkan mendapatkan tanggapan yang lebih baik dari komunikator dan komunikannya.

Setiap definisi komunikasi interpersonal diatas menunjukan adanya suatu proses dalam komunikas. Adapun proses komunikasi merupakan tahapan-tahapan penyampaian pesan dari pengirim pesan kepada penerima pesan. Bertdasarkan definisi yang dikutip dari De Vito LA dalam bukunya


(28)

The International Communication Book New York : Harper and Row, proses komunikasi interpersonal dapat digambarkan sebagai berikut :

Bidang Pengalaman Bidang Pengelihatan

Saluran

Umpan Balik

Efek  Pengirim‐Penerima 

Decoding‐Ecoding 

Efek

Pesan‐

  Gangguan

Pengirim‐Penerima 

Decoding‐Ecoding 

Gambar 2.1 Model komunikasi interpersonal secara umum.

Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa komponen-komponen Komunikasi Antar Pribadi adalah sebagai berikut :

1) Pengirim-Penerima

Komunikasi antar pribadi paling tidak melibatkan dua orang, setiap orang terlibat dalam komunikasi antar pribadi paling tidak melibatkan dua orang, setiap orang terlibat dalam komunikasi antar pribadi memfokuskan dan mengirimkan pesan dan juga sekaligus menerima dan memahami pesan. Istilah pengirim-penerima menekankan bahwa fungsi pengirim-penerima ini dilakukan oleh setiap orang yang terlibat dalam komunikasi antar pribadi. Contoh


(29)

komunikasi antara guru dengan siswa, orang tua dengan anak, dan sebagainya.

2) Encoding-Decoding

Encoding disebut juga penyandian yakni proses pengalihan pikiran kedalam bentuk lambang atau juga bisa diartikan sebagai tindakan menghasilkan pesan artinya pesan-pesan yang akan disampaikan di kode atai diformulasikan terlebih dahulu dengan menggunakan kata-kata simbol dan sebagainya.

Decoding disebut juga pengawas sandian yaitu proses dimana komunikan menetapkan makna pada lambang yang disampaikan oleh komunikator kepadanya, dengan kata lain dapat diartikan sebagai tindakan untuk menginterpretasikan dan memahami pesan-pesan yang diterima. Dalam komunikasi antar pribadi, karena pengirim bertindak sekaligus sebagai penerima maka fungsi encoding-decoding dilakukan oleh setiap orang yang terlibat dalam komunikasi interpersonal. Contoh penggunaan bahasa daerah.

3) Pesan-pesan

Pesan-pesan yang merupakan seperangkat lambang bermakna yang disampaikan oleh komunikator. Dalam komunikasi antar pribadi, pesan-pesan ini berbentuk verbal (seperti kata-kata) atau non verbal (gerak tubuh, simbol) atau gabungan antara bentuk verbal dan non verbal. Contoh : materi pelajaran.


(30)

4) Saluran

Saluran ini berfungsi sebagai media dimana dapat menghubungkan antara pengirim dan penerima pesan atau informasi. Saluran komunikasi personal dapat dilakukan secara langsung kepada khalayak yang dituju, bersifat pribadi dan manusiawi. Kedua, penyampaian melaui komunikasi interpersonal dapat dilakukan secara rinci dan lebih fleksibel dengan kondisi yang nyata khalayak. Ketiga, keterlibatan khalayakk dalm komunikasi cukup tinggi. Keempat, pihak komunikator atau sumber dapat langsung mengetahui reaksi, umpan balik dan tanggapan dari pihak khalayak atas isi pesan yang disampaikannya. Kelima pihak komunikator atau sumber dapat dengan segera member penjelasan apabila terdapat kesalahpahaman atau kesalahan persepsi dari pihak khalayak atas pesan yang disampaikannya. Contoh : dalam komunikasi antar pribadi kita berbicara dan mendengarkan (saluran tentang indera pendengar melalui suara). Isyarat visual atau sesuatu yang tampak (seperti gerak tubuh, ekspresi wajah, dan lain-lain).

5) Gangguan/Noise

Sering kali pesan-pesan jadi karena gangguan saat berlangsungnya komunikasi dikirim berbeda dengan pesan yang diterima. Hal ini dapat terjadi karena gangguan saat berlangsungnya komunikasi. Terdapat beberapa gangguan yaitu :


(31)

a. Gangguan Fisik

Gangguan ini biasanya berasal dari luar dan mengganggu transmisi fisik pesan, seperti kegaduhan. Interupsi, jarak dan sebagainya.

b. Gangguan Psikologis

Gangguan ini timbul karena adanya perbedaan gagasan dan penilaian subjektif diantara orang yang terlibat dalam komunikasi seperti emosi, nilai-nilai, sikap dan sebagainya.

c. Gangguan Semantik

Gangguan ini terjadi karena kata-kata atau simbol yang digunakan dalam komunikasi sering kali memiliki arti ganda, sehingga menyebabkan penerima gagal dalam menangkap maksud-maksud pesan yang disampaikan Contoh : Bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi.

6) Umpan balik

Umpan balik ini memainkan peranan yang sangat penting dalam proses komunikasi interpersonal karena pengirim dan penerima secara terus menerus dan bergantian memberikan respon dalam berbagai cara baik verbal dan non verbal. Umpan balik ini bersifat positif apabila dirasa saling menguntungkan, bersifat positif bila tidak menimbulkan efek dan bersifat negative apabila merugikan.


(32)

7) Konteks

Komunikasi selalu terjadi dalam sebuah konteks yang mempengaruhi isi dan bentuk pesan yang disampaikan. Ada dua dimensi konteks dalam komunikasi interpersonal yaitu:

a) Dimensi Fisik

Mencakup tempat dimana komunikasi berlangsung. Misalnya Komunikasi antara guru dengan siswa didalam kelas. Disini kelas sebagai dimensi fisik.

b) Dimensi Sosial Psikologi

Mencakup hubungan yang memperhatikan masalah status, peranan yang dimainkan, norma-norma kelompok masyarakat, keakraban, formalitas dan sebagainya.

8) Bidang Pengalaman (Field of Experience)

Bidang pengalaman merupakan faktor yang paling penting dalam komunikasi interpersonal. Komunikasi ini akan terjadi apabila para pelaku yang terlibat dalam komunikasi mempunyai bidang pengalaman yang sama.

9) Efek

Dibanding dengan bentuk komunikasi lainnya, komunikasi antar pribadi dinilai paling ampuh untuk mengubah sikap, perilaku,


(33)

kepercayaan dan opini. Hal ini disebabkan komunikasi dilakukan dengan tatap muka. (Devito, 2007:10)

Komunikasi interpersonal berperan dalam mentransfer pesan atau informasi dari seseorang kepada orang lain berupa ide, fakta, pemikiran serta perasaan. Oleh karena itu komunikasi interpersonal merupakan suatu jembatan bagi setiap individu, dimana mereka dapat berbagi rasa, pengetahuan, serta mempererat hubungan antara sesame individu pada masyarakat dilingkungannya. Komunikasi interpersonal selalu menimbulkan saling pengertian dan saling mempengaruhi dengan orang lain (Djamadin,2004: 17-19)

Dengan adanya kesembilan unsur komunikasi diatas, diharapkan adanya suatu peningkatan hubungan interpersonal yang baik baik antara terapis dan anak autis yang dapat terjalin melalui sebuah pembicaraan.

Menurut Joseph A. Devito dalam buku The International Communication yang dikutip Soemiati (Soemiati, 1993:50-51) ada beberapa hal yang mendukung terciptanya efektifitas dalam komunikasi antar pribadi yaitu

1. Keterbukaan, yaitu adanya kemauan untuk membuka diri, menyatakan tentang keadaan dirinya sendiri yang tadinya tetap disembunyikan yang berhubungan dengan komunikasi pada saat itu serta keterbukaan dalam memberikan tanggapan secara


(34)

spontan dan tanpa dalih terhadap komunikasi dan umpan balik orang lain.

2. Empati, sebagai suatu persaan individu yang merasa sama seperti apa yang dirasakan orang lain (menepatkan diri pada posisi orang lain).

3. Dukungan, suatu dukungan situasi terhadap kritik maupun caci maki.

4. Rasa positif, dimana komunikasi akan positif bila dirasakan situasi yang positif sehingga mau aktif dan membuka diri.

5. Kesaamaan, kesamaan dalam bidang pengalaman, seperti sikap, perilaku, nilai, dan sebagainya. Kesamaan dalam hal mengirim dan menerima pesan.

2.1.4 Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata, baik lisan maupun tertulis. Komunikasi ini paling banyak dipakai dalam hubungan antar sama manusia. Melalui kata-kata mereka mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran, gagasan atau maksud mereka, menyampaikan fakta, data, dan pemikiran, saling berdebat dan bertengkar. Dalam komunikasi verbal bahasa memegang peranan penting. (Harjana,2003:22)

Bahasa dapat didefinisikan seperangakat kata yang telah disusun secara berstruktur sehingga menjadi himpunan kalimat yang mengandung arti. Bahasa memiliki banyak fungsi namun sekurang-kurangnya ada tiga


(35)

fungsi yang erat hubungannya dalam menciptakan komunikasi yang efektif. Ketiga fungsi itu adalah :

a. Untuk mempelajari tentang dunia disekeliling kita

b Untuk membina hubungan yang baik diantara sesame manusia.

c. Untuk menciptakan ikatan-ikatan dalam kehidupan manusia

(Hafied Cangara,2009:99)

2.1.5 Komunikasi Nonverbal

Komunikasi Non Verbal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk non nerbal, tanpa kata-kata. Dalam kehidupan nyata komunikasi nonverbal ternyata jauh lebih banyak dipakai daripada komunikasi nonverbal, dengan kata-kata. Dalam berkomunikasi hampir secara otomatis, komunikasi non verbal ikut terpakai. Karena itu komunikasi nonverbal tetap selalu ada. Komunikasi non verbal lebih jujur mengungkapkan hal yang akan diungkap. (Hardjana,2003:26-27

Bentuk komunikasi verbal dapat berbentuk :

1. Bahasa tubuh

Bahasa tubuh yang berupa raut wajah, gerak kepala, gerak tangan, gerak-gerik tubuh mengungkapkan berbagai perasaan, isi hati,isi pikiran, kehendak dan sikap orang.


(36)

2. Tanda, (sign)

Dalam komunikasi non verbal tanda mengganti kata, misalnya bendera, rambu-rambu lalu lintas darat, laut, udara dan aba-aba dalam olahraga.

3. Tindakan/perbuatan (action)

Tindakan/perbuatan sebetulnya tidak khusus dimaksudkan mengganti kata-kata, tetapi dapat menghantarkan makna. Misalnya menggebrak meja dalam pembicaraan, mentup pintu keras-keras waktu meninggalkan rumah, menekan gas mobil sekuat-kuatnya. Semua itu mengandung makna sendiri.

4. Objek

Objek sebagai bentuk komunikasi non verbal juga tidak mengganti kata-kata, tetapi dapat menyampaikan arti tertentu. Misalnya pakaian, aksesori perhiasan, rumah, perabot rumah, harta benda, kendaraan, hadiah.

2.1.6 Pengertian Autis

Autis adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat massa balita yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Akibatnya anak terisolasi dari manusia lain dan masuk dalan dunia repretitive, aktivitas dan minat yang obsessive.


(37)

1. Kekurang mampuan untuk berkembang dalam hal berkomunikasi atau bersoasialisasi.

2. Kekurang mapuan untuk berkembang dalam hal bahasa.

3. Kecenderungan untuk melakukan sesuatu secara berulang-ulang dan suka pada sesuatu/hal yang sama.(Jura Tender,1999)

Menurut Power (1989) karakteristik anak yang menderita autis adalah adanya gejala atau gangguan yaitu :

1. Interaksi sosial

a. Tidak tertarik untuk bermain bersama teman. b. Lebih suka menyendiri.

c. Tidak ada atau lebih sedikit kontak mata atau menghindar untuk bertatapan.

d. Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan misanya ingin meminta minum.

2. Komunikasi (bahasa dan bicara)

a. Perkembangan bahasa yang ambat atau sama sekali tidak ada. b. Senang meniru atau membeo.

c. Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara tapi kemudian sirna.

d. Kadang kata yamg digunakan tidak sesuai dengan artinya.

e. Mengolah tanpa arti berulang-ulang dengan bahasa yang tidak dapat \ dimengerti orang lain.


(38)

g. Bila senang meniru dapat hafal betul kata-kata, atau nyanyian tersebut tanpa mengerti artinya.

h. Sebagian dari anak ini tidak berbicara (non verbal) atau sedit berbicara sampai usia dewasa.

3. Pola bermain

a. Tidak bermain sperti anak-anak pada umumnya. b. Senang akan benda-benda yang berputar.

c. Tidak bermain sesuai fungsi mainan. d. Tidak kreatif atau imajinatif.

e. Dapat sangat lekat dengan benda-benda tertarik yang dipegang terus dan dibawa kemana-mana.

4. Gangguan sensoris

a. Bila mendengar suara keras dan panjang langsung menutupi telinga. b. Sering mengguanakan indera pencium atau perasanya.

c. Dapat sangat sensitive terhadap sentuhan.

d. Tidak sensitive terhadap rasa sakit atau rasa takut. 5. Perkembangan yang terlambat atau tidak normal

- Perkembangan tidak sesuai seperti anak normal khususnya keterampilan sosial, komunikasi, kognitif.

- Dapat mempunyai perkembangan yang normal pada awalnya kemudian menurun.

6. Penampakan gejala

a. Gejala diatas dapat mulai tampak sejak lahir atau masih kecil biasanya sebelum 3 tahun.


(39)

b. Pada beberapa anak sekitar umur 5-6 tahun gejala tampak berkurang. (Penatalaksanaan Holistik Autisme, hal 420-422) oleh Sri Utami Soedarjono Djamaluddin

Beberapa gangguan perkembangan anak yang tergolong dalam spectrum autistic adalah ;

1. ASD (Autisme Sindrome Disorder)

Seseorang baru dapat dikatakan sebagai termasuk ADS (Autisme Sindrome Disorder), bila ia memiliki gangguan perkembangan dalam tiga aspek yakni kualitas kemampuan interaksi sosial dan emosional, kualitas yang kurang dalam komunikasi timbale balik dan minat terbatas disertai gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan. Gejala-gejala tersebut harus sudah terlihat sebelum usia 3 tahun.

2. Autis Infantile

Atisme infantile ini dipergunakan untuk menunjikkan gejala psikosis anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut Sindrom Kanner . Ciri yang menonjol pada sinndrom kanner antara lain ekspresi wajah yang kosong seolah-olah sedang melamun, kehilangan pikiran dan sulit bagi orang lain untuk menarik perhatian mereka untuk berkomunikasi.

3. ADHD ( Attention Difisit and Hiperaktivity Disorder)

ADHD atau Attention Difisit and Hiperaktivity Disorder adalah gangguan pemusatan perhatian yang paling umum terjadi pada


(40)

anak-anak dan dapat berlanjut sampai remaja dan dewasa. Gangguan ini ditandai adanya ketidakmampuan anak untuk memusatkan perhatianya pada sesuatu yang dihadapi, sehingga rentang perhatiannya yang singkat waktunya dibandingkan anak-anak lain seusianya, biasanya disertai dengan gejala hiperaktif dan tingkah laku yang implusif. Kecenderungan lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

Definisi hiperaktif adalah suatu peningkatan aktifitas motorik hingga pada tingkatan tetentu yang menyebabkan perilaku, setidaknya terjadi pada dua tempat dan suasana yang bebeda

4. ADD (Attention Defisit Disorder)

Merupakan gangguan pada anak yang memiliki hambatan konsentrasi dan perhatian namun tidak disertai dengan hiperaktifitas. Dimana pada individu add ia memiliki komunikasi dan interaksi sosial yang cukup baik.

5. Asperger syndrome

Asperger sindrom adalah gangguan pada fase perkembangan terutama pada interaksi sosial dan perilaku yang terbatas dan tidak ada keingintahuan terhadap lingkungan sekitarnya

6. PDD NOS

PDD NOS (Pervasive Develepmental Disorder- Not Otherwise Specified) merujuk pada istilah atypical autism, diagnosa PDD NOS


(41)

berlaku bila seorang anak tidak menunjukkan keseluruhan kriteria pada diagnosa tertentu.

2.1.7 Komunikasi Total

Komunikasi total adalah suatu system yang memaksa lebih dari satu system pada saat yang sama menggunakan isyarat, mimic, gambar, foto, pikto, menulis, benda dipakai bersamaan dengan berbicara.

Dasar-dasar komunikasi total

1. Aspek interaksi

Pembicara dan pendengar saling mempengaruhi karena hal ini sangat penting dalam proses komunikasi. Misalnya : diajak bicara tidak perhatian

2. Aspek Ekspresi

Dalam komunikasi total system-sistem yang dipakai dapat lebih dari satu pada saat yang sama. Bahasa isuyarat, mimic, bahasa badan, menunjukan benda-benda, foto-foto, gambar-gambar, dan menulis boleh dipakai anak autis

3. Aspek pragmatis

Komunikasi total sebaiknya digunakan selama 24 jam sehari supaya terbentuk habitat sehingga komunikasi total menggunakan cara komunikasi selalu dimana saja.


(42)

Tabel Model Komunikasi Total dari Shane disesuaikan untuk berbagai situasi oleh R. Verpoorten (1982).

Tingkat Non Verbal Verbal

Non- Simbolis Non Linguistik Pre-Intension

- Menggunakan Ruang - Gerakan otomatis - Melihat

- Sikap badan - Pakaian

- Romannya jasmani

- Tertawa - Menangis - Menarik nafas

panjang - Mengerang - Merintih Pra-Protosimbolis

atau Intensiond

- alat peraga

- benda yang mengganti benda tersebut

- tempat benda

- benda secara menunjuk dan manipulasi

- gambar

- gambar dari majalah - foto

- berbunyi cara menirukan

Simbolis/Linguistik/ intensiond pada tingkat menunjuk

Bahasa isyarat

- bahasa isyarat / abstrak - Abjad isyarat

- System isyrat Cara Tulisan - Abjad - Bahasa - Simbol - Pikto

- Berbicara - menyanyi


(43)

2.1.8 Pengertian Terapis

Terapis adalah tenaga pengajar atau pendidik yang tergabung dalam lingkup pendidikan non formal dan bersifat individual. Seseorang yang memberikan pelatihan bagi anak autis dalam lembaga terapi dapat juga disebut sebagai terapis karena dalam pembelajaran anak autistic sangat bersifat individu. Dikatakan individu karena dalam proses pelatihan atau pembelajaran dilakukan secara one on one terapi yakni satu anak autis dibimbing oleh satu pembimbing dalam satu kelas dengan program atau materi pembelajaran yang berbeda dengan individu lainnya.

2.1.9 Pengertian Pola Komunikasi

Pola diartikan sebagai bentuk atau struktur yang tetap sedangkan komunikasi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang atau lebih dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.

Dengan demikian, yang dimaksud Pola Komunikasi adalah sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau lebih dalam proses pengiriman, dan penerimaan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.(Djamaran,2004:1)

Pola komunikasi memiliki dimensi orientasi sosial dan konsep (Moschis & Mitchell, 1986).Pola komunikasi yang berorientasi sosial adalah jenis komunikasi yang dirancang untuk menghasilkan rasa hormat dan menjunjung keharmonisan, serta kenyamanan hubungan sosial di rumah. Pola


(44)

Komunikasi yang berorientasi konsep adalah pola komunikasi yang terfokus pada pada batasan positif yang membantu individu untuk mengembangkan pandangannya sendiri tentang dunia (Iin Mayasari's Blog.htm)

Dari pengertian diatas maka suatu pola komunikasi adalah bentuk atau pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan yang mengaitkan dua komponen yaitu gambaran atau rencana yang meliputi langkah-langkah pada suatu aktifitas dengan komponen-komponen yang merupakan bagian penting atas terjadinya hubungan antar komunikasi manusia atau kelompok dan organisasi.

2.1.10 Jenis Terapi

Jenis-jenis terapi yang digunakan pada anak autis adalah

a. Metode Lovaas/ABA

Metode Lovaas ini sama dengan metode ABA. Prof O. Ivaar Lovaas mempublikasikan hasil studi yang merupakan hasil sejarah penggunaan ABA untuk anak autistik. Di dalam bahasa Indonesianya adalah Tatalaksana Perilaku. Jadi ABA menggunakan prinsip belajar mengajar, untuk mengajarkan sesuatu yang kurang dimilikinya, anak diajar bagaimana berperhatian, bagaimana meniru suara, bagaimana mengerti apa yang orang katakan, bagaimana menggunakan kata benda, kata kerja, kata sifat, kata depan, kata ganti, dan bahasa yang abstrak lainnya. Anak juga diajarkan bagaimana bermain dengan mainan, anak juga


(45)

dijarkan berinteraksi dengan orang lain. Jadi anak autistik perlu diajarkan semua. Tujuan ABA adalah untuk meminimalkan kegagalan anak dan memaksimalkan keberhasilan.(Dr. Rudy Sutadi, DSA).

b. Floor time, floortime itu bisa duduk dilantai, bebas dan dinamis. Floor time bisa dilakukan kapan saja, dimana saja dan ditempat apa saja. floortime itu bisa duduk dilantai, bebas dan dinamis. Yang penting bisa materi masuk.

c. ST atau speech Therapy, Terapi wicara dilakukan untuk mengatasi gangguan bicara pada anak autis. Terapi dilakukan dengan rutin, teratur dan intensif. Sehingga gangguan bicara anak berkurang, sementara kemampuan berbicara dan memahami kosakatanya meningkat.Seperti pelatihan artikulasi atau pengucapan kata, komponen bahasa, kemampuan untuk mendengarkan, kemampuan menggunakan bahasa dan sebagainya.

d. OT(Occupation Therapy) atau SM (Stimulus Motorik). Sebagian penyandang kelainan perilaku, terutama autisme juga mempunyai perkembangan motorik yang kurang baik. Gerak-geriknya kasar dan kurang luwes bila disbanding dengan anak-anak seumuranya. Pada anak-anak ini perlu diberi bantuan terapi okupasi untuk membantu menguatkan, memperbaiki koordinasi dan ketrampilan ototnya. Otot jari tangan misalnya sangat penting dikuatkan dan dilatih supaya anak bisa menulis dan melakukan semua hal yang


(46)

membutuhkan keterampilan otot jari tanganya seperti menunjuk, bersalaman, memegang raket, memetik gitar, main piano, dan sebagainya.

Perkembangan fisik pada masa anak-anak ditandai dengan berkembangnya keterampilan motorik, baik kasar maupun halus. Sekitar usia 3 tahun anak-anak sudah dapat berjalan dengan baik dan sekitar usia 4 tahun anak hampir mengusai jalan seperti orang dewasa. Anak usia 5 tahun anak hampir sudah terampil menggunakan kakinya pada untuk \berjalan berbagai cara seperti maju mundur, jalan cepat dan pelan-pelan, melompat dan berjingkrak dan sebagainya. Anak usia 5 tahun juga dapat melakukan tindakan-tindakan tertentu secara akurat seperti menyeimbangkan badan diatas satu kaki, menagkap bola dengan tangan, melukis, menggunting, dan sebaginya. Secara singkat mengenai perkembangan motorik pada masa anak-anak awal ini dapat tabel sebagai berikut


(47)

Tabel Perkembangan Motorik anak-anak masa awal yang di populerkan oleh Roberton & Halverson (1984)

Usia/Tahun Motorik Kasar Motorik halus

2,5-3,5

3,5-4,5

4,5-5,5

Berjalan dengan baik; berlari lurus kedepan, melompat

Berjalan dengan 80 % langkah orang dewasa, belari 1/3 kecepatan orang dewasa ; melempar dan menagkap bola besar, tetapi lengan masih kaku \

Menyeimbangkan badan diatas satu; berlari jauh tanpa jatuh, dapat berenang dalam air yang dangkal.

Meniru sebuah lingkaran ; tulisan cakar ayam; dapat makan menggunakan sendok; menyusun beberapa kotak.

Mengancingkan baju, meniru bentuk sederhana, membuat gambar sederhana,

Menggunting ; menggambar orang; meniru angka dan huruf sederhana; membuat susunan yang kompleks dalam kotak.

Sumber : Roberyon & Halverson (1984)

e. SI atau Sensory Integration adalah pengorganisasian informasi

melalui sensori-sensori (sentuhan, gerakan, kesadaran tubuh dan grafitasinya, penciuman, pengecapan, pengelihatan dan pendengaran) yang sangat berguna untuk menghasilkan respon yang bermakna. Indera kita memberikan informasi tentang kondisi fisik dan lingkungan sekitar. Informasi mengalir keotak sperti sungai yang mengalir ke danau. Jumlah informasi yang mengalir ke otak tak terhitung banyaknya. Tidak hanya dari mata dan telinga, tetapi juga dari semua bagian tubuh kita. Fungsi sensori integrasi


(48)

adalah mengatur lalu lintas informasi, menghidupkan dan mengembangkan otak, menghubungkan bagian-bagian kecil, sensasi dan maknanya, sensori integarasi kehidupan, respon adptif.

f. Terapi ABA

ABA atau terapi itu untuk perilaku anak jadi terapi ini untuk perilaku yang tidak bisa dikendalikan menjadi terkendali selainitu untuk memecahkan keterampilan yang tidak dimiliki anak dari respon yang sederhana kesuatu respon yang komplek. Jadi terapi ABA itu anak dipersiapkan untuk dapat menerima materi atau belajar layaknya disekolah. Disini ( ABA), Metode Lovass harus benar-benar diterapkan. Jadi anak harus bisa siap menerima materi dengan duduk dikursi, menghadap ke meja, menerima tugas dari awal hingga selesai. Kecuali untuk anak yang baru masuk atau kondisi tertentu, materi bisa diberikan lebih fleksibel. Jadi di ABA, anak diajarkan untuk mengerti perintah, bina diri, membaca, berhitung, mengerjakan tugas tertulis dan sebagainya hingga materi akademis mengikuti kemampuan berkembang anak

2.2 Kerangka Berpikir

Autis merupakan gangguan pervasive yang terjadi yang terjadi pada 2 sampai 3 tahun usia perkembangan anak. Gangguan pervasive merupakan lingkup dari adanya hambatan komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku atau efek respon.


(49)

Gangguan komunikasi terjadi pada kekurangmampuan anak dalam memahami konseptual bahasa atau pesan yang disampaikan oleh orang lain (komunikator). Sedangkan gangguan interaksi sosial terjadi pada kekurangmampuan pada anak dalam mengembangkan hubungan timbale balik antara anak dengan orang lain atau lingkungan. Dimana anak cenderung menyendiri, apatis atau cuek dan kurang memiliki sikap empati.

Pada gangguan perilaku terjadi pada lingkup anaka kekuarngmampuan anak dalam mengontrol diri dan emosi sehingga mereka terlihat canggung atau cenderung bersikap semaunya yang tidak sesuai dengan norma atau aturan yang ada pada lingkungan umum. Seperti mengepak-ngepakan tangan ketika kita merasa senang atau gembira, bersikap agresif(menyerang orang lain) atau self injury (menyakiti diri sendiri dengan membenturkan kepala didinding, mencubit dan menggigit pada dirinya sendiri).

Pada kondisi perilaku yang seperti ini dapat dikatakan bahwa anak memiliki tingkat tempertantrum yang tinggi, sehingga anak menjadi berperilaku tidak normal pada lingkungan.

Adanya gangguan pervasif pada usia perkembangan tersebut sangat berpengaruh pada kemampuan anak dalam mengikuti sekolah regular. Pada kasus tersebut maka dalam waktu akhir ini khususnya di Surabaya telah berdiri beberapa lembaga pendidikan non formal yang khusus menangani anak-anak autis salah satunya adalah Pelangi School Treament and Center.


(50)

Pelangi merupakan lembaga pendidikan formal dan non formal yang khusus menangani anak-anak dengan spectrum autis melalui metode ABA (Appplied, Behaviour, Analysis) atau LOVASS sebagai metode pembelajaran. Pelangi menyediakan beberapa jenis terapi antara lain :

1. Bina bicara dan komunikasi 2. Stimulasi motorik.

3. Tata lasana perilaku 4. Sensorik integrasi

Tingkat pembelajaran atau pelatihan pada anak autis di Pelangi School Treatment and Center dibagi dalam 2 sistem pembelajaran yaitu

1. System pembelajaran One on One Therapy (satu anak autis dengan satu terapis) atau yang disebut dengan kelas orientasi individu.

2. Sistem pembelajaran kelas orientasi sekolah atau yang disebut kelas klasikal. Dimana pada kelas ini terdiri dari 1-5 anak dalam satu kelas dengan satu terapis dan satu shadow.

Melihat dari adanya hambatan pervasif pada anak autis dengan tujuan jangka panjang yang ingin dicapai adalah sekolah regular atau umum. Dengan ini perlunya adanya suatu pola komunikasi khusus yang perlu diterapkan dalam tujuan mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan konseptual bahasa baik komunikasi verbal maupun non verbal.

Disini peneliti ingin mengetahui bagaimana pola komunikasi yang dijalankan oleh terapis terhadap anak autis agar nantinya mereka dapat mengikuti disekolah umum. Peneliti menggunakan metode kualitatif dengan


(51)

mengambil sampel terapi sebagai sumber informasi utama. Di Pelangi School and Treatment Center terdapat 12 terapis dan peneliti belum tahu jumlah sampel yang akan diambil tetapi peneliti akan mengambil sampel dengan kriteria-kriteria tertentu dan apabila dalam hasil wawancara kurang mewakili maka peneliti akan menambah sampel lagi.


(52)

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada pencarian pola komunikasi antara terapis dengan anak autis di Pelangi School Surabaya. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian deskriptif dengan menggunakan metodelogi analisis kualitatif

Tipe penelitian ini bertujuan membuat deskripsi secara sistematis faktual dan akurat serta fakta-fakta dan bersifat dan sifat populasi atau objek tertentu. Peneliti sudah mempunyai konsep (biasanya satu konsep dan kerangka konseptual. Riset ini untuk menggambarkan realitas yang sedang terjadi tanpa menjelaskan hubungan antar variabel.(Rahmad,2006:69)

Menurut Rachmad dalam bukunya Riset Komunikasi (2006:29), secara umum penelitian menggunakan metodelogi kualitatif mempunyai cirri sebagai berikut :

1. Intensif, partisipasi periset dalam waktu lama pada setting lapangan, periset adalah instrument pokok penelitian.

2. Perekaman yang sangat hati-hati terhadap apa yang terjadi dengan catatan-catatan dilapangan dan tipe-tipe lain dari bukti documenter.

3. Analisis data lapangan.


(53)

4. Melaporkan hasil termasuk deskripsi detail, quotes (kutipan-kutipan) dan komentar.

5. Tidak ada realitas yang tunggal, setiap peneliti mengkreasi realitas sebagai bagian dari proses penelitiannya. Realitas dipandang sebagai dinamis dan produk kontruksi social.

6. Subjektif dan beranda hanya dalam referensi peneliti. Periset sebagai sarana penggalian interpretasi data.

7. Realitas adalah holistic dan tidak dapat dipilah-pilah.

8. Periset memproduksi penjelasanunik tentang situasi yang terjadi dan individu-individunya.

9. Lebih pada kedalaman (depth) daripada keluasan (breadth) 10. Prosedur riset : empiris-rasional dan tidak berstruktur.

11. Hubungan antara teori-teori,konsep, dan data-data memunculkan atau membentuk suatu teori baru.

Pendekatan kualitatif dipilih dengan pertimbangan lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda,menyajikan secara langsung hakekat antara peneiti dengan informan, lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi, meskipun mempunyai bahaya bagi peneliti. Metode penelitian kualitatif yang akan digunakan adalah pendekatan fenomologis, artinya peristiwa dan kaitan-kaitannya orang-orang biasa dalam situasi-situasi dengan menekankan pada aspek subyektif dari perilaku orang dan pendekatan interaksi simbolik yang berasumsi bahwa pengalaman manusia ditengahi oleh penafsiran, dimana menjadi paradigma


(54)

konseptual melebihi dorongan dari dalam, sifat-sifat pribadi, motivasi yang tidak disadari, kebetulan, status sosial ekonomi, resep budaya, mekanisme pengawasan masyarakat atau lingkungan fisik lainnya.

Untuk meneliti pola komunikasi dan perubahan gejala sosial yang ada, peneliti mengguanakan pendekatan fenomologis, dimana peneliti berusaha “mengungkap” proses interpretasi dan melihat segala aspek “subjek” dari perilaku manusia dengan cara masuk ke dunia konseptual orang-orang yang diteliti sehingga dapat mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian dikembangkan pada peristiwa dalam kehidupan sehari-harinya. Pendekatan ini bukan berarti bahwa peneliti mengetahui arti sesuatu bagi orang-orang yang akan diteliti.(Moeleong,2002:4-13)

Pengertian Pola Komunikasi adalah sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau lebih dalam proses pengiriman, dan penerimaan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.(Djamaran,2004:1)

Pola komunikasi memiliki dimensi orientasi sosial dan konsep (Moschis & Mitchell, 1986).Pola komunikasi yang berorientasi sosial adalah jenis komunikasi yang dirancang untuk menghasilkan rasa hormat dan menjunjung keharmonisan, serta kenyamanan hubungan sosial di rumah. Pola Komunikasi yang berorientasi konsep adalah pola komunikasi yang terfokus pada pada batasan positif yang membantu individu untuk mengembangkan pandangannya sendiri tentang dunia (Iin Mayasari's Blog.htm)

Dalam penelitian ini menekankan pada pola komunikasi yang dijalankan oleh terapis kepada anak autis. Disini, riset menekankan pada pola komunikasi yang


(55)

terjadi meliputi segala kegiatan komunikasi yang digunakan oleh terapis di Pelangi School and Treatment Center Surabaya.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian dilakukan diwilayah Surabaya, khususnya di Pelangi School Treatment and Center yang belokasi di Jalan Raya Jemursari 76 Kav. C 39 , Peneliti memilih sebagai lokasi penelitian karena Pelangi School merupakan salah satu temapt terapi terbesar yang ada di Surabaya dengan standar pelayanan dan pembelajaran yang telah ditetapkan serta telah terdaftar sebagai salah satu anggota Yayasan Autis Indonesia. Dimana dari 36 pusat terapi yang ada di Surabaya rata-rata belum terdaftar dalam keaggotaan YAI karena mutu dan layanan pendidikan yang kurang memadai.

3.3 Subyek dan Informan Penelitian

Subyek penelitian ini ditentukan berdasarkan teknik sampling purposive(purposive sampling). Teknik sampling purposive adalah teknik yang mencakup orang-orang yang diseleksi atas dasar kriteria-kriteria tertentu yang dibuat oleh peneliti berdasarkan tujuan penelitian. Teknik sampling purposive dipilih untuk penelitian yang lebih mengutamakan kedalaman (Kriyantoro,2006:155).

Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah terapis yang berada di Pelangi School Treatment and Center Surabaya. Peneltian kualitatif tidak mempersoalkan berapa besar jumlah informan, melainkan yang terpenting adalah seberapa jauh penjelasan informan yang diperoleh dalam menjawab permasalahan


(56)

(Moleong,2002:160). Oleh karena itu dalam penelitian ini informan penelitian tidak ditentukan berapa jumlahnya, tetapi dipilih beberapa informan yang mengetahui, memahami permasalahan yang terjadi sesuai dengan permasalahan penelitian ini

Dalam penelitian ini untuk mendapatkan informasi yang dalam, maka peneliti menjaring sebanyak mungkin informasi yang berkaitan dengan permasalahan-permasalahan penelitian dari sumbernya. Peneliti mencari informasi yang sebanyak-banyaknya terhadap informan yang dianggap paling mengetahui, memahami permasalahan yang terjadi sesuai dengan tujuan penelitian sehingga dapat menghasilkan data secara akurat dengan menggunakan depth interview (wawancara mendalam). Informan penelitian dalam penelitian adalah terapis yang berada di Pelangi School and Treatment Center Surabaya.

3.4 Teknik Pengumpulan data

Teknik yang akan digunakan dalam mengumpulkan data adalah wawancara mendalam (Depth Interview) yang menghasilkan data berupa kata-kata atau tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen, gambar dan lain-lain. Penggunaan teknik wawanacara mendalam mwnurut Creswell(1998:20) sangat penting bagi penelitian kualitatif.

Teknik wawancara data dengan wawancara tak berstruktur menurut Mulyana (2002:183) relevan dengan penelitian yang menggunakan teori interaksi simbolik (penelitian kualitatif), karena hal tersebut memungkinkan pihak yang diwawancarai untuk mendefinisikan diri dan lingkungannya atau lingkungannya atau menggunakan


(57)

istilah-istilahnya sendiri berdasarkan kultur dan tradisi yang mereka anut. Sebagaian besar wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan tape recorder atas seizin informan. Cara ini diperlukan untuk menghindari kesalahan-kesalahan dalam mengutip setiap pernyataan yang disampaikan informan.

Disamping pengamatan berperan serta, penelitian ini juga akan menggunakan wawancara mendalam sebagai salah satu teknik pengumpulan data. Banyak hal yang dapat diperoleh dari subjek penelitian cara ini (wawancara mendalam). Peneliti dapat mengetahui pandangan, pendapat, serta perasaan subjek penelitian, baik pandang dirinya maupun respon dan sikapnya terhadap orang lain. Dari data-data tersebut peneliti mencari tahu bagaimana pola komunikasi antara terapis dengan anak autis. Penelitian ini sifatnya cukup pribadi dan sensitif sehingga menuntut informan mengungkapkan informasi secara lebih bebas dan jujur. Berikut akan disajikan teknis wawancara yang akan dilakukan oleh peneliti :

1. Peneliti melakukan pengamatan terlebih dahulu terhadap terapis dengan anak autis.

2. Peneliti mempersiapkan daftar kuisioner atau daftar pertanyaan atau poin-poin pertanyaan yang akan diajukan

3. Waktu dan tempat wawancara akan dilakukan di sekolah anak autis yaitu Pelangi School dengan cara membuat perjanjian terlebih dahulu dengan informan agar tidak mengganggu proses belajar mengajar,

4. Wawancara dilakukan dengan tatap muka, teatpi juga tidak menutupi kemungkinan wawancara akan dilakukan dengan menggunakan media.(Telepon, Internet, dan sebagainya).


(58)

5. Pendokumentasian data digunakan dengan electric decoder (Mp3, Handpone, Mini tape dan lainnya), buku catatan, bulpen).

3.5 Teknik Analisis Data

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui bagaimana pola komunikasi yang lakukan antara terapis dengan anak autis di Pelangi School and Treatment Center Surabaya. Teknik analisis data dalam penelitian ini dalah informasi yang berupa narasi-narasi kualitatif yang dihasilkan dalam wawancara yang mendalam (depth interview) yang berkaitan dengan subyek atau orang-orang yang terkait dalam pola komunikasi antara terapis dengan anak autis di Pelangi School and Treatment Center Surabaya, disamping itu peneliti menggunakan studi literatur sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan analisis data.


(59)

4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian

Penelitian pola komunikasi antara terapis dengan anak autis di Pelangi School and Treatment Center Surabaya merupakan proses hubungan antara terapis dengan anak autis ADHD yang dalam pola komunikasinya dapat merubah perilaku anak. Jumlah anak autis yang di tangani saat ini adalah kurang lebih 20 anak dan kurang lebih 10 anak autis jenis ADHD. Peneliti tidak bisa memberikan indentitas anak autis karena menjaga nama baik anak, dan orang tua anak. Tetapi peneliti hanya mengambil 2 anak autis ADHD sebagai obyek pengamatan dan namanya adalah Grace dan Jeremy.

Di Pelangi School terdapat 12 Terapis yang kemudian dibagi menjadi 2 (8 terapis berada di sekolah berkebutuhan khusus atau terapi dan 4 terapis berada di SLB) Peneliti mengambil 2 orang informan karena mereka memiliki latar pendidikan yang tinggi yaitu berasal dari lulusan psikologi dan berasal dari lulusan ilmu komunikasi dan lulusan pendidikan luar biasa sehingga mampu menjadi informan atau responden serta mampu memberikan semua data yang dibutuhkan. Secara keseluruhan wawancara berlangsung dengan lancar dimana sebagian besar informan sangat terbuka dalam memberikan informasi dan juga mengungkapkan secara mendalam berbagai masalah dalam pola komunikasi antara terapis dengan anak autis. Secara terperinci ke 2 informan tersebut adalah sebagai berikut :


(60)

INFORMAN 1

Kakak Ami atau nama aslinya Fuji Utami (26 Tahun) sudah 1 ½ tahun menjadi terapis. Kak ami merupakan terapis yang mengajar di kelas one-one therapy. Lulusan Universitas Hang Tuah Surabaya, Sarjana Psikologi. Di dalam kelas one-one therapy dan klasikal setiap anak harus mengerti instruksi yang disampaikan dan apabila instruksi tidak direspons, maka terapis akan mengulang kembali instruksi yang disampaikan sampai anak autis mengerti instruksi yang disampaikan oleh terapis.

INFORMAN 2

Kakak Dyna atau namanya aslinya Dyna Noviyanti (28 Tahun) sudah hampir 2 tahun menjadi terapis. Kak Dyna merupakan terapis yang mengajar di kelas one-one therapy. Lulusan Universitas Dr. Soetomo, Jurusan Ilmu Komunikasi, Sarjana Sosial. Di dalam kelas one-one therapy dan klasikal ini setiap anak harus mengerti instruksi yang disampaikan dan apabila instruksi tidak direspons, maka terapis akan mengulang kembali instruksi yang disampaikan sampai anak autis mengerti instruksi yang disampaikan oleh terapis.

4.1.2 Indentitas Responden/Informan 1. Nama : Fuji Utami

Alamat : JL. Gadukan Timur 101 B Surabaya. Usia : 26 Tahun

Pendidikan : S1 Jurusan Psikologi, Universitas Hang Tuah

Surabaya


(61)

2. Nama : Dyna Novianti

Alamat : JL. Tropodo Asri E30 Waru Sidoarjo Usia : 28 Tahun

Pendidikan : S1 Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Dr.

Soetomo Surabaya

Pengalaman menjadi terapis hampir 2 tahun.

4.2 Penyajian Data dan Analisis Data 4.2.1 Penyajian Data

    Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui bagaimana pola komunikasi yang dilakukan antara terapis dengan anak autis ADHD. Peneliti berusaha untuk menggambarkan keadaan dan situasi yang terjadi di Pelangi School and Treatment Center Surabaya.

Data didapatkan dengan melakukan wawancara (depth interview). Wawancara ini dilakukan untuk mencari informasi dan informan yang berkaitan dengan permaslahan penelitian, kedua informan itu adalah kak ami, dengan kak Dyna. Keduanya adalah terapis yang berada di Pelangi School and Treatment Center Surabaya. 

       


(62)

4.2.2 Analisa Data

A. Pola Komunikasi Antara Terapis dengan Anak Autis ADHD

Pola Komunikasi adalah sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau lebih dalam proses pengiriman, dan penerimaan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. .(Djamaran,2004:1)

Pola komunikasi memiliki dimensi pola komunikasi yang berorientasi sosial dan pola yang berorientasi konsep (Moschis & Mitchell, 1986).Pola komunikasi yang berorientasi sosial adalah jenis komunikasi yang dirancang untuk menghasilkan rasa hormat dan menjunjung keharmonisan, serta kenyamanan hubungan sosial di rumah. Pola Komunikasi yang berorientasi konsep adalah pola komunikasi yang terfokus pada pada batasan positif yang membantu individu untuk mengembangkan pandangannya sendiri tentang dunia. (Iin Mayasari's Blog.htm)

Di dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pola komunikasi yang terjadi pada anak Autis diutarakan dan peryataannya kepada peneliti adalah

Informan 1

“ Pola komunikasi yang digunakan terstruktur maksudnya melalaui tahap perkembangan anak tersebut ‘terarah’ tidak melenceng dari pemberian program dan materi”

(Interview: Jum’at, 7 Mei 2010 pukul 13.00) Informan 2

“Melihat kemampuan anaknya, kalau masih belum mengerti komunikasi, terapis lebih aktif berkomunikasi, jadi komunikasi satu arah. Kalau anak sudah mampu berkomunikasi, komunikasinys dua arah, ada stimulus, ada respon “


(63)

Berdasarkan pernyataan informan diatas peneliti dapat menyimpulkan pola komunikasi antara terapis dengan anak autis kita harus melihat kemampuan anak terlebih dahulu atau mengenal siapa komunikan kita (anak autis). Jika anak belum mengerti atau merespon terapis lebih aktif, tetap berkomunikasi (komunikasi satu arah) dan apabila anak tersebut dapat berkomunikasi maka menggunakan komunikasi dua arah.

Menurut John R. Wenburg & William E Wilmot dan juga Kenneth K Sareno Komunikasi dan Edward M Bodaken yang di kutip Mulyana dalam bukunya Ilmu Komunikasi, Komunikasi sebagai tindakan satu merupakan suatu pemahaman populer mengenai komunikasi manusia adalah komunikasi yang mengisyaratkan penyamapaian pesan searah dari seseorang (atau suatu lembaga) kepada seseorang (sekelompok orang) lainnya baik secara langsung atau tatap muka atau melalui media. Misalnya terapis menyampaikan instruksi kepada anak autis dan anak autis mendengarkan, dan mungkin berperilaku sebagai hasil mendengarkan instruksi atau pesan tersebut lalu komunikasi dianggap terjadi. Jadi komunikasi dianggap suatu proses linier yang mulai dengan sumber atau pengirim berakhir pada penerima, sasaran, atau tujuannya.. Pada anak yang belum mengerti komunikasi, terapis akan lebih aktif menyampaikan pesan tersebut dalam secara terus menerus.

Komunikasi sebagai interaksi atau komunikasi dua arah. Pandangan komunikasi ini sebagai interaksi menyetarakan komunikasi dengan proses sebab akibat atau aksi-reaksi yang arahnya bergantian. Seseorang yang menyampaikan pesan, baik verbal maupun non verbal, seseorang penerima


(64)

bereaksi dengan memberikan jawaban verbal atau menganggukkan kepala, kemudian orang pertama berekasi lagi setelah menerima umpan balik atau respon atau umpan balik dari orang kedua dan seterusnya. Pada anak yang sudah mengerti komunikasi maka terapis akan memberikan instruksi atau perintah yang lain sehingga menimbulkan respon dan pesan ini akan dilakukan secara berulang-ulang sehingga anak dapat memahami dan mengerti apa yang disampaikan oleh terapis.(Mulyana,2005:61)

Komunikasi yang terjadi antara terapis dengan anak autis disebut komunikasi interpersonal. Menurut Devito yang dikutip Liliweri, bahwa Komunikasi Antar Pribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik langsung

Pola komunikasi yang digunakan terapis kepada anak autis memang berbeda-beda sesuai dengan pernyataan yang disamapikan oleh informan. berikut pernyataan yang disampaikan oleh informan

Informan 1

“Ya… berbeda,, semua tergantung kasusnya. Jika anak tersebut ada hiperaktifnya kita memberi instruksi agak pelan, jika anak tersebut pasif, setiap kata/ instruksi agak sedikit cepat”

(Interview: Jum’at, 7 Mei 2010 pukul 13.00) Informan 2

“Ya berbeda, tergantung kasus dan permasalahan anak itu sendiri” (Interview : Senin, 10 Mei 2010 pukul 09.00)

Setiap pola komunikasi yang dibutukan anak autis itu berbeda-beda karena semua tergantung pada kasus anak atau permasalahan yang dimiliki anak autis tersebut. Misalnya, pola komunikasi antara terapis dengan anak


(65)

autis ADHD. Berdasarkan pernyataan yang disampaikan oleh terapis adalah sebagai berikut :

Informan 2

“Pola komunikasi dengan anak autis ADHD itu menggunakan komunikasi langsung, saling berhadapan, cara penyampaiannya jelas, singkat dan menggunakan bahasa yang lugas. Tujuannya agar anak bisa mengerti sehingga materi juga direspon sesuai dengan perintah. Untuk penyampaian instruksi atau perintah itu harus terus menerus, jangan sampai jeda yang terlalu lama karena anak autis ADHD biasanya tidak bisa menunggu dan gampang bosan sehingga jika ada jeda anak akan langsung kemana-mana atau membuat ulah. Sedangkan cara penyampaian perintah atau materi kepada anak berbeda. Ada yang harus dengan nada tegas dan keras, ada yang dengan nada manis, melihat kondisi anak pada saat itu.”

(Interview : Senin, 10 Mei 2010)

Berdasarkan peryataan diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa Pola komunikasi yang terjadi pada terapis dengan anak autis ADHD yaitu Pola Komunikasi yang berorientasi pada konsep yaitu

1. Komunikasi dilakukan secara langsung atau dengan tatap muka 2. Saling berhadapan dengan langsung kemudian mencari kontak

mata terlebih dahulu.

3. Setelah ada kontak mata baru pesan atau materi itu disampaikan dengan menggunakan bahasa yang singkat, jelas serta lugas. Mengguanakan nada yang tegas dan keras dan nada yang manis (melihat kondisi anak terlebih dahulu.


(66)

4. Jika tidak ada respons maka pesan itu disampaikan secara terus menerus.

5. Jika ada respons, maka terapis akan memberi reward seperti Oke kamu pintar.

6. Pesan atau instruksi yang disampaikan itu tidak boleh jeda. Karena kalau ada jeda anak akan membuat ulah. (anak autis ADHD memiliki hiperaktif)

Berikut ini adalah pernyataan mengenai proses penyampaian pesan yang disampaikan oleh

Informan 1

“Pesan itu disamapaikan dengan cara tatap muka, dan anak diberi perintah atau pertanyaan apabila anak tersebut tidak ada respon maka pesan itu disamapaikan secara berulang sehingga anak memahami instruksi yang disampaikan oleh terapis. Ketika pesan tidak direspon, maka anak dibantu untuk memberi respon.”

(Interview: Jum’at, 7 Mei 2010 pukul 13.00) Informan 2

“Singkat itu tidak bertele-tele atau kalimat yang digunakan tidak panjang dan mudah dicerna. Jelas itu tidak terlalu cepat dan artikulasi kata benar. Konsisten itu kata yang dipaki sama dan satu respon serta tegas.

(Interview : Senin, 10 Mei 2010 pukul 09.00)

Berdasarkan pernyataan peneliti dapat menggambarkan proses penyampaian pesan antara terapis dengan anak autis sebagai berikut


(67)

Saluran

Gangguan Umpan Balik

Komunikator/ Terapis

Pesan (verbal maupun non

verbal)

Komunikan/ Anak autis

Efek

Gambar 4.1

Dari gambar diatas dapat dijelaskan komponen-komponen yang terjadi pada terapis dengan anak autis yaitu

1. Komunikator, komunikator yang dimaksud disini adalah terapis. Terapis harus memahami dan mengerti komunikan (anak autis). Karena tiap anak autis memiliki kasus yang berbeda.

2. Pesan ini bisa berupa bentuk verbal dan bentuk non verbal. Dalam menyampaikan pesan atau memberikan instruksi kepada anak autis itu harus jelas dan singkat, serta menggunakan bahasa Indonesia. 3. Komunikasn, komunikan yang dimaksud disini adalah anak autis. 4. Efek, efek ini akan diterima apabila anak tersebut mau menerima

dan memberikan respon baik berupa bahasa verbal maupun non verbal atau menujukkan sikap atau perilaku kepada komunikatornya. Apabila tidak ada respon atau efek terapis akan menggunakan komunikasi satu arah secara terus menerus dan apabila masih tidak ada respon maka terapis akan menggunakan bantuan berupa bahasa verbal.


(68)

5. Umpan balik, Umpan balik ini memainkan peranan yang sangat penting , terapis dan anak autis secara terus menerus dan bergantian memberikan respon dalam berbagai cara baik verbal dan non verbal. Umpan balik ini bersifat positif apabila dirasa saling menguntungkan, bersifat positif bila tidak menimbulkan efek dan bersifat negative apabila merugikan.

6. Gangguan, biasanya gangguan komunikasi pada anak autis adalah sebagai berikut

a. Tidak ada kontak mata b. Tidak ada atensi

c. Hiperkatif (kalau anaknya ADHD)

d. Perkembangan bahasa yang ambat atau sama sekali tidak ada.

e. Senang meniru atau membeo

f. Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara tapi kemudian sirna.

g. Kadang kata yamg digunakan tidak sesuai dengan artinya. Mengolah tanpa arti berulang-ulang dengan bahasa yang tidak dapat \ dimengerti orang lain.

h. Bicara tidak digunakan sebagai alat berkomunikasi. Bila senang meniru dapat hafal betul kata-kata, atau nyanyian tersebut tanpa mengerti artinya.


(69)

i. Sebagian dari anak ini tidak berbicara (non verbal) atau sedit berbicara sampai usia dewasa

j. Artikulasi tidak jelas

7. Saluran, saluran yang digunakan adalah tatap muka secara langsung. Menurut Effendy (2003:8) komunikasi diartikan tatap muka karena ketika komunikasi berlangsung komunikator dan komunikan saling berhadapan dan sambil saling melihat. Dalam situasi komunikasi seperti hal ini komunikator dapat melihat dan mengkaji serta megetahui secara langsung perubahan sikap dan tingkah laku dari komunikan

Proses penyampaian pesan itu efektif apabila anak autis tersebut mau menerima pesan dan memberikan respon. Berikut pernyataan yang disamapaikan oleh informan

Informan 1

“Masih belum sempurna, namun jika instruksi dilakukan berulang, diharapkan anak autis mampu merespon intruksi yang diberikan oleh terapis.”

(Interview: Jum’at, 7 Mei 2010 pukul 13.00) Informan 2

“Sejauh ini cukup efektif. Meskipun perintah atau instruksi tidak langsung direspon sekit memerlukan waktu, namun lama-lama anak akan meresponnya. Karena anak belum mengerti perintah atau larangan maka dengan bahasa yang singkat, jelas, lugas dan diharapkan mudah diingat. Ketika perintah diberikan secara berulang-ulang dan ditunjukkan responnya kemudian ada reward berupa tepuk tangan atau pujian jika respon tersebut benar, anak


(1)

  78

Tabel Model Komunikasi Total dari Shane disesuaikan untuk berbagai situasi oleh R. Verpoorten (1982).

Tingkat Non Verbal Verbal

Non- Simbolis Non Linguistik Pre-Intension

- Menggunakan Ruang - Gerakan otomatis - Melihat

- Sikap badan - Pakaian

- Romannya jasmani

- Tertawa - Menangis - Menarik nafas

panjang - Mengerang - Merintih Pra-Protosimbolis

atau Intensiond

- alat peraga

- benda yang mengganti benda tersebut

- tempat benda

- benda secara menunjuk dan manipulasi

- gambar

- gambar dari majalah - foto

- berbunyi cara menirukan

Simbolis/Linguistik/ intensiond pada tingkat menunjuk

Bahasa isyarat

- bahasa isyarat / abstrak - Abjad isyarat

- System isyrat Cara Tulisan - Abjad - Bahasa - Simbol - Pikto

- Berbicara - Menyanyi

(Rosmadewi, Pengantar Holistik Autisme Hal 187-190)


(2)

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan hasil penelitian didapatkan bahwa pola komunikasi yang terjadi antara terapis dengan anak autis ADHD adalah Pola komunikasi yang berorientasi pada konsep yaitu

1. Komunikasi dilakukan secara langsung atau dengan tatap muka

2. Saling berhadapan dengan langsung kemudian mencari kontak mata terlebih dahulu.

3. Setelah ada kontak mata baru pesan atau materi itu disampaikan dengan menggunakan bahasa yang singkat, jelas serta lugas. Mengguanakan nada yang tegas dan keras dan nada yang manis (melihat kondisi anak terlebih dahulu.

4. Jika tidak ada respons maka pesan itu disampaikan secara terus menerus.

5. Jika ada respons, maka terapis akan memberi reward seperti Oke kamu pintar.

6. Pesan atau instruksi yang disampaikan itu tidak boleh jeda. Karena kalau ada jeda anak akan membuat ulah. (anak autis ADHD memiliki hiperaktif)


(3)

  80

Pola komunikasi yang diganakan pada anak autis memang berbeda-beda dan semua tergantung pada kasus anak itu. Dengan melalui berbagi terapi baik terapi ABA, OT/SM, ST, SI diharapkan dapat mampu merubah perilaku anak. Banyak masyarakat yang menilai bahwa autis adalah gangguan jiwa, melainkan autis adalah gangguang perkembangan pada anak, bukan gangguan jiwa.

5.2Saran

Saran-saran yang dapat disampaikan dalam penelitian tentang pola komunikasi antara terapis dengan anak autis sebagai berikut

1. Untuk Pelangi School, peneliti menyarankan untuk pengembangan terapi pada anak sesekali menggunakan teknologi informasi atau teknologi visual. Kemungkinan kemampuan anak akan berkembang sedikit demi sedikit dengan menggunakan teknologi. Misalnya penyampaian materi menggunakan visual dsb.

2. Untuk orang tua, untuk anak yang mengalami gejala autisma lebih baik diperiksakan sejak dini agar penanganan lebih maksimal. Orang tua tidak perlu menyerah dan tidak usah malu kita semua sama.. Orang tua juga harus melatih di rumah. Agar hubungan komunikasi di dalam keluarga dapat terbentuk. Semua anak-anak ingin belajar di sekolah normal, tetapi harus berjuang. Semua manusia tidak ada yang sempurna, kita yang normal belum tentu sempurna, pasti ada kekurangan. Semua manusia saling membutuhkan. Manusia tidak akan bisa hidup tanpa bantuan dari orang lain. Itulah hidup pasti ada kekurangan.


(4)

3. Untuk pemerintah, sebaiknya di buat program pendidikan gratis bagi anak yang berkebutuhan khusus atau anak yang mengalami gangguan perkembangan. Banyak orang tua yang tidak mampu membayar karena biaya untuk terapi sangat mahal.

               


(5)

82

DAFTAR PUSTAKA

 

Cangara, Prof. Dr. H. Hafied Msc. Pengantar Ilmu Komunikasi, 2009 Jakarta, Rajawali Pers

Dennis, McQuail. (1986). Model Komunikasi. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada

Desmita.(2008). Psikologi Perkembangan edisi keempat : Pengantar Prof. Dr. HJ Samsunuwiyati, S.Psi . Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Devito, Joseph. (2006). Komunikasi Antar Manusia edisi kelima. Jakarta : Profesional books

Djamaluddin, Sri Utami Soedarjono.(2003) Penatalaksanaan Holistik Autisma. Penyusun Rudi Sutadi, Lucky Aziza Bawazir, Nia Tanjung Rina Adeline. Kongres Nasional Autisme Indonesia Pertama.

Effendy, Onong Uchjana. (2003). Dinamika Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Hardjana, Agus M. Komunikasi Intrapersonal dan Komunikasi Interpersonal, 2003. Kanisius

Handjojo. (2009). Autisme Pada Anak. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu populer Kelompok Gramedia

Kriyantoro, Rakhmat. (2006). Tekhnik Prkatis Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana Preneda Media Group.

Liliwer, Alo.(2001). Komunikasi Antar Pribadi. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. Moeleong, J.L. (2002). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Mulyana, Deddy. (2005). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Rakhmat, Jalaludin. (2002). Psikologi Komunikasi. Bandung : PT. Reamaja Rosdakarya

Rosma Dewi.(2003) Penatalaksanaan Holistik Autisma. Penyusun Rudi Sutadi, Lucky Aziza Bawazir, Nia Tanjung Rina Adeline. Kongres Nasional Autisme Indonesia Pertama

Sutadi, Rudy. (1999). Makalah Seminar Autisme dan Penanganannya. Yayasan


(6)

Tender, Jura (1999). Workshop Autism & Developmental Penerjemah Susanne Ramli-Soetarjo.

Tubbs, Stewart L. dan Moss, Sylvia. (2001). Humman Communication. Pengantar : Dr. Deddy Mulyana MA. Penerbit : Yayasan Andi

Non Buku :

www.Iin Mayasari's Blog.htm www.kompas.com


Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25