Analisis Pd. T-05-2005-B Pada Perencanaan Tebal Lapisan Tambahan dengan menggunakan Falling Weight Deflectometer (Studi Literature)

(1)

ANALISIS METODE PDT’05 2005 PADA PERENCANAAN TEBAL LAPISAN TAMBAHAN DENGAN MENGGUNAKAN FALLING WEIGHT

DEFLECTOMETER (STUDI LITERATUR)

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian sarjana Teknik Sipil

040404016

CHRISTOPHER RIANDY SINUHAJI

BIDANG STUDI TRANSPORTASI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2010


(2)

ABSTRAK

Tebal lapis tambah (overlay) merupakan salah satu alternatif peningkatan (betterment) pada ruas jalan yang mencapai kondisi kritis atau failure. Perencanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan jalan cepat rusak (under design) atau menyebabkan konstruksi tidak ekonomis (over design). Ada beberapa faktor yang menyebabkan perencanaan overlay tidak sesuai dengan kebutuhan, salah satu penyebabnya adalah pemilihan metoda perencanaan yang digunakan.

Kinerja suatu struktur perkerasan dapat dihitung dengan beberapa alat non-destructive test. Falling Weight Deflectometer adalah alat NDT untuk mengukur lendutan maksimum dan cekungan lendutan (Deflection Bowl). Data lendutan yang diperoleh akan digunakan dalam penentuan tebal pelapisan kembali (Overlay Thickness) yang dibutuhkan untuk meningkatkan struktur perkerasan. Pemaparan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran Falling Weight Deflectometer di lapangan yang juga merupakan bagian dari peninjauan pengunaan alat ini. Pd. T-05-2005-B adalah salah satu metode untuk menghitung Modulus Resilien dan Stabiltas Marshal dengan menggunakan alat Falling Weight Deflectometer


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kasih dan penyertaanNya penulis akhirnya dapat menyelesaikan penulisan Tugas Akhir mengenai “Analisis Pd. T-05-2005-B pada perencanaan tebal lapisan tambahan dengan

menggunakan Falling Weight Deflectometer (Studi Literature”) ini.

Dalam penulisan laporan ini tentunya banyak hambatan yang penulis hadapi, namun karena bantuan dan dorongan dari berbagai pihak akhirnya laporan ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Indra Jaya Pandia, MT. selaku dosen pembimbing tugas Akhir Bidang Studi Transportasi yang telah memberi waktu, masukan dan bimbingan yang sangat bernilai bagi penulisan tugas akhir ini.

2. Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis, M.Eng,Sc., selaku Koordinator Tugas Akhir Bidang Studi Transportasi yang telah memberi waktu, masukan dan bimbingan yang sangat bernilai bagi penulisan tugas akhir ini

3. Bapak Prof.Dr.Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik, USU.

4. Bapak Ir. Terunajaya selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik USU serta Staf Tata Usaha Departemen Teknik Sipil atas kerjasama dan bantuannya dalam urusan administrasi

5. Kepada IMS yang selalu menyokong pengerjaan Tugas Akhir ini.

6. Ibunda E.Florenza Sembiring tercinta beserta saudara-saudari penulis; Natasha Sinuhaji, Ericko Sinuhaji, Adrian Sinuhaji yang selalu mendoakan dan mendukung penulis.

7. Kepada Mamaku S. Sinuraya, yang telah memberikan banyak dukungan dan

pengetahuan mengenai dunia sipil. Kepada Bulang G. Sinuraya dan nenek Pinem yang banyak membantu keluargaku, penulis ucapkan terima kasih banyak.

8. Kepada sahabat-sahabatku Rony Simanjuntak dan keluarga, Amelisa Tarigan, Nina Ginting, Erin Sitepu, dan teman-temanku yang begitu banyak memberikan dukungan semangat.

9. Kepada teman-temanku MJM, Aak, Imam, Muek, Dika dan Ega, terima kasih telah banyak membantu.


(4)

10.Teman-teman Angkatan 2004, yang telah membantu penulis selama masa studi maupun selama penulisan laporan tugas akhir ini. Dan kepada Atharudhin terima kasih telah membantu pengerjaan Tugas Akhir ini.

11.Rekan-rekan dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah mendukung dan mendoakan penulis selama pembuatan tugas akhir ini.

Mengingat adanya keterbatasan-keterbatasan yang penulis miliki, maka penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca diharapkan untuk penyempurnaan laporan tugas akhir ini. Dan semoga laporan tugas akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Desember 2010


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR……… ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum ... ... 1

I.2 Latar Belakang ... 2

I.3 Tujuan Dan Kegunaan ... 6

I.4 Pembatasan Masalah ... 6

I.5 Metodologi Penelitian ... 7

I.6 Sistematika Penulisan ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Umum ... 9

II.2 Pengukuran lendutan dengan Falling Weight Deflectometer dengan Menggunakan PDT’05 2005 ... 10

II.2.1 Sejarah Falling Weight Deflectometer ... 15

II.2.2 Metode pengukuran Falling Weight Deflectometer ... 16

II.3 Survey kelayakan perkerasan ... 17

II.3.1 Pemeriksaan Destruktif ... 17

II.3.2 Pemeriksaan Non Destruktif ... 18

II.4 Beban standar lalu lintas ... 19

II.5 Metode rehabilitasi perkerasan ... 21


(6)

II.5.2 Rehabilitasi Jalan Overlay ... 24

II.5.2.1 Lendutan ... 24

II.5.2.2 Pengukuran lendutan ... 26

II.5.2.2.1 Lendutan wakil ... 38

II.5.2.2.2 Tebal lapis tambah ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Pengumpulan data ... 31

III.2 Metode analisa ... 33

III.3 Analisis data ... 34

III.4 Prosedur Penghitungan Falling Weight Deflectometer dengan Menggunakan PDT’05 2005 ... 35

BAB IV PERHITUNGAN TEBAL LAPISAN TAMBAHAN MENGGUNAKAN FALLING WEIGHT DEFLECTOMETER DENGAN METODE PDT’05 2005 IV.1 Perhitungan Falling Weight Deflectometer dengan menggunakan metode PDT’05 2005... 38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 58


(7)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR

II.1 Jenis-jenis Falling Weight Deflectometer ... 10

II.2 Bidang Cekung Lendutan ... 20

II.3 Non Destruktif Test ... 19

II.4 Distribusi Beban ... 20

II.5 Grafik antara Service Ability-Time ... 23

II.6 Grafik Faktor Koreksi Overlay-Tempratur Rata-rata (oC)... 29

II.7 Faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (FKTBL)... 30

III.1 Gambar Purwakarta-Plered ... 33

III.2 Bagan Alir Metodologi ... 35

IV.1 Lendutan FWD terkoreksi (dL) ... 40

IV. 2 Grafik hubungan antara Lendutan Rencana dan Lalu Lintas ... 44


(8)

DAFTAR TABEL

II.1 Tabel Hubungan antara P, k dan Berat Pelat... 12

II.2Tabel Tempratur ... 14

II.3Tabel 3 ... 25

II.4 Faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (FKTBL)... 30

IV.1 Tabel Lendutan Hasil FWD ... 39


(9)

ABSTRAK

Tebal lapis tambah (overlay) merupakan salah satu alternatif peningkatan (betterment) pada ruas jalan yang mencapai kondisi kritis atau failure. Perencanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan jalan cepat rusak (under design) atau menyebabkan konstruksi tidak ekonomis (over design). Ada beberapa faktor yang menyebabkan perencanaan overlay tidak sesuai dengan kebutuhan, salah satu penyebabnya adalah pemilihan metoda perencanaan yang digunakan.

Kinerja suatu struktur perkerasan dapat dihitung dengan beberapa alat non-destructive test. Falling Weight Deflectometer adalah alat NDT untuk mengukur lendutan maksimum dan cekungan lendutan (Deflection Bowl). Data lendutan yang diperoleh akan digunakan dalam penentuan tebal pelapisan kembali (Overlay Thickness) yang dibutuhkan untuk meningkatkan struktur perkerasan. Pemaparan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran Falling Weight Deflectometer di lapangan yang juga merupakan bagian dari peninjauan pengunaan alat ini. Pd. T-05-2005-B adalah salah satu metode untuk menghitung Modulus Resilien dan Stabiltas Marshal dengan menggunakan alat Falling Weight Deflectometer


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1

UMUM

Setiap tahun pemerintah mengeluarkan dana yang besar untuk pembangunan, peningkatan dan pemeliharaan jaringan jalan. Sebagian dana tersebut digunakan untuk pembinaan perkerasan. Diantaranya adalah untuk pelaksaan lapisan aspal yang merupakan pekerjaan yang banyak memakan biaya. Tuntutan pembangunan masa kini serta yang akan datang yang disertai dengan tuntutan efesiensi di bidang transportasi yang mengakibatkan meningkatnya volume serta muatan kendaraan di jalan raya. Peningkatan tersebut banyak mengakibatkan berkurangnya masa pelayanan terutama pada lokasi dengan lalu lintas berat yang dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain perencanaan yang tidak tepat atau pelaksanaan maupun pemeliharaan yang menyimpang dari spesifikasi, maupun berlebih atau kondisi lapisan tanah dasar yang lemah.

Jaringan Jalan Raya yang merupakan prasarana transportasi darat memegang peranan yang sangat penting dalam sektor perhubungan terutama untuk kesinambungan distribusi barang dan jasa, baik dari daerah maupun ke daerah yang lainnya. Maka syarat yang penting untuk perkembangan dan kesejahteraan masyarakat ialah adanya suatu sistem transportasi yang baik dan bermanfaat.

Keberadaan jalan raya sangat diperlukan untuk menunjang laju pertumbuhan ekonomi seiring dengan meningkatnya kebutuhan sarana transportasi yang dapat menjangkau daerah-daerah terpencil yang merupakan sentral produksi pertanian.


(11)

Perkembangan kapasitas maupun kuantitas kendaraan yang menghubungkan kota-kota antar propinsi dan terbatasnya sumber dana untuk pembangunan jalan raya serta belum optimalnya pengoperasian prasarana lalu lintas yang ada, merupakan persoalan yang utama di Indonesia dan di banyak negara, terutama di negara-negara yang sedang berkembang.

Untuk membangun ruas jalan baru maupun peningkatan yang diperlukan sehubungan dengan penambahan kapasitas jalan raya, tentu akan memerlukan metode efektif dalam perancangan maupun perencanaan agar diperoleh hasil yang terbaik dan ekonomis, tetapi memenuhi unsur keselamatan pengguna jalan dan tidak menggangu ekosistem.

Sekilas kita bisa melihat bahwa banyak jalan darat yang merupakan sarana penghubung utama mengalami kerusakan sehingga tidak dapat dipakai lagi karena sudah mengalami kondisi kritis. Kondisi seperti ini sudah sering terjadi sebelum mencapai umur rencana. Hal ini bisa saja terjadi karena data perhitungan perkerasan jalan pada masa perencanaan sampai pada pelaksanaannya tidak sesuai dengan spesifikasi parameter yang sudah ditetapkan oleh peraturan dan pedoman perencanaan jalan yang dalam hal ini dikeluarkan oleh peraturan dan pedoman perencanaan jalan yang dalam hal ini dikeluarkan oleh Dinas Bina Marga.

I.2

LATAR BELAKANG

Pekerjaan yang terlebih dahulu dilakukan sebelum merencanakan lapisan tambah adalah survey kondisi perkerasan untuk menentukan prioritas keperluan perbaikan, mengidentifikasikan masalah, dan untuk mengajukan perbaikan jangka pendekyang lebih


(12)

efektif. Kinerja perkerasan jalan ditentukan oleh kondisi perkerasan dan struktural konstruksi perkerasan itu yang bisa diidentifikasasikan dengan cara visual ataupun dengan alat mekanis.

Survey ini bertujuan untuk mengetahui riliability level kondisi permukaan perkerasan jalan pada saat itu sebagai informasi awal dan tidak mengevaluasikan kekuatan struktur perkerasan. Tingkat kenyamanan kondisi permukaan jalan ditentukan berdasarkan hal-hal sebagai berikut :

• Jalan disediakan untuk memberikan keamanan dan kenyamanan pada pemakai jalan.

• Kenyamanan sebenarnya merupakan faktor subjektif, tergantung penilaian masing-masing pengemudi, tetapi dapat dinyatakan dari nilai rata-rata yang memberikan oleh pengemudi.

• Kenyamanan berkaitan dengan bentuk fisik dari perkerasan yang dapat diukur secara objektif serta mempunyai nilai korelasi dengan penilaian subjektif masing-masing pengemudi.

• Wujud dari perkerasan dapat juga diperoleh dari sejarah perkerasan itu sendiri.

• Pelayanan yang diberikan oleh jalan dapat dinyatakan sebagai nilai rata-rata yang diberikan oleh si pengguna jalan.

Gangguan kenyamanan yang dirasakan oleh pemakai kendaraan di jalan raya bisa dirasakan oleh pemakai kendaraan di jalan raya, bisa dirasakan dalam arah memanjang jalan dan arah melintang. Hal ini menyebabkan ketidaknyamanan pada si pengemudi akibat getaran-getaran karena lubang-lubang yang ada pada saat melintas.

Pelayanan suatu struktur perkerasan dapat diukur dengan skala yang menunjukkan kondisi perkerasan yang dinyatakan dengan Present Serviceability Index (PSI) yang memiliki skala tertinggi bernilai lima, yang menunjukkan kondisi perkerasan yang sangat baik dan nilai terendah adalah nol, dimana nilai ini mengindikasikan kondisi yang sangat buruk.


(13)

Konsep ini memberikan pengertian bahwa kondisi pelayanan saat itu akan ditentukan oleh pelayanan awal (Initial Serviceability) dan tingkat pelayanan akhir (Terminal Service Index). Nilai tertinggi yang menunjukkan bahwa kondisi perkerasan adalah baik adalah merupakan sebuah kondisi awal yang mana diharapkan oleh seluruh pengguna jalan raya, dan untuk nilai terendah adalah nilai dimana seluruh pengguna jalan merasa tidak nyaman. Cara lain yang bisa dilakukan dengan cara melihat langsung jalan dan menilai serta mengamati tingkat pelayanan permukaan jalan dengan mencatatnya ke dalam sebuah formulir seperti

Kemampuan struktur perkerasan jalan dalam menjalankan fungsinya akan berkurang sebanding dengan bertambahnya umur perkerasan dan bertambahnya besar kumulatif beban lalu lintas yang dipikul dari kondisi awal. Kemampuan tersebut akan terus menurun hingga mencapai Failure Level jika tidak dilakukan perawatan.

Sehubungan dengan hal itu apabila ditinjau dari segi perawatan yang akan dilakukan, perlu ditinjau terlebih dahulu pengaruh beban lalu lintas terhadap struktur. Hal ini dilakukan untuk mencegah kerusakan yang disebabkan oleh beban lalu lintas. Pengaruh beban lalu lintas terhadap struktur perkerasan jalan berkorelasi dengan tingkat pelayanan suatu perkerasan jalan pada beban yang melalui jalan tersebut. Namun demikian, jumlah beban kumulatif lalu lintas yang diterima oleh perkerasan tidak selalu dapat ditentukan, sehingga diperlukan kriteria lain untuk menentukan kemampuan suatu perkerasan dalam menentukan beban lalu lintas secara tepat.

Dengan mengetahui secara tepat tingkat kemampuan suatu perkerasan jalan raya dalam menerima beban lalu lintas, maka jenis perbaikan yang perlu dilakukan untuk mengembalikan kemampuan perkerasan tersebut dapat ditentukan dengan cara melakukan


(14)

Metode yang dapat dilakukan untuk menentukan tingkat kemampuan perkerasan dalam menerima beban lalu lintas adalah menghitung besarnya lendutan yang terjadi akibat pembebanan. Besarnya lendutan pada permukaan jalan dipengaruhi oleh Relatif Stiffness dari komponen-komponen pembentuk konstruksi, yaitu harga Modulus Elastisitas Bahan tiap lapisan atau juga secara keseluruhan. Faktor-faktor yang menentukan adalah besarnya beban dan intensitas lalu lintas serta pengaruh alam terhadap struktur perkerasan.

Pengukuran lendutan dapat diperoleh dengan pembebanan statis dan dinamis. Alat yang digunakan pada pembenanan statis adalah Benkelman Beam dan California Traveling

Deflector dan lain-lain. Pada pembebanan dinamis alat yang digunankan seperti Dynaflect, Road Rater, Vibrator Devices, Falling Weight Deflector.

Falling Weight Deflector baru dipergunakan oleh Pusat Pelatihan dan Pengembangan

Jalan Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia pada tahun 1989 dan Dinas Pekerjaan Umum Daerah Khusus Jakarta mempergunakan alat ini pada tahun 1994. Lendutan yang diukur Falling Weight Deflector adalah lendutan langsung akibat pembebanan dan dilakukan secara komputerisasi. Lendutan yang dihasilkan berupa lendutan maksimum dan

Deflection Bowl yang dapat menentukan Modulus Elastisitas (E) pada setiap lapisan

perkerasan.

Banyak metoda yang biasa digunakan pada hasil data dari Falling Weight Deflector, seperti misalnya Program Komputer ELMOD, Metode Bina Marga SKBI 1987, AASHTO’72,

Program BackCalc dan Metode AASTHO’93 dan lain-lain. Di Indonesia pada khususnya,

salah satu metode penngerjaan overlay dengan menggunakan Falling Weight Deflectometer ini adalah dengan menggunakan Pd. T-05-2005-B.

Pedoman perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur dengan metode lendutan ini dipersiapkan oleh Panitia Teknik Standardisasi Bidang Konstruksi dan Bangunan melalui


(15)

Gugus Kerja Bidang Perkerasan Jalan pada Sub Panitia Teknik Standardisasi Bidang Prasarana Transportasi. Pedoman ini diprakarsai oleh Pusat Litbang Prasarana Transportasi, Badan Litbang ex. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.

I.3

TUJUAN DAN KEGUNAAN

I.3.1 TUJUAN

Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah :

a. Meninjau modulus perkerasan yang diperoleh dengan alat ukur Falling Weight Deflector dalam penggunaan Pd. T-05-2005-B.

b. Meninjau Stabilitas Marshal yang diperoleh pada alat ukur Falling Weight Deflectometer dengan menggunakan Pd. T-05-2005-B

I.3.1 KEGUNAAN

Kegunaan yang didapat dari hasil penulisan ini adalah memperoleh interpretasi yang lebih baik dalam menentukan penilaian perkerasan, karena hal ini sangat berguna dalam menentukan tahap peningkatan yang akan diusulkan.

I.4

PEMBATASAN MASALAH

Pd. T-05-2005-B yang digunakan dalam sebagai cara untuk menentukan nilai modulus resilien tiap-tiap lapisan struktur perkerasan diterapkan dalam penentuan lendutan. Perencanaan pelapisan kembali yang memerlukan data pelendutan yang diperoleh dengan pengukuran lendutan dibatasi pada perkerasan lentur (Flexible Pavement). Penerapan pelapisan kembali pada struktur perkerasan bertujuan untuk menigkatkan kemampuan struktural untuk meningkatkan kemampuan struktural perkerasan dalam menerima beban.


(16)

Dengan demikian lendutan yang diakibatkan beban lalu lintas dapat berkurang sampai lebih kecil dari lendutan yang diijinkan.

Kinerja suatu struktur perkerasan dapat dihitung dengan beberapa alat

non-destructive test. Dan pada penulisan tugas akhir ini peninjauan akan dilakukan dengan Falling Weight Deflectometer untuk mengukur lendutan maksimum dan cekungan lendutan

(Deflection Bowl). Data lendutan yang diperoleh akan digunakan dalam penentuan tebal pelapisan kembali (Overlay Thickness) yang dibutuhkan untuk meningkatkan struktur perkerasan. Pemaparan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran Falling

Weight Deflectometer di lapangan yang juga merupakan bagian dari peninjauan pengunaan

alat ini.

I.5

METODOLOGI PENELITIAN

Metode pembahasan yang dilakukan pada penulisan Tugas Akhir ini adalah Studi Literatur dengan melakukan studi dari buku-buku, jurnal, internet yang berhubungan dengan pembahasan ini serta masukan dari dosen pembimbing.

I.6

SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan yang dibuat penyusun adalah sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan, menjabarkan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka, menjabarkan tentang tinjauan kepustakaan, tentang spesifikasi mtode penghitungan dan alat yang digunakan.


(17)

BAB III Metodologi Penelitian, yang meliputi perolehan data, prosedur penggunaan

Falling Weight deflector, analisa data yang dilakukan dan bagan metodologi.

BAB IV Pembahasan, menjabarkan tentang perhitungan Falling Weight Deflectometer dengan menggunakan Pd. T-05-2005-B.

BAB V Kesimpulan dan Saran, berupa kesimpulan yang diambil beserta saran-saran yang dapat diberikan.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1

UMUM

Jalan di Indonesia umumnya menggunakan jenis perkerasan lentur. Perkerasan lentur adalah suatu jenis konstruksi yang dibangun diatas permukaan tanah asli atau tanah dasar dengan menggunakan bahan pengikatnya beton asphalt. Sedangkan Perkerasan kaku adalah suatu jenis konstruksi yang dibangun di atas tanah dasar dengan menggunakan bahan pengikatnya beton semen. Perkerasan didefinisikan sebagai lapisan yang relatif stabil yang dibangun di atas tanah asli atau tanah dasar yang berfungsi untuk menahan dan mendistribusikan beban kendaraan serta sebagai lapisan penutup permukaan. Jadi perkerasan dibangun karena permukaan tanah dasar tidak mampu menahan beban kendaraan diatasnya. Prinsip kerja dari perkerasan lentur adalah bahwa saat tanah dibebani, maka beban akan menyebar dalam bentuk tegangan tanah yang kemudian akan menyebar ke lapisan di bawahnya sehingga kemudian akan menyebabkan lendutan dan akhirnya menyebabkan keruntuhan tanah. Visualisasi pendistribusian beban lalu lintas ke tanah dasar melalui perkerasan.

Secara teoritis, besaran P1 yang diterima tanah dasar tergantung pada kualitas dan

tebal lapis perkerasan. Kualitas material yang baik dan atau tebal perkerasan yang besar akan memberikan nilai P1 yang rendah. Atau jika material yang diberikan baik dan kondisi tanah dasarnya pun baik, maka untuk beban yang sama akan menghasilkan tebal perkerasan yang lebih tipis. Berdasarkan karakteristik menahan dan mendistribusikan beban, maka perkerasan dapat dibagi atas perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement).

Perkerasan lentur adalah perkerasan yang umumnya menggunakan bahan campuran beraspal sebagai lapis permukaan serta bahan berbutir sebagai lapisan di bawahnya.


(19)

Perkerasan lentur terdiri dari beberapa lapisan. Lapisan teratasnya memiliki kualitas material yang sangat baik karena lapisan ini mengalami kontak langsung dengan beban lalu lintas. Pada perkerasan lentur, beban didistribusikan hingga lapisan tanah dasar. Pendistribusian beban ini merupakan salah satu faktor yang mendukung terbentuknya kekuatan pada perkerasan lentur. Selain itu, nilai ketebalan lapisan pun cukup berpengaruh pada kekuatan perkerasan lentur.

II.2

PENGUKURAN LENDUTAN DENGAN ALAT FALLING

WEIGHT DEFLECTOMETER DENGAN MENGGUNAKAN Pd.

T-05-2005-B

Pusat Litbang Jalan Departemen Pekerjaan Umum memiliki beberapa alat penyelidikan lapangan tersebut, diantaranya alat Falling Weight Deflectometer. Dimana pengoperasiannya dan evaluasinya dilakukan secara komputerisasi. Alat FWD ini telah banyak digunakan di beberapa negara terutama di negara-negara maju dan telah diakui sebagai alat yang dapat menentukan dan meningkatkan kekuatan struktur perkerasan jalan ().


(20)

Prinsip kerja FWD adalah memberikan beban impuls terhadap struktur perkerasan, khususnya perkerasan lentur melalui pelat berbentuk sirkular (bundar), yang efeknya sama dengan kendaraan. Pelat sirkular diletakkan pada permukaan perkerasan yang akan diukur, kemudian beban dijatuhkan padanya sehingga menimbulkan gaya yang bervariasi. Berat beban sebelum jatuh relative lebih kecil dibanding berat sebenarnya, biasanya sekitar 3-14 % dari berat maksimum. Pulsa beban yang diberikan akibat beban jatuh ke dalam seperangkat pegas kira-kira setengah gelombang sinus.

Efek beban yang timbul akan ditangkap oleh tujuh buah deflector yang diletakkan dengan jarak jarak-jarak tertentu tertentu pada batang pengukur, sehingga secara keseluruhan lendutan itu akan membentuk suatu cekung lendutan (deflection bowl) seperti pada gambar II.5 berikut ini.

NDT Sensors NDT

Load

Measurement of Surface Deflection

Gambar II.2 Bidang Cekung Lendutan

Besarnya lendutan langsung dapat dibaca pada layar monitor komputer dan disimpan dalam bentuk data atau dapat langsung dicetak. Selanjutnya data tersebut data tersebut dapat dianalisis dengan menggunakan program-program yang ada.

Untuk menentukan besarnya berat pelat dan tinggi jatuh yang diperlukan, sehingga terjadi lendutan yang sama dengan lendutan akibat beban sumbu truk standart, maka perlu


(21)

dicari tegangan akibat beban sumbu atau sama dengan tegangan yang diterima permukaan jalan seluas bidang kontak tersebut.

p= (

Tegangan yang diterima permukaan jalan

)

Rumus II.1

Untuk mendapatkan berat pelat dan tinggi jatuh digunakan rumus empiris seperti di bawah ini:

h =

………. (mm)

Rumus II.2

Tinggi jatuh yang sebenarnya harus disesuaikan terhadap tegangan yang terjadi di lapangan dengan tegangan rencana, yaitu dengan cara merubah jarak baut terhadap sensor.

Hubungan P, k. dan berat pelat beban dapat dilihat melalui table berikut :

Berat Beban Pelat (Kg)

P(kPa) K

Ø 300 mm Ø 450 mm Ø 300 mm Ø 450 mm

350 850 – 1700 380 – 750 86 38

200 425 – 950 190 – 430 50 22

100 210 – 480 95 – 215 25 11

50 100 – 240 45 – 105 13 5,8

Tabel II.1

Lendutan yang digunakan adalah lendutan pada pusat beban (df1). Nilai lendutan ini harus

dikoreksi dengan faktor muka air tanah (faktor musim) dan koreksi temperatur serta faktor koreksi beban uji (bila beban uji tidak tepat sebesar 4,08 ton).


(22)

Besarnya lendutan langsung adalah sesuai rumus berikut :

dL = df

1

x Ft x Ca x FK

B-FWD

Rumus II.3

dengan pengertian :

dL = lendutan langsung (mm)

df1 = lendutan langsung pada pusat beban (mm)

Ft = faktor penyesuaian lendutan terhadap temperatur standar 350C, yaitu sesuai

Rumus II.4, untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih kecil 10 cm atau Rumus II.5, untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih besar atau sama dengan 10 cm.

= 4,184 x TL - 0,4025 , untuk HL < 10 cm…..(Rumus II.4) = 14,785 x TL - 0,7573 , untuk HL > 10 cm…(Rumus II.5)

TL = temperatur lapis beraspal, diperoleh dari hasil pengukuran langsung di lapangan atau dapat diprediksi dari temperatur udara, yaitu:

TL = 1/3 (Tp + Tt + Tb)….(Rumus II.6) Tp = temperatur permukaan lapis beraspal

Tt = temperatur tengah lapis beraspal atau dari Tabel II.2 Tb = temperatur bawah lapis beraspal atau dari Tabel II.2 Ca = faktor pengaruh muka air tanah (faktor musim)

= 1, 2 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim kemarau atau muka air tanah rendah.

= 0,9 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim hujan atau muka air tanah tinggi.

FKB-FWD = faktor koreksi beban uji Falling Weight Deflectometer (FWD) = 4,08 x (Beban Uji dalam ton)(-1) …(Rumus II.7)


(23)

(24)

II.2.1

Sejarah Falling Weight Deflectometer

Alat Falling Weight Deflectometer telah digunakan sejak awal tahun enam puluhan di Perancis, Denmark dan Ceko-Slovakia. Alat ini baru memungkinkan untuk menghasilkan suatu beban dengan waktu puncak pembebanan dan pensimulasian geometri beban lalu lintas yang sangat kecil. National Danish Road laboratory dan perusahaan Dynatest secara berangsur-angsur mengembangkan Falling Weight Deflectometer untuk dipakai dalam percobaan non-destruktif pada jalan raya dan perkerasan pada lapangan terbang.

Dengan semakin berkembangnya zaman, maka dapat dilihat pemakaian FWD semakin baik dan beragam, dan memiliki pengembangan yang luar biasa terutama dalam hal penggunaan program komputer untuk mendapatkan data lendutan hasil dari FWD tersebut.

Jenis-jenis program yang digunakan antara lain adalah :

• Kenlayer

• Elsym5

• Chevron

• Everstrs

• Weslea

• Illi-Pave

• Dama

• MnPave


(25)

II.2.2

Metode Pengukuran Falling Weight Deflectometer Berdasarkan

PDT’05 2005

Parameter-parameter tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Diameter Pelat

Alat FWD ini dilengkapi dengan dua macam pelat yang masing-masing berdiameter 300 mm dan 450 mm. Untuk perkerasan lentur, pelat yang biasa digunakan adalah dengan diameter 300 mm sedangkan untuk perkerasan non-aspal (unbound material) atau tanah dasar digunakan pelat dengan diameter 450 mm.

2. Berat Beban Pelat

Berat beban yang dijatuhkan pada pelat sebenarnya mempresentasikan tekanan ban pada permukaan perkerasan. Berat beban yang digunakan untuk perkerasan normal adalah 200 kg. Di Indonesia, beban as maksimum yang diijinkan adalah 8 ton dan beban as standar adalah 8,2 ton (AASHTO Road Test) sehingga beban setengah as (dua ban) adalah 41 kN, dan tekanan ban sebesar 580 kPa.

3. Tinggi Jatuh Beban

Tinggi jatuh beban yang dimiliki alat FWD adalah 81 mm, 135 mm, 196 mm, dan 361 mm (LAPI ITB dan Pustran Dep. PU, 1992). Berat beban dan tinggi jatuh beban merefleksikan beban impuls yang diberikan kepada perkerasan untuk menimbulkan besar lendutan yang diinginkan. Apabila timbul lendutan besar, antara 1 mm dan 1,5 mm, maka berat beban dan tinggi jatuh harus direduksi. Disarankan berat beban adalah 100 kg dan tinggi jatuh nomor 3 (196 mm), yang akan memberikan ”peak load” : 25 kN dan ”peak stress level” : 355 kPa. 4. Jarak Antar Deflektor

Alat FWD mempunyai tujuh buah deflektor yang dapat diatur/disesuaikan jarak antar deflektornya sesuai dengan tebal total perkerasan (LAPI ITB dan Pustran Dep. PU, 1992), antara lain:


(26)

Untuk tebal total perkerasan = 500 mm (tipis), digunakan jarak deflector: 0; 200; 300; 450; 600; 900; 1200 (mm).

Untuk tebal total perkerasan = 300-700 mm (normal), digunakan jarak deflector: 0; 300; 600; 750; 900; 1200; 1500 (mm).

Untuk tebal total perkerasan > 700 mm (tebal), digunakan jarak deflector: 0; 300; 600; 900; 1200; 1500; 1800 (mm).

II.3

SURVEY KELAYAKAN STRUKTUR PERKERASAN

Dalam hal penanganan perawatan dan perbaikan jalan raya diperlukan metode ekonomis dan efesien, untuk mendapatkan nilai yang bisa menentukan kondisi kelayakan struktur perkerasan lentur. Nilai yang dimiliki suatu struktur perkerasan secara umum dinyatakan dengan Resilent Modulus yang merupakan elemen penting pada analisa mekanistik dan prosedur penilaian struktur perkerasan.

II.3.1

Pemeriksaan Destruktif (Destructive Test)

Pemeriksaan suatu struktur perkerasan dapat dilakukan dengan percobaan destruktif dan percobaan non-destruktif. Percobaan destruktif dilaksanakan dengan test-pit pada struktur perkerasan jalan yang lam serta mengambil sampel dari lokasi yang ditinjau lalu melakukan percobaan di laboratorium. Percobaan ini membosankan, menghabiskan waktu dan mengakibatkan kerusakan kondisi perkerasan jalan lama apabila hasil percobaan menunjukkan hasil untuk tidak melakukan pelapisan kembali.

Pengambilan sampel di lapangan sering menimbulkan kemacetan lalu lintas sehingga sangat mengganggu pemakai jalan. Lebih jauh lagi, dengan percobaan di laboratorium tidak memungkinkan untuk memperoleh nilai tegangan material perkerasan yang tepat.


(27)

II.3.2

Pemeriksaan Non-Destruktif (Non-Destruktif Test)

Sebaliknya pemeriksaan non-destruktif dilaksanakan dengan peralatan yang diletakkan di atas permukaan jalan lama dan alat itu akan memberikan informasi datalendutan akibat besarnya beban yang diberikan. Cara ini tidak akan merusak kondisi perkerasan jalan yang lama sehingga percobaan ini memberikan keuntungan yang lebih baik. Percobaan ini dapat dibagi atas dua kelompok, yakni Seismic Techniques dan Surface Loading Test.. Pemakaian seismic techniques berdasarkan pada pengukuran kecepatan gelombang pada pelaksanaan lapangan dan pada permukaan perkerasan. Metode ini tidak diterima secara luas, karena sebagai suatu konsekuensinya diperlukan pengalaman pada pelaksanaan lapangan dan pada pemakaian data percobaan.

Sedangkan surface loading test, sudah dikenal secara luas sebab cukup sederhana dan mampu untuk memodelkan intensitas beban lalu lintas yang sebenarnya. Maka kekakuan struktur perkerasan yang diperoleh dari pengukuran lendutan permukaan bernilain lebih representative terhadap kondisi lapangan.

Alat-alat yang dipakai pada pengukuran lendutan permukaan, dapat dibagi berdasarkan metode pembebanan yang dipakai yaitu pembebanan statis dan pembebanan dinamis (). Metode pembebanan statis dapat digunakan alat-alat seperti Benkelman Beam,

California Traveling Deflectometer dan lain-lain. Sedangkan pada metode pembebanan

dinamis dipakai Dynaflect, Road Tater dan Falling Weight Deflectometer.

Falling Weight Deflectometer adalah alat yang menggunakan dynamic plate loading test pada ssuatu perkerasan dan subgrade. Skema untuk diagram struktur perkerasan dengan

percobaan non-destruktif beban dinamis dapat dilihat pada gambar II.3, beban yang diberikan akan menyebar ke bagian sistem perkerasan.


(28)

Gambar II.3 Non Destruktif Test

Faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam memilih alat-alat percobaan non destruktif yaitu :

1. Kebutuhan dalam pelaksanaan, seperti : kecepatan pengumpulan data, tundaan lalu lintas, dan kebutuhan tenaga terlatih.

2. Kualitas data, seperti : keakuratan dan kesesuaian. 3. Biaya, seperti : biaya awal dan biaya keseluruhan

4. Keistimewaan alat, seperti : jumlah sensor dan kemampuan sensor untuk pindah.

Sedangkan faktor sekundernya adalah reliability dan waktu pelayanan.

II.4

BEBAN STANDAR LALU LINTAS

Beban terulang atau repetition load merupakan beban yang diterima oleh struktur perkerasan dari roda-roda kendaraan yang diterima oleh struktur perkerasan dari roda-roda kendaraan yang melintasi jalan raya secara dinamis selama umur rencana. Besar beban yang diterima bergantung dari berat total kendaraan, konfigurasi sumbu, bidang kontrak antara roda dan kendaraan serta kecepatan kendaraan tersebut. Hal ini akan memberikan suatu nilai kerusakan dari perkerasan oleh muatan sumbu roda yang melintas setiap kali pada ruas jalan.


(29)

Berat kendaraan dibebankan pada perkerasan jalan melalui roda-roda kendaraan yang terletak di ujung-ujung sumbu kendaraan. Masing-masing kendaraan mempunyai konfigurasi sumbu yang berbeda. Sumbu depan merupakan sumbu tunggal roda, sedangkan sumbu belakang dapat merupakan sumbu tunggal ataupun sumbu ganda.

Gambar II.4 Distribusi Beban

Dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh beban lalu lintas tidaklah sama antara satu kendaraan dengan yang lainnya. Perbedaan ini mengharuskan suatu standar yangbisa mewakili untuk semua jenis kendaraan, sehingga semua beban yang diterima dapat disamakan ke dalam uatu beban standar. Beban standar ini digunakan sebagai batasan maksimum yang diizinkan untuk satu kendaraan.

Beban yang sering digunakan sebagai batasan maksimum yang diizinkan untuk satu kendaraan adalah beban gandar maksimum. Beban gandar standar ini diambil sebesar 18000 pounds (18 kips = 8,2 ton) pada sumbu gandar tunggal. Diambilnya angka ini karena daya rusak yang ditimbulkan beban gandar terhadap perkerasan bernilai satu ().


(30)

Semua beban kendaraan lain dengan gandar yang berbeda diekivalen ke beban gandar standar dengan menggunakan angka ekivalen beban sumbu tersebut (equivalent single

axle load) 18 kip ESAL.

Data lalu lintas yang digunakan diambil dari hasil perhitungan lalu lintas pada ruas jalan yang akan dilakukan lapis tambah. Kalau data tersebut tidak bisa didapatkan, maka data

LHR BIPRAN yang paling akhir harus digunakan, dan diproyeksikan ke saat ini dengan

menggunakan tingkat pertumbuhan lalu lintas. Pembebanan gandar disain untuk masing-masing ruas jalan dalam bentuk jumlah Ekivalen Standar Gandar 8,2 ton (ESA).

II.7

METODE REHABILITASI PERKERASAN

Jalan raya merupakan prasarana yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan perkembangan social suatu masyarakat. Hal ini terjadi karena prasarana jalan akan memberikan kemudahan kepada manusia untuk dapat bergerak, berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Untuk itu setelah pembangunan jalan raya diperlukan pemeliharaan atau pun rehabilitasi untuk mempertahankan kondisi jalan itu baik kondisi fungsionalnya maupun struktur perkerasannya.

Kondisi jalan raya yang baik akan memberikan tingkat pelayanan yang tinggi sehingga memberikan waktu tempuh yang lebih cepat bagi pemakai jalan mencakup kekasaran permukaan, tahanan gesekan antara permukaan dengan roda kendaraan serta keamanannya.

Secara tidak langsung kondisi fungsional akan berpengaruh kepada keadaan struktur perkerasan dalam menerima beban lalu lintas yang akan menurun sesuai dengan waktu. Kegagalan struktural disebabkan daya dukung yang hilang serta kerusakan material yang sesuai dengan waktu dan repetisi beban lalu lintas serta pengaruh keadaan alam sekitarnya. Kejadian ini dapat ditanggulangi dengan cara merehabilitasi jalan tersebut dengan cara


(31)

melakukan lapisan tambah (overlay) dan non lapisan tambah (non overlay), tergantung kepada tingkat kerusakannya yang bisa diketahui melalui survey kondisi, sebagaimana penjelasan sebelumnya ().

Perbaikan non overlay dilaksanakan dengan cara seperti perawatan permukaan jalan (surface treatments), penambalan (patching), injeksi material penutup (joiny and crack

sealing), pendongkrakan (slab jacking), penyumbatan (subsealing-undersealing),

rekonstruksi parsial (grinding and milling) dan membuat alur (grooving)().

Untuk perbaikan overlay diusahakanah lapisan perkerasan yang ada untuk dapat kembali mempunyai nilai kekuatan, tingkat kenyamanan, tingkat kekedapan terhadap air dan tingkat kecepatannya mengalirkan air.

II.7.1

Rehabilitasi Jalan Non-Overlay

Rehabilitasi non overlay dapat dilakukan dengan laburan penutup (seal coats) dipakai untuk semua kelas jalan tipe perkerasan lentur. Perbaikan dengan metode ini untuk menanggulangi kondisi permukaan perkerasan yang mengalami kerusakan yang disebabkan keretakan, yaitu terlepasnya butir-butir perkerasan, pelicin serta pengelupasan.

Laburan penutup dilakukan dengan menambah aspal dan aggregate kepada bagian yang mengalami kerusakan dengan kedalaman tidak lebih dari 1 inci (). Cara ini tidak langsung memperbaiki kondisi perkerasan namun ha ini dapat memperpanjang umur perkerasan dan mempertahankan kapasitas strukturnya.

Metode non-overlay ini dapat dipakai pada perkerasan lentur maupu kaku. Cara penggunaannya dilaksanakan pada daerah sambungan atau retak-retak yang disebabkan oleh lepasnya penutup material, sehingga sudah dapat diperbaiki. Tetapi apabila ternyata hasil survey pada drainase menyebabkan kelembaban yang dapat menyebabkan kerusakan pada


(32)

struktur perkerasan, maka cara ini tidak dapat digubakan. Penanganan metode ini dapat bertahan selama 10 tahun, dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar II.5 Grafik antara Service Ability-Time

Untuk mengisi bagian yang rusak pada permukaan jalan selain dengan laburan penutup juga bias dilakukan dengan menambal bagian yang rusak (patching), slab jacking yaitu menaikan pelat beton yang tidak rata, sub sealing adalah untuk mengisi rongga udara antara beton dengan lapisan pondasi atau lapisan tanah dasar karena rongga udara dapat menyebabkan terjadinya patahan atau juga cara injeksi yaitu dengan cara menginjeksi dengan semen atau aspal semen..


(33)

II.6.2

Rehabilitasi Jalan Overlay

Metode overlay ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan struktural perkerasan jalan lama dalam menerima beban. Dengan memberikan lapisan tambahan, lendutan yang terjadi akibat beban lalu lintas dapat berkurang sampai lebih kecil dari lendutan yang diizinkan overlay dikategorikan berdasarkan tipe overlay, tipe perkerasan lama dan kinerja sistem perkerasan. Overlay dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu overlay perkerasan lentur dan overlay perkerasan kaku.

Overlay perkerasan lentur meliputi perkerasan Asphalt Concrete (AC) di atas lapisan

granular dan dapat dikonstruksikan di atas perkerasan lentur maupun kaku. Jika lapisan

granular digunakan di antara lapisan perkerasan kaku dengan menggunakan overlay maka lapisan granular menjadi lapisan pengikat.

II.6.2.1

Lendutan

Lendutan yang digunakan dalam perhitungan ini adalah lendutan hasil pengujian

Falling Weight Deflectometer (FWD). Lendutan perkerasan di dapat dengan menetapkan

korelasi antara beban roda, lendutan balik perkerasan dan repitisi (pengulangan) beban. Prosedur umum mengunakan lendutan perkerasan untuk evaluasi struktural adalah sebagai berikut :

1. Menentukan panjang perkerasan yang termasuk dalam evaluasi struktur.

2. Melakukan survey lendutan

3. Menghitung lendutan wakil (RRD)


(34)

5. Menentukan tebal lapis tambah

Kehomogenan data hasil pengukuran lendutan digunakan sebagai dasar pembagian segmen jalan. Semakin pendek pembagian segmen tersebut maka penggunaan biaya akan semakin ekonomis. Akan tetapi pembagian segmen tersebut harus tetap berisi pengukuran lendutan yang statistik dari nilai yang mewakili. Biasanya, paling sedikit 10 titik data harus termasuk dalam setiap segmen, jika koefisien variasi dari pembacaan pengukuran ternyata tinggi maka diperlukan titik yang lebih banyak.

Pedoman tentang perkiraan jumlah minimum titik yang diperlukan, diberikan dalam tabel berikut ini :

Koefisien Variasi dari Data Pengukuran

Perkerasan

Jumlah Minimum Titik Data Dalam Segmen

20 % 40 % 60 % 80 % 5 % 10 % 25 % 40 % Tabel II.3

Lendutan yang digunakan dalam perhitungan ini adalah lendutan hasil pengujian dengan alat Falling Weight Deflectometer (FWD). Pengukuran lendutan pada perkerasan yang mengalami kerusakan berat dan deformasi plastis disarankan dihindari. Apabila pada waktu pengujian lendutan ditemukan data yang meragukan maka pada lokasi atau titik tersebut dianjurkan untuk dilakukan pengujian ulang atau titik pengujian dipindah pada lokasi atau titik disekitarnya. Karena pada kajian ini, diasumsikan data lendutan di dapat dari hasil pengujian alat Benkelman Beam maka pembahasan penulis difokuskan pada pengujian lendutan dengan alat tersebut.


(35)

II.6.2.2 Pengukuran Lendutan

Lendutan adalah besarnya gerak turun vertikal suatu permukaan perkerasan akibat beban. Salah satu metode pengukuran lendutan pada struktur perkerasan adalah percobaan pembebanan permukaan (surface loading test).

Metode ini terdiri dari dua kategori utama, yaitu pengukuran dengan beban statik/semi statik (misalnya: Benkelman Beam, California Travelling Deflectometer) dan beban dinamik (misalnya: Dynaflect, Falling Weight Deflectometer). Metode pengukuran yang diuraikan pada bab ini adalah pengukuran dengan alat Falling Weight Deflectometer (FWD). Beberapa keuntungan dari alat Falling Weight Deflectometer (FWD), adalah (Nefiadi, E.N., 1990): 1. Dapat memberikan ide menyeluruh mengenai pavement performance melalui pengukuran lendutan, dan memberikan nilai layer modulus struktur pekerasan.

2. Dapat melakukan pengukuran secara cepat, dengan ketelitian yang cukup tinggi, dan alat dapat dioperasikan secara relatif mudah.

3. Beban pelat dan tinggi jatuh beban dapat diatur, sehingga menyamai intensitas beban yang diinginkan, baik beban kendaraan ataupun beban roda pesawat.

II.6.2.2.1 Keseragaman lendutan

Perhitungan tebal lapis tambah dapat dilakukan pada setiap titik pengujian atau berdasarkan panjang segmen (seksi). Apabila berdasarkan panjang seksi maka cara menentukan panjang seksi jalan harus dipertimbangkan terhadap keseragaman lendutan. Keseragaman yang dipandang sangat baik mempunyai rentang faktor keseragaman antara 0 sampai dengan 10, antara 11 sampai dengan 20 keseragaman baik dan antara 21 sampai dengan 30 keseragaman cukup baik.


(36)

Untuk menentukan faktor keseragaman lendutan adalah dengan menggunakan rumus berikut sebagai berikut:

Rumus II.8 dengan pengertian :

FK = faktor keseragaman

FK ijin = faktor keseragaman yang diijinkan = 0 % - 10%; keseragaman sangat baik = 11% - 20%; keseragaman baik = 21% - 30%; keseragaman cukup baik dR = lendutan rata-rata pada suatu seksi jalan

=

………..

Rumus II.9 s = deviasi standar = simpangan baku

= ………..Rumus II.10

d = nilai lendutan balik (dB) atau lendutan langsung (dL) tiap titik pemeriksaan pada suatu seksi jalan

ns = jumlah titik pemeriksaan pada suatu seksi jalan

II.6.2.2.2 Lendutan wakil

Untuk menentukan besarnya lendutan yang mewakili suatu sub ruas/seksi jalan, digunakan rumus yang disesuaikan dengan fungsi/kelas jalan, yaitu:

- Dwakil = dR + 2 s ; untuk jalan arteri / tol (tingkat kepercayaan 98%) - Dwakil = dR + 1,64 s ; untuk jalan kolektor (tingkat kepercayaan 95%) - Dwakil = dR +1,28 s ; untuk jalan lokal (tingkat kepercayaan 90%)


(37)

dengan pengertian :

D wakil = lendutan yang mewakili suatu seksi jalan dR = lendutan rata-rata pada suatu seksi jalan s = deviasi standar

II.6.2.2.3 Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah

Tebal lapis tambah/overlay yang diperoleh adalah berdasarkan temperatur standar 35oC, maka untuk masing-masing daerah perlu dikoreksi karena memiliki temperatur perkerasan rata-rata tahunan (TPRT) yang berbeda. Data temperatur perkerasan rata-rata tahunan untuk setiap daerah atau kota ditunjukkan pada Lampiran A, sedangkan faktor koreksi tebal lapis tambah/overlay (Fo) dapat diperoleh dengan Rumus atau menggunakan Gambar 2.

Fo = 0,5032 x EXP

(0,0194 x TPRT)

………..

Rumus II.11 dengan pengertian :

Fo = faktor koreksi tebal lapis tambah/overlay

TPRT = temperatur perkerasan rata-rata tahunan untuk daerah/kota tertentu (Tabel A1 pada Lampiran A)


(38)

Gambar II.6 Grafik Faktor Koreksi Overlay-Tempratur Rata-rata (oC)

II.6.2.2.4 Jenis Lapis Tambah

Pedoman ini berlaku untuk lapis tambah dengan Laston, yaitu modulus resilien (MR) sebesar 2000 MPa dan Stabilitas Marshall minimum 800 kg. Nilai modulus resilien (MR) diperoleh berdasarkan pengujian UMATTA atau alat lain dengan temperatur pengujian 25oC. Apabila jenis campuran beraspal untuk lapis tambah menggunakan Laston Modifikasi dan Lataston atau campuran beraspal yang mempunyai sifat berbeda (termasuk untuk Laston) dapat menggunakan faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (FKTBL) sesuai Rumus

II.12 atau Gambar II.3 dan Tabel II.4

FK

TBL

= 12,51 x MR

0, 333

Rumus II.12 dengan pengertian :

FKTBL = faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian


(39)

Gambar II.3 Faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (FKTBL)


(40)

BAB III

METOLOGI PENELITIAN

III.1

PENGUMPULAN DATA

Semua data yang dikumpulkan merupakan data sekunder yang didapat dari jurnal-jurnal terkait, yaitu: Puslitbang Jalan dan Jembatan Dep. Pekerjaan Umum dan PT. Jasa Marga (Persero) Tbk. Data-data tersebut antara lain:

1. Data kondisi perkerasan (struktur perkerasan dan lendutan)

Data struktur perkerasan yang dibutuhkan adalah perencanaan awal perkerasan, riwayat (historis) perkerasan dan material perkerasan yang digunakan. Data ini diperoleh dari PT. Jasa Marga (Persero) Tbk. Data lendutan hasil pengukuran dengan alat Falling Weight

Deflectometer (FWD), diperoleh dari Puslitbang Jalan dan Jembatan Dep. Pekerjaan Umum.

Pengukuran lendutan dilakukan pada lajur lambat di masing-masing arah pada ruas Purwakarta-Plered (Jalan Arteri), dengan jarak antar titik pengukuran rata-rata 100 m.

2. Data temperatur perkerasan

Data temperatur yang dibutuhkan didapat bersama dengan data lendutan. Pada pengukuran lendutan dicatat pula data temperatur udara dan temperatur perkerasan saat pengukuran.


(41)

Gambar III.1 Gambar Purwakarta-Plered


(42)

Untuk menganalisa data-data yang telah didapatkan menggunakan analisa metode PDT’05 2005 dengan menggunakan alat Falling Weight Deflectometer.

III.3

ANALISIS DATA

Sebelum melakukan analisis dilakukan pemodelan struktur perkerasan eksisting pada tahun awal dan pada saat ini berdasarkandata lendutan pada segmentasi jalan yang ditinjau. Tahapan analisis dalam penelitian ini adalah :

฀ Perhitungan Tebal Overlay

฀ Analisis PDT’05 2005 berdasarkan data lendutan dari Falling Weight Deflectometer. Setelah melakukan analisa dan mendapatkan hasil lendutan menggunakan alat Falling Weight Deflectometer lalu dapat digunakan Analisa Metode PDT’05 2005 untuk mendapatkan Modulus Resilien dan Stabilitas Marshal, maka selanjutnya dapat diambil kesimpulan dan saran mengenai intisari dari keseluruhan uraian, pembahasan data analisis pada bab-bab sebelumnya serta saran dan rekomendasi yang dianggap perlu untuk penelitian. Bagan alir metodologi penelitian yang akan dilakukan dapat dilihat pada Gambar III.2


(43)

Gambar III.2 Bagan Alir Metodologi

III.4 PROSEDUR PERHITUNGAN FALLING WEIGHT DEFLECTOMETER


(44)

Perhitungan tebal lapis tambah yang disarankan pada pedoman ini adalah berdasarkan data lendutan yang diukur dengan alat FWD. Pengukuran lendutan dengan alat FWD disarankan dilakukan pada jejak roda luar (jejak roda kiri). Pengukuran lendutan pada perkerasan yang mengalami kerusakan berat dan deformasi plastis disarankan dihindari. Perhitungan tebal lapis tambah perkerasan lentur dapat menggunakan rumus-rumus atau gambar-gambar yang terdapat pada pedoman ini. Tahapan perhitungan tebal lapis tambah adalah sebagai berikut:

a. Hitung repetisi beban lalu-lintas rencana (CESA) dalam ESA;

b. Hitung lendutan hasil pengujian dengan alat FWD dan koreksi dengan faktor muka air tanah (faktor musim, Ca) dan faktor temperatur standar (Ft) serta faktor beban uji (FKB-FWD untuk pengujian dengan FWD) bila beban uji tidak tepat sebesar 8,16 ton.

Tentukan panjang seksi yang memiliki keseragaman (FK) yang sesuai dengan tingkat keseragaman yang diinginkan.

c. Hitung Lendutan wakil (Dwakil) untuk masing-masing seksi jalan yang tergantung dari kelas jalan.

d. Hitung lendutan rencana/ijin (Drencana) dengan menggunakan rumus untuk lendutan dengan alat FWD.

D rencana = 17,004 x CESA -0,2307………..(Rumus III.1)

dengan pengertian :


(45)

CESA = akumulasi ekivalen beban sumbu standar, dalam satuan ESA atau

dengan memplot data lalu-lintas rencana (CESA) pada Gambar II.3 untuk lendutan dengan alat FWD.

e. Hitung tebal lapis tambah/overlay (Ho) dengan menggunakan Rumus III.2 atau dengan memplot pada Gambar IV.B.

Rumus III.2 dengan pengertian :

Ho = tebal lapis tambah sebelum dikoreksi temperatur rata-rata tahunan daerah tertentu, dalam satuan centimeter.

Dsbl ov = lendutan sebelum lapis tambah/Dwakil, dalam satuan milimeter.

Dstl ov = lendutan setelah lapis tambah atau lendutan rencana, dalam satuan milimeter.

g. Hitung tebal lapis tambah/overlay terkoreksi (Ht) dengan mengkalikan Ho dengan faktor koreksi overlay (Fo), yaitu sesuai dengan Rumus III.3;

Ht = Ho x Fo ………(Rumus III. 3) dengan pengertian :

Ht = tebal lapis tambah/overlay Laston setelah dikoreksi dengan temperatur rata-rata tahunan daerah tertentu, dalam satuan centimeter.

Ho = tebal lapis tambah Laston sebelum dikoreksi temperatur rata-rata tahunan daerah tertentu, dalam satuan centimeter.


(46)

Fo = 0,5032 x EXP(0,0194 x TPRT)………..(Rumus II.11) dengan pengertian :

Fo = faktor koreksi tebal lapis tambah/overlay

TPRT = temperatur perkerasan rata-rata tahunan untuk daerah/kota tertentu h. Bila jenis atau sifat campuran beraspal yang akan digunakan tidak sesuai dengan

ketentuan di atas maka tebal lapis tambah harus dikoreksi dengan faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (FKTBL) sesuai Rumus II.12 atau Gambar II.3 atau Tabel


(47)

BAB IV

CONTOH PERHITUNGAN FALLING WEIGHT DEFLECTOMETER DENGAN MENGGUNAKAN METODE PDT’05 2005

a) Lokasi Jalan : Ruas Purwakarta-Plered (Jalan Arteri)

b) Lalu lintas pada lajur rencana dengan umur rencana 5 tahun (CESA) = 35.000.000 ESA c) Tebal lapis beraspal (AC) = 25 cm

d) Lendutan hasil pengujian dengan FWD ditunjukkan pada Tabel IV.1

Berapa tebal lapis tambah yang diperlukan untuk umur rencana 5 tahun dengan jumlah repetisi beban lalu lintas 35.000.000 ESA menggunakan data lendutan FWD ?


(48)

Tabel IV.1 Tabel Lendutan Hasil FWD

Penyelesaian :


(49)

1) Untuk mengkoreksi nilai lendutan lapangan dapat menggunakan lendutan yang telah dikoreksi dan disajikan pada Tabel IV 2.

2) Keseragaman lendutan

Berdasarkan hasil perhitungan yang disajikan pada Tabel keseragaman lendutan maka sebagai gambaran tentang tingkat keseragaman lendutan yang sudah dikoreksi dapat dilihat pada Gambar IV. 2.


(50)

(51)

Untuk menentukan tingkat keseragaman lendutan digunakan rumus :

Jadi; 20 < FK < 30 --> Keseragaman lendutan cukup baik

3) Lendutan wakil (Dwakil atau Dsbl ov) dengan menggunakan persamaan (untuk jalan Arteri), yaitu:

Dwakil atau Dsbl ov = dR + 2 S = 0,313 + 2 x 0,0798 = 0,473 mm

4) Menghitung lendutan rencana/Ijin/ (Drencana atau Dstl ov) dapat menggunakan persamaan sebagai berikut :

Drencana atau Dstl ov = 17,004 x CESA-0,2307

= 17,004 x 30.000.000 (-0,2307) = 0,320 mm

5) Menghitung tebal lapis tambah (Ho) dengan menggunakan sebagai berikut:

Ho = {Ln(1,0364) + Ln(Dsbl ov ) - Ln(Dslt ov)}/0,0597 = {LN(1,0364)+LN(0,473)-LN(0,320)}/0,0597 = 7,10 cm

6) Menentukan koreksi tebal lapis tambah (Fo) Lokasi ruas jalan Purwakarta-Plered pada Tabel A1 (Lampiran A), diperoleh temperatur perkerasan rata-rata tahunan (TPRT) = 35,4o C.


(52)

Dengan menggunakan Gambar II.6 atau menggunakan persamaan faktor koreksi tebal lapis tambah (Fo) yaitu:

Fo = 0,5032 x EXP (0,0194 x TPRT) = 0,5032 x EXP (0,0194 x 35,4) = 1,00

7) Menghitung tebal lapis tambah terkoreksi (Ht) dengan menggunakan persamaan yaitu: Ht = Ho x Fo

= 7,10 x 1,00 = 7,10 cm

(Laston dengan Modulus Resilien 2000 MPa dengan Stabilitas Marshall minimum sebesar 800 kg)

8) Bila jenis campuran beraspal yang akan digunakan sebagai bahan lapis tambah adalah Laston Modifikasi dengan Modulus Resilien 3000 MPa dan Stabilitas Marshall minimum sebesar 1000 kg maka faktor penyesuaian tebal lapis tambah (FKTBL)

dapat diperoleh dengan menggunakan Berdasarkan Gambar II.3 atau Tabel II.4, diperoleh FKTBL sebesar 0,87.

Jadi tebal lapis tambah yang diperlukan untuk Laston Modifikasi dengan Modulus Resilien 3000 MPa dan Stabilitas Marshall minimum sebesar 1000 kg adalah: Ht = 7,10 cm x FKTBL

= 7,10 cm x 0,87 = 6,2 cm


(53)

(54)

(55)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1

KESIMPULAN

1. Kemampuan suatu struktur perkerasan jalan dalam menjalankan fungsinya akan berkurang sebanding dengan bertambahnya umur perkerasan dan bertambahnya umur perkerasan dan bertambahnya besarnya kumulatif beban lalu lintas yang dipikul dari kondisi awal. Kemampuan tersebut akan menurun hingga terjadinya Failure Level, apabila tidak direhabiliasi.

2. Pemeriksaan suatu struktur perkerasan dapat dilakukan dengan percobaan destruktif dan percobaan non destruktif.

3. Alat Falling Weight Deflectometer merupakan salah satu alat percobaan non destruktif dengan prinsip kerja memberikan beban impuls terhadap struktur perkerasan khususnya perkerasan lentur, melalui pelat berbentuk sirkular yang efeknya sama dengan beban roda kendaraan.

4. Tebal lapis tambah yang diperlukan untuk ruas jalan Purwakarta-Plered agar dapat melayani lalu-lintas sebanyak 30.000.000 ESA selama umur rencana 5 tahun adalah 7,1 cm Laston dengan Modulus Resilien 2000 MPa dengan Stabilitas Marshall minimum sebesar 800 kg atau setebal 6,2 cm untuk Lanston Modifikasi dengan Modulus Resilien 3000 MPa dan Stabilitas Marshall minimum sebesar 1000 kg.


(56)

V.2

SARAN

1. Mengingat desain perkerasan jalan sangat dipengaruhi oleh metoda yang yang digunakan, sebaiknya pemilihan metoda tersebut harus dijadikan salah satu pertimbangan dalam perencanaan desain perkerasan jalan.

2. Untuk ruas jalan yang data lendutannya bervariasi, penetapan segmen jalan perlu dilakukan secara komprehensif. Apabila data lendutan yang ada menunjukkan klasifikasi yang sangat beragam, sebaiknya data lendutan yang menyimpang disamakan dengan data lendutan yang ada di dekatnya dengan terlebih dahulu melakukan perbaikan setempat.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

1. AASHTO, (1993), AASHTO Guide for Design of Pavement Structure - 1993, American Association of State Highway and Transportation Officials, Washington D.C.

2. Corne, C.P., (1983), Optimising Pavement Overlay Design In Indonesia, Jakarta, Indonesia.

3. Corne, C.P., (1989), Parameter dan Model Desain untuk Sistim Desain Pekerjaan

Jalan, Bipran Design Monitoring and Administration Project, Jakarta.

4. Dadang A. Syaifuddin, Andri Herdianti, M Sjahdanulirwan, Korelasi Lendutan Hasil

Pengukuran Dengan Alat BB dan FWD, Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan.

5. Departemen Pekerjaan Umum, (2005), “Pedoman Perencanaan Tebal Lapis Tambah

Perkerasan Lentur dengan Metoda Lendutan, No. : Pd T-05-2005-B, Dep. PU,

Jakarta.

6. Hamdallah El-shaer, Mohamed, Technical Report Stresses And Strains In Flexible

Pavement Using Computer Program, Cairo University Post Graduate Highway

Engineering.

7. Idayati, Sri, 1992, Analysis of Temperature Effect On Falling Weight Deflectometer

Loading, Reviewed by the Highway Division.

8. Kosasih, Djunaedi, Analisis Metode AASHTO’93 Dalam Desain Tebal Lapisan

Tambahan Pada Struktur Perkerasan Lentur Yang Dimodelkan Hanya Berdasarkan Lapisan Campuran Beraspal, Departement of Civil Engineering, ITB, Bandung.


(58)

10.Muis, Z.A., (1993), Perencanaan Tebal Perkerasan Lanjutan Bahagian I, Diktat Kuliah.

11.Oglesby, C.H., & Hicks R.G., Teknik Jalan Raya, Edisi keempat-jilid 2, Erlangga, Jakarta.

12.SNI, (2002), Tata Cara Pelaksanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan

Metoda Analisa Komponen, No.SNI 03-1732-1989.

13.Sugeng, B., Peranan Rekayasa Perkerasan Jalan Dalam Mendukung Terwujudnya

Sustainable Transportation, Jurnal Kolokium Puslitbang Jalan dan Jembatan.

14.Sulaksono, S.W., (2000), Rekayasa Jalan, ITB, Bandung.

15.The Asphalt Institute, (1983), Asphalt Overlay for Highway and Street Rehabilitation, Manual Series No. 17 (MS-17).

16.Yoder, E.J. and Witczak, M.W, (1975). Principles of Pavement Design, Second Edition. Jhon Wiley & Sons Inc, New York-London-Sydney-Toronto.


(59)

(60)

(61)

(62)

(63)

(1)

10.Muis, Z.A., (1993), Perencanaan Tebal Perkerasan Lanjutan Bahagian I, Diktat Kuliah.

11.Oglesby, C.H., & Hicks R.G., Teknik Jalan Raya, Edisi keempat-jilid 2, Erlangga, Jakarta.

12.SNI, (2002), Tata Cara Pelaksanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metoda Analisa Komponen, No.SNI 03-1732-1989.

13.Sugeng, B., Peranan Rekayasa Perkerasan Jalan Dalam Mendukung Terwujudnya Sustainable Transportation, Jurnal Kolokium Puslitbang Jalan dan Jembatan.

14.Sulaksono, S.W., (2000), Rekayasa Jalan, ITB, Bandung.

15.The Asphalt Institute, (1983), Asphalt Overlay for Highway and Street Rehabilitation, Manual Series No. 17 (MS-17).

16.Yoder, E.J. and Witczak, M.W, (1975). Principles of Pavement Design, Second Edition. Jhon Wiley & Sons Inc, New York-London-Sydney-Toronto.


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800)

10 87 160

EVALUASI TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA (Pd. T-05-2005-B) DAN ASPHALT INSTITUTE (MANUAL SERIES 17) (Studi Kasus Ruas Jalan Yogyakarta - Batas Kota Bantul)

0 3 111

PEMBANGUNAN PERANGKAT LUNAK PERENCANAAN TEBAL LAPIS PERKERASAN TAMBAHAN METODE FALLING WEIGHT DEFLECTOMETER (FWD) MENGGUNAKAN APLIKASI VBA-EXCEL

13 73 107

Evaluasi Nilai Kondisi Perkerasan Jalan Nasional dengan Metode Pavement Condition Index (PCI) dan Metode Falling Weight Deflectometer (FWD) (Studi Kasus:Ruas Jalan Klaten-Prambanan).

0 1 17

Evaluasi Perencanaan Tebal Lapis Tambah Metode PD T-05-2005-B dan Metode SDPJL Menggunakan Program Kenpave pada Jalan Nasional di Yogyakarta.

0 2 20

EVALUASI PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAH (OVERLAY) METODE PD-T-05-2005-B DAN METODE SDPJL MENGGUNAKAN PROGRAM KENPAVE STUDI KASUS RUAS JALAN KLATEN-PRAMBANAN.

2 15 4

EVALUASI NILAI KONDISI PERKERASAN JALAN NASIONAL DENGAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI) DAN METODE FALLING WEIGHT DEFLECTOMETER (FWD) (Studi Kasus: Ruas Jalan Klaten-Prambanan)

0 2 9

PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAH (OVERLAY) METODE PD T-05-2005-B DAN METODE SDPJL PADA RUAS JALAN KLATEN-PRAMBANAN

0 3 8

PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAH METODE PD T-05-2005-B DAN METODE SDPJL PADA JALAN NASIONAL DI YOGYAKARTA

0 1 9

Evaluasi Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Menggunakan Metode Bina Marga (Pd T-05-2005-B) dan Asphalt Institute (MS-17) (Studi Kasus Jalan Yogyakarta- Bantul)

0 2 6