Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
STUDI PERENCANAAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN
TAMBAHAN (OVERLAY) PADA PROYEK PENINGKATAN
JALAN PROPINSI JURUSAN BINJAI – TIMBANG LAWANG
(STA 61+000 – 62+800)
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk Melengkapi Tugas - Tugas dan Memenuhi Syarat Uuntuk Menempuh
Ujian Sarjana Teknik Sipil
Disusun Oleh :
IMMANUEL SYAM NAEK NABABAN
04 0404 057
SUB JURUSAN TRANSPORTASI
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2008
(2)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini. Tugas akhir ini berjudul “STUDI PERENCANAAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN TAMBAHAN (OVERLAY) PADA PROYEK PENINGKATAN JALAN PROPINSI JURUSAN BINJAI – TIMBANG LAWANG (STA 61+000-62+800)” yang disusun untuk diajukan sebagai syarat dalam
menempuh ujian Sarjana Teknik Sipil bidang Transportasi pada Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis juga menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, tugas akhir ini tidak mungkin dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah memberikan dukungan kepada penulis, khususnya kepada :
1. Bapak Medis S. Surbakti, ST,MT selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran, dan bimbingan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
2. Bapak Ir. Waldenhoff S Napitu, Ir. Joni Harianto, Ir.Torang Sitorus, selaku pembanding yang telah memberi kritik dan masukan.
3. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Ir. Teruna Jaya, MSc selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
(3)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
5. Bapak dan Ibu Dosen/Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
6. Seluruh pegawai administrasi yang telah memberikan bantuan.
7. Khusus buat kedua orangtua saya tercinta yang telah mendidik, membimbing, dan memberikan dukungan dan doa kepada penulis. 8. Buat kakak saya yang telah memberikan dukungan dan doa.
9. Terima kasih kepada seluruh teman-teman 2004 yang telah membantu. Yang tak bisa saya ucapkan satu persatu, terima kasih saya ucapkan. Saya menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini jauh dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman serta referensi yang saya miliki. Penulis sangat mengharapkan saran-saran dan kritik demi perbaikan pada masa mendatang.
Akhir kata, semoga tugas akhir ini dapat berguna bagi ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya pada bidang teknik sipil.
Medan, Oktober 2008 Hormat Saya,
Immanuel Syam Naek Nababan 04 0404 057
(4)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
ABSTRAK
STUDI PERENCANAAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN TAMBAHAN (OVERLAY)
PADA PROYEK PENINGKATAN JALAN PROVINSI JURUSAN BINJAI – TIMBANG LAWANG
(Sta. 61+000-Sta. 62+800)
KABUPATEN LANGKAT
Oleh : Immanuel Syam Naek Nababan (04 0404 057)
Jalan Binjai-Timbang Lawang ini merupakan jalan propinsi yang menghubungkan kabupaten Deli Serdang dan Langkat. Jalan ini termasuk dalam klasifikasi jalan primer kolektor yaitu jalan yang dilalui oleh kendaraan yang cukup banyak dan mempunyai beban yang berat. Karena seringnya jalan ini dilalui oleh kendaraan yang berbeban berat mengakibatkan kondisi jalan tersebut menjadi rusak, maka jalan tersebut perlu direhabilitasi.
Dalam laporan ini, penulis akan memaparkan proses perencanaan perhitungan tebal lapis tambahan (overlay) pada Proyek Peningkatan Jalan Provinsi Jurusan Binjai Timbang Lawang sekaligus menjelaskan kekurangan (misalnya ada kesilapan dalam perhitungan) dan kelebihan (misalnya ada metode-metode lain yang dilakukan dalam perencanaan tebal lapisan perkerasan tambahan) dalam merencanakan tebal lapisan perkerasan tambahan yang dilakukan konsultan perencana pada proyek tersebut.
Laporan Tugas Akhir ini diharapkan bermanfaat bagi penulis sendiri untuk menambah pengetahuan dalam menghitung tebal lapisan tambahan dan mahasiswa yang lain dalam membahas hal yang sama.
Topik bahasan ini dititikberatkan pada perhitungan tebal lapisan perkerasan tambahan (overlay). Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui bagaimana perhitungan tebal lapisan perkerasan tambahan (overlay) yang dilakukan oleh Konsultan Perencana dan untuk mengetahui kesesuaian antara Penulis dengan Konsultan Perencana dalam menghitung tebal lapisan perkerasan tambahan (Overlay).
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara: melakukan survey lalu lintas, mengadakan studi literatur, mendapatkan data dari Dinas PU Jalan dan Jembatan jl Sakti Lubis No. 7R Medan. Teknik pengolahan data dilakukan dengan cara: menggunakan metode Benkelman Beam.
Dari hasil pembahasan diperoleh: 1) Teknik yang digunakan dalam perhitungan tebal lapisan perkerasan adalah dengan menggunakan metode Benkelman Beam; 2) Konstruksi lapis perkerasan pada jalan Binjai Timbang Lawang ini terdiri dari 3 lapis, yaitu: lapis existing (perkerasan lama), lapis permukaan bawah/lapis pengikat (AC-BC), dan lapis permukaan (AC-WC).
Simpulan: 1) Mengenai hasil perhitungan tebal lapisan perkerasan, pihak Konsultan Perencana Mendapatkan Tebal AC-BC = 6 cm, sedangkan penulis memperoleh tebal AC-BC = 5 cm dengan menggunakan metode Bina marga 2005 dan aplikasi RDS 5.01. 2)Perbedaan tebal lapisan tambahan dengan metode Bina
(5)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Marga 2005 dengan perencana dikarenakan adanya faktor – faktor baru yang diperhitungkan dalam metode ini.
ABSTRACT
THICK PLANNING STUDY OF OVERLAY BY INCREASING OF PROVINCE STREET ACROSS BINJAI TIMBANG LAWANG
OF LANGKAT (Sta. 61+000-Sta. 62+800)
KABUPATEN LANGKAT
By: Immanuel Syam Naek Nababan (04 0404 057)
The Timbang Lawang road is a road that connect Deli Serdang and Langkat. This road include in primere collector classification that means the road that across by a big truck or heavy ride. The road have been damaged because of routinity of the road that always across by the heavy ride.
In this report the writer shall show us the overlay planning process on the Timbang Lawang reconstruct project and also explain the minus (like a miscounting) and the plus point (like the metods on the overlay project) at the overlay planning on this project.
This last report was hopely usefull for the writer their self and for increase their knowledge the overlay count and for the other collage student to disqust the same topic.
We are gonna disqust about the overlay count. The vision on this report is to know overlay planning count that the planning consult do and to know the result count between the consult and the writer about the overlay.
The information collect technic was doing by a traffic survey, and literate study, and collect file from the PU on jl. Sakti Lubis number 7R Medan. The file process was using the Benkelman Beam method.
The result is 1) The Benkelman Beam technic was use on the overlay; 2) The Binjai Timbang Lawang overlay contruct by using existing,sub-surface coarse (AC-BC) and surface coarse (AC-WC).
Result is 1) The AC-BC thicknees result by consult is 6 cm, otherwise the writer result is 5 cm with “Bina marga 2005” methode and RDS 5.01 application ; 2) The thick difference of overlay that gotten by the writer by the consult is caused there are new factor in this methode.
Key word: Broken street, Overlay, Benkleman Beam
iii
(6)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... ABSTRAK ... DAFTAR ISI ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR GRAFIK ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR ISTILAH …... DAFTAR LAMPIRAN ... DAFTAR NOTASI ... BAB I PENDAHULUAN ...
I.1 Latar Belakang... I.2 Permasalahan ... I.3 Maksud dan Tujuan ... I.4 Pembatasan Masalah ... I.5 Metodologi Pembahasan ...
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...
II.1 Umum ... II.2 Penggolongan Jalan ... II.2.1 Berdasarkan Fungsinya ... II.2.2 Berdasarkan lalu Lintas ... II.2.2 Berdasarkan Volume dan Sifat lalu Lintas ... II.3 Konstruksi Perkerasan Jalan………... II.3.1 Konstruksi Perkerasan Lentur ... II.3.1 Tanah Dasar………... II.3.2 Lapisan Pondasi bawah………... II.3.3 Lapisan Pondasi Atas…..…………... II.3.4 Lapisan Permukaan………...
1 1 4 4 5 5 6 6 6 6 10 12 15 17 17 19 20 21 i iii iv viii ix x xii xiv xv
(7)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
II.3.5 Pelapisan Tambahan………... II.3.2 Konstruksi Perkerasan Kaku ... II.3.3 Konstruksi Perkerasan Komposit ... II.4 Dasar – dasar Perencanaan ...
II.4.1 Umum ... II.4.2 Analisa Perhitungan dengan Benkelman Beam ...
II.4.2.1 01/MB/1983 (Bina Marga 1983) ... II.4.2.1.a Perhitungan Lendutan Balik………... II.4.2.1.b Faktor Keseragaman…..………... II.4.2.1.c Lendutan Balik Mewakili……… II.4.2.1.d Lalu Lintas Rencana……… II.4.2.1.e Lendutan Balik yang diijinkan….….…… II.4.2.1.f Tebal Lapis Tambahan……….………… II.4.2.2 Pd T-05-2005 B (Bina Marga 2005) ...
II.4.2.2.a Lalu Lintas………... II.4.2.2.b Lendutan………... II.4.2.2.c Keseragaman Lendutan………. II.4.2.2.d Lendutan Wakil (Dwakil)……….…...
II.4.2.2.e Lendutan Rencana (Drencana)….………….
II.4.2.2.f Tebal Lapis Tambah (Ho)………... II.4.2.2.g Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah (Fo) II.4.2.2.h Tebal Lapis Tambah Terkoreksi (Ht)….... II.4.2.2. i Jenis lapis Tambah………..………. II.4.2.3 Aplikasi Komputer RDS 5.01…….. ... II.4.2.3.a Perkembangan RDS………….………….. II.4.2.3.b Pengumpulan Data Lapangan…….……... II.4.2.3.c Pembagian Aplikasi RDS……….. II.4.2.3.c.1 RDSINPUT……….... II.4.2.3.c.2 RDSESA………....… II.4.2.3.c.3 RDSSORT………...……...
23 25 26 27 29 29 29 29 30 31 32 37 37 39 39 42 47 48 49 49 50 50 53 55 55 58 61 62 63 66 71 v
(8)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
II.4.2.3.c.4 RDSDESIGN……….…….…...
BAB III PEMBAHASAN ...
III.1 Pelaksanaan………... III.2 Perhitungan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan ... III.2.1 Metode Pd T-05-2005 B (Bina Marga 2005)... III.2.1.1 Perhitungan untuk seluruh stasiun………..
III.2.1.1.a Faktor Keseragaman………....
III.2.1.1.b Menghitung Dwakil/Dsbl ov.………....
III.2.1.1.c Menentukan N……….……....
III.2.1.1.d Menentukan C………..………....
III.2.1.1.e Menentukan E………..………....
III.2.1.1.f Perhitungan CESA……..……….……....
III.2.1.1.g Menghitung Drencana/Dstl ov...…………..
III.2.1.1.h Menghitung Tebal Lapis Tambah (Ho)....
III.2.1.1.i Menentukan Fo………...……...…..…....
III.2.1.1.j Menghitung Ht………..……...
III.2.1.1.k Menentukan FKTBL………..….…....
III.2.1.1.l Menghitung tebal Lapis Tambah Koreksi . III.2.1.2 Perhitungan Ulang seluruh stasiun………..……
III.2.1.2.a Faktor Keseragaman……….…....
III.2.1.2.b Menghitung Dwakil/Dsbl ov.………….…....
III.2.1.2.c Menentukan N………..……....
III.2.1.2.d Menentukan C………..………....
III.2.1.2.e Menentukan E………...
III.2.1.2.f Perhitungan CESA………...…....
III.2.1.2.g Menghitung Drencana/Dstl ov...……..…....
III.2.1.2.h Menghitung Tebal Lapis Tambah (Ho)....
III.2.1.2.i Menentukan Fo………...……...……....
III.2.1.2.j Menghitung Ht………..…………...
74 75 78 78 78 82 82 82 83 83 84 85 86 86 86 87 87 95 99 99 99 100 101 101 102 103 103 103 vi
(9)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
III.2.1.2.k Menentukan FKTBL……….…....
III.2.1.2.l Menghitung tebal Lapis Tambah Koreksi III.2.1 Aplikasi RDS 5.01 (Roadworks Design System)...
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ...
V.1 Kesimpulan ... V.2 Saran ...
DAFTAR PUSTAKA
99 99 112 112 113 104 105 108
121 121 122 vii
(10)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema penyebaran gaya tekan ban roda terhadap
perkerasan jalan
Gambar 2.2 Struktur perkerasan lentur
Gambar 2.3 Struktur perkerasan kaku
Gambar 2.4 Tampilan RDSINPUT
Gambar 2.5 Tampilan RDSESA
Gambar 2.6 Tampilan RDSSORT ISIAN
Gambar 2.7 Tampilan RDSSORT PENGELOMPOKAN
Gambar 2.8 Kode Penanganan (Treatment Code) menurut IRMS
Gambar 2.9 Tampilan RDSDESIGN
Gambar 2.10 Alat Benkelman Beam
(11)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
DAFTAR GRAFIK
Grafik 2.1 Faktor koreksi lendutan dengan temperatur standard (Ft) Grafik 2.2 Faktor koreksi tebal lapis tambah / overlay (Fo)
Grafik 2.3 Hubungan antara lendutan rencana dengan lalu lintas Grafik 2.4 Tebal lapis tambah (Ho)
Grafik 2.5 Faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (FKTBL)
(12)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Nilai SMP untuk masing – masing jenis kendaraan
Tabel 2.2 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Nilai SMP
Tabel 2.1.1 Nilai – nilai faktor keseragaman
Tabel 2.1.2 Angka ekivalen beban sumbu kendaraan (E) menurut
metode 01/ M B/ 1983 (Bina Marga 1983)
Tabel 2.1.3 Faktor Hubungan antara Umur Rencana dengan
Perkembangan Lalu Lintas (N) menurut metode 01/ M B/ 1983 (Bina Marga 1983)
Tabel 2.1.4 Hubungan antara lendutan balik dengan lapis tambah
Tabel 2.2.1 Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan
Tabel 2.2.2 Koefisien distribusi kendaraan
(13)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Tabel 2.2.3 Angka ekivalen beban sumbu kendaraan (E) menurut
metode Pd T-05-2005 B
Tabel 2.2.4 Faktor Hubungan antara umur rencana dengan
perkembangan lalu lintas (N) menurut metode Pd T-05-2005 B
Tabel 2.2.5 Faktor koreksi tebal lapis penyesuaian (FKTBL)
Tabel 2.3.6 Vehicle damage factor (VDF)
Tabel 2.3.7 Perbedaan Metode MN/01/83 , Pd T-05-2005-B, dan
Metode Aplikasi RDS 5.01
(14)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
DAFTAR ISTILAH
Surface Course : Lapisan Permukaan
Granular Soil : Tanah berbutir kasar
Wearing Coarse : Aspal Permukaan Lapis Aus
Existing Pavement : Perkerasan yang ada atau Perkerasan lama
Roadworks Design System : Aplikasi Komputer berbasis Microsoft Excel yang dapat digunakan untuk menghitung tebal lapisan perkerasan, dapat menghitung berbagai penanganan seperti pelapisan tambahan
(overlay), rekonstuksi, pelebaran jalan,
pemeliharaan
Angka ekivalen kendaraan : Angka yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu
lintasan beban sumbu kendaraan terhadap
tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh
satu lintasan beban sumbu standar
Benkelman Beam (BB) : Alat untuk mengukur lendutan balik dan
lendutan langsung perkerasan yang xii
(15)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
menggambarkan kekuatan struktur perkerasan jalan
Cumulative Equivalent : Akumulasi ekivalen beban sumbu standar
Standart Axle selama umur rencana
Laston/Aspal Beton : Campuran beraspal dengan gradasi agregat
gabungan yang rapat/menerus dengan menggunakan bahan pengikat aspal keras tanpa dimodifikasi (Straight Bitumen)
Laston modifikasi : Campuran beraspal dengan gradasi agregat
gabungan yang rapat/menerus dengan menggunakan bahan pengikat aspal keras yang dimodifikasi (seperti aspal polimer, aspal multigrade dan aspal keras yang dimodifikasi asbuton)
Lataston/Hot Rolled Sheet : Campuran beraspal dengan gradasi agregat gabungan yang senjang dengan menggunakan
bahan pengikat aspal keras tanpa
dimodifikasi (Straight Bitumen)
Lendutan maksimum : Besar gerakan turun vertikal maksimum suatu
permukaan perkerasan akibat beban
Lendutan balik : Besar lendutan balik vertikal suatu permukaan
perkerasan akibat beban
Lendutan langsung : Besar lendutan vertikal suatu permukaan
perkerasan akibat beban langsung
Lendutan rencana/ijin : Besar lendutan rencana atau yang diijinkan sesuai dengan akumulasi ekivalen beban sumbu standar selama umur rencana (Cummulative Equivalent Standard Axle, CESA)
Pusat beban (load center) : Letak beban pada permukaan perkerasan yang berada tepat dibawah garis sumbu gandar belakang dan ditengah-tengah ban ganda sebuah truk
(16)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Perkerasan jalan : Konstruksi jalan yang diperuntukan bagi lalu
lintas yang terletak diatas tanah dasar
Perkerasan lentur : Konstruksi perkerasan jalan yang dibuat dengan menggunakan lapis pondasi agregat dan lapis permukaan dengan bahan pengikat aspal
Tebal lapis tambah (overlay) : Lapis perkerasan tambahan yang dipasang di atas konstruksi perkerasan yang ada dengan
tujuan meningkatkan kekuatan struktur
perkerasan yang ada agar dapat melayani lalu lintas yang direncanakan selama kurun waktu yang akan datang
Road Condition Index : Skala dari tingkat kenyamanan atau kinerja dari jalan, diukur dengan alat roughometer
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Data Lalu – Lintas Harian Rata – Rata (LHR)
Lampiran 2 : Angka Ekivalen Beban Sumbu Kendaraan (E)
Lampiran 3 : Data Temperatur Harian Rata – Rata Tahunan (TPRT)
Lampiran 4 : Data CBR (California Bearing Ratio)
Lampiran 5 : Grafik Guitar Binjai – Timbang Lawang
Lampiran 6 : Data Lendutan Benkelman Beam
Lampiran 7 : Grafik Lendutan Balik
(17)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Lampiran 8 : Hasil Marshall AC - BC
Lampiran 9 : Desain Perkerasan Perencana Binjai – Timbang Lawang
Lampiran 10 : Peta Lokasi Binjai – Timbang Lawang
Lampiran 11 : Typical Cross Section / Penampang Melintang Perkerasan
DAFTAR NOTASI
SMP : Satuan mobil penumpang
LHR : Lalu – lintas harian rata – rata
CBR : California bearing ratio
DCP : Dynamic cone penetrometer
MR : Modulus resilient
K : Modulus reaksi tanah dasar
(18)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
PI : Indeks plastisitas
AASHTO : American Association of state highway and transportation Officials)
RDS : Roadworks design system
C : Koefisien distribusi kendaraan
Ca : Faktor pengaruh muka air tanah
Drencana : Lendutan rencana (mm)
Dsbl ov : Lendutan sebelum overlay (mm)
Dstl ov : Lendutan setelah overlay (mm)
Dwakil : Lendutan wakil (mm)
d : Lendutan (mm)
d1 : Lendutan pada saat beban tepat pada titik awal pengukuran
(mm)
d2 : Lendutan pada saat beban berada pada jarak X12 (30 cm) dari
titik awal
d3 : Lendutan pada saat beban berada pada jarak 6 meter dari titik
awal (mm)
(19)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
dr : Lendutan balik kanan (Deflection Right)
dl : Lendutan balik kiri (Deflection Left)
dL : Lendutan langsung
dR : Lendutan rata – rata pada suatu seksi jalan (mm)
Fm : Faktor beban (Load Deflection Factor)
Fl : Faktor alat (Wheel Gauge Multiplying Factor)
Fe : Faktor lingkungan atau regional (Environment Factor)
E : Ekivalen beban sumbu kendaraan
FK : Faktor keseragaman
FKijin : Faktor keseragaman yang diijinkan
Fo : Faktor koreksi tabal lapis tambah atau overlay
Ft : Faktor penyesuaian lendutan terhadap temperatur standar 35oc
FKB-BB : Faktor koreksi beban uji Benkelman Beam (BB)
FKTB L : Faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (untuk Laston Modifikasi atau Lataston)
Ho : Tebal lapis tambah sebelum dikoreksi (cm)
(20)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
HL : Tebal lapis beraspal (cm)
Ht : Tebal lapis tambah setelah dikoreksi (cm)
L : Lebar perkerasan (m)
m : Jumlah masing-masing jenis kendaraan
MR : Modulus resilien
N : Faktor hubungan antara umur rencana dengan perkembangan lalu lintas
s : Deviasi standar atau simpangan baku
SDRG : Sumbu Dual Roda Ganda
STRG : Sumbu Tunggal Roda Ganda
STRT : Sumbu Tunggal Roda Tunggal
STrRG : Sumbu Triple Roda Ganda
TPRT : Temperatur Perkerasan Rata-rata Tahunan
Tb : Temperatur bawah lapis beraspal (0c)
TL : Temperatur lapis beraspal (0c)
Tp : Temperatur permukaan perkerasan beraspal (0c)
(21)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Tt : Temperatur tengah lapisan beraspal (0c)
UE 18KSAL : Unit Equivalent 18 Kip Single Axle Load
AE 18KSAL : Accumulative Equivalent 18 Kip Single Axle Load
m : Jumlah masing – masing jenis kendaraan
r : Angka pertumbuhan lalu lintas (%)
n : Umur rencana (tahun)
ns : Jumlah titik pemeriksaan pada suatu seksi jalan
VDF : Vehicle Damage Factor
RCI : Skala dari tingkat kenyamanan atau kinerja dari jalan, diukur dengan alat roughometer
IRI : Kekasaran jalan
T0 : Tahun saat survey dilakukan
T1 : Tahun pertama lalu – lintas dibuka
T2 : Koefisien kendaraan
(22)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Jaringan Jalan Raya yang merupakan prasarana transportasi darat memegang peranan yang sangat penting dalam sektor perhubungan terutama
(23)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
untuk kesinambungan distribusi barang dan jasa, baik dari daerah maupun ke daerah yang lainnya. Maka syarat yang penting untuk perkembangan dan kesejahteraan masyarakat ialah adanya suatu sistem transportasi yang baik dan bermanfaat.
Keberadaan jalan raya sangat diperlukan untuk menunjang laju pertumbuhan ekonomi seiring dengan meningkatnya kebutuhan sarana transportasi yang dapat menjangkau daerah-daerah terpencil yang merupakan sentral produksi pertanian.
Perkembangan kapasitas maupun kwantitas kendaraan yang menghubungkan kota-kota antar propinsi dan terbatasnya sumber dana untuk pembangunan jalan raya serta belum optimalnya pengoperasian prasarana lalu lintas yang ada, merupakan persoalan yang utama di Indonesia dan di banyak Negara, terutama Negara-negara yang sedang berkembang.
Untuk membangun ruas jalan baru maupun peningkatan yang diperlukan sehubungan dengan penambahan kapasitas jalan raya, tentu akan memerlukan metode efektif dalam perancangan maupun perencanaan agar diperoleh hasil yang terbaik dan ekonomis, tetapi memenuhi unsur keselamatan pengguna jalan dan tidak menggangu ekosistem.
Sekilas kita bisa melihat bahwa banyak jalan darat yang merupakan sarana penghubung utama mengalami kerusakan sehingga tidak dapat dipakai lagi karena sudah mengalami kondisi kritis. Kondisi seperti ini sudah sering terjadi sebelum mencapai umur rencana. Hal ini bisa saja terjadi karena data perhitungan perkerasan jalan pada masa perencanaan sampai pada pelaksanaannya tidak sesuai
(24)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
dengan spesifikasi parameter yang sudah ditetapkan oleh peraturan dan pedoman perencanaan jalan yang dalam hal ini dikeluarkan oleh peraturan dan pedoman perencanaan jalan yang dalam hal ini dikeluarkan oleh Dinas Bina Marga.
Oleh karena itu, jalan yang merupakan sarana transportasi tersebut, perlu dibangun dan dirawat sebaik mungkin. Dalam hal pembangunan dan perawatan jalan, yang sangat perlu diperhatikan adalah dari segi perencanaannya, yaitu perhitungan tebal lapisan perkerasan tambahan (overlay). Karena dengan perencanaan yang baik, maka akan diperoleh hasil yang baik pula, yang dilihat dari segi mutu, keefektifan dan kelancaran pelaksanaannya.
Dalam suatu proyek pembangunan jalan, yang menjadi penentu tercapainya keberhasilan proyek tersebut adalah dari segi perencanaannya. Oleh karena itu sangatlah diperlukan tenaga-tenaga ahli yang mampu membuat perencanaan jalan.
Dalam laporan ini, penulis akan memaparkan proses studi perencanaan perhitungan tebal lapis tambahan (overlay) pada Proyek Peningkatan Jalan Provinsi Jurusan Binjai Timbang Lawang sekaligus menjelaskan masalah yang dihadapi oleh pihak perencana dalam merencanakan proyek tersebut.
Jalan Binjai Timbang Lawang ini merupakan jalan provinsi yang menghubungkan kabupaten Deli Serdang dan Langkat. Jalan ini termasuk dalam klasifikasi jalan primer kolektor yaitu jalan yang dilalui oleh kendaraan yang cukup banyak dan mempunyai beban yang berat. Karena seringnya jalan ini dilalui oleh kendaraan yang berbeban berat mengakibatkan kondisi jalan tersebut menjadi kurang baik, maka jalan tersebut perlu direhabilitasi.
(25)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Alasaan yang mendukung penulis dalam pemilihan judul ini adalah perlunya metode efektif dalam perancangan dan perencanaan suatu jalan agar diperoleh hasil yang terbaik dan ekonomis serta memenuhi unsur keselamatan dan penggunaan jalan, sehingga penulis terdorong untuk membahas dan merencanakan tebal lapis perkerasan pada Proyek Peningkatan Jalan Provinsi Jurusan Binjai Timbang Lawang. Pada laporan tugas akhir ini penulis akan menggunakan Pedoman perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur dengan metode lendutan dengan nomor : Pd. T-05-2005-B (Bina Marga 2005) dan Aplikasi Komputer RDS 5.01 (Roadworks Design System) untuk merencanakan tebal lapisan tambahan (overlay) pada proyek jalan Binjai – Timbang Lawang ini.
Hal ini didukung dengan tersedianya data proyek yang mendukung penyelesaian Laporan tugas akhir ini, meskipun penulis mengalami sedikit kesulitan dalam memperoleh data tersebut.
I.2. PERMASALAHAN
Untuk meningkatkan kualitas jalan jurusan Binjai – Timbang Lawang ini maka dilakukan perencanaan tebal lapisan tambahan (overlay). Permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana perhitungan tebal lapisan perkerasan
(26)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
tambahan (overlay) yang dilakukan oleh Konsultan Perencana pada proyek Peningkatan Jalan Provinsi Jurusan Binjai Timbang Lawang ini.
I.3. MAKSUD DAN TUJUAN
Adapun maksud penulisan dari tugas akhir ini adalah bagaimana perhitungan tebal lapisan perkerasan tambahan yang dilakukan pada proyek Peningkatan Jalan Provinsi Jurusan Binjai Timbang Lawang.
Kemudian tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk membandingkan hasil perhitungan perencana dengan hasil perhitungan penulis dalam menghitung tebal lapisan perkerasan tambahan (overlay). Hasil perhitungan ini mengacu pada ketentuan spesifikasi teknis yang ada.
I.4. PEMBATASAN MASALAH
Pada tugas akhir ini akan dibahas mengenai perhitungan tebal lapisan perkerasan tambahan (overlay) yang dilakukan oleh perencana pada proyek Peningkatan Jalan Provinsi Jurusan Binjai Timbang Lawang dengan menggunakan alat Benkelman Beam. Pada laporan tugas akhir ini penulis tidak membahas seluruh stasiun (sta) pada jalan Binjai – Timbang lawang ini. Penulis hanya membahas pada (sta 61+000 – 62+800).
Perencanaan tebal lapisan tambahan (overlay) ini mengacu pada Pedoman perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur dengan metode lendutan dengan nomor : Pd. T-05-2005-B (Bina Marga 2005) dan Aplikasi Komputer RDS 5.01 (Roadworks Design System) yang mengunakan program Microsoft Excel.
(27)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
I.5. METODOLOGI PEMBAHASAN
Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah literatur yaitu dengan mengumpulkan data-data dan keterangan dari buku-buku yang berhubungan dengan pembahasan pada tugas akhir ini serta masukan-masukan dari dosen pembimbing.
Adapun Teknik Pembahasan yang digunakan adalah: 1. Teknik Pengumpulan Data:
a. Mengadakan studi pendahuluan.
b. Melakukan survey lalu lintas di lapangan c. Mengadakan studi literatur.
d. Mendapatkan data dari Dinas PU Jalan dan Jembatan Jl. Sakti Lubis No.7 R Medan.
2. Teknik Pengolahan Data:
a. Menggunakan metode Benkelman Beam ;
Menggunakan Pedoman perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur dengan metode lendutan dengan nomor : Pd. T-05-2005-B (Bina Marga 2005).
Menggunakan bantuan Aplikasi Komputer RDS 5.01 (Roadworks Design System) yang mengunakan program Microsoft Excel.
BAB II
(28)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
II.1 Umum
Perencanaan tebal perkerasan merupakan dasar dalam menentukan tingkat pelayanan sebuah jalan baik perkerasan baik menggunakan bahan pengikat semen maupun bahan pengikat aspal. Perkerasan lentur umumnya menggunakan bahan campuran aspal sebagai bahan lapisan permukaan (surface course). Yang dimaksud dengan perkerasan lentur adalah perkerasan yang menggunakan bahan campuran aspal sebagai bahan pengikat agregat penyusunnya. Hasil interpretasi, evaluasi dan simpulan dari perencanaan perkerasan jalan memperhitungkan hal – hal sebagai berikut :
• Perencanaan secara ekonomis sesuai dengan kondisi setempat.
• Tingkat keperluan.
• Kemampuan pelaksanaan.
• Syarat teknis lainnya.
Sebagai konstruksi jalan yang direncanakan itu adalah optimal.
II.2 Penggolongan Jalan
1. Berdasarkan Fungsinya
a. Jalan arteri adalah jalan – jalan yang melayani angkutan utama dengan cirri – cirri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata – rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien;
b. Jalan Kolektor adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan/ pembagian dengan cirri – cirri perjalanan jarak sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi;
(29)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
c. Jalan Lokal adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri – ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata – rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi;
d. Jalan Arteri Primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu yang terletak berdampingan, atau menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua.
Persyaratan jalan arteri primer adalah :
• Kecepatan rencana > 60 km/jam;
• Lebar badan jalan > 8,0 m;
• Kapasitas jalan lebih besar dari volume lalu lintas rata – rata;
• Jalan masuk dibatasi secara efisien sehingga kecepatan rencana dan kapasitas jalan dapat tercapai;
• Tidak boleh terganggu oleh kegiatan lokal, lalu lintas lokal, lalu lintas ulang alik;
• Indeks permukaan tidak kurang dari 2.
e. Jalan Kolektor Primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga.
Persyaratan jalan kolektor primer adalah :
• Kecepatan rencana > 40 km/ jam;
• Lebar badan jalan > 7,0 m;
• Kapasitas jalan lebih besar atau sama dengan volume lalu lintas rata – rata;
(30)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
• Jalan kolektor primer tidak terputus walupun memasuki daerah kota;
• Jalan masuk dibatasi sehingga kecepatan rencana dan kapasitas jalan tidak terganggu;
• Tidak boleh terganggu oleh kegiatan lokal, lalu lintas lokal, lalu lintas ulang alik;
• Indeks permukaan tidak kurang dari 2.
f. Jalan Lokal Primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu dengan dengan persil atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga, kota jenjang ketiga dengan kota jenjang dibawahnya, kota jenjang ketiga dengan persil.
Persyaratan jalan lokal primer adalah :
• Kecepatan rencana > 20 km/ jam;
• Lebar badan jalan > 6,0 m;
• Jalan lokal primer tidak terputus walaupun memasuki desa;
• Indeks permukaan tidak kurang dari 1,5.
g. Jalan arteri sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua;
Persyaratan jalan arteri sekunder yaitu :
• Kecepatan rencana > 30 km/ jam;
(31)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
• Kapasitas jalan sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata – rata;
• Tidak boleh diganggu oleh lalu lintas lambat;
• Indeks permukaan tidak kurang dari 1,5.
h. Jalan kolektor sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga;
Persyaratan jalan kolektor sekunder adalah :
• Kecepatan rencana > 20 km/ jam;
• Lebar badan jalan > 7,0 m;
• Indeks permukaan tidak kurang dari 1,5.
Jalan tol sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan;
Persyaratan jalan lokal sekunder adalah :
• Kecepatan rencana > 10 km/ jam;
• Lebar badan jalan > 5,0 m;
• Indeks permukaan tidak kurang dari 1,0.
Disamping jenis jalan tersebut diatas, terdapat juga jalan bebas hambatan atau jalan tol. Jalan bebas hambatan merupakan alternative lintas yang ada, dan mempunyai spesifikasi tersendiri.
i. Jalan lokal sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumuhan, menghubungkan kawasan
(32)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.
Persyaratan jalan lokal sekunder adalah :
• Kecepatan rencana > 10 km/ jam;
• Lebar badan jalan > 5,0 m;
• Indeks permukaan tidak kurang dari 1,0.
Disamping jenis jalan tersebut diatas, terdapat juga jalan bebas hambatan atau jalan tol. Jalan bebas hambatan merupakan alternatif lintas yang ada, dan mempunyai spesifikasi tersendiri.
j. Jalan utama, yaitu jalan yang melayani lalu lintas yang tinggi antara kota – kota yang penting atau pusat – pusat produksi dan pusat eksport. Jalan – jalan dalam golongan ini harus direncanakan untuk dapt melayani lalu lintas yang cepat dan berat.
k. Jalan sekunder, yaitu jalan yang melayani lalu lintas yang cukup tinggi antar kota – kota penting dan kota – kota yang lebih kecil atau daerah sekitarnya.
l. Jalan penghubung, yaitu jalan untuk keperluan aktivitas daerah yang juga di pakai sebagai jalan penghubung antara jalan – jalan dari golongan yang sama atau yang berlainan.
(33)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Pada umumnya lalu lintas pada jalan raya terdiri dari campuran kendaraan cepat, kendaraan lambat, kendaraan berat, kendaraan ringan dan kendaraan yang tidak bermotor.
Dalam hubungannya dengan kapasitas jalan, pengaruh dari setiap jenis kendaraan tersebut terhadap keseluruhan arus lalu lintas, diperhitungkan dengan membandingkan terhadap pengaruh mobil penumpang. Pengaruh mobil penumpang dalam hal ini di pakai sebagai satuan dan disebut “Satuan Mobil Penumpang”atau disingkat “smp”.
Untuk setiap jenis kendaraan kedalam satuan mobil penumpang (smp), bagi jalan – jalan di daerah datar digunakan koefisien dibawah ini :
Tabel 2.1 Nilai SMP untuk masing – masing jenis kendaraan
Jenis Kendaraan Nilai SMP
Sepeda
Mobil Penumpang
Truk Ringan (berat kotor < 5 ton) Truk Sedang (berat > 5 ton) Bus
Truk Besar (berat > 10 ton) Kendaraan tak bermotor
0.5 1 2 2.5
3 3 7
(34)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Di daerah perbukitan dan pegunungan, koefisien untuk kendaraan bermotor diatas dapat dinaikan, sedang untuk kendaraan tidak bermotor tidak perlu dihitung.
3. Berdasarkan Volume dan sifat lalu lintas
Penggolongan jalan berdasarkan volume dan sifat – sifat lalu lintas ini didasarkan pada besarnya Lalu lintas Harian Rata – rata (LHR) dan dalam satuan Mobil Penumpang (SMP) yang melewati jalan tersebut. Volume menyatakan jumlah lalu lintas per hari dalam satu tahun untuk kedua jurusan/ arah. Jumlah lalu lintas perhari dalam satu tahun dinyatakan sebagai “LHR”.
LHR =
Berhubung karena pada umumnya lalu lintas pada jalan raya terdiri dari gabungan kendaraan berat, kendaraan ringan dan kendaraan tak bermotor (kendaraan fisik) , maka dalam hubungannya dengan kapasitas jalan (jumlah kendaraan maksimum yang melewati satu titik / tempat dalam satuan waktu) yang mengakibatkan adanya pengaruh dari setiap jenis kendaraan terhadap keseluruhan arus lalu lintas. Pengaruh ini diperhitungkan dengan mengekivalenkan terhadap kendaraan standar.
(35)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Tabel 2.2 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Nilai SMP
Klasifikasi Lalu Lintas Harian
rata – rata (LHR) dalam smp Fungsi Kelas
UTAMA I
SEKUNDER II A II B
II C
PENGHUBUNG III
> 20.000 6.000 sampai 20.000
1.500 sampai 8.00
< 2.000
- Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Raya. No. 13/ 1870 (hal 4)s
Dalam menghitung besarnya volume lalu lintas untuk keperluan penetapan kelas jalan, kecuali untuk jalan – jalan yang tergolong dalam kelas II C dan III, kendaraan yang tidak bermotor tidak diperhitungkan.
(36)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Khusus untuk perencanaan jalan – jalan kelas I, sebagai dasar harus digunakan volume lalu lintas pada saat – saat sibuk. Sebagai volume waktu sibuk yang digunakan untuk dasar suatu perencanaan sebesar 15 % dari volume harian rata – rata. Volume waktu sibuk ini selanjutnya disebut volume tiap jam untuk perencanaan atau disingkat VDP, jadi VDP = 15 %
LHR.
Klasifikasi jalan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Jalan Kelas I
Jalan ini mencakup semua jalan utama dan dimaksudkan untuk dapat melayani lalu lintas cepat dan berat. Dalam komposisi lalu lintasnya tidak terdapat kendaraan lambat dan kendaraan tidak bermotor. Jalan raya dalam kelas ini merupakan jalan – jalan yang berjalur banyak dengan konstruksi perkerasan dan jenis yang terbaik dalam arti tingginya tingkat pelayanan terhadap lalu lintas.
b. Jalan Kelas II
Kelas jalan ini mencakup semua jalan – jalan sekunder. Dalam komposisi lalu lintasnya terdapat lalu lintas lambat. Jalan kelas II ini berdasarkan komposisi dan sifat lalu lintasnya dibagi 3 (tiga) yaitu : 1. Jalan Kelas II A
(37)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Adalah jalan – jalan raya sekunder dua jalur atau lebih dengan konstruksi permukaan jalan dari jenis aspal beton (hot mix) atau yang setaraf, dimana komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat, harus disediakan jalur tersendiri.
2. Jalan Kelas II B
Adalah jalan – jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi permukaan jalan dari jenis penetrasi tunggal dimana komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat, tetapi tanpa kendaraan tidak yang bermotor.
3. Jalan Kelas II C
Adalah jalan – jalan raya sekunder dua jalur dengan kontruksi permukaan jaln dari jenis penetrasi tunggal dimana komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat dan kendraan tidak bermotor. c. Jalan Kelas III
Jalan ini mencakup semua jalan – jalan penghubung dan merupakan konstruksi jalan berjalur tunggal atau dua. Konstruksi jalan berjalur tunggal atau dua. Konstruksi permukaaan jalan yang paling tinggi adalah pelaburan dengan aspal.
(38)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Yang dimaksud dengan konstruksi perkerasan jalan adalah lapisan suatu bahan yang diletakkan di atas tanah dasar pada jalur jalan rencana.
Adapun funsi dari konstruksi perkerasan jalan adalah : a. Sebagai pelindung tanah dasar terhadap erosi akibat air.
b. Sebagai lapisan perantara untuk menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.
Latar belakang digunakannya lapisan perkerasan dalam pembuatan suatu jalan raya adalah karena kondisi tanah dasar yang kurang baik sehingga tidak mampu menahan beban roda yang ditimbulkan oleh berat kendaraan diatasnya.
Berdasarkan uraian diatas, konstruksi perkerasan harus terdiri dari bahan – bahan yang mempunyai sifat meneruskan setiap gaya tekan ke segala penjuru dengan sudut rata – rata 450 terhadap garis vertikal, sehingga penyebaran gaya tersebut merupaka bentuk kerucut dengan sudut puncak 900.
(39)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Gambar 2.1 Skema penyebaran gaya tekan ban roda terhadap
perkerasan jalan
Dari skema penyebaran gaya tersebut di atas tampak bahwa bagian perkerasan sebelah atas akan menerima tekanan paling besar. Tekanan ini semakin ke bawah semakin kecil karena penyebaran gaya semakin luas sehingga pada kedalaman/ tebal perkerasan tertentu (h) tekanan dari atas sudah lebih kecil atau sama dengan daya dukung tanah dasar yang diperbolehkan.
Perkerasan lentur jalan pada umumnya terdiri dari beberapa lapis bahan dengan kualitas yang berbeda – beda dimana lapisan yang paling kuat diletakkan paling atas.
Berdasarkan sifat bahan pengikat yang digunakan, konstruksi perkerasan jalan dibedakan atas :
1. Konstruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)
Konstruksi perkerasan jenis ini merupakan perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan – lapisan perkerasan bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. Jadi, kekuatan perkerasan ini tergantung dari kemampuan penyebaran tegangan oleh lapisan perkerasan (sangat di pengaruhi oleh kekuatan tanah dasar).
Konstruksi perkerasan lentur biasanya terdiri dari beberapa lapisan seperti diperlihatkan pada gambar di bawah ini :
Lapis Permukaan (Surface Coarse)
Lapis Pondasi Atas (Base Coarse)
Lapis Pondasi Bawah (Sub Base Coarse)
(40)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Adapun Struktur Lapisan Perkerasan Lentur sebagai berikut : 1. Tanah Dasar (Sub Grade)
Tanah dasar (sub grade) pada perencanaan tebal perkerasan akan menentukan kualitas konstruksi perkerasan sehingga sifat – sifat tanah dasar menentukan kekuatan dan keawetan konstruksi jalan raya.
Banyak metode yang dipergunakan untuk menentukan daya dukung tanah dasar, dari cara yang sederhana sampai kepada cara yang rumit seperti CBR (California Bearin Ratio), MR (Resilient Modulus), DCP (Dynamic Cone Penetrometer), K (Modulus Reaksi Tanah Dasar). Di Indonesia daya dukung tanah dasar untuk kebutuhan perencanaaan tebal lapisan perkerasan ditentukan dengan menggunakan pemeriksaan CBR.
Penentuan daya dukung tanah dasar berdasarkan evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium tidak dapat mencakup secara detail (tempat demi tempat), sifat – sifat daya dukung tanah dasar sepanjang suatu bagian jalan. Koreksi – koreksi perlu dilakukan baik dalam tahap perencanaan detai
(41)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
maupun tahap pelaksanaan, disesuaikan dengan kondisi tempat. Koreksi – koreksi semacam ini akan di berikan pada gambar rencana atau dalam spesifikasi pelaksanaan.
Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut : a. Perubahan bentuk tetap (deformasi Permanen) dari macam tanah tertentu
akibat beban lalu lintas.
b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air.
c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau akibat pelaksanaan.
d. Lendutan dan lendutan selama dan sesudah pembebanan lalu lintas dari macam tanah tertentu.
e. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang diakibatkanya, yaitu pada tanah berbutir kasar (Granular Soil) yang tidak dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan.
2. Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base Course)
Lapisan pondasi bawah (Sub Base Coarse) adalah bagian dari konstruksi perkerasan jalan yang terletak diantara tanah dasar (Sub Grade) dan lapisan pondasi atas (Base Coarse).
Fungsi lapisan pondasi bawah adalah sebagai berikut :
a. Bagian dari konstruksi perkerasan yang telah mendukung dan
(42)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
b. Mencapai efisiensi penggunaan material yang murah agar lapisan – lapisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya (penghematan biaya konstruksi). c. Untuk mencegah tanah dasar masuk kedalam lapisan pondasi atas.
d. Sebagai lapisan pertama agar pelaksanaan dapat berjalan dengan lancer. Hal ini sehubungan dengan kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca, atau lemahnya daya dukung tanah dasar menahan roda – roda alat besar.
Jenis lapisan pondasi bawah yang umum dipergunakan di Indonesia antara lain :
Agregat bergradasi baik, dibedakan atas : a. Sirtu kelas A
b. Sirtu kelas B c. Sirtu kelas C.
Sirtu kelas A bergradasi lebih kasar dari sirtu kelas B, Sirtu kelas B lebih kasar dari sirtu kelas C.
3. Lapisan Pondasi Atas (Base Coarse)
Lapisan pondasi atas (Base Coarse) adalah bagian dari perkerasan jalan yang terletak diantara lapisan pondasi bawah dan lapisan permukaan.
Fungsi lapisan pondasi atas adalah sebagai berikut :
a. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban lapisan dibawahnya.
(43)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
b. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah. c. Bantalan terhadap lapisan pondasi bawah.
Material yang akan di pergunakan untuk lapisan pondasi pondasi atas adalah material yang cukup kuat. Untuk lapisan pondasi atas tanpa bahan pengikat umumnya menggunakan material dengan CBR > 50 % dan Indeks Plastisitas (IP < 4 %). Bahan – bahan alam seperti batu pecah, kerikil pecah, stabilitas tanah dengan semen dan kapur dapat digunakan sebagai lapis pondai atas.
Jenis lapis pondasi atas yang umum dipergunakan di Indonesia antara lain :
Agregat bergradasi baik, dapat dibagi atas :
− Batu pecah kelas A
− Batu pecah kelas B
− Batu pecah kelas C.
Batu pecah kelas A bergradasi lebih kasar dari batu pecah kelas B, batu pecah kelas B bergradasi lebih baik dari batu kelas C.
4. Lapisan Permukaan (Surface Coarse)
Lapisan permukaan (Surface Coarse) adalah lapisan yang terletak paling atas. Lapisan ini berfungsi sebagai berikut :
a. Lapisan perkerasan penahan beban roda, lapisan yang mempunyai stabilitas yang tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan.
(44)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
b. Lapisan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap ke lapisan dibawahnya.
c. Lapisan aus (wearing Coarse), lapisan yang langsung menderita gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah nenjadi aus.
d. Lapisan yang menyebarkan beban kelapisan bawah, sehingga lapisan bawah yang memikul daya dukung lebih kecil akan menerima beban yang kecil juga.
Bahan untuk lapisan permukaan umumnya adalah sama dengan bahan lapisan pondasi dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan lapisan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, di samping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas. Pemilihan bahan untuk lapisan permukaan perlu dipertimbangkan kegunaanya, umur rencana serta pentahapan konstruksi agar tercapai manfaat yang sebesar – besarnya dari biaya yang dikeluarkan.
Sesuai dengan fungsinya lapisan permukaan digunakan di Indonesia ada dua jenis antara lain :
1. berdasarkan fungsi sebagai lapisan kedap air dan lapisan aus.
a. Burtu (Laburan Aspal Satu Lapis), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi seragam, dengan tebal maksimum 2 cm.
(45)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
b. Burda (Laburan Aspal Dua Lapis), merupakan lapisan penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi agregat yang dikerjakan 2 kali secara berurutan dengan tebal padat maksimum 3,5 cm.
c. Buras (Laburan Aspal), merupakan lapisan penutup terdiri dari lapisan aspal laburan pasir dengan ukuran butir maksimum 3/8”. d. Latasbun (Lapis Tipis Asbuton murni), merupakan lapisan penutup
yang terdiri dari campuran asbuton dan bahan pelunak dengan perbandingan tertentu yang dicampur secara dingin dengan tebal padat maksimum 1”.
e. Laston (lapis Tipis Aspal Beton), dikenal dengan nama Hot Rolled Sheet (HRS), merupakan lapisan penutup yang terdiri dari campuran dengan agregat bergradasi timpang, mineral pengisi (Filler) dan aspal keras dengan perbandingan tertentu, yang dicampur dansipadatkan dala keadaan padat. Jenis lapisan ini terutama digunakan untuk pemeliharaan jalan.
2. berdasarkan fungsi sebagai lapisan yang menahan dan menyebarkan beban roda.
a. Penetrasi Macadam (Lapen), merupakan lapis permukaan yang terdiri dari agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Di atas lapenini
(46)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
biasanya diberi laburan aspal dengan agregat penutup. Tebal lapisan satu lapis dapat bervariasi dari 4 – 10 cm.
b. Lasbutag merupakan suatu lapisan pada konstruksi lapisan jalan yang terdiri dari campuran antara agregat, asbuton, dan bahan pelunak yang diaduk, dihampar dan dipadatkan secara dingin. Tebal padat tiap lapisannya antara 3 – 5 cm.
c. Laston (Lapisan Aspal Beton), merupakan suatu konstruksi jalan yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang mempunyai gradasi penerus, dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu.
5. Pelapisan Tambahan (Overlay)
Untuk perhitungan lapisan tambahan (overlay), kondisi perkerasan jalan lama (existing pavement) dinilai sebagai berikut :
a. Lapisan Permukaan
Umumnya tidak retak, hanya sedikit deformasi pada jalur (90 – 100 %). Terlihat retak halus sedikit deformasi pada jalur roda namun masih tetap stabil (70 – 90 %).
Retak sedang, beberapa deformasi pada jalur roda, pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan (50 – 70 %).
Retak banyak, demikian juga deformasi pada jalur roda, menunjukkan gejala kestabilan (30 – 50 %).
(47)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
b. Lapis Pondasi :
− Pondasi Aspal Beton atau Penetrasi Macadam Umumnya tidak retak (90 – 100 %)
Terlihat halus, namun masih tetap stabil (70 – 90 %)
Retak sedang, pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan (50 – 70 %)
Retak banyak, menunjukkan gejala kestabilan (30 – 50 %)
− Stabilitas Tanah dengan Semen atau Kapur :
Indeks Plastisitas (Plasticity Index = PI) ≤ 10 (70 – 100 %)
− Pondasi Macadam atau batu Pecah :
Indeks Plastisitas (Plasticity Index = PI) ≤ 6 (80 – 100 %)
c. Lapis Pondasi Bawah :
Indeks Plastisitas (Plasticity Index = PI) ≤ 6 (90 – 100 %) Indeks Plastisitas (Plasticity Index = PI) > 6 (70 – 90 %)
Sumber : SNI – 1732 – 1989 – F : 16
(48)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Perkerasan jenis ini menggunakan semen Portland sebagai bahan pengikat. Plat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan di atas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh plat beton. Hal ini di sebabkan oleh sifat plat beton yang cukup kaku sehingga dapat menyebarkan beban pada bidang yang luas dan menghasilkan tegangan yang rendah pada lapisan – lapisan di bawahnya. Lapisan pondasi bawah hanya berfungsi untuk menyeragamkan daya dukung terhadap tanah dasar.
Konstruksi perkerasan kaku biasanya terdiri dari lapisan seperti diperlihatkan gambar di bawah ini :
Tanah Dasar
Lapis Pondasi Bawah Plat beton
Bahan Penutup/ kedap air Tulangan/ Pendowel
(49)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
3. Konstruksi Perkerasan Komposit (composite Pavement)
Jenis ini merupakan perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur. Dapat berupa perkerasan lentur di atas perkerasan kaku atau perkerasan kaku atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur.
Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan – lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya. Karena sifat penyebaran gaya maka muatan yang diterima oleh masing – masing lapisan berbeda, apabila semakin ke bawah maka muatan akan semakin kecil.
Ketiga lapisan perkerasan lentur (surface coarse, Base coarse, Sub base coarse) dan tanah dasar harus mampu mendukung gaya – gaya yang ditimbulkan oleh muatan lalu lintas diatasnya. Ada tiga gaya penting yang ditimbulkan oleh muatan lapisan ini :
a. Gaya Vertikal (Berat Muatan Kendaraan) b. Gaya Horizontal (Gaya Geser atau Rem)
(50)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
II.4 Dasar – dasar Perencanaan
1. Umum
Perencanaan tebal perkerasan adalah dasar dalam menentukan tebal dari perkerasan, baik itu perkerasan lentur maupun tebal perkerasan kaku sesuai dengan yang dibutuhkan untuk suatu jalan.
Perencanaan tebal lapis perkerasan lentur jalan baru umumnya dapat dibedakan atas dua metode yaitu :
a. Metode Empiris, metode ini dikembangkan berdasarkan pengalaman dan penelitian dari jalan – jalan yang dibuat khusus untuk penelitian atau dari jalan yang sudah ada.
b. Metode Teoritis, metode ini dikembangkan berdasarkan teori lapis matematis dari sifat tegangan dan regangan pada lapisan perkerasan akibat beban berulang dari lalu lintas.
Metode Empiris.
Dalam menghitung tebal lapisan perkerasan jalan baru, terdapat bermacam – macam metode empiris yang telah dikembangkan berbagai Negara, seperti :
1. road Note 29 dan Road ote 31 dari Inggris. Metode ini digunakan untuk tebal lapis perkerasan lentur di negara – Negara beriklim sub tropis dan tropis seperti Negara Malaysia, Singapura dan Thailand. 2. AASHTO dan Asphalt Institute dari Amerika dimana cara AASHTO
(51)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
3. Manual pemeriksaan perkerasan jalan dengan alat Benkleman Beam sesuai dengan nomor : 01/ M B/ 1983.
4. Metode HRODI.
5. Metode Bina Marga Pd. T-05-2005-B. Metode ini merupakan revisi dari Manual Pemeriksaan Perkersasan Jalan Dengan Alat Benkelman Beam dengan nomor : 01/ MB/ 1983 (Bina marga 1983). Modifikasi dilakukan untuk penyesuaian dengan kondisi alam, lingkungan, sifat tanah dasar, dan jenis lapisan perkerasan yang umum dipergunakan di Indonesia.
6. Metode NAASRA, dari Australia yang dapat dibaca pada “Interim Guide to Pavement Thickness Design”.
Metode Teoritis
Metode teoritis yang umum dipergunakan saat ini berdasarkan teori elastis (elastic layered theory). Teori ini membutuhkan nilai Modulus elastisitas dan poison ratio dari setiap lapisan perkerasan.
Sumber : Silvia Sukirman dalam Perkerasan Lentur Jalan Raya, 1999 : 12.
Cara yang digunakan dalam laporan ini untuk menghitung kembali tebal lapis perkerasan adalah menghitung tebal lapis tambahan dengan metode Benkleman Beam.
(52)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
2. Analisa Perhitungan dengan Benkleman Beam
Analisa perhitungan yang dibahas pada laporan ini menggunakan
metode:
Manual pemeriksaan perkerasan jalan dengan alat Benkleman Beam sesuai dengan nomor : 01/ M B/ 1983 (Bina Marga 1983).
Pedoman perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur dengan metode lendutan dengan nomor : Pd. T-05-2005-B (Bina Marga 2005).
Aplikasi Komputer RDS 5.01 (Roadworks Design System) yang
mengunakan program Microsoft Excel.
2.1. Manual pemeriksaan perkerasan jalan dengan alat Benkleman Beam sesuai dengan nomor : 01/ M B/ 1983 (Bina Marga 1983)
Lendutan balik adalah besar lendutan vertical suatu permukaan jalan akibat dihilangkannya beban, diambil dari lendutan balik maksimum pada kelompok roda belakang kiri dan kanan.
(53)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
a. Perhitungan lendutan balik.
Lendutan balik (rebound deflection) tiap – tiap titik dapat dihitung dengan rumus :
dL, dR = Fm. Fe (d4 – d1) ……….………(1)
d max > dL atau dR
dimana :
d1 = Pembacaan lendutan awal (mm)
d4 = Pembacaan lendutan akhir (mm)
Fm = Faktor beban (Load Deflection Factor)
Fl = Faktor alat (Wheel Gauge Multiplying Factor)
Fe = Faktor lingkungan atau regional (Environment Factor) dr = Lendutan balik kanan (Deflection Right)
d1 = Lendutan balik kiri (Deflection Left)
Setelah mendapatkan nilai lendutan balik, gambarlah nilai lendutan balik tersebut dan hubungkan nilai – nilai lendutan balik itu sehingga merupakan grafik lendutan balik.
b. Faktor Keseragaman
Tempatkan panjang seksi jalan dengan mengusahan agar tiap – tiap seksi jalan tersebut mempunyai lendutan balik yang kurang lebih seragam.
(54)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Dimana :
FK = Faktor Keseragaman
s = Standar Deviasi
d = Lendutan balik rata – rata
Tabel 2.1.1 Nilai – nilai faktor keseragaman
< 15 % Sangat Seragam
15 – 20 % Seragam
20 -25 % Baik
25 – 30 % Cukup
30 – 40 % Jelek
> 40 % Tidak Seragam
Pembagian seksi – seksi diusahakan dengan keseragaman tidak lebih besar dari 40 % untuk mempermudah pelaksanaan overlay di lapangan.
c. Lendutan balik mewakili (D)
Lendutan balik yang mewakili adalah lendutan balik yang mewakili masing – masing seksi sesuai dengan seksi pengamatan. Untuk menentukan besar lendutan balik yang mewakili suatu seksi
(55)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
jalan, digunakan rumus – rumus yang disesuaikan dengan fungsi jalan dan jumlah lalu lintas, yaitu :
D = d + 2S …………..……….(3)
Untuk jalan arteri/ tol Untuk lalu lintas. Kelas jalan : Kelas I (20.000 smp)
Kelas II A (6.000 – 20.000 smp)
D = d + 1,64S ……….……….(4)
Untuk jalan kolektor Untuk lalu lintas/ kelas jalan : Kelas III (1.500 smp)
d. Lalu Lintas Rencana
Lalu lintas rencana digunakan sesuai dengan ekivalen beban standart dari masing – masing kendaraan.
(56)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Tabel 2.1.2 Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan
Beban Sumbu Angka Ekivalen
Kg Lb Sumbu Sumbu
Tunggal Ganda
1000 2205 0.0002 -
2000 4409 0.0036 0.0003
3000 6614 0.0183 0.0016
4000 8818 0.0577 0.0050
5000 11023 0.1410 0.0121
6000 13228 0.2923 0.0251
7000 15423 0.5415 0.0466
8000 17637 0.9238 0.0794
8160 18000 1.0000 0.0860
(57)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
10000 22046 2.2555 0.1940
11000 24251 3.3022 0.2840
12000 26455 4.6770 0.4022
13000 28660 6.4419 0.5540
14000 30864 8.6647 0.7450
15000 33090 11.4184 0.9820
16000 35276 14.7815 1.2712
Sumber : Pengujian lendutan Perkerasan Lentur dengan Alat Benkleman Beam, PU. Bina Marga
a) Unit Ekivalen Beban Standart (UE 18 KSAL)
Dalam perhitungan selanjutnya setiap jenis kendaraan dianggap dalam keadaan isi.
b) AE 18 KSAL (Accumulative Eqivalent 18 Kip Single Axle Load)
Menentukan jumlah lalu lintas secara akumulatif selama umur rencana dengan rumus sebagai berikut :
AE 18 KSAL = 365 x N x KSAL .(5)
Menentukan jumlah lalu lintas secara akumulatif selama umur rencana berdasarkan lebar perkerasan jalan :
Lebar perkerasan jalan AE 18 KSAL (operasi)
3.00 – 4.00 m 100 %. 365. N. (ITN kr + ITN kb)
(58)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
8.00 – 10.00 m 365. N. (40 % ITN kr + 47.5 % ITN kb) 11.00 – 16.00 m 365. N. (30 % ITN kr + 47.5 % ITN kb)
Dimana :
AE KSAL 18 = Accumulative Equivalent 18 Kip Single Axle Load UE 18 KSAL = Unit Equivalent 18 Kip Single Axle Load
365 = Jumlah hari dalam satu tahun
N = Faktor umur rencana yang sudah disesuaikan dengan
perkembangan lalu lintas, dapat dilihat pada table 2.6. M = jumlah masing – masing jenis lalu lintas
Tabel 2.1.3 Faktor Hubungan antara Umur Rencana dengan
Perkembangan Lalu Lintas
r % N 2 % 4 % 5 % 6 % 8 % 10 %
1 Tahun 1.01 1.02 1.02 1.03 1.04 1.05
2 Tahun 2.04 2.08 2.10 2.12 2.16 2.21
2 Tahun 3.09 3.18 3.23 2.30 3.38 3.48
4 Tahun 4.16 4.33 4.42 4.51 4.69 4.87
5 Tahun 5.25 5.53 5.56 5.80 6.10 6.41
6 Tahun 6.37 6.77 6.97 7.18 7.63 8.10
7 Tahun 7.51 8.06 8.35 8.65 9.28 9.96
8 Tahun 8.70 9.51 9.62 10.20 11.05 12.00
(59)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
10 Tahun 11.05 12.25 12.90 13.60 15.05 16.73
15 Tahun 17.45 20.25 22.15 23.90 28.30 33.36
20 Tahun 24.55 30.40 33.90 37.95 47.70 60.20
Atau dengan tabel :
D
(mm)
Tebal Lapis tambahan t (cm)
3 cm 4 cm 5 cm 6 cm 7 cm 8cm 9 cm
0,90 0,5737 0,5735 0,5702 0,5652 0,5600 0,5553 0,5516
1,00 0,5947 0,5918 0,5853 0,5769 0,5686 0,5614 0,5556
1,10 0,6195 0,6137 0,6033 0,5910 0,5790 0,5689 0,5610
1,20 0,6488 0,6398 0,6251 0,6080 0,5917 0,5780 0,5672
1,30 0,6836 0,6709 0,6512 0,6287 0,6072 0,5890 0,5749
1,40 0,7247 0,7081 0,6827 0,6537 0,6260 0,6026 0,5843
1,50 0,7734 0,7525 0,7206 0,6839 0,6489 0,6191 0,5958
1,60 0,8311 0,8056 0,7662 0,7206 0,6767 0,6393 0,6100
1,70 0,8995 0,8690 0,8210 0,7649 0,7106 0,6640 0,6273
1,80 0,9805 0,9447 0,8870 0,8187 0,7518 0,6941 0,6486
1,90 1,0764 1,0351 0,9665 0,8338 0,8020 0,7310 0,6746
2,00 1,1200 1,1131 1,0621 0,9626 0,8630 0,7760 0,7066
2,10 1,3246 1,2722 1,1772 1,0580 0,9374 0,8310 0,7457
2,20 1,4840 1,4264 1,3157 1,1736 1,0278 0,8983 0,7937
(60)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
N = ½ ……….(6)
e. Lendutan balik yang diijinkan
Berdasarkan hubungan antara AE 18 KSAL dengan lendutan balik akan diperoleh lendutan balik yang diijinkan berdasarkan grafik.
f. Tebal lapis tambahan
Berdasarkan lendutan balik yang ada (lendutan balik sebelum diberi lapis tambahan), dapat ditentukan tebal lapis tambahan yang nilai lendutan baliknya tidak boleh melebihi lendutan balik yang diijinkan. Dalam hal menentukan tebal lapis tambahan ini, selain memperhatikan faktor stabilitas konstruksi, faktor ekonomis juga menjadi pertimbangan. Tebal lapis tambahan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
2,40 1,8966 1,8305 1,6831 1,4832 1,2217 1,0806 0,9276
2,50 2,1616 2,0932 1,9246 1,6884 1,4337 1,2030 1,0128
2,60 - - 2,2151 1,9369 1,6329 1,3525 1,1209
2,70 - - - 2,2377 1,8739 1,5350 1,2531
2,80 - - - - 2,1671 1,7577 1,4151
2,90 - - - 2,0295 1,6132
3,00 - - - 1,8556
(61)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Tabel 2.1.4 Tabel Hubungan antara Lendutan Balik (D) dengan Lapis Tambahan
D
(mm)
Tebal Lapis Tambahan t (cm)
10 cm 11 cm 12 cm 13 cm 14 cm 15 cm
0,90 0,5488 0,5469 0,5455 0,5455 0,5439 0,5434
1,00 0,5517 0,5487 0,5466 0,5442 0,5442 0,5436
1,10 0,5551 0,5509 0,5480 0,5460 0,5447 0,5437
1,20 0,5593 0,5536 0,5497 0,5470 0,5452 0,5440
1,30 0,5645 0,5570 0,5518 0,5483 0,5459 0,5443
1,40 0,5708 0,5612 0,5545 0,5499 0,5468 0,5447
1,50 0,5786 0,5663 0,5577 0,5519 0,5479 0,5452
1,60 0,5882 0,5726 0,5618 0,9943 0,5493 0,5459
1,70 0,6000 0,5805 0,5668 0,5574 0,5511 0,5468
1,80 0,6145 0,5901 0,5731 0,6313 0,5534 0,5480
1,90 0,6324 0,6021 0,5808 0,5662 0,5563 0,5496
2,00 0,6544 0,6168 0,5905 0,5723 0,5600 0,5517
2,10 0,6814 0,6350 0,6024 0,5800 0,5447 0,5544
2,20 0,7147 0,6574 0,6172 0,5895 0,5706 0,5579
2,30 0,7555 0,6651 0,6355 0,6013 0,5780 0,5623
2,40 0,8057 0,7192 0,6582 0,6161 0,5873 0,5679
2,50 0,8673 0,7621 0,6862 0,6344 0,5890 0,5751
2,60 0,9430 0,8129 0,7208 0,6570 0,6135 0,5841
(62)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
2,80 1,1498 0,9547 0,8161 0,7200 0,6542 0,6097
2,90 1,2895 1.0508 0,8810 0,7630 0,6822 0,6297
3,00 1,4608 1,1690 0,9609 0,8161 0,7170 0,6499
3,10 1,6709 1,3141 1,0592 0,8817 0,7601 0,6776
3,20 1,9283 1,4922 1,1802 0,9626 0,8133 0,7121
3,30 2,2438 1,7110 1,3290 1,0622 0,8791 0,7549
3,40 - 1,9794 1,5118 1,1849 0,9601 0,8080
3,50 - 2,3087 1,7365 1,3360 1,0606 0,8736
2.2. Pedoman perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur
dengan metode lendutan dengan nomor : Pd. T-05-2005-B (Bina
Marga 2005)
a. Lalu Lintas
- Jumlah Lajur dan Koefisien Distribusi Kendaraan (C).
Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas jalan, yang menampung lalu-lintas terbesar.
(63)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Jika jalan tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur ditentukan dari lebar perkerasan sesuai Tabel 2.2.1
Tabel 2.2.1 Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan
Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat pada lajur rencana ditentukan sesuai Tabel 2.2.2
Tabel 2.2.2 Koefisien distribusi kendaraan(C)
- Ekivalen beban sumbu kendaraan (E).
Angka ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap kendaraan) ditentukan menurut Rumus 1, 2, 3 dan 4 atau pada Tabel 3.
Angka Ekivalen STRT = ……… (1)
Angka Ekivalen STRG = ……… (2)
(64)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Angka Ekivalen SDRG = ……..………... (4)
Dengan pengertian :
- SDRG : Sumbu Dual Roda Ganda - STRG : Sumbu Tunggal Roda Ganda - STRT : Sumbu Tunggal Roda Tunggal - STrRG : Sumbu Triple Roda Ganda
Tabel 2.2.3 Angka ekivalen beban sumbu kendaraan (E)
- Faktor umur rencana dan perkembangan lalu lintas
Faktor hubungan umur rencana dan perkembangan lalu lintas ditentukan menurut Rumus 5 atau Tabel 4 dibawah ini.
(65)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Tabel 2.2.4 Faktor hubungan antara umur rencana dengan perkembangan
lalu lintas (N)
- Akumulasi ekivalen beban sumbu standar (CESA)
Dalam menentukan akumulasi beban sumbu lalu lintas (CESA) selama umur rencana ditentukan dengan Rumus 6.
CESA = ………..(6)
dengan pengertian :
CESA = akumulasi ekivalen beban sumbu standar m = jumlah masing-masing jenis kendaraan 365 = jumlah hari dalam satu tahun
E = ekivalen beban sumbu (Tabel 3)
(66)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
N = faktor hubungan umur rencana yang sudah disesuaikan dengan perkembangan lalu lintas
b. Lendutan
Lendutan yang digunakan dalam perhitungan ini adalah lendutan hasil pengujian dengan alat Benkelman Beam (BB). Apabila pada waktu pengujian lendutan ditemukan data yang meragukan maka pada lokasi atau titik tersebut dianjurkan untuk dilakukan pengujian ulang atau titik pengujian dipindah pada lokasi atau titik disekitarnya.
Lendutan balik adalah besar lendutan vertical suatu permukaan jalan
akibat dihilangkannya beban, diambil dari lendutan balik maksimum pada kelompok roda belakang kiri dan kanan. Nilai lendutan tersebut harus dikoreksi dengan, faktor muka air tanah (faktor musim) dan koreksi temperatur serta faktor koreksi beban uji (bila beban uji tidak tepat sebesar 8,16 ton).
Lendutan balik (rebound deflection) tiap – tiap titik dapat dihitung dengan rumus :
dB = 2 x (d3 – d1) x Ft x Ca x FKB-BB ………(7)
dengan pengertian :
dB = lendutan balik (mm)
d1 = lendutan pada saat beban tepat pada titik pengukuran
d3 = lendutan pada saat beban berada pada jarak 6 meter dari titik pengukuran
(67)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Ft = faktor penyesuaian lendutan terhadap temperatur standar 350C, sesuai Rumus 8,
untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih kecil 10 cm atau Rumus 9, untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih besar atau sama dengan 10 cm atau menggunakan Tabel 5 atau pada Gambar 1 (Kurva A untuk HL < 10 cm dan Kurva B untuk HL > 10 cm).
= 4,184 x untuk HL < 10 cm ………...(8)
= 14,785 x untuk HL 10 cm ………..(9)
TL = temperatur lapis beraspal, diperoleh dari hasil pengukuran langsung
dilapangan atau dapat diprediksi dari temperatur udara,yaitu:
TL = 1/3 (Tp + Tt + Tb) ………..…………....(10)
Tp = temperatur permukaan lapis beraspal
Tt = temperatur tengah lapis beraspal atau dari Tabel 6 Tb = temperatur bawah lapis beraspal atau dari Tabel 6 Ca = faktor pengaruh muka air tanah (faktor musim)
= 1,2 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim kemarau atau muka air tanah rendah
= 0,9 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim hujan atau muka air tanah tinggi
FKB-BB = faktor koreksi beban uji Benkelman Beam (BB)
(68)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Cara pengukuran lendutan balik mengacu pada SNI 03-2416-1991 (Metoda Pengujian Lendutan Perkerasan Lentur Dengan Alat Benkelman Beam) dan gambar alat Benkelman Beam (BB) ditunjukkan pada Gambar C2.
(69)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Tabel 2.2.5 Faktor koreksi lendutan dengan temperatur standard (Ft)
Catatan :
- Kurva A adalah faktor koreksi (Ft) untuk tebal lapis beraspal (HL) kurang dari 10 cm.
- Kurva B adalah faktor koreksi (Ft) untuk tebal lapis beraspal (HL) minimum 10 cm
(70)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Tabel 2.2.5 Temperatur tengah (Tt) dan bawah (Tb) lapis beraspal berdasarkan
(71)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
c. Keseragaman lendutan
Perhitungan tebal lapis tambah dapat dilakukan pada setiap titik pengujian atau berdasarkan panjang segmen (seksi). Apabila berdasarkan panjang seksi maka cara menentukan panjang seksi jalan harus dipertimbangkan terhadap keseragaman lendutan. Keseragaman yang dipandang sangat baik mempunyai rentang faktor keseragaman antara 0 sampai dengan 10, antara 11 sampai dengan 20 keseragaman baik dan antara 21 sampai dengan 30 keseragaman cukup baik. Untuk menentukan faktor keseragaman lendutan adalah dengan menggunakan Rumus 15 sebagai berikut:
FK = x 100% < FK ijin ………(12)
dengan pengertian :
FK = faktor keseragaman
FK ijin = faktor keseragaman yang diijinkan = 0 % - 10%; keseragaman sangat baik = 11% - 20%; keseragaman baik = 21% - 30%; keseragaman cukup baik
= lendutan rata-rata pada suatu seksi jalan
(1)
LAMPIRAN VIII
(2)
LAMPIRAN IX
DESAIN PERKERASAN PERENCANA BINJAI –
TIMBANG LAWANG
(3)
(4)
LAMPIRAN X
(5)
LAMPIRAN XI
TYPICAL CROSS SECTION / PENAMPANG
MELINTANG PERKERASAN
(6)
DAFTAR PUSTAKA
Sukirman, Silvia.1992. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Bandung: Nova. Departemen Pekerjaan Umum. Pedoman Perencanaan Tebal Lapis
Tambah Perkerasan Lentur dengan metode lendutan Pd.T-05-2005-B.
Jakarta: Bina Marga.
Departeman Pekerjaan Umum Direktorat Bina Marga, 1983. Manual
Pemeriksaan Perkerasan Jalan dengan Alat Benkleman Beam. Jakarta:
Bina Marga.
Departeman Pekerjaan Umum Direktorat Bina Marga. Manual
Pengoperasian RDS 5.01. Jakarta: Bina Marga.
Suaryana Nyoman, Ronny Yohannes. Kajian Metoda Perencanaan Tebal
lapis Tambah Perkerasan Lentur. Bandung.
Kosasih, Djunaedi. Perancangan Perkerasan dan Bahan. Bandung : ITB. Departeman Pekerjaan Umum Direktorat Bina Marga. 1989. Parameter
dan Model Desain untuk Sistem Disain Pekerjaan Jalan. Jakarta : Bina Marga.