tersebut yang sebagai motivasi ternyata tidak relevan dengan tugasnya, sehingga dapat mengakibatkan ketidakefektifan dalam menjalankan tugasnya.
“ga kuranglah, karena kan kita bukan sekali dua kali melakukannya dan kita kan door to door.”
Hal senada juga dinyakan oleh Seklur Beringin bahwa upah pungut tersebut menjadi berkurang, karena penambahan jumlah personalia yakni UPT, pihak UPT lah yang
mendapatkan upah pungut tersebut, namun implementasi yang terjadi di lapangan bahwa kepala lingkungan juga masih turut andil karena pihak UPT merasa kesulitan menjalankan
tugasnya, hal yang demikianlah yang menyebabkan sikap mau bekerja sama antara kepala lingkungan berbeda-beda.
“Iya itu dapat uang insentif cuman itu tadi udah berkurang, kalau dulu itu kita dapat satu juta mungkin sekarang dah berkurang setahun, cuman itu sekarang UPT yang dapat dan
upt yang melaksanakan tugas tapi merekakan tetap merasa kesulitan minta bantuan kepada kepala lingkungan. Makanya kepala lingkungan tadi ya kadang, ya ga bisa samalah, ada
yang mau bekerja sama, ada yang begini ya macam-macamlah .”
Ketidaksesuaian tugas dengan upah pastilah mempengaruhi sikap dan komitmen kepala lingkungan, mereka bisa saja lebih memilih melakukan pekerjaan sampingan daripada
harus melaksanakan tugas yang tidak sesuai upahnya. Jika pun para kepala lingkungan mau mengerjakan tugasnya pastilah tidak sungguh-sungguh, mereka sekedar saja melakukan
tugasnya sehingga menimbulkan pelayanan yang kurang baik seperti yang dikeluhkan oleh para masyarakat di kecamatan Medan Selayang, baik yang sudah membayar PBB maupun
yang belum karena terhambat ketidakjelasan pemberian SPPT.
5.4 Stuktur birokrasi
Struktur birokrasi oleh edward III terdiri dari dua bagian penting yakni SOP dan fragmentasi. SOP yang terdapat dalam struktur birokrasi bertujuan untuk memberikan aturan-
aturan dalam mengimplementasikan sebuah kebijakan. Dalam hal ini kebijakan tersebut ialah
Universitas Sumatera Utara
mengenai aturan dalam pelaksaaan PBB. Pada bahasan selanjutnya akan diketahui SOP dalam PBB.
5.4.1.SOP SOP merupakan peraturan dan petunjuk yang ada di organisasi. Dalam hal ini
pembayaran PBB merupakan salah satu syarat administratif dalam pengurusan surat-surat baik di kantor kecamatan maupun kelurahan. Seperti kutipan wawancara dengan pak Nas
seklur Beringin berikut ini: “Ya sekarang gitulah, kita buat sama warga kita kan hanya menghimbau supaya
warga tadi taat bayar PBB, setiap berurusan sama kita, kita pertanyakan udah bayar PBB belum. Kalau dia bayar sudah ya langsung kita kerjakan , kalau dia bilang
belum kita bilang tolonglah dibayar dulu
.” Menurut pak Nas Masyakarat dalam pengurusan admnistratif dihimbau oleh petugas
kelurahan agar taat membayar PBB, jika masyarakat tersebut sudah bayar maka urusan administrasinya segera diselesaikan, namun apabila belum membayar maka di haruskan
untuk membayar terlebih dahulu. Hal senada juga disampaikan oleh kasi pemerintahan kecamatan Medan Selayang
bahwa untuk mengurus surat harus melampirkan pembayaran PBB, hal ini juga peneliti langsung lihat di kantor camat saat melakukan wawancara ada warga yang mau mengurus
surat harus melampirkan pembayaran PBB terakhir sebagai salah satu syaratnya. Kebijakan ini baik dilakukan kepada masyarakat yang ingin mengurus administratif supaya lebih
meningkatkan kesadaran dan kepatuhan dalam membayar pajak PBB. 5.5 Standar dan tujuan kebijakan
Setiap kebijakan publik harus mempunyai standar suatu sasaran kebijakan jelas dan terukur. Dengan ketentuan tersebut tujuannya dapat terwujudkan. Dalam standar sasaran
kebijakan tidak jelas, sehingga tidak biasa terjadi multi-interpretasi dan mudah menimbulkan
Universitas Sumatera Utara
kesalahpahaman dan konflik di antara para agen implementasi. Dalam hal ini pelaksanaan PBB sudah sesuaikah dengan tujuan dan tepat sasarankah dengan masyarakat.
Menurut sektim Kecamatan Medan Selayang PBB sudah tepat sasaran karena penetapan NJOP PBB tidak melewati dari harga pasaran, dan untuk penetapan di kecamatan
medan selayang sendiri sudah sesuai penetapannya. “Kalau saya rasa sih sudah sesuai karena gini PBB itu tidak lebih besar dari harga
pasarnya. Saya rasa sih sesuai untuk penerapannya di medan selayang sih sudah sesuai.”
Hal senada juga diikuti oleh Ibu Agustina yang mengatakan bahwa beliau tidak setuju tentang penghapusan PBB karena pembangunan kota Medan sebagian besar juga berasal dari
PBB. Seperti kutipan wawancara berikut: “ PBB dihapusan tidak bisa karena pembangunan kota medan berasal dri pajak bumi
bangunan tersebut. Demikian halnya dengan pak Faisal yang menyatakan bahwa ketidaksetujuaannya
tentang penghapusan PBB yang akan mengurangi pendapatan daerah kota Medan. “ya ga lah kalau PBB di hapuskan apa lagi pendapatan Daerah.”
Hal ini juga didukung oleh pernyataan Pak Pinem yang mengatakan bahwa semua menikmati pembangunan jadi semua harus berpartisipasi membayar PBB, semiskin apapun
warga tersebut,karena warga tersebut juga menikmati pembangunan. “Begini yang mau dihapuskan itu kan ada kriterianya, tapi kalau menurut saya
siapapun dia, kalau menurut informasi isu-isunya kan yang berapa juta kebawah yang tidak kena PBB, katakanlah 50 juta atau 100 juta ke bawah itu yang di
hapuskan PBBnya tapi kalau menurut saya, saya tidak setuju karena kan semua kan untuk menikmati pembangunan ini, jadi semiskin apapun dia, dia harus tetap bayar
PBB karena kalau dia lah kita katakan dulu dia warga miskin itu membayar PBBnya pertahun, kalau pembagian pertahunnya satu tahunkan 12 bulan, kalau dia kena
PBBnya itu cuman 100 ribulah kita bilang itu dibagi 12 berartikan sekitar ga nyampe sepuluh ribu perbulan, kita katakan dulu sepuluh ribu perbulan dibagi 30 hari baru
300 perak perhari, dia menikmati hasil bangunan ini, maka dari itu saya tidak setuju
.”
Universitas Sumatera Utara
Namun pernyataan ini dibantah oleh pak Sitepu, yang menyatakan bahwa PBB untuk masyarakat ke bawah wajar untuk dihapuskan, karena faktor kemampuan ekonomi
masyarakat yang rendah, dan penerimaan pajak bukan berasal dari PBB, masih banyak pajak lain yang bila benar-benar dikelola dapat di jadikan pendapatan daerah. Seperti kutipan
wawancara berikut ini “pajak PBB setuju dihapuskan karena pendapatan masyarakat melemah, sementara
sumber pendapatan masyarakat juga berkurang, terus PBB dibawah 100 juta jika dihapuskanpun tidak tidak mempenga
ruhi PAD jika real datanya.” Hal senada juga dinyatakan oleh kepling sempakata yakni PBB belum tepat sasaran
karena masih banyak seperti pensiunan yang tetap membayar PBB. “saya setuju PBB di hapuskan karena belum tepat sasaan , kayak pensiunan pun
harus bayar PBB.” Pernyataan ini didukung oleh masyarakat yang peneliti wawancarai
“ PBB maunya di hapuskan sajalah, tapi kalau untuk kesehjahteraan masyarakat ya udah ga papa”
Kebijakan PBB sampai saat ini ketetapan sasarannya masih menjadi perdebatan,ada pro dan kontra di dalamnya. Masyarakat yang merasa bahwa pembayaran PBB yang memberatkan
masyarakat tentulah sangat setuju dengan isu penghapusan PBB tersebut, karena selain mereka yang kurang mampu manfaat dari PBB tidak mereka rasakan secara langsung seperti
tidak adanya perbaikan jalan, masih sering banjir. Sementara bagi petugas kebijakan PBB tepat sasaran karena nilai jualnya lebih rendah dari NJOP nya.
5.6 Faktor penghambat