Tolak Ukur Untuk Menilai Hasil Pajak Daerah Tolak Ukur Untuk Menilai Potensi Pajak Daerah

19 adalah semua penyelenggaraan reklame. Tarif pajak ini ditetapkan sebesar 25 dari nilai sewa reklame. d. Pajak Penerangan Jalan Adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah. Pajak penerangan jalan umum dipungut berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Jember No. 12 Tahun 2001. Subyek pajak ini adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik, sedangkan obyek pajak ini adalah setiap pengguna tenaga listrik. e. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C Pajak ini dipungut berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Jember No. 5 Tahun 1998. Pajak pengambilan bahan galian golongan C adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan pengambilan bahan galian golongan C. Subyek pajak ini adalah orang pribadi atau badan yang mengambil bahan galian golongan C, sedangkan obyek pajak ini adalah kegiatan pengambilan bahan galian golongan C. Besarnya tarif pajak ini ditetapkan sebesar 20 dari dasar pengenaan pajak yaitu nilai jual hasil pengambilan bahan galian golongan C.

2.1.5.2 Tolak Ukur Untuk Menilai Hasil Pajak Daerah

Menurut Davey 1988:11, ada tiga tolak ukur yang dikenal untuk menilai hasil pajak daerah yaitu upaya pajak, hasil guna effectiveness dan daya guna efficiency. a. Upaya Pajak Pengukuran yang lazim digunakan adalah dengan membandingkan hasil pajak dengan kemampuan pajak yang diwakili PDRB. Semakin besar nilainya maka akan semakin baik karena menggambarkan dukungan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah. b. Hasil Guna effectiveness Hasil guna adalah mengukur hubungan antara hasil pungut suatu pajak dan potensi hasil pajak tersebut, dengan anggapan semua wajib pajak 20 membayar pajak masing –masing. Hasil guna yang baik berkisar diatas angka 60 persen dari potensi pajaknya. Terdapat tiga faktor yang mengancam hasil guna yaitu menghindari pajak oleh wajib pajak kerjasama antara petugas pajak dan wajib pajak untuk mengurangi jumlah pajak terhutang dan penipuan oleh petugas pajak. c. Daya Guna efficiency Yaitu perbandingan antara biaya pungut dengan potensi yang bersangkutan, dengan anggapan semua wajib pajak terhutang masing-masing. Biaya yang dimaksud adalah biaya pungut berkisar antara 40-80 persen dari total penerimaan.

2.1.5.3 Tolak Ukur Untuk Menilai Potensi Pajak Daerah

Menurut Devas 1989:14, terdapat empat kriteria untuk menilai potensi pajak daerah yaitu: a. Kecukupan dan Elastisitas Adalah kemampuan untuk menghasilkan tambahan pendapatan agar dapat menutup tuntutan yang sama atas kenaikan pengeluaran pemerintah dan dasar pengenaan pajaknya berkembang secara otomatis. Contoh: karena terjadi inflasi maka akan terjadi kenaikan harga –harga juga ada peningkatan jumlah penduduk dan bertambahnya pendapatan suatu daerah. Dalam hal ini elastisitas mempunyai dua dimensi yaitu: 1 Pertumbuhan potensi dari dasar pengenaan pajak itu sendiri. 2 Sebagai kemudahan untuk memungut pertumbuhan pajak tersebut. Elastisitas dapat diukur dengan membandingkan hasil penerimaan selama beberapa tahun dengan perubahan –perubahan dalam indeks harga, penduduk maupun pendapatan nasional perkapita GNP. b. Keadilan Prinsip keadilan yang dimaksud disini adalah bahwa beban pengeluaran pemerintah haruslah dipikul oleh semua golongan masyarakat sesuai dengan kekayaan dan kesanggupan masing –masing golongan. c. Kemampuan administrasi 21 Kemampuan administrasi yang dimaksud disini mengandung pengertian bahwa waktu yang diberikan dan biaya yang dikeluarkan dalam menetapkan dan memungut pajak sebanding dengan hasil yang mampu dicapai. d. Kesepakatan Politis Kesepakatan politis diperlukan dalam pengenaan pajak, penetapan strukturtarif, memutuskan siapa yang harus dibayar dan bagaimana pajak tersebut ditetapkan dan memberikan sanksi bagi yang melanggarnya.

2.1.5.4 Sumber-Sumber Pendapatan Daerah