Algoritma Branch And Cut Untuk Program Stokastik Biner Campuran

ALGORITMA BRANCH AND CUT UNTUK
PROGRAM STOKASTIK BINER
CAMPURAN

TESIS

Oleh
NUNIK ARDIANA
097021011/MT

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011

Universitas Sumatera Utara

ALGORITMA BRANCH AND CUT UNTUK
PROGRAM STOKASTIK BINER
CAMPURAN
TESIS


Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam
Program Studi Magister Matematika pada
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara

Oleh
NUNIK ARDIANA
097021011/MT

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011

Universitas Sumatera Utara

Judul Tesis


: ALGORITMA BRANCH AND CUT UNTUK
PROGRAM STOKASTIK BINER CAMPURAN
Nama Mahasiswa : Nunik Ardiana
Nomor Pokok
: 097021011
Program Studi
: Matematika

Menyetujui,
Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Opim Salim S, M.Sc)
Ketua

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. Herman Mawengkang)

(Prof. Dr. Herman Mawengkang)
Anggota


Dekan

(Dr. Sutarman, M.Sc)

Tanggal lulus : 16 Juni 2011

Universitas Sumatera Utara

Telah diuji pada
Tanggal 16 Juni 2011

PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua
: Prof. Dr. Opim Salim S, M.Sc
Anggota : 1. Prof. Dr. Herman Mawengkang
2. Dr. Saib Suwilo, M.Sc
3. Drs. Marwan Harahap, M.Eng

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK
Dekomposisi telah terbukti menjadi salah satu alat yang lebih efektif untuk memecahkan masalah dalam skala besar, terutama yang timbul dalam program
stokastik. Metode dekomposisi dengan aplikasi yang luas disebut dekomposisi
Benders, yang diterapkan untuk kedua program stokastik sebagai masalah program integer. Namun, metode dekomposisi bergantung pada sifat convexity dari
nilai fungsi submasalah program linier. Penelitian ini ditujukan untuk kelas masalah pada submasalah tahap kedua (s) yang memberlakukan pembatasan integer
pada beberapa variabel. Nilai fungsi setiap submasalah integer (s) tidak convex, maka pendekatan baru harus dirancang. Dalam penelitian ini, membahas
metode alternatif dekomposisi di mana submasalah integer tahap kedua diselesaikan dengan menggunakan metode branch and cut. Salah satu keuntungan
utama skema dekomposisi ini adalah bahwa masalah program stokastik integer
campuran (SMIP) dapat diselesaikan dengan membagi masalah yang besar menjadi submasalah MIP yang kecil yang dapat diselesaikan secara paralel. Penelitian
ini meletakkan dasar untuk setiap metode dekomposisi untuk program stokastik
integer campuran tahap kedua.
Kata kunci: Program stokastik, Dekomposisi, Branch and cut

i
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

Decomposition has proved to be one of the more effective tools for the solution of

large-scale problems, especially those arising in stochastic programming.A decomposition method with wide applicability is Benders decomposition, which has been
applied to both stochastic programming as well as integer programming problems.
However, this method of decomposition relies on convexity of the value function
of linear programming subproblems. This paper is devoted to a class of problems
in which the second-stage subproblem(s) may impose integer restrictions on some
variables. The value function of such integer subproblem(s) is not convex, and
new approaches must be designed. In this paper, discuss alternative decomposition
methods in which the second-stage integer subproblems are solved using branchand-cut methods. One of the main advantages of our decomposition scheme is that
Stochastic Mixed-Integer Programming (SMIP) problems can be solved by dividing
a large problem into smaller MIP subproblems that can be solved in parallel. This
paper lays the foundation for such decomposition methods for two-stage stochastic
mixed-integer programs.

Keyword: Stochastic programming, Decomposition, Branch and cut

ii
Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan hati dan penuh sukacita, penulis mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala anugerah dan

berkat-Nya yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul : ALGORITMA BRANCH AND CUT UNTUK PROGRAM
STOKASTIK BINER CAMPURAN. Tesis ini merupakan salah satu syarat
universitas menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Matematika FMIPA Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan
terima kasih sebesar-besarnya kepada:
Prof.Dr.dr.Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara
Dr.Sutarman, M.Sc selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Studi Magister Matematika di FMIPA Universitas Sumatera Utara.
Prof.Dr.Herman Mawengkang selaku Ketua Program Studi Magister Matematika FMIPA Universitas Sumatera Utara dan sekaligus Pembimbing kedua yang
telah banyak memberikan bantuan dalam penulisan tesis ini.
Prof. Dr. Opim Salim S, M.Sc selaku Pembimbing Utama penulisan tesis
ini.
Seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Magister Matematika FMIPA Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan selama
masa perkuliahan.
Saudari Misiani, S.Si selaku Staf Administrasi Program Studi Magister Matematika FMIPA Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pelayanan
yang baik kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.
Seluruh rekan-rekan Mahasiswa pada Program Studi Magister Matematika FMIPA Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan moril
dan dorongan kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesariii
Universitas Sumatera Utara

besarnya dan penghargaan setinggi-tingginya kepada ayahanda Misman A dan

ibunda Jumilah yang telah mencurahkan kasih sayang dan dukungan kepada
penulis. Terima kasih juga buat kakanda Ety Jumiati, S.Pd, M.Si dan seluruh
keluarga yang telah memberikan semangat dan dorongan kepada penulis dalam
penulisan tesis ini. Terima kasih juga kepada Akhmad Ibnu Hajar, Amd
serta sahabat-sahabat dan rekan-rekan lainnya yang tidak dapat disebutkan satupersatu. Semoga Allah SWT memberikan balasan atas jasa-jasa mereka yang
telah diberikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak
lain yang memerlukannya. Terima Kasih.

Medan, Juni 2011
Penulis,

Nunik Ardiana

iv
Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP

Nunik Ardiana dilahirkan di Tebing Tinggi pada tanggal 17 Januari 1986

dari pasangan bapak Misman A dan Ibu Jumilah dan merupakan anak ketiga dari
empat bersaudara. Penulis merupakan lulusan SD Negeri 060863 Medan, SMP
Swasta YWKA Medan, SMA Laksamana Martadinata Medan. Pada tahun 2004
penulis melanjutkan perkuliahan jenjang Strata Satu(S1) di Universitas Islam Sumatera Utara dan lulus tahun 2008. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan perkuliahan jenjang Strata Dua (S2) di Program Studi Magister Matematika FMIPA
Universitas Sumatera Utara.

v
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK

i

ABSTRACT

ii

KATA PENGANTAR


iii

RIWAYAT HIDUP

v

DAFTAR ISI

vi

BAB 1 PENDAHULUAN

1

1.1 Latar Belakang

1

1.2 Perumusan Masalah


3

1.3 Tujuan Penelitian

3

1.4 Kontribusi Penelitian

4

1.5 Metode Penelitian

4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

5

BAB 3 LANDASAN TEORI


7

3.1 Deterministik Dekomposisi Program Integer Campuran

7

3.2 Pendekatan Cutting Plane

7

3.3 Pendekatan Branch and Cut

10

3.4 Ilustrasi Algoritma Branch and Cut

15

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

18

4.1 Program Stokhastik Integer Campuran

18

4.2 Ilustrasi Algoritma D2 -BAC

27

4.2.1 Contoh Deterministik

27

vi
Universitas Sumatera Utara

4.2.2 Contoh Program Stokastik

30

BAB 5 KESIMPULAN

33

DAFTAR PUSTAKA

34

vii
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Dekomposisi telah terbukti menjadi salah satu alat yang lebih efektif untuk memecahkan masalah dalam skala besar, terutama yang timbul dalam program
stokastik. Metode dekomposisi dengan aplikasi yang luas disebut dekomposisi
Benders, yang diterapkan untuk kedua program stokastik sebagai masalah program integer. Namun, metode dekomposisi bergantung pada sifat convexity dari
nilai fungsi submasalah program linier. Penelitian ini ditujukan untuk kelas masalah pada submasalah tahap kedua (s) yang memberlakukan pembatasan integer
pada beberapa variabel. Nilai fungsi setiap submasalah integer (s) tidak convex, maka pendekatan baru harus dirancang. Dalam penelitian ini, membahas
metode alternatif dekomposisi di mana submasalah integer tahap kedua diselesaikan dengan menggunakan metode branch and cut. Salah satu keuntungan
utama skema dekomposisi ini adalah bahwa masalah program stokastik integer
campuran (SMIP) dapat diselesaikan dengan membagi masalah yang besar menjadi submasalah MIP yang kecil yang dapat diselesaikan secara paralel. Penelitian
ini meletakkan dasar untuk setiap metode dekomposisi untuk program stokastik
integer campuran tahap kedua.
Kata kunci: Program stokastik, Dekomposisi, Branch and cut

i
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

Decomposition has proved to be one of the more effective tools for the solution of
large-scale problems, especially those arising in stochastic programming.A decomposition method with wide applicability is Benders decomposition, which has been
applied to both stochastic programming as well as integer programming problems.
However, this method of decomposition relies on convexity of the value function
of linear programming subproblems. This paper is devoted to a class of problems
in which the second-stage subproblem(s) may impose integer restrictions on some
variables. The value function of such integer subproblem(s) is not convex, and
new approaches must be designed. In this paper, discuss alternative decomposition
methods in which the second-stage integer subproblems are solved using branchand-cut methods. One of the main advantages of our decomposition scheme is that
Stochastic Mixed-Integer Programming (SMIP) problems can be solved by dividing
a large problem into smaller MIP subproblems that can be solved in parallel. This
paper lays the foundation for such decomposition methods for two-stage stochastic
mixed-integer programs.

Keyword: Stochastic programming, Decomposition, Branch and cut

ii
Universitas Sumatera Utara

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Program stokastik integer campuran (Stochastic Mixed Integer Programming (SMIP)) adalah cabang dari program stokastik dimana variabel keputusan
melibatkan persyaratan integrality. SMIP memiliki banyak aplikasi dalam riset
operasi dan kombinasi dua kelas yang sulit dari masalah program stokastik dan
program integer. Karena itu dengan memiliki sifat dari kedua kelas yang sulit
dari masalah tersebut, SMIP merupakan salah satu kelas yang paling sulit dari
persoalan optimisasi (Send an Sherali [2006]). Penelitian ini menggunakan dua
tahap masalah SMIP sebagai berikut:
min cT x + E[f(x, ω
˜ )]

(1.1)

x∈X

dimana c adalah vektor dalam ℜn1 , X ⊆ ℜn1 adalah bagian keputusan layak tahap
P
pω f(x, ω)
pertama, dan E adalah ekspektasi matematika dengan E[f(x, ω
˜ )] =
ω∈Ω

ω
˜ memvariasikan variabel acak diskrit yang berganda dengan realisasi (skenario)
ω dengan probabilitas pω dan ruang sampel Ω. Untuk setiap ω,
f(x, ω) = min q(ω)τ y,
s.t.

(1.2)

W y ≥ r(ω) − T (ω)x,

(1.3)

y ≥ 0, yj binary, j ∈ J2

(1.4)

Dalam perumusan persoalan (1.2) sampai (1.4), q(ω) adalah vektor biaya
Ren2 untuk skenario ω ∈ Ω dan J2 adalah sebuah himpunan indeks yang mungkin
mencakup beberapa atau semua variabel yang terdaftar di y ∈ Ren2 . Persoalan
pada persamaan (1.1) sampai (1.4) diasumsikan sebagai berikut:
(A1) Ω adalah himpunan terbatas.
(A2) X = {x ∈ Ren1
+ |Ax ≥ b}.
(A3) f(x, ω) < ∞ untuk semua (x, ω) ∈ X × Ω Asumsi (A3) mensyaratkan bahwa
1
Universitas Sumatera Utara

2
persoalan (1.2) sampai (1.4) tetap layak untuk semua (x, ω) ∈ X × Ω,, suatu sifat
yang relatif pada integer.
Ketika tahap kedua hanya melibatkan variabel kontinu, fungsi tujuan (fungsi
recourse) tahap kedua memiliki nilai linier dan fungsi konvex yang baik dari variabel tahap pertama. Oleh karena itu, dekomposisi Benders [Balas (1979)] berlaku.
Namun, ketika pembatasan integrality muncul di tahap kedua, persoalan komputasi muncul. Fungsi recourse pada semikontinu kini lebih rendah dari variabel pertama [Blair dan Jeroslow (1982)], sehingga umumnya non konvex [Schultz
(1993)]. Sehingga pendekatan Benders tidak lagi berlaku. Ketika keputusan tahap
pertama adalah variabel biner murni dan keputusan tahap kedua melibatkan pembatasan integrality, terminal terbatas dibenarkan ketika algoritma ini didasarkan
pada percabangan pada variabel tahap pertama. Banyaknya algoritma SMIPs dengan variabel biner tahap pertama termasuk algoritma dekomposisi [Laporte dan
Louveaux (1993)], algoritma D2 [sen, Higle, dan Ntaimo (2002 dan 2005)], algoritma Benders dimodifikasi untuk SMIP [Sherali dan Fraticelli (2002)] berdasarkan
pada teknik RLT (Reformulation Linearization Technique) [Sherali dan Adams
(1990 dan 1999)], dan dekomposisi dengan branch and cut (D2 − BAC) dan D2
dengan algoritma branch and cut (D2 − BAC) [Sen dan Sherali (2006)].
Algoritma yang dikembangkan oleh Sen dan Higle (2005), Sherali dan Fraticelli (2002), dan Sen dan Sherali (2006) mengharuskan x ∈ vert(X). Algoritma
ini memanfaatkan fakta bahwa jika solusi tahap pertama x ∈ vert(X) (seperti
halnya dengan tahap pertama biner murni), maka untuk solusi yang diberikan
x˜ ∈ vert(X) dan ω ∈ Ω titik ekstrim con{9x, y) : T (ω)x + W y ≥ r(ω), y ≥ 0, yj ∈
{0, 1}, j ∈ J2 } ∩ {(x, y) : x = x˜} memiliki nilai biner untuk yj , ∀j ∈ J2 . Namun,
persyaratan ini tentu tidak lagi berlaku untuk SMIPs dengan variabel kontinu
tahap pertama. Dengan demikian kasus SMIPs dengan variabel kontinu tahap
pertama adalah jauh lebih sulit, dan algoritma tersebut tidak memungkinkan.
Selain itu, beberapa algoritma telah dikembangkan untuk kelas SMIPs dan pendekatan alternatif dibutuhkan. Dalam penelitian ini diajukan branch and cut
(BAC) cara SMIP dengan variabel kontinu tahap pertama. Branch and bound
dalam metode ini melibatkan percabangan pada tahap pertama domain kontinu

Universitas Sumatera Utara

3
saat pemotongan generasi dilakukan pada tahap kedua menggunakan metode D2
untuk SMIP [Sen dan Higle (2005)].
Algoritma pada persoalan SMIP meliputi algoritma BAC untuk SMIPs dengan variabel biner campuran dalam tahap kedua diturunkan oleh [Caroe (1998)].
Metode ini menggunakan program disjunctive [Balas (1979)] untuk menurunkan
dan pemotongan proyek dalam (x, y(ω)) berdasarkan bentuk luas atau Deterministic Equivalent Problem (DEP) pada persamaan (1.1) sampai (1.4). Ahmed,
Tawarmalani dan Sahinidis (2004) memperoleh metode branch and bound untuk SMIPs dengan tahap pertama yang umum dan variabel integer murni tahap
kedua. Dengan menggunakan ruang berbentuk trans di mana variabel lemah
X = T x digunakan untuk pemisahan masalah menggunakan proses pemisahan
hyperrectangular. [Sherali dan zhu (2005)] menyatakan dekomposisi berbasis algoritma branch and bound (DBAB) berdasarkan proses pemisahan hyperrectangular
pada tahap pertama domain kontinu. Dan diikuti dengan memodifikasi pendekatan dekomposisi Benders di mana submasalah menentukan nilai fungsi lebih
rendah dari variabel tahap pertama. Para submasalah diperoleh dengan berurutan membangun sebagian membahas gambaran dari dua tahap ruang solusi
dengan menggunakan teknik RLT (Reformulation Linearization Technique).
1.2 Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana metode alternatif dekomposisi dimana submasalah integer tahap kedua diselesaikan dengan
menggunakan metode branch and cut.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh metode dekomposisi dengan menggunakan metode branch and cut pada program stokastik integer campuran.

Universitas Sumatera Utara

4
1.4 Kontribusi Penelitian
Adapun kontribusi penelitian ini adalah bahwa masalah program stokastik
integer campuran (SMIP) dapat diselesaikan dengan membagi masalah yang besar
menjadi sub masalah MIP yang kecil yang dapat diselesaikan secara paralel. Sehingga dekomposisi menjadi salah satu alat yang lebih efektif untuk memecahkan
masalah dalam skala yang luas.
1.5 Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan adalah bersifat literature kepustakaan
dan dilakukan dengan mengumpulkan informasi dari beberapa referensi buku dan
jurnal, memahami penelitian-penelitian yang telah pernah dilakukan oleh peneliti
lain yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan, dan selanjutnya menjelaskan metode-metode dekompisisi dengan menggunakan metode branch and cut
untuk program stokastik integer campuran.

Universitas Sumatera Utara

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Sen dan Higle (2005), mengajukan branch and cut (BAC) cara SMIP dengan
variabel kontinu tahap pertama. Branch and bound dalam metode ini melibatkan
percabangan pada tahap pertama domain kontinu saat pemotongan generasi dilakukan pada tahap kedua menggunakan metode D2 untuk SMIP.
Benders (1962) bahwa dekomposisi Benders berlaku ketika tahap kedua
hanya melibatkan variable kontinu, fungsi tujuan (fungsi kendala) tahap kedua
memiliki nilai linier dan fungsi konvex yang baik dari variabel tahap pertama.
Blair dan Jeroslow (1982) mengajukan bahwa fungsi kendala pada semikontinu lebih rendah dari variable pertama, sehingga umumnya tidak konvex yang
diajukan Schultz (1993).
Ahmed, Tawarmalani dan Sahinidis (2004) memperoleh metode branch and
bound untuk SMIPs dengan tahap pertama yang umum dan variabel integer murni
tahap kedua. Sen dan Sherali (2006) dekomposisi dengan branch and cut (D2 −
BAC) dan D2 dengan algoritma branch and cut (D2 − BAC). Laporte dan
Louveaux (1993), mengajukan banyaknya algoritma SMIPs dengan variabel biner
tahap pertama termasuk algoritma dekomposisi. Sherali dan Fraticelli (2002),
mengajukan algoritma Benders dimodifikasi untuk SMIP.
Sherali dan Adams (1990 dan 1999) mengajukan SMIP berdasarkan pada
RLT (Reformulation Linearization Technique). Coroe (1998) menurunkan SMIP
meliputi algoritma BAC untuk SMIPs dengan variable biner campuran. Balas
(1979) menggunakan metode program disjunctive.
Sherali dan zhu (2005), mengajukan dekomposisi berbasis algoritma branch
and bound (DBAB) berdasarkan proses pemisahan hyperrectangular pada tahap
pertama domain kontinu. Dan diikuti dengan memodifikasi pendekatan dekomposisi Benders di mana subproblema menentukan nilai fungsi lebih rendah dari
variabel tahap pertama. Para subproblema diperoleh dengan berurutan mem5
Universitas Sumatera Utara

6
bangun sebagian membahas gambaran dari dua tahap solusi ruang menggunakan
teknik RLT.

Universitas Sumatera Utara

BAB 3
LANDASAN TEORI

3.1 Deterministik Dekomposisi Program Integer Campuran
Bab ini membahas masalah deterministik dekomposisi program integer campuran. Masalah ini juga mengunakan alat untuk menetapkan algoritma yang
dirancang untuk masalah SMIP. Pertimbangkan persoalan berikut:
Min cT x + g T y

(3.1)

Tx + Wy ≥ r

(3.2)

x ∈ X ∩ B, y ∈ Y ∩ B

(3.3)

di mana B(B) dinyatakan sebagai himpunan vektor biner (campuran 0-1), dan di
mana X ⊆ Ren1 dan Y polyhedra tidak kosong. Himpunan X direpresentasikan
sebagai {x|Ax ≥ b, x ≥ 0}, di mana kendala xj ≤ 1, ∀j termasuk dalam Ax ≥
b ketidaksamaan linier. Maka dapat diasumsikan pula bahwa Y dibatasi dan
mewakili sebagai berikut:
Y = {y|Dy ≥ f, y ≥ 0, yj biner untuk j ∈ J2}

(3.4)

Ketidaksamaan dalam bentuk yj ≤ 1, ∀j ∈ J2 juga termasuk dalam kendala
Dy ≥ f, dan himpunan indeks J2 menyediakan himpunan bagian dari variable
tahap kedua yang dibatasi biner.
3.2 Pendekatan Cutting Plane
Pendekatan cutting plane ini berdasarkan pada ide-ide yang disajikan dalam
Sherali dan Fraticelli [2002]. Bahwa persamaan (3.1) sampai (3.4) adalah ekivalen
dengan persoalan berikut:

7
Universitas Sumatera Utara

8

MincT x + g T y

(3.5)

(x, y) ∈ conv {(x, y)|T x + W y ≥ r, 0 ≤ x ≤ e, y ∈ Y ∩ B}

(3.6)

x ∈X ∩B

(3.7)

Dimana e adalah vektor yang elemen-elemennya semuanya 1.
Perhatikan bahwa (3.5) samapi (3.7) jelas merupakan relaksasi dari persoalan (3.1) sampai (3.4). Jika (˜
x, y˜) menyelesaikan persoalan (3.5) sampai (3.7),
di mana y˜ titik ekstrim dari program linier yang dihasilkan dari (3.5) sampai
(3.7) dengan x ditetapkan sebagai x˜, kemudian di waktu tertentu, y˜ ∈ B , karena
pembatasan x = x˜ adalah termasuk dalam (3.6), dan (3.6) memiliki y˜ ∈ B untuk semua titik ekstrim. Akibatnya, (˜
x, y˜) layak dan optimal untuk (3.1) sampai
(3.4). Maka persoalan pada persamaan (3.1) sampai (3.7) adalah ekivalen.
Berdasarkan pengamatan ini, Sherali dan Fraticelli [2002] mengembangkan
suatu pendekatan yang mirip dengan dekomposisi Benders, dimana submasalah
diselesaikan pada setiap iterasi k , dengan x ditetapkan sebagai xk ∈ X ∩ B ,
seperti yang diberikan oleh:
Min {g T y|W y ≥ r − T xk , y ∈ Y ∩ B}

(3.8)

Dan diselesaikan dengan menggunakan algoritma cutting plane dengan batasan yang konvergen. Secara khusus, cutting plane digunakan dalam menyelesaikan persoalan (3.8) yang berlaku untuk (3.6) pada ruang (x, y). Oleh karena
itu, x ditetapkan sebagai xk ketika memecahkan submasalah, pemotongan ini dapat digunakan kembali pada setiap iterasi k + τ, τ ≥ 1, cukup dengan menetapkan
x = xk+τ dalam pemotongan ini.
Oleh karena itu, anggaplah bahwa submasalah ini diselesaikan dengan metode
cutting plane, yang berlaku untuk (3.6), adalah dalam bentuk
Gk x + Hk Y ≥ hk

(3.9)

Universitas Sumatera Utara

9
Penambahan pemotongan ini untuk relaksasi linear (3.8) dengan x ditetap sebagai
xk , yang menghasilkan relaksasi LP, sehingga menyelesaikan submasalah (3.8).
Min g T y

(3.10)

W y ≥ r − T xk

(3.11)

Hk y ≥ hk Gk xk

(3.12)

Dy ≥ f

(3.13)

y≥0

(3.14)

Untuk mewakili persoalan (3.10) sampai (3.14) dalam bentuk yang ringkas,
ditambahkan submatriks yang terkait dengan variabel x pada baris (3.11) sampai
(3.13) untuk membentuk matriks Tk . Demikian pula, sub matriks yang terkait
dengan variabel y pada (3.11) sampai (3.13) ini diambil untuk membentuk sebuah
matriks Wk , dan vektor sisi kanan dari baris (3.11) sampai (3.13) ditulis sebagai
vektor rk . Oleh karena itu, LP (3.10) sampai (3.14) dapat ditulis ulang dalam
bentuk yang ringkas sebagai berikut:
Min g T y

(3.15)

Wk y ≥ rk Tk xk

(3.16)

y≥0

(3.17)

θk dinyatakan sebuah vektor dual multipliers yang optimal terkait dengan persoalan (3.16), Sherali dan Fraticelli [2002] berasal dari pemotongan Benders yang
dapat ditambahkan ke program master, dimana η merupakan nilai fungsi tahap
kedua.
η ≥ θkT (rk − Tk x)

(3.18)

Kemudian program master memiliki bentuk sebagai berikut
Min {cT x + η|η ≥ θtT (rt − Ttx),

x∈X∩B

∀t = 1, ..., k}

Penting untuk menegaskan kembali bahwa sejak ketidaksamaan (3.9) berlaku
di ruang kedua variabel x dan y, dapat digunakan dalam semua iterasi berikutnya.

Universitas Sumatera Utara

10
Oleh karena itu, submasalah ini terpecahkan selama iterasi k + 1 dapat dimulai
dengan menggunakan ketidaksamaan yang diperoleh melalui iterasi k pertama,
dan berlaku penambahan global yang dihasilkan selama iterasi k + 1 dan seterusnya. Akhirnya, jika pemotongan (3.9) digunakan untuk memecahkan (3.8) maka
memiliki sifat yang akhirnya akan membangun bidang yang diperlukan convex hull
dari himpunan digambarkan oleh (3.6), kemudian konvergensi yang terbatas akan
menghasilkan algoritma. Ada berbagai ketidaksamaan yang berlaku dalam properti ini (lihat Sherali dan Adams [1990,1994,1999], Lov’asz dan Schrijver [Lovasz
dan Schrijver (1991)], dan Balas Ceria dan Cornuejols [1993].
3.3 Pendekatan Branch and Cut
Hasil dari persoalan ini memperluas pendekatan dari bagian atas untuk diselesaikan dengan menggunakan persamaan (3.1) sampai (3.4) untuk masalah optimisasi biner campuran tahap kedua. Istilah dekomposisi ditafsirkan dalam arti
bahwa pembatasan integer pada x dan variabel y diperlakukan secara terpisah.
Artinya, variabel dapat tampak di master maupun submasalah secara bersamaan.
Namun, pembatasan integer pada kedua variabel (x dan y) tidak dikenakan secara
bersamaan di master atau submasalah.
Misalkan dalam pendekatan BAC untuk menyelesaikan persoalan (3.8), dimana semua pemotongan berlaku untuk (3.6) pada ruang (x, y), maka diperoleh
solusi yang optimal di beberapa node, dinotasikan sebagai ∗, dari pohon branch
and bound. Misalkan kita notasikan indeks himpunan variabel yang ditetapkan
+

sebagai node ∗ oleh J2∗
= {j ∈ J2|yj ≡ 0} dan J2∗
= {j ∈ J2|yj ≡ 1} . Kemudian

masalah LP untuk node ∗ dalam notasi analog untuk persoalan (3.15) sampai
(3.17) adalah:
Min g T y

(3.19)

Wk y ≥ rk Tk xk

(3.20)

y≥0

(3.21)


+
−yj ≥ 0, j ∈ J2∗
, yj ≥ 1, j ∈ J2∗

(3.22)

Universitas Sumatera Utara

11
Proposisi 3.1 Misalkan θk menunjukkan sebuah vektor dual multipliers yang op−
+
timal terkait dengan (3.20). Selain itu, misalkan ψkj
dan ψkj
menunjukkan dual

multiplier yang optimal untuk pembatasan kendala terkait dengan J2− dan J2+ ,
masing-masing, dalam (3.22). Dengan ketidaksamaan berikut

η ≥ θkT (rk − Tk x) +

X

+
ψkj
yj −

+
j∈J2∗

X


ψkj
yj

(3.23)


j∈J2∗

menyediakan fungsi pembatasan lebih rendah dari nilai g y atas (x, y) layak untuk
(3.6).
Bukti. Sejak θk ≥ 0, dan Tk x + Wk y ≥ rk ini berlaku untuk (3.6), yang memiliki
0 ≥ θkT [rk − Tk x − Wk y] . Oleh karena itu,
η ≥ g T y + θkT [rk − Tk x − Wk y] = θkT [rk − Tk x] + [g T − θkT Wk ]y

(3.24)

Selanjutnya, θk layak ganda untuk (3.19) sampai (3.22), dan y ≥ 0. Oleh karena
itu,
[g T − θkT wk ]y ≥

X

+
ψkj
yj −

+
j∈J2∗

X


ψkj
yj


j∈J2∗

Substitusikan ketidaksamaan ini di (3.24) menghasilkan hasil yang diinginkan.
Meskipun telah disajikan Proposisi 3.1 sedemikian rupa hanya untuk menambahkan satu pemotongan, dimungkinkan penambahkan pemotongan yang lebih
akan mendapatkan pendekatan yang lebih kuat. Perhatikan bahwa dengan menggabungkan pembuatan variabel kolom (dengan biaya tinggi) di submasalah, dapat diasumsikan bahwa setiap node q dari pohon BAC dikaitkan dengan LP yang
layak, dan node diartikan ketika LP batas atas lebih baik dari batas bawah. Ji+

ka θkq , ψkjq
, ψkjq
menunjukkan dual multipliers dengan setiap pengartian node

q, maka salah satu dapat menambahkan banyak pemotongan pada node dalam
pohon BAC. Artinya, ketidaksamaan berikut ini dapat ditambahkan ke program
master.
T
η ≥ θkq
[rk − Tk x +

X

+
j∈J2∗

+
ψkj
yj −

X


ψkj
yj , ∀q

(3.25)


j∈J2∗

Argumen yang mendukung keabsahan (3.23) juga mendukung validitas (3.25).

Universitas Sumatera Utara

12
Proposisi 3.2 Pertimbangkan program master parsial berikut di mana pembatasan biner pada variabel y ditegakkan.
Min{cT x + η|(η, x, y) satisf y (11), yj binary ∀j ∈ J2}

(3.26)

(Perhatikan bahwa (3.25) membutuhkan ketidaksamaan berdasarkan semua node
dari pohon BAC untuk dimasukkan.) Kemudian, untuk x = xk (tetap), nilai
optimal η di (3.26) adalah sama dengan nilai submasalah (3.8).
Bukti. Perhatikan bahwa semua ketidaksamaan (3.25) indeks q lebih rendah
berlaku, dan persoalan (3.26) (dengan x ditetapkan sebagai xk ) adalah relaksasi
(3.8). Selain itu, ketidaksamaan untuk node yang menghasilkan nilai optimal termasuk dalam deskripsi (3.26). Selanjutnya, untuk setiap ketidaksamaan q dalam

+
,
, dan yj = 0∀j ∈ J2q
(3.25), ditentukan x = xk bersama dengan yj = 1, ∀j ∈ J2q

sisi kanan dari persoalan (3.25) menghasilkan nilai kesimpulan submasalah yang
sesuai dengan persoalan (3.19) sampai (3.22) dalam pohon pencacahan. Setiap
solusi biner (y , j ∈ J2) berhubungan dengan satu terminal node q di pohon pen−
+
.
, dan y = 1, ∀j ∈ J2q
cacahan yang y = 1, ∀j ∈ J2q

Hasil ini merupakan generalisasi dari hasil yang sesuai untuk kasus di mana
masalah program linier tahap kedua (dengan semua variabel yang kontinu tahap
kedua). Dalam hal ini, ditentukan x = xk dalam standar pemotongan Benders
yang dihasilkan sesuai dengan solusi tahap pertama ini menghasilkan nilai yang
sama dari η sebagai nilai tujuan yang terkait submasalah LP. Karena submasalah
ini adalah LP, maka dapat ditafsirkan kejadian ini sebagai aplikasi dari Proposisi
3.2 di mana node yang diperlukan adalah root node . Namun, ketika submasalah
merupakan MIP, seperti dalam kasus ini , semua node pohon BAC diperlukan
untuk memulihkan nilai optimal dari submasalah yang berdasarkan proposisi.
Hasil ini memungkinkan persyaratan yang variabel biner tahap kedua (dalam
y) dibatasi menjadi bernilai integer dalam program master, dan belum dapat
memulihkan nilai submasalah yang terkait saat x adalah ditetapkan sebesar xk .
Program master ini dapat dikerjakan dan diterapkan, meskipun lemah. Tentu saja, hal ini dapat dicapai dengan memasukkan penambahan ketidaksamaan

Universitas Sumatera Utara

13
yang berlaku dalam program master setiap kali menyelesaikankan salah satu submasalah untuk optimalitas (seperti yang dimiliki dalam bagian ini). Misalkan
Ik = {i|xki = 1},

Zk = {1, ..., η1} − Ik

Kemudian dinyatakan sebagai fungsi linier
#
"
X
X
xi
xi −
δk (x) = |Ik | −
i∈Ik

(3.27)

i∈Zk

Hal ini mudah dilihat ketika x = xk (biner diasumsikan), δk (x) = 0, sedangkan
untuk semua biner yang lain x 6= xk , setidaknya salah satu variabel harus beralih
tempat. Oleh karena itu, untuk x 6= xk , maka
#
"
X
X
xi ≤ |Ik | − 1, i.e., δk (x) ≥ 1
xi −
i∈Ik

i∈Zk

Sekarang, anggaplah bahwa batas bawah pada tahap kedua, dilambangkan ℓ. Selanjutnya, misalkan η(xk ) menunjukkan nilai optimal submasalah, berikan xk .
Kemudian ketidaksamaan berlaku dan dapat dimasukkan dalam program master.
η ≥ η(xk ) − δk (x)[η(xk ) − ℓ]

(3.28)

Hal ini pada dasarnya adalah pemotongan ”optimal” dari Laporte dan Louveaux
[1993]. Untuk memverifikasi validitas, observasi pertama adalah ketika x = xk ,
istilah kedua dalam (3.28) hilang, karena program master memulihkan nilai submasalah yang sesuai. Di sisi lain, jika x 6= xk , maka
δk (x)[η(xk )− ≤] ≥ [η(xk ) − ℓ]
Oleh karena itu, untuk semua x 6= xk , memenuhi sisi kanan dari (3.28)
η(xk ) − δk (x)[η(xk ) − ℓ] ≤ η(xk ) − η(xk ) + ℓ = ℓ
Maka masalah (3.28) tidak menghapus solusi layak tahap pertama. Selain itu, sejak (3.28) sendiri menegaskan ketidaksamaan yang diinginkan untuk tujuan konvergensi terbatas dari algoritma Benders, bahwa untuk x = xk , η ≥ η(xk ) dalam
program master tidak perlu secara eksplisit melakukan pembatasan integral pada

Universitas Sumatera Utara

14
salah satu komponen biner y (seperti dalam Proposisi 3.2), atau semua ketidaksamaan terminal node (3.25). Jadi, sementara ada harga yang harus dibayar
dalam menyelesaikan masalah tahap kedua untuk optimalitas, termasuk (3.28)
dan juga (3.25) dapat menyediakan relaksasi lebih kuat dalam program master.
Selanjutnya, membangun konvergensi terbatas yang diperoleh dari dekomposisi
Benders seperti yang ada dalam Sherali dan Fraticelli [2002].
Keterangan 3.1. Sedangkan pelaksanaan (3.25), jika ingin dibagikan dengan
memasukkan y di program master, maka dapat diperoleh sebuah proyeksi yang
menyediakan ketidaksamaan untuk koefisien y yang hilang. Untuk melakukannya,
harus memilih non negative multiplier pada yj ≥ 0, −yj ≥ −1, j ∈ J2 , bersama
dengan multiplier pada (3.25) bahwa vektor koefisien yang dikumpulkan y adalah
nol.
Keterangan 3.2. Dalam analisis di atas, telah diasumsikan bahwa dengan
menambahkan pembuatan variabel yang sesuai, setiap kesimpu lan submasalah
pada pohon yang layak. Ini adalah pelajaran untuk diketahui bahwa (3.27) menyediakan fasilitas yang menghasilkan pemotongan kelayakan tanpa adanya asumsi
di atas. Secara khusus, jika beberapa node menghasilkan suatu pembatasan tidak
layak, maka sebagai pengganti dari (3.25), salah satu bisa menambahkan kendala

X

+
j∈J2∗

1 − yj −

X

yj ≥ 1 − δk (x)

(3.29)


j∈J2∗

Lihat bahwa (3.29) berlaku, setiap kali x = xk , δk (xk ) = 0, dan kemudian (3.29)
menegaskan bahwa setidaknya salah satu variabel biner untuk yj , j ∈ J2, harus
mengasumsikan nilai yang berbeda dari pembatasan yang dikenakan pada node q
dari pohon branch and bound. Di sisi lain, ketika x 6= xk , memiliki δk (x) ≥ 1, dan
kemudian (3.29) memilki bentuk yang sederhana. Selain itu, dengan memasukkan
(3.29) dalam (3.25) untuk semua node q tidak layak, pernyataan dari Proposisi
3.2 adalah benar.

Universitas Sumatera Utara

15
3.4 Ilustrasi Algoritma Branch and Cut
Perhatikan masalah berikut :
Min − x1 − 2y1 + 4y2
−4x1 − 3y1 + y2 ≥ −6
(x1 , y1) binary, y2 ≥ 0
Masalah yang mengacu pada x1 sebagai variabel keputusan tahap pertama,
dan y sebagai vektor keputusan tahap kedua. Dapat dilihat bahwa untuk nilai
biner dari y1, dan y2 nonnegatif, batas bawah pada ekspresi −2y1 + 4y2 adalah
-2, yaitu η ≥ −2. Oleh karena itu, dapat diinisialisasikan proses dengan program
master berikut.
Min − x1 + η
η≥0
x1 binary
Nilai optimal dari masalah di atas adalah -3, dan nilai ini juga memberikan
batas bawah dari nilai optimal dari masalah asli. Solusi optimal untuk pendekatan
ini adalah x1 = 1, η = −2. Menggunakan x1 = 1, maka dirumuskan masalah
tahap-kedua sebagai berikut.
Min − 2y1 + 4y2
−3y1 + y2 ≥ −2
y1 binary, y2 ≥ 0
Relaksasi LP pada root node memberikan solusi pecahan (2/3, 0). Misalkan penyelesaian persoalan ini dengan menggunakan skema branch and bound. Node dari
pohon dianalisis di bawah ini. Node 1 (y1 = 1): Selesaikan LP berikut:
Min − 2y1 + 4y2
−3y1 + y2 ≥ −2

Universitas Sumatera Utara

16
−y1 ≥ −1
y1 ≥ 1
y1 , y2 ≥ 0
Berkaitan dengan persoalan (3.19) sampai (3.22), perhatikan bahwa dua baris
pertama membentuk matriks Wk dari (3.20), dan ketiga kendala batas bawah
dari bentuk dalam (3.22). Persoalan ini menghasilkan LP (y1 , y2) = (1, 1) dan
dual multipliers θ = (4, 0) dan ψ1+ = 10. Oleh karena itu, (3.25) menghasilkan
pendekatan nilai fungsi tahap kedua,
η ≥ 4(−6 + 4x1 ) + 10y1
Node 2 (y1 = 0) : LP untuk node ini diberikan oleh :
Min − 2y1 + 4y2
−3y1 + y2 ≥ −2
−y1 ≥ −1
y1 ≥ 1
y1 , y2 ≥ 0
Setelah menyelesaikan LP ini, diperoleh (y1, y2) = (0, 0), dan dual multipliers
η = (0, 0), dan ψ1− = 2. Setelah diterapkan (3.25), maka diperoleh
η ≥ −2y1
Batas atas untuk persoalan asli pada iterasi ini adalah -1 (diperoleh pada node 2).
Selain itu, sebuah ketidaksamaan jenis (3.28) dapat diperoleh dengan membiarkan
xk sesuai dengan x1 = 1, η(xk ) = 0, ℓ = −2, dan menggunakan (3.27) untuk
mendefinisikan δk (x) = 1 − x1 . Ketidaksamaan yang dihasilkan sebagai berikut
η ≥ −2(1 − x1)
Ketidaksamaan dengan menggunakan jenis (3.25) dan (3.28) (dan menghilangkan
dominasi ketidaksamaan η ≥ −2), program master yang diperbaharui adalah
sebagai berikut.

Universitas Sumatera Utara

17

Min − x1 + η
−12x1 + η ≥ −2
−16x1 + η − 10y1 ≥ 24
η + 2y1 ≥ 0
x1 binary
Setelah memperbarui program master, sekarang telah diselesaikan satu iterasi.
Algoritma pada titik ini, batas atas adalah -1, dan batas bawah adalah -3.
Memulai iterasi berikutnya, yaitu dengan memecahkan masalah master yang
telah diperbarui. Solusi untuk ini menghasilkan masalah (x1, η, y1) = (0, −2, 1),
dan yang diperbarui batas bawah adalah -2. Perbaikan x1 = 0, hasil relaksasi masalah LP tahap kedua (y1 , y2) = (1, 0). Yang dihasilkan batas atas yaitu -2, sama
dengan batas bawah. Oleh karena itu, metode yang berhenti dengan solusi tahap
pertama yang optimal adalah x1 = 0. Dengan menggunakan skema dekomposisi,
tidak ada persoalan individu (master atau submasalah) yang memiliki lebih dari
satu variabel integer, meskipun masalah asli memiliki dua variabel integer. Jadi,
sama dengan dekomposisi Benders untuk keputusan tahap kedua yang berikutnya, algoritma D-BAC yang menyelesaikan masalah MIP dari jenis di atas dapat
menyelesaikan rangkaian program integer campuran dengan lebih mudah.

Universitas Sumatera Utara

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Program Stokhastik Integer Campuran
Dalam bab ini akan dibahas masalah SMIPs, di mana seperti yang telah
dilihat dari bab-bab sebelumnya bahwa variabel tahap-kedua diperlukan untuk
memenuhi pembatasan integer. Dan masalah ini dinyatakan sebagai berikut:
Min cT x + E[f(x, ω
˜ )]

x∈X∩B

Dimana X, dan B adalah kumpulan dari persamaan (3.1) sampai (3.4), ω
˜ adalah
variable random pada ruang peluang (Ω, A, P ), dan untuk beberapa realisasi ω
dari ω
˜,
f(x, ω) = Min g T y
W y ≥ r(ω) − T (ω)x
y ≥ 0, yj binary j ∈ J2
Dalam literatur pemrograman stokastik, realisasi ω
˜ dikenal sebagai ”skenario”.
Dengan demikian, masalah tahap kedua sering disebut sebagai submasalah skenario, dan dianggap sebagai sisi kanan vektor r(˜
ω ), dan matrik teknologi T (˜
ω)
diatur oleh variabel acak, sedangkan elemen data lainnya deterministik.
Dalam pendekatan ini akan diuraikan masalah SMIP, dan perkiraan nilai
fungsi submasalah MIP merupakan metode yang berlaku untuk masalah kelas
yang lebih umum dari Caroe. Secara khusus, pendekatan ini berlaku untuk kasuskasus dimana masalah tahap kedua meliputi integer umum (bukan hanya 0-1),
dan keputusan tahap pertama diminta untuk menjadi titik-titik ekstrim X (lihat
Proposisi 4.1, dan bagian 4.2). Tentu saja, masalah kelas di atas memenuhi persyaratan ini. Pilihan hasil untuk masalah 0-1 adalah termotivasi oleh kebutuhan
untuk kejelasan dan konsistensi dengan bagian sebelumnya.
Kita mulai bagian ini dengan memeriksa apa yang diperlukan untuk melakukan transisi dari deterministik MIPs untuk stokastik MIPs. Sederhananya, itu
18
Universitas Sumatera Utara

19
adalah masalah skalabilitas. Suatu cara dimana algoritma mengakomodasi kehadiran seberapa besar skenario alternatif menentukan efektivitas untuk memecahkan masalah SMIP. Sementara pendekatan analitis hanya mengandalkan pada
fakta bahwa ada banyak batasan skenario dalam masalah SMIP, model realistis sering mengakibatkan sejumlah besar relatif skenario. Oleh karena itu akan
dibahas manfaat memperoleh solusi optimal untuk setiap submasalah skenario
untuk solusi tahap pertama yang diberikan x. Karena submasalah umumnya NP
keras, metode dekomposisi dapat terjebak dalam upaya untuk menyelesaikan submasalah, bahkan ketika keputusan tahap pertama menentukan x tidak memungkinkan berada pada lingkup yang cukup kecil dari sebuah solusi optimal. Pada
intinya, pandangan ini menyatakan bahwa algoritma harus memungkinkan parsial
(yaitu suboptimal) menyelesaikan dari submasalah MIP, tetapi sebagai melanjutkan iterasi, metode ini harus mempelajari tentang struktur submasalah MIP,
hingga akhirnya, ”pemecahan parsial” mulai untuk menghasilkan solusi optimal.
Hal ini dapat dicapai melalui proses convexifikasi yang berurutan di mana hanya
sebagian kecil dari aspek yang dihasilkan selama beberapa iterasi.
Skalabilitas algoritma tidak hanya ditentukan oleh upaya pengiterasian komputasi, tetapi juga dengan melihat pengingatan melalui ukuran setiap masalah optimasi yang diselesaikan selama proses algoritmik. Ini adalah salah satu motivasi
utama untuk teorema C 3 di Sen dan Higle [2004]. Karena common cut coefficients memperkirakan tahap kedua dapat dihasilkan tanpa menyimpan pemotongan secara terpisah untuk masing-masing skenario. Sebaliknya, pemotongan
disajikan dalam sub bab 3.2 dimaksudkan untuk direkam secara eksplisit untuk
setiap skenario, dan meskipun mereka mungkin digunakan kembali untuk keputusan tahap pertama yang berbeda, ada pembagian potensi dengan algoritma
memory-intensive. Dalam membuat transisi dari deterministik untuk masalah
program stokastik integer campuran, perawatan harus diambil untuk merancang
algoritma yang memiliki sejumlah scenario yang luas.
Pendekatan BAC untuk submasalah (lihat sub bab 3.3) dapat membantu
mengurangi jumlah ketidaksamaan yang berlaku dicatat untuk setiap skenario.
Namun, pemotongan ini diperbanyak sub bab 3.3 dengan memperkenalkan kom-

Universitas Sumatera Utara

20
plikasi lain untuk SMIPs. Dengan adanya metode sub bab 3.3 untuk masalah
SMIP akan membawa kita untuk memasukkan banyak copyan variabel tahap kedua dengan adanya skenario di SMIP. Sebagai variabel kontinu dalam masalah
master, ukuran MIP dihasilkan dengan cepat bisa keluar dari tangan untuk semua
masalah SMIP. Karena itu kami mengambil pendekatan D2 dimana C 3 memungkinkan kita untuk membatasi pertumbuhan pemotongan, tanpa mengorbankan
ketelitian asymptotic (Sen dan Higle [2004]). Sisa dari bagian ini dikhususkan
untuk penggabungan metode BAC untuk masalah tahap kedua dalam algoritma
D2 .
Pertimbangkan pohon parsial branch and bound yang dihasilkan selama ”pemecahan parsial” dari masalah tahap kedua. Misalkan Q(ω) menunjukkan himpunan terminal node dari pohon yang telah dihasilkan untuk submasalah yang
terkait dengan skenario ω. Seperti dalam sub bab 3.3, kita akan mengasumsikan
bahwa semua node pohon branch and bound yang berhubungan dengan relaksasi
LP layak, dan node juga dapat diukur saat LP batas bawah melebihi batas atas.
Hal ini dapat dicapai dengan memperkenalkan variabel buatan jika dibutuhkan.
Strategi kami berkisar sekitar menggunakan masalah ganda yang berkaitan dengan relaksasi LP (satu untuk setiap node), dan kemudian menyatakan suatu
disjungsi yang akan memberikan suatu pertidaksamaan yang valid untuk masalah tahap pertama. Bila dibandingkan dengan ketidaksamaan yang diperoleh
sebelumnya di (3.23), pemotongan ini hanya melibatkan variabel tahap pertama (x). (bisa dinyatakan keterangan 1 untuk memproyeksikan (3.23) ke ruang
variabel x tahap pertama).
Berikut ini, kita menggunakan k sebagai indeks iterasi, dimana pada setiap
iterasi, submasalah tahap kedua dapat menyelesaikan beberapa tingkat akurasi.
Untuk setiap node q ∈ Q(ω), misalkan zqℓ (ω) dan zqh (ω) menunjukkan vektor yang
elemennya digunakan untuk menentukan batas bawah dan atas, masing-masing
pada variabel tahap kedua (integer). Dalam beberapa kasus, sebuah elemen (zqh )j
mungkin menjadi +∞, dan dalam hal ini kendala yang terkait mungkin diabaikan,
dan menyatakan bahwa dual multiplier ditetapkan di 0. Dalam hal apapun, relaksasi LP untuk node q dapat ditulis sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

21

Min g T y
Wk y ≥ rk (ω)Tk (ω)xk
y≥0
y ≥ zqℓ (ω), y ≥ zqh (ω)
dan, LP ganda yang sesuai adalah :
Max θq (ω)T [rk (ω) − Tk (ω)xk ] + Ωqℓ (ω)T zqℓ (ω) − Ωqh (ω)T zqh (ω)
θq (ω)T Wk + Ωqℓ (ω)T − Ωqh (ω)T ≤ g T
θq (ω) ≥ 0, Ωqℓ (ω) ≥ 0, Ωqh (ω) ≥ 0
dimana vektor Ωqℓ (ω), dan Ωqh (ω) adalah dengan pendekatan vektor dimensi.
Nilai fungsi tahap kedua MIP dinyatakan dalam Blair dan Jeroslow [1982],
dan kemudian oleh Blair [1995] ], nilai fungsi IP dan MIP adalah objek yang
rumit, namun pohon branch and bound,bersama dengan relaksasi LP di node
ini memberikan informasi penting yang dapat digunakan untuk memperkirakan
nilai fungsi MIP. Pengamatan utama yang kita gunakan dalam perkembangan
ini adalah pohon branch and bound yang mewujudkan disjungsi, dan ketika digabungkan dengan nilai fungsi linear dari relaksasi LP untuk setiap node, diperoleh gambaran disjungtif dari pendekatan nilai fungsi MIP. Dengan menggunakan prinsip pemotongan disjungtif, akan mendapatkan ketidaksamaan linear
(pemotongan) yang dapat digunakan untuk memperkirakan nilai fungsi. Untuk
melakukannya, anggaplah bahwa kita memiliki pembatasan ℓ lebih rendah yaitu
f(x, ω
˜ ) ≥ ℓ (hampir pasti) untuk semua x. Maka pembatasan ini diasumsikan
menjadi 0.
Pertimbangkan node q ∈ Q(ω) dan misalkan (θqk (ω), Ωkqℓ (ω), Ωkqh (ω)) menunjukkan dual multipliers yang optimal untuk node q. Kemudian fungsi pembatasan
lebih rendah maka dapat diperoleh dengan menyatakan bahwa x ∈ X dan disjungsi berikut berlaku.

Universitas Sumatera Utara

22

η ≥ θqk (ω)T [rk (ω) − Tk (ω)x] + Ωkqℓ (ω)T zqℓ (ω) − Ωkqh (ω)T zqh (ω)

(4.1)

untuk terkecil q ∈ Q(ω)
Perhatikan bahwa setiap ketidaksamaan (4.1) sesuai dengan nilai aproksimasi nilai
fungsi tahap kedua yang berlaku hanya ketika pembatasan (di variabel y) yang
berhubungan dengan node q ∈ Q(ω) benar. Karena setiap solusi yang optimal dari
tahap kedua harus dikaitkan dengan setidaknya satu dari node-node q ∈ Q(ω),
maka disjungsi (4.1) berlaku.
Ini adalah pelajaran untuk menguji hubungan antara disjungsi di (4.1) secara langsung dan himpunan dari ketidaksamaan (3.25). Dalam persoalan (4.1),
pertama kali dilakukan proses penjumlahan dengan menggunakan dual multipliers untuk mendapatkan kondisi ketidaksamaan yang valid untuk setiap node,
diberikan pembatasan integer yang sesuai. Hal ini menyebabkan disjungsi (4.1)
yang sekarang dapat diterapkan pada prinsip disjungtif cut (Balas [1979]) untuk menghasilkan ketidaksamaan yang valid. Sebaliknya, (3.25) dibentuk dengan
langsung mengembangkan suatu pertidaksamaan yang valid untuk (3.6) pada
ruang (x, y) berdasarkan setiap submasalah node, dan seperti yang disarankan
dalam Keterangan 3.1, proses penjumlahan dapat digunakan kemudian untuk
proyek ketidaksamaan ini ke ruang variabel x. Jadi agregasi mendahului pembentukan ketidaksamaan yang valid dalam (4.1), dan sebaliknya benar jika (3.25) itu
diproyeksikan ke ruang variabel x.
Kembali ke struktur ketidaksamaan di (4.1), diketahui bahwa untuk setiap
q ∈ Q(ω)dapat diasosiasikan sebuah epigraph
Eqk (ω) = {(η, x)| ≥ v˜qk (ω) − y˜qk (ω)T x, Ax ≥ b, x ≥ 0, η ≥ 0}
dimana,
v˜qk (ω) = θqk (ω)T rk (ω) + Ωkqℓ (ω)zqℓ (ω) − Ωkqh (ω)zqh (ω)
dan
y˜qk (ω) = Tk (ω)T θqk (ω)

Universitas Sumatera Utara

23
Dalam pernyataan di atas, telah dibatasi epigraph dengan setiap ketidaksamaan dalam (4.1) ke domain x ∈ X, dan η ≥ 0. Validitas (4.1) menyatakan
bahwa epigraph dari submasalah (MIP) nilai fungsi hasil bagi ω ∈ Ω adalah himpunan bagian dari himpunan disjungtif berikut
Πk (ω) = {(η, x) ∈ ∪q∈Q(ω)Eqk (ω)}
Dengan menggunakan convexsifikasi dari himpunan ini untuk mendapatkan fungsi
pembatas yang lebih rendah untuk digunakan dalam program master.
Dimulai dengan karya Balas [1979], program disjungtif telah memberikan
dasar untuk convexsifikasi himpunan disjungtif dari bentuk yang diberikan di
atas. Aspek convex hull dari Πk (ω) dapat diwakili dalam bentuk
σ0k (ω)η +

X

σ0k (ω)xj > ς k (ω)

j

k
(ω), ς k (ω)) adalah titik ektrim dari himpunan
Dimana vektor (σ0k (ω), σ1k (ω), ..., σn1

polyhedral
Π†k (ω) = {σ0(ω) ∈ ℜ, σ(ω) ∈ ℜn1 , ς(ω) ∈ ℜ|q ∈ Q(ω)}
∃τ (ω) ≥ 0, τ0q (ω) ∈ ℜ+ s.t
σ0(ω) ≥ τ0q (ω), ∀q ∈ Q(ω)
X
τ0q (ω) = 1
q∈Q(ω)

k
(ω), ∀q ∈ Q(ω), j = 1, ..., n1
σj (ω) ≥ τq (ω)T Aj + τ0q (ω)˜
γqj

ς(ω) ≤ τq (ω)T b + τ0q (ω)˜
vqk (ω), ∀q ∈ Q(ω)
τq (ω) ≥ 0, τ0q (ω) ≥ 0, ∀q ∈ Q(ω)

(4.2)

polyhedral ini diturunkan dengan menggabungkan dua (himpunan dari) kendala
pertama yang mendefinisikan setiap Eqk (ω) dengan menggunakan multipliers nonnegatif τ0 q, dan τq masing-masing, dan kemudian menerapkan prinsip disjungtif
P
cut, bersama-sama dengan kendala yang normal q∈Q(ω) τ0q (ω) = 1. Ada satu

korespondensi satu antara aspek convex hull dari Πk (ω), dan titik-titik ekstrim
Π†k (ω).

Universitas Sumatera Utara

24
Misalkan η k menunjukkan batas bawah pada ekspektasi, dan xk solusi tahap
pertama yang dihasilkan dari program master di iterasi k. Sesuai dengan nilai η k , anggap bahwa kami juga memiliki hasil η k (ω), ω ∈ Ω, seperti η k =
P
k
ω∈Ω p(ω)η (ω). selanjutnya, akan dibahas bagaimana kuantitas dapat diperoleh

(lihat persamaan (4.6)). Awalnya, kita menggunakan η 1 = η 1(ω) = 0, diasum-

sikan batas bawah. Sekarang, untuk setiap ω ∈ Ω, diusulkan untuk mengidentifikasi segi convex hull dari Πk (ω) dengan menyelesaikan LP berikut.
)
(
X
(4.3)
Max −η k (ω)σ0(ω) −
xkj σj (ω) + ς(ω) |(σ0(ω), σ(ω), ς(ω)) ∈ Π†k (ω)
j

Yang menunjukkan suatu solusi optimal terhadap (4.3) oleh (σ0k (ω)σ k (ω), ς k (ω)),
pemotongan disjungtif yang memberikan batas bawah pada nilai fungsi submasalah
MIP dapat menghasilkan
θ0k (ω)η(ω) +

X

σjk (ω)xj > ς k (ω)

(4.4)

j

Perhatikan bahwa kondisi di (4.2) menyatakan bahwa δ0(ω) ≥ Maxq τ0q (ω) > 0.
(dari convex hull dari Πk (ω)) yang memiliki koefisien positif bagi variabel η.
”Optimality cut” dimasukkan dalam masalah master tahap pertama di iterasi k. Oleh karena itu diberikan dengan :
" ∼ #
"
#T

ς k (ω)
σ k (ω)
η>E
−E
x


σ0k (ω)
σ0k (ω)

(4.5)

Jelaslah bahwa persoalan ini juga dapat menyusun metode multicut menggunakan masalah (4.4) untuk setiap ω hasil (lihat Birge dan Louveaux [1997]).
Perhatikan bahwa selama solusi program master yang dihasilkan di iterasi k + 1,
harus ada setidaknya satu ketidaksamaan dari daftar pemotongan (4.5) pada solusi yang optimal dari program master. Jika η k+1 menunjukkan nilai optimal η
yang dihasilkan dari program master, maka terdapat suatu Indeks t ≤ k sehingga
 t
  t
T
σ (ω)
ς (ω)
k+1
η (ω) =
− t
xk+1 , ∀ω ∈ Ω
(4.6)
σ0t (ω)
σ0(ω)
Jumlah ini dapat digunakan di (4.3) untuk iterasi k + 1.
Keterangan 4.1. Hal ini penting untuk menarik perbedaan antara pemotongan

Universitas Sumatera Utara

25
disjungtif yang telah muncul dalam literatur MIP, dan pemotongan diusulkan
dalam (4.5.k). pemotongan disjungtif dalam literatur MIP dimaksudkan untuk
memberikan relaksasi dari himpunan titik integer yang layak. Algoritma D2 dengan himpunan convexsifikasi (D2 -SC, Sen dan Higle [2004], dan Sen, Higle, dan
Ntaimo [2002]) memberikan pendekatan yang logis pada relaksasi linear tahap pertama. Seperti conveksifikasi yang berurutan memungkinkan kita untuk membawa
informasi dari satu iterasi ke itersai berikutnya, sehingga menghindari kembalinya
proses convexsifikasi dari awal. Namun demikian, tujuan dari D2 -SC tetap satu
di