Politik Lokal Dan Desentralisasi

(1)

POLITIK LOKAL DAN DESENTRALISASI

Dra. Berlianti, M.Sp

NIP. 19670604 200910 2 001

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Salah satu dampak reformasi di Indonesia adalah lahirnya kebijakan desentralisasi yang meliputi administrative decentralization (desentralisasi administrasi), dimana terjadi pelimpahan kewenangan pemerintah dan keuangan kepada pemerintahan lebih bawah. Tentunya harus pula diikuti dengan democratic decentralization (desentralisasi yang demokrasi), proses desentralisasi harus menganut asas demokrasi, transparansi, akuntabilitas, dan partisiparatif.

Tulisan ilmiah tentang politik lokal dan desentralisasi ini diharapkan untuk memahami proses kebijakan desentralisasi yang berkaitan dengan politik lokal.

Medan, 08 Nopember 2011 Penulis,

Dra. Berlianti, M.Sp


(3)

DESENTRALISASI

Setelah puluhan tahun Negara kita dikelola secara sentral oleh pemerintah pusat, tiba saatnya pengelola negara bergeser ke desentralisasi. Dan otonomi daerah yang dibutuhkan sekarang memerlukan pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah . (Emil Salim, 2000:104)

Desentralisasi adalah menunjukkan kepada proses pendelegasian daripada tanggungjawab terhadap sebagian dari administrasi negara kepada badan-badan (korporasi-korporasi) otonom bukan kepada jabatan dan tidak hanya mengenai kewenangan dari suatu urusan tertentu (Prajudi Atmosudirdjo S.H)

Perbandingan pengertian desentralisasi: 1. Amrah Muslim S.H

Desentralisasi adalah pembagian kekuasaanpada badan-badan dan golongan dalam masyarakat untuk mengurusi rumahtangganya sendiri.

2. S.L.S. Danoeredjo S.H.

Desentralisasi adalah pelimpahan wewenang dalam otonomi dari organ-organ lebih tinggi (Pemerintah Pusat) kepada organ-organ otonom (Kepala Daerah Swatantra/Istimewa Tingkat I/II serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerahnya).

Jadi Desentralisasi adalah penyerahan urusan Pemerintah Pusat atau Daerah Tingkat atas kepada Daerah yang menjadi urusan rumah tangganya (Musanef, 1985:21)

Menurut Prof. Dr. Selo Sumardjan, system Desentralisasi adalah system pemerintah yang paling sesuai dengan kondisi geografis dan politis di Indonesia dengan penggunaan system desentralisasi tersebut dimaksudkan:

- Meringankan beban dan tugas pemerintah pusat. Tugas pemerintah dari suatu negara yang sedang dalam taraf pertama mengadakan pembangunan disegala bidang kegiatan, memerlukan kecakapan dan pengalaman yang melampaui batas pemerintah pusat, apabila tidak dibantu oleh pemerintah daerah untuk menanggapi kepentingan dan aspirasi masyarakat di daerah. Keadaan ini memerlukan desentralisasi yang bersifat fungsional dan dentralisasi yang bersifat territorial.


(4)

- Untuk mobilisasi potensi masyarakat banyak buat kepentingan umum melalui desentralisasi diberikan kesempatan kepada kekuatan-kekuatan di dalam masyarakat untuk ikut serta mengembangkan diri buat kepentingan umum di dalam daerah mereka masing-masing dan buat kepentingan nasional.

- Mempertinggi efektivitas dan efisiensi dalam pengurusan kepentingan daerah. Masyarakat daerah lebih mengetahui kepentingan dan aspirasi mereka. Maka mereka dapat mengatur lebih efektif dan efisien. Pemerintah pusat cukup memberi dorongan bimbingan dan bantuan dimana diperlukan. (Musanef, 1985:22).

S a l a h s a t u d a m p a k r e f o r m a s i d i I n d o n e s i a a d a l a h l a h i r n y a ke bi j a ka n desentralisasi yang diformalkan melalui UU No. 22 Tahun 1999. Munculnya kebijakan ini oleh ilmuwan politik dipahami sebagai hasil dari pertarungan kekuatan antara berbagai kelompok yang memiliki sumberdaya dan kepentingan berbeda yang beroperasi dalam struktur institusi tertentu serta berada dalam lingkungan sosial ekonomi yang berubah. (Lester and Steward dalam Eddi Wibowo, 2004:3)

Undang Undang No. 22/1999 dan diperbaharui dengan Undang Undang No. 32 tahun 2000 yang membawa implikasi kepada perubahan system sentralisasi menjadi desentralisasi. Beberapa prinsip otonomi daerah yang diamanatkan oleh Undang-Undang tersebut, antara lain:

1. Mendekatkan pemerintah kepada rakyat 2. Menciptakan akuntabilitas

3. Menciptakan responsiveness, melalui pengambilan keputusan-keputusan yang cepat dan lebih akurat.

Dengan prinsip ini diharapkan peran masyarakat dapat berkembang, secara maksimal . Ada tiga wajah desentralisasi yang diharapkan akan terbentuk :

1. Administrative Decentralization (Desentralisasi administrasi), pelimpahan kewenangan pemerintah dan keuangan kepadapemerintahan lebih bawah.


(5)

2. Democratic Decentralization ( desentrali sasi yang demokrati s), p ros es desentralisasi harus menganut asas demokrasi seperti transparan, akuntabilitas dan partisipaatif

3. Desentralization of Democration (desentralisasi dari demokasi itu sendiri), yang didesentralisasikan bukan hanya pemerintahan, namun demokrasi itu sendiri.

Prinsip-prinsip tersebut sebenarnya mencerminkan adanya pengembangan demokrasi pada masyarakat lokal, melalui penguatan pada lembaga-lembaga masyarakat. Dalam era ekonomi, konteks sosial politik menunjukkan peranan yang sangat dominan dari masyarakat dan elit politik lokal. Di sinilah peran masyarakat amat signifikan bagi dinamika sosial politik yang terjadi di daerah. Selain itu mereka diharapkan akan mampu mendorong proses politik secara sehat di dalam membangun demokratisasi lokalnya. Dengan kata lain, masyarakat dan elit politik lokal akan menandai terjadinya transformasi sosial politik secara sehat dan demokratis. (Subhilhar dan M. Arif Nasution,2005:71)

Desentralisasi di sini dimaksudkan tidak hanya otonomi daerah yang kini sedang dilaksanakan di negara kita, melainkan juga kebijakan untuk mengurangi pemusatan kekuasaan politik pada pemerintah nasional. Desentralisasi dan otonomi daerah harus dipahami dalam kerangka upaya membangun demokrasi khususnya penyelenggaraan pemerintah yang baik pada umumnya.

Dalam arti itu desentralisasi juga harus dipahami sebagai upaya untuk membangun kekuatan politik dalam masyarakat, baik itu didalam tubuh birokrasi pemerintah sendiri maupun luar birokrasi pemerintah. Dalam hal ini, desentralisasi sebenarnya adalah salah satu wujud implementasi prinsip subsidiaritas, yaitu prinsip etika politik yang mengkehendaki agar apa saja yang biasa diurus oleh kekuatan politik atau lembaga pemerintah yang lebih tinggi.

Dengan demikian, tujuan desentralisasi lebih bersifat etis daripada sekedar politis mendelegasikan dan membagi-bagi kekuasaan politik. Pertama, desentralisasi dimaksudkan untuk lebih memperlancar dan memaksimalkan pelayanan publik demi menjamin kepentingan masyarakat secara lebih baik. Hal ini biasa dicapai karena pengambilan kebijakan telah didekatkan pada rakyat, yaitu di daerah. Dengan pelayanan publik semakin didelegasikan kepada instansi yang lebih rendah dan lebih dekat dengan rakyat, kepentingan rakyat lebih dilayanai secara cepat,


(6)

murah dan efektif Kedua, Menjamin demokrasi, memungkinkan partisipasi publik dalam setiap pengambilan putusan dan kebijakan politk, me mungkinkan c ontr ol sert a pertanggungjawaban publik melalui hirarki kekuasaan yang ada, peluang menampung aspirasi dan kehendak rakyat menjadi semakin luas. Aspirasi lebih mudah dan cepat disampaikan karena kebijakan publik berada di daerah bersama rakyat yang berkepentingan langsung. Keliga. Kebi.jakan publik pun biasa lebih baik karena benar-benar mengakomodasi aspirasi dan kepentingan rakyat setempat. Keempat, Otonomi daerah bertujuan untuk lebih membuka peluang bagi jaminan kesejahteraan dan keadilan ekonomi bagi seluruh rakyat. Dengan desentralisasi, peluang ekonomi dan akses ekonomi di buka dan memungkinkan setiap daerah dan kelompok sosial untuk berperan aktif dalam mengembangkan ekonomi. Kelima, Desentralisasi membawa dampak positif berupa pemangkasan rentang birokrasi dan mengurangi korupsi. (A. Sonny Keraf, 198-200).

Berbicara tentang politik tingkat lokal, maka dalam masyarakat yang majemuk seperti Indonesia ini tidak biasa meninggalkan apa yang disebut sebagai politik nasional atau pemerintah yang pada dasamya mendominasi aturan-aturan masyarakat secara keseluruhan. Dasar dari politik nasional atau pemerintah adalah kebudayaan nasional yang dipakai untuk mengatur kebudayaan-kebudayaan suku bangsa sebagai segmen dalam masyarakat bangsa yang majemuk ini. Perubahan

,

politik lokal yang terjadi di komuniti secara langsung dan tidak langsung berkaitan dengan politik yang diterapkan oleh korporat dalam rangka menjalin kerjasama antara, stakeholder yang ada. Perubahan-perubahan mendasar pada system politik lokal terjadi manakala desakan ekonomi diterima oleh warga komuniti. Korporat akan dapat mernberi pengaruhnya terhadap pola kehidupan secara menyeluruh terhadap komuniti lokal yang ada, apabila dengan adanya pengaruh otonomi daerah yang telah diterapkan di Indonesia. Daerah dapat mewujudkan tindakan-tindakan politiknya bila berhadapan dengan korporat yang rnembawa, system politik global. (Arif Budimanta, 2004:46-47)

Desentralisasi vang Demokratis

Menurut Giddens, bahwa, demokrasi pada dasamya mengandung makna suatu system politik dimana rakyat memegang kekuasaan tertinggi, bukan raja atau kaum


(7)

Desentralisasi yang demokratis dianggap positif sebagai suatu mekanisme yang nantinya akan memberikan tantangan pada integrasi nasional. Desentralisasi dapat mencegah disintegrasi di Indonesia. Penerapannya harus diwujudkan secepatnya (Internasional IDEA, 2000:70)

Demokrasi mempunyai arti penting bagi masyarakat yang menggunakannya sebab dengan demokrasi hak masyarakat untuk menetukan sendiri jalannya organisasi negara dijamin. Oleh karena itu, hampir semua pengertian yang diberikan untuk istilah demokrasi ini selalu memberikan posisipenting bagi rakyat kendati secara operasional implikasinva diberbagai negara tidak selalu sama. Sekedar menunjukkan betapa rakyat diletakkan pada posisi penting dalam asas demokrasi ini. (Moh Mahfud, 2000:19)

Menurut Dahl (2001) menunjukkan beberapa institusi politik demokrasi yang dibutuhkan sebagai svarat minimal sebuah negara demokrasi perwakilan modern. Beberapa institusi politik tersebut adalah : Pertama, adanya para pejabat yang dipilih Kedua, pemilu yang bebas , adil dan berkala. Para pejabat yang dipilih ditentukan dalam pemilu yang secara periodik diadakan dan dilaksanakan dimana tindakan pemaksaan tidak terlalu popular dipakai. Ketiga, kebebasan berpendapat. Jaminan terhadap warga untuk menyatakan pendapat mereka sendiri, tanpa adanya bahaya hukuman yang harus tentang masalah-masalah persamaan politik yang harus didefinisikan secara luas, termasuk kritik terhadap pejabat , pemerintah, rezim, tatanan sosial ekonomi dan idiologi yang ada. Keempat, akses kesumber-sumber informasi alternative dan bebas dari warga negara yang berhak mencari sumber-sumber informasi alternative dan bebas dari warga negara lain, para ahli Surat


(8)

kabar, majalah, buku, telekomunikasi. Kelima, otonomi berasosiasi. Warga negara berhak membentuk perkumpulan atau organisasi yang relative bebas, termasuk parpol dan kelompok kepentingan yang bebas. Keenam, hak kewarganegaraan yang inklusif. (Eddi Wibowo, 2004:16)

Semua konstitusi yang pernah dan sedang berlaku di Negara Republik Indonesia secara resmi mencantumkan " demokrasi" sebagai salah satu asas kenegaraannya. Tetapi tidak semua rezim yang tampil di pentas politik menjalankan roda pemerintahannya secara demokratis. Bahkan sebuah konstutusi yang resmi menyebut demokrasi yang sama sebagai salah satu asas kenegaraannya, ternyata menampilkan konfigurasi politik yang tidak sama dalam periode yang berbeda-beda. ((Moh. Mahfud MD, 2001:373)

Setelah melalui tahap pembangunan jangka panjang sudah saatnya diadakan demokratisasi dalam kehidupan bernegara, terutama menyangkut pelaksanaan demokrasi Pancasila. Stabilitas nasional dan penerimaan Salah satu langkah yang diambil dalam rangka demokratisasi adalah penciptaan mekanisme check and balance diantara lembaga-lembaga demokrasi pancasila (Afan Gafar dalam Moh Mahfud MD, 2001:356). Dengan adanya mekanisme check and balance maka konfigurasi politik yang ditandai oleh dominannya eksukutif dan bercorak otoriter-birokratis dapat digeser kesisi konfigurasi yang lebih demokratis.Tercakup dalam upaya demokratisasi ini adalah keharusan agar mereka menjadi sasaran kebijaksanaan politik mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi, baik dalam mengambil keputusan-keputusan kusus maupun dalam merumuskan berbagai definisi situasi yang merupakan dasar pengambilan keputusan tersebut. (Peter L. Berger dalam Moh Mahfud MD, 2001:357)

Desentralisasi Fiscal/ Kewenangan keuangan

Desentralisasi dan pendanaannya yang layak harus dijamin dalam amandemen konstitusional. Desentralisasi yang sukses, khususnya desentralisasi sektoral, secara teknis akan teramat kompleks. Para pejabat yang menerapkannya harus menguasai masalah-masalah dan harus dapat memberikan instruksi yang jelas kepada bawahannva. Hal ini juga memerlukan dukungan politik dan keuangan yang kuat Indonesia memiliki sejarah panjang kegagalan penerapan desentralisasi. Beberapa


(9)

kesalahan karena kurang didorong oleh kemauan politik . Undang-undang Desentralisasi 1974 , misalnya tidak pernah benar-benar dijalankan karena ada perlawanan dari departemen-departemen pennerintah, sementara wilayah-wilayah percontohan yang menerapkan desentralisasi di awal 1990-an gagal karena kekurangan dana. ( International IDEA, 20000:71)

Prinsip-prinsip alikasi sumberdaya, kelompok kerja memandang penting untuk mengkaji ulang dasar hak-hak daerah yang menjadi lokasi sumber daya alam, untuk kompensasi atas kerusakan lingkungan dan degradasi yang muncul akibat eksploitasi sumberdayanya. Proses alokasi pendapatan nasional ke daerah-daerah yang bersifat kompetitif dan penting untuk menegakkan prinsip bahwa daerah seharusnya tidak dirugikan karena afiliasi agama, etnis atau politik mereka. Mengenai hal ini komisi fiscal, dan Keuangan yang netral dapat menaikan peranan penting dalam merekomendasikan transfer fiscal yang tepat kepada berbagai daerah yang berbeda berdasarkan kreteria objektif, termasuk keinginan balas budi atas pengabaian di masa lalu.

Hal- hal yang berkenaan dengan kewenangan fiscal atau keuangan adalah : Pertama, menetapkan kerangka kerja fiscal dan keuangan yang menjamin kapasitas financial minimum bagi pemerintahan tingkat kedua dan ketiga, Kedua, Mengalokasikan untuk mengumpulkan dan menetapkan pajak berdasarkan wewenang yang memadai dan kerangka kerja makro ekonomi. Ketiga, Pemerintahan tingkat kedua dan ketiga harus berhak atas penerimaan yang cukup agar bisa menjalakan rencana pembangunannya. Keempat, Alokasi sumber daya dan keuangan harus disusun dan pertimbangan untuk menetapkan standar minimum nasional, Kelima, harus ditetapkan konpensasi bagi pemerintah daerah untuk mengganti kerugian yang mengganti kerugian dengan eksploitasi sumberdaya nasional. (International IDEA, 2000:52)

Demokrasi Lokal / Semakin banvaknya kewenangan pemerintah daerah yang dilimpahkan.

Demokrasi pada level lokal, partisipasi aktif warga negara nenuntut adanya lembag-lembaga politik tingkat lokal yan memiliki kekuasaan untuk memutuskan isu-isu lokal karena unsur kekuasaan ini, maka unit-unit politik pada level lokal mestinya menjadi bagian dari pemerintahan lokal. Demokrasi pada level lokal dan


(10)

komunitas seringkali diabaikan dalam pembicaraan tentang demokrasi dan demokratisasi kehidupan politik. Pada level lokal seharusnya menjadi titik awal demokrasi politik jika demokrasi politik mengandung self goverimen pengembangan sumberdaya manusia di pedesaan, perlindungan terhadap lingkungan hidup, maka area of control yang terpenting adalah lingkungan dekat warga negara, yaitu lokalitas tempat tinggal Rukun Tetangga, Rukun Warga, Desa Kecamatan, Kota seharusnya mendahului daerah yang lebih luas dan jauh seperti propinsi dan negara seberapa jauh unit-unit politik lokal itu ikut memiliki kekuasaan mestinya menjadi tolok ukur demokrasi politik Semakin luas cakupan kekuasaan pengambilan keputusan yang dimiliki lokal semakin demokratis suatu system politik. Sebaliknya jika putusan-putusan diambil oleh lembaga yang lebih luas dan tersentralisasi, maka semakin kurang demokratis system politik itu. Dengan kata lain, argmen yang mendukung devolusi, difusi dan desentralisasi kekuasaan, mendukung perpindahan kekuasaan dari pusat keperiferi. (Riza Neer Arfani, 1996:85)

Selan.jutnya tidak dapat dipungkiri bahwa semangat demokratisasi yang melanda hampir seluruh negara di dunia merupakan salah satu pendorong diberlakukannya Undang-undang otonomi daerah di Indonesia. Tuntutan agar semakin diakomodirnya hak-hak individu, keterbukaan negara kepada rakyatnya, keterlibatan publik dalam, penyelengagaraan urusan-urusan yang memang menjadi ranah publik mengharuskan birokrasi mendefinisi peranannya dalam berhadapan dengan masyarakat.

Undang-undang No. 22 Tahun 1999, secara langsung membawa efek pada perubahan pola pemerintahan mengelola urusan-urusan lokal telah menstimulasi kreativitas pemerintah daerah dalam menjalankan pemerintahan. Salah satu yang dilakukan adalah dengan mengeluarkan berbagai macam Perda yang dipandang sebagai landasan legal bagi birokrasi untuk melakukan improvisasi dalam penyelenggaraan urusan-urusan publik. ( Eddi Wibowo, 2004:6-8)

Jika melihat kewenangan yang dimiliki oleh provinsi, yakni memiliki kewenangan pemerintah lintas kabupaten/kota, perencanaan dan pengendalian pembangunan regional secara makro, pelatihan dibidang tertentu , alokasi SDM


(11)

potensial , penelitian yang mencakup wilayah propinsi , pengelolaan pelabuhan r e g i o n a l , p e n g e n d a l i a n l i n g k u n g a n h i d u p , p r o mo s i d a g a n g , b u d a y a d a n pariwisata, penanganan penyakit menular, hama tanaman dan perencanaan tata ruang provinsi. pemerintahan provinsi juga dapat melaksanakan kewenangan wajib yang belum dapat dilaksaknakan kabupaten/kota dengan provinsi (UU No. 22/1999 pasal 9 (2))

Menguatnya peran anggota dewan

Upaya desentralisasi, depertemen pemerintah yang bersangkutan harus secara terus menerus dihadapkan dengan pandangan-pandangan daerah. Cara yang paling baik untuk melakukannya adalah membentuk parlemen dua kamar (bicameral) yang baru terdiri atas sebagian besar perwakilan-perwakilan dari berbagai daerah.

Sistem bicameral ini akan memungkinkan daerah-daerah terlibat dalam tawar--menawar secara kolektif dengan pusat. Juga untuk mencegah penciptaan perjanjian sementara antara pusat dan daerah-daerah kaya yang tidak memberi keuntungan bagi daerah yang miskin. parlemen bicameral nasional harus dipertimbangkan, dimana perwakilan daerah harus mendominasi majelis tertinggi.

Dalam diskusi , ada usulan agar Dewan Desentralisasi yang berkekuasaan tinggi dibentuk dengan perwakilan-perwakilan departemen pemerintah sebagai anggotanya. Dewan ini akan bertindak sebagai mesin yang mendorong desentralisasi, khususnya desentralisasi sektoral. dan akan menjaganya dari kepentingan sentralisasi birokrasi. Dewan semacam ini, akan memotong sejumlah aturan dan membawa perubahan yang nyata dan efektif. (International IDEA, 2000:72)

Pemerintahan dilimpahkan kepada Gubernur melalui wakil pemerintahan yang dilimpahkan kepada gubernur selaku wakil pemerintah (UU No. 22/1999 pasal 9 ( 3 ) ) , t e r m a s u k k e w e n a n g a n m e l a k u k a n p e m b i n a a n d a n p e n g a w a s a n penyelengagaraan pemerintah daerah (UU No. 22/1999 pasal 1 (k)). Artinya kewenangan kabupaten/kota jauh lebih besar dari propinsi untuk mencapai sasaran pembangunan yakni kesejahteraan rakyat. (M. Arif Nasution, 2005:73)


(12)

Publik diberi penguatan melaluipendidikan politik

Dalam sistem desentralisasi dimanapun di dunia, parlemen daerah cenderung tidak membuat banyak aturan hukum tetapi memilih fungsi mengawasi secara bagaimana pemerintah melayani daerahnya Standar ini cenderung harus diatur di pusat. Majelis rakyat daerah yang terpilih harus diberdayakan melalui pelatihan khusus dari penasehat ahli. Pemerintah sebaiknya mulai melibatkan wakil-wakil dari organisasi masyarakat sipil untuk berdialog aktif dan terbuka saat membuat rancangan setiap undang-undang yang berdampak pada organisasi-organisasi masyarakat sipil di Indonesia.(International IDEA,2000:115).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan menyangkut proses sosial politik masyarakat lokal adalah, pertama, pelopor-pelopor demokrasi bisa muncul dari segenap unsur publik (masyarakat sipil) sehingga elit politik jika telah cukup tersediannya media-media sipil dalam rangka melakukan praktek yang bersifat partisipatori kepada masyarakat sipil , prinsip ini kemudian berkaitan erat dengan aspek normative (moral politik) maupun positifnya (mekanisme Check and balance). Kedua, proses sosial politik berkaitan erat dengan kualitas sumberdaya manusia lokal. Indikatornya kapasitas pendidikan dan kualitas teknis dari para elit politik dan pimpinan organisasi kemasyarakatan pada tingkat lokal. Ketiga, tertatanya aktivitas penunjang pencerdasan politik guna menuju paradigma politik yang rasional dan objektif. Proses ini sebenarnya mengharuskan para elit politik untuk mampu mengembangkan secara konstruktif, bagaimana paradigma rasional objektif dikedepankan daripada fanatisme kharismatik kepada kumunitasnya, Keempat, menyangkut tentang kebutuhan akan integritas elit politik dengan daya kontrol sosial politik publik yang secaraoptimal berfungsi. Integritas elit politik ini senantiasa terkontrol oleh publik seiring dengan kapasitas dan hasil kerja (prestasi) yang mampu mereka berikan. (Subhilhar dan M. Arif Nasution.2005:74)

Media Massa dan Askses ke Informasi

Media massa yang independent, kompetitif dan tersedia secara luas penting bagi demokrasi. Lembaga ini memungkinkan warga negara memilki akses ke informasi yang diperlukan untuk pemahaman yang lebih tercerahkan sehubungan dengan berbagai aspek kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Surat kabar, majalah,


(13)

radio, televise adalah komponen-komponen lembaga media massa yang terpenting. Sebagai lembaga ini biasa saja dimiliki dan didanai oleh negara maupun pihak swasta yang jelas media massa dapat memenuhi jangkauan opini dan cita rasa yang luas. Berbagai masalah sosial, politik dan pemerintahan merupakan subyek-subyek yang diliput. Yang terpenting media massa dapat memperoleh dan mengelola informasi diberbagai bidang secara terbuka dalam memahami isu-isu politik penting, serta mampu menjalankan fungsi kontrol sosial dan pengawasan terhadap langkah dan perilaku pemerintah hal ini tercermin dalam nuansa peliputan dan penerbitan.

Dibalik pengarahan dinamika media massa terdapat kebebasan berekspresi harus dijunjung tinggi . Individu tanpa kecuali diberi hak yang sama untuk mengemukakan pemikiran-pemikirannya. Hal ini dijamin oleh hukum, sehingga pelaksanaanya terjamin dan memperkecil kemungkinan manipulasi.Termasuk kebebasan untuk melancarkan kritik terhadap pejabat pemerintah, tatanan sosio ekonomi dan ideologi yang ada tanpa ancaman bahaya atau hukuman.

Berkaitan dengan kebebasan berekspresi ini adalah kebebasan warga negara terhadap sumber-sumber informasi. Berbagai sumber informasi relative terbuka untuk diketahui oleh masyarakat kalaupun pertimbangan-pertimbangan tertentu, seperti keamanan atau rahasia yang penting negara setidaknya ada batas waktu tertentu sehingga dokumen negara akhirnya biasa diketahui atau diperoleh masyarakat secara. bebas. Disamping itu masyarakat diberi kebebasan untuk mencari sumber informasi alternative diluar sumber-sumber yang disediakan oleh pemerintah. Tersedianya banyak sumber informasi memungkinkan masyarakat lebih objektif dalam memahami dan merefleksikan suatu fenomena yang tengah terjadi. Untuk itu didalam masyarakat diberi hak untuk mengembangkan jaringan informasi dengan jaminan Undang-undang. Kebebasan mendapatkan dan menyebabkan informasi serta pengetahuan adalah model media massa dalam mengusahakan terjadinya demokrasi gagasan dan arus informasi di kalangan warga negara dan antara pemerintah dan warga negara (Muhadi S dalam Riza Noer Arfani, 1996:68)

Menelaah Kasus Maklumat "Masyarakat ' Sumatera Barat, Salah satu bentuk kasus pelimpahan kewenangan pemerintah daerah


(14)

Sejak datangnya era reformasi, perpolitikan lokal di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Jakarta memang sangat rawan dengan praktek manipulasi arus balik. Masyarakat sangat mudah diiming-iming dengan perubahan ekstrim posisi pendulum, dari pusat ke daerah, dari darat ke laut,dari ekonomi komando negara/pemerintah ke ekonomi pasar, dan sebagainya.

Khususnya pada system pemerintahan , arus balik kini seperti hampir menguasai seluruh jiwa orang-orang di luar Jakarta untuk membalikkan arah dari system sentralistis ke system desentralistis. Arus balik itu sendiri sudah merupakan sumber energi luar biasa besarnya untuk digunakan. Tidaklah mengherankan kalau pemerintahan Nasional yang kini tetap lebih suka menggunakan istilah Pemerintahan Pusat untuk dirinya masih dalam posisi kewalahan dalam menghadapi berbagai tuntutan di luar Jakarta. Bahkan bantuan kekuatan supranasional di bidang ekonomi, seperti lembaga donor maupunn perusahaan-perusahaan investor asing yang mengiming-iming pemulihan ekonomi , tidak cukup memberi tenaga kepada Pemerintah Nasional untuk bergerak efektif melakukan negosiasi dengan aktor-aktor yang "mewakili" dan mengatas "mengatasnamakan" masyarakat daerah. Hasilnya bisa kita lihat dari banyaknya tuntutan pendirian propinsi baru dan kabupaten baru yang dengan mudah diwujudkan. Dengan dernikian juga dengan banyaknya tuntutan hak pengesaan atas sumberdaya alam tingkat lokal yang statusnya mengambang hingga saat ini.

Kalau boleh kita inventarisasi hasil sementara dari arus balik yang baru berjalan, baru kita temukan adalah lahirnya raja-raja kecil di berbagai daerah. Raja kecil ini sebagian datang dari orang-orang yang.jelas terlibat dan punya andil di pusat system lama tadi. Mereka datang ke provinsi atau kabupaten-kabupaten baru menjadi gubernur atau bupati. Sebagian lagi dari raja-raja kecil ini datang dari bos-bos lokal yang punya modal atau menguasai sumber-sumber informasi. Diantara bos-bos lokal ini tidak sedikit dari mereka yang berasal dari kelompok yang pernah bersekutu dengan rejim lama. Sebagian lagi dari aktor, arus balik yang juga berasal dari bekas tangan kanan penguasa baik penguasa pusat maupun penguasa lokal dengan kata lain, secara geonologis politik, sebagian besar raja-raja kecil yang muncul sekarang ini berasal dari kerajaan lama yang kini telah


(15)

dipecah-pecah karena reformasi. Hal ini semakin terbukti dari tidak sedikitnya raja-raja kecil ini berperilaku memanfaatkan arus balik untuk kepentingan posisi politik dan keuntungan ekonomi mereka dengan politik "atas nama rakyat" atau "atas nama masyarakat daerah" (Andrianof A. Chaniago, 2002 :15-16)

Sebagian substansi tuntutan dalam "Maklumat Masyarakat' Sumatera Barat", atau pada awalnya tuntutan dalam maklumat tentang penguasaan PT Semen Padang yang dideklarasikan pada tanggal 31 Oktober 2001. Secara substansi, adalah wajar jika sekelompok orang Sumbar menggugat secara akuisisi yang dilakukan secara arogan oleh penguasa atau alas penguasa Orde Baru tahun 1995 untuk dibatalkan. Adalah wajar jika para pemerhati ekonomi rakyat dan tokoh-tokoh masyarakat mencemaskan rencana put option PT Semen Gresik, yang mayoritas sahamnya milik pemerintah pusat, dalam rangka penambahan penjualan saham kepada perusahaan transnasional Cemex akan mengontrol penuh managemen PT Semen Gresik dan karenanya juga atas PT Semen Padang dengan system kapitalistik.

Sebenarnya masih ada hal yang perlu disingkapi kritis dari langkah-langkah pemerintah nasional yang berkeinginan besar untuk melakukan put option atas PT Semen Gresik. Sesuatu yang meresahkan adalah sikap pemerintah nasional yang terlalu pragmatik untuk mengurang, defisit anggaran hingga terburu-buru mengejar target privatisasi. Dan juga mengkhawatirkan (orang Indonesia) kalah cerdas dalam membuat kontrak-kontrak dengan investor dalam jangka panjang baru biasa kita sesali.

Dilihat dari kompleksitas masalah tantangan lingkungan ekonomi dan sosial, dan dilihat dari sudut pandang manajemen publik, baik untuk corporate maupun goverment, masalah PT Semen Padang dan lembaga-lembaga korporasi lainnya tidak bisa dikelompokkan secara simplitis, yang kemudian dikotonomikan, Berbagai masalah seperti efisiensi, produktivitas, kesehatan korporasi, tanggungjawab publik, kepentingan daerah, kepentingan pemerintah nasional, cacat politik di masa lalu, dan banyak lagi masalah lainnya yang harus ditata jernih. Jika tidak akan terjadi distorsi manipulasi oleh pihak tertentu, yang akhimya mengaburkan substansi dari tuntutan "untuk atas nama masyarakat" tadi. (Andrianof Chaniago dalam Yoyok Widoyoko, 2002: 12-13)


(16)

KEPUSTAKAAN

Arif Nasution,M., Badaruddin, Heri Kusmanto, 2005, Nasionalisme dan Isu-isu Lokal, Medan : USU Press.

B u d i m a n t a , A r i f , A d i P r a s e t i j o , B a m b a n 2 R u d i t o , 2 0 0 4 , C o r p o r a t e S o c i a l Responsibility Jawaban Bali Model-model Pembangunan Indonesia Masa Kini, Jakarta: ICSD Indonesia Center for Sustainable Development.

International IDEA,2000, Penilaian Demokratisasi di Indonesia, Lembaga Internasional untuk Bantuan Demokrasi dan Pemilu.

Keraf, A. Sonny, 2002, Etika Lingkungan, Jakarta: Buku Kompas.

Mahfud Md, Moh, 2000, Dernokrasi dan Konstutusi di Indonesia, Jakarta: Rianeka Cipta.

Mahfud MD, Moh, 2001, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: LP3ES.

Musanef, 1985, Sistern Pemerintahan di Indonesia, Jakarta : PT. Gunung Agung.

Noer, Arfani Riza, 1996, Dernokrasi Indonesia Kontemporer, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Salim, Emil,2000, Kembali Ke Jalan Lurus,Jakarta : Alfabet.

Wibowo, Eddi, Nessel Nogi S Tangkilisan, 2004, Kebijakan Publik Pro Civil Society, Yokyakarta: YPAPI.

Widoyoko, Yoyok, Edi Indrizall, 2002. Penguasaan Politik BUMN Di Daerah, Padang : Cirus dan Lasp..


(17)

(1)

Publik diberi penguatan melalui pendidikan politik

Dalam sistem desentralisasi dimanapun di dunia, parlemen daerah cenderung tidak membuat banyak aturan hukum tetapi memilih fungsi mengawasi secara bagaimana pemerintah melayani daerahnya Standar ini cenderung harus diatur di pusat. Majelis rakyat daerah yang terpilih harus diberdayakan melalui pelatihan khusus dari penasehat ahli. Pemerintah sebaiknya mulai melibatkan wakil-wakil dari organisasi masyarakat sipil untuk berdialog aktif dan terbuka saat membuat rancangan setiap undang-undang yang berdampak pada organisasi-organisasi masyarakat sipil di Indonesia.(International IDEA,2000:115).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan menyangkut proses sosial politik masyarakat lokal adalah, pertama, pelopor-pelopor demokrasi bisa muncul dari segenap unsur publik (masyarakat sipil) sehingga elit politik jika telah cukup tersediannya media-media sipil dalam rangka melakukan praktek yang bersifat partisipatori kepada masyarakat sipil , prinsip ini kemudian berkaitan erat dengan aspek normative (moral politik) maupun positifnya (mekanisme Check and balance).

Kedua, proses sosial politik berkaitan erat dengan kualitas sumberdaya manusia lokal.

Indikatornya kapasitas pendidikan dan kualitas teknis dari para elit politik dan pimpinan organisasi kemasyarakatan pada tingkat lokal. Ketiga, tertatanya aktivitas penunjang pencerdasan politik guna menuju paradigma politik yang rasional dan objektif. Proses ini sebenarnya mengharuskan para elit politik untuk mampu mengembangkan secara konstruktif, bagaimana paradigma rasional objektif dikedepankan daripada fanatisme kharismatik kepada kumunitasnya,

Keempat, menyangkut tentang kebutuhan akan integritas elit politik dengan

daya kontrol sosial politik publik yang secara optimal berfungsi. Integritas elit politik ini senantiasa terkontrol oleh publik seiring dengan kapasitas dan hasil kerja (prestasi) yang mampu mereka berikan. (Subhilhar dan M. Arif Nasution. 2005:74)

Media Massa dan Askses ke Informasi

Media massa yang independent, kompetitif dan tersedia secara luas penting bagi demokrasi. Lembaga ini memungkinkan warga negara memilki akses ke informasi yang diperlukan untuk pemahaman yang lebih tercerahkan sehubungan dengan berbagai aspek kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Surat kabar, majalah,


(2)

radio, televise adalah komponen-komponen lembaga media massa yang terpenting. Sebagai lembaga ini biasa saja dimiliki dan didanai oleh negara maupun pihak swasta yang jelas media massa dapat memenuhi jangkauan opini dan cita rasa yang luas. Berbagai masalah sosial, politik dan pemerintahan merupakan subyek-subyek yang diliput. Yang terpenting media massa dapat memperoleh dan mengelola informasi diberbagai bidang secara terbuka dalam memahami isu-isu politik penting, serta mampu menjalankan fungsi kontrol sosial dan pengawasan terhadap langkah dan perilaku pemerintah hal ini tercermin dalam nuansa peliputan dan penerbitan.

Dibalik pengarahan dinamika media massa terdapat kebebasan berekspresi harus dijunjung tinggi . Individu tanpa kecuali diberi hak yang sama untuk mengemukakan pemikiran-pemikirannya. Hal ini dijamin oleh hukum, sehingga pelaksanaanya terjamin dan memperkecil kemungkinan manipulasi.Termasuk kebebasan untuk melancarkan kritik terhadap pejabat pemerintah, tatanan sosio ekonomi dan ideologi yang ada tanpa ancaman bahaya atau hukuman.

Berkaitan dengan kebebasan berekspresi ini adalah kebebasan warga negara terhadap sumber-sumber informasi. Berbagai sumber informasi relative terbuka untuk diketahui oleh masyarakat kalaupun pertimbangan-pertimbangan tertentu, seperti keamanan atau rahasia yang penting negara setidaknya ada batas waktu tertentu sehingga dokumen negara akhirnya biasa diketahui atau diperoleh masyarakat secara. bebas. Disamping itu masyarakat diberi kebebasan untuk mencari sumber informasi alternative diluar sumber-sumber yang disediakan oleh pemerintah. Tersedianya banyak sumber informasi memungkinkan masyarakat lebih objektif dalam memahami dan merefleksikan suatu fenomena yang tengah terjadi. Untuk itu didalam masyarakat diberi hak untuk mengembangkan jaringan informasi dengan jaminan Undang-undang. Kebebasan mendapatkan dan menyebabkan informasi serta pengetahuan adalah model media massa dalam mengusahakan terjadinya demokrasi gagasan dan arus informasi di kalangan warga negara dan antara pemerintah dan warga negara (Muhadi S dalam Riza Noer Arfani, 1996:68) Menelaah Kasus Maklumat "Masyarakat ' Sumatera Barat, Salah satu bentuk kasus pelimpahan kewenangan pemerintah daerah


(3)

Sejak datangnya era reformasi, perpolitikan lokal di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Jakarta memang sangat rawan dengan praktek manipulasi arus balik. Masyarakat sangat mudah diiming-iming dengan perubahan ekstrim posisi pendulum, dari pusat ke daerah, dari darat ke laut,dari ekonomi komando negara/pemerintah ke ekonomi pasar, dan sebagainya.

Khususnya pada system pemerintahan , arus balik kini seperti hampir menguasai seluruh jiwa orang-orang di luar Jakarta untuk membalikkan arah dari system sentralistis ke system desentralistis. Arus balik itu sendiri sudah merupakan sumber energi luar biasa besarnya untuk digunakan. Tidaklah mengherankan kalau pemerintahan Nasional yang kini tetap lebih suka menggunakan istilah Pemerintahan Pusat untuk dirinya masih dalam posisi kewalahan dalam menghadapi berbagai tuntutan di luar Jakarta. Bahkan bantuan kekuatan supranasional di bidang ekonomi, seperti lembaga donor maupunn perusahaan-perusahaan investor asing yang mengiming-iming pemulihan ekonomi , tidak cukup memberi tenaga kepada Pemerintah Nasional untuk bergerak efektif melakukan negosiasi dengan aktor-aktor yang "mewakili" dan mengatas "mengatasnamakan" masyarakat daerah. Hasilnya bisa kita lihat dari banyaknya tuntutan pendirian propinsi baru dan kabupaten baru yang dengan mudah diwujudkan. Dengan dernikian juga dengan banyaknya tuntutan hak pengesaan atas sumberdaya alam tingkat lokal yang statusnya mengambang hingga saat ini.

Kalau boleh kita inventarisasi hasil sementara dari arus balik yang baru berjalan, baru kita temukan adalah lahirnya raja-raja kecil di berbagai daerah. Raja kecil ini sebagian datang dari orang-orang yang.jelas terlibat dan punya andil di pusat

system lama tadi. Mereka datang ke provinsi atau kabupaten-kabupaten baru menjadi gubernur atau bupati. Sebagian lagi dari raja-raja kecil ini datang dari bos-bos lokal yang punya modal atau menguasai sumber-sumber informasi. Diantara bos-bos lokal ini tidak sedikit dari mereka yang berasal dari kelompok yang pernah bersekutu dengan rejim lama. Sebagian lagi dari aktor, arus balik yang juga berasal dari bekas tangan kanan penguasa baik penguasa pusat maupun penguasa lokal dengan kata lain, secara geonologis politik, sebagian besar raja-raja kecil yang muncul sekarang ini berasal dari kerajaan lama yang kini telah


(4)

dipecah-pecah karena reformasi. Hal ini semakin terbukti dari tidak sedikitnya raja-raja kecil ini berperilaku memanfaatkan arus balik untuk kepentingan posisi politik dan keuntungan ekonomi mereka dengan politik "atas nama rakyat" atau "atas nama masyarakat daerah" (Andrianof A. Chaniago, 2002 :15-16)

Sebagian substansi tuntutan dalam "Maklumat Masyarakat' Sumatera Barat", atau pada awalnya tuntutan dalam maklumat tentang penguasaan PT Semen Padang yang dideklarasikan pada tanggal 31 Oktober 2001. Secara substansi, adalah wajar jika sekelompok orang Sumbar menggugat secara akuisisi yang dilakukan secara arogan oleh penguasa atau alas penguasa Orde Baru tahun 1995 untuk dibatalkan. Adalah wajar jika para pemerhati ekonomi rakyat dan tokoh-tokoh masyarakat mencemaskan rencana put option PT Semen Gresik, yang mayoritas sahamnya milik pemerintah pusat, dalam rangka penambahan penjualan saham kepada perusahaan transnasional Cemex akan mengontrol penuh managemen PT Semen Gresik dan karenanya juga atas PT Semen Padang dengan system kapitalistik.

Sebenarnya masih ada hal yang perlu disingkapi kritis dari langkah-langkah pemerintah nasional yang berkeinginan besar untuk melakukan put option atas PT Semen Gresik. Sesuatu yang meresahkan adalah sikap pemerintah nasional yang terlalu pragmatik untuk mengurang, defisit anggaran hingga terburu-buru mengejar target privatisasi. Dan juga mengkhawatirkan (orang Indonesia) kalah cerdas dalam membuat kontrak-kontrak dengan investor dalam jangka panjang baru biasa kita sesali.

Dilihat dari kompleksitas masalah tantangan lingkungan ekonomi dan sosial, dan dilihat dari sudut pandang manajemen publik, baik untuk

corporate maupun goverment, masalah PT Semen Padang dan lembaga-lembaga

korporasi lainnya tidak bisa dikelompokkan secara simplitis, yang kemudian dikotonomikan, Berbagai masalah seperti efisiensi, produktivitas, kesehatan korporasi, tanggungjawab publik, kepentingan daerah, kepentingan pemerintah nasional, cacat politik di masa lalu, dan banyak lagi masalah lainnya yang harus ditata jernih. Jika tidak akan terjadi distorsi manipulasi oleh pihak tertentu, yang akhimya mengaburkan substansi dari tuntutan "untuk atas nama masyarakat" tadi. (Andrianof Chaniago dalam Yoyok Widoyoko, 2002: 12-13)


(5)

KEPUSTAKAAN

Arif Nasution,M., Badaruddin, Heri Kusmanto, 2005, Nasionalisme dan Isu-isu Lokal, Medan : USU Press.

B u d i m a n t a , A r i f , A d i P r a s e t i j o , B a m b a n 2 R u d i t o , 2 0 0 4 , C o r p o r a t e S o c i a l Responsibility Jawaban Bali Model-model Pembangunan Indonesia Masa Kini, Jakarta: ICSD Indonesia Center for Sustainable Development.

International IDEA,2000, Penilaian Demokratisasi di Indonesia, Lembaga Internasional untuk Bantuan Demokrasi dan Pemilu.

Keraf, A. Sonny, 2002, Etika Lingkungan, Jakarta: Buku Kompas.

Mahfud Md, Moh, 2000, Dernokrasi dan Konstutusi di Indonesia, Jakarta: Rianeka Cipta.

Mahfud MD, Moh, 2001, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: LP3ES.

Musanef, 1985, Sistern Pemerintahan di Indonesia, Jakarta : PT. Gunung Agung.

Noer, Arfani Riza, 1996, Dernokrasi Indonesia Kontemporer, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Salim, Emil,2000, Kembali Ke Jalan Lurus,Jakarta : Alfabet.

Wibowo, Eddi, Nessel Nogi S Tangkilisan, 2004, Kebijakan Publik Pro Civil Society, Yokyakarta: YPAPI.

Widoyoko, Yoyok, Edi Indrizall, 2002. Penguasaan Politik BUMN Di Daerah, Padang : Cirus dan Lasp..


(6)