hal-hal yang menghapuskan pidana baik yang menyangkut diri pelaku perbuatan itu.
Sebelum memutus dengan putusan lepas dari segala tuntutan hukum, hakim harus membuktikan apakah terdapat alasan-alasan sebagaimana yang
terdapat dalam pasal-pasal tersebut.
2.4.3 Syarat Sahnya Putusan Pengadilan
Setiap putusan pengadilan harus memuat dasar dan alasan diberikannya putusan tersebut. Selain itu, harus tercantum pasal dari peraturan perundang-
undangan yang terdapat dalam surat dakwaan atau sumber hukum tidak tertulis, yang dikenakan kepada terdakwa. Hal ini sebagaimana ketentuan Pasal 50 ayat 1
Undang Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi :
”Segala putusan pengadilan selain memuat alasan dasar putusan tersebut, memuat pula pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.” Syarat sahnya putusan pengadilan berdasar Pasal 195 KUHAP,
putusan itu harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Dengan melihat juga Pasal 197 KUHAP yang berisi tentang syarat-syarat yang harus
dimuat dalam suatu putusan pengadilan agar supaya putusan pengadilan tersebut dapat dikatakan sah dan mempunyai kekuatan hukum serta dapat dilaksanakan.
Menurut ketentuan Pasal 197 KUHAP bahwa, surat putusan pemidanaan
harus memuat :
39
a Kepala tulisan yang berbunyi : “Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa ”;
b Nama lengkap, tampat lahir, umur atau tempat tanggal lahir, jenis
kelamin, kebangsaan,tempat tinggal, agama, dan pekerjaan terdakwa;
c Dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan;
d Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan
keadaan, beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa;
e Tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan;
f Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar
pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan
39
R. Sugandhi, KUHAP dan Penjelasannya, Surabaya, Usaha Nasional, 1990, hlm.80
yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakwa;
g Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali
perkara diperiksa oleh hakim tunggal; h
Pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya
dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan ; i
Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti pasti dan ketentuan mengenai
barang bukti; j
Keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan dimana latak kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap
palsu; k
Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan;
l Hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang
memutus dan nama panitera. Apabila syarat-syarat yang disebutkan dalam Pasal 197 ayat 1 huruf a, b,
c, d, e, f, h, j, k dan l KUHAP tidak terpenuhi akan berakibat putusan batal demi hukum Pasal 197 ayat 2 KUHAP. Akan tetapi dalam penjelasan Pasal 197 ayat
2 KUHAP dikatakan bahwa kecuali yang tersebut pada huruf a, e, f dan h, apabila terjadi kekhilafan atau kekeliruan dalam penulisan, maka kekhilafan dan
atau kekeliruan penulisan atau pengetikan tidak menyebabkan batalnya putusan demi hukum. Bahwa tidak tercantumnya pasal 197 ayat 1 huruf K KUHAP dalam
suatu putusan pemidanaan menyebabkan putusan tersebut batal demi hukum, hal ini menimbulkan banyak perbedaan pandangan dari para ahli hukum pidana.
Sesuai ketentuan Pasal 197 ayat 1 huruf k dan ayat 2 KUHAP yang pada prinsipnya mengatakan “setiap putusan tanpa perintah penahanan adalah batal
demi hukum”.
28
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Pembuktian dalam Putusan Pengadilan Nganjuk Nomor 50Pid.B
2012PN.Njk Dikaitkan dengan Prinsip Pembuktian dalam Ketentuan Pasal 183 KUHAP
Pembuktian adalah suatu proses bagaimana alat-alat bukti tersebut dipergunakan, diajukan ataupun dipertahankan, sesuai hukum acara yang
berlaku. Pembuktian merupakan ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan
dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pasal-pasal dalam ketentuan
KUHAP yang mengatur masalah pembuktian dalam Pasal 183 sampai dengan Pasal 191.
Dalam pembuktian tidaklah mungkin dan dapat tercapai kebenaran mutlak absolut. Semua pengetahuan hanyalah bersifat relatif,
yang didasarkan pada pengalaman, penglihatan dan pemikiran yang tidak selalu pasti benar. Jika diharuskan adanya syarat kebenaran
mutlak untuk dapat menghukum seseorang, maka tidak boleh sebagian besar dari pelaku tindak pidana pastilah dapat
mengharapkan bebas dari penjatuhan pidana.
44
Jika hakim atas dasar alat-alat bukti yang sah telah yakin bahwa menurut pengalaman dan keadaan yang telah dapat diterima, bahwa sesuatu
tindak pidana benar-benar telah terjadi dan terdakwa dalam hal tersebut bersalah, maka terdapatlah bukti yang sempurna, yaitu bukti yang sah dan meyakinkan.
Dengan demikian, bahwa suatu pembuktian harus dianggap tidak lengkap, jika keyakinan hakim didasarkan pada alat-alat bukti yang tidak dikenal dalam
undang-undang atau atas bukti yang tidak mencukupi misalnya keterangan seorang saksi saja, ataupun karena keyakinan tentang itu sendiri tidak ada, maka
hakim dapat menyatakan bahwa terdakwa tidak bersalah dan tidak dapat dijatuhi hukuman. Berdasarkan uraian tentang pembuktian tersebut, pada dasarnya
untuk membuktikan terdakwa bersalah atau tidak, diperlukan proses pembuktian
44
Djoko Prakoso, Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian dalam Proses Pidana, Liberty, Yogyakarta, 1988, hlm.37