ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KELALAIAN YANG MENGAKIBATKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA (Studi Putusan Nomor: 144/Pid.Sus/2013/PN.M)

  

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN

PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KELALAIAN

YANG MENGAKIBATKAN ORANG LAIN

MENINGGAL DUNIA

(Studi Putusan Nomor: 144/Pid.Sus/2013/PN.M)

(Jurnal Skripsi)

  

Oleh

ELSA ADWINDA DIVA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

  

2018

  

ABSTRAK

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA

TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KELALAIAN YANG

MENGAKIBATKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA

(Studi Putusan Nomor: 144/Pid.Sus/2013/PN.M)

Oleh

  

Elsa Adwinda Diva, Maroni, Firganefi

Email: ecaadwinda@gmail.com.

  Perkara kecelakaan lalu lintas umumnya terjadi tanpa kesengajaan, di sini yang ada hanya unsur kealpaan atau kelalaian, meskipun demikian pelaku harus tetap mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan hukum, apalagi mengakibatkan orang lain meninggal dunia, yang semestinya dijatuhi dengan pidana berat. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana kelalaian yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia pada Putusan Nomor: 144/Pid.Sus/2013/PN.M? (2) Apakah pidana yang dijatuhkan hakim terhadap pelaku tindak pidana kelalaian yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia pada Putusan Nomor: 144/Pid.Sus/2013/PN.M sesuai dengan keadilan substantif? Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Narasumber terdiri dari jaksa pada Kejaksaan Negeri Metro, hakim pada Pengadilan Negeri Metro dan Dosen hukum pidana Fakultas Hukum Unila. Pengumpulan data dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan: (1) Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana penjara selama lima bulan terhadap pelaku tindak pidana kelalaian yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia dalam Putusan Nomor: 144/Pid.Sus/2013/PN.M sesuai dengan teori pendekatan seni dan intuisi hakim. Hakim juga mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa menyebabkan orang meninggal dunia, sedangkan hal-hal yang meringankan adalah terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa mengakui secara terus terang perbuatannya di persidangan dan menyesali perbuatannya tersebut. Selain itu terdakwa dengan keluarga korban sudah ada perdamaian. Pidana yang dijatuhkan hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum yaitu pidana penjara selama 8 (delapan) dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan, dengan perintah terdakwa tetap ditahan. (2) Penjatuhan pidana penjara selama lima bulan terhadap pelaku tindak pidana kelalaian yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia dalam Putusan Nomor: 144/Pid.Sus/2013/PN.M telah memenuhi keadilan substantif, karena perbuatan yang dilakukan terdakwa tidak didasarkan pada unsur kesengajaan, tetapi mutlak karena unsur kelalalaian yaitu kecelakaan lalu lintas yang terjadi secara spontan dan tidak dapat dihindari oleh pelaku maupun korban.

  Kata Kunci: Dasar Pertimbangan Hakim, Kelalaian, Meninggal Dunia

  

ABSTRACT

ANALYSIS OF BASIS OF JUDGES' CONSIDERATION IN IMPOSING CRIMINAL

PUNISHMENT AGAINST PERPETRATORS OF CRIMINAL

ACTS OF NEGLIGENCE WHICH RESULTED IN DEATH

  

(Study of Decision Number: 144/Pid.Sus/2013/PN.M)

Cases of traffic accidents are generally unintentional, here there are only negligence or

negligence, although the perpetrator must still be held accountable for his actions before

the law, let alone causing others to die, which should be subjected to severe penalties.

Problems in this research are: (1) How is the basis of judges' consideration in imposing

criminal punishment against perpetrators of criminal acts of negligence which resulted in

the death of others in Decision Number: 144/Pid.Sus/2013/PN.M? (2) Is the criminal

sanctioned by a judge against a criminal offender causing another person to pass away in

Decision Number 144/Pid.Sus/2013/PN.M in accordance with substantive justice? This

study uses a juridical normative and juridical empirical approach. The speakers consisted

of prosecutors at the Metro State Prosecutor's Office, a judge at the Metro District Court

and field study. Data analysis is done qualitatively. Based on the result of the research

and discussion, it can be concluded: (1) The basis of the judge's consideration in imposing

a five-month imprisonment on the offender of negligence which resulted in the death of

another in Decision No. 144/Pid.Sus/2013/PN.M in accordance with theory of art

approach and judge intuition. The judge also considered the incriminating thing is the act

of the defendant causing the person to die, while the things that lighten up is the defendant

has never been punished, the defendant admitted his actions in the court and regretted his

actions. In addition, the defendant with the victim's family already has peace. The

sentence handed down by the judge is lighter than the prosecution filed by the Public

Prosecutor namely imprisonment for 8 (eight) minors as long as the defendant is in

custody, with the order of the accused held in custody. (2) The imposition of a five-month

imprisonment on the offender of negligence resulting in another death in Decision

Number 144/Pid.Sus/2013/PN.M has fulfilled substantive justice, since the defendant's

actions are not based on intentional elements , but absolute because of the element of

negligence of traffic accidents that occur spontaneously and can not be avoided by the

perpetrators and victims.

  Keywords: Basic Judge Consideration, Negligence, Death

  Hukum pada dasarnya memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, karena hukum bukan hanya menjadi parameter untuk keadilan, keteraturan, ketentraman dan ketertiban, tetapi juga untuk menjamin adanya kepastian hukum. Pada tataran selanjutnya, hukum semakin diarahkan sebagai sarana kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.

  umumnya terjadi tanpa kesengajaan, di sini yang ada hanya unsur kealpaan atau kelalaian. Pengenaan pidana kepada orang yang karena alpa melakukan kejahatan disebut dengan strict liability, artinya ada kejahatan yang pada waktu adalah tidak mengetahui dan sama sekali tidak bermaksud untuk melakukan suatu perbuatan. Namun meskipun demikian dia dipandang tetap bertanggung jawab atas terjadinya perkara yang terlarang itu, walaupun dia sama sekali tidak bermaksud untuk melakukan suatu perbuatan yang ternyata adalah kejahatan.

  Pelanggaran lalu lintas tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tetapi ada yang menyangkut delik-delik yang disebut dalam KUHP, misalnya sebagaimana 1 Andi Hamzah. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana . Ghalia Indonesia Jakarta.

  2001. hlm. 14. 2 C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil.

  Disiplin Berlalu Lintas di Jalan Raya .

  Penerbit

  diatur dalam Pasal 359 KUHP, yaitu karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain dan sebagimana diatur dalam Pasal 360 KUHP, yaitu karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka berat.

I. Pendahuluan

  Sistem peradilan untuk perkara lalu lintas jalan sedikit berbeda dengan sistem peradilan biasa, acara pemeriksaannya terdapat peraturan beracara yang berbeda dari acara biasa yaitu:

1 Perkara tindak pidana lalu lintas

  1. Perkara tilang tidak memerlukan berita acara pemeriksaan, penyidik hanya mengirimkan catatan-catatan ke Pengadilan (formulir tilang)

  2. Di dalam sidang pemeriksaan perkara tilang terdakwa boleh tidak hadir dan dapat menunjuk seseorang untuk wakilinya disidang dalam hal dilanjutkan dan diputus dengan putusan verstek.

  3. Perkara tilang tidak ada surat tuduhan dan tidak adanya putusan tersendiri yang lepas dari berkas perkara, putusan hakim tercantum dalam berita acara sidang artinya disambungkan pada berita acara tersebut.

2 Perkara lalu lintas pada dasarnya termasuk jenis perkara pelanggaran.

  4. Jaksa tidak perlu hadir disidang kecuali apabila kejaksaan atau jaksa menganggap perlu maka pihak kejaksaan akan hadir disidang.

  Perkara tilang diadili dengan acara pemeriksaan cepat dan tidak dapat diadili dengan cara pemeriksaan biasa. Sistem peradilan tilang lembaga yang terlibat sebagai subsistem adalah kepolisian, kejaksaan dan pengadilan dengan tugas dan fungsinya yang telah diatur sesuai dengan undang-undang. Acara pemeriksaan cepat yang diatur

  dalam KUHAP meliputi acara pemeriksaan tindak pidana ringan dan perkara pelanggaran lalu lintas. Pasal 211 KUHAP menyebutkan bahwa yang diperiksa menurut acara pemeriksaan pelanggaran lalu lintas adalah pelanggaran lalu lintas tertentu terhadap peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan. Sistem peradilan tilang pihak yang terdepan sama dengan sistem peradilan pidana perkara biasa yaitu kepolisian. Pemeriksaan permulaan dilakukan ditempat kejadian. Polisi yang bertugas melaksanakan penegakan hukum apabila menemukan pelanggaran lalu lintas tertentu harus menindak langsung ditempat kejadian. Perkara pidana lalu lintas dapat diselesaikan melalui perdamaian sebagai proses penyelesaian pengadilan (Alternative Dispute Resolution).

  Polisi sebagai penyidik dalam menyelesaikan tindak pidana lalu lintas di luar Pengadilan ini kalau pelaku dan pihak korban sudah ada kesepakatan kehendak. Penyelesaian di dalam Pengadilan, apabila para pihak pelaku dan keluarga korban tidak ada kesepakatan kehendak untuk diselesaikan di luar Pengadilan, Polisi sebagai penyidik sesuai dengan tugasnya membuat berita acara tentang kejadiannya dan kemudian menyerahkan ke Jaksa penuntut Umum agar dilakukan penuntutan. Hukum Pidana sebagai hukum yang mempunyai fungsi subsider, karena hukum pidana baru digunakan apabila upaya lain dirasakan tidak berhasil atau tidak sesuai.

  3 3 Eva Achjani Zulfa, Keadilan Restoratif di Indonesia

  , Fakultas Hukum, Universitas

  Uraian di atas selaras dengan konsep pemidanaan yang diwujudkan dalam proses Pengadilan itu bertujuan untuk prevensi umum dan prevensi khusus. Prevensi umum yaitu dengan dipidananya pelaku kejahatan maka diharapkan pelaku akan mengurungkan niatnya untuk berbuat jahat, sedangkan prevensi khusus yaitu dengan telah diselesainya menjalani pidana maka ia diharapkan tidak akan mengulangi lagi perbuatannya. Persyaratan pidana pada umumnya meliputi persyaratan- persyaratan yang menyangkut segi perbuatan dan segi orang. Kedua segi tersebut terdapat dua asas yang saling berpasangan yaitu asas legalitas yang menyangkut segi perbuatan dan asas

  culpabilitas atas asas kesalahan yang

  menyangkut segi orang. Asas legalitas menghendaki adanya ketentuan yang kesalahan menghendaki agar hanya orang yang benar-benar bersalah saja yang dapat dikenakan pemidanaan. Polisi sebagai penyidik dalam menangani perkara kecelakaan lalu lintas harus melihat dahulu sebab-sebab terjadinya kecelakaan tersebut, sehingga polisi dapat menentukan bahwa perkara dapat diselesaikan di luar pengadilan atau harus melalui pengadilan. Polisi dalam menentukan kriteria ini harus mempunyai dasar keahlian khusus di bidang lalu lintas, karena polisi dalam menangani perkara harus dapat menyelesaikan dengan baik dan adil. Adapun dalam hal tersebut berkaitan langsung dengan cara penyelesaiannya, apabila dapat dibuktikan karena kealpaan pelaku dan korban dianggap bersalah maka dapat diselesaikan di luar pengadilan dan sebaliknya apabila kesalahan dari pelaku maka polisi selaku

  penyidik akan melimpahkan perkara tersebut ke Kejaksaan untuk dilakukan penuntutan dan selanjutnya harus diselesaikan melalui pengadilan.

  mengakibatkan orang lain meninggal dunia umumnya disebabkan oleh pengendara belum memahami dan tidak mematuhi peraturan lalu lintas diantaranya tidak memiliki kemampuan mengemudikan kendaraannya dengan wajar, tidak mengutamakan keselamatan pejalan kaki, tidak mampu menunjukkan STNK, SIM. Pelaku juga umumnya tidak mematuhi ketentuan tentang kelas jalan, rambu-rambu dan marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, waktu kerja dan waktu istirahat pengemudi, gerak lalu lintas berhenti dan parkir, persyaratan teknis dan laik jalan mengindahkan kecepatan minimum dan kecepatan maksimum dalam berkendara. Salah satu perkara tindak pidana lalu lintas karena kelalaian mengakibatkan orang lain meninggal dunia adalah Putusan Nomor: 144/Pid.Sus/2013/ PN.M, terdakwa bernama M. Ghozali Bin Bejo. Majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana karena salahnya atau kurang hati- hatinya menyebabkan orang meninggal dunia, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 310 ayat (4) Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 4 M. Faal. Penyaringan Perkara Pidana Oleh

  Polisi (Diskresi Kepolisian ). Pradnya Paramita,

  Isu hukum yang menjadi dasar munculnya masalah dalam penelitian ini adalah adanya kesenjangan antara Pasal 310 ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diketahui bahwa dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). Pada kenyataannya pelaku pada Putusan Nomor: 144/Pid.Sus/2013/PN.M dijatuhkan pidana penjara selama 5 (lima) bulan penjara. Selain itu perkara pidana lalu lintas merupakan ide perubahan dari ketentuan Pasal 359 KUHP yaitu barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun, menjadi lebih berat ancaman pidananya dalam Pasal 310 ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan ancaman pidana selama enam tahun dan denda maksimal Rp. 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). Permasalahan penelitian ini adalah: a.

4 Pelaku tindak pidana kelalaian yang

  Bagaimanakah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana kelalaian yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia pada Putusan Nomor: 144/Pid.Sus/2013/PN.M? b. Apakah pidana yang dijatuhkan hakim terhadap pelaku tindak pidana kelalaian yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia pada Putusan Nomor: 144/Pid.Sus/2013/PN.M sesuai dengan keadilan substantif? Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif.

II. Pembahasan A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Kelalaian yang Mengakibatkan Orang Lain Meninggal Dunia

  Majelis Hakim dalam Putusan Nomor: 144/Pid.Sus/2013/PN.M, menjatuhkan pidana kepada Terdakwa M. Ghozali Bin Bejo atas dakwaan tindak pidana kelalaian mengakibatkan orang lain selama 5 (lima) bulan. Majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana karena salahnya atau kurang hati-hatinya menyebabkan orang meninggal dunia, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 310 Ayat (4) Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

  Majelis hakim mempertimbangkan dakwaan Penuntut Umum yaitu Pasal 310 Ayat (4) UU RI No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan, dengan unsur-unsur sebagai berikut: 1.

  Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor; Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan setiap orang adalah setiap orang sebagai subjek hukum yaitu pendukung hak dan kewajiban yang mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya menurut hukum. Dalam perkara ini terdakwa M. Gozali Bin Bejo yang identitasnya sebagaimana tercantum dalam surat dakwaan diajukan ke persidangan dalam keadaan sehat baik fisik maupun mental dan berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan berupa keterangan saksi- saksi dan keterangan terdakwa, bahwa tidak ada hal yang dapat menghapuskan atau memaafkan perbuatan terdakwa sehingga Terdakwa dapat mempertanggung jawabkan atas perbuatannya sebagaimana yang didakwakan dalam surat dakwaan. Majelis Hakim berpendapat unsur “Setiap orang ” telah terpenuhi pada diri terdakwa;

  Karena kelalaianya menyebabkan kecelakaan Lalu Lintas dan mengakibatkan orang lain meninggal dunia.

  Majelis hakim menimbang bahwa yang dimaksud dengan “karena kelalaiannya” di dalam hukum pidana diartikan sebagai tindakan kurang hati-hati, lalai atau lupa dan amat kurang perhatian. Termasuk di dalam kurang hati-hati adalah suatu perbuatan yang seharusnya dilakukan tidak dilakukan namun dilakukanya, sehingga jika si pembuat berhati-hati maka peristiwa ini dapat dicegah dan tidak terjadi, dimana ketidak hati- hatianya tersebut mengakibatkan meninggalnya orang lain. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, dari keterangan saksi- saksi, keterangan terdakwa dan adanya barang bukti bahwa pada hari Senin tanggal 16 September 2013 sekira pukul

  18.10 Wib. di Jalan Sukarno Hatta Kelurahan Mulyojati Kec. Metro Barat Kota Metro Terdakwa sedang mengendarai sepeda motor Honda Beat No Pol BE-7960-LR dari arah Ganjar Agung hendak pulang ke Mesuji melewati daerah terminal 16-C di Jln Sukarno Hatta Kelurahan Mulyo Jati Kecamatan Metro Barat Kota Metro dengan kecepatan kurang lebih 60/70 KM/Jam, dan pada saat terdakwa menyalib atau mendahului mobil yang sedang melaju di depan terdakwa pada saat itu juga saksi korban Lasio (alm) yang sedang mengedarai sepeda dayung berbelok ke arah kanan. Bahwa selain itu posisi terdakwa yang sudah berada dekat dengan saksi korban Lasoi (alm) dengan jarak kurang lebih 4 m saat itu terdakwa sudah tidak bisa menguasai laju motor yang dikendarainya dan seketika itu juga (alm) sehingga saksi korban Lasio (alm) terpental jatuh dari sepeda dayungnya dan membentur aspal jalan.

  Akibat dari kecelakaan tersebut saksi korban Lasio (almarhum) mengalami luka-luka dan akhirnya meninggal dunia, berdasarkan hasil Visum At Repertum N0.148/VR/RSI-X/2013 yang dibuat dan ditandatangani oleh Dr.Ruth Mariva,Sp.S dari RS Imanuel dengan kesimpulan terdapat luka robek di kaki kanan + 1 cm, lecet-lecet pada lutut kiri pergelangan tangan kiri, pundak dan pipi kiri, luka robek di telinga kanan +3 cm, patah tulang kaki kanan, pada mulut terpasang ETT (Endotrocheal tube), pada perut terdapat benjolan lunak + 10 cm berdenyut, dan surat kematian No.470/12/C.5.1/2013 yang dibuat dan ditanda tangani oleh Kepala Kelurahan Rejomulyo Eko Budi Saputro,Sip pada tanggal 24 September 2013. Majelis

  Hakim berpendapat unsur “Karena kelalaianya menyebabkan kecelakaan lalu lintas dan mengakibatkan orang lain meninggal dunia” telah terpenuhi pada diri terdakwa. Berdasarkan seluruh uraian pertimbangan di atas, seluruh unsur dalam dakwaan Penuntut Umum telah terpenuhi pada diri terdakwa, maka Majelis Hakim berpendapat Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan perbuatan seperti dalam surat dakwaan tersebut, karena telah memenuhi unsur-unsur dari Pasal 310 Ayat (4) UU RI No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan.

  Majelis Hakim di dalam persidangan tidak menemukan sesuatu bukti bahwa terdakwa adalah orang yang tidak kesalahan dari perbuatannya itu atau kesalahan orang/error in persona yang diduga adalah telah melakukan tindak pidana dan juga tidak ditemukan sesuatu alasan pun baik alasan pembenar maupun alasan pemaaf sebagai alasan penghapus pidana bagi terdakwa, maka berdasarkan Pasal 193 Ayat (1) KUHAP, kepada terdakwa haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pidana sebagaimana diatur dan diancam dengan pidana dalam

  Pasal 310 Ayat (4) UU RI No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan. Majelis hakim menimbang selama dalam proses pemeriksaan terhadap terdakwa telah dilakukan penahanan, maka berdasarkan Pasal 22 Ayat (4) KUHAP, masa penahanan tersebut harus dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Oleh karena terdakwa ditahan, maka sesuai Pasal 193 Ayat (2) b jo. Pasal 21 Ayat (4) KUHAP, Majelis Hakim mempunyai alasan untuk menetapkan supaya terdakwa tetap berada dalam tahanan. Seuai dengan ketentuan sesuai Pasal 197 Ayat (1) huruf f KUHAP maka Majelis Hakim mempertimbangkan dahulu hal- hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan bagi terdakwa. Hal-hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa menyebabkan orang meninggal dunia, sedangkan hal-hal yang meringankan adalah terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa mengakui secara terus terang perbuatannya di persidangan dan menyesali perbuatannya tersebut. Selain itu terdakwa dengan keluarga korban sudah ada perdamaian. umumnya tidak ada kesengajaan, di sini yang ada hanya unsur kealpaan. Pengenan pidana kepada orang yang karena alpa melakukan kejahatan disebut dengan strict liability, artinya ada kejahatan yang pada waktu terjadinya keadaan mental terdakwa adalah tidak mengetahui dan sama sekali tidak bermaksud untuk melakukan suatu perbuatan. Namun meskipun demikian dia dipandang tetap bertanggung jawab atas terjadinya perkara yang terlarang itu, walaupun dia sama sekali tidak bermaksud untuk melakukan suatu perbuatan yang ternyata adalah kejahatan.

  Hal ini timbul karena undang-undang tidak dapat menampung semua perbuatan yang ada di masyarakat. Hukum kebiasaan seringkali lebih dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Penyelesaian perkara secara damai perkara tindak pidana lalu lintas jalan yang berakibat korban mati atau luka berat secara yuridis dianggap bertentangan dengan ketentuan hukum pidana dan hukum acara pidana, namun penyidik dan jaksa cenderung dapat menerima penyelesaian secara damai antara pembuat dan korban atau keluarga korban.

  Majelis hakim mendasarkan putusannya pada Pasal 310 Ayat (4) UU RI No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan dan ketentuan pasal- pasal dalam KUHAP serta peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dalam perkara ini, menyatakan terdakwa M. Gozali Bin Bejo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ”karena kelalaiannya mengakibatkan dunia” dan menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 5 (lima) bulan, serta menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang telah dijatuhkan.

  Berdasarkan uraian di atas maka penulis dapat menganalisis bahwa putusan hakim yang menjatuhkan hukuman kepada Terdakwa M. Ghozali Bin Bejo atas dakwaan tindak pidana kelalaian mengakibatkan orang lain meninggal dunia dalam Putusan Nomor: 144/Pid.Sus/2013/PN.M, dengan pidana penjara selama lima bulan sesuai dengan salah satu teori putusan hakim, yaitu Pendekatan Seni dan Intuisi. Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan dari hakim. Sebagai diskresi, dalam penjatuhan putusan hakim menyesuaikan dengan keadaan dan pidana yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana, hakim akan melihat keadaan pihak terdakwa atau penuntut umum dalam perkara pidana. Pendekatan seni dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan putusan, lebih ditentukan oleh instink atau intuisi dari pada pengetahuan dari hakim 5 Hakim dengan menggunakan teori pendekatan seni dan intuisi menilai bahwa pidana yang dijatuhkan bukanlah sekedar melaksanakan pembalasan dari suatu perbuatan jahat, tetapi mempunyai tujuan lain yang bermanfaat, dalam arti bahwa pidana dijatuhkan bukan karena orang telah berbuat jahat, melainkan pidana dijatuhkan agar orang tidak melakukan kejahatan. Memidana harus ada tujuan lebih lanjut dari pada hanya menjatuhk:an pidana saja, sehingga dasar pembenaran pidana munurut teori pada tujuannya. Tujuan pemidanaan berupaya mewujudkan tata pergaulan dan penyelesaian hukuman yang manusiawi, berketuhanan, berkebangsaan, berperikemanusiaan, demokratis dan berkeadilan sesuai dengan rasa keadilan masyarakat. Hakim memiliki kebebasan dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara, sebab hal ini merupakan mahkota bagi hakim dan harus tetap dikawal dan dihormati oleh semua pihak tanpa kecuali, sehingga tidak ada satu pihak yang dapat menginterpensi hakim dalam menjalankan tugasnya tertentu. Hakim dalam menjatuhkan putusan harus mempertimbangkan banyak hal, baik itu yang berkaitan dengan perkara yang sedang diperiksa, tingkat perbuatan dan 5 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim

  dalam Persfektif Hukum Progresif, Jakarta: Sinar Grafika,.2010, hlm.103.

  kesalahan yang dilakukan pelaku, kepentingan pihak korban, keluarganya dan rasa keadilan masyarakat.

  B. Pidana yang Dijatuhkan Hakim terhadap Pelaku Tindak Pidana Kelalaian yang Mengakibatkan Orang Lain Meninggal Dunia Ditinjau dari Aspek Keadilan Substantif

  Majelis Hakim dalam Putusan Nomor: 144/Pid.Sus/2013/PN.M, menjatuhkan pidana penjara selama 5 (lima) bulan kepada Terdakwa M. Ghozali Bin Bejo atas karena terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana karena salahnya atau kurang hati- hatinya menyebabkan orang meninggal dunia, sebagaimana diatur dan diancam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

  Penjatuhan pidana penjara selama lima bulan terhadap terdakwa tersebut telah memenuhi keadilan substantif, karena perbuatan yang dilakukan terdakwa tidak didasarkan pada unsur kesengajaan, tetapi mutlak karena unsur kelalalaian yaitu kecelakaan lalu lintas yang terjadi secara spontan dan tidak dapat dihindari oleh pelaku maupun korban. Keadilan secara umum diartikan sebagai perbuatan atau perlakuan yang adil. Sementara adil adalah tidak berat sebelah, tidak memihak dan berpihak kepada yang benar. Keadilan menurut kajian filsafat adalah apabila dipenuhi dua prinsip, yaitu: pertama tidak merugikan seseorang dan kedua, perlakuan kepada tiap-tiap manusia apa yang menjadi haknya. Jika kedua prinsip ini dapat dipenuhi barulah itu dikatakan adil. Pemaknaan keadilan dalam penanganan sengketa-sengketa hukum ternyata masih dapat diperdebatkan. Banyak pihak merasakan dan menilai bahwa lembaga pengadilan kurang adil karena terlalu syarat dengan prosedur, formalistis, kaku, dan lamban dalam memberikan putusan terhadap suatu sengketa. Faktor tersebut tidak lepas dari cara pandang hakim terhadap hukum yang amat kaku dan normatif-prosedural dalam melakukan konkretisasi hukum. Peranan hakim dalam menegakkan hukum, tidak dapat dilepaskan dari pembicaraan hubungan antara hukum dengan hakim, untuk menciptakan keadilan dan ketertiban dalam dan bagi masyarakat. Hakim menjadi faktor pengadilan di Indonesia bukanlah suatu permainan untuk mencari menang, melainkan untuk mencari kebenaran dan keadilan. Demi menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang, dalam pemeriksaan atas terdakwa, hakim senantiasa berpedoman pada sistem pembuktian yang digariskan dalam Pasal 183 KUHAP, yaitu hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang- kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Keadilan substantif dimaknai keadilan yang diberikan sesuai dengan aturan- aturan hukum substantif, dengan tanpa melihat kesalahan-kesalahan prosedural yang tidak berpengaruh pada hak-hak substantif penggugat. Ini berarti bahwa apa yang secara formal-prosedural benar bisa saja disalahkan secara materiil dan substansinya melanggar keadilan. Demikian sebaliknya, apa yang secara formal salah bisa saja dibenarkan jika secara materiil dan substansinya sudah cukup adil. Hakim dapat menoleransi pelanggaran procedural asalkan tidak melanggar substansi keadilan.

  6 Hakim sebagai pelaksana dari kekuasaan

  kehakiman mempunyai kewenangan melalui putusannya yang didasarkan pada keyakinan, integritas moral yang baik serta mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat. Hal ini sesuai dengan fungsi hukum sebagai instrument untuk melindungi rakyat dari bahaya dan tindakan yang dapat merugikan dan menderitakan hidupnya dari orang lain, berfungsi pula untuk memberikan keadilan serta menjadi sarana untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. juga dapat menimbulkan pertanyaan yang kemudian meragukan keberadaan hukum. Hukum harus memberikan perlindungan terhadap semua pihak sesuai dengan status hukumnya karena setiap orang memiliki kedudukan yang sama dihadapan hukum.

  Tugas hakim dalam hal ini sangat berat, karena tidak hanya mempertimbangkan kepentingan hukum saja dalam putusan perkara yang dihadapi melainkan juga mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat agar terwujud adanya kepastian hukum. Putusan hakim memang tetap dituntut oleh masyarakat 6 Sudarto. Kapita Selekta Hukum Pidana.

  Alumni.Bandung. 1986. hlm. 46 untuk berlaku adil, namun sebagai manusia juga hakim dalam putusannya tidaklah mungkin memuaskan semua pihak, tetapi walaupun begitu hakim tetap diharapkan menghasilkan putusan yang seadil-adilnya sesuai fakta-fakta hukum di dalam persidangan yang didasari pada azas legalitas dan disertai dengan hati nurani hakim. Bahkan hakim juga disebut sebagai wakil Tuhan di dunia dalam arti harus tercermin dalam putusan perkara yang sedang ditanganinya, maka sebagai seorang hakim tidak perlu ragu, melainkan tetap tegak dalam garis kebenaran dan tidak berpihak (imparsial), namun putusan hakim juga paling tidak dapat dilaksanakan oleh pencari keadilan atau tidak hanya sekedar putusan yang tidak bisa dilaksanakan.

  (output) dari kewenangan mengadili setiap perkara yang ditangani dan didasari pada Surat Dakwaan dan fakta- fakta yang terungkap di persidangan dan dihubungkan dengan penerapan dasar hukum yang jelas, termasuk di dalamnya berat ringannya penerapan pidana penjara (pidana perampasan kemerdekaan), hal ini sesuai asas hukum pidana yaitu asas legalitas yang diatur pada Pasal 1 Ayat (1) KUHP yaitu Hukum Pidana harus bersumber pada undang-undang, artinya pemidanaan haruslah berdasarkan Undang-Undang. Hukum memiliki fungsi yang penting dalam kehidupan bermasyarakat sebagai alat untuk menciptakan keadilan, keteraturan, ketentraman dan ketertiban, tetapi juga untuk menjamin adanya kepastian hukum. Pada tataran selanjutnya, hukum diarahkan sebagai sarana kemajuan dan kesejahteraan masyarakat yang dibentuk atas keinginan dan kesadaran tiap-tiap individu di dalam masyarakat. Hukum merupakan suatu kebutuhan yang melekat pada kehidupan sosial dalam suatu masyarakat, yaitu bahwa hukum akan melayani anggota-anggota masyarakat, baik berupa pengalokasian kekuasaan, pendistribusian sumber-sumber daya, serta melindungi kepentingan anggota masyarakat itu sendiri oleh karenanya hukum menjadi semakin penting peranannya sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan bagi masyarakat.

  III. PENUTUP

  A. Simpulan 1.

  Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana penjara selama pidana kelalaian yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia dalam Putusan Nomor: 144/Pid.Sus/2013/PN.M sesuai dengan teori pendekatan seni dan intuisi, yaitu hakim dalam menjatuhkan putusan mengedepankan diskresi atau kewenangan yang dimilikinya sesuai dengan keadaan dan pidana yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana. Hakim juga mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa menyebabkan orang meninggal dunia, sedangkan hal-hal yang meringankan adalah terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa mengakui secara terus terang perbuatannya di persidangan dan menyesali perbuatannya tersebut. Selain itu terdakwa dengan keluarga korban sudah ada perdamaian. Pidana yang dijatuhkan hakim DAFTAR PUSTAKA tersebut lebih ringan dari tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut

  Faal. M. 2011. Penyaringan Perkara Umum yaitu pidana penjara selama 8

  Pidana Oleh Polisi (Diskresi

  (delapan) dikurangi selama terdakwa ). Pradnya Paramita,

  Kepolisian

  berada dalam tahanan, dengan Jakarta. perintah terdakwa tetap ditahan.

  Hamzah, Andi. 2001. Bunga Rampai lima bulan terhadap pelaku tindak

2. Penjatuhan pidana penjara selama

  Hukum Pidana dan Acara

  pidana kelalaian yang . Ghalia Indonesia

  Pidana

  mengakibatkan orang lain meninggal Jakarta. dunia dalam Putusan Nomor: 144/ Pid.Sus/2013/PN.M telah memenuhi Kansil, C.S.T. dan Christine S.T. 1995. keadilan substantif, karena perbuatan

  Kansil. Disiplin Berlalu Lintas yang dilakukan terdakwa tidak

  di Jalan Raya . Penerbit Rineka

  didasarkan pada unsur kesengajaan, Cipta. Jakarta. tetapi mutlak karena unsur kelalalaian yaitu kecelakaan lalu

  Rifai, Ahmad. 2010. Penemuan Hukum lintas yang terjadi secara spontan dan

  oleh Hakim dalam Persfektif

  tidak dapat dihindari oleh pelaku

  Hukum Progresif, Sinar maupun korban.

  Grafika, Jakarta Sudarto. 1986. Kapita Selekta Hukum

B. Saran Pidana . Alumni.Bandung.

  1. Hakim yang menangani perkara tindak pidana lalu lintas yang Zulfa, Eva Achjani. 2009. Keadilan mengakibatkan orang lain meninggal

  Restoratif di Indonesia ,

  dunia disarankan untuk benar-benar Fakultas Hukum, Universitas selektif dan sekesama dalam Indonesia, Jakarta menjatuhkan pidana yang sesuai terhadap pelaku, hal ini guna memberikan efek jera kepada pelaku dan sebagai pembelajaran bagi orang lain agar lebih berhati-hati dalam berkendara.

  2. Hakim yang menangani perkara tindak pidana lalu lintas yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia disarankan untuk menjatuhkan putusan yang mencapai kebenaran materil, sehingga putusan tersebut dapat memenuhi aspek keadilan baik bagi korban, pelaku maupun masyarakat.