PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP ANAK DALAM PERKARA KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN KORBAN MENINGGAL (Studi Perkara Nomor 830/Pid.B(A)/2010/PN.TK)

(1)

Indra Fachrozi

ABSTRAK

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP ANAK DALAM PERKARA KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN KORBAN

MENINGGAL

(Studi Perkara Nomor 830/Pid.B(A)/2010/PN.TK)

Oleh

INDRA FACHROZI

Putusan perkara kecelakaan lalu lintas Nomor 830/Pid.B(A)/2010/PN.TK adalah salah satu dari sekian banyaknya perkara-perkara kecelakaan lalu lintas yang dilakukan oleh anak, khususnya di wilayah hukum Bandar Lampung. Sehingga perlu ada tindakan tegas baik dari aparat penegak hukum maupun masyarakat serta pengawasan orang tua. Adapun permasalahan yang dibahas dalam hal ini adalah bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap anak dalam perkara kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal dan apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara terhadap anak dalam perkara kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal dunia.

Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Penentuan populasi dan sampel adalah Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandarlampung, Hakim Pengadilan Negeri Tanjungkarang dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung. Hasil dari wawancara responden kemudian diolah dan dianalisis secara kualitatif dengan menguraikan data yang diolah secara rinci kedalam bentuk kalimat-kalimat (deskritif) yang bertitik tolak dari analisis normatif yang dilengkapi dengan analisis empiris dengan menggunakan bahan-bahan hukum primer. Berdasarkan hasil analisis ditarik kesimpulan secara induktif, yaitu cara berpikir yang berdasarkan fakta-fakta yang bersifat khusus untuk kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum. Berdasarkan kesimpulan maka disusun saran.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa (1) Pertanggungjawaban pidana terhadap anak dalam perkara kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal dunia dalam putusan Pengadilan Negeri Klas IA Tanjung Karang dalam perkara kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal dunia sehingga perbuatan terdakwa dapat dipidana sesuai hukum yang berlaku, yaitu Pasal 310 (4)


(2)

Indra Fachrozi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan jo.Undang-Undang nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak telah memenuhi unsur-unsur pertanggungjawaban pidana menurut hukum pidana; (2) Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap anak dalam perkara kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal dunia studi perkara nomor 830/Pid.B(A)/2010/PN.TK harus memuat hal-hal yuridis yuridis dan non yuridis Pertimbangan hakim bersifat yuridis adalah alat bukti yang berupa keterangan saksi-saksi, keterangan ahli, barang bukti serta keterangan terdakwa, dan fakta-fakta hukum yang terungkap dipersidangan. Pertimbangan hakim yang bersifat non yuridis adalah hal yang memberatkan dan hal yang meringankan.

Adapun saran yang diberikan penulis yaitu pertanggungjawaban pidana terhadap anak dalam perkara kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal meninggal dunia yang diatur dalam Pasal 310 (4) Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 yang memutuskan pidana pidana penjara selama 3 (tiga) bulan terhadap terdakwa Yogie Septian Bin Gunawan dinilai terlalu ringan karena perbuatan terdakwa sudah mengakibatkan korban meninggal dunia dan telah meresahkan masyarakat. Seharusnya dalam pertanggungjawaban pidana dalam perkara ini hakim memberikan sanksi yang tegas untuk menimbulkan efek jera bagi para pelaku dalam perkara kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal dunia. Setiap perkara dimana anak sebagai pelaku tindak pidana, agar hakim senantiasa mempertimbangkan putusan dengan tetap mengacu pada Pasal 27 undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, menimbang pelaku dalam perkara ini masih di kategorikan sebagai anak.


(3)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu tindakan yang harus di pertanggungjawabkan atas perbuatan yang telah dilakukan.1 Pertanggungjawaban adalah suatu perbuatan tercela oleh masyarakat dan itu dipertanggungjawabkan pada si pembuatnya. Untuk adanya pertanggungjawaban pidana harus jelas terlebih dahulu siapa yang dipertanggungjawabkan. Ini berarti harus diperhatikan terlebih dahulu yang dinyatakan sebagai pembuat untuk suatu tindak pidana.

Hal apakah pertanggungjawaban itu diminta atau tidak, ini merupakan persoalan kedua, yang tentunya tergantung pada kebijaksanaan pihak yang berkepentingan untuk memutuskan apakah itu merasa perlu atau tidak perlu menurut pertanggungjawaban tersebut.

Masalah ini menyangkut subyek tindak pidana yang pada umumnya sudah dirumuskan pada si pembuat undang-undang untuk tindak pidana yang bersangkutan. Namun dalam kenyataannya memastikan siapa pembuatnya tidaklah mudah karena untuk menentukan siapa yang bersalah harus sesuai dengan proses yang ada yaitu system peradilan pidana.

Pertanggungjawaban itu selalu ada, meskipun belum pasti dituntut oleh pihak yang berkepentingan, jika pelaksanaan peran yang telah mencapai tujuan atau persyaratan yang diinginkan. Demikian pula halnya dengan masalah terjadinya perbuatan pidana atau delik, suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh

1


(4)

seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya oleh undang-undang yang telah dinyatakan sebagai perbuatan atau tindakan yang dapat dihukum.

Suatu perbuatan melawan hukum belumlah cukup untuk menjatuhkan hukuman disamping perbuatan melawan hukum harus ada seseorang pembuat (dader) yang bertanggungjawab atas perbuatannya. Pembuat (dader) harus ada unsur kesalahan (schuldhebben), bersalah itu adalah pertanggungjawaban pidana harus ada dua unsur (bestanddeelen) yang sebelumnya harus dipenuhi:

a. Suatu perbuatan yang melawan hukum (unsur melawan hukum)

b. Seorang pembuat atau pelaku yang dianggap mampu bertanggungjawab atas perbuatannya (unsur kesalahan).

Asas Legalitas dalam Hukum Pidana Indonesia menyatakan bahwa seseorang baru dapat dikatakan melakukan perbuatan pidana apabila perbuatannya tersebut telah sesuai dengan rumusan dalam Undang-Undang Hukum Pidana. Meskipun demikian orang tersebut belum tentu dapat dijatuhi pidana karena masih harus terus dibuktikan kesalahannya atau apakah dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya tersebut. Dengan demikian untuk dapatnya seseorang dijatuhi pidana harus memenuhi unsur-unsur perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana.

Pertanggungjawaban menurut hukum pidana adalah kemampuan bertanggung jawab seseorang terhaadap kesalahan yang telah melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan tidak dibenarkan oleh masyarakat atau tidak patut menurut pandangan masyarakat. Melawan hukum dan kesalahan adalah unsur-unsur peristiwa pidana atau perbuatan


(5)

pidana (delik) antara keduanya terdapat hubungan yang erat. Demikianlah factor-faktor yang menjadi bahan perimbangan untuk melakukan pertanggungjawaban dalam hukum pidana.

Kesalahan seseorang sehingga dapat tidaknya ia dipidana harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:2

1. Adanya kemampuan bertanggungjawab pada si pembuat.

2. Hubungan batin antara sipembuat dengan perbuatan berupa kesengajaan (dolus) atau kealpaan(culpa).

3. Tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau pemaaf.

B. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran pidana yang merugikan kepentingan orang lain atau kerugikan kepentingan umum. Beberapa Sarjana Hukum Pidana di Indonesia menggunakan istilah yang berbeda-beda menyebutkan kata “Pidana”, ada beberapa sarjana yang menyebutkan dengan tindak pidana, peristiwa pidana, perbuatan pidana atau delik.3

Tindak pidana adalah suatu kelakuan yang melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja oleh orang dan dapat dipertanggungjawabkan.4

Perbuatan pidana adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menimbulka peristiwa pidana atau perbuatan melanggar hukum pidana dan diancam dengan hukuman. Peristiwa pidana adalah suatu kejadian yang mengandung unsure-unsur perbuatan yang dilarang

2

Hukum Pidana I, Soedarto 1990, hal.91

3

Asas-asas hokum Pidana,Bambang Poernomo, 1997, hal.86

4


(6)

oleh undang-undang, sehingga siapa yang menimbulkan peristiwa itu dapat dikenai sanksi pidana (hukuman).5

Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidan tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan diajukan kepada perbuatan, (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditunjukankepada orang yang menimbulkannya kejadian itu.6

Menurut D.Simons peristiwa pidana itu adalah “Een Strafbaargestelde, Onrechmatige, Met Schuld in Verband Staande handeling Van een Toerekenungsvatbaar person”. Terjemahan bebasnya adalah perbuatan salah dan melawan hukum yang diancam pidana dan dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggungjawab.7

Menurut D.Simons unsur-unsur peristiwa pidana adalah:8 a. Perbuatan Manusia (handeling)

b. Perbuatan manusia itu harus melawan hukum(wederrechtelijk)

c. Perbuatan itu diancam dengan pidana(Strafbaar gesteld)oleh Undang-Undang

d. Harus dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggungjawab (Toerekeningsvatbaar) e. Pebuatan itu harus terjadi karena kesalahan(Schuld)si pembuat.

5

Pengantar hokum Indonesia, J.B. Daliyo, 2001,hal.93

6

Asas-asas Hukum Pidana,. Moeljatno, 2005, hal.54

7

Pokok-popkok Hukum Pidana, C.S.T. Kansil, 2004 , hal.37

8


(7)

Suatu peristiwa agar dapat dikatakan sebagai suatu peristiwa pidana harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Harus ada suatu perbuatan, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang.

b. Perbuatan harus sesuai sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang pelakunya harus telah melakukan suatu kesalahan dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

c. Harus ada kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan. Jadi perbuatan itu memang dapat dibuktikan sebagai suatu perbuatan yang melanggar ketentuan hukum.

d. Harus ada ancaman hukumannya. Dengan kata lain, ketentuan hukum yang dilanggar itu dicantumkan sanksinya.9

Berdasarkan pendapat para sarjana mengenai pengertian tindak pidana/peristiwa pidana dapat diketahui unsur-unsur tindak pidana adalah harus ada suatu kelakuan ( gedraging),kelakuan itu harus sesuai dengan uraian Undang-Undang (wettelijke omschrijving), kelakuan itu adalah kelakuan tanpa hak, kelakuan itu dapat diberatkan kepada pelaku, dan kelakuan itu diancam dengan hukuman.

Perbuatan pidana dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu:

a. Perbuatan pidana (delik) formal adalah suatu perbuatan yang sudah dilakukan dan perbuatan itu benar-benar melanggar ketentuan yang dirumuskan dalam pasal undang-undang yang bersangkutan.

b. Delik material adalah suatu perbuatan pidana yang dilarang, yaitu akibat yang timbul dari perbuatan itu.

9


(8)

c. Delik dolus adalah suatu perbuatan pidana yang dilakukan dengan sengaja.

d. Delik culpa adalah perbuatan pidana yang tidak disengaja, karena kealpaannya mengakibtakan matinya seseorang.

e. Delik aduan adalah suatu perbuatan pidana yang memerlukan pengaduan orang lain. Jadi sebelum ada pengaduan belum merupakan delik.

f. Delik politik adalah delik atau perbuatan pidana yang ditujukan kepada keamanan Negara baik secara langsung maupun tidak langsung.10

Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku di Indonesia sebelum tahun 1918 dikenal kategorisasi 3 (tiga) jenis peristiwa pidana yaitu:

1. Kejahatan(Crimes); 2. Perbuatan buruk( Delict); 3. Pelanggaran(Contravention).

Menurut KUHP yang berlaku sekarang, peristiwa pidana itu ada dua jenis yaitu “Misdrijf” (kejahatan) dan“Overtreding”(Pelanggaran) (Moeljatno, 2005: 40).

Selain dibedakan dalam kejahatan dan pelanggaran, biasanya dalam teori dan praktek dibedakan pula antara lain dalam:

a. Delik CommissionisdanDelikta Commissionis.

Delik Commissionis adalah delik yang terdiri dari melakukan sesuatu (berbuat sesuatu) perbuatan yang dilarang oleh aturan-aturan pidana. Delikta Commissionisadalah delik yang terdiri dari melakukan sesuatu (berbuat sesuatu) pemuatan yang dilarang oleh aturan-aturanb pidana. Delikta Commissionis adalah delik yang terdiri dari tidak berbuat atau melakukan sesuatu padahal mestinya berbuat.

10


(9)

b. Adapula yang dinamakan Delikta Commisionis Peromissioem Commisa, yaitu delik-delik yang umumnya terdiri dari berbuat sesuatu, tetapi dapat pula Delik Dolus dan Delik Culpa. Bagi delik dolus harus diperlukan adanya kesengajaan, misalnya pasal 338 KUHP, sedangkan padadelik culpa, orang juga sudah dapat dipidana bila kesalahannya itu berbentuk kealpaan, misalnya menurut pasal 359 KUHP, dilakukan dengan tidak berbuat.

c. Delik Biasa dan Delik yang dapat dikulifisir (Dikhususkan)

d. Delik Menerus dan tidak Menerus.11

Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat diketahui ada beberapa pengertian tindak pidana, tetapi ada dasarnya mempunyai pengertian, maksud yang sama yaitu perbuatan yang melawan hukum pidana dan diancam dengan hukuman/sanksi pidana yang tegas.

C. Pengertian Anak

Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin (pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak). Ada banyak undang-undang yang menyebutkan batas umur/usia anak, antara lain:

1. Undang-undang No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak dalam Pasal 1 angka 1. Bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak dalam kandungan.

2. Undang-undang No. 3 Tahun 1997, tentang Peradilan Anak. Dalam UU ini yang dimaksud dengan anak dirumuskan dalam Pasal 1 angka 1 yaitu anak adalah seseorang yang dalam

11


(10)

perkara anak nakal telah mencapai umur 8 tahun tetapi belum mencapai 18 tahun dan belum pernah kawin.

3. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana pengertian anak diatur di dalam Pasal 45 yang menyatakan anak belum dewasa belum mencapai umur 16 tahun oleh karena itu apabila tersangkut dalam perkara pidana hakim boleh memerintahkan agar si anak dikembalikan kepada orang tuanya atau walinya atau memerintahkan agar sianak diserahkan kepada pemerintah dengan tidak dikenakan suatu hukuman apapun.

4. Undang-undang No. 5 Tahun 1997 tentang Ketenaga Kerjaan. Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan anak dirumuskan dalam Pasal 1 angka 1 bahwa anak adalah seseorang laki-laki atau wanita kurang dari 15 tahun. bagian menentukan batas umur anak antara 8-18.

5. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam Pasal 7 ayat (1) menyatakan perkawinan diizinkan jika pihak pria mencapai umur 19 tahun dan wanita umur 16 tahun.

6. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, terdapat dalam Pasal 330 yang merumuskan bahwa belum dewasa apabila belum mencapai umur 21 tahun.

D. Perkembangan Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Anak (Putusan Nomor 1/PUU-VIII/2010“ Tentang Batas Usia Pertanggungjawaban Pidana Anak )

Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya menyatakan batas usia anak yang bisa dimintai pertanggungjawaban pidana adalah 12 tahun. Mahkamah berpendapat, batas umur minimal 12


(11)

tahun lebih menjamin hak anak untuk tumbuh berkembang dan mendapatkan perlindungan sebagaimana dijamin dalam Pasal 28B ayat (2) UUD 1945.

Batas umur 8 tahun bagi anak untuk dapat diajukan ke persidangan dan belum mencapai umur 8 tahun untuk dapat dilakukan pemeriksaan oleh penyidik, secara faktual relatif rendah. Penjelasan UU Pengadilan Anak menentukan batas umur 8 tahun secara sosiologis, psikologis, pedagogis anak dapat dianggap sudah mempunyai rasa tanggung jawab. Mahkamah berpendapat fakta hukum menunjukkan adanya beberapa permasalahan dalam proses penyidikan, penahanan, dan persidangan, sehingga menciderai hak konstitusional anak yang dijamin dalam UUD 1945.

Demikian antara lain pendapat Mahkamah dalam sidang pengucapan putusan yang dibacakan pada Kamis (24/2/2011). Dalam amar putusannya, Mahkamah mengabulkan sebagian permohonan. Perkara nomor 1/PUU-VIII/2010 mengenai uji UU Pengadilan Anak ini dimohonkan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak Medan (YPKPAM). KPAI dan YPKPAM menguji konstitusionalitas Pasal 1 angka 2 huruf b, Pasal 4 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 22, Pasal 23 ayat (2) huruf a, Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak terhadap Pasal 28B ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (1) UUD 1945.

Mahkamah berpendapat, keberadaan Undang-Undang Pengadilan Anak ini seharusnya ditujukan untuk memberikan perlindungan terbaik pada anak untuk dapat menjamin hak hidup (rights to life), hak kelangsungan hidup (rights to survival), dan hak tumbuh kembang anak (rights to develop). Keberadaan Undang-Undang Pengadilan Anak secara khusus ditujukan bagi kepentingan terbaik bagi anak adalah bentuk dariaffirmative actionbagi Anak.


(12)

Setelah mencermati seluruh ketentuan tentang Pengadilan Anak, Mahkamah memandang terdapat substansi atau materi UU Pengadilan Anak yang perlu diperbaiki, seperti Pasal 23 ayat (2) huruf a UU yang menyatakan, “Pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah:

a. Pidana penjara; b. Pidana kurungan; c. Pidana denda

d. Pidana pengawasan”.

Sistematika rumusan tersebut seharusnya mendahulukan pidana pengawasan dan yang terakhir barulah pidana penjara. Berdasarkan pandangan hukum dari ahli Pemerintah, Dr. Mudzakkir, S.H., M.H., ahli Pemohon, Dr. Surastini, S.H., M.H., Fentiny Nugroho, M.A., Ph.D, Prof. Bismar Siregar, Hj. Aisyah Amini, dan Adi Fahrudin, Mahkamah memandang batasan umur telah menimbulkan berbagai penafsiran dan kontroversi pemikiran sehingga perlu ada batasan usia yang serasi dan selaras dalam pertanggungjawaban hukum bagi anak yang terdapat dalam UU Pengadilan Anak dengan mendasarkan pada pertimbangan hak-hak konstitusional anak. Mahkamah menemukan adanya perbedaan antara batas usia minimal bagi anak yang dapat diajukan dalam proses penyidikan, proses persidangan, dan pemidanaan.

Pasal 4 ayat (1) UU Pengadilan Anak menyatakan batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke sidang anak adalah sekurang-kurangnya 8 tahun. Selanjutnya, Pasal 5 ayat (1) menyatakan dalam hal anak belum mencapai umur 8 tahun dapat dilakukan penyidikan. Sedangkan Pasal 26 ayat (3) dan ayat (4) UU Pengadilan Anak menyatakan apabila anak nakal belum mencukupi umur 12 tahun melakukan tindak pidana yang diancam hukuman mati atau seumur hidup maka terhadap


(13)

anak nakal hanya dapat dijatuhkan tindakan sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat (1) UU Pengadilan Anak tidak dapat dilakukan apabila belum mencapai umur 12 tahun.

Penetapan umur minimal 12 tahun sebagai ambang batas umur pertanggungjawaban hukum bagi anak telah diterima dalam praktik sebagian negara-negara sebagaimana juga direkomendasikan oleh Komite Hak Anak PBB dalam General Comment, 10 Februari 2007. Dengan batasan umur 12 tahun maka telah sesuai dengan ketentuan tentang pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak dalam Pasal 26 ayat (3) dan ayat (4). Penetapan batas umur tersebut juga dengan mempertimbangkan bahwa anak secara relatif sudah memiliki kecerdasan emosional, mental, dan intelektual yang stabil serta sesuai dengan psikologi anak dan budaya bangsa Indonesia, sehingga dapat bertanggung jawab secara hukum karena telah mengetahui hak dan kewajibannya. Oleh karena itu, Mahkamah berpendapat, batas umur minimal 12 tahun lebih menjamin hak anak untuk tumbuh berkembang dan mendapatkan perlindungan sebagaimana dijamin dalam Pasal 28B ayat (2) UUD 1945.

Meskipun yang dimohonkan pengujian hanya Pasal 4 ayat (1) sepanjang frasa, “ sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun” dan Pasal 5 ayat (1) sepanjang frasa, “belum mencapai umur 8 (delapan) tahun”, namun Mahkamah sesuai dengan kewenangan konstitusionalnya, tidak akan membiarkan adanya norma dalam Undang-Undang yang tidak konsisten dan tidak sesuai dengan amanat perlindungan konstitutional yang dikonstruksikan oleh Mahkamah. Oleh karena itu, norma-norma pasal yang lain dalam Undang-Undang ini, yaitu Pasal 1 angka 1 dan penjelasan UU Pengadilan Anak sepanjang mengandung frasa sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) UU Pengadilan Anak harus dinyatakan inkonstitusional bersyarat.


(14)

Dalam konklusinya, Mahkamah menilai dalil-dalil Pemohon terbukti menurut hukum untuk sebagian. Alhasil dalam amar putusan, Mahkamah mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Mahkamah menyatakan frasa,”8 (delapan) tahun,” dalam Pasal 1 angka 1, Pasal 4 ayat (1), dan Pasal 5 ayat (1) UU 3/1997 tentang Pengadilan Anak beserta penjelasannya khususnya terkait dengan frasa “8 (delapan) tahun” bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally unconstitutional), artinya inkonstitusional, kecuali dimaknai “12 (dua belas) tahun”.

Selanjutnya, menyatakan frasa dalam pasal-pasal beserta penjelasannya dalam Undang-Undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat (conditionally unconstitutional), artinya inkonstitusional, kecuali dimaknai “12 (dua belas) tahun”. Terakhir, menyatakan menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya.

Putusan ini tidak diambil secara bulat oleh sembilan hakim konstitusi dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar mengambil posisi berbeda dalam berpendapat (dissenting opinion) terhadap Pasal 1 angka 2 huruf b UU 3/1997 sepanjang frasa ” maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan”. Menurut Akil, seharusnya Mahkamah menyatakan Pasal 1 angka 2 huruf b UU 3/1997 tentang Pengadilan Anak sepanjang frasa tersebut, bertentangan dengan UUD 1945.12

E. Kecelakaan Lalu Lintas Menurut Undang-Undang Nomor. 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa dijalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban

12


(15)

manusia dan/atau kerugian harta benda ( Pasal 1 butir 24 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan).

Ketentuan tentang tatacara berlalu lintas diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diantaranya :

Ketentuan mengenai jenis dan fungsi kendaraan bermotor menurut Pasal 47 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 adalah sebagai berikut :

(1) Kendaraan terdiri atas: a. Kendaraan bermotor; dan b. Kendaraan tidak bermotor.

(2) Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikelompokkan berdasarkan jenis:

a. Sepeda motor; b. Mobil penumpang; c. Mobil bus;

d. Mobil barang; dan e. Kendaraan khusus

(3) Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayatn(2) huruf b, huruf c, dan huruf d dikelompokkannberdasarkan fungsi:

a. Kendaraan Bermotor perseorangan; dan b. Kendaraan Bermotor Umum.

(4) Kendaraan tidak bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikelompokkan dalam:

a. Kendaraan yang digerakkan oleh tenaga orang; dan b. Kendaraan yang digerakkan oleh tenaga hewan

Ketentuan mengenai Surat Izin Mengemudi (SIM) sebagai salah satu persyaratan pengemudi menurut Pasal 77 adalah sebagai berikut :

(1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis Kendaraan Bermotor yang dikemudikan.

(2) Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 2 (dua) jenis: a. Surat Izin Mengemudi kendaraan bermotor perseorangan; dan

b. Surat Izin Mengemudi kendaraan bermotor umum.

(3) Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi, calon pengemudi harus memiliki kompetensi mengemudi yang dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan atau belajar sendiri. (4) Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi kendaraan bermotor umum, calon pengemudi


(16)

(5) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya diikuti oleh orang yang telah memiliki surat Izin mengemudi untuk kendaraan bermotor perseorangan. Pasal 81 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan mengatur bahwa :

(1) Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77, setiap orang harus memenuhi persyaratan usia, administratif, kesehatan, dan lulus ujian. (2) Syarat usia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan paling rendah sebagai

berikut:

a. Usia 17 (tujuh belas) tahun untuk Surat Izin Mengemudi A, Surat Izin Mengemudi C, dan Surat Izin Mengemudi D;

b. Usia 20 (dua puluh) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B I; dan c. Usia 21 (dua puluh satu) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B II. (3) Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. Identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk; b. Pengisian formulir permohonan; dan

c. Rumusan sidik jari.

(4) Syarat kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Sehat jasmani dengan surat keterangan dari dokter; dan b. Sehat rohani dengan surat lulus tes psikologis.

(5) Syarat lulus ujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Ujian teori;

b. Ujian praktik; dan/atau

c. Ujian keterampilan melalui simulator.

(6) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), setiap pengemudi kendaraan bermotor yang akan mengajukan permohonan:

a. Surat Izin Mengemudi B I harus memiliki Surat Izin Mengemudi A sekurang-kurangnya 12 (dua belas) bulan; dan

b. Surat Izin Mengemudi B II harus memiliki Surat Izin Mengemudi B I sekurang-kurangnya 12 (dua belas) bulan.

Ketentuan mengenai tata cara berlalu lintas, ketertiban dan keselamatan menurut Pasal dan 105, Pasal 106, Pasal 107 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 adalah sebagai berikut:

Pasal 105 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 mengatur bahwa: (1) Setiap orang yang menggunakan Jalan wajib:

a. Berperilaku tertib; dan/atau

b. Mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, atau yang dapat menimbulkan kerusakan jalan.


(17)

(1) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dijalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.

(2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di jalan wajib mengutamakan keselamatan pejalan kaki dan pesepeda.

(3) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mematuhi ketentuan tentang persyaratan teknis dan laik jalan.

(4) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mematuhi ketentuan:

a. Rambu perintah atau rambu larangan; b. Marka jalan;

c. Alat pemberi isyarat lalu lintas; d. Gerakan lalu lintas;

e. Berhenti dan parkir;

f. Peringatan dengan bunyi dan sinar;

g. Kecepatan maksimal atau minimal; dan/atau

h. Tata cara penggandengan dan penempelan dengan Kendaraan lain.

(5) Pada saat diadakan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor wajib menunjukkan:

a. Surat tanda nomor kendaraan bermotor atau surat tanda coba kendaraan bermotor; b. Surat Izin Mengemudi;

c. Bukti lulus uji berkala; dan/atau d. Tanda bukti lain yang sah.

(6) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor beroda empat atau lebih di Jalan dan penumpang yang duduk di sampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan.

(7) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor beroda empat atau lebih yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah di Jalan dan penumpang yang duduk di sampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan dan mengenakan helm yang memenuhi standar nasional Indonesia.

(8) Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor dan penumpang sepeda motor wajib mengenakan helm yang memenuhi standar nasional Indonesia.

(9) Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor tanpa kereta samping dilarang membawa penumpang lebih dari 1 (satu) orang.

Pasal 107 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 mengatur bahwa :

(1) Pengemudi kendaraan bermotor wajib menyalakan lampu utama kendaraan bermotor yang digunakan di jalan pada malam hari dan pada kondisi tertentu.

(2) Pengemudi sepeda motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang hari.

Ketentuan mengenai hak dan kewajiban pejalan kaki dalam berlalu lintas menurut Pasal 131 dan 132 Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah sebagai berikut :


(18)

(1) Pejalan Kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lain.

(2) Pejalan Kaki berhak mendapatkan prioritas pada saat menyeberang Jalandi tempat penyeberangan.

(3) Dalam hal belum tersedia fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejalan Kaki berhak menyeberang di tempat yang dipilih dengan memperhatikan keselamatan dirinya.

Pasal 132 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 mengatur bahwa : (1) Pejalan kaki wajib:

a. menggunakan bagian Jalan yang diperuntukkan bagi pejalan kaki atau jalan yang paling tepi; atau

b. menyeberang di tempat yang telah ditentukan.

(2) Dalam hal tidak terdapat tempat penyeberangan yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, pejalan kaki wajib memperhatikan keselamatan dan kelancaran lalu lintas.

Pasal 229 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyatakan bahwa korban kecelakaan lalu lintas dapat berupa :

(1) Kecelakaan Lalu Lintas digolongkan atas: a. Kecelakaan Lalu Lintas ringan; b. Kecelakaan Lalu Lintas sedang; atau c. Kecelakaan Lalu Lintas berat.

(2) Kecelakaan Lalu Lintas ringan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) huruf a merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan Kendaraan dan/atau barang.

(3) Kecelakaan Lalu Lintas sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang. (4) Kecelakaan Lalu Lintas berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan

kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.

(5) Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat dapat disebabkan oleh kelalaian Pengguna Jalan, ketidaklaikan Kendaraan, serta ketidaklaikan Jalan dan/atau lingkungan.13

Kecelakaan lalu lintas pada dasarnya merupakan peristiwa yang menyebabkan adanya kerugian baik harta, benda atau bahkan nyawa seseorang pengguna jalan raya. Keadaan lalu lintas dijalan raya, pemakai jalan, hasrat untuk menggunakan jalan raya secara teratur dan tentram merupakan dambaan semua pemakai jalan raya. Akan tetapi adanya berbagi gangguan, salah satu bentuk

13


(19)

gangguan yang menghalangi tujuan untuk menggunakan jalan raya secara teratur dan tentram adalah terjadinya kecelakaan-kecelakaan lau lintas. Biasanya kecelakaan lalu lintas sebagian besar disebabkan oleh perilaku manusia sendiri yang melanggar dari peraturan-peraturan yang ditetapkan.

F. Unsur-Unsur Kealpaan Yang Menyebabkan Matinya orang

Suatu Kelalaian (culpose) yang mengakibatkan matinya orang lain, yaitu sebgaimana diatur dalam Pasal 359 KUHP pada Bab XXI dengan judul “ Menyebakan mati atau luka berat karena kelapaan”. Berdasarkan perumusan Pasal 359KUHP ini, maka unsur-unsurnya adalah :

1. Si pelaku telah lalai dan kelalaian itu dapat dipermasalahkan terhadap pelaku. 2. Mengakibatkan matinya orang lain.

3. Antara kedua hal tersebut diatas, yaitu kelalaian dan matinya orang itu harus ada hubungan sebab akibat ( S.R. Sianturi, 2002 : 204 )

Beberapa ahli menyebut beberapa syarat untuk adanya kealpaan.14 a. Van hamel:

Kealpaan mengandung dua syarat:

1. tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan oleh hukum. 2. tidak mengadakan penghati-hati sebagaimana diharuskan oleh hukum.

b. Simons:

Pada umumnya “schuld” (kealpaan) mempunyai dua unsur : 14


(20)

1. Tidak adanya penghati-hati, di samping 2. dapat diduganya akibat

c. Pompe.

Ada 3 macam yang masuk kealpaan (anachtzaamheid) : 1. Dapat mengirakan (kunnen venvachten) timbulnya akibat 2. Mengetahui adanya kemungkinan (kennen der mogelijkheid)

3. Dapat mengetahui adanya kemungkinan (kunnen kennen van de mogelijkheid).

Undang-Undang tidak memberi definisi tentang kelalaian. Hanya memori penjelasan ( Memorie van Toelichting) menjelaskan, bahwa kelalaian(culpa)terletak antara sengaja dan kebetulan. Hal ini menunjukan, bahwa siapa yang melakukan kejahatan dengan sengaja berarti mempergunakan salah kemampuannya, sedangkan siapa karena kesalahannya(culpa)melakukan kejahatan berarti tidak mempergunakan kemampuan yang ia harus mempergunakan.15

Delik kelalaian itu dalam rumusan undang-undang ada dua macam, yaitu delik kelalaian (culpa) yang menimbulkan akibat dan yang tidak menimbulkan akibat, tetapi yang diancam dengan pidana ialah perbuatan kehati-hatian itu sendiri. Perbedaan antara keduanya sangat mudah dipahami, yaitu bagi kelalaian (culpa) yang menimbulkan akibat, sedangkan bagi yang tidak perlu menimbulkan akibat, dengan kelalaian atau kekuranghati-hatian itu sendiri sudah diancam dengan pidana.16

Berdasarkan uraian diatas, maka kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan orang meninggal dunia merupakan bentuk kelalaian (culpa) karena secara nyata-nyata telah menyebabkan orang lain meninggal dunia sebagai akibat dari ketidakhati-hatian pengemudi kendaraan bermotor. 15

Asas-asas Hukum Pidana,Andi Hamzah, 2005,hal.132 16


(21)

(22)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif merupakan upaya memahami persoalan dengan tetap berada atau bersandarkan pada lapangan atau kajian ilmu hukum, sedangkan pendekatan yuridis empiris merupakan untuk memperoleh kejelasan dan pemahaman dari permasalahan penelitian berdasarkan realitas yang ada.1

B. Jenis dan Sumber Data

Sumber data adalah tempat dimana data tersebut diperoleh. Dalam penelitian ini data yang diperoleh berdasarkan data lapangan dan data pustaka. Jenis data pada penulisan ini menggunakan dua jenis data, yaitu :

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber pertama2.Dengan demikian data primer merupakan data yang diperoleh dari studi lapangan yang tentunya berkaitan dengan pokok penulisan. Penulis akan mengkaji sumber data yang diperoleh dari hasil penelitian di wilayah hukum Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang.

2. Data Sekunder

✁✂ ✄✂ ☎ ✆✝ ✆✞ ✄✟✠✡ ✠☛☞ ✌✍☛✞✝ ✆✎Suatu Tinjauan Singkat,Soerjono Soekanto,1986,hal.77

2


(23)

Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan jalan mengumpulkan data yang terdapat dalam buku-buku, makalah-makalah, media cetak maupun elektronik dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah yang ada. Kemudian data tersebut dipelajari dan dianalisis yang kemudian disebut sebagai bahan hukum. Bahan hukum tersebut dikelompokan menjadi 3 (tiga), yaitu terdiri dari :

1) Bahan hukum Primer, yaitu:

a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

b) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana c) Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak d) Undang-Undang Nomor 23 tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak

e) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer yang terdiri dari peraturan-peraturan dari ketentuan-ketentuan, antara lain:

a) Putusan Pengadilan Nomor 830/Pid.B(A)/2010/PN.TK.

b) RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Tahun 2010.

c) Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) NOMOR1/PUU-VIII/2010 (tentang batas usia anak)

3) Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yang terdiri dari literatur-literatur dibidang ilmu hukum dan tulisan ilmiah yang berhubungan dengan penegakkan hukum pidana dalam kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan kematian. Pendapat-pendapat para


(24)

sarjana, berita serta berbagai keterangan dari media masa, internet dn Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

C. Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, gejala-gejala, atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu didalm suatu penelitian. 3Populasi dalam penelitian ini yaitu Aparat penegak hukum dan pihak-pihak yang berkaitan dengan penerapan penjatuhan pidana dalam hal ini Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Jaksa pada Kejaksaan Negeri BandarLampung dsan Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Unversitas lampung.

Sampel adalah sejumlah obkek yang jumlahnya kurang dari populasi.4 Dalam penentuan sampel dari populasi yang akan diteliti meggunakan metode pengambilan sampel Purposive Pampling yaitu penarikan sampel yang dilakukan dengan cara mengambil subjek yanh didasarkan pada tujuan tertentu.

Berdasarkan metode penngambilan sampel maka sampel yang dijadikan Responden adalah sebagai berikut:

1. Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang : 2 Orang 2. Jaksa dari Kejaksaan Negeri Bandar Lampung : 2 Orang

3. Dosen Hukum Pidana FH Unila : 1 Orang +

Jumlah : 5 Orang

D. Pengumpulan dan Pengolahan Data

3

Metode Penelitian Bidang Sosial, Hadari Nawawi, 1987,hal. 141

4


(25)

1. Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data, penulis menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Studi lapangan

Studi lapangan merupakan usaha untuk mendapatkan data-data primer dan dalam hal penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara terpimpin, yaitu dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan judul dan permasalahan yang ada dalam skripsi. Pertanyaan telah disiapkan dan diajukan kepada pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk memperoleh data, tanggapan dan jawaban dari responden dan untuk melengkapi skripsi ini penulis juga melakukan observasi untuk mendapatkan data-data dan fakta-fakta yang berkaitan dengan permasalahan yang ada dalam penulisan skripsi ini.

b. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan dimaksud untuk memperoleh data sekunder. Dalam hal ini penulis melakukan serangkaian kegiatan studi dengan membaca, mencatat, mengutip buku atau referensi dan menelaah peraturan perundang-undangan, dokumen dan informasi lain yang berhubunga dengan permasalahan yang ada dalam skripsi ini.

2. Pengolahan Data

Dari data yang diperoleh baik dari studi lapangan maupun dari studi kepustakaan digunakan metode antara lain sebagai berikut :

a. Seleksi data yaitu data yang diperoleh, diperiksa dan diteliti mengenai kelengkapannya, kejelasan, kebenaran, sehingga terhindar dari kesalahan-kesalahan dan keterangan-keteragan.


(26)

b. Klasifikasi data yaitu menempatkan data menurut kelompok-kelompok yang telah ditetapkan sesuai dengan pokok bahasan.

c. Sistematisasi data yaitu dengan menyusun dan menempatkan data pada setiap pokok bahasan secara sistematis sesuai dengan tujuan penulisan.

E. Analisis data

Data yang diperoleh kemudian akan dianalisis denagn menggunakan analisis kualitatif, yaitu dengan menggambarkan kenyataan-kenyataan yang ada berdasarkan hasil penelitian dengan menguraikan secara sistematis untuk memperoleh kejelasan dan kemudahan pembahasan. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis data tersebut maka kemudian ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode induktif, yaitu suatu metode penarikan data yang didasarkan pada fakta-fakta yang bersifat khusus, untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum guna menjawab permasalahan berdasarkan penelitian.


(27)

A. KESIMPULAN

Dari rumusan masalah, berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah di uraikan dalam bab IV , maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pertanggungjawaban pidana terhadap anak dalam perkara kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal dunia sebagaimana yang dimaksud dalam putusan hakim dalam perkara nomor 830/Pid.B (A)/2010/PN.TK dengan terdakwa Yogie Septian Bin Gunawan yang dijatuhi pidana penjara selama 3 (tiga) bulan telah terpenuhi sesuai dengan Pasal 310 ayat (4) Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Jo. Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan anak dan Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yag telah memenuhi unsur-unsur pertanggungjawaban pidana menurut hukum pidana yaitu:

a. Mempunyai kemampuan bertanggungjawab yang disini terdakwa Yogie Septian Bin Gunawan mempunyai kemampuan bertanggungjawab.

b. Mempunyai unsur kelalaian yang dilakukan oleh terdakwa Yogie Bin Gunawan

c. Perbuatan terdakwa Yogie Septian Bin Gunawan tersebut merupakan perbuatan tidak menghapus pidana.

d. Sanksi terhadap putusan Pengadilan Negeri Klas IA Tanjungkarang Nomor 830/Pid.B(A)/2010/PN.TK dengan terdakwa Yogie Septian Bin Gunawan didakwa Pasal 310 (4) Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009


(28)

tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang ancaman hukumannya maksimal 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp.12.000.000 (dua belas juta rupiah). Dalam hal ini hakim memutuskan hukuman pidana penjara selama 3 bulan, hakim beralasan bahwa perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat sehingga patut diberikan sanksi tersebut dan mempertimbangkan Undang-Undang Pengadilan Anak Nomor 3 Tahun 1997 agak anak tersebut tetap memperoleh hak-haknya.

2. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap anak dalam perkara kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal dalam putusan Pengadilan Negeri Klas IA Tanjungkarang nomor 830/Pid.B(A)/2010/PN.TK yaitu pertimbangan hakim yang bersifat yuridis adalah alat bukti yang berupa:

a. Keterangan saksi-saksi yaitu : Rio Aprinando, Hariyadiansyah, dan Fenny Antonio.

b. Keterangan terdakwa yaitu : Yogie Septian Bin Gunawan Sedangkan pertimbangan hakim yang bersifat non yuridis adalah:

a. Hal yang memberatkan yaitu : perbuatan terdakwa mengakibatkan korban Amir Antonio mengalami luka dan kemudian meninggal dunia.

b. Hal yang meringankan yaitu : terdakwa bersikap sopan dipersidangan, terdakwa masih tergolong anak, antara keluarga terdakwa dan korban telah ada kesepakatan damai.


(29)

Berdasarkan kesimpulan tersebut di atas, maka penulis mengajukan saran sebagai berikut :

1. Pertanggungjawaban pidana dalam perkara kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal dunia yang diatur dalam Pasal 310 (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 memutuskan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan terhadap terdakwa Yogie Septian Bin Gunawan dinilai terlalu ringan karena perbuatan terdakwa sudah mengakibatkan korban meninggal dunia dan telah meresahkan masyarakat. Seharusnya dalam pertanggungjawabn pidana dalam perkara ini hakim memberikan sanksi yang tegas untuk menimbulkan efek jera bagi para pelaku dalam perkara kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal dunia

2. Setiap perkara dimana anak sebagai pelaku tindak pidana, agar hakim senantiasa menpertimbangkan putusan dengan tetap mengacu pada Pasal 27 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, menimbang pelaku dalam perkara ini masih di kategorikan sebagai anak.


(30)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ABSTRAK

HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN RIWAYAT HIDUP

PERSEMBAHAN MOTTO

SANWACANA DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN Halaman

A. Latar Belakang Masalah………... 1

B. Permasalahan danRuang Lingkup……….. 8

C. Tujuan dan KegunaanPenelitian………...………….. 9

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual………. 10

E. Sistematika Penulisan………. 16

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana………... 18

B. PengertianTindak Pidana………... 20

C. Pengertian Anak………... 25

D. Perkembangan Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Anak... 26

E. Kecelakaan Lalu Lintas Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan... 31


(31)

III. METODE PENELITIAN

A. PendekatanMasalah……… 38

B. Jenis dan Sumber DataSumber……... .………... 38

C. Penentuan Populasi dan Sampel………... 40

D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data………... 41

E. Analisis Data... 42

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHSAN A. Karakteristik Responden... 43

B. Gambran Umum Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 830/Pid.B(A)/2010/PN.T... 44

C. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Anak Dalam Perkara Kecelakaan Lalu Lintas Yang Mengakibatkan Korban Meninggal Dunia (Studi Perkara Nomor.830/Pid.B(A)/2010/PN.TK)... 48

D. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Anak Dalam Perkara Kecelakaan Lalu Lintas Yang Mengakibatkan Korban Meninggal Dunia (Studi Perkara No.830/Pid.B(A)/2010/PN.TK... 59

V. PENUTUP A. Kesimpulan... 69

B. Saran... 71 DAFTAR PUSTAKA


(32)

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP ANAK DALAM PERKARA KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN KORBAN

MENINGGAL

(Studi Perkara Nomor 830/Pid.B(A)/2010/PN.TK)

Oleh

INDRA FACHROZI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(33)

✒✓ ✔✓ ✕✖ ✗✘ ✙✚✘r ✛ Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Anak Dalam

Perkara Kecelakaan Lalu Lintas Yang Mengakibatkan Korban Meninggal (Studi Perkara Nomor 830/Pid.B(A)/ 2010/PN.TK)

✜✢✣✢✤ ✢✥✢✚ ✘ ✚ ✦ ✢ ✛

Indra Fachrozi

✜✧✣✧★✩ ✧✗✧✗✤ ✢✥✢✚ ✘✚ ✦ ✢ ✛ ✪✫ ✬ ✭ ✪✮ ✮ ✮86

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1.Komisi Pembimbing

Dr. Maroni, S.H.,M.H. Maya Shafira,S.H.,M.H.

NIP.1960310 198703 1 002 NIP. 19770601 200501 2 002

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

Diah Gustiniati Maulani, S.H.,M.H. NIP.19620817 198703 2 003


(34)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Maroni, S.H.,M.H. ...

Sekretaris/Anggota : Maya Shafira, S.H.,M.H. ...

Penguji Utama : Firganefi,S.H.,M.H. ...

2. DEKAN FAKULTAS HUKUM

Dr. Heryandi, S.H.,M.S.

NIP. 19621109 198703 1 003


(35)

(36)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Natar 15 Mei 1988, yang merupakan anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan Ayahanda Rustam,S.Pd. dan Ibunda Dra.Suaida.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak Dharma Bhakti, Natar Lampung Selatan pada tahun 1994, Sekolah Dasar Negeri 2 Merak Batin Natar Lampug-Selatan pada tahun 2000, kemudian penulis melanjutkan studinya di Sekolah Menengah Pertama Negeri I Natar Lampung-Selatan pada tahun 2003 dan Sekolah Menengah Atas Negeri I Natar Lampung-Selatan pada tahun 2006. Penulis diterima di Fakultas Hukum Universitas Lampung pada tahun 2007.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif mengikuti beberapa kegiatan. Salah satunya aktif dalam kegiatan kemahasiswaan di Himpunan Mahasiswa Hukum Pidana (HIMAPIDANA). Selain itu, pada tahun 2010 penulis mengikuti kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang dilakasanakan di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (UB) Malang, PT.Indofood Makmur Tbk, Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Denpasar, PT. Perikanan Nusantara (Benoa Bali).


(37)

MOTTO

Berangkat dengan penuh keyakinan, Berjalan dengan penuh keikhlasan, Istiqomah dalam menghadapi cobaan’.

Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan selama ada komitmen bersama untuk menyelesaikannya.


(38)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan hidayahNYA, maka dengan ketulusan dan kerendahan hati serta setiap perjuangan dan jeri payahku,

aku persembahkan sebuah karya ini kepada :

Ayah Rustam, S.Pd dan Ibu Dra.Suaida yang kuhormati, kusayangi, dan kucintai

Terima kasih untuk setiap pengorbanan kesabaran, kasih sayang yang tulus serta do’a demi

keberhasilanku

Kakakku Dina Puspita Sari, Adik-adikku Dian Agustriani, Meliasari, dan Ilham Wahyudi, seseorang yang selalu ada disetiap hariku, memberikanku semangat serta perhatian yang senantiasa menemaniku suka dan duka menanti keberhasilanku. Serta seluruh keluargaku

tersayang, terima kasih atas kasih sayang, do’a dan dukungannya.

Guru-guruku semoga ilmu yang telah kalian berikan dapat berguna bagiku dan menjadi ladang amal bagimu.

Sahabat-sahabatku tercinta yang selama ini selalu menemani, memberikan dukungan dan do’a

untuk keberhasilanku,

terimakasih atas persahabatan yang indah dan waktu-waktu yang kita lalui bersama.


(39)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah mlimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Anak Dalam Perkara Kecelakaan lalu Lintas Yang Mengakibatkan Korban Meninggal (Studi Perkara Nomor.830/Pid.B(A)/2010/PN.TK)” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Lampung.

Penulis menyadari selesainya skripsi ini tidak terlepas dari pertisipasi, bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H.,M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Ibu Diah Gustiniati Maulani, S.H.,M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung .

3. Bapak Dr, Maroni, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan saran dan masukan-masukan sehingga proses penyelesaian skripsi dapat berjalan dengan baik. 4. Ibu Maya Shafira, S.H.,M.H., selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan

waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis selama penyelesaian skripsi ini. 5. Ibu Firganefi, S.H.,M.H., selaku Dosen Pembahas I yang telah banyak memberikan kritikan,


(40)

6. Ibu Dona Raisa, SH.,M.H selaku Dosen Pembahas II yang telah banyak memberikan Kritikan,koreksi dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Bapak Safruddin, S.H.,M.H., selaku Dosen Pembimbing Akademik selama penulis menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung.

8. Para Dosen, Seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah membantu penulis dalam proses akademis dan kemahasiswaan selama menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lamung.

9. Bapak Itong Isnaeni Hidayat, S.H.,M.H, Ibu Sri Suharni, S.H. Bapak Siju, S.H. dan Bapak Drs. Yusmadi, S.H yang telah memberikan sedikit waktunya pada saat penulis melakukan penelitian.

10. Terima Kasih Kepada Orang Tuaku, ayahanda Rustam, S.Pd. Ibunda Dra.Suaida, Kakakku Dina Puspita Sari, S.Pd, Adik-adikku Dian Agustriani, Meliasari dan Ilham Wahyudi, terima kasih atas do’a, dukungan, dan semangat serta pengorbanannya.

11. Kepada sahabat-sabatku Indra Putra Bangsawan, Andhes, Mad Rizwan, Jaka Permana, Arif, Deswan Wiratama Subing, Dovi Fernando, Duchan Welas Tatuka, Navo Abyan, Andika, Bang Aryo, Indra, Imam, Anto, fajri, Tengku, Dodoy, Hary Fernado, Ipul yang selalu brbagi suka maupun duka saat bersama-sama menyelesaikan kuliah ini semoga persahabatan kita

selalu terjaga sampai nanti, terima kasih atas dukungan, do’a, kebersamaan, kekompakan

serta persahabatannya.

12. Kepada sahabat-sahatku di Natar Hary Fernando, Hiratul Wahyu, Rama, Aulia Fajrin, Fauzan, Indra Saputra, Septyawan, Mukhlas Datu Malisa, Aldes Sembiring, Dian Kurnia Akbar, Reni Yustian, Ulfa Tiara, Shinta Aprilia, Hariful, Okta, Ory, Bambang, Angguan Jelita, dll, yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.


(41)

13. Kepada seseorang yang selalu mendukungku, memberi semangat, menemani hari-hariku yang penuh warna, memberikanku dukungan agar secepatnta dapat menyelesaikan skripsi ini terimakasih semoga apa yang kita cita-citakan bersama dapat terwujud, amien “Thanks to Wuri Putri Handayani’

14. Teman-temanku di Fakultas Hukum Universitas Lampung angkatan 2007 Indra Putra Bangsawan, Andhes, Aditya, Jacka Permana, Rizky, Arif, Caroline, Muchflie, Sony Ksatria, Brianes, Indra, Aditya, Andika, Iman, Yudi, dll, yang tidak dapat disebutkan satu persatu, Terima kasih atas motivasi dan bantuanya.

15. Almamaterku tercinta yang sudah memberi banyak wawasan dan pengalaman berharga.

Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi agama, masyarakat, bangsa dan Negara, para mahasiswa, akademisi, serta pihak-pihak lain yang membutuhkan terutama bagi penulis. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan perlindungan dan kebaikan bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Maret 2013 Penulis


(1)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Natar 15 Mei 1988, yang merupakan anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan Ayahanda Rustam,S.Pd. dan Ibunda Dra.Suaida.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak Dharma Bhakti, Natar Lampung Selatan pada tahun 1994, Sekolah Dasar Negeri 2 Merak Batin Natar Lampug-Selatan pada tahun 2000, kemudian penulis melanjutkan studinya di Sekolah Menengah Pertama Negeri I Natar Lampung-Selatan pada tahun 2003 dan Sekolah Menengah Atas Negeri I Natar Lampung-Selatan pada tahun 2006. Penulis diterima di Fakultas Hukum Universitas Lampung pada tahun 2007.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif mengikuti beberapa kegiatan. Salah satunya aktif dalam kegiatan kemahasiswaan di Himpunan Mahasiswa Hukum Pidana (HIMAPIDANA). Selain itu, pada tahun 2010 penulis mengikuti kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang dilakasanakan di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (UB) Malang, PT.Indofood Makmur Tbk, Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Denpasar, PT. Perikanan Nusantara (Benoa Bali).


(2)

MOTTO

Berangkat dengan penuh keyakinan, Berjalan dengan penuh keikhlasan, Istiqomah dalam menghadapi cobaan’.

Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan selama ada komitmen bersama untuk menyelesaikannya.


(3)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan hidayahNYA, maka dengan ketulusan dan kerendahan hati serta setiap perjuangan dan jeri payahku,

aku persembahkan sebuah karya ini kepada :

Ayah Rustam, S.Pd dan Ibu Dra.Suaida yang kuhormati, kusayangi, dan kucintai

Terima kasih untuk setiap pengorbanan kesabaran, kasih sayang yang tulus serta do’a demi

keberhasilanku

Kakakku Dina Puspita Sari, Adik-adikku Dian Agustriani, Meliasari, dan Ilham Wahyudi, seseorang yang selalu ada disetiap hariku, memberikanku semangat serta perhatian yang senantiasa menemaniku suka dan duka menanti keberhasilanku. Serta seluruh keluargaku

tersayang, terima kasih atas kasih sayang, do’a dan dukungannya.

Guru-guruku semoga ilmu yang telah kalian berikan dapat berguna bagiku dan menjadi ladang amal bagimu.

Sahabat-sahabatku tercinta yang selama ini selalu menemani, memberikan dukungan dan do’a

untuk keberhasilanku,

terimakasih atas persahabatan yang indah dan waktu-waktu yang kita lalui bersama.


(4)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah mlimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Anak Dalam Perkara Kecelakaan lalu Lintas Yang Mengakibatkan Korban Meninggal (Studi Perkara Nomor.830/Pid.B(A)/2010/PN.TK)” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Lampung.

Penulis menyadari selesainya skripsi ini tidak terlepas dari pertisipasi, bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H.,M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Ibu Diah Gustiniati Maulani, S.H.,M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung .

3. Bapak Dr, Maroni, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan saran dan masukan-masukan sehingga proses penyelesaian skripsi dapat berjalan dengan baik. 4. Ibu Maya Shafira, S.H.,M.H., selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan

waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis selama penyelesaian skripsi ini. 5. Ibu Firganefi, S.H.,M.H., selaku Dosen Pembahas I yang telah banyak memberikan kritikan,


(5)

6. Ibu Dona Raisa, SH.,M.H selaku Dosen Pembahas II yang telah banyak memberikan Kritikan,koreksi dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Bapak Safruddin, S.H.,M.H., selaku Dosen Pembimbing Akademik selama penulis menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung.

8. Para Dosen, Seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah membantu penulis dalam proses akademis dan kemahasiswaan selama menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lamung.

9. Bapak Itong Isnaeni Hidayat, S.H.,M.H, Ibu Sri Suharni, S.H. Bapak Siju, S.H. dan Bapak Drs. Yusmadi, S.H yang telah memberikan sedikit waktunya pada saat penulis melakukan penelitian.

10. Terima Kasih Kepada Orang Tuaku, ayahanda Rustam, S.Pd. Ibunda Dra.Suaida, Kakakku Dina Puspita Sari, S.Pd, Adik-adikku Dian Agustriani, Meliasari dan Ilham Wahyudi, terima kasih atas do’a, dukungan, dan semangat serta pengorbanannya.

11. Kepada sahabat-sabatku Indra Putra Bangsawan, Andhes, Mad Rizwan, Jaka Permana, Arif, Deswan Wiratama Subing, Dovi Fernando, Duchan Welas Tatuka, Navo Abyan, Andika, Bang Aryo, Indra, Imam, Anto, fajri, Tengku, Dodoy, Hary Fernado, Ipul yang selalu brbagi suka maupun duka saat bersama-sama menyelesaikan kuliah ini semoga persahabatan kita

selalu terjaga sampai nanti, terima kasih atas dukungan, do’a, kebersamaan, kekompakan

serta persahabatannya.

12. Kepada sahabat-sahatku di Natar Hary Fernando, Hiratul Wahyu, Rama, Aulia Fajrin, Fauzan, Indra Saputra, Septyawan, Mukhlas Datu Malisa, Aldes Sembiring, Dian Kurnia Akbar, Reni Yustian, Ulfa Tiara, Shinta Aprilia, Hariful, Okta, Ory, Bambang, Angguan Jelita, dll, yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.


(6)

13. Kepada seseorang yang selalu mendukungku, memberi semangat, menemani hari-hariku yang penuh warna, memberikanku dukungan agar secepatnta dapat menyelesaikan skripsi ini terimakasih semoga apa yang kita cita-citakan bersama dapat terwujud, amien “Thanks to Wuri Putri Handayani’

14. Teman-temanku di Fakultas Hukum Universitas Lampung angkatan 2007 Indra Putra Bangsawan, Andhes, Aditya, Jacka Permana, Rizky, Arif, Caroline, Muchflie, Sony Ksatria, Brianes, Indra, Aditya, Andika, Iman, Yudi, dll, yang tidak dapat disebutkan satu persatu, Terima kasih atas motivasi dan bantuanya.

15. Almamaterku tercinta yang sudah memberi banyak wawasan dan pengalaman berharga.

Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi agama, masyarakat, bangsa dan Negara, para mahasiswa, akademisi, serta pihak-pihak lain yang membutuhkan terutama bagi penulis. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan perlindungan dan kebaikan bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Maret 2013 Penulis