Silvicultural Aspects of selected species for restoration, rehabilitation and agroforestry in Grand Forest Park Sultan Thaha Syaifuddin, Jambi

(1)

(2)

ii

TECHNICAL REPORT

Volume 2

Silvicultural Aspects of Selected Species for

Restoration, Rehabilitation and Agroforestry in

Grand Forest Park Sultan Thaha Syaifuddin, Jambi

ITTO PD 210/03 Rev 3. (F)

PARTICIPATORY ESTABLISHMENT OF COLLABORATIVE SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT IN DUSUN ARO, JAMBI

FACULTY OF FORESTRY BOGOR AGRICULTURAL UNIVERSITY (FOF-IPB) INTERNATIONAL TROPICAL TIMBER ORGANISATION

(ITTO

)

DIRECTORATE GENERAL OF LAND REHABILITATION AND SOCIAL FORESTRY, MINISTRY OF FORESTRY (DG-LRSF) Editors: Sri Wilarso Budi R Iskandar Z. Siregar Layout and cover design:

Kasuma Wijaya


(3)

iii

Volume 2

ITTO PD 210/03 Rev 3. (F)

PARTICIPATORY ESTABLISHMENT OF COLLABORATIVE SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT IN DUSUN ARO, JAMBI

National Expert/Project Management Unit (PMU) 1. Project Leader : Dr. Hardjanto

2. Co Project Leader : Dr. Upik Rosalina Wasrin 3. Secretary : Dr. Sri Wilarso Budi R 4. Treasurer : Dra. Sri Rahayu M Si

National Consultants

1. Prof. Dr. Dudung Darusman 2. Dr. Hariadi Kartodihardjo 3. Dr. Ulfah Juniarti Siregar 4. Dr. Nurheni Wijayanto

Program Coordinator

1. Dr. Iskandar Z. Siregar FoF- IPB 2. Dr. Didik Suharjito FoF- IPB 3. Ir. Yulius Hero, MScF. FoF- IPB

Faculty of Forestry- Bogor Agricultural University Kampus IPB Darmaga, Bogor, Indonesia 16680 Phone/Fax : +62 251 629011; +62 251 621677 Faximile : +62 251 621 256

E-mail : lmgc-ipb@indo.net.id

ISBN No. 979-9261- 45-7

No part of this publication may be reproduced, stored in a retrieval system, or transmitted in any form or by means, electronic, mechanical, photocopying, recording, scanning, or otherwise, without either the prior written permission of the publisher.


(4)

iv

Successful restoration, rehabilitation and agroforetsry projects need sound ecological and silvicultural analysis and knowledge. Understanding the silvicultural treatments of suitable species to be planted in the project sites is important to support appropriate decision making on silvicultural techniques to be applied which subsequently can reduce costs of operation. In addition, the rehabilitation technique to replanting the degraded forest lands need species-site suitability analysis as well as potential optimal benefits gained.

This Technical Report is a collection of short silvicultural information of relevant species prepared to support Activity 2.4: Development of Adaptive Management Plan of the Study Area within the framework of ITTO Project PD 210/03 Rev. 3 (F) entitled Participatory Establishment of Collaborative Sustainable Forest Management in Dusun Aro, Jambi. We would like to express our sincere appreciation and gratitude to Project Steering Committee for strategic decision and constructive comments and suggestions. This report was carried out by consultants and project management staff and sincere thanks and credits should go to the following team members: Dr. Iskandar Z. Siregar, Dr. Ulfah J. Siregar, Dr. Nurheni WIjayanto, Dr. Sri Wilarso and Dr. Prijanto Pamungkas.

We are also greatly indebted to the International Tropical Timber Organization (ITTO), Directorate General of Land Rehabilitation and Social Forestry, Ministry of Forestry and Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University for financially supporting the activity as well as the publication.

Dr. Hardjanto Project Leader


(5)

vi

Contents

Page

Foreword……… iv

Brief Information of the Project………... v

1. Silviculture of Ulin (Eusideroxylon zwageri teijsm & Binnend)……… 1

2. Silviculture of Meranti merah (Shorea leprosula. Miq)………... 4

3. Silviculture of Mahoni (Swietenia mahagony King)……… 7

4. Silviculture of Sungkai (Pheronema canescen Jac)……… 12

5. Silviculture of Jelutung (Dyera costulata)………..... 16

6. Silviculture of Karet (Hevea braziliensis)……….. …… 19

7. Silviculture of Durian (Durio zibethinus)……… 21

8. Silviculture of Rotan Jernang (Daemonorops draco)………. 24

9. Cultivation of Pisang (Musa paradisiaca)……….. 26


(6)

(7)

ii

TECHNICAL REPORT

Volume 2

Silvicultural Aspects of Selected Species for

Restoration, Rehabilitation and Agroforestry in

Grand Forest Park Sultan Thaha Syaifuddin, Jambi

ITTO PD 210/03 Rev 3. (F)

PARTICIPATORY ESTABLISHMENT OF COLLABORATIVE SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT IN DUSUN ARO, JAMBI

FACULTY OF FORESTRY BOGOR AGRICULTURAL UNIVERSITY (FOF-IPB) INTERNATIONAL TROPICAL TIMBER ORGANISATION

(ITTO

)

DIRECTORATE GENERAL OF LAND REHABILITATION AND SOCIAL FORESTRY, MINISTRY OF FORESTRY (DG-LRSF) Editors: Sri Wilarso Budi R Iskandar Z. Siregar Layout and cover design:

Kasuma Wijaya


(8)

iii

Volume 2

ITTO PD 210/03 Rev 3. (F)

PARTICIPATORY ESTABLISHMENT OF COLLABORATIVE SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT IN DUSUN ARO, JAMBI

National Expert/Project Management Unit (PMU) 1. Project Leader : Dr. Hardjanto

2. Co Project Leader : Dr. Upik Rosalina Wasrin 3. Secretary : Dr. Sri Wilarso Budi R 4. Treasurer : Dra. Sri Rahayu M Si

National Consultants

1. Prof. Dr. Dudung Darusman 2. Dr. Hariadi Kartodihardjo 3. Dr. Ulfah Juniarti Siregar 4. Dr. Nurheni Wijayanto

Program Coordinator

1. Dr. Iskandar Z. Siregar FoF- IPB 2. Dr. Didik Suharjito FoF- IPB 3. Ir. Yulius Hero, MScF. FoF- IPB

Faculty of Forestry- Bogor Agricultural University Kampus IPB Darmaga, Bogor, Indonesia 16680 Phone/Fax : +62 251 629011; +62 251 621677 Faximile : +62 251 621 256

E-mail : lmgc-ipb@indo.net.id

ISBN No. 979-9261- 45-7

No part of this publication may be reproduced, stored in a retrieval system, or transmitted in any form or by means, electronic, mechanical, photocopying, recording, scanning, or otherwise, without either the prior written permission of the publisher.


(9)

SILVIKULTUR JENIS

Mahoni (

Swietenia macrophylla

King)

Oleh: Sri Wilarso Budi R 1. Penyebaran

Mahoni termasuk dalam divisi spermatophyte, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledone, famili melliaceae, genus Swietenia (Besnaon, 1957 dalam Wibianto, 1994).

Mahoni daun lebar (Swietenia macrophylla) tersebar terutama di daerah Amerika Tengah dan Amerika selatan dan masuk ke Indonesia pada tahun 1872 melalui India, yang selanjutnya dikembangkan secara luas di Pulau Jawa sekitar tahun 1892 -1902, yairu di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur (Wibianto, 1994).

2. Persyaratan Tumbuh

Mahoni tumbuh baik pada tanah yang mengandung sedikit lempung dan bersolum agak tebal. Perakaran Mahoni pada waktu muda tumbuh sangat cepat, terutama akar tunggangnya. Pohon Mahoni tahan terhadap kekurangan zat asam (sekitar 70 hari) sehingga dapat ditanam pada tanah yang sewaktu-waktu tergenang air (Kusuma, 1956).

Mahoni dapat tumbuh pada iklim yang bervariasi, umumnya pada iklim yang mempunyai curah hujan tinggi (FAO, 1957 dalam Hutago, 1972). Di Pulau Jawa, Mahoni ditanam pada berbagai jenis tanah dan cuarah hujan antara 500 – 2500 mm/th atau tipe iklim A-D menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson dan pada ketinggian sampai 1000 di atas permukaan laut (Soeseno, 1976). Sedangkan menurut Prosea, (1990), Mahoni tumbuh pada ketinggian 0 – 800 m atau 0 – 1500 m dpl. Mahono juga toleran terhadap kebutuhan cahaya, membutuhkan tanah yang dalam tetapi toleran pada tanah yang kurus serta hidup pada daerah dengan tipe iklim B,C dan D (Soerianegara dan indrawan, 1988). Mahoni juga mempunyai potensi sebagai Pohon yang dapat mereduksi logam berat timbal, karena itu tanaman ini dapat dipergunakan sebagai Penghijauan kota atau daerah sekitar Pabrik yang banyak mengeluarkan Pb (Dahlan, 1989).

3. Lukisan Pohon

Photo oleh: Sri Wilarso Budi

Gambar 1. Bibit Mahoni

Photo Oleh: Iskandar Z. Siregar

Gambar 2. Pohon Mahoni

Mahoni daun lebar mempunyai batang berukuran besar dapat mencapai tinggi 40 m dan berdiameter lebih dari 100 cm serta dan berakar papan. Kulit kelabu gelap dan beralur dengan jarak yang lebar, agak melengkung.


(10)

SILVIKULTUR JENIS

Mahoni (

Swietenia macrophylla

King)

Oleh: Sri Wilarso Budi R Cabang atau ranting coklat keabuan, kuncup

besar, tertutup oleh sisik tebal berwarna coklat muda dengan ujung terlipat, seringkali mengandung resin (Samingan, 1980). Tajuk berbentuk kubah dan daun berwarna hijau gelap dan rapat.

Mahoni muda berbatang lurus, tumbuh cepat dan memulai percabangan (2-3 buah) setelah mencapai tinggi 2 meter. Akar tunggang pada saat masih muda tumbuh dengan cepat, dengan sedikit akar permukaan yang panjang. Akar tunggangnya mampu menembus tubuh tanah sampai kedalaman 5 m, yang dilengkapi akar penghisap yang sangat banyak (Wibianto, 1994).

4. Perbenihan

Mahoni mempunyai buah yang berbentuk kapsul yang di dalamnya terdapat benih yang bersayap. Pada umumnya Mahoni berbuah pada bulan Juni-Juli bahkan ada yang masih berbuah pada bulan Agustus. Pengunduhan buah dapat dilakukan dengan Pemanjatan dan memilih buah yang benar-benar masak yang dicirikan dengan warna buah coklat tua keabu-abuan disertai adanya bintik-bintik putih pada hamper seluruh kulit buah dan mudah pecah. Ukuran buah 9.5 cm – 15.5 cm, dengan jumlah biji di dalamnya berkisar 29 – 58.

Photo Oleh: Iskandar Z. Siregar

Gambar 3. Buah Mahoni

Buah yang sudah diambil kemudian dibelah dan bijinya dikeluarkan dari buahnya, dibersihkan dan sayapnya di potong kira-kira 1 cm di atas embrionya.

Biji Mahoni tergolong jenis yang semi recalsitran, sehingga penyimpanannya tidak bisa terlalu lama. Sebelum disimpan dijemur terlebih dahulu sampai mencapai kadar air 65 %. Wadah simpannya dapat berupa kaleng, kantong plastic atau kantong plastic dalam kaleng kemudian di letakkan pada ruang ber AC. Dengan teknik ini biji Mahoni masih dapat berkecambah setelah 1 bulan disimpan. Pohon berbuah setiap tahun setelah berumur 8 tahun, terutama pada bulan Juni -Agustus 5. Persemaian/Pembuatan Bibit Perencanaan Persemaian

Persemaian tanaman kehutanan adalah suatu tempat yang digunakan untuk memproduksi bibit suatu jenis tanaman kehutanan yang siap untuk periode kegiatan penanaman tertentu dengan dengan jumlah dan kualitas yang memadai. Persemaian diperlukan untuk tanaman kehutanan karena beberapa hal, diantaranya adalah a) karena benih terlalu kecil, seperti Eucalyptus spp., Duabanga sp., sehingga tidak mungkin untuk ditanam secara langsung; b) waktu perkecambahan benih tanaman kehutanan lama, misalnya jati (Tectona grandis)memerlukan waktu 21 hari sedangkan ulin (Eusideroxylon zwageri) memerlukan waktu 6-12 bulan untuk berkecambah; c) bibit tanaman kehutanan memerlukan perlakuan khusus pada waktu kecil, misalnya naungan; d) persen kecambah yang rendah; e) rentan terhadap hama dan penyakit, misalnya kecambah Pinus merkusii dan Duabanga sp. sangat rentan terhadap serangan dumping off., sedangkan benih Eucalyptus spp. seringkali dipindahkan oleh semut merah; f) benih tanaman kehutanan pada umumnya mahal, sehingga perkecambahan maksimum sangat diperlukan; g) ketersediaan benih tanaman kehutanan sangat terbatas; h) areal penanaman sangat luas mencapai puluhan


(11)

SILVIKULTUR JENIS

Mahoni (

Swietenia macrophylla

King)

Oleh: Sri Wilarso Budi R sampai ratusan hektar dalam satu periode

tanam, sehingga penanaman benih langsung di lapangan akan menyulitkan pemeliharaan benih-being yang baru berkecambah. Dengan memproduksi bibit di persemaian terlebih dahulu, perhatian dan perawatan maksimum dapat dilakukan dengan biaya yang lebih murah dan mudah.

Sebelum Pembuatan bibit di mulai, maka terlebih dahulu dibuat rencana pembuatan persemaian. Perencanaan persemaian ini meliputi penetapan jenis yang akan diproduksi serta jumlahnya. Setelah itu diketahui jumlah dan jenisnya, maka dapat dilanjutkan dengan survey lapangan untuk mendapatkan lokasi yang paling tepat untuk produksi bibit tersebut. Secara umum ketinggian tempat harus sesuai dengan kebutuhan jenis yang diproduksi. Kesalahan pemilihan lokasi, khususnya jika tinggi tempat dari muka laut tidak sesuai dapat menyebabkan bibit tumbuh tidak normal (terlalu lambat, daun keriting). Lokasi persemaian dicari lokasi yang dekat dengan sumber air, tenaga kerja, memiliki akses yang baik, dan akses yang relatif datar. Jika tidak memungkinkan untuk memperoleh lokasi yang datar, maka pada lahan tersebut dapat dibuat terasering sehingga diperoleh persemaian yang bertingkat-tingkat. Konsekwensi dari persemaian seperti ini adalah produktivitas tenaga kerja berkurang akibat tenaga yang digunakan untuk naik dan turun di lokasi persemaian.

Lokasi yang telah ditetapkan kemudian ditandai dan dipetakan untuk penataan lebih lanjut. Layout persemaian dibuat sesuai dengan kebutuhan, dimana penempatan bedeng tabur, bedeng sapih, ruang penampungan dan persiapan media, gudang, kantor dan lain-lain. Akan sangat berpengaruh kepada produktivitas kerja. Bedeng tabur dan bedeng sapih dibuat dengan arah Utara Selatan agar seluruh bibit mendapatkan pencahayaan yang merata. Media Semai dan Media Sapih

Beberapa bahan yang dapat digunakan sebagai media semai (media tabur) adalah tanah, pasir, vermikulit dan serbuk gergaji. Tanah atau pasir yang akan digunakan untuk media tabur harus

diayak terlebih dahulu untuk mendapatkan butiran yang seragam . Selanjutnya media-media ini disterilkan dengan pembakaran kering, atau secara kimiawi dengan fungsida untuk menghindari terjadinya serangan penyakit (dumping off) pada benih yang baru berkecambah.

Media sapih yang digunakan untuk produksi bibit tanaman kehutanan sangat bervariasi dari satu persemaian ke persemaian yang lain tergantung pada bahan yang tersedia di sekitar persemaian dan jenis bibit yang diproduksi. Tetapi secara umum media yang digunakan adalah tanah, pasir dan kompos dengan berbagai kombinasi. Media lain yang sering digunakan adalah gambut, namun tergantung kepada lokasi persemaian dari sumber gambut. Persemaian-persemaian di Jawa tidak menggunakan gambut sebagai media sapih karena jarak dan biaya pengadaanya yang tinggi.

Kriteria media tumbuh yang baik adalah : (a) dapat menghasilkan kualitas semai yang baik (b) mudah diperoleh dan harganya murah (c) cukup ringan untuk dibawa ke lokasi persemaian dan penanaman (d) mudah untuk disterilkan (e) dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama tanpa perubahan yang berarti dalam sifat fisik dan kimianya dan (f) mempunyai kapasitas penyimpanan air dan unsur hara yang cukup tinggi.

Wadah atau Kontainer

Wadah atau Kontainer yang umum digunakan untuk Pembibitan adalah Polybag. Ukuran Palybag untuk Mahoni biasanya adalah 15 x 20 cm.

Penaburan Biji

Media tabur yang digunakan adalah tanah dicampur pasir dengan perbandingan 2 : 1, kemudian disaring denga kawat saringan yang berukuran 2 mm. Bedeng tabur dibuat dengan ukuran 5 x 1 m, dan bedengnya ditinggikan sekitar 15 cm dari permukaan tanah. Media yang akan digunakan disterilkan terlebih dahulu, kemudian diatasnya diberi naungan. Penaburan biji


(12)

SILVIKULTUR JENIS

Mahoni (

Swietenia macrophylla

King)

Oleh: Sri Wilarso Budi R dilakukan secara merata ke seluruh permukaan

media dengan jarak 2 x 1 cm. Biji ditanam setelah sayapnya dipotong dan bagian yang tebal dibenamkan ke media sekitar 2/3 ukuran biji.

Penyapihan

Biji mahoni mulai berkecambah setelah 5 hari penaburan. Pada saat benih berumur 2 – 3 minggu dimana sudah keluar 2 – 4 helai daun, bibit dapat dipindahkan ke polybag yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Bibit yang sudah disapih dalam Polybag kemudian di tata dalam bedeng-bedeng persemaian.

Pemeliharaan

Pemeliharaan persemaian dimaksudkan untuk memperoleh bibit yang berkualitas baik sehingga akan mempunyai daya tahan hidup di lapangan lebih tinggi. Pemeliharaan bibit di Persemaian meliputi kegiatan-kegiatan : penyiraman, pembersihan gulma, pemupukan, dan pemberantasan hama penyakit.

Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari dan dilakukan dengan hati-hati menggunakan sprayer gembor. Pembersihan gulma yang tumbuh dalam polybag dilakukan sewktu-waktu dengan cara mencabut gulma perlahan-lahan, jangan sampai merusak akar Mahoninya.

Pemupukan pertama pada bibit menggunakan pupuk jenis NPK yang diberikan pada saat mencampur media sapih dengan dosis 1 gram per polybag. Pemupukan selanjutnya dilakukan sebulan sekali dengan dosis yang sama.

Hama dan Penyakit sering menyerang persemaian Mahoni. Jenis-jenis hama dan penyakit yang ada adalah (Atmosuseno, 1999) : a. Hypsiphyla robusta

Hama ini berupa ulat yang menyerang pucuk daun muda. Pengendaliannya dengan menggunakan insektisida Organofosfat dan Karbamat.

b. Penyakit embun hitam

Penyakit ini disebabkan oleh jamur jenis Meliola sp. yang menyerang daun bibit mahoni. Daun yang terserang, permukaannya terlihat hitam, merana ,berkerut dan rontok. Penganggulangannya dengan disemprot insektisida atau bibit segera dicabut dan diganti yang sehat.

c. Penyakit tepung

Penyakit ini disebabkan oleh jamur dan yang diserang adalah bagian daunnya sampai pucuk. Pengendalian dengan menyemprotkan fungisida Karathane dan Benomyl atau dengan tepung belerang. d. Penyakit busuk akar

Penyakit ini menyerang sel-sel akar sehingga akar kehilangan fungsi utamanya yaitu menyerap air dan hara. Serangan yang parah dapat menyebebkan kematian. Pengendalian dapat dilakuakan dengan memfumigasi bedengan sebeleum penyemaian dilakukan. Bila ada bibit yang diserang, sebaiknya diisolasi dan dicabut dan dimusnahkan.

6. Penanaman

Mahoni dapat ditanam pada areal bekas tebangan dan semak belukar dengan sistim jalur atau cemplongan. Disamping itu dapat juga ditanam pada areal yang terbuka dengan pengolahan tanah total yang dapat dikombinasi dengan pemberian tanaman tumpang sari.

Kegiatan penanaman meliputi : a. Persiapan Lapangan

Dalam persiapan lapangan yang pertama kali dilaksanakan adalah land clearing/pembabatan semak belukar, kemudian di ikuti dengan pengolahan tanah. Untuk sistim jalur dan cemplongan, pekerjaan utama yang perlu dilaksanakan adalah pembuatan dan pemasangan ajir.


(13)

SILVIKULTUR JENIS

Mahoni (

Swietenia macrophylla

King)

Oleh: Sri Wilarso Budi R Arah pembersihan lapangan dilaksanakan

sesuai dengan ajir. Tahap selanjutnya adalah pembuatan lubang tanaman yang jaraknya sisesuaikan dengan jarak tanam yg telah direncanakan yaitu 3 m X 2 m atau 4 m X 2m. Lubang tanaman sebaiknya dibuat 7 – 15 hari sebelum pelaksanaan penanaman, dengan ukuran lubang 30 cm X 40 cm X 30 cm. Setelah selesai dibuat lubang tanam, kemudian dimasukkan pupuk organik (Gambar 4).

Gambar 4. Lubang tanam dan pupuk organik

b. Penanaman

Bibit dalam kantong plastik yang telah diseleksi diangkut ke areal penanaman yang jumlahnya disesuaikan dengan kemampuan tanam perhari. Bibit ditanam satu persatu pada setiap lubang denga terlebih dahulu melepas/menyobek bagian bawah kantong plastik secara hati-hati agar tanahnya tidak pecah. Bibit ditanam berdiri tegak dan ditutup dengan tanah di sekelilingnya ditekan dengan tangan dari samping agar tanah padat. Dalam penanaman harus diusahakan agar batang dan akar tidak rusak atau bengkok.

7. Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan tanaman adalah penyulaman, penyiangan, pendangiran, pemupukan dan pemberantasan hama/penyakit.

Penyulaman dilakukan pada tahun pertama dan tahun kedua, sedangkan kegiatan penyiangan, pendangiran dan pemupukan sebaiknya dilaksanakan dua kali dalam setahun yaitu pada awal dan akhir musim penghujan serta dilaksanakan sampai tanaman cukup besar. Pemberantasan hama dan penyakit hanya dilaksanakan sewaktu-waktu yaitu jika ada serangan hama/penyakit atau diperkirakan akan terjadi serangan penyakit. Hama yang menyerang tanaman Mahoni antara lain penggerek batang dan penggerek pucuk (Hypsiphyla robusta) . Serangan penggerek tersebut dapat diberantas dengan insektisida yang bersifat sistemik 8. Perlindungan

Pengendalian tanaman dari bahaya kebakaran dilakukan dengan cara membuat sekat bakar dan pembuatan jalur-jalur isolasi berupa jalur terbuka selebar 3 meter serta menghindari penumpukan bahan organik pada suatu tempat..

9. Daur dan Produksi

Pada tanah yang subur Mahoni dapat dipanen umur 30 tahun dengan produksi 500 m3/ha 10. Daftar Pustaka

Dahlan, EN. 1989. Study Kemampuan Tanaman dalam Menjerap dan Menyerap Timbal emisi dari Kendaraan Bermotor. Thesis Pasca Sarjana IPB.

Wibianto, SH. 1994. Kajian Pengaruh Macam Tanah terhadap Pertumbuhan Mahoni Daun Lebar (Swietenia macrophylla King). Skripsi Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Kusuma A. 1956. Tentang Djenis-djenis kaju

jang Disebut Mahoni atau Mahagoni. Teristimewa Keluarga Khaya. Pengumuman Balai Penjelidikan Kehutanan, Bogor. No 49: 3-12.


(14)

SILVIKULTUR JENIS

Sungkai (

Peronema canescen Jack

)

Oleh: Sri Wilarso Bud R 1. Penyebaran

Secara alami Sungkai terdapat di Pulau Kalimantan, Sumatera, Kepulauan Riau dan Jawa Barat. Sungkai yang terdapat di Jawa Barat berasal dari Lampung, kemudian tumbuh secara alami. Di Pulau Kalimantan, semakin ke utara menuju khatulistiwa populasi sungkai yang tumbuh secara alami semakin sulit ditemukan (Anonim, 2000).

Di Jambi Sungkai banyak tumbuh di Tebo Tengah, Pasir Mayang, Pulau temiang, Pemayongan, Bangko, Rantaumaukapuas, Sarolangun, Pulau Pandan dan Pauh (Anonim, 2000).

2. Persyaratan Tumbuh

Sungkai dapat tumbuh baik pada hutan-hutan sekunder yang terbuka, di tepi sungai yang lembab tapi tidak tergenang air dan di tepi jalan yang terbuka. Sungkai dapat tumbuh baik pada ketinggian 0 – 600 meter dari atas permukaan laut dan menyukai jenis tanah Podzolik Merah Kuning. Suhu bulanan berkisar antara 210C –

320C dengan curah hujan rata-rata tahunan antara 2100 – 2700 mm.

Sungkai (Peronema canescens) sering disebut sebagai jati sabrang, ki sabrang, kurus, sungkai, sekai termasuk kedalam famili Verbenaceae. Daerah penyebarannya di Indonesia adalah Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Jawa Barat, dan seluruh Kalimantan. Tempat tumbuh di dalam hutan tropis dengan type curah hujan A sampai C, pada tanah kering atau sedikit basah dengan ketinggian sampai 600 m diatas permukaan laut. Tanaman sungkai perlu tanah yang baik, sedangkan di tanah marginal tidak dianjurkan

3. Lukisan Pohon

Tinggi pohon mencapai 20–30 m panjang batang bebas cabang mencapai 15 m, dengan diameter 60 cm atau lebih, batang lurus dan sedikit berlekuk dangkal, tidak berbanir, dan ranting penuh bulu halus. Kulit luar berwarna

kelabu atau sawo muda, beralur dangkal, mengelupas kecil-kecil dan tipis.

Kayu teras berwarna krem atau kuning muda. Tekstur kayu kasar dan tidak merata. Arah serat lurus, kadang-kadang bergelombang dengan permukaan kayu agak kesat.

Photo Oleh : Sri Wilarso Budi

Gambar 1. Anakan Sungkai

Photo oleh : Sri Wilarso Budi

Gambar 2. Pohon Sungkai


(15)

SILVIKULTUR JENIS

Sungkai (

Peronema canescen Jack

)

Oleh: Sri Wilarso Bud R Pohon Sungkai mempunyai musim berbunga

dan berbuah yang berbeda-beda menurut penyebaran tempat tumbuhnya. Di Jawa berbunga pada bulan Juni dan Juli, di Sumatera Selatan Tanaman sungkai berbuah sepanjang tahun, terutama pada bulan Maret – Juni, tiap kilogram biji berisi 262.000 butir dan di Kalimantan antara Januarai dan Februari. Bunga Sungkai berbentuk malai di ujung atau ketiak daun atas, ukurannya besar dan bercabang-cabang dengan panjang sekitar 20-60 cm. Pada umumnya Buah akan muncul setelah dua bulan musim bunga. Buah Sungkai berupa buah batu beruang empat, kering, bulat, kecil dan berbiji banyak. Namun biji Sungkai sulit dikecambahkan, dan berdasarkan data literature, prosentase kecambah bijinya hanya 30 %, karena itu untuk Pembibitan digunakan Vegetatif/stek.

5. Persemaian/Pembuatan Bibit Perencanaan Persemaian

Persemaian tanaman kehutanan adalah suatu tempat yang digunakan untuk memproduksi bibit suatu jenis tanaman kehutanan yang siap untuk periode kegiatan penanaman tertentu dengan dengan jumlah dan kualitas yang memadai. Persemaian diperlukan untuk tanaman kehutanan karena beberapa hal, diantaranya adalah a) karena benih terlalu kecil, seperti Eucalyptus spp., Duabanga sp., sehingga tidak mungkin untuk ditanam secara langsung; b) waktu perkecambahan benih tanaman kehutanan lama, misalnya jati (Tectona grandis)memerlukan waktu 21 hari sedangkan ulin (Eusideroxylon zwageri) memerlukan waktu 6-12 bulan untuk berkecambah; c) bibit tanaman kehutanan memerlukan perlakuan khusus pada waktu kecil, misalnya naungan; d) persen kecambah yang rendah; e) rentan terhadap hama dan penyakit, misalnya kecambah Pinus merkusii dan Duabanga sp. sangat rentan terhadap serangan dumping off., sedangkan benih Eucalyptus spp. seringkali dipindahkan oleh semut merah; f) benih tanaman kehutanan pada umumnya mahal, sehingga perkecambahan maksimum sangat diperlukan; g) ketersediaan benih tanaman kehutanan

sangat terbatas; h) areal penanaman sangat luas mencapai puluhan sampai ratusan hektar dalam satu periode tanam, sehingga penanaman benih langsung di lapangan akan menyulitkan pemeliharaan benih-being yang baru berkecambah. Dengan memproduksi bibit di persemaian terlebih dahulu, perhatian dan perawatan maksimum dapat dilakukan dengan biaya yang lebih murah dan mudah. Sebelum Pembuatan bibit di mulai, maka terlebih dahulu dibuat rencana pembuatan persemaian. Perencanaan persemaian ini meliputi penetapan jenis yang akan diproduksi serta jumlahnya. Setelah itu diketahui jumlah dan jenisnya, maka dapat dilanjutkan dengan survey lapangan untuk mendapatkan lokasi yang paling tepat untuk produksi bibit tersebut. Secara umum ketinggian tempat harus sesuai dengan kebutuhan jenis yang diproduksi. Kesalahan pemilihan lokasi, khususnya jika tinggi tempat dari muka laut tidak sesuai dapat menyebabkan bibit tumbuh tidak normal (terlalu lambat, daun keriting). Lokasi persemaian dicari lokasi yang dekat dengan sumber air, tenaga kerja, memiliki akses yang baik, dan akses yang relatif datar. Jika tidak memungkinkan untuk memperoleh lokasi yang datar, maka pada lahan tersebut dapat dibuat terasering sehingga diperoleh persemaian yang bertingkat-tingkat. Konsekwensi dari persemaian seperti ini adalah produktivitas tenaga kerja berkurang akibat tenaga yang digunakan untuk naik dan turun di lokasi persemaian.

Lokasi yang telah ditetapkan kemudian ditandai dan dipetakan untuk penataan lebih lanjut. Layout persemaian dibuat sesuai dengan kebutuhan, dimana penempatan bedeng tabur, bedeng sapih, ruang penampungan dan persiapan media, gudang, kantor dan lain-lain. Akan sangat berpengaruh kepada produktivitas kerja. Bedeng tabur dan bedeng sapih dibuat dengan arah Utara Selatan agar seluruh bibit mendapatkan pencahayaan yang merata.


(16)

SILVIKULTUR JENIS

Sungkai (

Peronema canescen Jack

)

Oleh: Sri Wilarso Bud R Media semai yang digunakan untuk produksi

bibit tanaman kehutanan sangat bervariasi dari satu persemaian ke persemaian yang lain tergantung pada bahan yang tersedia di sekitar persemaian dan jenis bibit yang diproduksi. Tetapi secara umum media yang digunakan adalah tanah, pasir dan kompos dengan berbagai kombinasi. Media lain yang sering digunakan adalah gambut, namun tergantung kepada lokasi persemaian dari sumber gambut. Persemaian-persemaian di Jawa tidak menggunakan gambut sebagai media sapih karena jarak dan biaya pengadaanya yang tinggi.

Kriteria media tumbuh yang baik adalah : (a) dapat menghasilkan kualitas semai yang baik (b) mudah diperoleh dan harganya murah (c) cukup ringan untuk dibawa ke lokasi persemaian dan penanaman (d) mudah untuk disterilkan (e) dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama tanpa perubahan yang berarti dalam sifat fisik dan kimianya dan (f) mempunyai kapasitas penyimpanan air dan unsur hara yang cukup tinggi.

Wadah atau Kontainer

Wadah atau Kontainer yang umum digunakan untuk Pembibitan adalah Polybag. Ukuran Palybag untuk Sungkai biasanya adalah 15 x 20 cm.

Pengambilan dan Pengepakan Bahan stek Pembuatan bibit sungkai sebaiknya dengan cara vegetatif melalui stek. Pemilihan terubusan yang akan dipakai sebagai bahan stek dilakukan dengan cara memilih terubusan yang sehat dan sudah berkayu dengan diameter lebih kurang 2,5 cm dan panjang 25 cm – 30 cm. Stek yang dipilih adalah dari cabang autotrof (cabang vertikal), hindari cabang yang plagiototrof (cabang horizontal). Stek yang sudah dipotong kemudian segera di bawa ke persemaian untuk diproses lebih lanjut.

Apabila lokasi sumber stek dengan persemaian cukup jauh maka stek harus dipak dalam karung basah kemudian dilapisi lagi dengan karung

kering. Dengan teknik tersebut stek tidak akan kering dalam waktu 7 – 10 hari.

Penyemaian

Untuk merangsang pertumbuhan akar, maka stek dapat diberi hormon tumbuh (Root- one F), kemudian ditanam/disemaikan dalam kantong plastik. Kantong-kantong plastik sebaiknya dibuat bedengan dan dinaungi dengan sungkup plastik selama 3 minggu.

Setelah 3 minggu, sungkup plastik dibuka kemudian diberi naungan sarlon selama 6 minggu.

Pemeliharaan

Cara pemeliharaan bibit adalah penyiraman dua kali sehari dan jika terserang hama/penyakit dilakukan pemberantasan dengan insektisida/fungisida. Pemupukan dilakukan dua kali seminggu dengan menggunakan pupuk NPK Cair. Dengan cara ini biasanya bibit siap dipindahkan kelapangan pada umur lebih kurang 4 bulan. 6. Penanaman

Sungkai dapat ditanam pada areal bekas tebangan dan semak belukar dengan sistim jalur atau cemplongan. Disamping itu dapat juga ditanam pada areal yang terbuka dengan pengolahan tanah total yang dapat dikombinasi dengan pemberian tanaman tumpang sari.

Kegiatan penanaman meliputi :

c. Persiapan Lapangan

Dalam persiapan lapangan yang pertama kali dilaksanakan adalah land clearing/pembabatan semak belukar, kemudian di ikuti dengan pengolahan tanah. Untuk sistim jalur dan cemplongan, pekerjaan utama yang perlu dilaksanakan adalah pembuatan dan pemasangan ajir.


(17)

SILVIKULTUR JENIS

Sungkai (

Peronema canescen Jack

)

Oleh: Sri Wilarso Bud R Arah pembersihan lapangan dilaksanakan

sesuai dengan ajir. Tahap selanjutnya adalah pembuatan lubang tanaman yang jaraknya disesuaikan dengan jarak tanam yg telah direncanakan yaitu 3 m X 2 m atau 4 m X 2m kemudian setelah berumur 5 tahun dilakukan penjarangan pertama.

Lubang tanaman sebaiknya dibuat 7 – 15 hari sebelum pelaksanaan penanaman, dengan ukuran lubang 30 cm X 40 cm X 30 cm. d. Penanaman

Bibit dalam kantong plastik yang telah diseleksi diangkut kea areal penanaman yang jumlahnya disesuaikan dengan kemampuan tanam perhari. Bibit ditanam satu persatu pada setiap lubang denga terlebih dahulu melepas/menyobek bagian bawah kantong plastik secara hati-hati agar tanahnya tidak pecah. Bibit ditanam berdiri tegak dan ditutup dengan tanah di sekelilingnya ditekan dengan tangan dari samping agar tanah padat. Dalam penanaman harus diusahakan agar batang dan akar tidak rusak atau bengkok.

7. Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan tanaman adalah penyulaman, penyiangan, pendangiran, pemupukan dan pemberantasan hama/penyakit. Penyulaman dilakukan pada tahun pertama dan tahun kedua, sedangkan kegiatan penyiangan, pendangiran dan pemupukan sebaiknya dilaksanakan dua kali dalam setahun yaitu pada awal dan akhir musim penghujan serta dilaksanakan sampai tanaman cukup besar. Pemberantasan hama dan penyakit hanya dilaksanakan sewaktu-waktu yaitu jika ada serangan hama/penyakit atau diperkirakan akan terjadi serangan penyakit. Hama yang menyerang tanaman sungkai antara lain penggerek batang dan penggerek pucuk. Serangan penggerek tersebut dapat diberantas dengan insektisida yang bersifat sistemik.

Pupuk yang digunakan adalah pupuk NPK (15:15:15), pupuk lainnya juga dapat digunakan dan bila pupuk kompos tersedia sangat baik

digunakan. Pupuk diberikan setelah tanaman berumur satu atau dua minggu sejak penanaman. Pupuk NPK dengan dosis 50 gram per pohon yang diletakkan pada 4 lubang disekitar pohon. Pupuk Kompos sebaiknya diberikan pada saat membuat lubang tanam

8. Perlindungan

Pengendalian tanaman dari bahaya kebakaran dilakukan dengan cara membuat sekat bakar dan pembuatan jalur-jalur isolasi berupa jalur terbuka selebar 3 meter serta menghindari penumpukan bahan organik pada suatu tempat..

9. Daur dan Produksi

Pada areal yang terbuka, anakan sungkai dapat tumbuh dengan cepat. Di Kalimantan Timur, riap pertumbuhan tahunan mencapai 120 cm untuk tinggi dan 0.8 cm untuk diameter pada fase sapling dan 114 cm untuk tinggi, 1.5 cm untuk diametr pada fase tiang. Di Jawa Timur Sungkai yang berumur 7 tahun mencapai tinggi 9.5 m dan diameter rata-rata 10.3 cm

10. Daftar Pustaka

Anonym, 2000. Petunjuk Teknis Perlakuan Benih/Bibit dan Penanaman Sungkai (Peronema canescens Jack). BPTH Banjarbaru

Anonym, 2006. Budidaya Sungkai. Balai Produksi dan Pengujian Benih, Kantor Wilayah Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Propinsi Sumatera Selatan.


(18)

SILVIKULTUR JENIS

Jelutung (

Dyera costulata

)

Oleh : Ulfah J. Siregar 1. Penyebaran

Genus Dyera terdiri dari beberapa spesies, diantaranya yaitu Dyera costulata yang tumbuh pada dataran tanah laterit dan alluvial, Dyera polyphylla dan Dyera lowii yang tumbuh pada tanah organosol atau rawa gambut. Habitat alami tersebar di Asia Tenggara, terutama Malaysia, Thailand, Singapura dan Indonesia, yang terdiri dari pulau Sumatra, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan dan kemungkinan Sulawesi.

2. Persyaratan Tumbuh

Jelutung darat ditemui secara sporadis, pada hutan meranti dataran rendah hingga berbukit, yaitu pada ketinggian sekitar 300 – 400 m dpl, bahkan hingga 800 m dpl. Jenis tanah yaitu laterit, alluvial, tanah berpasir, tanah liat atau tanah rawang, di daerah dengan tipe curah hujan A dan B. Jelutung membutuhkan pencahayaan mulai dari 30% hingga cahaya penuh.

3. Lukisan Pohon

Photo Oleh : Sri Wilarso Budi

Gambar : 1 Profil Pohon Jelutung

Tinggi pohon mencapai 25–20 m panjang batang bebas cabang mencapai 10 m, dengan

diameter 60 cm atau lebih, batang lurus dan sedikit berlekuk dangkal, tidak berbanir. Kulit luar berwarna kelabu keputihan beralur dangkal.

4. Perbenihan

Pohon berbunga dan berbuah hampir setiap bulan dalam setahun. Pembungaan berlangsung 2 – 3 minggu, dan buah terbentuk 2 – 3 bulan kemudian. Buah yang baik ialah yang masak secara fisiologis, berwarna coklat tua kehitaman, tidak bergetah namun belum pecah. Dalam satu buah jelutung terdapat 12 – 18 biji jelutung yang bersayap halus. Setelah diunduh buah dijemur 5 – 7 hari, kemudian diambil bijinya dan dipilih yang baik sekitar 8 – 10 buah, yaitu yang terbungkus selaput putih, bersayap, dengan serat biji yang berwarna coklat mengkilat tidak patah, karena inilah titik tumbuhnya. Dalam satu kilogram biji terdapat 20 000 biji. Benih termasuk rekalsitran, bila disimpan satu bulan daya kecambah menurun hingga 50%. Cara menyimpan benih yang baik ialah pada suhu 20o – 40o C, dengan kelembaban 60%.

5. Persemaian/Pembuatan Bibit

Photo Oleh : Sri Wilarso Budi

Gambar. 2 Persemaian Jelutung

Sebelum disemaikan benih direndam dalam air dingin selama 2 jam, kemudian disemaikan dalam media semai berupa campuran gambut dan arang dengan ratio 10:1. Benih mulai


(19)

SILVIKULTUR JENIS

Jelutung (

Dyera costulata

)

Oleh : Ulfah J. Siregar berkecambah setelah 3 – 7 hari ditanam.

Setelah bibit mencapai tinggi 5cm, kemudian disapih ke dalam polibag berisi media campuran tanah dan gambut dengan perbandingan 2:3. Bibit siap ditanam di lapang bila tingginya telah mencapai 30 – 50cm, atau berumur 1 – 1,5 tahun.

6. Penanaman Pemilihan Lokasi

Jelutung memerlukan naungan + 30% pada awal pertumbuhannya, dan kemudian cahaya penuh sesudahnya. Oleh karena itu tempat penanaman jelutung sebaiknya tapak yang masih bervegetasi, misal area bekas tebangan. Bila ditanam pada lahan terbuka, maka dibutuhkan pohon peneduh.

Persiapan Lapangan

Pada lahan yang bervegetasi, dilakukan pembersihan jalur tanam diantara vegetasi yang ada, dengan jarak antar jalur 10m dan jarak antar lubang tanam 5m. Lubang tanam berukuran 40 x 40cm, kedalaman 30cm.

Sedangkan pada lahan terbuka dibuat lubang tanam dengan jarak 10 x 5m, atau 7 x 5m, atau 5 x 5m. Sebelum bibit jelutung ditanam, terlebih dahulu ditanam pohon peneduh, misal sengon (Paraserianthes falcataria) dengan jarak tanam 3 x 1,5m.

Penanaman

Penanaman dilakukan pada musim hujan (bulan Nopember-Desember). Pada lahan bervegetasi, bibit dapat langsung ditanam setelah jalur dan lobang tanam siap. Pada lahan terbuka, penanaman dilakukan setelah pohon peneduh berumur 3 tahun, yaitu telah cukup naungan yang diberikan. Pada sekitar lobang tanam, tanaman gulma dibersihkan dalam piringan berdiameter 1m.

.

7. Pemeliharaan Pemeliharaan Bibit

Selama di persemaian, bibit harus disiram dengan air yang cukup, namun tidak boleh terlalu lembab, supaya tidak busuk. Media persemaian sebaiknya diberi insektisida, karena biji jelutung disukai semut. Ketika telah disapih, polibag sebaiknya diberi pupuk urea agar bibit dapat tumbuh baik.

Pemeliharaan Tanaman di Lapang

Penyulaman dilakukan 2 kali, yaitu 2 – 3 bulan setelah tanam dan pada awal tahun kedua. Penyiangan dilakukan 3 – 4 kali setahun hingga tanaman berumur 2 tahun, sesudah itu sekali setahun sampai tanaman berumur 4 tahun. Pemupukan pertama dilakukan pada 2

– 3 bulan setelah tanam, selanjutnya 1 – 2 kali setahun. Pupuk yang digunakan ialah NPK dengan dosis 50 gram per tanaman. Berangsur-angsur tanaman peneduh dihilangkan setelah jelutung berumur 2 – 3 tahun. Penjarangan dilakukan setelah diameter pohon jelutung mencapai 15cm, kemudian pada diameter 22cm, 30cm dan seterusnya, sehingga kerapatan tegakan menjadi 80 pohon/ha.

8. Perlindungan

Biji dan benih jelutung harus dilindungi dari semut, baik sebelum maupun selama berkecambah. Hama yang menyerang pohon dewasa yaitu penggerek batang Batocera rubus, yang menyerang mulai dari bidang sadapan. Oleh sebab itu bidang sadapan harus segera ditutup dengan kain terpal setelah disadap.

9. Daur dan Produksi

Penanaman jelutung dapat dilakukan dengan dua tujuan, yaitu untuk produksi getah dan kayu, namun sebaiknya keduanya tidak digabungkan. Bila untuk produksi getah, penyadapan sebaiknya dilakukan setelah diameter pohon mencapai 40cm. Bila untuk produksi kayu lapis, jelutung dapat dipanen pada umur 25 tahun, dengan diameter 35cm. Sedangkan kayu pertukangan memerlukan diameter 50cm, dengan umur 35 – 40 tahun


(20)

SILVIKULTUR JENIS

Jelutung (

Dyera costulata

)

Oleh : Ulfah J. Siregar 10. Daftar Pustaka

Daryono, H. 1998. Teknik membangun hutan tanaman industri jenis jelutung (Dyera spp.). Informasi Teknis No 3/98. Galam. Balitbang Hutan, BTR Banjarbaru.

Pratiwi. 2000. Potensi dan prospek pengembangan pohon jelutung untuk hutan tanaman. Buletin Kehutanan dan Perkebunan 1(2):111-117.


(21)

Budidaya Durian

(

Durio zibethinus

)

Oleh : Nurheni Wijayantoi

1. Penyebaran

Tanaman karet berasal dari Amerika Selatan, yaitu tumbuh liar di hutan-hutan tropis Amazon. Pada masa penjajahan bangsa Eropa di Asia Tenggara, tanaman karet mulai ditanam di Sri Lanka, Malaya, Thailand dan Indonesia, dalam bentuk penanaman masal di perkebunan.

2. Persyaratan Tumbuh

Karet sebagai tumbuhan tropis, cocok ditanam pada zona antara 15o LS dan 15o LU, dengan curah hujan cukup tinggi yaitu >2 000mm/tahun, hingga 4 000 mm/tahun, yang terbagi dalam 100

– 150 hari hujan. Pembagian hari hujan dan waktu turunnya sangat mempengaruhi produksi karet. Ketinggian tempat optimal ialah 200 – 600 m dpl, dengan suhu antara 25o – 35o C. Karet dapat tumbuh hampir pada semua jenis tanah, namun yang optimal ialah tanah dengan drainase baik, remah namun dapat menahan air, pH berkisar antara 4,5 – 6,5 dan solum cukup dalam.

3. Lukisan Pohon

Gambar 1. Tegakan Karet

Pohon Karet dapat mencapai tinggi 10-15 m, kulit berwarna keputihan, kasar dan bergetah.

4. Perbenihan

Bunga mulai muncul setelah akhir musim hujan, dimana daun telah sebagian gugur. Buah terbentuk 2 – 3 minggu kemudian, dan proses pemasakannya terjadi 5 – 6 bulan kemudian. Musim panen berlangsung selama 1,5 bulan. Benih karet termasuk benih rekalsitran,dimana 2 minggu setelah pengunduhan daya kecambahnya dapat turun hingga 50%. Dalam satu kilogram terdapat 220 biji. Benih yang disimpan dalam karung dipertahankan kesegarannya dengan jalan merendam dalam air bersih selama 4 jam, kemudian benih dikeluarkan dan dikering-anginkan, bila perlu disemprot dengan fungisida Actidione.

5. Persemaian/Pembuatan Bibit

Sebelum disemaikan, benih dapat direndam dalam air dingin selama 48 jam, atau dalam larutan KNO3 0,2% selama 24 jam. Benih disemaikan dalam bedeng semai berisi pasir, yang disiram 2 kali sehari, pagi dan sore. Setelah 10 – 14 hari akan berkecambah, dan langsung dipindahkan ke bedeng sapih. Bibit hasil semai biasanya tidak langsung ditanam di lapang, melainkan digunakan untuk batang bawah (root stock) dari bibit okulasi.

Bibit karet yang baik untuk penanaman di lapang, biasanya ialah bibit hasil okulasi, dengan bagian atasnya berasal dari mata tunas pohon entres, yang merupakan klon unggul. Klon unggul untuk batang bawah diantaranya ialah AVROS 2037, GT 1, PR 288 dsb, sedangkan untuk batang atas ialah AVROS 2037, PR 300, BPM 24 dsb.

Bibit batang bawah dapat diokulasi setelah berumur paling sedikit 3 bulan. Pohon entres mulai dapat diambil mata tunasnya setelah berumur 3 bulan. Setelah okulasi berumur 3 minggu, diperiksa apakah okulasi berhasil ataukah gagal. Bibit okulasi ditanam dalam bentuk okulasi stum mata tidur, stum tinggi, stum mini atau dalam poli bag.


(22)

Budidaya Durian

(

Durio zibethinus

)

Oleh : Nurheni Wijayantoi

6. Penanaman Pemilihan Lokasi

Tapak dibersihkan dari tanaman lain, dibuat teras menurut garis kontur dan ditanami tanaman penutup tanah (jenis legume). Ajir kemudian dipasang dengan jarak tanam bervariasi, yaitu 7 x 3 m, 8 x 2,5 m atau 7,14 x 3,33 m. Lobang tanam berukuran 60 x 60 x 60 cm atau 80 x 80 x 80 cm. Dua minggu sebelum tanam, lobang tanamdiberi pupuk TSP 100 gram/lobang.

Penanaman

Bibit siap tanam ditanam dalam lobang. Apabila akar terlalu panjang,maka akar dapat dipotong terlebih dahulu. Apabila bibit masih kecil (stum mini, poli bag, stum mata tidur) maka pada potongan akar dioleskan Rooton F.

Penanaman dilakukan pada musim hujan (bulan Nopember-Desember). Pada lahan bervegetasi, bibit dapat langsung ditanam setelah jalur dan lobang tanam siap. Pada lahan terbuka, penanaman dilakukan setelah pohon peneduh berumur 3 tahun, yaitu telah cukup naungan yang diberikan. Pada sekitar lobang tanam, tanaman gulma dibersihkan dalam piringan berdiameter 1m.

.

7. Pemeliharaan Pemeliharaan Bibit

Di persemaian pemeliharaan meliputi penyiraman, penyulaman, penyiangan dan pemupukan. Pupuk yang digunakan ialah 5 – 16 g ZA/Urea 2,5 – 8 g, ditambah dengan TSP 3 –

4 g, dan KCl 2 g, tergantung jenis klon. Pupuk diberikan tiap 3 bulan sekali, ditanam dalam parit sedalam 5 – 7 cm sekeliling batang. Bila bibit terkena cendawan, maka diberi asap belerang cirrus atau fungisida lainnya.

Pemeliharaan Tanaman di Lapang

Pemeliharaan dalam hal ini dibagi menjadi 2 bagian, yaitu sebelum tanaman menghasilkan, dan sesudah menghasilkan. Sebelum menghasilkan dilakukan penyulaman,

pemberantasan gulma, pemangkasan cabang yang terletak kurang dari 3 m dari permukaan tanah, dan perangsangan cabang pada tajuk. Pemupukan dengan ZA, Urea, TSP dan ZK/KCl dilakukan setiap 6 bulan dengan dosis semakin bertambah seiring dengan bertambahnya umur, yaitu sampai 57 bulan. Setelah tanaman menghasilkan, dipupuk 2 kali setahun, yaitu pada awal musim hujan dan awal musim kemarau, sama dengan dosis terakhir, berkisar 600 g ZA/280 g Urea, 133 g TPS, 180 g ZK/KCl per pohon. Penjarangan dilakukan dengan membuang tanaman yang kerdil, tidak subur atau rendah hasilnya hingga mencapai kerapatan 350 –

300 pohon per ha. 8. Perlindungan

Karet mempunyai hama dan penyakit cukup banyak. Hama dapat berupa serangga, yaitu rayap (Coptotermes curvignatus), yang dapat dikendalikan dengan insektisida, kemudian hewan mamalia berupa kera, babi hutan dan rusa, serta keong/bekicot (Achatina fulica). Penyakit karet jauh lebih banyak dibanding hama, seperti penyakit akar yang disebabkan oleh jamur akar putih, jamur akar merah, dan cendawan akar coklat. Penyakit pada batang yaitu oleh jamur ustulina, penyakit kanker batang, kanker bercak, kanker bekuan, penyakit mouldyrot, penyakit kulit coklat dan jamur upas. Penyakit pada daun berupa powdery mildew, gugur daun oleh cendawan gloeosporium, cendawan corynespora, cendawan phytophthora, bercak daun, dan rapuh daun. Cendawan dapat dibasmi dengan fungisida

9. Daur dan Produksi

Tergantung pada pertumbuhannya, karet dapat mulai disadap setelah berumur 5 – 6 tahun, yaitu berdiameter 45 cm pada tinggi 100 cm diatas tanah atau okulasi. Penyadapan dilakukan pagi hari, bila tidak hujan.

10. Daftar Pustaka

Setyamidjaja, D. 1993. Karet: Budidaya dan pengolahan. Kanisius.


(23)

Budidaya Durian

(

Durio zibethinus

)

Oleh : Nurheni Wijayantoi

1. Pendahuluan

Pemanfaatan lahan baik perkebunan maupun pekarangan dengan bermacam-macam jenis tanaman, semakin digeluti oleh masyarakat. Buah-buahan menjadi pilihan utama karena selain dapat menciptakan lingkungan yang hijau dan juga dapat memberikan hasil tambahan pendapatan. Salah satu yang cukup menarik dan digemari untuk dikembangkan adalah pohon durian.

Durian mempunyai prospek ekonomi yang cukup bagus. Pemasaran buah durian dari tahun ke tahun kian meningkat dan tak pernah jenuh. Oleh karena itu, durian merupakan salah satu aset negara yang dapat menambah pendapatan sektor non migas. Buah durian mempunyai rasa yang lezat dan kandungan protein nabatinya cukup tinggi.

Durian sangat digemari hampir oleh setiap orang, sehingga ada yang menamakannya sebagai raja buah atau ratunya buah. Disamping buahnya yang manis, harum dan warna daging dari putih sampai kekuningan yang kaya akan kalori, vitamin, lemak dan protein, juga batangnya bisa digunakan untuk bahan bangunan, kayu bakar dan lain-lain. 2. Manfaat Durian

Selain hasil pokok berupa buah yang bernilai ekonomi tinggi, juga memberi manfaat dan hasil hutan ikutan, antara lain:

· Tanaman durian dapat dimanfaatkan sebagai pencegah erosi di lahan-lahan miring. Sisa-sisa tanaman dapat tertahan oleh batang-batang durian sehingga dapat menyuburkan tanah. · Batang durian dapat digunakan untuk

bahan bangunan atau perkakas rumah tangga. Di samping itu kyu durian dapat diolah menjadi kayu lapis olahan dan mudah dibubut serta dibentuk menjadi perkakas rumah tangga.

· Biji durian (Jawa: Pongge) memiliki kandungan pati yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai alternatif pengganti bahan makanan.

· Kulit durian dapat dipakai sebagai bahan abu gosok yang bagus. Di samping itu,

abu kulit durian dapat juga digunakan untuk campuran media tanaman di dalam pot, baik tanaman indoor maupun bunga-bungaan.

3. Penyebaran

Durian diperkirakan berasal dari Semenanjung Malaysia. Di Kalimantan dijumpai banyak jenis liarnya. Dalam urutan prioritas konservasi IBPGR, durian termasuk ke dalam sepuluh besar, yang diprioritaskan untuk segera dikonservasi genetiknya.

Durian tumbuh baik di daerah tropik, dan memerlukan suhu serta kelembaban yang tinggi sehingga akan tumbuh optimal di dataran rendah dan sedang sampai ketinggian 800 m dpl. Cocok di daerah basah.

Tanaman durian paling menyukai tempat yang subur, bertanah gembur dan tidak bercadas. Kedalaman air tanah tidak lebih dari 1 m, dan pH tanah antara 6 – 7, dengan pH 6,5 sebagai pH optimum.

4. Pemilihan Lokasi Pertanaman

Iklim:

· Durian tumbuh baik pada daerah tropika basah.

· Curah hujan ideal adalah lebih dari 2000 mm per tahun dan tersebar merata sepanjang tahun.

· Lama bulan basah 9-10 bulan per tahun. Musim kering lebih dari 3 bulan akan mengganggu pematangan buah durian.

Ketinggian tempat:

· Ketinggian yang lebih ideal adalah 100-500 m dari permukaan air laut. · Bila ditanam pada tempat yang lebih

tinggi akan terjadi penurunan kualitas. Tanah:

· Durian tumbuhbaik pada tanah dengan pH netral.


(24)

Budidaya Durian

(

Durio zibethinus

)

Oleh : Nurheni Wijayantoi

· Durian menghendaki tanah dalam dengan drainase baik. Akar durian peka terhadap rendaman air.

5. Budidaya

Perbanyakan tanaman:

· Durian dapat diperbanyak dengan generatif (dengan biji) atau dengan cara vegetatif.

· Bila diperbanyak dengan biji, keunggulan sifat induk tidak dapat dipertahankan sedangkan bila diperbanyak dengan cara vegetatif keunggulan sifat induk dapat dipertahankan.

·

Pengolahan tanah:

· Tanah dibersihkan dari rerumputnan, dibajak, dicangkul dan batang serta kayu yang ada disekitarnya dikumpulkan. · Bila drainase kurang baik, dibuat

parit-parit drainase di sekitar kebun.

· Dilakukan menjelang atau sebelum musim hujan.

Penanaman di lapangan:

· Jarak tanah 10-12 m x 10-12 m.

· Lubang tanam digali dengan ukuran 80 x 80 x 70 cm atau 70 x 70 x 60 cm. · Siapkan lubang tanam 2-4 minggu

sebelum tanam.

· Tanah galian lapisan atas lebih kurang 20 cm ditempatkan di sisi lubang secara terpisah dari lapisan bawah, lalu dicampur kompos/pupuk kandang + 30 kg/lubang dan dibiarkan 2-3 minggu. · Bibit diletakkan di tempat lubang tanam

sejajar dengan permukaan tanah dan keranjang di buka berhati-hati.

· Lubang tanam ditutup dengan tanah lapisan atas dan lapisan bawah kemudian dipadatkan dan diratakan. · Penanaman dilakukan pada awal muism

hujan, pada waktu penanaman bibit sebaiknya kita beri naungan untuk menghindari sengatan matahari, guyuran hujan yang lebat juga utnuk melindungi

tanaman muda dari terjangan angin kencang.

· Tanah di sekitar tanaman sebaiknya ditutupi dengan jerami kering agar kelembaban tanah tetap stabil.

· Naungan bisa dibongkar setelah tanaman berumur + 3-5 bulan.

6. Pemeliharaan Penyiraman :

· Pada awal pertumbuhan dilakukan setiap hari tergantung cuaca.

· Selanjutnya dilakukan 1-3 kali seminggu di musim kemarau, terutama ketika tanaman berbuah.

· Kekurangan air akan mengakibatkan kerontokan buah.

Penyiangan:

· Penyiangan dilakukan ketika tanaman sudah ditumbuhi rerumputan di sekitar batang tanaman.

· Penyiangan pada tanaman muda harus dilakukan dengan hati-hati. Pemupukan:

· Pada umur 1 tahun diberi 500 g NPK. Jumlah pupuk meningkat setiap tahun, 1 kg NPK pada umur 2 tahun, 1,5 kgNPK pada umur 3 tahun, 2 kg NPK pada umur 4 tahun.

· Pupuk ditempatkan dalam rorakan (selokan) melingkari tanaman dengan kedalaman 10-15 cm.

· Lingkaran berubah mengikuti pertumbuhan tanaman dan tajun pohon.

· Pupuk ditabur merata ke rorakan dan ditutup kembali dengan tanah.

Pengendalian hama dan penyakit:

· Hama seperti penggerek buah, penggerek batang dan perusak daun dikendalikan dengan menggunaan Sumithion 50 cc atau Thodan 35 EC dengan dosis 2 cc/liter air.

· Pada tanaman dewasa dilakukan dengan menyuntikkan pestisida ke batang.


(25)

Budidaya Durian

(

Durio zibethinus

)

Oleh : Nurheni Wijayantoi

7. Pemanenan

Berbunga:

· Bunga pertama muncl pada usia + 8 tahun.

· Musim berbunga jatuh pada musim kemarau, sekitar bulan Juni-September. Berbuah:

· + 4-5 bulan setelah berbunga, buah sudah matang.

· Buah yang matang akan jatuh sendiri. · Buah yang dipetik lansung, dianginkan

1-2 hari, kemudian diperam.

8. Daftar Pustaka

Suhardi, S. Sabarnurdin, S.A. Soedjoko, Dwidjono HD, Minarningsih, dan A. Widodo. 1999. Hutan dan kebun sebagai sumber pangan nasional. Depatemen Kehutanan dan Perkebunan, Departemen Pertanian, Kantor Menteri Negara Pangan dan Hortikultura, dan Universitas Gadjah Mada.

Soetarno, H., M.M.S.S. Harjadi, R.E. Nasution, H. Soedjito. 1993. Pendayagunaan tanaman buah-buahan pada lahan kritis. Yayasan Prosea Bogor. MAB Indonesia, UNESCO/ROTSEA Jakarta. Indonesia.


(26)

SILVIKULTUR JENIS

Rotan Jernang (

Daemonorops draco

)

Oleh : Prijanto Pamungkas

1. Penyebaran

Daerah penyebaran alaminya dijumpai dalam kawasan hutan di Lampung, Jambi, Bengkulu, Kalimantan dan Sulawesi.

2. Persyaratan Tumbuh

Rotan jernang dapat tumbuh di daerah yang mempunyai ketinggian di bawah 300 m dari permukaan laut. Tumbuh subur di daerah lembab, seperti pinggiran sungai.

3. Lukisan Pohon

Rotan jernang tumbuh secara berumpun. Bagian tanaman yang dipanen adalah buahnya, yang memilki ukuran 1-1.5 cm, berbentuk bulat telur,

Photo Oleh : Hamzah

Gambar 1. Rumpun Rotan Jernang

4. Perbenihan

Buah matang ditandai oleh keluarnya semacam lendir di sekeliling buah atau warna buah menjadi kuning kecoklatan. Buah diambil dengan menggunakan galah dengan pisau pengait pada ujungnya. Proses pelepasan daging buah dilakukan dengan cara

perendaman dalam air selama 1-2 malam. Setelah itu biji yang sudah bersih disimpan di tempat kering dan teduh.

5. Persemaian/Pembuatan Bibit

Biji rotan langsung ditabur di atas bedang tabur. Penyapihan dilakukan setelah umur 2.5-3 bulan atau sudah memiliki 2 helai daun. Karena sifat bibit rotan tidak tahan terhadap cahaya penuh maka selama di persemaian bibit rotan membutuhkan naungan. Bibit rotan yang sudah berumur 1-1.5 tahun atau sudah berdaun 5-7 helai, siap ditanam di lapangan. 6. Penanaman

Persiapan Lapangan

Pada sekitar pohon yang akan menjadi tempat panjatannya dibuat lubang tanam dengan ukuran 30 x 30 cm dengan kedalaman 20 cm.

Penanaman

Gambar 2. Bibit Rotan Jernang

Penanaman dilakukan pada waktu awal musim penghujan. Bibit ditanam dengan kedalaman 2-3 cm diatas leher akar, kemudian ditimbun dengan tanah gembur. Bila tanah kurang subur, dalam setiap lubang tanam diisi dengan 3-5 kg pupuk kandang yang sudah dicampur tanah. Penanaman bibit harus tegak lurus kemudian diikatkan pada pohon panjatannya dengan tali yang mudah lapuk. Dalam kegiatan penanaman ini yang perlu diperhatikan adalah, polybag harus dibuka saat penanaman.


(27)

SILVIKULTUR JENIS

Rotan Jernang (

Daemonorops draco

)

Oleh : Prijanto Pamungkas

7. Pemeliharaan

a.Pemeliharaan bibit

Penyiraman, Pemupukan dan Pengendalian hama dan penyakit

Penyiraman dilakukan dua kali dalam satu hari, yaitu pagi dan sore. Jika terjadi hujan maka frekuensi penyiraman dikurangi atau tidak dilakukan sama sekali. Pemupukan diberikan apabila pertumbuhan bibit di bedeng sapih kurang baik. Pengendalian terhadap serangan hama-penyakit dilakukan dengan penyemprotan insektisida atau fungsida.

b. Pemeliharaan Tanaman Penyulaman

Penyulaman dilakukan satu bulan setelah penanaman. Penyulaman sebaiknya dilakukan pada waktu musim hujan masih ada.

Penyiangan dan Pendangiran

Penyiangan dilakukan 3-4 kali dalam setahun, yaitu pada periode tanaman menghadapi masa kritis sampai tanaman berumur 3 tahun. Penyiangan dilakukan dengan tebas total semua tumbuhan pengganggu yang ada di sekitar tanaman rotan. Pendangiran hanya dilakukan pada tahun pertama bersamaan dengan penyulaman.

Pemupukan

Jenis dan dosis pemupukan yang dipergunakan disesuaikan dengan kebutuhan tanaman, yaitu selang 6 bulan selama 3 tahun pertama.

8. Perlindungan

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan apabila terlihat adanya gejala serangan. Insektisida atau fungisida yang digunakan disesuaikan dengan jenis jamur ataupun serangga yang menyerangnya.

9. Daur dan Produksi

Berdasarkan jenis getahnya dibedakan atas 3 tipe, yaitu 1). jernang rambai, getahnya tebal dan sangat istimewa, 2). jernang umbut,

buahnya agak besar dan tangkainya panjang. ,getah yang dihasilkan tipis, 3). jernang bungo, buahnya kecil dan kualitasnya kurang baik sehingga kurang diminati. Informasi lainnya yang menyangkut daur dan produksi belum tersedia.

10. Daftar Pustaka

Anonim. 1995. Budidaya Rotan. Pusat Penyuluhan Kehutanan. Departemen Kehutanan . Jakarta


(28)

Budidaya Pisang

(

Musa paradisiaca

)

Oleh : Nurheni Wijayanto

1. Pendahuluan

Pisang merupakan tanaman yang tahan naungan dan udah dibudidayakan. Meski mudah dibudidayakan, untuk membudidayakan pisang di lahan hutan dibutuhkan persyaratan tertentu. Pisang merupakan tanaman asli Asia Tenggara termasuk Indonesia. Jenis pisang yang banyak ditanam di Indonesia antara lain pisang susu, pisang raja, pisang ambon, pisang kepok, pisang mas, dll. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang dominan dalam konsumsi buah-buahan di Indonesia, karena sekitar 45 % dan total konsumsi buah-buahan adalah pisang.

Tanaman pisang mudah tumbuh di berbagai tempat, penanaman yang dilakukan oleh petani belum teratur dan sering dicampur dengan tanaman lainnya. Selain itu pemeliharaan tanaman pisang belum dilakukan secara intensif, sehingga produksi dan mutu buah yang dihasilkan masih rendah.

Gambar 1. Rumpun Pisang

2. Syarat Tumbuh

Tanaman pisang dapat tumbuh di daerah yang mempunyai jangka waktu musim kemarau antara 0 – 4,5 bulan dan bercurah hujan antara 650 -5.000 mm per tahun. Sedangkan suhu yang cocok untuk tanaman pisang adalah berkisar antara 21 -29,5 derajat C. Ketinggian daerah yang cocok untuk tanaman pisang adalal

0 s/d 1.000 m dpl. Namun untuk beberapa jenis pisang dapat tumbuh pada ketinggian 2.000 m dpl. Berkaitan dengan jenis tanah, pada tanh kurang subur pun pisang dapat tumbuh. Tempat tumbuh yang baik bagi pisang adalah tanah yang mengandung lempung dan diolah dengan baik, sedikit mengandung kerikil dan tanpa genangan air. Tanaman pisang bisa juga ditanan pada dataran rendah yang beriklim lembab dengan suhu udara antara 15 -35 derajat Celcius dan pH tanah adalah 4,5 -7,5.

3. Penyebaran

Tanaman pisang dapat tumbuh di daerah yang mempunyai jangka waktu musim kemarau antara 0 – 4,5 bulan dan bercurah hujan antara 650 -5.000 mm per tahun. Sedangkan suhu yang cocok untuk tanaman pisang adalah berkisar antara 21 -29,5 derajat C. Ketinggian daerah yang cocok untuk tanaman pisang adalal 0 s/d 1.000 m dpl. Namun untuk beberapa jenis pisang dapat tumbuh pada ketinggian 2.000 m dpl. Berkaitan dengan jenis tanah, pada tanh kurang subur pun pisang dapat tumbuh. Tempat tumbuh yang baik bagi pisang adalah tanah yang mengandung lempung dan diolah dengan baik, sedikit mengandung kerikil dan tanpa genangan air.

4. Masa Daur Tanaman Pisang

Setiap rumpun tanaman pisang mempunyai daur hidup 4 – 6 tahun, sesudah mencapai batas umur tersebut produktivitasnya akan menurun. Pisang dikembangkan dengan cara pembiakan vegetatif berupa anakan atau belahan bonggol.

5. Budidaya

Syarat Membudidayakan Pisang

Tanaman pisang bisa ditanam di antara larikan pepohonan, dengan harus memenuhi persyaratan, antara lain:


(29)

Budidaya Pisang

(

Musa paradisiaca

)

Oleh : Nurheni Wijayanto

· Setiap rumpun paling banyak 2 – 3 pohon. · Kemiringan lahan maksimum 45 derajat,

lahan harus diteras, tanaman sela dan penguat teras dipelihara dengan baik dan bahan mulsa (sisa dedaunan) dikumpulkan di bawah pohon pisang. · Kalau kesuburan tanah rendah, perlu

dilakukan pemupukan dengan pupuk kompos secukupnya atau dengan pupuk buatan. Ukuran pemupukan dengan menggunakan pupuk buatan adalah pupuk ZA 200 g/tanaman/tahun, pupuk TSP 100 g/tanaman/tahun, pupuk KCl 150 g/tanaman/tahun.

Cara Tanam dan Pemeliharaan Persiapan lahan:

· Lahan harus bebas dari alang-alang. · Buat lubang tanaman dengan ukuran 60

x 60 x 50 cm.

· Jarak antar lubang tanaman 3 – 4 m. · Setiap lubang diisi pupuk kandang atau

kompos sebanyak 2 – 3 kaleng bekas minyak tanah.

Penyediaan bibit dan penanaman:

· Bibit yang digunakan berasal dari anakan-anakan tanaman pisang.

· Bibit berupa tunas-tunas pada bonggol

yang dibelah dan disebut ‘bit’.

· Bibit didederkan pada media tanah campur pasir (1:1).

· Setelah satu minggu bibit mulai berakar dan dipindahkan ke polybag.

· Dua bulan kemudian bibit siap dipindahkan ke lubang tanaman di kebun (1 bibit per lubang).

· Penanaman di kebun sebaiknya dilaksanakan awal musim penghujan. Pemupukan:

· Sebulan setelah ditanam, dipupuk dengan campuran 250 gr ZA, 100 gr DS dan 150 gr ZK per tanaman.

· Pemupukan tersebut diulang setiap tiga bulan sekali.

· Pupuk dibenamkan melingkar di sekeliling tanaman.

Penjarangan tanaman:

· Penjarangan anakan ditujukan untuk menjaga keseimbangan pertumbuhan sehingga tanaman dapat menghasilkan tandan yang lebih besar dan berkualitas baik.

· Dipilih anakan pedang.

· Untuk anakan kedua yang dipelihara berasal dari anakan pertama, dan anakan ketiga berasal dari anakan kedua.

· Pemeliharaan anakan sebaiknya dimulai setelah induknya berumur 4-6 bulan.

· Pemeliharaan tanaman induk dengan ketiga anakannya sebaiknya merupakan bentuk melingkar.

Pemotongan jantung pisang:

· Setelah bunga terakhir pada jantung mekar yang ditandai dengan pertumbuhan buah yang kecil-kecil dan lambat, sisa jantung segera dipotong.

· Pemotongan jantung tersebut dapat meningkatkan produksi buah 2 – 5 %. 6. Pemeliharaan

Pengendalian penyakit layu:

Penyakit layu pada pisang terdiri dari: penyakit layu fusarium dan penyakit layu bakteri. Penyakit layu fusarium disebabkan oleh jamur Fusarium oxysparum. Jamur penyebab penyakit ini hidup di dalam tanah, masuk ke dalam akar, selanjutnya masuk ke dalam bonggol dan jaringan pembuluh. Gejala dari penyakit ini adalah sepanjang jaringan pembuluh pada batang semu berwarna coklat kemerahan. Daun menguning dan menjadi layu, tangkainya menjadi terkulai dan patah. Kadang-kadang lapisan luar batang semu terbelah dari bawah ke atas. Yang paling khas adalah jika pangkal


(30)

Budidaya Pisang

(

Musa paradisiaca

)

Oleh : Nurheni Wijayanto

batang dibelah membujur, terlihat garis-garis coklat atau hitam dari bonggol ke atas melalui jaringan pembuluh ke pangkal dan tankai daun. Penularan penyakit ini dapat melalui bibit, tanah dan air yang mengalir mengandung spora jamur.

Penyakit layu bakteri disebabkan oleh bakteri Pseudomonas solanacearum. Disebut juga penyakit dara, karena bila akar tinggal/bonggol tanaman sakit dipotong maka keluar cairan kental yang berwarna kemerahan dari berkas pembuluh. Gejala penyakit ini pada tanaman pisang adalah layunya daun-daun tua sebelum waktunya, daun menguning dan mati, pada tanaman muda terjadi kelayuan yang menyeluruh. Penularan penyakit ini dapat terjadi melalui bibit terinfeksi, serangga yang mengunjungi bunga, alat-alat pemangkasan dan kontak akar.

· Menanam bibit pisang yang sehat. · Melakukan pemupukan yang seimbang. · Sanitasi dan drainase kebun yang baik

agar waktu hujan, air tidak mengalir dan tergenang di permukaan tanah.

· Memelihara tanaman dengan hati-hati untuk mengurangi terjadinya luka pada akar.

· Untuk mencegah penularan oleh serangga melalui luka pada bunga yang rontok, maka dapat dilakukan pemotongan jantung.

7. Pemanenan

· Pada bulan-bulan panas buah pisang sudah bisa dipanen setelah 80 hari sejak keluarnya jantung, dan pada bulan-bulan basah setelah 120 hari.

· Ciri-ciri buah pisang yang sudah bisa dipanen antara lain: kulit buah menjadi lebih cerah, bentuk buah lebih membulat tidak bersiku.

· Pada saat panen buah jangan sampai terjadi banyak luka pada kulit buah akibat benturan atau gesekan agar mutu dan penampakan buah tetap baik dan menarik.

Saat petik:

· Perbandingan antara daging buah (buah sudah membulat).

· Mudah patah ujung bunga (kepala putik)

8. Pasca Panen

Pengepakan:

· Sebelum pengepakan buah terlebih dahulu disisir, sebaiknya menyertakan tangkainya untuk mengurangi serangan mikroba penyebab busuk bonggol sisir.

· Setelah disir dilakukan pencucian, baik dengan air atau perendaman dengan air panas selama 5 menit.

· Pengepakan sangat beragam seperti dengan keranjang bambu, peti kayu, peti karton, dll.

· Pengepakan yang baik menggunakan peti kayu ukuran 49 x 33 x 23 cm yang dilapisi lembaran plastik berlubang dan diberi bantalan kertas koran.

Pemeraman pisang:

· Meningkatkan suhu peram atau diberi bahan-bahan yang dapat menghasilkan gas ethylene atau zat perangsang kemasakan seperti daun gamal, daun pisang, karbit (dengan dosis 100 gr/100 kg pisang).

Pengolahannya:

· Buah pisang mentah hingga matang dapat diolah menjadi bentuk lain yang memungkinkan akan mempertinggi nilai tambah pisang itu sendiri.

· Di samping rasanya enak, juga tahan lama (daya awet makin tinggi).

· Salah satu teknologi pengolahan pisang adalah sari buah.


(31)

Budidaya Pisang

(

Musa paradisiaca

)

Oleh : Nurheni Wijayanto

9. Daftar Pustaka

Bina Swadaya dan Ford Foudation. 1994. Tumpangsari tanaman pisang. Gema Desa Hutan. Edisi II, Oktober 1994.

http://www.indonext.com/report. 2006.

Teknologi memproduksi pisang bermutu. (23 Juni 2006)

_________________________. 2006. Pasca panen pisang dan pengolahannya. (23 Juni 2006)

_________________________. 2006.

Pengendalian penyakit layu pada tanaman pisang. (23 Juni 2006).


(1)

SILVIKULTUR JENIS

Meranti merah (

Shorea leprosula

Miq)

Oleh : Prijanto Pamungkas

1.5 sampai 2 bulan, setelah masa itu bibit dipindahkan di luar sungkup. Pemeliharaan bibit di luar sungkup meliputi penyiraman, pencabutan gulma, pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit. Lamanya bibit di luar sungkup sekitar 2 bulan. Setelah 2 bulan bibit di luar sungkup, maka selanjutnya bibit dipindahkan ke blok pengerasan dengan intensitas cahaya matahari 75%. Jenis pemeliharaannya sama seperti bibit di luar sungkup. Lamanya bibit di blok pengerasan sekitar 2-4 bulan. Kemudian setelah itu bibit dipindahkan ke blok areal terbuka selama 1 sampai 2 bulan. Masa produksi bibit meranti merah di persemaian sekitar 7-8 bulan.

Photo oleh : Prijanto P

Gambar 3. Persemaian Meranti 6. Penanaman

Persiapan Lapangan

Areal untuk penanaman dibersihkan dari semak belukar kemudian dibuat jalur bersih (jalur tempat penanaman) dengan lebar 3 m. Jalur berikutnya berjarak 20 m dari sumbu jalur tanam. Pemasangan ajir dalam jalur tanam terletak di sumbu jalur dengan jarak antar ajir (jarak tanam) 5 m. Pada setiap ajir dibuat lubang tanam dengan ukuran 30 x 30 cm dengan kedalaman 30 cm, lubang tanam dibuat di depan atau di belakang ajir secara konsisten

Penanaman dilakukan pada waktu awal musim penghujan. Kegiatan tersebut dilakukan paling cepat 7 hari setelah pembuatan lubang tanam dan penimbunan. Dalam kegiatan ini yang perlu diperhatikan adalah, polybag harus dibuka saat penanaman, bibit ditanam sampai batas leher akar dan timbunan tanah di permukaan lubang tanam harus sampai menggunduk agar tidak tergenang.

7. Pemeliharaan

a.Pemeliharaan bibit

Penyiraman, Pemupukan dan Pengendalian hama dan penyakit

Penyiraman dilakukan dua kali dalam satu hari, yaitu pagi dan sore. Jika terjadi hujan maka frekuensi penyiraman dikurangi atau tidak dilakukan sama sekali. Pemupukan diberikan apabila pertumbuhan bibit di bedeng sapih kurang baik. Pupuk yang biasa digunakan adalah NPK (15:15:15) dengan dosis 2.5 gr per bibit. Hama dan penyakit yang menyerang bibit meranti di persemaian adalah ulat daun, semut dan belalang. Pengendalian terhadap serangan hama-penyakit dilakukan dengan penyemprotan insektisida atau fungsida.

b. Pemeliharaan Tanaman Penyulaman

Penyulaman dilakukan satu bulan setelah penanaman. Penyulaman sebaiknya dilakukan pada waktu musim hujan masih ada.

Penyiangan dan Pendangiran

Penyiangan pertama dilakukan pada saat tanaman berumur 4-6 bulan setelah tanam. Penyiangan pada tahun pertama dapat dilakukan sampai 2 kali tergantung pada


(2)

hanya dilakukan pada tahun pertama bersamaan dengan penyulaman.

Pemupukan

Jenis dan dosis pemupukan yang dipergunakan disesuaikan dengan kebutuhan tanaman. Pupuk yang digunakan adalah campuran Urea dan TSP perbandingan 2 : 1 dengan dosis 50 gr per tanaman. Pemupukan awal dilakukan pada saat tanaman berumur satu bulan.

8. Perlindungan

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan apabila terlihat adanya gejala serangan. Insektisida atau fungisida yang digunakan disesuaikan dengan jenis jamur ataupun serangga yang menyerangnya.

9. Daur dan Produksi

Perkiraan produksi meranti merah dengan penanaman secara jalur berdasarkan data yang tersedia, menunjukkan bahwa riap diameter dapat mencapai 1.94 cm/tahun sehingga untuk mencapai diameter 50 cm, maka dibutuhkan waktu sekitar 25 tahun. Data menunjukkan bahwa produksi kayu per ha dalam jalur tanam diperkirakan pada umur 35 tahun mencapai 279 m3/ha.

10. Daftar Pustaka

Anonim. 2001. Petunjuk Teknis Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur PT. Sari Bumi Kusuma. Kalimantan Tengah. Rudjiman and Adriyanti D.T. 2002.

Indentification Manual of Shorea spp. ITTO. Yogyakarta.

Suparna N. dan Purnomo S. 2004. Pengalaman Membangun Hutan Tanaman Meranti di PT. Sari Bumi Kusuma. Kalimantan Tengah.


(3)

SILVIKULTUR JENIS

Sungkai (

Peronema canescen Jack

)

Oleh: Sri Wilarso Bud R 1. Penyebaran

Secara alami Sungkai terdapat di Pulau Kalimantan, Sumatera, Kepulauan Riau dan Jawa Barat. Sungkai yang terdapat di Jawa Barat berasal dari Lampung, kemudian tumbuh secara alami. Di Pulau Kalimantan, semakin ke utara menuju khatulistiwa populasi sungkai yang tumbuh secara alami semakin sulit ditemukan (Anonim, 2000).

Di Jambi Sungkai banyak tumbuh di Tebo Tengah, Pasir Mayang, Pulau temiang, Pemayongan, Bangko, Rantaumaukapuas, Sarolangun, Pulau Pandan dan Pauh (Anonim, 2000).

2. Persyaratan Tumbuh

Sungkai dapat tumbuh baik pada hutan-hutan sekunder yang terbuka, di tepi sungai yang lembab tapi tidak tergenang air dan di tepi jalan yang terbuka. Sungkai dapat tumbuh baik pada ketinggian 0 – 600 meter dari atas permukaan laut dan menyukai jenis tanah Podzolik Merah Kuning. Suhu bulanan berkisar antara 210C –

320C dengan curah hujan rata-rata tahunan antara 2100 – 2700 mm.

Sungkai (Peronema canescens) sering disebut sebagai jati sabrang, ki sabrang, kurus, sungkai, sekai termasuk kedalam famili Verbenaceae. Daerah penyebarannya di Indonesia adalah Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Jawa Barat, dan seluruh Kalimantan. Tempat tumbuh di dalam hutan tropis dengan type curah hujan A sampai C, pada tanah kering atau sedikit basah dengan ketinggian sampai 600 m diatas permukaan laut. Tanaman sungkai perlu tanah yang baik, sedangkan di tanah marginal tidak dianjurkan

kelabu atau sawo muda, beralur dangkal, mengelupas kecil-kecil dan tipis.

Kayu teras berwarna krem atau kuning muda. Tekstur kayu kasar dan tidak merata. Arah serat lurus, kadang-kadang bergelombang dengan permukaan kayu agak kesat.

Photo Oleh : Sri Wilarso Budi


(4)

Pohon Sungkai mempunyai musim berbunga dan berbuah yang berbeda-beda menurut penyebaran tempat tumbuhnya. Di Jawa berbunga pada bulan Juni dan Juli, di Sumatera Selatan Tanaman sungkai berbuah sepanjang tahun, terutama pada bulan Maret – Juni, tiap kilogram biji berisi 262.000 butir dan di Kalimantan antara Januarai dan Februari. Bunga Sungkai berbentuk malai di ujung atau ketiak daun atas, ukurannya besar dan bercabang-cabang dengan panjang sekitar 20-60 cm. Pada umumnya Buah akan muncul setelah dua bulan musim bunga. Buah Sungkai berupa buah batu beruang empat, kering, bulat, kecil dan berbiji banyak. Namun biji Sungkai sulit dikecambahkan, dan berdasarkan data literature, prosentase kecambah bijinya hanya 30 %, karena itu untuk Pembibitan digunakan Vegetatif/stek.

5. Persemaian/Pembuatan Bibit

Perencanaan Persemaian

Persemaian tanaman kehutanan adalah suatu tempat yang digunakan untuk memproduksi bibit suatu jenis tanaman kehutanan yang siap untuk periode kegiatan penanaman tertentu dengan dengan jumlah dan kualitas yang memadai. Persemaian diperlukan untuk tanaman kehutanan karena beberapa hal, diantaranya adalah a) karena benih terlalu kecil, seperti

Eucalyptus spp., Duabanga sp., sehingga tidak

mungkin untuk ditanam secara langsung; b) waktu perkecambahan benih tanaman kehutanan lama, misalnya jati (Tectona

grandis)memerlukan waktu 21 hari sedangkan

ulin (Eusideroxylon zwageri) memerlukan waktu 6-12 bulan untuk berkecambah; c) bibit tanaman kehutanan memerlukan perlakuan khusus pada waktu kecil, misalnya naungan; d) persen kecambah yang rendah; e) rentan terhadap hama dan penyakit, misalnya kecambah Pinus

merkusii dan Duabanga sp. sangat rentan

terhadap serangan dumping off., sedangkan benih Eucalyptus spp. seringkali dipindahkan oleh semut merah; f) benih tanaman kehutanan pada umumnya mahal, sehingga perkecambahan maksimum sangat diperlukan; g) ketersediaan benih tanaman kehutanan

sangat terbatas; h) areal penanaman sangat luas mencapai puluhan sampai ratusan hektar dalam satu periode tanam, sehingga penanaman benih langsung di lapangan akan menyulitkan pemeliharaan benih-being yang baru berkecambah. Dengan memproduksi bibit di persemaian terlebih dahulu, perhatian dan perawatan maksimum dapat dilakukan dengan biaya yang lebih murah dan mudah. Sebelum Pembuatan bibit di mulai, maka terlebih dahulu dibuat rencana pembuatan persemaian. Perencanaan persemaian ini meliputi penetapan jenis yang akan diproduksi serta jumlahnya. Setelah itu diketahui jumlah dan jenisnya, maka dapat dilanjutkan dengan survey lapangan untuk mendapatkan lokasi yang paling tepat untuk produksi bibit tersebut. Secara umum ketinggian tempat harus sesuai dengan kebutuhan jenis yang diproduksi. Kesalahan pemilihan lokasi, khususnya jika tinggi tempat dari muka laut tidak sesuai dapat menyebabkan bibit tumbuh tidak normal (terlalu lambat, daun keriting). Lokasi persemaian dicari lokasi yang dekat dengan sumber air, tenaga kerja, memiliki akses yang baik, dan akses yang relatif datar. Jika tidak memungkinkan untuk memperoleh lokasi yang datar, maka pada lahan tersebut dapat dibuat terasering sehingga diperoleh persemaian yang bertingkat-tingkat. Konsekwensi dari persemaian seperti ini adalah produktivitas tenaga kerja berkurang akibat tenaga yang digunakan untuk naik dan turun di lokasi persemaian.

Lokasi yang telah ditetapkan kemudian ditandai dan dipetakan untuk penataan lebih lanjut. Layout persemaian dibuat sesuai dengan kebutuhan, dimana penempatan bedeng tabur, bedeng sapih, ruang penampungan dan persiapan media, gudang, kantor dan lain-lain. Akan sangat berpengaruh kepada produktivitas kerja. Bedeng tabur dan bedeng sapih dibuat dengan arah Utara Selatan agar seluruh bibit mendapatkan pencahayaan yang merata.


(5)

SILVIKULTUR JENIS

Sungkai (

Peronema canescen Jack

)

Oleh: Sri Wilarso Bud R

Media semai yang digunakan untuk produksi bibit tanaman kehutanan sangat bervariasi dari satu persemaian ke persemaian yang lain tergantung pada bahan yang tersedia di sekitar persemaian dan jenis bibit yang diproduksi. Tetapi secara umum media yang digunakan adalah tanah, pasir dan kompos dengan berbagai kombinasi. Media lain yang sering digunakan adalah gambut, namun tergantung kepada lokasi persemaian dari sumber gambut. Persemaian-persemaian di Jawa tidak menggunakan gambut sebagai media sapih karena jarak dan biaya pengadaanya yang tinggi.

Kriteria media tumbuh yang baik adalah : (a) dapat menghasilkan kualitas semai yang baik (b) mudah diperoleh dan harganya murah (c) cukup ringan untuk dibawa ke lokasi persemaian dan penanaman (d) mudah untuk disterilkan (e) dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama tanpa perubahan yang berarti dalam sifat fisik dan kimianya dan (f) mempunyai kapasitas penyimpanan air dan unsur hara yang cukup tinggi.

Wadah atau Kontainer

Wadah atau Kontainer yang umum digunakan untuk Pembibitan adalah Polybag. Ukuran Palybag untuk Sungkai biasanya adalah 15 x 20 cm.

Pengambilan dan Pengepakan Bahan stek

Pembuatan bibit sungkai sebaiknya dengan cara vegetatif melalui stek. Pemilihan terubusan yang akan dipakai sebagai bahan stek dilakukan dengan cara memilih terubusan yang sehat dan sudah berkayu dengan diameter lebih kurang 2,5 cm dan panjang 25 cm – 30 cm. Stek yang dipilih adalah dari cabang autotrof (cabang vertikal), hindari cabang yang plagiototrof

kering. Dengan teknik tersebut stek tidak akan kering dalam waktu 7 – 10 hari.

Penyemaian

Untuk merangsang pertumbuhan akar, maka stek dapat diberi hormon tumbuh (Root- one F), kemudian ditanam/disemaikan dalam kantong plastik. Kantong-kantong plastik sebaiknya dibuat bedengan dan dinaungi dengan sungkup plastik selama 3 minggu.

Setelah 3 minggu, sungkup plastik dibuka kemudian diberi naungan sarlon selama 6 minggu.

Pemeliharaan

Cara pemeliharaan bibit adalah penyiraman dua kali sehari dan jika terserang hama/penyakit dilakukan pemberantasan dengan insektisida/fungisida. Pemupukan dilakukan dua kali seminggu dengan menggunakan pupuk NPK Cair. Dengan cara ini biasanya bibit siap dipindahkan kelapangan pada umur lebih kurang 4 bulan.

6. Penanaman

Sungkai dapat ditanam pada areal bekas tebangan dan semak belukar dengan sistim jalur atau cemplongan. Disamping itu dapat juga ditanam pada areal yang terbuka dengan pengolahan tanah total yang dapat dikombinasi dengan pemberian tanaman tumpang sari.

Kegiatan penanaman meliputi :


(6)

Arah pembersihan lapangan dilaksanakan sesuai dengan ajir. Tahap selanjutnya adalah pembuatan lubang tanaman yang jaraknya disesuaikan dengan jarak tanam yg telah direncanakan yaitu 3 m X 2 m atau 4 m X 2m kemudian setelah berumur 5 tahun dilakukan penjarangan pertama.

Lubang tanaman sebaiknya dibuat 7 – 15 hari sebelum pelaksanaan penanaman, dengan ukuran lubang 30 cm X 40 cm X 30 cm.

d. Penanaman

Bibit dalam kantong plastik yang telah diseleksi diangkut kea areal penanaman yang jumlahnya disesuaikan dengan kemampuan tanam perhari. Bibit ditanam satu persatu pada setiap lubang denga terlebih dahulu melepas/menyobek bagian bawah kantong plastik secara hati-hati agar tanahnya tidak pecah. Bibit ditanam berdiri tegak dan ditutup dengan tanah di sekelilingnya ditekan dengan tangan dari samping agar tanah padat. Dalam penanaman harus diusahakan agar batang dan akar tidak rusak atau bengkok.

7. Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan tanaman adalah penyulaman, penyiangan, pendangiran, pemupukan dan pemberantasan hama/penyakit. Penyulaman dilakukan pada tahun pertama dan tahun kedua, sedangkan kegiatan penyiangan, pendangiran dan pemupukan sebaiknya dilaksanakan dua kali dalam setahun yaitu pada awal dan akhir musim penghujan serta dilaksanakan sampai tanaman cukup besar. Pemberantasan hama dan penyakit hanya dilaksanakan sewaktu-waktu yaitu jika ada serangan hama/penyakit atau diperkirakan akan terjadi serangan penyakit. Hama yang menyerang tanaman sungkai antara lain penggerek batang dan penggerek pucuk. Serangan penggerek tersebut dapat diberantas dengan insektisida yang bersifat sistemik.

Pupuk yang digunakan adalah pupuk NPK (15:15:15), pupuk lainnya juga dapat digunakan dan bila pupuk kompos tersedia sangat baik

digunakan. Pupuk diberikan setelah tanaman berumur satu atau dua minggu sejak penanaman. Pupuk NPK dengan dosis 50 gram per pohon yang diletakkan pada 4 lubang disekitar pohon. Pupuk Kompos sebaiknya diberikan pada saat membuat lubang tanam

8. Perlindungan

Pengendalian tanaman dari bahaya kebakaran dilakukan dengan cara membuat sekat bakar dan pembuatan jalur-jalur isolasi berupa jalur terbuka selebar 3 meter serta menghindari penumpukan bahan organik pada suatu tempat..

9. Daur dan Produksi

Pada areal yang terbuka, anakan sungkai dapat tumbuh dengan cepat. Di Kalimantan Timur, riap pertumbuhan tahunan mencapai 120 cm untuk tinggi dan 0.8 cm untuk diameter pada fase sapling dan 114 cm untuk tinggi, 1.5 cm untuk diametr pada fase tiang. Di Jawa Timur Sungkai yang berumur 7 tahun mencapai tinggi 9.5 m dan diameter rata-rata 10.3 cm

10. Daftar Pustaka

Anonym, 2000. Petunjuk Teknis Perlakuan Benih/Bibit dan Penanaman Sungkai (Peronema canescens Jack). BPTH Banjarbaru

Anonym, 2006. Budidaya Sungkai. Balai Produksi dan Pengujian Benih, Kantor Wilayah Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Propinsi Sumatera Selatan.