Optimizing media for Bacteriosin Production by Bacillus sp. Strain LTS 40 Isolated from Shrimp Pond.

PUJI PURWANTI. Optimasi Media Produksi Bakteriosin dari
sp. Galur LTS 40 Asal
Tambak Udang. Dibimbing oleh IMAN RUSMANA dan NISA RACHMANIA MUBARIK.
Permintaan dan kebutuhan udang sebagai komoditi ekspor perikanan semakin meningkat
dari tahun ke tahun. Namun, dewasa ini banyak terserang penyakit Vibriosis yang disebabkan oleh
bakteri berpendar
Bakteri probiotik dapat dijadikan sebagai kontrol untuk
menghambat pertumbuhan bakteri patogen di tambak. Isolat
sp. LTS 40 merupakan
kandidat bakteri probiotik karena mampu menghasilkan bakteriosin untuk menghambat
pertumbuhan bakteri patogen. Produksi bakteri probiotik secara massal memerlukan biaya yang
cukup besar. Untuk itu, perlu dicari media produksi yang murah. Media produksi yang digunakan
sebagai sumber karbon ialah molase dan sebagai sumber nitrogen yaitu pupuk NPK, TSP, ZA, dan
Urea. Tujuan dari penelitian ini untuk mendapatkan media produksi yang terbaik bagi petumbuhan
sp. LTS 40 asal tambak udang. Dari uji aktivitas penghambatan menunjukkan
sp.
LTS 40 mampu menghambat
dengan indeks penghambatan sebesar 1, 08. Uji kompetisi
dalam kultur cair juga menunjukkan bahwa terjadi penghambatan hingga mencapai 100% pada
rasio 1:10 pada inkubasi ke524 jam, ke548 jam, dan ke572 jam. Isolat
sp. LTS 40

mempunyai pertumbuhan terbaik pada kombinasi media molase dengan NPK pada konsentrasi
0,2%. Fermentor modifikasi volume kerja 10 liter menunjukkan bakteriosin diproduksi pada saat
fase eksponensial dan produksi optimum pada jam ke536 dengan zona hambat sebesar 15, 25 mm.
Hal ini menunjukkan bahwa
sp. LTS 40 dapat dijadikan bakteri probiotik untuk
menanggulangi permasalahan kematian massal udang pada tingkat larva akibat serangan

Kata kunci:

sp.,

bakteriosin

PUJI PURWANTI. Optimizing media for Bacteriosin Production by
sp. Strain LTS 40
Isolated from Shrimp Pond. Under supervision of IMAN RUSMANA and NISA RACHMANIA
MUBARIK.
Export demand on shrimp as fishery commodity has increased. However, nowadays
Vibriosis diseases caused by fluorescent bacterium
have decreased shrimp

production. Probiotic bacteria can be used as biocontrol to inhibit the growth of
in
ponds.
sp. LTS 40 as a probiotic candidate was able to produce bacteriosin inhibiting the
growth of
. Production of bacterial probiotics should be low cost using a cheap media.
Media production of bacterial probiotics commonly use molase as carbon sources and fertilizers
such as NPK, ZA, and urea as a source of nitrogen. The aim of this research was to get the best
media composition for growth of
sp. LTS 40 in producing bacteriosin. Antimicrobial
activity test showed that
sp. LTS 40 could inhibit the growth of
with inhibition
index of 1,08. Competition assay in liquid culture also showed that
sp. LTS 40 could
inhibit
up to 100% at 24 hours, 48 hours, and 72 hours of incubation.
sp. LTS
40 had a good growth on media composition of 0,2% molase and NPK. In 10 liter fermentor,
bacteriosin was produced during exponential phase and optimum production was at 36 hours of

incubation with inhibition zone of 15.25 mm. This result showed that
sp. LTS 40 can be
used as probiotics to reduce mortality of shrimp larvae caused by
in shrimp cultures.
Key words:

sp.,

, bacteriosin

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biologi

Judul

: Optimasi Media Produksi Bakteriosin dari

Nama

NIM

: Puji Purwanti
: G34052487

sp. Galur LTS 40

Asal Tambak Udang

Menyetujui:

Pembimbing I,

Pembimbing II,

(Dr. Ir. Iman Rusmana, M.Si)
NIP 196507201991031002

(Dr. Nisa Rachmania Mubarik, M.Si)
NIP 196711271993022001


Mengetahui:
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor

Dr. Drh. Hasim, DEA
NIP 196103281986011002

Tanggal Lulus:

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang
telah memberi rahmat dan kemudahan dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema penelitian
penulis yaitu tentang media produksi bakteriosin dari genus
, dengan judul Optimasi
Media Produksi Bakteriosin dari
sp. Galur LTS 40 Asal Tambak Udang. Penelitian ini
dilaksanakan mulai bulan Februari sampai Mei 2009 di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen
Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Iman Rusmana, M.Si dan Ibu Dr.
Nisa Rachmania Mubarik selaku pembimbing atas saran dan bimbingannya dalam pelaksanaan

penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada Dr. M.
Jusuf atas saran dan masukan yang diberikan pada ujian karya ilmiah. Terima kasih juga kepada
Kartika Findy, Bonardo Tigor S, Nurlia V, Dina Dwi A, Ade Satria, Ibu Maya dan Pak Umar atas
bantuan yang telah diberikan selama penelitian. Teman5teman seperjuangan di laboratorium dan
keluarga besar Laboratorium Mikrobiologi atas semangat dan kebersamaannya. Penulis juga
menyampaikan terima kasih kepada sahabat5sahabatku tercinta Ety N, Putri Utami S, Uzainah A,
Monika N, Yohana, Sang Ayu, Ayu S dan Biologi 42 atas segala dukungan dan bantuan yang
telah diberikan. Ucapan terima kasih setinggi5tinginya penulis sampaikan kepada kedua orang tua,
kakak, adik, dan keluarga besar terutama Lek Sam atas do`a, dukungan, dan segala cintanya.
Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada M. Muslim yang senantiasa memberikan semangat,
do’a, dan cintanya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2009

Penulis dilahirkan di Bogor Jawa Barat pada tanggal 19 Februari 1987 dari ayahanda
Suwarto dan ibunda Suparti. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Tahun 2005
penulis lulus dari SMU Negeri 1 Cibinong dan lolos seleksi masuk IPB melalui Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.

Penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Biologi Dasar Tingkat Persiapan Bersama
IPB pada tahun 200852009 dan Mikrobiologi Dasar, Departemen Biologi, FMIPA, IPB pada tahun
2009. Penulis juga menjadi pengajar B’Expert Biologi tahun 2008. Penulis melakukan Praktik
Kerja Lapang di PT. Bio Farma (Persero) Bandung dari bulan Juli sampai Agustus 2009 dengan
judul Uji Stabilitas Master Seed
Tipe b dengan Menggunakan Phadebact
Kit di PT. Bio Farma (Persero) Bandung.

1

! "
DAFTAR TABEL ......................................................................................................................

vi

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................

vi

DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................................................


vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang .......................................................................................................................
Tujuan ....................................................................................................................................
Waktu dan Tempat .................................................................................................................

1
1
1
1

BAHAN DAN METODE
Bahan ....................................................................................................................................
Penyiapan Media ....................................................................................................................
Peremajaan Isolat ...................................................................................................................
Aktivitas Penghambatan Isolat
sp. LTS 40 ..............................................................
Pertumbuhan

sp. LTS 40 pada Media Kombinasi ...................................................
Uji Kompetisi terhadap Bakteri Indikator .............................................................................
Waktu Optimum Produksi Bakteriosin Isolat
sp. LTS 40 Kultur 10 Liter ..............

1
1
2
2
2
2
2
2

HASIL
Aktivitas Penghambatan Isolat
sp. LTS 40 ..............................................................
Pertumbuhan
sp. LTS 40 pada Media Kombinasi ....................................................
Uji Kompetisi terhadap Bakteri Indikator ..............................................................................

Waktu Optimum Produksi Bakteriosin Isolat
sp. LTS 40 Kultur 10 Liter ...............

3
3
3
3
4

PEMBAHASAN ........................................................................................................................

4

SIMPULAN ...............................................................................................................................

7

SARAN ......................................................................................................................................

7


DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................

8

LAMPIRAN ...............................................................................................................................

10

1

! "
1

2
3

Aktivitas penghambatan

sp. LTS 40 terhadap bakteri indikator
, dan
dengan
metode
...............................................................................................
Pertumbuhan bakteri
sp. LTS 40 dalam berbagai konsentrasi dan
kombinasi media......................................................................................................
Aktivitas penghambatan bakteriosin
sp. LTS 40 terhadap
.................................................................................................................

3
3
4

! "
1
2
3

Fermentor modifikasi...............................................................................................
Persentase penghambatan
sp. LTS 40 terhadap bakteri
pada inkubasi jam ke524, 48, dan 72 .....................................................
Aktivitas bakteriosin supernatan bebas sel
sp. LTS 40 terhadap
.................................................................................................................

3
4
4

! "
1
2
3

Komposisi media yang digunakan ..........................................................................
Komposisi kimia molase (Paturau 1982) ................................................................
Komposisi pupuk yang digunakan ..........................................................................

11
11
11

# $ % & "'
Permintaan dan kebutuhan udang
sebagai komoditi ekspor perikanan semakin
meningkat dari tahun ke tahun karena udang
dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan
yang memiliki nilai gizi tinggi. Udang juga
merupakan salah satu konsumsi kegemaran
masyarakat hampir di seluruh dunia. Oleh
karena itu, peluang dalam mengembangkan
perikanan budi daya udang guna memenuhi
permintaan dunia sangat besar. Namun,
dewasa ini banyak tambak udang terserang
penyakit vibriosis yang disebabkan oleh
bakteri berpendar
(Moriatty
1999) Bakteri ini merupakan penyebab utama
serangan bakteri penyakit pada udang yang
dapat terjadi mulai pada tingkat larva (Silaban
2007). Ruangpan
(1998) menyatakan
bahwa salah satu penyebab kematian massal
pada udang budi daya yaitu penyakit vibriosis
yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri
sp.
Selain kuantitas produksi, tantangan
lain yang harus dihadapi dalam pasar dunia
bagi komoditi ekspor perikanan budi daya
udang ialah kualitas atau mutu udang yang
siap diekspor (Isramilda 2007). Residu
antibiotik, bakteri patogen, biotoksin atau
residu pestisida juga harus mendapatkan
perhatian serius guna menjaga mutu dan
keamanan produk.
Peraturan
pemerintah
melarang
menggunakan antibiotik untuk budi daya
udang tertuang dalam UU No. 31 tahun 2004
tentang perikanan yang menyatakan bahwa
melarang para pengusaha perbenihan udang di
Indonesia menggunakan antibiotik nitrofurans
dalam proses perbenihan udang. Menurut
Verschuere
. (2000) penggunaan
antibiotik untuk mencegah dan mengobati
penyakit dapat menimbulkan masalah baru
yaitu, terakumulasinya antibiotik pada
lingkungan dan spesies yang dibudidayakan
serta timbulnya resistensi mikrob patogen.
Alternatif pengendalian penyakit udang
yang disebabkan bakteri patogen di tambak
udang ialah dengan memanfaatkan bakteri
probiotik. Probiotik ialah makhluk hidup yang
memberikan pengaruh menguntungkan pada
inang dengan memodifikasi komunitas mikrob
atau berasosiasi dengan inang, memperbaiki
nilai nutrisi, memperbaiki respon inang
terhadap
penyakit,
atau
memperbaiki

lingkungan kualitas ambangnya (Verschuere
. 2000).
Bakteri
probiotik
menghasilkan
senyawa metabolit yang mempunyai efek
bakterisida
dan
bakteriostatik
untuk
menghambat pertumbuhan bakteri patogen
atau bakteri yang dapat menurunkan kualitas
udang selama dibudidayakan.
Bakteri probiotik dapat dijadikan
sebagai
kontrol
untuk
menghambat
pertumbuhan bakteri patogen di tambak. Isolat
sp. LTS 40 merupakan kandidat
bakteri probiotik karena mampu menghasilkan
bakteriosin untuk menghambat pertumbuhan
bakteri patogen. Bakteriosin merupakan
senyawa antimikrob yang terdiri atas protein
atau polipeptida yang disintesis oleh ribosom
dan umumnya menghambat spesies bakteri
yang berkerabat dekat dengan bakteri
penghasil bakteriosin (Jack
. 1995).
Produksi bakteri probiotik secara
massal memerlukan biaya yang cukup besar.
Sebelumnya telah digunakan kombinasi
molase dengan
dan
, namun
kenaikan harga
dan
yang
terus meningkat mengakibatkan biaya
produksi yang meningkat pula. Untuk itu,
perlu dicari media produksi yang lebih murah.
Media produksi yang umum digunakan
sebagai sumber karbon ialah molase dan
sebagai sumber nitrogen yaitu pupuk NPK,
ZA, TSP, dan urea.
()( "
Penelitian ini bertujuan mendapatkan
media produksi bakteriosin yang terbaik bagi
petumbuhan
sp. LTS 40 asal tambak
udang.
&#( * " %! #
Penelitian dilakukan pada bulan Februari
hingga
Mei
2009
di
Laboratorium
Mikrobiologi, Departemen Biologi, FMIPA,
IPB.

+ "
Bahan yang digunakan diantaranya Media
(SWC) (Lampiran 1),
isolat
sp. galur LTS 40, bakteri
indikator
, dan

2

%#,*%
%"-.
"
%*. .
Media
yang
digunakan ialah media yang berisi molase
(Lampiran 2) yang dikombinasikan dengan
pupuk NPK, ZA, TSP dan urea (Lampiran 3)
(w/v) 1:1 dengan konsentrasi 0.2%, 0.1%,
0.05%, dan 0.02%.
%$%! ) " , # Peremajaan isolat
dilakukan dengan menumbuhkan isolat
bakteri
sp. LTS 40 pada media agar5
agar
(SWC) 50% dengan
metode gores kuadran dan diinkubasi pada
suhu ruang (28531oC) selama dua hari.
&#./.#

%"'+ !0 # " , #
Isolat
sp. LTS 40 diuji
aktivitas penghambatannya terhadap bakteri
indikator
, dan
dengan menggunakan metode
(Lisboa
2006). Sebanyak 500 Hl bakteri
indikator disuspensikan ke dalam 50 ml SWC
semisolid. Kemudian dituang ke dalam media
padat SWC, dan didiamkan hingga beku.
Setelah itu, isolat
sp. LTS 40 yang
telah berumur dua hari ditotolkan dan
diinkubasi pada suhu 30oC selama 48 jam.
Bakteri yang memiliki kemampuan untuk
menghasilkan zat antimikrob ditunjukkan
dengan luasnya zona bening di sekitar koloni
yang
kemudian
dihitung
indeks
penghambatannya. Indeks Penghambatan (IP)
dihitung dengan menggunakan persamaan:
IP = Ф zona bening (mm) – Ф koloni (mm)
Ф koloni (mm)
Keterangan : Ф = Diameter
%$#(!0(+ "
.
*
%*.
,!0." .. Satu lup inokulan kultur
isolat ditumbuhkan pada 100 ml media cair
SWC 50% kemudian diinkubasi di atas
inkubator berpenggoyang pada suhu ruang
(28531oC) selama dua hari. Sebanyak 1 ml
kultur isolat ditumbuhkan pada media dengan
kombinasi molase dan pupuk NPK, molase
dan pupuk ZA, molase dan pupuk TSP dan
urea dengan masing5masing konsentrasi 0.2%,
0.1%, 0.05%, dan 0.02%. Kultur diinkubasi
selama dua hari di atas inkubator
berpenggoyang pada suhu ruang dan
dilakukan pengukuran pertumbuhan selnya
melalui metode pencawanan. Masing5 masing
perlakuan kombinasi media ulang sebanyak
dua kali.

).
,! %#. . #%$+ *
&#%$.
"*.& #,$ Penghambatan isolat
sp.
LTS 40 terhadap bakteri indikator dilakukan
dalam media SWC cair. Pada lima erlenmeyer
berisi 50 ml media SWC cair masing5masing
disuspensikan 100 Hl inokulum bakteri
indikator umur 24 jam dengan kepadatan
sekitar 107 sel/ml. Pada erlenmeyer I, II, III,
IV, dan V masing5masing ditambahkan 100
Hl, 200 Hl, 400 Hl, dan 1000 Hl inokulum
sp. LTS 40 sehingga diperoleh kultur
campuran
dengan
sp. LTS
40 dengan rasio 1:1, 1:2, 1:4, dan 1:10,
sedangkan erlenmeyer kultur bakteri indikator
(tanpa inokulum
sp. LTS 40) sebagai
kontrol negatif dan satu erlenmeyer yang
disuspensikan 100 ml inokulum
sp.
LTS 40 digunakan sebagian kontrol positif.
Pada jam ke 24 dan 48 dihitung jumlah sel
s sp. LTS 40 dan bakteri indikator
dengan metode cawan sebar pada media agar5
agar SWC lalu dihitung jumlah sel dan
persentase penghambatannya. Penentuan
persentase penghambatan terhadap bakteri
indikator dengan menggunakan persamaan:
% Penghambatan = A – B x 100%
A
Keterangan :
A=Jumlah sel bakteri indikator pada kontrol
B=Jumlah sel bakteri indikator pada perlakuan
&#(

#.!(! $,*(& .
&#%$., ."
( #($ 1
.#%$
Sebanyak 100 ml
sp. LTS 40 dari
biakan pemula diinokulasikan ke dalam 10
liter media kombinasi terpilih atau terbaik
dalam fermentor modifikasi (Gambar 1).
Aerasi dilakukan dengan memompakan udara
steril dengan menggunakan aerator dan filter
udara. Suhu dipertahankan pada suhu ruang
dan pH awal diatur pada pH netral (6.8 – 7).
Inkubasi dilakukan selama 3 hari dan
pengambilan contoh dilakukan secara aseptik
setiap 12 jam menggunakan
dan
diukur jumlah selnya juga aktivitas
penghambatannya melalui metode cakram
(Saraswati 2003). Sebanyak 10
ml sampel di ambil dari fermentor modifikasi,
kemudian 1 ml dimasukkan ke dalam tabung
mikro dan 9 ml untuk persiapan pengenceran.
Pengenceran dilakukan untuk memperoleh
kepadatan sel 1059 sel/ml yang selanjutnya
digunakan dalam metode pencawanan setiap
12 jam dengan menyebar 100 Hl bakteri ke
dalam media SWC padat, selanjutnya
diinkubasi dan dihitung jumlah selnya. Biakan
bakteri di dalam tabung mikro dari setiap

3

pengambilan contoh selanjutnya disentrifugasi
dengan kecepatan 4500 g selama 15 menit
kemudian dilakukan pemisahan supernatan
dari filtrat selnya untuk diuji aktivitas
mikrobnya terhadap bakteri indikator dengan
menggunakan metode
. Pada
metode
50 Hl bakteri indikator
dengan kepadatan sel 108 sel/ml disuspensikan
ke dalam 50 ml SWC dan didiamkan hingga
beku. Uji aktivitas supernatan bebas sel
sp. LTS 40 dilakukan dengan
meneteskan supernatan sebanyak 20 Hl pada
kertas cakram berdiameter 6 mm dan
dibiarkan
mengering
terlebih
dahulu
kemudian cakram diletakkan pada permukaan
media SWC
Selanjutnya
diinkubasi pada suhu 30oC selama 24 jam dan
dilakukan pengukuran diameter zona hambat
yang terbentuk di sekitar kertas cakram. Zona
hambat yang paling luas menunjukkan waktu
produksi
antimikrob
yang
optimum
(Suparnika 2007).

Tabel 1 Aktivitas penghambatan
sp.
LTS 40 terhadap bakteri indikator
, dan
metode

dengan

Aktivitas Penghambatan Isolat
sp. LTS 40
Bakteri
Ф
Ф Zona
indikator
Koloni
bening
IP
(mm)
(mm)
5.1
10.63
1.08
6.2
12.5
1.02
6.2
14.25
1.30
Keterangan IP = Indeks Penghambatan
%$#(!0(+ "
Isolat
sp. LTS 40 ditumbuhkan
dalam kombinasi media molase dan pupuk
NPK, molase dan pupuk ZA, molase dan
pupuk TSP serta urea dengan perbedaan
masing5masing konsentrasi 0.2%, 0.1%,
0.05%, dan 0.02%. Kombinasi molase dan
NPK pada konsentrasi 0.2% menunjukkan
hasil yang terbaik yaitu diperoleh jumlah sel
bakteri sebanyak 5,4x1011 sel/ml. Selanjutnya
kombinasi molase dan ZA dan molase TSP
dan urea berturut5turut sebanyak 2,64x1011
sel/ml dan 5,4x1010 sel/ml pada konsentrasi
yang sama yaitu 0.2% (Tabel 2).
Tabel 2 Pertumbuhan bakteri
sp. LTS
40 dalam berbagai konsentrasi dan
kombinasi media
Kombinasi
media

Gambar 1 Fermentor modifikasi.

&#./.#

%"'+ !0 # "

, #

Isolat
sp. LTS 40 penghasil
bakteriosin yang diisolasi dari tambak udang
memiliki morfologi koloni bulat, tepian tak
beraturan, elevasi timbul, dan berwarna putih
susu. Berdasarkan hasil uji
sp. Galur
LTS 40 memiliki aktivitas penghambatan
terhadap ketiga bakteri indikator dengan
indeks penghambatan sebesar 1,08 terhadap
1,02 terhadap
dan terbesar
1,30 terhadap
(Tabel 1).

Molase +
NPK
Molase +
ZA
Molase +
TSP +
Urea
Kontrol

Jumlah sel (x 1010 sel/ml)
Konsentrasi
0.20% 0.10% 0.05% 0.02%
2

34

31

26.4

15.1

3.2

2.1

5.4

4.9

2.1

0.56

1.1

0.51

0.42

0.24

). ,! %#. . #%$+ *

&#%$. "*.& #,$
Aktivitas penghambatan
sp.
LTS 40 terhadap bakteri
dalam
kultur campuran menunjukkan bahwa
sp. LTS 40 mampu menghambat pertumbuhan
dengan daya hambat yang tidak
berbeda nyata pada inkubasi ke524 jam, 48
jam, dan 72 jam. Hal ini terlihat dari jumlah
sel bakteri indikator yang dikompetisikan
dengan
sp. LTS 40 lebih rendah
dibandingkan dengan kontrol negatif (bakteri

4

indikator tanpa isolat
sp. LTS 40).
Pada rasio 1:10, isolat
sp. LTS 40
memiliki daya hambat paling tinggi dengan
persen penghambatan mencapai 100% pada
semua lama waktu inkubasi (Gambar 2).

Gambar 2 Persentase penghambatan
sp. LTS 40 terhadap bakteri
pada inkubasi jam ke524,
48, dan 72 dengan menggunakan
SWC cair 50%.
&#(
#.!(!
$,*(& .
&#%$., ."
, #
($
( #($ 1
.#%$
Pertumbuhan
sp. LTS 40 pada
fermentor modifikasi dengan volume kerja 10
liter menunjukkan peningkatan dari jam ke512
hingga jam ke536. Hal ini ditunjukkan dari
jumlah selnya yang semakin bertambah pada
jam tersebut sebesar 1,8x1011 sel/ml (Gambar
3). Pada akhir jam ke536 hingga jam ke572
pertumbuhan bakteri memasuki stasioner.
Produksi bakteriosin dan uji aktivitas
penghambatan supernatan isolat
sp.
LTS 40 yang dipanen setiap 12 jam
ditunjukkan dengan luasnya zona hambat
dengan metode
. Hasil uji
aktivitas bakteriosin yang dihasilkan
sp. LTS 40 terhadap
menunjukkan
terjadi penghambatan maksimum pada jam ke
36 dengan indeks penghambatan sebesar
15,42 (Tabel 3).
Tabel 3 Aktivitas penghambatan bakteriosin
sp. LTS 40 terhadap
Presentase Penghambatan
Ф Kertas
Ф Zona
cakram
bening
IP
(mm)
(mm)
12
6
9,75
6,25
24
6
11,25
8,75
36
6
15,25
15,42
48
6
14
13,33
60
6
11,38
8,96
72
6
9,25
5,42
Keterangan IP = Indeks Penghambatan
Waktu
(Jam)

Hasil perhitungan jumlah sel yang
diplotkan terhadap selang waktu inkubasi,
diperoleh kurva pertumbuhan isolat
sp. LTS 40 (Gambar 4). Jumlah sel paling
tinggi terjadi pada jam ke536 dengan jumlah
sel mencapai 1, 8x1011 sel/ml.
Aktivitas penghambatan terhadap
i ditunjukkan oleh supernatan isolat
sp. LTS 40. Senyawa bakteriosin
mulai diproduksi pada fase eksponensial
pertumbuhan yaitu pada waktu inkubasi 12
sampai 36 jam dengan aktivitas bakteriosin
tertinggi ialah pada inkubasi ke536 jam
dengan zona hambat 15,25 mm. Zona
hambatan paling luas menunjukkan waktu
produksi bakteriosin yang optimum (Gambar
3).

Gambar 3 Aktivitas bakteriosin supernatan
bebas sel
sp. LTS 40
terhadap

Isolat
sp. galur LTS 40
merupakan hasil isolasi dari sedimen sifon
tambak udang (Lestari 2008) yang dapat
menghasilkan bakteriosin (Isramilda 2007).
sp. merupakan bakteri umum
ditemukan pada sedimen laut dan saluran
pencernaan
udang
(Moriarty
1999).
Penggunaan isolat yang diisolasi dari
lingkungan tambak sebagai bakteri kandidat
probiotik akan lebih menguntungkan, karena
isolat tersebut akan lebih mudah beradaptasi,
mempertahankan diri, dan berkembang dalam
lingkungan perairan (Isnansetyo 2005). Oleh
karena itu, isolat
sp. LTS 40
ditumbuhkan pada media s
(SWC) 50% untuk mengkondisikan seperti
keadaan alamiahnya di tambak.
Berdasarkan uji aktivitas penghambatan
dengan metode
,
sp.
LTS 40 mampu menghambat dengan baik
pada semua bakteri indikator terutama pada
bakteri Gram positif
Hal ini sama
dengan yang dilaporkan Aslim (2002) yang
menyatakan bahwa aktivitas antimikrob dari
galur
memiliki penghambatan paling

5

baik terhadap bakteri Gram positif dari pada
bakteri Gram negatif.
Pola pertumbuhan
sp. LTS 40
pada ketiga kombinasi menunjukkan hasil
yang lebih tinggi dibandingkan kontrol,
membuktikan bahwa kombinasi media
tersebut mampu meningkatkan pertumbuhan
sp. LTS 40. Pertumbuhan terbaik
terdapat pada kombinasi media molase dengan
NPK pada konsentrasi 0.2% sedangkan pada
konsentrasi 0.1%, 0.05%, dan 0.02%
menunjukkan pertumbuhan yang lebih rendah
(Gambar 2). Hal yang sama pada kombinasi
media molase dengan ZA, dan molase dengan
TSP dan urea terbaik pada konsentrasi 0,2%
(Gambar 2). Hal ini disebabkan oleh adanya
perbedaan konsentrasi N yang didapat dari
masing5masing kombinasi media. Kombinasi
media molase dengan NPK menjadi
kombinasi formula media yang terbaik karena
Pupuk NPK memiliki kandungan nitrogen,
fosfor dan kalium dalam bentuk ion, masing5
masing 15% sehingga tanpa diurai dapat
langsung digunakan untuk pertumbuhan
bakteri. Sedangkan Pupuk ZA dan urea hanya
menyediakan nitrogen masing5masing 11%
dan 46% untuk pertumbuhan bakteri. Pupuk
ZA memiliki unsur N yang lebih kecil
dibandingkan dengan NPK dan tidak terdapat
unsur fosfor sehingga pertumbuhan
sp. LTS 40 lebih sedikit dibandingkan kultur
di dalam NPK. Berbeda dengan kombinasi
molase dengan TSP dan urea, meskipun
nitrogen di dalam urea cukup tinggi dan
tersedia fosfor namun tidak menghasilkan
pertumbuhan yang tinggi pula. Diduga karena
fosfor yang terdapat dalam kombinasi tersebut
dalam bentuk senyawa P2O5, sehingga
membutuhkan waktu dan mekanisme untuk
memecah senyawa tersebut agar fosfor dapat
digunakan. Selain itu ketersediannya yang
hanya 11%, lebih sedikit dibandingkan
dengan NPK membuat pertumbuhan
sp. LTS 40 pada media kombinasi ini lebih
kecil. Ketersediaan fosfor merupakan salah
satu unsur penting dalam pertumbuhan
bakteri. Bakteri memerlukan fosfor terutama
dalam bentuk fosfat yang sebagai komponen
struktur sel dan sebagai simpanan energi
(Volk & Wheeler 1984). Menurut Goldman
dan Dennett (2000) perbedaan rasio C:N yang
ideal bagi pertumbuhan bakteri marin
bervariasi tergantung pada keterbatasan nutrisi
(karbon dan nitrogen).
Rachmawati (2007) melaporkan bahwa
rasio C:N pada kombinasi molase dengan
dan molase dengan
terbaik
pada rasio 1:1 Pertumbuhan sel bakteri lebih

tinggi

pada kombinasi molase dengan
dari pada kombinasi molase dengan
dengan jumlah sel bakteri sebesar
12.3x108 sel/ml. Hasil ini menunjukkan
bahwa kombinasi molase dengan pupuk NPK,
ZA, TSP, dan urea lebih baik dari pada
penggunaan kombinasi molase dengan
atau
dengan jumlah sel
bakteri maksimum mencapai 5,4x1011 sel/ml
pada kombinasi molase dengan NPK.
Lim (1998) menyatakan bahwa setiap
bakteri memerlukan sumber karbon bagi
pertumbuhannya dengan cara mengubah
karbon tersebut menjadi material sel melalui
proses
asimilasi,
bakteri
heterotrof
menggunakan senyawa organik sebagai
sumber karbonnya. Sumber karbon yang dapat
digunakan oleh bakteri ini diantaranya
terdapat pada molase. Molase masih
mengandung kadar gula sekitar 45 – 58%
yang tersusun dari sukrosa, glukosa, fruktosa
dan komponen lainnya sehingga masih dapat
digunakan sebagi sumber karbon yang baik
bagi pertumbuhan bakteri (Paturau 1982).
Kemampuan
mikroorganisme untuk
memperoleh energi pada kondisi heterotrof
tergantung pada kemampuan metabolismenya
untuk mengoksidasi senyawa karbon (bahan
organik) sebagai sumber energi utama.
Senyawa karbon dalam metabolime berperan
untuk menghasilkan energi melalui oksidasi
senyawa tersebut dan menyediakan unsur C
untuk pembentukan material sel (Prescott
2000).
Dari
uji
kompetisi,
persentase
penghambatan dengan rasio inokulum 1:1
sudah cukup bagi
sp. LTS 40 untuk
menghambat pertumbuhan
pada
ketiga waktu inkubasi dengan persentase
82,9% pada jam ke524, 82,8% pada jam ke5
48, dan 83% pada jam ke572. Peningkatan
persentase
terjadi
bersamaan
dengan
peningkatan rasio inokulum
s sp. LTS
40 terhadap
. Daya hambat paling
tinggi dengan persen penghambatan mencapai
100% terjadi ketika rasio 1:10 pada semua
lama waktu inkubasi (Gambar 3). Uji
kompetisi dalam kultur cair ebih efektif dalam
menghambat
bakteri
indikator
karena
bakteriosin dapat berkontak langsung dengan
bakteri indikator. Hal ini menunjukkan bahwa
sp. LTS 40 dapat dijadikan sebagai
bakteri probiotik untuk menanggulangi
permasalahan dalam tambak udang yang
mengakibatkan kematian massal udang pada
tingkat larva akibat bakteri
Bakteri
sp. merupakan bakteri
Gram negatif, bersifat motil, oksidase positif,

6

berbentuk sel tunggal, batang pendek bengkok
atau lurus, berukuran panjang 1,4 55,0 Hm dan
lebar 0,3–1,3 Hm, fermentatif terhadap
glukosa, berpendar dan mempunyai flagella di
salah satu kutubnya, tidak membentuk asam
dari glukosa dan dapat menggunakan sukrosa
sebagai sumber energinya (Lavilla5Pitogo
. 1990).
ditemukan pada hampir seluruh
habitat, seperti air tawar, estuaria, air laut,
tanah dan merupakan agen penyebab penyakit
pada manusia, ikan dan crustacean (Singleton
1992). Masuknya
patogen dalam usaha
budi daya udang ditambak dapat berasal dari
air laut dan benur (larva) yang digunakan.
Boer
(1993) melaporkan bahwa induk
udang yang berasal dari air laut positif
membawa bakteri berpendar sehingga dapat
menularkan pada benur (larva) dan akhirnya
terbawa masuk ke tambak.
Kehadiran
sp. pada pemeliharaan
udang tidak selalu menyebabkan kematian,
bakteri ini bersifat oportunistik. Tingkat
kepadatan tertentu serta kondisi hidup udang
yang kurang baik menyebabkan Vibrio
berubah menjadi patogen dan menginfeksi
udang (Rukyani 1993). Beberapa bakteri
vibrio yang sering menyebabkan kematian
pada benih udang ialah
dan
(Boer & Zafran 1992). Jenis yang
sering menimbulkan masalah serius dalam
budi daya ialah
, larva yang
terinfeksi terlihat bercahaya pada kondisi
gelap sehingga penyakit yang ditimbulkan
penyakit ini sering disebut penyakit kunang5
kunang
atau
.
Luminescence terjadi karena bakteri memiliki
enzim luciferase yang dapat mengkatalis
reaksi yang memancarkan cahaya dengan
menggunakan substrat berupa senyawa
aldehid yang disebut luciferin (Meighen
1991).
Isolat
sp. LTS ditumbuhkan pada
kombinasi media terbaik yaitu molase dengan
NPK pada konsentrasi 0,2% yang berada
dalam fermentor yang telah dimodifikasi
(Gambar1).
Fermentor
modifikasi
dikondisikan seperti fermentor kecil yang
telah diberi aerasi dengan memompakan udara
steril. Aerasi berfungsi sebagai penyuplai
oksigen untuk sel
sp. LTS 40, laju
oksigen yang disuplai ke dalam fermentor
modifikasi dijaga stabil. Laju alir oksigen
yang tidak stabil dapat menurunkan daya kerja
fermentor karena laju transfer oksigen yang
tidak tetap dapat mengganggu metabolisme
sel
sp. LTS 40. Selain aerasi,

fermentor modifikasi juga dilengkapi dengan
batu aerasi yang berfungsi sebagai pemecah
gelembung5gelembung udara agar gelembung
udara yang tebentuk berukuran kecil sehingga
laju difusi oksigen ke dalam larutan lebih
cepat dan meningkatkan kadar oksigen
terlarutnya. Selain itu terdapat filter udara
steril yang berfungsi sebagai penyaring udara
dari luar yang masuk ke dalam fermentor yang
berisi media sehingga terhindar dari
kontaminan mikrob yang lain (Rachmawati
2007).
Tipe kultur yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sistem
(sistem
tertutup). Pada sistem
ini, media hanya
dimasukkan pada awal proses kultur sehingga
tidak ada penambahan media baru.
Pertumbuhan
sp. LTS 40 pada
fermentor modifikasi dengan volume kerja 10
liter menunjukkan peningkatan dari jam ke512
hingga jam ke536. Hal ini ditunjukkan dari
jumlah selnya yang semakin bertambah pada
jam tersebut yaitu 1,7x1011 sel/ml pada jam
ke512, 1,75x1011 sel/ml pada jam ke524, dan
1,8x1011 sel/ml pada jam ke536 (Gambar 4).
Pada akhir jam ke536 hingga jam ke572
pertumbuhan bakteri memasuki stasioner. Hal
yang sama dilaporkan oleh Baruno (2008)
bahwa bakteriosin dari kultur
sp.
Galur LTC8 dihasilkan pada jam ke512 dan
produksi maksimum pada jam ke536. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa bakteriosin
mulai dihasilkan pada fase pertumbuhan. Fase
stasioner merupakan fase dimana sel5sel mulai
tidak tumbuh lagi. Hal ini disebabkan oleh
menyusutnya
nutrien
dalam
media,
keterbatasan oksigen dan akumulasi produk
metabolisme yang toksik bagi organisme.
Laju pertumbuhan bakteri pada fase ini
melambat atau terhenti sedangkan jumlah
mikrob yang hidup konstan.
Aktivitas supernatan bebas sel isolat
sp. LTS 40 yang dipanen setiap 12
jam menunjukkan aktivitas penghambatan
terhadap
maksimum pada jam ke5
36 dengan zona hambat sebesar 15,25 mm
(Tabel 2). Hasil tersebut berbeda dengan hasil
yang telah dilaporkan Isramilda (2007) yang
menyatakan
bahwa
bakteriosin
yang
dihasilkan isolat LTS 40 memiliki zona
penghambatan sebesar 30 mm terhadap
Hal ini dapat disebabkan oleh
beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas
bakteriosin sebagai senyawa antimikrob,
antara lain: 1) jenis, jumlah, umur, dan latar
belakang kehidupan bakteri, 2) konsentrasi zat
antimikrob, 3) suhu dan waktu kontak, 4) sifat
fisiko5kimia substrat seperti pH, kadar air, dan

7

tegangan permukaan (Frazier & Westhoff
1981).
Mekanisme kerja bakteriosin dalam
menghambat pertumbuhan bakteri dapat
dilakukan melalui hambatan terhadap
pembentukkan
dinding
sel
target,
menghambat pembentukan asam nukleat atau
menghambat
pembentukan
protein.
Selanjutnya terjadi pembentukan pori5pori
pada
membran
sel
target
sehingga
permeabilitas membran sel terganggu
(William
. 1996). Hurst (1981)
menyatakan
bahwa
mekanisme
kerja
bakteriosin diketahui bergantung pada
konsentrasi bakteriosin, kemampuan ionisasi,
suhu, pH, dan fase pertumbuhan sel target.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
bahwa pada inkubasi ke548 jam terjadi
penurunan aktivitas penghambatan yang
ditunjukkan dengan penurunan luas zona
hambat. Hal ini karena inkubasi yang
dilakukan lebih dari waktu optimum produksi
senyawa bakteriosin dalam media. Dajani dan
Wannamaker (1969) melaporkan bahwa
inkubasi yang terlalu lama menyebabkan
aktivitas bakteriosin menurun. Isramilda
(2007) menyatakan bahwa pada inkubasi lebih
dari tiga hari akan menyebabkan aktivitas
antimikrob menurun. Hal ini disebabkan oleh
diproduksinya
inaktivator
atau
enzim
pencernaan dan adanya reabsobsi terhadap
senyawa antimikrob yang diproduksi sel. Hal
yang sama dikemukakan oleh Jo
(1996)
bahwa jika waktu inkubasi diperpanjang maka
aktivitas bakteriosin menurun, hal ini karena
terbebasnya protease dari sel autolisis, karena
bakterioisn merupakan molekul protaneus
sehingga mudah terdegradasi.
Fase eksponensial terjadi pada waktu
inkubasi ke512 jam sampai ke548 jam.
Berdasarkan kurva pertumbuhan dapat
diketahui bahwa senyawa antimikrob yang
paling
tinggi
diproduksi
pada
fase
eksponensial pertumbuhan. Berdasarkan ciri
tersebut membuktikan bahwa senyawa
antimikrob yang dihasilkan isolat
sp.
LTS 40 tersebut merupakan bakteriosin
(Gambar 4). Hal ini sesuai dengan yang
dilaporkan oleh Torkar & Matijasic (2003)
bahwa produksi bakteriosin
dihasilkan pada fase eksponensial. Bakteriosin
dapat dihasilkan oleh bakteri Gram positif
maupun Gram negatif (! "
1995).
Sebagian besar bakteriosin dihasilkan oleh
bakteri Gram positif terutama yang paling
banyak diteliti ialah dari genus
Bakteriosin dapat dibedakan dari
antibiotik diantaranya dari proses produksinya

yaitu pada saat pertumbuhan bakteri mencapai
fase
logaritmik,
sedangkan
antibiotik
diproduksi pada saat fase stasioner (Jack
1995). Selain itu, bakteriosin memiliki sisi
pengikatan yang spesifik terhadap bakteri
target, hal ini membedakan bakteriosin dari
aktivitas zat antimikrob yang lain (Tagg
1976).
Menurut Gonzales
(1996)
mekanisme aktivitas bakterisida beberapa
bakteriosin secara umum ialah : 1) molekul
bakteriosin mengalami kontak langsung
dengan membran sel, 2) proses kontak ini
mampu mengganggu potensial membran
berupa ketidakstabilan membran sitoplasma
sehingga sel menjadi tidak kuat, 3)
ketidakstabilan
membran
memberikan
dampak pembentukan lubang atau pori pada
membran sel melalui gangguan terhadap gaya
gerak proton, 4) terbentuknya lubang pada
membran sel dapat menyebabkan perubahan
gradien potensial membran dan pelepasan
molekul intraseluler atau pun masuknya
substansi ekstraseluler, akhirnya pertumbuhan
sel menjadi terhambat dan menghasilkan
proses kematian pada sel yang sensitif
terhadap bakteriosin.

Isolat
sp. galur LTS 40 mampu
menghambat pertumbuhan
, dan
Kombinasi molase dan NPK pada konsentrasi
0,2% merupakan kombinasi terbaik yang
dapat digunakan untuk media pertumbuhan
sp. galur LTS 40. Uji kompetisi dan
uji aktivitas supernatan dapat menghambat
pertumbuhan
. Bakteriosin dari
sp. LTS 40 dihasilkan pada fase
eksponensial dengan menggunakan media
kombinasi molase dan NPK (1 : 1 w/v) pada
konsentrasi 0,2%.

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
untuk mendapatkan kombinasi media molase
dengan pupuk NPK, ZA, TSP dan urea
dengan rasio 1:2, 1:3, dan 1:4 untuk
pertumbuhan
sp. galur LTS 40.
Aplikasi secara langsung di tambak udang
perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat
keefektifan bakteri probiotik.

8

Aslim B, Saglam N, Beyatli Y. 2002.
Determination of some properties of
isolated from soil. # " !
26: 41548.

Jo YB, Kyung MB, Sung5Koo K, Hong5ki J.
1996.
Evaluation
at
optimum
conditions for bacteriocin production
from '
sp. JB542 isolated
from kimichi. ! %
6: 63567.

Baruno A. 2008. Karakterisasi antimikrob
bakteriosin dari
sp. galur
LTC8 asal tambak udang [tesis].
Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.

Lavilla5Pitogo CR, Baticados MCL, Cruz5
Lacierda ER. de la Pena LD. 1990.
Occurence of luminous bacterial
disease of
larvae in
the Philippines. &*
91:1514.

Boer DR, Zafran. 1992. Bakteri
sp.
Sebagai patogen oportunis bagi udang
windu. !
7: 735
76.

Lestari D. 2008. Isolasi dan seleksi
sp. untuk biokontrol pada tambak
udang [skripsi]. Bogor: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam IPB.

Dajani

AS, Wannamaker LW. 1969.
Demonstration
of
bactericidal
substance againts beta5hemolytic
streptococci in supernatant fluids of
stapylococcal cultures. !
97:
9855991.

Frazier WC, Wasthoff DC. 1981. $
%
. New Delhi: Tata Mc
Graw5Hill.
Gonzales BE
. 1996. Bactericidal mode
of action Plantaricin S. &
%
62: 270152709.
Goldman JC, Dennett MR. 2000. Growth of
marine bacteria in batch and
continuous culture under carbon and
nitrogen limitation. '
(
45:
7895800.
Hurst A. 1981. Nisin advances. ! &
%
27: 855123.
Isnansetyo A. 2005. Bakteri antagonis
sebagai probiotik untuk pengendalian
hayati pada aquakultur. !
" 7:15
10.
Isramilda. 2007. Karakteristik zat antimikrob
penghambat pertumbuhan
dan
dari
sp. asal tambak udang [tesis].
Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Jack

RW, Tagg
Bacteriocins
bacteria.

JR, Ray B. 1995.
of
Gram5positive
) 59: 1715200.

Lim D. 1998. %
. Ed ke52. New
York : McGraw5Hill.
Lisboa MP, Bonatto D, Bizani D, Henriques
JAP,
Brandelli
A.
2006.
Characterization of a bakteriosin5like
substance produced by
*
isolated
from
Brazillian atlantic forest. +
%
9:1115118.
Meighen EA. 1991. Molecular biology of
bacterial bioluminescence microbiol.
Rev. Vulgaris and Syringomycin
Production. !
176: 13745
1382.
Moriarty DJW. 1999. Disease control in
shrimp aquaculture with probiotic
bacteria. Di dalam : Bell CR,
Brylinsky M, Johnson GP, editor.
%
: New Frontiers.
, +
%
.
Ottawa.
Paturau JM. 1982. # .
+
y. Amsterdam: Elsevier
Scientific.
Prescott LM, Harley JP, Klein DA. 2000.
%
. Ed ke55. New York:
McGraw5Hill.
Rachmawati I. 2007. Penggunaan molase,
fishmeal, dan soymeal sebagai media
produksi
ASLT2 untuk probiotik di tambak
udang [skripsi]. Bogor: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor.

9

Ruangpan L, Na5anan P. Direkbusarakom S.
1998. Inhibitory effect of
on the growth of .
.$
33: 2935296.
Rukyani A. 1993.
/
0
.
Penelitian
dan
Perikanan.

"
Jakarta:
Pusat
Pengembangan

Saraswati R. 2003. Produksi massal sel
)
dengan
teknologi
bioproses. % "
+
8:47552.
Silaban RC. 2007. Penggunaan probiotik
sp. IRVE01 dan
IRNAE01 asal tambak udang
pada
larva
udang
('
) [skripsi].
Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Singleton P. 1992. +

1

%
. New York: John Wiley
and Sons Chichster.
Suparnika I. 2007. Aktivitas antimikrob
sp. asal tambak udang
[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Tagg JR, Dajani AS, Wannamaker LW.
1976. Bacteriocins of Gram positive
bacteria.
) 40: 7225756.
Torkar KG, Matijasic BB. 2003. Partial
characterization
of
bacteriocins
produced by
isolate
from milk and milk products. $
#
41: 1215671
Verrschuere L, Rombaut G, Sorgeloos P,
Verstaete W. 2000. Probiotic bacteria
as control agent in aquaculture. ! %
64: 6555657.
Volk WA, Wheeler MF. 1984. % "
2
.
Ed
ke55.
Markham,
penerjemah; Adisoemarto S, editor.
New York: Harper & Row Publisher
Inc.
Terjemahan
dari:
%
. Ed ke55.
William RAD, Lambert PA, Singleton P.
1996. &
2
&
.
Oxford: Scientific Publisher.

10

11

Lampiran 1 Komposisi media yang digunakan
No.
Nama media
1
0
.
(SWC) 50%

2

SWC Semisolid

Komposisi
Air laut
Akuades
Gliserol
Ekstrak khamir
Agar
Bacto pepton
Air laut
Akuades
Gliserol
Ekstrak khamir
Agar
Bacto pepton

Lampiran 2 Komposisi kimia molase (Paturau 1982)
Komponen
Kisaran (%)
Rata5rata (%)
Air
17525
20
Sukrosa
30540
35
Glukosa
459
7
Fruktosa
5 512
9
Gula Pereduksi
155
3
Karbohidrat lain
255
4
Abu
7515
12
Komponen nitrogen
256
4,5
Asam bukan nitrogen
256
5
Lilin, steroid, dan fosfolipid
0,151
0,4
Lampiran 3 Komposisi pupuk yang digunakan
Kisaran
Pupuk
Komponen
(%)
NPK
N
15
P
15
K
15
ZA
Nitrogen
11
Sulfur
24
TSP

SiO2

37

Urea

P 2O 5
CaO
N

11
28
46

Jumlah (g/l)
750 ml
250 ml
1,5 ml
0,5
20
2,5
750 ml
250 ml
1,5 ml
0,5
10
2,5

ABSTRAK
PUJI PURWANTI. Optimasi Media Produksi Bakteriosin dari Bacillus sp. Galur LTS 40 Asal
Tambak Udang. Dibimbing oleh IMAN RUSMANA dan NISA RACHMANIA MUBARIK.
Permintaan dan kebutuhan udang sebagai komoditi ekspor perikanan semakin meningkat
dari tahun ke tahun. Namun, dewasa ini banyak terserang penyakit Vibriosis yang disebabkan oleh
bakteri berpendar Vibrio harveyi. Bakteri probiotik dapat dijadikan sebagai kontrol untuk
menghambat pertumbuhan bakteri patogen di tambak. Isolat Bacillus sp. LTS 40 merupakan
kandidat bakteri probiotik karena mampu menghasilkan bakteriosin untuk menghambat
pertumbuhan bakteri patogen. Produksi bakteri probiotik secara massal memerlukan biaya yang
cukup besar. Untuk itu, perlu dicari media produksi yang murah. Media produksi yang digunakan
sebagai sumber karbon ialah molase dan sebagai sumber nitrogen yaitu pupuk NPK, TSP, ZA, dan
Urea. Tujuan dari penelitian ini untuk mendapatkan media produksi yang terbaik bagi petumbuhan
Bacillus sp. LTS 40 asal tambak udang. Dari uji aktivitas penghambatan menunjukkan Bacillus sp.
LTS 40 mampu menghambat V. harveyi dengan indeks penghambatan sebesar 1, 08. Uji kompetisi
dalam kultur cair juga menunjukkan bahwa terjadi penghambatan hingga mencapai 100% pada
rasio 1:10 pada inkubasi ke-24 jam, ke-48 jam, dan ke-72 jam. Isolat Bacillus sp. LTS 40
mempunyai pertumbuhan terbaik pada kombinasi media molase dengan NPK pada konsentrasi
0,2%. Fermentor modifikasi volume kerja 10 liter menunjukkan bakteriosin diproduksi pada saat
fase eksponensial dan produksi optimum pada jam ke-36 dengan zona hambat sebesar 15, 25 mm.
Hal ini menunjukkan bahwa Bacillus sp. LTS 40 dapat dijadikan bakteri probiotik untuk
menanggulangi permasalahan kematian massal udang pada tingkat larva akibat serangan V.
harveyi.
Kata kunci: Bacillus sp., V. harveyi, bakteriosin

ABSTRACT
PUJI PURWANTI. Optimizing media for Bacteriosin Production by Bacillus sp. Strain LTS 40
Isolated from Shrimp Pond. Under supervision of IMAN RUSMANA and NISA RACHMANIA
MUBARIK.
Export demand on shrimp as fishery commodity has increased. However, nowadays
Vibriosis diseases caused by fluorescent bacterium Vibrio harveyi have decreased shrimp
production. Probiotic bacteria can be used as biocontrol to inhibit the growth of V. harveyi in
ponds. Bacillus sp. LTS 40 as a probiotic candidate was able to produce bacteriosin inhibiting the
growth of V. harveyi. Production of bacterial probiotics should be low cost using a cheap media.
Media production of bacterial probiotics commonly use molase as carbon sources and fertilizers
such as NPK, ZA, and urea as a source of nitrogen. The aim of this research was to get the best
media composition for growth of Bacillus sp. LTS 40 in producing bacteriosin. Antimicrobial
activity test showed that Bacillus sp. LTS 40 could inhibit the growth of V. harveyi with inhibition
index of 1,08. Competition assay in liquid culture also showed that Bacillus sp. LTS 40 could
inhibit V. harveyi up to 100% at 24 hours, 48 hours, and 72 hours of incubation. Bacillus sp. LTS
40 had a good growth on media composition of 0,2% molase and NPK. In 10 liter fermentor,
bacteriosin was produced during exponential phase and optimum production was at 36 hours of
incubation with inhibition zone of 15.25 mm. This result showed that Bacillus sp. LTS 40 can be
used as probiotics to reduce mortality of shrimp larvae caused by V. harveyi in shrimp cultures.
Key words: Bacillus sp., V. harveyi, bacteriosin

# $ % & "'
Permintaan dan kebutuhan udang
sebagai komoditi ekspor perikanan semakin
meningkat dari tahun ke tahun karena udang
dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan
yang memiliki nilai gizi tinggi. Udang juga
merupakan salah satu konsumsi kegemaran
masyarakat hampir di seluruh dunia. Oleh
karena itu, peluang dalam mengembangkan
perikanan budi daya udang guna memenuhi
permintaan dunia sangat besar. Namun,
dewasa ini banyak tambak udang terserang
penyakit vibriosis yang disebabkan oleh
bakteri berpendar
(Moriatty
1999) Bakteri ini merupakan penyebab utama
serangan bakteri penyakit pada udang yang
dapat terjadi mulai pada tingkat larva (Silaban
2007). Ruangpan
(1998) menyatakan
bahwa salah satu penyebab kematian massal
pada udang budi daya yaitu penyakit vibriosis
yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri
sp.
Selain kuantitas produksi, tantangan
lain yang harus dihadapi dalam pasar dunia
bagi komoditi ekspor perikanan budi daya
udang ialah kualitas atau mutu udang yang
siap diekspor (Isramilda 2007). Residu
antibiotik, bakteri patogen, biotoksin atau
residu pestisida juga harus mendapatkan
perhatian serius guna menjaga mutu dan
keamanan produk.
Peraturan
pemerintah
melarang
menggunakan antibiotik untuk budi daya
udang tertuang dalam UU No. 31 tahun 2004
tentang perikanan yang menyatakan bahwa
melarang para pengusaha perbenihan udang di
Indonesia menggunakan antibiotik nitrofurans
dalam proses perbenihan udang. Menurut
Verschuere
. (2000) penggunaan
antibiotik untuk mencegah dan mengobati
penyakit dapat menimbulkan masalah baru
yaitu, terakumulasinya antibiotik pada
lingkungan dan spesies yang dibudidayakan
serta timbulnya resistensi mikrob patogen.
Alternatif pengendalian penyakit udang
yang disebabkan bakteri patogen di tambak
udang ialah dengan memanfaatkan bakteri
probiotik. Probiotik ialah makhluk hidup yang
memberikan pengaruh menguntungkan pada
inang dengan memodifikasi komunitas mikrob
atau berasosiasi dengan inang, memperbaiki
nilai nutrisi, memperbaiki respon inang
terhadap
penyakit,
atau
memperbaiki

lingkungan kualitas ambangnya (Verschuere
. 2000).
Bakteri
probiotik
menghasilkan
senyawa metabolit yang mempunyai efek
bakterisida
dan
bakteriostatik
untuk
menghambat pertumbuhan bakteri patogen
atau bakteri yang dapat menurunkan kualitas
udang selama dibudidayakan.
Bakteri probiotik dapat dijadikan
sebagai
kontrol
untuk
menghambat
pertumbuhan bakteri patogen di tambak. Isolat
sp. LTS 40 merupakan kandidat
bakteri probiotik karena mampu menghasilkan
bakteriosin untuk menghambat pertumbuhan
bakteri patogen. Bakteriosin merupakan
senyawa antimikrob yang terdiri atas protein
atau polipeptida yang disintesis oleh ribosom
dan umumnya menghambat spesies bakteri
yang berkerabat dekat dengan bakteri
penghasil bakteriosin (Jack
. 1995).
Produksi bakteri probiotik secara
massal memerlukan biaya yang cukup besar.
Sebelumnya telah digunakan kombinasi
molase dengan
dan
, namun
kenaikan harga
dan
yang
terus meningkat mengakibatkan biaya
produksi yang meningkat pula. Untuk itu,
perlu dicari media produksi yang lebih murah.
Media produksi yang umum digunakan
sebagai sumber karbon ialah molase dan
sebagai sumber nitrogen yaitu pupuk NPK,
ZA, TSP, dan urea.
()( "
Penelitian ini bertujuan mendapatkan
media produksi bakteriosin yang terbaik bagi
petumbuhan
sp. LTS 40 asal tambak
udang.
&#( * " %! #
Penelitian dilakukan pada bulan Februari
hingga
Mei
2009
di
Laboratorium
Mikrobiologi, Departemen Biologi, FMIPA,
IPB.

+ "
Bahan yang digunakan diantaranya Media
(SWC) (Lampiran 1),
isolat
sp. galur LTS 40, bakteri
indikator
, dan

# $ % & "'
Permintaan dan kebutuhan udang
sebagai komoditi ekspor perikanan semakin
meningkat dari tahun ke tahun karena udang
dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan
yang memiliki nilai gizi tinggi. Udang juga
merupakan salah satu konsumsi kegemaran
masyarakat hampir di seluruh dunia. Oleh
karena itu, peluang dalam mengembangkan
perikanan budi daya udang guna memenuhi
permintaan dunia sangat besar. Namun,
dewasa ini banyak tambak udang terserang
penyakit vibriosis yang disebabkan oleh
bakteri berpendar
(Moriatty
1999) Bakteri ini merupakan penyebab utama
serangan bakteri penyakit pada udang yang
dapat terjadi mulai pada tingkat larva (Silaban
2007). Ruangpan
(1998) menyatakan
bahwa salah satu penyebab kematian massal
pada udang budi daya yaitu penyakit vibriosis
yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri
sp.
Selain kuantitas produksi, tantangan
lain yang harus dihadapi dalam pasar dunia
bagi komoditi ekspor perikanan budi daya
udang ialah kualitas atau mutu udang yang
siap diekspor (Isramilda 2007). Residu
antibiotik, bakteri patogen, biotoksin atau
residu pestisida juga harus mendapatkan
perhatian serius guna menjaga mutu dan
keamanan produk.
Peraturan
pemerintah
melarang
menggunakan antibiotik untuk budi daya
udang tertuang dalam UU No. 31 tahun 2004
tentang perikanan yang menyatakan bahwa
melarang para pengusaha perbenihan udang di
Indonesia menggunakan antibiotik nitrofurans
dalam proses perbenihan udang. Menurut
Verschuere
. (2000) penggunaan
antibiotik untuk mencegah dan mengobati
penyakit dapat menimbulkan masalah baru
yaitu, terakumulasinya antibiotik pada
lingkungan dan spesies yang dibudidayakan
serta timbulnya resistensi mikrob patogen.
Alternatif pengendalian penyakit udang
yang disebabkan bakteri patogen di tambak
udang ial