Viabilitas dan Kemampuan Bakteri Kitinolitik NR09 Dan Bacillus sp. BK17 Pada Berbagai Media Pembawa Dalam Menghambat Pertumbuhan Sclerotium rolfsii Dan Fusarium oxysporum Pada Benih Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

(1)

TESIS

VIABILITAS DAN KEMAMPUAN BAKTERI KITINOLITIK

NR09 DAN Bacillus sp. BK17 PADA BERBAGAI MEDIA

PEMBAWA DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN

Sclerotium rolfsii DAN Fusarium oxysporum PADA

BENIH CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)

Oleh

DESWIDYA S HUTAURUK

117030050/BIO

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

VIABILITAS DAN KEMAMPUAN BAKTERI KITINOLITIK

NR09 DAN Bacillus sp. BK17 PADA BERBAGAI MEDIA

PEMBAWA DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN

Sclerotium rolfsii DAN Fusarium oxysporum PADA

BENIH CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains dalam Program Studi Magister Ilmu Biologi

pada Program Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas

Sumatera Utara

Oleh

DESWIDYA S HUTAURUK

117030050/BIO

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

(4)

(5)

(6)

Telah diuji pada

Tanggal : ... (15 Februari 2014)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc Anggota : 1. Dr. Ir. Herla Rusmarillin, MP

2. Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc 3. Dr. It Jamilah,M.Sc


(7)

RIWAYAT HIDUP

RIWAYAT PRIBADI

Nama : Deswidya Sukrisna Hutauruk, S.Pd

Tempat, Langgal Lahir : Samosir, 15 Desember 1989

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen

Alamat : Jl. Rianiate Desa Hutanamora, Samosir

Orangtua : Ayah : Poltak Hutauruk, MM

Ibu: Hotni Siringo-ringo, S.Pd

Jumlah saudara : 4 (Empat) Abang : Agusmanto JB

Hutauruk Adik : Marswendo Hutauruk

Riko Hutauruk HP : 085296667059

Email : deswidya.hutauruk@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN

TK : Santo Mikhael Pangururan Tamat : 1995

SD : Negeri 1 Rianiate 173751 Tamat : 2001

SMP : Negeri 1 Pangururan Tamat : 2004

SMA : Negeri 1 Pangururan Tamat : 2007

Strata-1 : Universitas Negeri Medan Tamat : 2011

RIWAYAT PEKERJAAN

• Pengajar Biologi di PT. Maestro Binjai dari tahun 2010 sampai 2013

• Guru Biologi di Yayasan Perguruan Indonesia Membangun Taruna Batang


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat dan kasih karunia-Nya tesis ini dapat terselesaikan. Tesis ini

berjudul “Viabilitas dan Kemampuan Bakteri Kitinolitik NR09 Dan Bacillus

sp. BK17 Pada Berbagai Media Pembawa Dalam Menghambat Pertumbuhan

Sclerotium rolfsii Dan Fusarium oxysporum Pada Benih Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

Dalam penulisan tesis ini penulis tidak terlepas dari arahan dosen pembimbing yakni bapak Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc selaku penbimbing 1 dan ibu Dr. Ir Herla Rusmarillin, MP selaku pembimbing 2, oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih buat beliau atas bimbingannya sehingga tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pihak LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) sebagai sponsor atas bantuan dana yang diberikan dalam penelitian ini.

Pada kesempatan ini juga mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada ayahanda terkasih P. Hutauruk dan ibunda terkasih H. Siringo-ringo atas doa, dukungan materi maupun moril yang tak terhitung jumlahnya. Penulis juga mengucapakan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, Ketua Program Studi Pasacasarjana Biologi, serta semua dosen Pascasarjana biologi dan seluruh teman-teman yang ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan tesis ini.

Penulis sudah berusaha semaksimal mungkin dalam menyusun serta menyempurnakan tesis ini, namun kiranya ada saran dan kritikan dari pembaca maka akan penulis terima demi kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.


(9)

VIABILITAS DAN KEMAMPUAN BAKTERI KITINOLITIK NR09 DAN

Bacillus sp. BK17 PADA BERBAGAI MEDIA PEMBAWA DALAM

MENGHAMBAT PERTUMBUHAN Sclerotium rolfsii DAN Fusarium

oxysporum PADA BENIH CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)

ABSTRAK

Infeksi penyakit akibat jamur patogen seperti F. oxysporum dan S. rolfsii

menunjukkan gejala abnormal pada tanaman, tidak tumbuh dan rebah kecambah pada bibit cabai. Untuk mengurangi akibat buruk pengendalian kimia, pengendalian hayati diperlukan untuk menghambat pertumbuhan dan pengendalian penyakit akibat jamur patogen tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui viabilitas isolat bakteri kitinolitik dalam beberapa media pembawa untuk mengetahui kemampuan isolat bakteri kitinolitik pada berbagai media pembawa dalam mengendalikan penyakit rebah kecambah

yang disebabkan oleh F. oxysporum dan S. rolfsii pada tanaman cabai merah.

Metode yang digunakan dalam mengukur viabilitas dan kemampuan bakteri dala media tumbuh dengan melakukan pengenceran seri dan melakukan penghitungan jumlah koloni bakteri pada media MGMK setelah penyimpanan media pembawa selama 1 bulan, 2 bulan dan 3 bulan. Penghambatan serangan jamur patogen pada benih cabai dihitung dari jumlah benih yang tumbuh. Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah tanaman yang terserang jamur patogen, tinggi tanaman, jumlah daun, dan berat kering kecambah

setelah persemaian 30 hari.Viabilitas bakteri dilihat dari masa simpan bakteri

dalam media pembawa selama 90 hari. Viabilitas bakteri yang paling tinggi

terdapat pada media pembawa gambut yang diinokulasi bakteri Bacillus sp.

BK17 dan diikuti oleh NR09. Viabilitas bakteri hidup dalam media tumbuh terdapat pada SGN yaitu media pembawa gambut dengan penginokulasian bakteri NR09. Pertumbuhan bibit cabai yang paling tinggi terdapat pada media pembawa gambut dan kompos janjang sawit dengan penambahan koloidal

kitin 2% dengan inokulum bakteri Bacillus sp. BK17 dan NR09 dengan

persentase pertumbuhan 99,4%. Penghambatan serangan jamur patogen yang paling tinggi terdapat pada SGKB dengan persentase serangan hanya 16,5%. Berat kering tanaman yang paling tinggi terdapat pada GKN dengan berat 0,034 g. Tinggi tanaman yang paling tinggi terdapat pada JKN dengan tinggi tanaman mencapai 23,4 cm dan jumlah daun yang paling banyak terdapat pada SGN dengan jumlah daun 5,5 helai/tanaman. Bakteri kitinolitik memiliki viabilitas yang baik pada media pembawa selama masa simpan 90 hari dan

mampu menghambat serangan jamur patogen S. rolfsii dan F. oxysporum pada

persemaian bibit cabai selama 30 hari.

Kata kunci: Bacillus sp., Fusarium oxysporum, Sclerotium rolfsii, gambut,


(10)

VIABILITY AND ABILITY OF CHITINOLYTIC BACTERIA NR09 AND

Bacillussp. BK17 ON SEVERAL CARRIER MEDIA TO INHIBIT GROWTH OF Sclerotium rolfsii AND Fusarium oxysporum

OF CHILLI SEEDS (Capsicum annuumL.)

ABSTRAK

Fusarium oxysporum dan Sclerotium rolfsii has been known as causal agents of seedling-off of chilli. To control the disease biological control has been used as an alternative to replace chemical control. This study was aimed to know viability and ability of chitinolityc bacteria in several carrier media in

controling seedling-off caused by F. oxysporum and S. rolfsii of chilli.

Bacterial viability was measured as colony number growth after 1, 2, and 3 months of storage in minimum salt medium with chitin colloidal as sole C source. Seedling-off control was measured as number of seedling growth, height, leaf number, and dry weight after 30-days of growth. The result showed that bacterial viability was higher in peat. However in growing media inoculating with fungus conidia NR09 in peat grew more. Seedling growth was higher in peat and palm bunch compost added with 2% of chitin colloidal with 99.4% of seedling growth. Disease intensity was reduced more in

seedling growing in peat added with 2% of chitin colloidal of Bacillus sp.

BK17 inoculated with S. rolfsii conidia in growing medium. Higher seedling

height of 23.4 cm, leaf number of 5.5, and dry weight of 0.034 g were observed in palm bunch compost added with 2% of chitin colloidal of NR09,

in peat of NR09 inoculated with conidia of S. rolfsii in growing media, and

peat added with 2% of chitin colloidal of NR09, respectively. It seemed that chitinolytic bacteria in carrier media were still viable after 90 days of storage and still capable of reducing seeddling-off after 30 days of storage.

Key words: Bacillus sp., Fusarium oxysporum, Sclerotium rolfsii, peat, palm bunch compost


(11)

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) ... 5

2.2 Bakteri Kitinolitik ... 6

2.3 Fusarium ... 8

2.4 Sclerotium ... 9

2.5 Media Pembawa ... 10

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 13

3.1. Waktu dan Lokasi ... 13

3.2. Bahan dan Alat ... 13

3.3 Persiapan Media Pembawa ... 14

3.4 Perhitungan Jumlah Sel Bakteri Dalam Media Penguji ... 16

3.5 Penghambatan Serangan Jamur Patogen pada Benih Cabai ... 16

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

4.1. Uji Kemampuan Hidup Bakteri Pada Media Pembawa ... 17

4.2. Kemampuan Bakteri Hidup Dalam Media Tumbuh ... 20

4.3. Pertumbuhan Bibit Cabai ... 22

4.4. Potensi Serangan Jamur Patogen F. oxysporum dan S. rolfsii 26 4.5. Pengaruh Perlakuan Terhadap Berat Kering ... 31

4.6. Pengaruh Perlakuan Terhadap Tinggi Tanaman ... 33

4.7. Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah Daun ... 35

4.8. Reisolasi Jamur Patogen ... 37

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

5.1 Kesimpulan ... 40

5.2 Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor

Tabel Judul Halaman

4.2 Populasi bakteri pada media tumbuh dengan


(13)

DAFTAR GAMBAR Nomor

Gambar Judul Halaman

2.1 Penyakit rebah kecambah pada cabai 6

2.2 Penyakit Layu Fusarium pada Cabai Merah 8

2.3 (A) Gejala penyakit busuk leher akar dan (B)

karakteristik morfologi miselium jamur S. rolfsii

miselium

9

4.1 Histogram kepadatan populasi bakteri (log jumlah sel/g)

pada 4 jenis media pembawa selama masa simpan 60 hari

17

4.3 n bibit cabai selama 30 hari masa semai pada

masing-masing jenis media pembawa 25

4.4.1 Grafik potensi serangan jamur terhadap bibit cabai

selama 30 hari masa semai dengan pemberian masing- masing media pembawa

27

4.4.2 (A) Tanaman cabai normal, (B) Tanaman cabai yang

terinfeksi S. rolfsii selama masa semai benih 30 hari

dengan pemberian media pembawa gambut, dan (C)

Tanaman cabai terinfeksi F. oxysporum selama masa

semai benih 30 hari dengan pemberian media pembawa gambut

31

4.5 Berat kering tanaman pada 4 jenis media pembawa

setelah masa semai 30 hari. 32

4.6 Tinggi tanaman pada 4 jenis media pembawa setelah

masa semai 30 hari yang dihitung dari ujung daun tertinggi sampai ujung akar

34

4.7.1 Jumlah daun tanaman pada 4 jenis media pembawa

setelah masa semai 30 hari dengan menghitung jumlah helai daun yang tumbuh

36

4.7.2 Bentuk daun cabai pada masa semai 30 hari pada 4 jenis

media pembawa. (A)Bentuk daun normal, (B) Bentuk

daun abnormal akibat serangan S. rolfsii, (C) Bentuk

daun abnormal akibat serangan F. oxysporum

37 4.8.1

4.8.2

Reisolasi jamur patogen dari tanaman cabai yang

terserang reisolasi jamur patogen F. oxysporum dan (B)

reisolasi jamur patogen S. rolfsii

Reisolasi Bakteri Kitinolitik dalam Pangkal Batang tanaman cabai pada media MGMK (A) Resiolasi bakteri Bacillus sp. BK17 dan (B) reisolasi bakteri NR09

38


(14)

DAFTAR LAMPIRAN Nomor

Gambar Judul Halaman

1 Pembuatan Koloidal Kitin 47

2 Pembuatan Isolat Bakteri Kitinolitik Dalam Media

Pembawa 48

3 Penghambatan Serangan Jamur Patogen Pada Benih

Cabai 49

4 5

Bagan Alir Penelitian Proses Tahapan Penelitian

50 51 6

7 8 9

Hasil Pengitungan Sel Bakteri Dalam Media MGMK Perhitungan Viabilitas Bakteri dalam Media Pembawa dan Pertumbuhan Tanaman

Perhitungan Potensi Penghambatan Serangan Jamur oleh Bakteri Kitinolitik dan Berat Kering Tanaman Perhitungan Tinggi Tanaman dan Jumlah Helai Daun Tanaman

53 54 55 56


(15)

VIABILITAS DAN KEMAMPUAN BAKTERI KITINOLITIK NR09 DAN

Bacillus sp. BK17 PADA BERBAGAI MEDIA PEMBAWA DALAM

MENGHAMBAT PERTUMBUHAN Sclerotium rolfsii DAN Fusarium

oxysporum PADA BENIH CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)

ABSTRAK

Infeksi penyakit akibat jamur patogen seperti F. oxysporum dan S. rolfsii

menunjukkan gejala abnormal pada tanaman, tidak tumbuh dan rebah kecambah pada bibit cabai. Untuk mengurangi akibat buruk pengendalian kimia, pengendalian hayati diperlukan untuk menghambat pertumbuhan dan pengendalian penyakit akibat jamur patogen tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui viabilitas isolat bakteri kitinolitik dalam beberapa media pembawa untuk mengetahui kemampuan isolat bakteri kitinolitik pada berbagai media pembawa dalam mengendalikan penyakit rebah kecambah

yang disebabkan oleh F. oxysporum dan S. rolfsii pada tanaman cabai merah.

Metode yang digunakan dalam mengukur viabilitas dan kemampuan bakteri dala media tumbuh dengan melakukan pengenceran seri dan melakukan penghitungan jumlah koloni bakteri pada media MGMK setelah penyimpanan media pembawa selama 1 bulan, 2 bulan dan 3 bulan. Penghambatan serangan jamur patogen pada benih cabai dihitung dari jumlah benih yang tumbuh. Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah tanaman yang terserang jamur patogen, tinggi tanaman, jumlah daun, dan berat kering kecambah

setelah persemaian 30 hari.Viabilitas bakteri dilihat dari masa simpan bakteri

dalam media pembawa selama 90 hari. Viabilitas bakteri yang paling tinggi

terdapat pada media pembawa gambut yang diinokulasi bakteri Bacillus sp.

BK17 dan diikuti oleh NR09. Viabilitas bakteri hidup dalam media tumbuh terdapat pada SGN yaitu media pembawa gambut dengan penginokulasian bakteri NR09. Pertumbuhan bibit cabai yang paling tinggi terdapat pada media pembawa gambut dan kompos janjang sawit dengan penambahan koloidal

kitin 2% dengan inokulum bakteri Bacillus sp. BK17 dan NR09 dengan

persentase pertumbuhan 99,4%. Penghambatan serangan jamur patogen yang paling tinggi terdapat pada SGKB dengan persentase serangan hanya 16,5%. Berat kering tanaman yang paling tinggi terdapat pada GKN dengan berat 0,034 g. Tinggi tanaman yang paling tinggi terdapat pada JKN dengan tinggi tanaman mencapai 23,4 cm dan jumlah daun yang paling banyak terdapat pada SGN dengan jumlah daun 5,5 helai/tanaman. Bakteri kitinolitik memiliki viabilitas yang baik pada media pembawa selama masa simpan 90 hari dan

mampu menghambat serangan jamur patogen S. rolfsii dan F. oxysporum pada

persemaian bibit cabai selama 30 hari.

Kata kunci: Bacillus sp., Fusarium oxysporum, Sclerotium rolfsii, gambut,


(16)

VIABILITY AND ABILITY OF CHITINOLYTIC BACTERIA NR09 AND

Bacillussp. BK17 ON SEVERAL CARRIER MEDIA TO INHIBIT GROWTH OF Sclerotium rolfsii AND Fusarium oxysporum

OF CHILLI SEEDS (Capsicum annuumL.)

ABSTRAK

Fusarium oxysporum dan Sclerotium rolfsii has been known as causal agents of seedling-off of chilli. To control the disease biological control has been used as an alternative to replace chemical control. This study was aimed to know viability and ability of chitinolityc bacteria in several carrier media in

controling seedling-off caused by F. oxysporum and S. rolfsii of chilli.

Bacterial viability was measured as colony number growth after 1, 2, and 3 months of storage in minimum salt medium with chitin colloidal as sole C source. Seedling-off control was measured as number of seedling growth, height, leaf number, and dry weight after 30-days of growth. The result showed that bacterial viability was higher in peat. However in growing media inoculating with fungus conidia NR09 in peat grew more. Seedling growth was higher in peat and palm bunch compost added with 2% of chitin colloidal with 99.4% of seedling growth. Disease intensity was reduced more in

seedling growing in peat added with 2% of chitin colloidal of Bacillus sp.

BK17 inoculated with S. rolfsii conidia in growing medium. Higher seedling

height of 23.4 cm, leaf number of 5.5, and dry weight of 0.034 g were observed in palm bunch compost added with 2% of chitin colloidal of NR09,

in peat of NR09 inoculated with conidia of S. rolfsii in growing media, and

peat added with 2% of chitin colloidal of NR09, respectively. It seemed that chitinolytic bacteria in carrier media were still viable after 90 days of storage and still capable of reducing seeddling-off after 30 days of storage.

Key words: Bacillus sp., Fusarium oxysporum, Sclerotium rolfsii, peat, palm bunch compost


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Cabai Merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang

memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Kebutuhan cabai terus meningkat setiap tahun sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri yang membutuhkan bahan baku cabai. Tanaman ini merupakan tanaman

perdu yang buahnya memiliki rasa pedas karena kandungan capsaicin.

Kandungan gizi yang terdapat dalam cabai adalah kalori, protein, lemak, kalsium, vitamin A, B1 dan vitamin C. Produksi cabai di Indonesia dari tahun 2008 hingga saat ini mencapai 1.311 juta ton, terdiri dari jenis cabai merah besar 798,32 ribu ton (60,90%) dan cabai rawit 512,67 ribu ton (39,10%). Usaha tani cabai dapat menjanjikan keuntungan yang menarik namun harus diikuti dengan keterampilan dalam penerapan pengetahuan dan teknik budaya cabai serta modal yang cukup memadai. Hal ini sangat diperlukan mengingat banyaknya penyakit yang dapat menyerang pertumbuhan cabai. Untuk menjaga kualitas buah, cabai yang terinfeksi penyakit harus dipisahkan dari cabai yang sehat agar tidak terjadi penularan (Piay et al. 2010).

Terdapat beberapa penyakit yang sering menyerang tanaman cabai

seperti virus yaitu cucumber mosaic virus (CMV) (Cucumovirus), chili veinal

mottle virus (ChiVMV) (Potyvirus), potato virus (Potyvirus), dan tomato mosaic virus (Tobamovirus) (Bastian, 2008), maupun jamur seperti Sclerotium rolfsii dan

Fusarium sp. (Nugraheni, 2009). Fusarium merupakan patogen tular tanah yang termasuk parasit lemah yang menginfeksi melalui luka dan dapat bertahan dalam waktu yang lama. Patogen ini menginfeksi bagian akar atau pangkal batang tanaman yang sulit dikendalikan karena memiliki kisaran inang yang luas dengan gejala awal yang sulit diidentifikasi, akibatnya penyakit ini sering diketahui ketika serangan sudah lanjut (Djaenuddin, 2011). Dari hasil penelitian yang telah


(18)

2012), tanaman tomat (Hariprasad et al. 2011), tanaman jahe dan pisang (Ferniah

et al. 2008), tanaman cabai merah (Nugraheni, 2009, Indarwan et al. 2011).

Selain Fusarium jamur patogen lain yang juga meginfeksi tanaman

adalah Sclerotium. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat

pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman seperti karakteristik isolat jamur S.

rolfsii dari tanaman kacang tanah (Magenda et al. 2011), penyakit kedelai dan

efektivitas jamur antagonis terhadap S. rolfsii (Hardaningsih, 2011), studi

pengaruh aplikasi berbagai konsentrasi S. rolfsii terhadap penurunan hasil pada

kacang tanah (Asniwita et al. 2009), karakteristik fisiologis isolat Sclerotium sp. asal tanaman sambiloto (Hartati et al. 2008), penyakit tular tanah (S. rolfsii dan R. solani) pada tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian serta cara

pengendaliannya (Sumartini, 2011). Laporan pertama S. rolfsii ditemukan pada

penyebab akar membusuk secara tidak normal pada umbi kentang di Tunisia

(Remadi et al. 2007), dan pengendalian penyakit busuk batang (S. rolfsii) kacang

tanah menggunakan Rhizobium dan Trichoderma harzianum (ITCC - 4572)

(Ganesan et al. 2007), penghambatan serangan S. rolfsii penyebab rebah

kecambah pada kedelai dengan bakteri kitinolitik (Malinda et al. 2013).

Pengendalian jamur patogen dengan menggunakan fungisida dapat mengakibatkan efek negatif seperti resistensi jamur serta pencemaran lingkungan. Isolat bakteri kitinolitik merupakan salah satu pengendali hayati yang efektif dan ramah lingkungan dalam mengendalikan berbagai macam jamur dan bakteri patogen. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang telah dilakukan seperti pemanfaatan bakteri kitinolitik dalam menghambat pertumbuhan jamur patogen

asal kokon (Novitasari, 2013), penghambatan layu Fusarium pada tanaman cabai

dengan menggunakan bakteri kitinolitik (Indarwan et al., 2011), potensi isolat

bakteri kitinolitik untuk pengendalian hayati jamur (Suryanto et al. 2006).

Interaksi jamur patogen F. oxysporum dengan bakteri kitinolitik rizosfer tanaman

jahe dan pisang (Ferniah et al. 2011), isolasi dan karakterisasi rizobakteri

kitinolitik pada tomat (Hariprasad et al. 2011), pemanfaatan bakteri kitinolitik

dalam menghambat pertumbuhan Curvularia sp. penyebab penyakit bercak daun


(19)

telah diteliti diantaranya penghambatan pertumbuhan R. solani penyebab rebah

kecambah pada kentang varietas granola (Novina et al. 2012), dan pengendalian

Aspergillus niger penyebab penyakit busuk pangkal akar pada tanaman kacang tanah (Ayu et al. 2012).

Dalam menyiapkan agen pengendali hayati, aspek yang perlu diperhatikan adalah daya simpan agen pengendali dan viabilitasnya dalam matriks penyimpanan dalam waktu yang lama. Teknologi alternatif lain yang sering digunakan hingga saat ini seperti pelapisan atau pencelupan biji tanaman dengan bakteri pengendali. Pada penelitian ini dilakukan penelitian tentang kemampuan isolat bakteri kitinolitik pada beberapa media pembawa yang murah dan tersedia seperti tanah gambut, kompos janjang sawit, campuran tanah gambut dengan koloidal kitin, dan campuran kompos janjang sawit dengan koloidal kitin untuk menyimpan sel bakteri kitinolitik yang diharapkan mampu menghambat

pertumbuhan F. oxysporum dan S. rolfsii yang menyerang tanaman cabai.

1.2Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini ialah:

1. Bagaimana viabilitas bakteri kitinolitik NR09 dan Bacillus sp. BK17 pada

berbagai media pembawa?

2. Bagaimana kemampuan isolat bakteri kitinolitik NR09 dan Bacillus sp. BK17

pada media pembawa dalam menghambat pertumbuhan jamur patogen F.

oxysporum dan S. rolfsii penyebab rebah kecambah pada cabai?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui viabilitas isolat bakteri kitinolitik pada berbagai media

pembawa.

2. Untuk mengetahui kemampuan isolat bakteri kitinolitik pada berbagai media

pembawa dalam mengendalikan penyakit rebah kecambah yang disebabkan oleh F. oxysporum dan S. rolfsii pada tanaman cabai merah.


(20)

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini ialah:

1. Memberikan informasi tentang viabilitas isolat bakteri kitinolitik dalam

berbagai media pembawa.

2. Memberikan informasi tentang kemampuan isolat bakteri kitinolitik pada

berbagai media pembawa dalam mengendalikan penyakit rebah kecambah pada tanaman cabai merah.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

Tanaman cabai merupakan salah satu komoditas holtikultura yang

banyak digemari masyarakat. Salah satu spesies cabai yang banyak

dibududayakan adalah cabai merah. Selain dapat dikonsumsi segar, cabai dapat

dikonsumsi kering sebagai bumbu masakan dan juga sebagai bahan baku industri

(Piay et al. 2010).

Alur penyebaran cabai diawali dari manusia primitif di Amerika, diketahui dari data-data sejarah. Bagi orang-orang Indian, cabai merupakan jenis tumbuhan yang sangat dihargai dan menempati urutan kedua setelah jagung dan ubi kayu. Selain itu cabai juga mempunyai peranan penting dalam upacara keagamaan dan kultur budaya orang-orang Indian. Proses domestikasinya sendiri diwujudkan dalam bentuk adanya perubahan-perubahan terutama pada tipe buah misalnya bentuk liarnya berukuran kecil, posisinya tegak, bila sudah berwarna merah mudah luruh, berubah menjadi buah yang berukuran besar, seringkali posisinya menggantung, tidak mudah luruh serta mempunyai variasi warna merah pada buahnya (Djarwaningsih, 2005).

Pertumbuhan dan perkembangan cabai dipengaruhi oleh berbagai faktor. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Barus (2006) diketahui bahwa perlakuan penggunaan mulsa memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap tinggi tanaman, produksi per tanaman serta produksi per hektar. Mulsa dapat meningkatkan proses fotosintesis tanaman dan dapat mempertahankan kesuburan tanah sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Mulsa dapat menekan laju evaporasi sehingga kandungan air tanah cukup bagi pertumbuhan tanaman.

Pada umumnya penyakit yang sering menyerang tanaman cabai merah disebabkan oleh jamur patogen, terutama disebabkan oleh lahan yang selalu lembab sehingga memungkinkan jamur berkembang dengan baik. Beberapa jenis


(22)

penyakit penting yang sering menyerang tanaman cabai merah rebah kecambah akibat F.oxysporum dan S. rolfsii.

Gambar 2.1 Penyakit rebah kecambah pada cabai (Tanijogonegoro, 2013)

2.2 Bakteri Kitinolitik

Bakteri kitinolitik merupakan kelompok bakteri penghasil kitinase yang dapat mendegradasi senyawa kitin. Mikroorganisme ini dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti rizosfer, filosfer, tanah atau dari lingkungan air seperti laut, danau, kolam atau limbah udang dan sebagainya. Selain lingkungan mesofil, mikroorganisme kitinolitik juga telah berhasil diisolasi dari lingkungan

termofilik seperti sumber air panas, daerah geotermal dan lain-lain (Herdyastuti et

al. 2009).

Berbagai laporan menyebutkan bahwa bakteri kitinolitik sangat potensial digunakan dalam bidang pertanian sebagai agen biokontrol yang efektif terhadap sejumlah kapang fitopatogenik. Hasil uji antagonisme yang dilakukan oleh

Ferniah et al. (2008), menunjukkan interaksi antara jamur F. oxysporum dengan

bakteri kitinolitik. Hal ini disebabkan oleh adanya bakteri kitinolitik pada media yang mampu menghasilkan enzim kitinase yang dapat menghambat dan

mengganggu proses pertumbuhan jamur F. oxysporum. Pertumbuhan miselium

yang cenderung serong ke atas (menjauhi media) merupakan mekanisme pertahanan diri untuk menghindari bakteri kitinolitik dan untuk mencari oksigen yang ada di udara. Bakteri kitinolitik menghasilkan senyawa bioaktif yang dapat


(23)

merusak komponen struktural kapang. Adanya enzim hidrolitik, misalnya kitinase pada bakteri kitinolitik, mampu mendegradasi kitin penyusun dinding sel kapang (Ferniah et al. 2008).

Singh et al. (1999) menunjukkan bahwa kitinase dari Streptomyces

mampu melisiskan dinding sel dan menghambat pertumbuhan F. oxysporum.

Jamur F. oxysporum yang menyerang tanaman penyebab busuk rimpang yang

ditandai dengan layu dan menguningnya daun serta berujung pada kematian tanaman sebelum panen. Bakteri kitinolitik juga telah diketahui dapat

menghambat pertumbuhan dan menghambat serangan jamur patogen S. rolfsii

penyebab rebah kecambah. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan tinggi tanaman

dan jumlah daun tanaman kedelai yang terserang oleh S. rolfsii dan yang diberi

perlakuan inokulum bakteri kitinolitik (Malinda et al. 2013). Hardaningsih (2011)

juga melaporkan enam isolat Trichoderma telah diuji daya hambatnya terhadap S.

rolfsii dengan zona hambat antara 32,1-70%.

Dari beberapa penelitian yang yang telah dilakukan selain bakteri kitinolitik pada pengendalian secara hayati, beberapa mikroorganisme seperti

cendawan T. harzianum (Tindaon 2008), P. flourescens (Rismawan, 2011), B.

subtilis, G. virens, Penicillium spp. (Ferreira & Boley, 2006), dan S. nigrifaciens

(Reddy, 2010) juga dapat digunakan sebagai pengendali patogen S. rolfsii. Selain

itu Widyanti (2012) mengemukakan isolat aktinomiset memiliki potensi sebagai

agen pengendalian hayati terhadap S. rolfsii dengan nilai penghambatan sebesar

91.73% pada inkubasi minggu ketiga. Streptomyces sp. dan jamur mikoriza

arbuskula digunakan sebagai pengendali hayati pada tanaman kedelai (Sastrahidayat et al. 2009).

Bakteri kitinolitik juga memiliki kemampuan dalam menghambat

pertumbuhan Curvularia sp. penyebab penyakit bercak daun pada tanaman

mentimun hingga mencapai 43,75% (Hanif et al. 2012), bakteri kitinolitik

berpotensi dalam menghambat pertumbuhan R. solani penyebab rebah kecambah

pada kentang varietas granola hingga mencapai 37,5% (Novina et al. 2012),


(24)

busuk pangkal akar pada tanaman kacang tanah hingga mencapai 58,82% (Ayu et al. 2012).

2.3 Fusarium

Fusarium merupakan jamur patogen penyebab penyakit layu Fusarium

pada tanaman termasuk pada tanaman cabai. Jamur Fusarium dapat berada pada

lahan dalam waktu yang lama melalui benih yang terkontaminasi atau tanaman yang terinfeksi. Ketika terkontaminasi, jamur dapat hidup bertahun-tahun. Gejala yang tampak pada penyakit ini adalah tepi daun bawah berwarna kuning tua, dimulai dari tepi daun bagian pangkal. Daun bergejala kemudian menjadi coklat dan mengering dan akhirnya seluruh tanaman mati. Secara internal, tanaman dengan infeksi yang berlanjut memperlihatkan perubahan warna pada rizoma dan

nekrosis pada xilem. F. oxysporum memiliki bentuk konidium lonjong atau agak

memanjang, mikrokonidium bersel satu atau dua, tanpa warna (Soesanto et al.

2012).

Gambar 2.2. a. Penyakit Layu Fusarium pada tanaman Cabai Merah dan b.

Nekrosis pada xylem (Suwandi, 2009).

Gejala serangan yang dialami, daun yang terserang mengalami kelayuan mulai dari bagian bawah, menguning dan menjalar ke atas ke ranting muda. Bila infeksi berkembang tanaman menjadi layu. Warna jaringan akar dan batang menjadi coklat. Tempat luka infeksi tertutup hifa putih seperti kapas. Bila serangan terjadi pada saat pertumbuhan tanaman maksimum, maka tanaman


(25)

masih dapat menghasilkan buah. Namun bila serangan sudah sampai pada batang, maka buah kecil akan gugur (Suwandi, 2009).

Fusarium merupakan salah satu jamur patogen tanaman yang sulit

dikendalikan (Singh et al. 1999). Jamur ini merupakan patogen tanaman yang

penting secara ekonomi karena dapat menyebabkan busuk dan layu pada akar, batang maupun kecambah pada lebih dari 100 jenis tanaman. Genus ini terdiri

atas berbagai spesies, seperti F. oxysporum, F. affine, F. culmorum, F. dimerum,

F. ginearum, F. moniliforme, F. radicicola, F. roseu dan F. solani.

2.4 Sclerotium

Sclerotium sp. merupakan salah satu jamur patogen yang mempunyai

kisaran inang yang luas. Namun serangan Sclerotium sp. dilaporkan serius hanya

pada beberapa jenis tanaman saja. Sclerotium sp. merupakan jamur tular tanah

yang dapat bertahan lama dalam bentuk sclerotia di dalam tanah, pupuk kandang, dan sisa-sisa tanaman sakit. Disamping itu jamur tersebut dapat menyebar melalui air irigasi dan benih. Pada lahan yang ditanami secara terus menerus dengan

tanaman inang dari Sclerotium sp. akan beresiko tinggi terserang oleh

Sclerotium sp. yang dapat berakibat turunnya produksi (Timper et al. 2001).

Gambar 2.3. (A) Gejala penyakit busuk leher akar dan (B) karakteristik morfologi

miselium jamur S. rolfsii miselium pada permukaan batang tanaman

(Sukamto et al. 2013).

Penyakit busuk leher akar ini disebabkan oleh jamur S. rolfsii. Pada

tanaman terlihat gejala layu dan pada pangkal batangnya terlihat luka berwarna


(26)

coklat lembut. Pada luka tersebut tumbuh jamur berbentuk butiran kecil-kecil lonjong atau bulat yang berwarna putih, selanjutnya butiran akan berubah warna menjadi coklat. Pada akhirnya tanaman akan layu dan mati. Akar merupakan bagian yang sangat penting bagi pertumbuhan suatu tanaman terutama untuk penyerapan unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman, oleh sebab itu upaya perlindungan sangat dibutuhkan sejak awal. Sehat tidaknya akar akan mempengaruhi tingkat produksi tanaman itu sendiri.

Gejala yang ditimbulkan oleh jamur patogen seperti S.rolfsii yang diuji pada kecambah wijen menunjukkan gejala layu yang diikuti kematian kecambah.

Ciri khas serangan S. rolfsii adalah adanya miselia berwarna putih kapas di

sekitar luka (Yulianti et al. 2001). Brooke dan Mark (2003) menyatakan bahwa

lingkungan yang mendukung ketahanan hidup S. rolfsii selain aerasi, suhu, dan

kelembapan tanah juga adanya bahan organik. Selain itu keberadaan asam fenolat di dalam tanah diperlukan oleh S. rolfsii untuk pertahanan diri dari serangan

mikroorganisme lain didalam tanah dimana asam fenolat ini diproduksi oleh S.

rolfsii jika memperoleh nutrisi yang cukup (Sarma dan Singh, 2002). Penghambatan yang dilakukan oleh isolat bakteri kitinolitik mengakibatkan

terbentuknya pertumbuhan abnormal pada hifa S. rolfsii, hal ini akibat aktivitas

antagonis bakteri tersebut (Malinda et al. 2013)

2.5 Media Pembawa

Bahan pembawa atau carrier merupakan bahan tempat membawa

sel hidup atau mikroba tertentu yang diinokulasikan di dalamnya dengan tujuan agar tetap hidup selama jangka waktu tertentu. Pupuk hayati merupakan pupuk yang telah diinokulasikan dengan mikroba hidup yang kemudian akan membantu tanaman dalam menyediakan unsur hara tertentu yang diperlukan. Itu sebabnya pupuk hayati disebut juga sebagai pupuk mikrob atau sebagai media pembawa

inokulan. Bahan pembawa perlu disterilisasi untuk menghindari adanya

pertumbuhan mikrob indigenus (Putri, 2011).

Gambut merupakan bahan pembawa yang banyak digunakan untuk pupuk hayati. Lahan gambut dapat dijumpai dalam suatu lingkungan rawa yang


(27)

terletak dibelakang tanggul sungai, sehingga lahan ini selalu tergenang air dan

tanah yang terbentuk merupakan tanah yang belum berkembang (Noviana et al.

2009). Tanah gambut di Indonesia memiliki kisaran pH 2,8-4,5, kadar bahan organik dan nitrogen yang tinggi disebabkan tanah gambut berasal dari sisa-sisa tumbuhan. Dengan perbandingan C/N yang tinggi, apabila tanah gambut direklamasi maka sebagian besar unsur N akan diambil oleh jasad renik sebagai sumber energi dalam proses pelapukan bahan organik sehingga ketersediaan hara bagi tanaman akan berkurang (Murayama dan Abu bakar, 1996). Pemanfaatan tanah gambut sebagai medium pembawa memiliki beberapa kelebihan seperti memiliki kapasitas memegang kelembaban yang tinggi dan kandungan materi organik yang tinggi yang sangat penting untuk kehidupan naungan kultur bakteri yang lebih baik (Situmorang, 2008).

Terdapat beberapa kendala yang sering dijumpai pada tanah gambut seperti (1) tanah yang memiliki pH asam yang berasal dari senyawa organik selama pelapukan sehingga dapat meracuni tanaman, terutama senyawa fenol; (2) kandungan hara mikro dan makro yang rendah; (3) kejenuhan basa yang rendah sehingga kation Ca, Mg dan K sulit tersedia bagi tanaman. Beberapa upaya yang dilakukan untuk memperbaiki kesuburan tanah gambut melalui pemupukan, pengapuran, penambahan abu (serbuk gergaji atau abu vulkan), pencampuran dengan bahan mineral seperti lumpur laut. Pengapuran dapat memperbaiki kesuburan tanah gambut dengan mengurangi tingkat keasaman tanah dan meningkatkan kandungan kation basa yaitu Ca dan Mg (Nurhayati, 2008). Kapur banyak mengandung unsur Ca tetapi pemberian kapur kedalam tanah bukan hanya karena tanah kekurangan uncur Ca tetapi karena tanah terlalu asam. Bentuk kapur ini biasanya seperti tepung halus.

Beberapa keuntungan penambahan kapur pada tanah masam antara lain:

1. Struktur tanahnya menjadi baik dan kehidupan mikroorganisme dalam tanah

menjadi lebih giat. Akibatnya daya melapuk bahan organik menjadi humus berjalan lebih cepat

2. Kelarutan zat-zat yang sifatnya meracuni tanaman menjadi menurun dan


(28)

3. Ditempat yang diberi kapur akan lebih leluasa ditanami berbagai jenis tanaman (Lingga dan Marsono, 1999)

Bahan lain yang digunakan sebagai media pembawa dalam penelitian ini adalah kompos janjang sawit. Kompos janjang sawit merupakan kompos yang diolah dari tandan kosong kelapa sawit yang dicacah kemudian disiram dengan limbah kelapa sawit cair dan dibiarkan untuk beberapa waktu. Proses pengomposannya sendiri bersifat aerobik dan tanpa memerlukan mikroorganisme tambahan dari luar. Kompos yang telah diolah mengandung berbagai nutrisi penting yang dibutuhkan tanaman (Situmorang, 2008). Pemanfaatan kompos tersebut sebagai media pembawa diharapkan dapat meningkatkan daya hidup

bakteri Bacillus sp. BK17 dan NR09 sekaligus dapat meningkatkan fungsi

kompos janjang sawit sebagai pupuk hayati. Kandungan utama dalam kompos janjang sawit adalah bahan organik yang mampu memperbaiki kondisi tanah, memiliki unsur nitrogen, fosfor, kalium, kalsium dan magnesium (Lingga, 1993).

Beberapa keuntungan sifat kompos janjang sawit antara lain:

1. Memperbaiki struktur tanah berlempung sehingga menjadi ringan

2. Memperbesar daya ikat tanah berpasir sehingga tanah tidak berderai

3. Menambah daya ikat air pada tanah

4. Memperbaiki draenase dan tata udara dalam tanah

5. Mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara

6. Mengandung hara yang lengkap walaupun dengan jumlah yang sedikit

7. Membantu pelapukan bahan mineral

8. Memberi ketersediaan bahan makanan bagi mikroba

9. Menurunkan aktifitas mikroorganisme yang merugikan


(29)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2013 sampai dengan Maret 2014 di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Sentral, Departemen Biologi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara dan di Laboratorium Balai Penyidikan Dan Penelitian Veteriner Medan.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah 2 jenis isolat

bakteri kitinolitik Bacillus sp. BK17 koleksi Laboratorium Mikrobiologi FMIPA

USU dan NR09 hasil isolasi dari kulit udang (Batubara, 2013), 2 jenis jamur

patogen yaitu F. oxysporum dan S. rolfsii koleksi Laboratorium Mikrobiologi

FMIPA USU, 4 jenis media pembawa berupa tanah gambut (G), kompos janjang sawit (JS), campuran JS + 2% koloidal kitin, campuran G + 2% koloidal kitin, dan

bibit cabai (Capsicum annuum L.) komersil, CaCO3

Alat-alat yang digunakan adalah nampan plastik, petridisk, tabung reaksi, erlenmeyer, inkubator, jarum ose, bunsen, gelas beaker, pipet mikro, gelas ukur,

spatula, pipet volum, propipet, kertas saring, corong, hot plate, vorteks, pinset,

stirer, jangka sorong, autoklave, shaker water bath, oven, timbangan analitik,

sentrifugasi, spektrofotometer, gunting, aluminium foil, plastic wrap.

10% (Larasati et al., 2012). Media pertumbuhan yang diperlukan untuk perkembangbiakan mikroba adalah media potato dextrose agar (PDA), nutrient broth (NB), nutrient agar (NA) dan glucose yeast broth (GYB), Medium garam minimum + 2% molase (MGMM), media garam minimum + 20 ml koloidal kitin (MGMK), larutan Mc Farland, alkohol 95% serta aquades.


(30)

3.3 Persiapan Media Pembawa

Media pembawa yang digunakan adalah gambut dan kompos janjang sawit. Tanah gambut yang digunakan diukur pH nya. Untuk meningkatkan pH

dilakukan dengan penambahan CaCO3

Media yang digunakan untuk perbanyakan sel adalah molase-sodium nitrat yang dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi media garam minimum, kemudian dikocok. Sumber karbon yang digunakan adalah molase 2% dan

sumber nitrogen adalah sodium nitrat 0,3% (Nasrah et al. 2012) pH disesuaikan

menjadi 6,5-7. Media dipanaskan di atas penangas dan disterilkan dengan otoklaf. 10% sehingga diperoleh media pembawa

gambut dengan pH sekitar 7-7,4 (Larasati et al., 2012). Tanah gambut dan tanah

gambut yang ditambahkan dengan koloidal kitin 2%, kompos janjang sawit dan kompos janjang sawit dengan penambahan koloidal kitin 2% kemudian di strerilisasi dengan otoklaf selama 15 menit.

Isolat bakteri kitinolitik Bacillus sp. BK17 dan NR09 yang telah

disubkultur dimasukkan dalam media garam minimum molase-sodium nitrat (MGMM) cair sebanyak 100 ml dan kemudian diinkubasi selama ± 2 hari untuk

Bacillus sp. BK17 (Nasrah et al. 2012) dan 1 hari untuk NR09 (Batubara, 2013)

sehingga diperoleh suspensi bakteri dengan kerapatan sel ≈ 108

Kombinasi media pembawa bakteri NR09 dan Bacillus sp. BK17 sebagai

berikut:

sel/ml. Kultur bakteri yang telah diinkubasi kemudian dicampurkan dengan 500 g pada masing-masing media pembawa dan disimpan dalam suhu ruang selama 1 bulan, 2 bulan dan 3 bulan. Setelah penyimpanan selama 1 bulan, 2 bulan dan 3 bulan diambil sebanyak 10 g kemudian dicampur dengan media tumbuh cabai lalu ditanami 20 biji bibit cabai merah.

1. GB : Gambut + Bacillus sp. BK17

2. GN : Gambut + NR09

3. GKB : Gambut + Koloidal kitin 2% + Bacillus sp. BK17

4. GKN : Gambut + Koloidal Kitin 2% + NR09

5. JB : Kompos Janjang Sawit + Bacillus sp. BK17


(31)

7. JKB : Kompos Janjang Sawit + Koloidal Kitin 2% + Bacillus sp. BK17

8. JKN : Kompos Janjang Sawit + Koloidal Kitin 2% + NR09

Kombinasi media pembawa bakteri NR09 dan Bacillus sp. BK17 pada

Penginokulasin jamur S. Rolfsii sebagai berikut: 1. SGB : S. Rolfsii + Gambut + Bacillus sp. BK17 2. SGN : S. Rolfsii + Gambut + NR09

3. SGKB : S. Rolfsii + Gambut + Koloidal kitin 2% + Bacillus sp. BK17

4. SGKN : S. Rolfsii + Gambut + Koloidal Kitin 2% + NR09

5. SJB : S. Rolfsii + Kompos Janjang Sawit + Bacillus sp. BK17 6. SJN : S. Rolfsii + Kompos Janjang Sawit + NR09

7. SJKB : S. Rolfsii + Kompos Janjang Sawit + Koloidal Kitin 2% +

Bacillus sp. BK17

8. SJKN : S. Rolfsii + Kompos Janjang Sawit + Koloidal Kitin 2% + NR09

Kombinasi pembawa bakteri NR09 dan Bacillus sp. BK17 Pada

Penginokulasian Jamur F. oxysporum sebagai berikut:

1. FGB : F. oxysporum + Gambut + Bacillus sp. BK17 2. FGN : F. oxysporum + Gambut + NR09

3. FGKB : F. oxysporum + Gambut + Koloidal kitin 2% + Bacillus sp. BK17

4. FGKN : F. oxysporum + Gambut + Koloidal Kitin 2% + NR09

5. FJB : F. oxysporum + Kompos Janjang Sawit + Bacillus sp. BK17 6. FJN : F. oxysporum + Kompos Janjang Sawit + NR09

7. FJKB : F. oxysporum + Kompos Janjang Sawit + Koloidal Kitin 2% +

Bacillus sp. BK17

8. FJKN : F. oxysporum + Kompos Janjang Sawit + Koloidal Kitin 2% +

NR09

Kontrol (-) : Media tumbuh saja tanpa penginokulasin jamur patogen ataupun


(32)

3.4Perhitungan Jumlah Sel Bakteri Dalam Media Pembawa

Media pembawa yang telah dicampurkan dengan kultur bakteri kitinolitik diambil sebanyak 1 g kemudian dibuat pengenceran seri. Jumlah sel yang hidup dihitung dengan menyebarkan 1 ml hasil pengenceran kedalam media MGMK. Penghitungan ini dilakukan pada 0 hari, 30 hari, 60 hari dan 90 hari. Setelah media pembawa disiapkan, diambil 10 g dan dicampurkan dengan cara diaduk dengan media tumbuh secara merata, lalu diambil 1 g kembali untuk dihitung jumlah sel bakteri yang hidup pada media tumbuh tersebut. Data jumlah sel (cfu/g) ditampilkan dalam bentuk nilai logaritma.

3.5Penghambatan Serangan Jamur Patogen pada Benih Cabai

Biakan jamur patogen F. oxysporum dan S. rolfsii yang sudah

diremajakan di cawan petri diinokulasikan pada 80 ml media GYB dalam labu

erlenmeyer 200 ml, kultur diinkubasi selama 7 hari pada suhu kamar (Nasrah et

al. 2012). Setelah jamur patogen berumur 7 hari, kultur dicampur dengan 4 kg

media tumbuh campuran tanah dan kompos steril (3:1) dalam nampan plastik berukuran 30 cm x 38 cm x 7 cm. Sebanyak 10 g media pembawa yang telah diinokulasikan bakteri kitinolitik dicampurkan pada media tumbuh secara merata. Sebanyak 20 benih cabai ditanam ke dalam tiap nampan. Pengamatan dilakukan selama 30 hari.

Parameter yang diamati adalah tanaman yang terserang jamur patogen, tinggi tanaman, jumlah daun, dan berat kering kecambah selama persemaian 30 hari. Persentase tanaman yang terserang jamur patogen dilakukan dengan cara menjumlahkan tanaman yang rebah, abnormal dan tidak tumbuh dibagi jumlah tanaman yang tumbuh normal dikali 100%. Perhitungan tinggi tanaman dilakukan dengan mengukur tinggi tanaman mulai dari ujung akar sampai ujung batang kecambah, perhitungan jumlah daun dilakukan dengan menghitung jumlah helai daun yang tumbuh pada tiap kecambah. Untuk berat keringnya dihitung setelah berat basah nya ditimbang kemudian dimasukkan kedalam oven dengan suhu 100 °C selama 24 jam lalu ditimbang berat keringnya sampai beratnya konstan.


(33)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Viabilitas Bakteri NR09 dan Bacillus sp. BK17 Pada Berbagai Media Pembawa

Penelitian ini menggunakan media pembawa tanah gambut, tanah gambut dengan penambahan koloidal kitin 2%, kompos janjang sawit dan kompos janjang sawit dengan penambahan koloidal kitin 2%. Uji kemampuan hidup mikroba didasarkan pada daya viabilitas dan jumlah koloni populasi bakteri dalam media pembawa. Penentuan daya viabilitas bakteri pada media pembawa dilakukan dengan menghitung jumlah sel yang hidup dalam media MGMK. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan adanya perubahan jumlah populasi akibat pertumbuhan maupun kematian sel yang dapat dilihat dari masa simpan media pembawa selama 4 tahap (90 hari) yang terlihat meningkat (Gambar 4.1.1).

Gambar 4.1 Histogram kepadatan populasi bakteri NR09 dan Bacillus sp. BK17

(log jumlah sel/g) pada 4 jenis media pembawa selama masa simpan 90 hari


(34)

Pada media pembawa gambut Bacillus sp. BK17 mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan NR09. Dari hari ke-0 sampai

hari ke-90 masa simpan, Bacillus sp. BK17 mengalami pertumbuhan yang lebih

pesat dengan jumlah sel bakteri 9,80 dibandingkan dengan NR09 dengan jumlah sel bakteri 9,76. Jika dibandingkan dengan media pembawa gambut yang ditambahkan dengan koloidal kitin 2% terlihat pertumbuhan NR09 lebih tinggi

dibandingkan dengan Bacillus sp. BK17. Pada hari ke-0 sampai hari ke-90, NR09

mengalami pertumbuhan yang lebih pesat dengan jumlah sel bakteri 9,70 daripada

Bacillus sp. BK17 dengan jumlah sel bakteri 9,60. Dari pengamatan tersebut dapat diasumsikan penambahan koloidal kitin 2% pada tanah gambut mempengaruhi

pertumbuhan NR09 dan tidak mempengaruhi pertumbuhan bakteri Bacillus sp.

BK17. Isolat NR09 merupakan isolat yang berasal dari limbah kulit udang (Batubara, 2013).

Dari masa simpan media pembawa yang menggunakan kompos janjang

sawit dapat diketahui pertumbuhan bakteri NR09 dan Bacillus sp. BK17

mengalami pertumbuhan yang meningkat. Dari hari ke-0 sampai hari ke-90

Bacillus sp. BK17 mengalami pertumbuhan yang lebih pesat dengan jumlah sel bakteri 9,62 daripada NR09 dengan jumlah sel bakteri 9,56. Jika dibandingkan dengan media pembawa kompos janjang sawit yang ditambahkan dengan kitin 2%, Bacillus sp. BK17 dan NR09 mengalami pertumbuhan yang lebih rendah pada hari ke-90. NR09 mengalami pertumbuhan dengan jumlah sel bakteri 9,60

sedangkan Bacillus sp.BK17 mengalami pertumbuhan dengan jumlah sel bakteri

9,50.

Berdasarkan masa simpan media pembawa antara gambut dengan kompos janjang sawit dapat diketahui pertumbuhan bakteri yang lebih tinggi

dimiliki oleh bakteri Bacillus sp. BK17 pada media pembawa gambut dengan

jumlah sel bakteri 9,80, diikuti dengan jumlah bakteri yang sama pada media pembawa kompos janjang sawit dengan jumlah sel bakteri 9,62. Viabilitas dan stabilisasi populasi pada bahan pembawa gambut dan kompos janjang sawit tinggi atau bahkan sel dapat tumbuh dengan baik pada media pembawa tersebut.


(35)

Viabilitas bakteri pada bahan pembawa gambut dipengaruhi oleh bahan organik berupa partikel mudah larut seperti karbohidrat, protein, dan asam organik yang terdapat pada gambut. Bahan-bahan ini merupakan sumber karbon dan energi utama bagi aktifitas metabolisme mikroorganisme dalam gambut. Selain itu viabilitas bakteri yang baik dan stabil ditentukan pula oleh kemampuan media pembawa mempertahankan kandungan air, pH yang netral serta kemampuan bakteri untuk memanfaatkan sumber karbon dan sumber energi yang ada pada media pembawa serta strategi bertahan bakteri dengan menggunakan mekanisme efisiensi yang dimiliki oleh bakteri itu sendiri (Jasinski, 2000).

Ambak dan Melling (2000) menyatakan tanah gambut merupakan bahan pembawa yang umum digunakan sebagai media pembawa mikroba pada pembuatan pupuk hayati karena mengandung serasah organik yang tinggi. Hal ini memungkinkan tersedianya nutrisi yang diperlukan dalam pertumbuhan mikroba. Tanah gambut mempunyai porositas yang tinggi (75-95%) sehingga mudah menyimpan air. Penambahan inokulum yang berupa kultur cair ke dalam media pembawa gambut menyebabkan antar partikel tanah gambut saling berikatan dan mengikat cairan inokulum membentuk suatu partikel berukuran lebih besar sehingga tercipta rongga-rongga udara dalam botol sampel yang baik untuk aerasi bakteri sehingga proses metabolisme bakteri berjalan dengan lancar. Apabila proses ini berjalan optimal dengan adanya faktor pendukung pertumbuhan mikroba dapat bertahan hidup atau bahkan tumbuh dengan baik pada media pembawa gambut.

Menurut penelitian Handayani (2009), bahan pembawa gambut mampu

mempertahankan viabilitas Bradyrhizobium japonicum pada penyimpanan suhu

100C. Hidayati (2009) juga menyatakan bahwa viabilitas mikrob (Bacillus sp.,

Pseudomonas sp., Azospirillum sp., dan Azotobacter sp.) dalam bahan pembawa gambut mampu dipertahankan hingga masa penyimpanan 6 bulan. Gambut banyak digunakan sebagai bahan pembawa karena memiliki beberapa sifat yaitu tidak menimbulkan racun pada bakteri yang diinokulasikan, mudah diaplikasikan, memiliki kapasitas penyerapan air yang baik, memiliki tekstur material yang tidak bergumpal, keberadaannya tersedia di alam, memiliki pelekatan yang baik


(36)

terhadap biji, dan memiliki kapasitas penyangga pH yang baik (Danapriatna et al.,

2011). Viabilitas bakteri dalam gambut didukung dengan tingginya kapasitas tukar kation 115-270 cmol/kg, rasio C/N yang tinggi yaitu 24-33,4. Selain itu pengapuran yang dilakukan dapat meningkatkan ketersediaan Ca, Mg, P, dan Mo. Rahayu (2011) menyatakan kompos janjang sawit memiliki kadar air, kadar C-organik, dan kadar fosfor yang telah mendekati standar SNI. Kompos janjang sawit memiliki kandungan unsur kalium 3,45%, fosfor 0,022%, karbon organik (C organik) 29,76% dan kandungan air 54,39%. Oleh sebab itu kompos janjang sawit dapat menyediakan unsur nutrisi bagi bakteri untuk dapat bertahan hidup bahkan untuk berkembang.

4.2. Viabilitas Bakteri NR09 dan Bacillus sp. BK17 Dalam Berbagai Media Tumbuh

Kemampuan bakteri hidup dalam media tumbuh yang telah diinokulasi

konidia F. oxysporum dan S. rolfsii pada media tumbuh diukur pada hari ke-0 dan

hari ke-30 masa semai bibit menggunakan media agar MGMK. Jumlah bakteri pada media pembawa gambut menunjukkan bahwa pada setiap tahapnya jumlah sel mengalami peningkatan. Jumlah koloni bakteri setiap isolat mengalami peningkatan yang tidak berbeda jauh (Tabel 4.2.1). Namun dapat dilihat jumlah koloni bakteri paling tinggi terdapat pada tahap ke-4 hari ke-30 yaitu pada SGN dengan jumlah sel bakteri 7,46.

Jumlah bakteri pengendali pada media pembawa gambut dengan penambahan kitin 2% pada setiap tahapnya juga mengalami peningkatan. Jumlah koloni bakteri yang paling banyak terdapat pada tahap ke-4 hari ke-30 yaitu pada GKN dengan jumlah sel bakteri 7,54. Sama halnya dengan jumlah bakteri pada gambut, pada media pembawa kompos janjang sawit setiap tahapnya juga mengalami peningkatan. Jumlah koloni bakteri yang paling banyak terdapat pada isolat FJN dengan jumlah sel bakteri 7,78, sedangkan jumlah bakteri pada media pembawa kompos janjang sawit dengan penambahan kitin 2% mengalami peningkatan yang tidak berbeda jauh. Koloni bakteri terbanyak terdapat pada SJKN dengan nilai rata-rata 7,76.


(37)

Tabel 4.2. Hasil perhitungan jumlah populasi bakteri NR09 dan Bacillus sp. BK17 pada media tumbuh dengan penambahan berbagai jenis media pembawa

Kontrol S.rolfsii F.oxysporum

GB GKB GN GKN JB JKB JN JKN SGB SGKB SGN SGKN SJB SJKB SJN SJKN FGB FGKB FGN FGKN FJB FJKB FJN FJKN

TAHAP 1 HARI

KE

0 6,99 7,14 6,89 6,98 7,22 7,22 7,05 7,14 7,06 6,42 6,63 6,37 6,67 7,08 6,33 6,33 6,99 6,73 6,50 6,35 6,87 6,60 6,60 6,66

30 7,33 7,20 7,28 7,37 7,35 7,23 7,39 7,18 7,32 7,31 7,34 7,48 7,23 7,13 7,36 7,10 7,33 7,28 7,38 7,00 7,28 7,05 7,17 7,22

TAHAP 2 HARI

KE

0 7,45 7,10 7,16 7,13 7,07 7,08 7,08 6,91 7,27 7,28 7,38 7,30 7,56 7,41 7,26 7,27 7,45 7,22 7,19 7,41 7,55 7,50 7,31 7,12

30 7,45 7,10 7,08 7,41 7,29 7,14 7,13 7,24 7,17 7,23 7,40 7,41 7,22 7,25 7,23 7,24 7,45 7,07 7,45 7,82 7,26 7,15 7,45 7,19

TAHAP 3 HARI

KE

0 7,52 7,39 7,60 7,43 7,46 7,44 7,51 7,73 7,34 7,36 7,35 7,38 7,30 7,52 7,46 7,47 7,61 7,48 7,65 7,55 7,46 7,39 7,64 7,65

30 7,76 7,72 7,87 7,73 7,72 7,74 7,78 7,89 7,64 7,6 7,63 7,68 7,55 7,65 7,78 7,74 7,67 7,65 7,8 7,76 7,64 7,6 7,78 7,78

TAHAP 4 HARI

KE

0 7,19 7,05 7,12 7,26 6,93 6,93 7,11 7,12 7,11 7,10 7,35 7,41 7,18 7,17 7,44 7,49 7,10 7,08 7,11 7,17 7,29 7,33 7,59 7,43


(38)

Jumlah bakteri menunjukkan perubahan dan perbedaan jumlah populasi akibat pertumbuhan maupun kematian sel bakteri pengendali pada saat penghambatan pertumbuhan jamur patogen. Hal ini disebabkan bakteri mengalami fase adaptasi pada saat dicampurkan dengan media tumbuh yang telah terserang jamur patogen. Perbedaan karakteristik media kontras antara media pembawa terdapat pertumbuhan awal dengan media tumbuh yang telah terserang jamur patogen akan menyebabkan kematian sel-sel yang tidak adaptif. Sel-sel bakteri akan berkompetisi dalam mendapatkan nutrient dan komponen lain yang esensial (seperti air dan oksigen) untuk mendukung pertumbuhannya (Noviana dan Raharjo, 2009).

4.3. Pertumbuhan Bibit Cabai

Secara umum pertumbuhan bibit cabai pada perlakuan pemberian bakteri dalam media pembawa baik yang tidak ditambah kitin maupun yang ditambah kitin menunjukkan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (-), perlakuan benih tanpa pemberian jamur dan bakteri. Pemberian kitin (GKB, GKN, JKB, dan JKN) tidak mempengaruhi pertumbuhan benih terlihat dari hasil pertumbuhan yang kurang lebih sama dengan pertumbuhan benih pada media

tanpa kitin (GB, GN, JB, dan JN) (Gambar 4.3). Yulianti et al., (2012)

menyatakan pemberian serbuk kulit rajungan yang mengandung kitin 30% ke

dalam tanah yang tidak terinfeksi jamur patogen R. solani juga menyebabkan

benih kapas tidak berkecambah, atau jika berkecambah pertumbuhannya terhambat. Hal ini kemungkinan disebabkan kandungan kitin yang tinggi belum mampu terdegradasi selama masa inkubasi 1,2, dan 3 bulan.

Dari hasil perlakuan dengan pemberian F. oxysporum dan bakteri dalam

janjang sawit terlihat jumlah benih yang lebih banyak tumbuh terdapat pada FJKN dengan persentase pertumbuhan 78,9% dibandingkan dengan pertumbuhan benih

pada tanah yang hanya diinokulasikan dengan jamur F. oxysporum saja. Pada

perlakuan dengan pemberian S. rolfsii terlihat jumlah benih yang tumbuh yang


(39)

dengan pertumbuhan benih yang hanya diinokulasikan dengan jamur S. rolfsii

saja.

Perbandingan pertumbuhan benih pada setiap media pembawa terlihat berbeda. Pada media pembawa gambut, benih yang lebih banyak tumbuh terdapat pada GN dengan persentase pertumbuhan 99,4%. Namun dari hasil perlakuan

dengan pemberian jamur patogen F. oxysporum benih yang lebih banyak tumbuh

terdapat pada FGN dengan persentase pertumbuhan 74,4%, dan dari hasil

perlakuan dengan pemberian jamur patogen S. rolfsii terlihat pertumbuhan benih

pada SGN memiliki persentase 83%. Pertumbuhan benih yang paling rendah terdapat pada FGB dengan persentase pertumbuhan 69,7%.

Pada media pembawa gambut dengan penambahan kitin 2% pertumbuhan tanaman yang paling baik terdapat pada GKN dan GKB dengan

persentase pertumbuhan 98,1%. Dari perlakuan dengan pemberian jamur F.

oxysporum benih yang lebih banyak tumbuh terdapat pada FGKN dengan persentase pertumbuhan 77,4%. Hasil perlakuan dengan pemberian jamur patogen

S. rolfsii terlihat pertumbuhan benih yang paling baik terdapat pada SGKB dengan persentase pertumbuhan 84,6%. Pertumbuhan benih yang paling rendah terdapat pada FGKB dengan persentase pertumbuhan 58,7%.

Pada penambahan media pembawa kompos janjang sawit pertumbuhan tanaman yang paling baik terdapat pada JN dengan persentase pertumbuhan

97,5%. Dari perlakuan dengan pemberian jamur F. oxysporum benih yang lebih

banyak tumbuh terdapat pada FJN dengan persentase pertumbuhan 77,4% dan

dari hasil perlakuan dengan pemberian jamur patogen S. rolfsii terlihat

pertumbuhan benih yang paling baik terdapat pada SJB dengan persentase pertumbuhan 86,6%. Pertumbuhan benih yang paling rendah terdapat pada FJB dengan persentase pertumbuhan 76,4%.

Pada media pembawa kompos janjang sawit dengan penambahan kitin 2% pertumbuhan tanaman yang paling baik terdapat pada JKB dan JKN dengan

persentase pertumbuhan 99,4%. Dari perlakuan dengan pemberian jamur F.

oxysporum benih yang lebih banyak tumbuh terdapat pada FJKN dengan persentase pertumbuhan 78,9% dan dari hasil perlakuan dengan pemberian jamur


(40)

patogen S. rolfsii terlihat pertumbuhan benih yang paling baik terdapat pada SJKN dengan persentase pertumbuhan 85,1%. Pertumbuhan benih yang paling rendah terdapat pada FJKB dengan persentase pertumbuhan 66,9%. Banyaknya benih yang tidak tumbuh pada perlakuan kontrol (-) pada tahap ke-2 mungkin disebabkan adanya kontaminasi dalam penanganan. Gejala yang tumbuh menunjukkan gejala yang sama pada perlakuan pemberian jamur patogen.

Kemampuan menurunkan serangan F. oxysporum dan S. rolfsii oleh

NR09 dan Bacillus sp. BK17 tidak lepas dari kemampuan bakteri menghasilkan

enzim kitinase (Suryanto et al., 2010; Batubara, 2013). Kitinase bersama dengan

glukanase menunjukkan protein antifungi yang dapat melisis dinding sel jamur

sehingga pertumbuhan jamur terhambat (Holetz et al., 2002) sehingga serangan

jamur terhadap benih cabai juga menurun.

Efek layu fusarium pada pertumbuhan tanaman terjadi karena jamur menghalangi transportasi air dan nutrisi pada tanaman yang terinfeksi. Hal ini berakibat pada perubahan sifat morfologis dan fisiologis tanaman. Efek layu fusarium ini mempengaruhi tinggi tanaman, berat kering tanaman dan jumlah

daun bibit cabai. Dengan menghambat pertumbuhan jamur patogen S. rolfsii dan

F. oxysporum pada bibit cabai, isolat bakteri kitinolitik mampu mempertahankan tinggi tanaman dan bobot kering tanaman namun tidak mempengaruhi jumlah daun tanaman (Suryanto et al., 2010).

Tumbuh dalam nampan kecil selama 30 hari kemungkinan mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara keseluruhan. Dalam pertanian pada umumnya tanaman yang telah berumur ±10 hari akan dipindahkan secara individual dalam polibag.


(41)

(42)

4.4. Penghambatan Serangan Jamur Patogen F. oxysporum dan S. rolfsii

oleh Bakteri KitinolitikPada Benih Cabai Merah

Secara umum dari hasil pengamatan, perbandingan penghambatan serangan jamur patogen pada masing-masing media pembawa terlihat berbeda. Penghambatan serangan jamur patogen dihitung berdasarkan kemampuan bakteri dalam menurunkan jumlah benih yang tidak tumbuh, rebah kecambah dan benih yang tumbuh secara abnormal. Pada perlakuan dengan pemberian jamur patogen

saja menunjukkan potensi serangan terhadap benih cabai akibat F.oxysporum

mencapai persentase 45,7%. Pada penginokulasian jamur S. rolfsii mencapai

persentase 49,5%. Tingginya persentase serangan jamur patogen terhadap tanaman cabai diakibatkan tidak ditemukannya mikroorganisme yang mampu menghambat dan mengendalikan pertumbuhan jamur patogen tersebut.

Berdasarkan hasil pengamatan dengan pemberian 4 jenis media pembawa pada media tumbuh yang terinfeksi jamur patogen terlihat perbedaan kemampuan dari masing-masing bakteri dalam menghambat pertumbuhan jamur patogen. Penghambatan serangan jamur patogen yang paling tinggi dilihat dari rendahnya

serangan jamur pada benih. Penghambatan serangan jamur patogen S. rolfsii oleh

bakteri kitinolitik dapat dilihat yang paling tinggi terdapat pada SGKB dengan persentase serangan hanya mencapai 16,5% pada benih dan penghambatan

serangan jamur F. oxysporum oleh bakteri kitinolitik yang paling tinggi terdapat

pada FJKB dengan persentase serangan hanya mencapai 21,7% pada benih. Rendahnya serangan jamur patogen pada benih menunjukkan kemampuan bakteri

NR09 dan Bacillus sp. BK17 dalam menghambat dan mengendalikan

pertumbuhanan F. oxysporum danS. rolfsii pada benih cabai (Gambar 4.4.1).

Dari hasil pengamatan penghambatan serangan jamur patogen oleh bakteri kitinolitik terlihat berbeda pada tiap media pembawa. Pada media pembawa gambut penghambatan serangan jamur patogen yang paling tinggi terdapat pada SGN dengan persentase serangan hanya 20,4% dan penghambatan serangan jamur patogen yang paling rendah terdapat pada FGB dengan persentase serangan jamur mencapai 34,5%.


(43)

Pada media pembawa gambut dengan penambahan kitin 2%, penghambatan serangan jamur oleh bakteri kitinolitik yang paling tinggi terdapat pada SGKB dengan persentase serangan jamur hanya 16,5% dan penghambatan serangan yang paling rendah terdapat pada FGKB, dilihat dari persentase serangan mencapai 26%.

Pada media pembawa kompos janjang sawit penghambatan serangan jamur oleh bakteri kitinolitik yang paling tinggi terdapat pada SJB dengan persentase serangan hanya 20,7% dan penghambatan serangan jamur yang paling rendah terdapat pada SJN dengan persentase serangan hingga mencapai 29,7%. Pada media pembawa kompos janjang sawit dengan penambahan kitin 2% penghambatan serangan jamur patogen oleh bakteri kitinolitik yang paling tinggi terdapat pada SJKN dengan persentase serangan hanya 17,1% dan penghambatan serangan jamur yang paling rendah terdapat pada FJKN dengan persentase serangan 23,2%.

Tinggi dan rendahnya penghambatan serangan jamur S. rolfsii dan F.

oxysporum menunjukkan kemampuan bakteri NR09 dan Bacillus sp. BK17 dalam menghambat dan mengendalikan pertumbuhan jamur patogen tersebut. Hal ini berkaitan dengan kemampuan bakteri kitinolitik dalam menghasilkan enzim kitinase yang digunakan dalam melisis dinding sel jamur yang juga terdiri dari kitin. Protein antijamur dan metabolit seperti hidrolase glikosil lainnya, pengikatan kitin, protein dan antibiotik juga memungkinkan keterlibatan dalam

menekan serangan jamur pada bibit cabai (Suryanto et al., 2010).

Gejala-gejala yang tampak pada tanaman yang terinfeksi seperti daun yang menguning berubah menjadi coklat dan rapuh, batang yang layu kemudian akan mengering, pertumbuhan bibit yang kerdil, dan bentuk daun maupun bentuk batang yang abnormal. Hasil reisolasi dari tanaman yang terinfeksi menunjukkan

gejala yang sama yang membuktikan bahwa jamur patogen S. rolfsii dan F.

oxysporum penyebab penyakit pada tanaman cabai. Suryanto et al., (2010) menjelaskan bibit yang terinfeksi oleh jamur patogen menunjukkan gejala seperti batang kecil, daun mungil dan bentuk yang abnormal, kemudian akan layu dan kering.


(44)

Gambar 4.4.1. Grafik penghambatan serangan jamur S. rolfsii danF. oxysporum oleh bakteri kitinolitik terhadap bibit cabai selama 30 hari masa semai dengan pemberian masing-masing media pembawa


(45)

Hal ini didukung dengan gejala awal pada tanaman yang terserang S. rolfsii berupa nekrosis dan kelayuan pada daun. Gejala berikutnya terlihat kumpulan hifa berwarna putih pada jaringan yang terinfeksi dan dapat menimbulkan kebusukan pada pangkal batang (Widyanti, 2012). Pengaruh serangan jamur terhadap beberapa parameter tidak hanya menghambat daya berkecambah benih tetapi juga menghambat kecepatan berkecambah benih.

Herlina et al. (2004) juga menyebutkan gejala serangan jamur patogen dapat

dilihat dengan terjadinya pembusukan jaringan pembuluh angkut sehingga tampak kecoklatan, daun menguning dan akhirnya tanaman mati.

Lebih lanjut menurut Justice dan Bass (2002) serangan jamur dapat menyebabkan benih kehilangan viabilitas, peningkatan asam lemak bebas, penurunan kadar gula, menimbulkan bau tidak sedap, dan perubahan warna. Rendahnya daya kecambah benih akibat serangan jamur karena jamur telah mampu masuk ke dalam benih dan merusak embrio serta cadangan makanan benih. Rusaknya embrio serta cadangan makanan benih menyebabkan nutrisi untuk perkecambahan menjadi berkurang sehingga perkecambahan benih terhambat.

Pengamatan secara langsung menunjukkan perkecambahan benih yang terhambat menyebabkan pertumbuhan beberapa organ tumbuhan terganggu. Daun dan batang tanaman menjadi abnormal, infeksi bibit diawal persemaian sehingga tanaman tidak tumbuh dan rebah kecambah pada tanaman. Pertumbuhan panjang hipokotil dan akar yang tidak maksimal dimungkinkan karena nutrisi yang menunjang untuk pertumbuhan telah rusak oleh serangan jamur sehingga pertumbuhan tanaman terhambat atau bahkan mati (Gambar 4.4.2). Menurut Agrios (1997) serangan patogen penyakit rebah kecambah dapat berupa serangan

sebelum bibit muncul ke atas permukaan tanah (pre emergencedamping off) dan

setelah bibit muncul ke atas permukaan tanah (post emergencedamping off). Pada

umumnya bibit tanaman tua yang terserang penyakit akan mati dengan cepat. Dari gambaran keseluruhan perlakuan menggunakan bakteri terlihat

adanya penurunan serangan dibandingkan dengan benih yang diberi S. rolfsii dan


(46)

mikroorganisme seperti jamur dan bakteri (Suryanto, 2009). Bakteri kitinolitik sangat potensial digunakan sebagai pengendalian hayati terhadap jamur patogen maupun hama karena kedua organisme ini mempunyai komponen kitin pada dinding selnya. Aktivitas kitinase oleh bakteri kitinolitk dapat digunakan sebagai agen biokontrol jamur patogen karena dapat mendegradasi dinding sel jamur yang terdiri dari kitin dan telah dikaji peran kitinase ini sebagai antifungi (Holetz et al., 2002).

Jumlah bakteri dalam media pembawa yang dicampurkan dalam media

tumbuh mampu menghambat dan mengendalikan pertumbuhan jamur patogen S.

rolfsii dan F. oxysporum. Bakteri kitinolitik NR09 dan Bacillus sp. BK17 menghasilkan enzim kitinase yang mampu mendegradasi kitin yang terdapat pada

dinding sel jamur patogen tersebut. Ferniah et al., (2008) menjelaskan hasil

degradasi kitin berupa senyawa N asetil D glukosamin yang selanjutnya akan digunakan sebagai sumber nutrisi bagi bakteri. Mekanisme kerja enzim kitinase yang dihasilkan oleh bakteri kitinolitik dengan memotong bagian dalam molekul kitin dinding sel jamur dengan endokitinase dan dengan memotong ujung terminal-N (ujung amina) pada molekul kitin (Novitasari, 2013).

Gambar 4.4.2 (A) Tanaman cabai normal, (B) Tanaman cabai yang terinfeksi S.

rolfsii selama masa semai benih 30 hari dengan pemberian media

pembawa gambut, dan (C) Tanaman cabai terinfeksi F. oxysporum

selama masa semai benih 30 hari dengan pemberian media pembawa gambut


(47)

4.5. Pengaruh Perlakuan Terhadap Berat Kering

Berdasarkan hasil pengamatan pada pengukuran berat kering tanaman didapatkan hasil berat kering dari keempat media pembawa berbeda-beda. Pada media pembawa gambut berat kering yang paling tinggi terdapat pada FGN dengan nilai rata-rata 0,032 g. Pada media pembawa gambut dengan penambahan kitin 2% berat kering yang paling tinggi terdapat pada GKN dengan nilai rata-rata 0,034 g, sedangkan pada media pembawa kompos janjang sawit berat kering yang paling tinggi terdapat pada FJB dan FJN dengan nilai rata-rata 0,033 g. Pada media pembawa kompos janjang sawit dengan penambahan kitin 2% berat kering yang paling tinggi terdapat pada FJKB dan FJKN dengan nilai rata-rata 0,030 g.

Pada kontrol dengan penambahan jamur patogen S. rolfsii memiliki berat kering

yang paling tinggi 0,025 g, pada pemberian jamur F. oxysporum 0,019 g dan pada

kontrol (-) tanpa pemberian jamur patogen dan media pembawa memiliki berat kering paling tinggi 0,024 g (Gambar 4.5).

Dari perlakuan diketahui jamur patogen S. rolfsii dan F. oxysporum

mampu menginfeksi bibit baik diawal persemaian maupun setelah tanaman berkecambah dengan merusak embrio bibit cabai sehingga mempengaruhi berat kering tanaman tersebut. Prabowo, (2008) menunjukkan bahwa serangan jamur menyebabkan daya berkecambah, panjang hipokotil, panjang akar, dan berat kering menjadi lebih rendah dibandingkan kontrol. Justice dan Bass (2002) menyatakan serangan jamur juga menyebabkan berat segar dan berat kering kecambah rendah. Hal ini karena jamur telah merusak bagian dalam benih (embrio dan cadangan makanan) sehingga berat basah dan kering menurun. Prabowo (2008) juga menyatakan jamur menyebabkan rusaknya embrio sehingga menyebabkan penurunan daya berkecambah, panjang hipokotil, panjang akar, berat segar dan kering. Rusaknya struktur benih menganggu proses perkecambahan sehingga panjang hipokotil dan akar yang tumbuh menjadi lebih pendek dibandingkan kontrol. Rusaknya struktur benih juga mengakibatkan pertumbuhan kecambah menjadi kurang optimal sehingga berat keringnya berkurang.


(48)

(49)

4.6. Pengaruh Perlakuan Terhadap Tinggi Tanaman

Berdasarkan pengukuran tinggi tanaman diketahui bahwa pada media pembawa gambut tanaman tertinggi terdapat pada GB dengan rata-rata tinggi tanaman 21,4 cm. Pada media pembawa gambut dengan penambahan kitin 2% tanaman tertinggi terdapat pada GKB dengan rata-rata tinggi tanaman 21 cm. Pada media pembawa kompos janjang sawit, tanaman tertinggi terdapat pada FJB dengan rata-rata tinggi tanaman 20,4 cm dan pada media pembawa kompos janjang sawit dengan penambahan kitin 2% tanaman tertinggi terdapat pada JKN dengan rata-rata tinggi tanaman 23,4 cm. Pada kontrol penambahan jamur patogen

S. rolfsii memiliki nilai rata-rata tinggi tanaman 17,4 cm, sedangkan pada

pemberian jamur F. oxysporum memiliki rata-rata 16,5 cm dan pada kontrol (-)

tanpa pemberian jamur patogen dan media pembawa memiliki rata-rata tinggi tanaman 19,1 cm (Gambar 4.6).

Alcivar et al., 2007 menyatakan tinggi dan hasil tanaman berkurang bisa

terjadi karena penyakit, defisiensi unsur hara dan kompetisi dalam menyerap air yang tersedia. Tinggi tanaman yang lebih tinggi ditemukan pada kontrol pemberian isolat bakteri saja menunjukkan bahwa isolat bakteri yang digunakan tidak mengganggu pertumbuhan dan tidak bersifat patogen terhadap benih cabai yang ditanamn selama pengamatan. Di sisi lain bakteri menstimulasi mekanisme pertahanan dalam melindungi benih dari serangan jamur patogen. Tinggi tanaman sangat berkaitan dengan gejala yang muncul pada tanaman yang terinfeksi. Tanaman yang menunjukkan adanya gejala infeksi jamur akan mengalami gangguan dalam sistem metabolismenya hal ini akan menyebabkan terjadinya gangguan dalam pertumbuhan tanaman yang akan mempengaruhi tinggi tanaman (Agrios, 1996).

Mekanisme masuknya jamur patogen ke dalam jaringan tanaman yang mampu mempengaruhi tinggi tanaman dengan cara penetrasi dimana miselium menginfeksi bagian akar dan masuk hingga pembuluh xilem kemudian miselium fungi menghasilkan toksik dengan mensekresikan enzim selulotik dan asam oksalat yang menjadikan jaringan menjadi lunak sehingga tanaman cepat kehilangan air kemudian mati (Iskandar dan Wilesawati, 2005).


(50)

Gambar 4.6. Grafik nilai rata-rata penghitungan tinggi tanaman cabai pada 4 jenis media pembawa setelah masa semai 30 hari yang dihitung dari ujung daun tertinggi sampai ujung akar


(51)

4.7. Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah Daun

Selama masa tumbuh 30 hari pertumbuhan helai daun tanaman hampir sama. Berdasarkan parameter jumlah daun pada beberapa media pembawa dapat diketahui pada media pembawa gambut jumlah daun yang paling banyak terdapat pada SGN dengan rata-rata jumlah daun 5,5. Pada media pembawa gambut dengan penambahan kitin 2% jumlah daun lebih banyak terdapat pada GKN dengan rata-rata jumlah daun 4,9. Pada media pembawa kompos jumlah daun lebih banyak terdapat pada JN dengan nilai rata-rata jumlah daun 5,1, namun pada media pembawa kompos janjang sawit dengan penambahan kitin 2% jumlah daun lebih banyak terdapat pada JKN dengan nilai rata-rata jumlah daun 5,1. Pada

kontrol dengan penambahan jamur patogen S. rolfsii memiliki rata-rata jumlah

daun 4,5. Pada pemberian jamur F. oxysporum nilai rata-rata jumlah daun yang

tumbuh adalah 4,5, dan pada kontrol (-) tanpa penambahan jamur patogen dan media pembawa memiliki nilai rata-rata pertumbuhan daun 5 (Gambar 4.7.1).

Penambahan bakteri dalam media pembawa ke dalam media tumbuh tidak merusak pertumbuhan jumlah helai daun tanaman. Bakteri yang diberikan dapat menghambat serangan jamur patogen tanaman sehingga pertumbuhan helai tetap normal. Namun pada sebagian tanaman bentuk daun tanaman menjadi abnormal. Hal ini disebabkan infeksi mungkin terjadi pada awal persemaian bibit cabai (Gambar 4.7.2). Daun yang terinfeksi oleh jamur patogen menunjukkan gejala daun yang menguning, kemudian berubah menjadi coklat dan rapuh, ada juga bentuk daun yang kurus memanjang, keriting/bergelombang, dan ujung daun yang menggulung. Rukmana (2003) menjelaskan gejala visual yang disebabkan

infeksi F. oxysporum seperti warna daun tanaman memucat, pembuluh batang

berwarna coklat kemudian tanaman akan layu dan mati. Hal ini disebabkan miselium jamur patogen yang masuk kedalam berkas pembuluh xylem menghasilkan toksik sehingga tanaman kehilangan transportasi air dan unsur hara yang berakibat pada kematian tanaman. Namun dengan pemberian bakteri kitinolitik dalam media pembawa mampu menghambat infeksi tanaman yang lebih parah dengan cara melisis dinding sel jamur patogen dengan menggunakan enzim kitinase yang dihasilkannya.


(52)

Gambar 4.7.1. Grafik nilai rata-rata penghitungan jumlah daun tanaman cabai pada 4 jenis media pembawa setelah masa semai 30 hari dengan menghitung jumlah helai daun yang tumbuh


(53)

Gambar 4.7.2. Bentuk daun cabai pada masa semai 30 hari pada 4 jenis media pembawa. (A) Bentuk daun cabai normal, (B) Bentuk daun cabai abnormal akibat serangan S. rolfsii, dan (C) Bentuk daun cabai

abnormal akibat serangan F. oxysporum

Jamur patogen dapat menginfeksi jaringan pembuluh tanaman sehingga menyebabkan terjadinya penghambatan penyerapan air dan unsur hara. Pada gejala lanjut, daun-daun tanaman bagian bawah akan menguning dan tanaman

akan layu (Istifadah et al., 2008). Selama masa persemaian bibit 30 hari terdapat

beberapa tanaman yang mengalami pertumbuhan yang abnormal yang dicirikan dengan pertumbuhan tanaman kerdil, bentuk daun yang tidak normal seperti menggulung, keriting, dan membengkok. Terlihat juga bentuk batang yang abnormal dimana batang tanaman tumbuh membengkok dengan ujung batang yang tetap menguncup. Hal ini diakibatkan serangan jamur patogen di awal persemaian yang menginfeksi bibit sehingga pertumbuhan batang dan daun menjadi abnormal.

4.8. Reisolasi Jamur Patogen dan Bakteri Kitinolitik

Jamur F. oxysporum dan S. rolfsii merupakan jamur patogen yang sering

menyerang tanaman cabai. Hal ini terlihat dari penyakit layu Fusarium dan rebah

kecambah yang terjadi pada bibit cabai. Menurut Agrios (2004) jamur patogen akan menginfeksi pangkal akar sehingga menghambat perkembangan kecambah yang menyebabkan kecambah rebah. Jamur patogen mengganggu produksi akar rambut sehingga penyerapan air dan nutrisi oleh akar akan berkurang. Hal ini juga dapat menyebabkan permeabilitas sel akar akan berubah.


(54)

Reisolasi dilakukan untuk membuktikan bahwa jamur adalah satu-satunya penyebab layu fusarium pada bibit cabai. Semua sampel bibit dengan gejala layu fusarium menunjukkan bahwa jamur tersebut patogen pada bibit. Reisolasi jamur patogen dilakukan pada tanaman yang terserang penyakit rebah kecambah (Gambar 4.8.1), bagian pangkal akar rusak dengan gejala pangkal batang mengering yang kemudian akan diikuti kekeringan pada seluruh tubuh tanaman. Hal ini yang menyebabkan kecambah layu dan mati. Hasil reisolasi dari

kecambah cabai sama dengan isolat awal. Dengan demikian F. oxysporum dan S.

rolfsii merupakan jamur patogen penyebab rebah kecambah pada cabai.

Gambar 4.8.1 Reisolasi jamur patogen dari tanaman cabai pada media PDA (A)

reisolasi jamur patogen F. oxysporum dan (B) reisolasi jamur

patogen S. rolfsii

Jamur F. oxysporum memiliki miselium yang bersekat terutama terdapat

di dalam sel, khususnya pembuluh kayu. Pada media PDA mula-mula miselium berwarna putih, semakin tua warna menjadi krem atau kuning pucat. Dalam keadaaan tertentu berwarna merah muda agak ungu. Miselium bersekat dan

membentuk percabangan. Beberapa isolat Fusarium akan membentuk pigmen

biru atau merah didalam medium (Djaenuddin, 2011). Hasil isolasi F. oxysporum

dari tanaman cabai yang direisolasi dan dibiakkan pada media PDA memiliki ciri yang sama.

Jamur S. rolfsii pada media PDA secara mikroskopik memiliki hifa

berwarna putih, tidak membentuk spora, terbentuknya miselia steril dan sklerotia


(1)

Proses Pencampuran Media Tumbuh dengan Jamur Patogen

Proses Penanaman Bibit Cabai Kedalam Media Tumbuh


(2)

Lampiran 6: Hasil Pengitungan Sel Bakteri Dalam Media MGMK

Pengenceran media pembawa

Pengenceran Seri media tumbuh


(3)

Lampiran 7: Tabel Perhitungan Viabilitas Bakteri dalam Media Pembawa dan Pertumbuhan Tanaman

VIABILITAS BAKTERI DALAM MEDIA PEMBAWA

GAMBUT

GAMBUT+KITIN 2%

KOMPOS SAWIT

KOMPOS SAWIT + KITIN

2%

GN

GB

GKN

GKB

JN

JB

JKN

JKB

HARI KE 0

8,64

8,57

8,89

8,93

9,11

8,82

8,85

8,68

HARI KE 30

9,26

9,50

9,27

9,16

9,35

9,31

9,20

9,36

HARI KE 60

9,29

9,52

9,39

9,28

9,39

9,50

9,39

9,39

HARI KE 90

9,76

9,80

9,70

9,60

9,56

9,62

9,60

9,50

PERTUMBUHAN KECAMBAH

TAHAP/HARI KE

Kontrol S.rolfsii F.oxysporum

S F Ktr GB GKB GN GKN JB JKB JN JKN SGB SGKB SGN SGKN SJB SJKB SJN SJKN FGB FGKB FGN FGKN FJB FJKB FJN FJKN 1 30 14 9 19,5 20 19 19,5 19 18,5 19 19,5 19 19,2 18,6 18,4 17,4 18,4 18,8 18,6 17,6 10,6 12,2 15 14,6 14 17 16,2 18,2 2 30 13 11 13 18,5 19,5 19 18,5 18,5 19,5 19 19,5 12,8 15,4 13,8 13 15,8 13,4 12,6 15 12,6 12,4 13 14 13,4 13 13,8 11 3 30 9 10 19,5 19 19,5 20 20 17,5 19,5 19,5 19,5 16,2 17 16 15 15,8 15,6 13,6 17,4 15 5 14,8 14,8 15,2 4,4 15,2 16 4 30 5 6 20 20 19 20 20 18 20 18,5 20 15,6 15,4 17 17,8 18 15,2 11 16,8 16,6 16,6 15,6 17,4 17,4 18,2 15,6 16,8


(4)

Lampiran 8: Tabel Perhitungan Potensi Penghambatan Serangan Jamur oleh Bakteri Kitinolitik dan Berat Kering Tanaman

POTENSI PENGHAMBATAN SERANGAN JAMUR PATOGEN OLEH BAKTERI KITINOLITIK

TAHAP/HARI KE

Kontrol S.rolfsii F.oxysporum

S F Ktr GB GKB GN GKN JB JKB JN JKN SGB SGKB SGN SGKN SJB SJKB SJN SJKN FGB FGKB FGN FGKN FJB FJKB FJN FJKN 1 30 6 3 0 0 1 1 0 2 0,5 2 1 2 1 2,8 3,4 2,2 2 1,4 2,6 11 4,4 3,6 3,8 4,6 2,6 2 2 2 30 7 9 7 1 0,5 1 1,5 1,5 0,5 1 0,5 6,8 4,4 6,2 7 8 6,6 6,8 4,8 7,4 7,6 7 6 6,6 7 6,2 9 3 30 11 10 0,5 1 0,5 0 0 2,5 0,5 1 0,5 3,8 3 4 4,2 4 4,4 6,2 2,8 5 5 5,4 5,2 4,8 5,6 4,8 4 4 30 15 14 0 0 1 0 0 2 0 1,5 0 5 4,6 3 2,2 2 4,8 9 3,2 3,6 3,4 4,4 2,6 2,6 1,8 4,4 3,2

BERAT KERING TANAMAN CABAI

Kontrol S.rolfsii F.oxysporum

S F KONT- GB GKB GN GKN JB JKB JN JKN SGB SGKB SGN SGKN SJB SJKB SJN SJKN FGB FGKB FGN FGKN FJB FJKB FJN FJKN T-1 0,04 0,02 0,03 0,03 0,02 0,01 0,03 0,03 0,02 0,04 0,03 0,04 0,03 0,03 0,02 0,05 0,03 0,04 0,04 0,02 0,02 0,04 0,02 0,04 0,04 0,04 0,03 T-2 0,03 0,03 0,02 0,04 0,04 0,04 0,06 0,03 0,04 0,03 0,04 0,04 0,03 0,04 0,04 0,03 0,04 0,03 0,03 0,04 0,04 0,03 0,04 0,04 0,03 0,04 0,04 T-3 0,03 0,02 0,03 0,02 0,02 0,04 0,03 0,02 0,02 0,02 0,03 0,02 0,03 0,02 0,03 0,02 0,02 0,02 0,03 0,02 0,03 0,03 0,03 0,03 0,02 0,03 0,02 T-4 0,01 0,02 0,02 0,02 0,02 0,01 0,02 0,02 0,02 0,03 0,01 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,03 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02


(5)

Lampiran 9: Tabel Perhitungan Tinggi Tanaman dan Jumlah Helai Daun Tanam an

TINGGI TANAMAN CABAI

Kontrol S.rolfsii F.oxysporum

S F KONT- GB GKB GN GKN JB JKB JN JKN SGB SGKB SGN SGKN SJB SJKB SJN SJKN FGB FGKB FGN FGKN FJB FJKB FJN FJKN

T-1 29,00 21,50 18,50 23,00 24,00 13,50 20,00 27,50 18,00 29,00 29,50 21,00 18,40 25,40 27,60 21,60 23,80 23,60 26,20 26,60 22,20 26,60 17,20 25,60 25,40 20,80 18,60

T- 2 14,25 11,50 25,25 26,00 18,00 13,00 17,00 17,00 21,00 15,00 20,50 17,70 19,10 18,10 17,20 15,50 18,30 14,80 14,80 16,40 15,90 18,00 17,70 15,80 18,60 17,00 15,70

T-3 16,50 18,50 18,00 18,00 23,50 23,50 25,00 14,50 17,00 18,50 20,50 16,60 20,80 18,20 20,20 15,80 17,80 15,80 20,60 13,80 17,00 17,80 18,20 18,00 16,00 18,80 18,60

T- 4 10,00 14,50 14,50 18,50 18,50 11,50 13,50 18,50 16,50 18,50 23,00 19,00 20,00 18,20 17,40 18,60 21,60 17,80 21,60 18,80 22,80 17,40 17,40 22,20 20,20 22,00 22,40

Jumlah Daun Tanaman

Kontrol S.rolfsii F.oxysporum

S F KONT- GB GKB GN GKN JB JKB JN JKN SGB SGKB SGN SGKN SJB SJKB SJN SJKN FGB FGKB FGN FGKN FJB FJKB FJN FJKN T-1 5,00 5,00 5,00 5,00 4,50 4,00 4,00 4,00 4,50 5,00 5,00 5,00 4,60 5,80 5,20 5,20 5,60 5,40 6,00 3,80 4,20 4,60 4,60 4,40 4,80 4,60 5,40 T-2 5,00 4,50 5,00 5,50 4,50 5,00 5,50 5,00 5,00 5,54 5,50 5,60 5,40 5,80 5,00 5,40 5,60 5,40 5,40 5,00 4,60 5,00 5,00 5,20 5,00 5,20 5,00 T- 3 4,00 4,00 5,00 5,00 5,00 4,00 5,00 5,00 4,00 5,00 4,50 3,60 3,60 5,60 4,80 4,60 4,40 4,60 4,80 3,00 4,20 5,00 3,40 3,20 4,00 3,60 3,80 T- 4 4,00 4,50 5,00 5,00 4,00 4,50 5,00 4,50 4,50 5,00 5,50 4,40 4,80 4,80 4,00 4,20 4,00 4,20 3,80 4,60 5,20 5,40 4,80 5,20 4,60 4,00 4,80


(6)