Viabilitas dan Kemampuan Bakteri Kitinolitik Bacillus sp. BK17 dalam Formulasi Tablet untuk Mengurangi Layu Fusarium pada Benih Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

(1)

VIABILITAS DAN KEMAMPUAN BAKTERI KITINOLITIK

Bacillus sp. BK17 DALAM FORMULASI TABLET UNTUK

MENGURANGI LAYU FUSARIUM PADA BENIH CABAI

MERAH (Capsicum annuum L.)

SKRIPSI

ARANCE YOANE ITOI IMAULINA SITOHANG

100805046

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

VIABILITAS DAN KEMAMPUAN BAKTERI KITINOLITIK

Bacillus sp. BK17 DALAM FORMULASI TABLET UNTUK

MENGURANGI LAYU FUSARIUM PADA BENIH CABAI

MERAH (Capsicum annuum L.)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

ARANCE YOANE ITOI IMAULINA SITOHANG

100805046

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

PERSETUJUAN

Judul : Viabilitas dan Kemampuan Bakteri

Kitinolitik Bacillus sp. BK17 dalam

Formulasi Tablet untuk Mengurangi Layu Fusarium pada Benih Cabai

Merah (Capsicum annuum L.)

Kategori : Skripsi

Nama : Arance Yoane Itoi Imaulina Sitohang

Program Studi : Sarjana (S1) Biologi

Nomor Induk Mahasiswa : 100805046

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Maret 2015

Komisi Pembimbing:

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Dra. Isnaini Nurwahyuni, M. Sc. Prof. Dr. Dwi Suryanto, M. Sc. NIP. 19600523 198502 2 002 NIP. 19640409 199403 1 003

Disetujui Oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

Dr. Nursahara Pasaribu, M. Sc. NIP: 19630123 199003 2 001


(4)

PERNYATAAN

VIABILITAS DAN KEMAMPUAN BAKTERI KITINOLITIK

Bacillus sp. BK17 DALAM FORMULASI TABLET UNTUK

MENGURANGI LAYU FUSARIUM PADA BENIH CABAI

MERAH (Capsicum annuum L.)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Maret 2015

ARANCE YOANE ITOI IMAULINA SITOHANG 100805046


(5)

PENGHARGAAN

Segala puji, hormat dan rasa syukur hanya kepada Allah Tri Tunggal yang penuh kasih dan kebijaksanaan melimpahkan rahmat, bijaksana dan kasih karunia-Nya

kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Viabilitas

dan Kemampuan Bakteri Kitinolitik Bacillus sp. BK17 dalam Formulasi Tablet untuk Mengurangi Layu Fusarium pada Benih Cabai Merah (Capsicum annuum L.)”.

Terimakasih kepada Prof. Dr. Dwi Suryanto, M. Sc. dan Dra. Isnaini Nurwahyuni, M. Sc. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan dan masukan selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Terimakasih kepada Prof. Dr. Erman Munir, M. Sc. dan Dra. Elimasni, M. Si. selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan demi penyempurnaan skripsi ini. Terimakasih kepada Dr. Nursahara Pasaribu, M. Sc. selaku Ketua Departemen Biologi, Drs. Nursal, M. Si. selaku Dosen Penasehat Akademik, Dr. Saleha Hanum, M. Sc., Ibu Rosalina Ginting, Bang Ewin, seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Departemen Biologi FMIPA USU yang telah membimbing dan membekali penulis dengan berbagai disiplin ilmu.

Terimakasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada kedua orangtua, Ayahanda dan Ibunda tercinta, Drs. T. Sitohang, M. Pd. dan Dra. S. Sihotang yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat, perhatian, pengorbanan dan kasih sayangnya yang besar kepada penulis. Terimakasih kepada saudara kandung, abang Ogi Boi Sarjanto Sitohang, A. Md., B.C., kakak Sri Vemina Yesika Sitohang, S. E., adik Anggi Putra Satria Sitohang dan Leo Arsipinarja Hutagalung yang telah banyak memberikan perhatian dan dukungan untuk penulis.

Dalam kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada sahabat-sahabat terkasih Yuli Evalintina Gultom (saudara asuh yang luar biasa), Ledi Benneta Marbun (seperjuangan dalam menjalani penelitian, begitu banyak hal yang telah kita lalui bersama), Nova Maria, Mei Sianipar, Elfrida Hutabarat, Sriasianna Sinaga, Nialusi Hutagaol, Juwita Sihombing, Tien Pratiwi, Santa Lusia Natalia, Sri Rejeki Samosir, Veronika H.L. Tobing, Lisbet Simatupang, Silvia Julita, yang selalu menasehati, mendoakan dan berbagi cerita bersama. Kepada rekan sesama penelitian Hendika Zupliker, Devi Permata Sari, Norton Adyanto, Nurhayati, Nurul Fadhilah, Nurul, Farah, Mailani terima kasih telah menciptakan senyum ditengah penatnya pengerjaan penelitian ini. Terimakasih kepada abang asuh Albert Sembiring, S. Si. dan kakak asuh Nina Septania Damanik, S. Si., juga kepada kak Deswidya Hutauruk, M. Si., bang Aan, kak Lisa Novita Arios, S. Si. yang banyak memberi bantuan dalam penyelesaian penelitian dan skripsi ini. Terimakasih juga adik asuhku Tryas Johana buat perhatiannya dan kasih sayangnya selama ini. Tak terlupakan terimakasih buat

teman-teman stambuk 2010 ‘BioRev’, PKBKB, HIMABIO, stambuk 2011, 2012,

2013, 2014 yang namanya tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih terima kasih atas kerjasamanya selama di bangku perkuliahan. Terimakasih kepada keluarga dan rekan semuanya yang tidak dapat penulis tuliskan satu persatu, sudah membuatku lebih dewasa. Semoga Tuhan memberkati kita. Amin.


(6)

VIABILITAS DAN KEMAMPUAN BAKTERI KITINOLITIK

Bacillus sp. BK17 DALAM FORMULASI TABLET UNTUK

MENGURANGI LAYU FUSARIUM PADA BENIH CABAI

MERAH (Capsicum annuum L.)

ABSTRAK

Bakteri kitinolitik Bacillus sp. BK17 telah diketahui menghambat

pertumbuhan F. oxysporum pada benih cabai. Viabilitas sel bakteri merupakan

faktor penting dalam menggunakan sel bakteri untuk pengendali hayati. Penelitian

ini bertujuan untuk mengevaluasi viabilitas dan potensi bakteri kitinolitik Bacillus

sp. BK17 dalam formulasi tablet sebagai pengendali hayati terhadap benih cabai

yang terinfeksi F. oxysporum. Viabilitas bakteri kitinolitik Bacillus sp. BK17

berkurang dalam 40 hari penyimpanan. Bacillus sp. BK17 dalam formulasi tablet

mampu mengendalikan layu Fusarium pada benih cabai masing-masing yaitu 63,65% pada tablet masa simpan 0 hari dan 28,57% pada tablet masa simpan 15

hari. Formulasi tablet Bacillus sp. BK17 dapat meningkatkan tinggi tanaman dan

berat kering benih cabai.


(7)

VIABILITY AND ABILITY OF CHITINOLYTIC BACTERIA

Bacillus sp. BK17 IN TABLET FORMULATION TO REDUCE

FUSARIUM WILT ON CHILI SEEDS (Capsicum annuum L.)

ABSTRACT

Chitinolytic bacteria Bacillus sp. BK17 has been known to inhibit the

growth of Fusarium oxysporum on chili seeds. Bacterial cell viability is an

important factor in using the cell for biological control. This study was aimed to

evaluate viability of chitinolytic bacteria Bacillus sp. BK17 and its potential in

tablet formulation as a biological control against F. oxysporum. Viability of

Bacillus sp. BK17 cell was reduced in 40 days of storage. Bacillus sp. BK17 in tablet formulation was able to control Fusarium wilt on chili seeds by 63,65% of 0

day stored and 28,57% by 15 days stored, respectively. In addition, Bacillus sp.

BK17 in tablet formulation increased height and biomass on chili seeds.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii

PENGHARGAAN iii

ABSTRAK iv

ABSTRACT v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Hipotesis 3

1.5 Manfaat Penelitian 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kitin dan Bakteri Kitinolitik 4

2.2 Tablet 6

2.3 Tapioka 7

2.4 Bahan Pengisi atau Avicel 7

2.5 Penyakit Tanaman oleh Fusarium pada Cabai 8

2.6 Pengendali Hayati Fungi Patogen 9

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi 11

3.2 Bahan dan Alat 11

3.3 Isolat Bakteri, Fungi dan Benih 11

3.4 Peremajaan dan Perbanyakan Bakteri Kitinolitik 12

3.5 Pembentukan Spora Bacillus sp. BK17 12

3.6Pemanenan Spora Bacillus sp. BK17 12

3.7 Enkapsulasi Bakteri Kitinolitik dengan Tapioka dan

Pembuatan Tablet 13

3.8 Asai Viabilitas Bakteri Kitinolitik dalam Formulasi Tablet 13

3.9 Penghambatan Serangan Fusarium oxysporum pada Benih

Cabai 13

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Viabilitas Bakteri Bacillus sp. BK17 Dalam Formulasi Tablet 15

4.2 Penghambatan Serangan Fusarium Oxysporum pada Benih


(9)

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 26

5.2 Saran 26


(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar

Judul Halaman

1 Grafik jumlah logaritmik sel bakteri kitinolitik Bacillus sp.

BK17 dalam formulasi tablet

15

2 Histogram persentase layu Fusarium pada benih cabai merah 17

3 Perbandingan tanaman cabai selama masa persemaian 30

hari

19

4 Histogram persentase penghambatan layu Fusarium dengan

pemberian tablet bakteri kitinolitik Bacillus sp. BK17 masa

simpan 0 hari dan 15 hari pada benih cabai merah selama persemaian benih 30 hari

20

5 Histogram rata-rata tinggi benih cabai yang diinokulasikan

F. oxysporum dan bakteri kitinolitik dalam formulasi tablet selama masa semai benih 30 hari

22

6 Histogram jumlah daun tanaman cabai yang diinokulasikan

F. oxysporum dan bakteri kitinolitik dalam formulasi tablet selama masa semai benih 30 hari

24

7 Histogram rata-rata bobot segar atau bobot basah dan bobot

kering benih cabai dengan bakteri kitinolitik dalam formulasi tablet selama masa semai benih 30 hari


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran

Judul Halaman

1 Pembuatan Koloidal Kitin 35

2 Pembuatan MGMK Agar 36

3 Penghambatan Serangan F. oxysporum Pada Benih Cabai 37

4 Foto Penelitian 39

5 Benih Cabai Merah Pada Tiap Perlakuan Selama Masa

Semai 30 hari


(12)

VIABILITAS DAN KEMAMPUAN BAKTERI KITINOLITIK

Bacillus sp. BK17 DALAM FORMULASI TABLET UNTUK

MENGURANGI LAYU FUSARIUM PADA BENIH CABAI

MERAH (Capsicum annuum L.)

ABSTRAK

Bakteri kitinolitik Bacillus sp. BK17 telah diketahui menghambat

pertumbuhan F. oxysporum pada benih cabai. Viabilitas sel bakteri merupakan

faktor penting dalam menggunakan sel bakteri untuk pengendali hayati. Penelitian

ini bertujuan untuk mengevaluasi viabilitas dan potensi bakteri kitinolitik Bacillus

sp. BK17 dalam formulasi tablet sebagai pengendali hayati terhadap benih cabai

yang terinfeksi F. oxysporum. Viabilitas bakteri kitinolitik Bacillus sp. BK17

berkurang dalam 40 hari penyimpanan. Bacillus sp. BK17 dalam formulasi tablet

mampu mengendalikan layu Fusarium pada benih cabai masing-masing yaitu 63,65% pada tablet masa simpan 0 hari dan 28,57% pada tablet masa simpan 15

hari. Formulasi tablet Bacillus sp. BK17 dapat meningkatkan tinggi tanaman dan

berat kering benih cabai.


(13)

VIABILITY AND ABILITY OF CHITINOLYTIC BACTERIA

Bacillus sp. BK17 IN TABLET FORMULATION TO REDUCE

FUSARIUM WILT ON CHILI SEEDS (Capsicum annuum L.)

ABSTRACT

Chitinolytic bacteria Bacillus sp. BK17 has been known to inhibit the

growth of Fusarium oxysporum on chili seeds. Bacterial cell viability is an

important factor in using the cell for biological control. This study was aimed to

evaluate viability of chitinolytic bacteria Bacillus sp. BK17 and its potential in

tablet formulation as a biological control against F. oxysporum. Viability of

Bacillus sp. BK17 cell was reduced in 40 days of storage. Bacillus sp. BK17 in tablet formulation was able to control Fusarium wilt on chili seeds by 63,65% of 0

day stored and 28,57% by 15 days stored, respectively. In addition, Bacillus sp.

BK17 in tablet formulation increased height and biomass on chili seeds.


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bakteri kitinolitik adalah bakteri yang mampu menghasilkan enzim kitinase untuk asimilasi kitin yang dimanfaatkan sebagai sumber karbon dan nitrogen bagi

bakteri itu sendiri (Wu et al., 2001). Bakteri kitinolitik dapat memecah dan

mendegradasi kitin penyusun dinding sel fungi sehingga bakteri ini sangat potensial untuk menghambat pertumbuhan fungi patogen pada tanaman. Beberapa

genus bakteri seperti Streptomyces, Bacillus, Enterobacter, Aeromonas, Serratia,

dan Vibrio dilaporkan memiliki aktivitas kitinolitik (Ferniah et al., 2003). Bakteri

kitinolitik yang digunakan pada penelitian ini adalah bakteri kitinolitik Bacillus

sp. BK17 koleksi Laboratorium Mikrobilogi Departemen Biologi FMIPA USU Medan yang telah diujikan pada beberapa jamur patogen tanaman, diantaranya

Fusarium oxysporum penyebab layu Fusarium pada tanaman cabai merah.

Berdasarkan hasil penelitian Suryanto et al. (2012) bakteri kitinolitik Bacillus sp.

BK17 mampu menghambat pertumbuhan F. oxysporum pada benih cabai merah

yang dienkapsulasi alginat-kitosan dan tapioka. Suryanto et al. (2013) melaporkan

kemampuan bakteri kitinolitik Bacillus sp. BK17 dalam menghambat rebah

kecambah yang disebabkan oleh jamur F. oxysporum. Hutauruk (2014)

melaporkan bahwa bakteri kitinolitik Bacillus sp. BK17 pada berbagai media

pembawa mampu menghambat pertumbuhan jamur S. rolfsii dan F. oxysporum

pada benih cabai merah.

Beberapa penelitian pemanfaatan bakteri dalam mengendalikan F.

oxysporum pada benih cabai merah telah dilakukan. Formulasi yang digunakan dalam bentuk pencelupan atau penyalutan benih serta metode enkapsulasi. Alternatif penyimpanan bakteri atau aplikasi dengan cara lain tetap dilakukan. Salah satu yang perlu dilakukan menyimpan bakteri dalam formulasi tablet.

Tablet merupakan sediaan padat, kompak, dibuat secara cetak langsung, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih, dengan atau tanpa zat tambahan. Zat


(15)

2

tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah atau zat lain yang cocok (Departemen Kesehatan, 1979). Tablet merupakan jenis sediaan yang banyak digunakan sampai sekarang karena mudah pemakaiannya, mudah pengemasannya dan distribusinya, stabil pada pengemasan dan distribusinya serta stabilitas kimia dan aktivitas

fisiologi dari bahan inti, cukup baik (Soekemi et al., 1987).

Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran

penting yang bernilai ekonomi tinggi dan cocok untuk dikembangkan di daerah tropika seperti di Indonesia (BPPP, 2008). Budidaya cabai dihadapkan dengan berbagai masalah, diantaranya teknis budidaya, kekurangan nutrisi, serta serangan hama dan penyakit. Salah satu penyakit yang sering menyerang cabai adalah layu Fusarium. Famili Solanaceae (tomat, kentang, cabai dan tanaman lainnya) diinfeksi oleh jamur yang dapat menyebabkan layu Fusarium dan layu

Verticillium. Organisme penyebab penyakit biasanya masuk melalui akar muda

dan kemudian tumbuh dan berkembang sehingga akan mengkolonisasi bagian pembuluh dari akar dan batang, bagian pembuluh batang tersumbat dan gagal

menyalurkan air ke daun (Miller et al., 1986).

Cendawan F. oxysporum merupakan salah satu jenis patogen yang

mematikan karena cendawan ini dapat menyebabkan kondisi yang disebut layu Fusarium dan mematikan bagi tanaman (Djaenuddin, 2011). Usaha petani untuk

mengatasi serangan Fusarium ini banyak menggunakan pestisida sintetik sehingga

petani kurang mencari alternatif pengendalian penyakit ini, menyebabkan serangan penyakit ini semakin berkembang. Penggunaan pestisida kimia sintetik yang semakin mengkhawatirkan dan didukung dengan permintaan produk yang aman dan sehat untuk konsumen, perlu suatu alternatif. Salah satu alternatif

pengendalian yang dapat dilakukan untuk menekan populasi fungi Fusarium ini

adalah dengan mengembangkan pengendalian secara hayati (Yusriadi, 2004). Berdasarkan pemaparan tersebut serta kemampuan bakteri kitinolitik yang telah

diuji dalam menghambat perkembangan jamur patogen seperti F. oxysporum

diperlukan pengujian pada benih cabai merah terinfeksi jamur patogen F.

oxysporum dengan memanfaatkan isolat bakteri kitinolitik yang potensial dalam formulasi tablet.


(16)

3

1.2 Permasalahan

Berdasarkan salah satu hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Suryanto

et al. (2012) bakteri kitinolitik Bacillus sp. BK17 mampu menghambat

pertumbuhan jamur F. oxysporum penyebab layu Fusarium pada benih cabai

merah yang dilakukan dengan beberapa teknik yaitu pencelupan, penyalutan benih dan enkapsulasi. Alternatif penyimpanan tetap dilakukan untuk mencari cara penyimpanan bakteri yang efektif dan efisien serta dapat mempertahankan viabilitas sel bakteri. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi kemampuan bakteri dalam formulasi tablet.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini ialah:

1. untuk mengetahui viabilitas bakteri kitinolitik Bacillus sp. BK17

dalam formulasi tablet.

2. untuk mengetahui potensi bakteri kitinolitik Bacillu sp. BK17 dalam formulasi

tablet sebagai pengendali hayati terhadap benih cabai merah yang diinfeksi

jamur F. oxysporum.

1.4 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini ialah:

1. Viabilitas bakteri kitinolitik Bacillus sp. BK17 dalam formulasi tablet tetap

tinggi.

2. Bakteri kitinolitik Bacillus sp. BK17 dalam formulasi tablet tetap mampu

menghambat pertumbuhan jamur F. oxysporumpenyebab layu Fusarium pada

benih cabai merah.

1.5 Manfaat Penelitian

Memberikan informasi mengenai viabilitas bakteri kitinolitik Bacillus sp.

BK17 dalam formulasi tablet untuk mengurangi layu Fusarium pada benih cabai serta dapat digunakan sebagai agen pengendali hayati.


(17)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2014 hingga Desember 2014 di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, erlenmeyer, tabung

reaksi, beaker glass, gelas ukur, spatula, object glass, ose bengkok, handspray,

pro pipet, pipet serologi, refrigerator, shaker, spektrofotometer, sentrifugasi, air

laminar flow, water bath, timbangan digital, rak tabung reaksi, bunsen, oven,

autoclave, hot plate, magnetic stirer, inkubator fungi, inkubator bakteri, cutter,

alumunium foil, benang wol, silica gel, kertas label, termometer, kamera digital,

vortex dan clingwrap.

Bahan yang digunakan adalah media Potato Dextrose Agar (PDA), Nutrient Agar (NA), Molase Tripton, Glucose Yeast Broth (GYB), koloidal kitin

(Lampiran 1, halaman 35), HCl 10 N, larutan garam (0,7 gram K2HPO4, 0,3 gram

KH2PO4, 0,5 gram MgSO4.7H2O, 0,01 gram FeSO4.7H2O, 0,001 gram ZnSO4 dan

0,001 gram MnCl2 dalam 1000 ml akuades), agar, (Lampiran 2, halaman 36),

yeast extract, tryptone, larutan Mac Farland, Phosphat Buffer Saline (PBS), isolat

bakteri Bacillus sp. BK17, serbuk kitin, tapioka, gliserol, akuades steril, spiritus,

dan Avicel PH 102.

3.3 Isolat Bakteri, Fungi dan Benih


(18)

12

FMIPA USU. F. oxysporum diremajakan pada media PDA. Pada umur 7 hari

dibuat suspensi sporanya dengan konsentrasi ~106sel/ml. Benih yang digunakan

adalah benih cabai merah komersial yang telah tersertifikasi.

3.4 Peremajaan dan Perbanyakan Bakteri Kitinolitik

Biakan bakteri Bacillus sp. BK17 disubkultur pada media MGMK agar

dan diinkubasi pada suhu ambien selama ± 2 hari. Hasil subkultur bakteri yang telah terbentuk digores pada media NA, kemudian diinkubasi pada suhu ambien selama 24 jam.

3.5 Pembentukan Spora Bacillus sp. BK17

Isolat Bacillus sp. BK17 yang telah ditumbuhkan pada media NA selama

24 jam diambil sebanyak satu lup ose dan diinokulasikan pada media LB (Luria

Broth), kemudian diinkubasi pada shaker dengan kecepatan 100 rpm selama 13

jam. Suspensi Bacillus sp. BK17 diinokulasikan pada media Molase Tripton

dengan perbandingan 1:30 (Suspensi Bacillus sp. BK17: Molase Tripton),

kemudian diinkubasi pada shaker dengan kecepatan 100 rpm selama 6 hari

(Sulistiani, 2009). Untuk pembentukan spora dilakukan shock temperature dengan

pemanasan pada suhu 70°C selama 60 menit di dalam water bath (Annisa, 2013).

Kepadatan spora dihitung dengan menggunakan spektrofotometer dengan nilai panjang gelombang 660 nm (Fachmiasari & Sembiring, 2004).

3.6 Pemanenan Spora Bacillus sp. BK17

Spora Bacillus sp. BK17 yang terbentuk disentrifugasi pada kecepatan

7500 rpm pada suhu ruang selama 6 menit. Pelet dari hasil sentrifugasi dicuci

dengan larutan Phosphat Buffer Saline (PBS) sebanyak tiga kali secara serial.

Kemudian spora yang didapatkan diresuspensikan kembali dengan kekeruhan


(19)

13

3.7 Enkapsulasi Bakteri Kitinolitik dengan Tapioka dan Pembuatan Tablet

Metode enkapsulasi bakteri yang digunakan merupakan modifikasi dari

Sulistiani (2009) dan Medeiros et al. (2005). Sebanyak 10 ml suspensi spora

Bacillus sp. BK17 dengan kerapatan sel ~108 CFU/ml ditambahkan dengan 20 gram pati tapioka, 0,5 ml koloidal kitin, gliserol 12 ml, NaCl 9,5 ml semua bahan dicampur, dikeringanginkan selama 10 menit sampai terbentuk granulat hasil enkapsulasi. Granulat hasil enkapsulasi ditambahkan Avicel dengan perbandingan (1,5:1) selanjutnya dikeringanginkan dengan cara menyebarkannya pada loyang

yang dilapisi alumunium foil. Pengeringan ini dilakukan di dalam oven pada suhu

600C selama 21 jam. Tablet dicetak menggunakan alat cetak langsung dengan

ukuran masing-masing 500 mg dengan diameter setiap tablet 13 mm. Tablet yang sudah dicetak disimpan dalam botol plastik putih, untuk menjaga kelembaban

tetap rendah digunakan silica gel dalam kemasan sachet kemudian disimpan pada

suhu ambien (Lampiran 4, halaman 39).

3.8 Asai Viabilitas Bakteri Kitinolitik dalam Formulasi Tablet

Jumlah koloni kultur bakteri kitinolitik ditentukan dengan menggunakan metode Standard Plate Count. Sebanyak 5 tablet digerus lalu ditumbuhkan pada

media MGMK (Suryantoet al., 2011). Jumlah koloni bakteri yang tumbuh

kemudian dihitung, ditandai dengan memiliki zona bening di sekitar koloni pada media MGMK. Perhitungan jumlah koloni dilakukan pada tablet masa simpan 0, 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35 dan 40 hari dengan penyimpanan pada suhu ambien.

3.9 Penghambatan Serangan Fusarium oxysporum pada Benih Cabai

Metode ini merupakan modifikasi Suryanto et al. (2010). Biakan F.

oxysporum yang telah diremajakan pada cawan petri selama 7 hari diinokulasikan pada 100 ml media Glucose Yeast Broth (GYB) di dalam erlenmeyer 250 ml dan

diinkubasi pada suhu 30°C selama 10 hari. Sebanyak 100 ml suspensi biakan F.

oxysporum(~107 konidia/ml) dicampur dengan 500 g campuran tanah dan kompos steril dengan perbandingan 3:1 di dalam nampan plastik berukuran 30 cm x 22 cm


(20)

14

x 10 cm. Tiga puluh benih cabai direndam selama satu malam kemudian ditanam

di dalam nampan plastik yang berisi biakan F. oxysporum tersebut, diamati selama

30 hari digunakan sebagai F. oxysporum. Sebanyak 10 tablet bakteri kitinolitik

Bacillus sp. BK17 berukuran 500 mg dilarutkan dalam 20 ml akuades steril (larutan tablet) dan 30 benih cabai direndam dalam larutan tersebut selama satu malam. Benih cabai ditanam dalam nampan plastik berisi tanah dan kompos steril

dengan biakan F. oxysporum ditutup dengan plastik lalu diamati selama 30 hari

digunakan sebagai F. oxysporum + Bacillus sp. BK17. Tiga puluh benih cabai

direndam dalam 20 ml larutan tablet dan ditanam di dalam nampan plastik berisi

tanah dan kompos steril tanpa biakan F. oxysporum, diamati selama 30 hari

digunakan sebagai Bacillus sp. BK17. Sebanyak tiga puluh benih direndam tanpa

larutan tablet selama satu malam dan ditanam didalam nampan plastik berisi tanah

dan kompos steril tanpa biakan F. oxysporum, perlakuan ini untuk mengetahui

viabilitas benih sebagai kontrol. Pengujian dengan perlakuan yang sama dilakukan untuk tablet masa simpan 15 hari. Ulangan dilakukan sebanyak 5 kali. Peubah yang diamati adalah tanaman yang terserang layu Fusarium, tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah dan berat kering benih cabai selama persemaian 30 hari (Lampiran 3, halaman 37-38). Pengurangan persentase layu Fusarium dihitung dari jumlah benih yang tumbuh dan bertahan hidup, berdasarkan rumus:

Pengurangan layu Fusarium=

– } }


(21)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian terhadap formulasi tablet bakteri kitinolitik Bacillus sp. BK17

telah dilakukan. Pengujian dilakukan terhadap viabilitas Bacillus sp. BK17 pada

tablet masa simpan 0 hari sampai 40 hari dengan interval 5 hari. Formulasi tablet yang mengandung jumlah bakteri terbanyak (tablet masa simpan 0 hari dan 15

hari) digunakan untuk menghambat serangan F. oxysporum pada tanaman cabai

merah.

4.1 Viabilitas Bakteri Bacillus sp. BK17 Dalam Formulasi Tablet

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap viabilitas

Bacillus sp. BK17 dalam formulasi tablet mengalami penurunan sampai masa simpan 40 hari. Pengamatan terhadap viabilitas bakteri telah dilakukan melalui

pengujian menggunakan metode standart plate count pada media MGMK.

Penghitungan jumlah sel bakteri dilakukan pada bakteri yang tumbuh dan menghasilkan zona bening disekitar koloni. Jumlah sel bakteri tertinggi pada

tablet masa simpan 0 hari yaitu 384 x 105 CFU/g dibandingkan dengan jumlah sel

bakteri pada tablet masa simpan 40 hari 5,9 x 105 CFU/g (Gambar 1).

Gambar 1. Jumlah logaritmik sel bakteri kitinolitik Bacillus sp. BK17 dalam formulasi tablet

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Ju

m

lah

S

el B

ak

te

ri

(log

CF

U/g)


(22)

16

Viabilitas sel spora bakteri dipengaruhi oleh faktor lingkungan berupa kelembaban, jenis bahan pembawa formulasi dan lama penyimpanan. Penurunan viabilitas spora dalam formulasi tablet disebabkan karena spora mudah bergerminasi menjadi sel vegetatif. Kondisi kelembaban yang tinggi selama proses pencetakan tablet berlangsung memungkinan terjadinya peningkatan kadar air formulasi sebelum tablet dicetak, jenis bahan pembawa yang digunakan berupa tapioka bersifat higroskopis, mengandung kadar air yang cukup tinggi dan memiliki komposisi nutrisi lebih lengkap (Djali & Riswanto, 2001) sehingga sel mengambil nutrisi dari bahan pembawa yang mengakibatkan sel spora bergerminasi membentuk sel vegetatifnya. Sel spora yang telah bergerminasi menjadi sel vegetatif kehilangan kemampuannya bertahan dalam cekaman kekeringan, ketersediaan nutrisi dan perubahan kondisi lingkungan lainnya. Persaingan nutrisi antar sel vegetatif seiring dengan lama masa simpan dan perubahan kondisi lingkungan berupa kekeringan mengakibatkan sel mengalami kematian. Berat tablet telah dihitung mengalami penurunan selama masa simpan 40 hari, berat awal 500 mg dan pada akhir masa penyimpanan 40 hari menjadi 492,5 mg.

Pada umumnya, lamanya mikroorganisme bertahan hidup setelah pengeringan bervariasi tergantung dari jenis mikroorganisme, bahan pembawa yang dipakai, kondisi fisik (cahaya, suhu, kelembaban) pada organisme yang dikeringkan (Pelczar & Chan, 2005). Spora memiliki kandungan air rendah yaitu kurang dari 10% dari beratnya, berbeda dengan sel vegetatif mengandung air 70%

dari berat keseluruhan (Darwis, 2006). Menurut Haryanti et al., (2004) perubahan

lingkungan berpengaruh terhadap pertumbuhan di awal masa simpan hingga akhir masa simpan, sehingga bakteri yang tidak mampu beradaptasi mengalami kematian. Devi (2014) melaporkan bahwa penurunan viabilitas sel spora dapat disebabkan oleh suhu lingkungan, lama penyimpanan, perubahan kadar air, jenis dan sifat dari bahan pembawa yang sangat berpengaruh terhadap viabilitas

Bacillus sp. BK17 selama 1 bulan penyimpanan. Bahan pembawa (tapioka) yang digunakan menunjukkan pertumbuhan spora yang kurang baik dan menurun

selama penyimpanan empat minggu. Spora Bacillus cereus dapat bertahan pada


(23)

17

spora Bacillus cereus pada susu formula juga bergantung pada lama waktu

penyimpanan di suhu ruang (28-29C). Penurunan jumlah spora B. cereus terjadi

pada susu formula bubuk yang disimpan selama 4 hari dalam tempat tertutup maupun yang terbuka (kelembaban >70%), lamanya penyimpanan dalam kondisi

tersebut mengakibatkan sel mengalami germinasi (Purwanti et al., 2009).

4.2 Penghambatan Serangan Fusarium oxysporum pada Benih Cabai

Parameter penelitian yang digunakan di bawah ini berturut-turut adalah persentase layu Fusarium, persentase penghambatan layu Fusarium, rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah dan bobot kering tanaman cabai merah dengan beberapa perlakuan. Data terhadap parameter penelitian tersebut telah diperoleh.

Gambar 2. Persentase layu Fusarium pada benih cabai merah

Benih cabai yang diberi perlakuan inokulum F. oxysporum dalam media

Glucose Yeast Broth rentan terserang layu Fusarium. Persentase benih cabai yang

terserang layu Fusarium pada perlakuan F. oxysporum yaitu 52,4%, sedangkan

benih cabai merah pada perlakuan F. oxysporum + Bacillus sp. BK17 masa

simpan 0 hari dan 15 hari memiliki persentase layu Fusarium masing-masing yaitu 18,4% dan 36,4% (Gambar 2). Pada benih cabai merah yang diberi

perlakuan tablet bakteri kitinolitik Bacillus sp. BK17 menunjukkan persentase

52,4 0 18,4 0 52,4 36,4 0 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

F. oxysporum Kontrol F. oxysporum + Bacillus sp. BK17

Bacillus sp. BK17

P er se n tase layu F u sariu m (% )


(24)

18

tanaman terserang layu Fusarium lebih rendah (Lampiran 5, halaman 40). Hal ini

berdasarkan kemampuan bakteri kitinolitik Bacillus sp. BK17 dalam melindungi

benih cabai merah dari serangan F. oxysporum penyebab layu Fusarium

sedangkan pada perlakuan F. oxysporum tidak terdapat mikroorganisme sebagai

agen pengendali yang mampu menghambat pertumbuhan jamur patogen F.

oxysporum.

F. oxysporum dapat bertahan pada tanaman gulma yang bukan inangnya. Ujung akar yang luka merupakan daerah awal utama dari infeksi (Ploetz, 2003).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Burgess (1981) infeksi Fusarium sp.

dapat dipengaruhi oleh umur tanaman dan kondisi cuaca yang lembab, sependapat dengan Basuki (1982) bahwa tanaman yang masih muda umumnya rentan terhadap infeksi penyakit. Pada jaringan yang masih muda biasanya patogen dapat dengan mudah masuk ke dalam jaringan tanaman dan mengganggu jaringan

xylem. Gejala yang ditimbulkan oleh jamur patogen Fusarium sp. terhadap

tanaman cabai merah adalah tanaman yang terserang menjadi layu dan mati. Jamur patogen ini menyerang jaringan bagian vaskuler dan menyebabkan kelayuan pada tanaman inangnya dengan cara menghambat aliran air pada

jaringan xylem (De cal et al., 2000). Penyakit yang ditimbulkan oleh jamur

patogen ini dapat menyebabkan kerugian yang sangat besar dengan akibat matinya tanaman 50% sampai 100%, memperpendek umur produksi dari 10 kali panen menjadi dua kali atau bahkan tidak dapat berproduksi, serta mutu buah yang berasal dari tanamanyang sakit sangat rendah (Hadisutrisno, 2004).

Salah satu pengendalian penyakit tanaman oleh jamur patogen yang ramah lingkungan dilakukan dengan cara menggunakan agen pengendali hayati. Cook & Baker (1983) mendefinisikan pengendalian hayati penyakit tanaman sebagai upaya pengurangan kepadatan inokulum patogen penyebab penyakit atau aktivitas patogen yang dapat menyebabkan penyakit tanaman, dengan menggunakan satu atau beberapa mikroorganisme lainnya, manipulasi lingkungan dan tanaman inang

atau penggunaan mikroorganisme antagonis. Berdasarkan penelitian Kamil et al.,

(2007), Bacillus licheniformis, B. thuringiensis dan S. maltophilia secara in vitro

efektif menekan pertumbuhan Rhizoctonia solani, Macrophomina phasiolina,


(25)

El-19

Hamshary & Khattab (2008) melaporkan bahwa beberapa bakteri dari genus

Bacillus, seperti B. subtilis, B. cereus, B. licheniformis, B. megaterium dan B. pumilus dapat berperan sebagai agen biokontrol untuk mengendalikan

pertumbuhan jamur Fusarium sp.

Jamur patogen F. oxysporum menyebabkan tanaman cabai merah tumbuh

tidak normal. Gejala visual tanaman cabai merah yang terserang layu Fusarium dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Perbandingan tanaman cabai selama masa persemaian 30 hari. (A) benih cabai sehat dan (B) benih cabai terserang layu Fusarium

Tanaman cabai sehat (Gambar 3A) tumbuh tegak, daun berwarna hijau segar dan tidak layu, batang berwarna hijau segar sedangkan pada tanaman cabai yang terserang layu Fusarium (Gambar 3B) pertumbuhannya terganggu yaitu tumbuh layu batang atas membengkok ke arah bawah, batang pucat berwarna kecoklatan serta daun layu. Tanaman yang terserang penyakit dapat diketahui dengan adanya gejala layu yang ditimbulkan akibat aktivitas patogen ketika melakukan penetrasi

ke jaringan tanaman (Summerell et al., 2003). Menurut Huda (2010) infeksi

Fusarium sp. terjadi pada bagian jaringan pembuluh xylem, akibat gangguan pada jaringan xylem, tanaman menunjukkan gejala layu, daun menguning dan akhirnya mati. Hal ini disebabkan jamur patogen masuk ke dalam jaringan xylem melalui aktivitas air sehingga merusak dan menghambat proses penyaluran air dan unsur hara ke seluruh bagian tanaman.

Agrios (1997) menyatakan tumbuhan sehat atau normal apabila dapat melaksanakan fungsi-fungsi fisiologisnya meliputi pembelahan sel, diferensiasi sel, penyerapan dan translokasi air dan mineral, fotosintesis dan memobilisasi hasilnya, metabolisme, reproduksi, serta penyimpanan. Apabila tumbuhan diganggu oleh patogen maka salah satu atau lebih dari fungsi tersebut juga akan terganggu. Sel dan jaringan yang dirusak dari tumbuhan sakit biasanya menjadi


(26)

20

lemah atau hancur oleh agensia penyebab penyakit. Kemampuan sel dan jaringan tersebut melaksanakan fungsi-fungsi fisiologis yang normal menjadi menurun atau terhenti sama sekali, dan akibatnya pertumbuhan tanaman terganggu atau mati.

Persentase penghambatan benih terserang layu Fusarium lebih tinggi pada tablet bakteri kitinolitik masa simpan 0 hari yaitu 63,65% dibandingkan dengan pada tablet bakteri kitinolitik masa simpan 15 hari yaitu 28,57% (Gambar 4). Hal ini disebabkan kemampuan bakteri kitinolitik dalam mendegradasi dinding

sel jamur F. oxysporum yang menyerang tanaman cabai merah lebih tinggi pada

tablet dengan masa simpan 0 hari. Menurut Giyanto et al., (2009) lama

penyimpanan suatu formulasi dapat mempengaruhi konsentrasi nutrisi yang ada sehingga secara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap aktivitas antagonis suatu agen hayati.

Gambar 4. Persentase penghambatan layu Fusarium dengan pemberian tablet bakteri kitinolitik Bacillus sp. BK17 masa simpan 0 hari dan 15 hari pada benih cabai merah selama persemaian benih 30 hari

Kemampuan bakteri kitinolitik Bacillus sp. BK17 pada tablet dalam

mengurangi layu Fusarium tidak lepas dari kemampuan bakteri dalam

menghasilkan enzim kitinase (Suryanto et al., 2010). Menurut penelitian Hutauruk

(2014), pada benih cabai merah yang diinokulasikan jamur F. oxysporum dan

ditambahkan bakteri kitinolitik Bacillus sp. BK17 dengan media pembawa

kompos janjang sawit dan koloidal kitin 2%, menunjukkan potensi serangan F.

oxysporum menurun yaitu persentase benih yang terserang 21,7%.

63,65 28,57 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Masa simpan 0 hari Masa simpan 15 hari

P en gh am b at an layu F u sariu m (% )


(27)

21

Kitin merupakan senyawa utama yang menyusun dinding sel kapang,

khususnya Fusarium. Pengembangan teknologi yang cocok untuk mengendalikan

kapang tersebut adalah pemanfaatan mikroba kitinolitik yang memiliki aktivitas kitinase. Mikroba kitinolitik mampu menghidrolisis senyawa kitin yang merupakan struktur dinding sel kapang patogen. Terdegradasinya senyawa tersebut menyebabkan kapang patogen menjadi lemah atau mati. Dengan demikian mikroba kitinolitik berpotensi digunakan sebagai biofungisida untuk mengendalikan kapang patogen yang memiliki kitin sebagai struktur dinding selnya. Bakteri kitinolitik merupakan mikroba yang memiliki kemampuan mendegradasi kitin karena memiliki enzim kitinase. Berbagai kelompok bakteri

seperti Streptomyces dan Bacillus (Mitsutomi et al., 1995).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Kumalawati (2006) bahwa pertumbuhan tanaman vanili dapat terhambat atau akan mengalami gangguan dan hambatan bila telah terinfeksi oleh suatu jenis penyakit, terutama

penyakit busuk batang (PBB) yang disebabkan patogen Fusarium (Fusarium

oxysporum f.sp. vanillae). Penelitian Gomaa (2012) menunjukkan kitinase dari

Bacillus thuringiensis dan Bacillus licheniformis memiliki aktivitas tertinggi

untuk menghambat pertumbuhan jamur Aspergillus niger, sehingga

perkecambahan bibit kedelai meningkat menjadi 80% dan 70%.

Menurut Oku (1994), kitinase pada ketahanan terhadap serangan patogen dapat melalui dua cara, yaitu pertama kitinase menghambat pertumbuhan jamur dengan secara langsung menghidrolisis miselia jamur, dan kedua adalah aktivitas kitinase berakibat pelepasan elicitor endogen yang kemudian memicu reaksi ketahanan sistemik pada inang sehingga terjadi penurunan atau penghambatan invasi patogen. Mekanisme kerja enzim kitinase yang dihasilkan oleh bakteri kitinolitik dengan memotong bagian dalam molekul kitin dinding sel jamur dengan endokitinase dan dengan memotong ujung terminal-N (ujung amina) pada molekul kitin (Funkhouser & Aronson, 2007). Enzim mikolitik (kitinase, protease, dan glukanase) yang dihasilkan oleh mikroorganisme mampu melisiskan dinding sel jamur. Oleh karena itu, beberapa mikroorganisme kitinolitik berpotensial


(28)

22

Pengukuran tinggi tanaman telah dilakukan selama 4 minggu persemaian benih cabai merah, masing-masing perlakuan mengalami pertambahan tinggi tanaman setiap minggu. Pada akhir pengamatan minggu ke-4 benih cabai pada

perlakuan Bacillus sp. BK17 masa simpan 0 hari dan 15 hari masing-masing

menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman yang paling tinggi yaitu 9,81 cm dan

9,48 cm sedangkan pada perlakuan F. oxysporum menunjukkan tinggi benih

terendah yaitu masing-masing 6,43 cm dan 6,38 cm (Gambar 5). Tinggi tanaman sangat berkaitan dengan gejala yang muncul pada tanaman yang terinfeksi

patogen, jamur patogen F. oxysporum menghambat pertumbuhan dengan

menghambat transportasi air dan berbagai unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan tinggi benih cabai merah. Infeksi patogen menyebabkan tanaman

tumbuh menjadi kerdil (Swift et al., 2002). Perlakuan pemberian bakteri

kitinolitik tidak menghambat pertumbuhan tinggi benih melainkan meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman.

Gambar 5. Rata-rata tinggi benih cabai yang diinokulasikan F. oxysporum

dan bakteri kitinolitik dalam formulasi tablet selama masa semai benih 30 hari

Menurut Hewindati (2006), batang utama tanaman cabai tegak dan pangkalnya berkayu dengan panjang 20-28 cm dengan diameter 1,5-2,5 cm. Batang percabangan berwarna hijau dengan panjang mencapai 5-7 cm, diameter batang percabangan mencapai 0,5-1 cm. Tanaman yang menunjukkan adanya gejala infeksi jamur akan mengalami gangguan dalam sistem metabolismenya,

2

,3

7 3,5

2 4,7

6

,4

3

2

,3

1 3,3

3 4,6

7 6 ,3 8 3 ,1 5 5 ,5 7 ,9 6 9 2 ,3 7 5 ,3 8 7 ,8

1 9,0

2 2 ,9 2 6 ,1 1 7 ,7

8 8,7

1 2 ,5 8 5 ,1

9 6,2

3 7,4

2 4 7 9 ,3 7 9 ,8 1 4 6 ,3 9 9

,2 9,4

8 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Minggu ke-1 Minggu ke-2 Minggu ke-3 Minggu ke-4 Minggu ke-1 Minggu ke-2 Minggu ke-3 Minggu ke-4 Masa simpan 0 hari Masa simpan 15 hari

T in ggi tanam an (c m )

F. oxysporum Kontrol


(29)

23

hal ini akan menyebabkan terjadinya gangguan dalam pertumbuhan tanaman yang akan mempengaruhi tinggi tanaman (Agrios, 1997).

Menurut penelitian Malinda et al. (2013) pemberian bakteri kitinolitik

Bacillus sp. BK13 dan Enterobacter BK15 pada tanaman tidak mengganggu pertumbuhan dan tidak bersifat patogen terhadap tanaman melainkan mengalami pertambahan tinggi tanaman yang lebih baik yang mungkin dikarenakan oleh bakteri kitinolitik memproduksi berbagai senyawa penting seperti fitohormon, sehingga dapat meningkatkan volume akar dan batang. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Harni & Amaria (2012), potensi bakteri kitinolitik berpengaruh terhadap pertumbuhan lada terutama tinggi tanaman. Kemampuan

Bacillus sp. juga diketahui mampu sebagai PGPR yang memacu pertumbuhan

tanaman, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit (ISR: induce

systemic resistant) dan akhirnya mampu meningkatkan hasil tanaman (Van Loon, 2000).

Menurut Tuzun & Kuc (1991), ketahanan tanaman dapat diinduksi dengan menginokulasikan tanaman terlebih dahulu dengan agen penginduksi sehingga dapat melindungi tanaman dari serangan patogen, mekanisme ini dikenal dengan istilah imunisasi. Satu jenis agen penginduksi dapat mengimunisasi tanaman terhadap serangan berbagai jenis patogen. Kelompok mikroorganisme yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai agen hayati untuk pengendalian

penyakit tanaman adalah rizobakteria. Beberapa jenis rizobakteria (Plant Growth

Promoting Rhizobacteria = PGPR) berperan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman (Kloepper & Schroth, 1978). Efek PGPR secara tidak langsung adalah mengaktivasi pertahanan tanaman sehingga menyebabkan perlindungan sistemik terhadap berbagai jenis patogen seperti jamur, bakteri dan virus yang dikenal

dengan menginduksi ketahanan secara sistemik (Maurhofer et al., 1998).

Sulistiani (2009) melaporkan perlakuan dengan menggunakan formulasi

spora B. subtilis efektif dalam memacu pertumbuhan akar dan tajuk pada benih

padi. Hal ini diduga terkait dengan adanya senyawa metabolit sekunder yang

dihasilkan oleh B. subtilis berupa hormon pertumbuhan. PGPR mempunyai

kemampuan untuk memproduksi hormon asam indol asetat (IAA), asam giberelin, sitokonin dan etilen di dalam tanaman.


(30)

24

Gambar 6. Jumlah daun tanaman cabai yang diinokulasikan F. oxysporum

dan bakteri kitinolitik dalam formulasi tablet selama masa semai benih 30 hari

Pengamatan jumlah helai daun telah dilakukan dimulai minggu ke-1 jumlah helai daun sama pada masing-masing perlakuan perendaman tablet masa simpan 0 hari dan 15 hari yaitu 2 helai. Pertambahan jumlah daun meningkat

setiap minggu, pada pengamatan minggu ke-4 perlakuan F. oxysporum pada

perendaman tablet masa simpan 0 hari dan 15 hari menunjukkan pertambahan

jumlah daun yang sama yaitu 5 helai, sedangkan pada perlakuan Bacillus sp.

BK17, Kontrol dan Kontrol F. oxysporum + Bacillus sp. BK17 pada perendaman

tablet masa simpan 0 hari dan 15 hari jumlah daun sama sebanyak 6 helai

(Gambar 6). Pada perlakuan Bacillus sp. BK17 ukuran daun benih cabai lebih

lebar dan berwarna hijau segar.

Daun benih cabai merupakan daun yang majemuk ganjil dengan jumlah daun antara 5-7 helai daun. Pada umumnya diantara pasangan daun yang besar terdapat 1-2 daun yang kecil (Rukmana, 1996). Pemberian bakteri kitinolitik

Bacillus sp. BK17 pada benih cabai merah tidak menghambat pertumbuhan benih terhadap jumlah helai daun. Hutauruk (2014) melaporkan bakteri kitinolitik

Bacillus sp. BK17 dan isolat NR09 pada berbagai media pembawa dapat

menghambat serangan jamur patogen tanaman F. oxysporum dan S. rolfsii

sehingga pertumbuhan helai daun tetap normal.

2 2,3

3

4

,6

6

5

2 2,3

4 ,5 3 5 2 3 ,5 3 5 ,6 6 6 2 3 ,5 6 5 ,6 6 2 3 ,4 6 5 ,5 6 2 3 ,4 5 ,4 3 6 2 3 ,6 6 5 ,7 6 6 2 3 ,6 5 ,6 3 6 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Minggu ke-1 Minggu ke-2 Minggu ke-3 Minggu ke-4 Minggu ke-1 Minggu ke-2 Minggu ke-3 Minggu ke-4 Masa simpan 0 hari Masa simpan 15 hari

Juml ah dau n (hel ai )

F. oxysporum Kontrol


(31)

25

Hasil pengukuran bobot basah dan bobot kering benih cabai merah

didapatkan bobot basah dan bobot kering paling tinggi pada perlakuan Bacillus sp.

BK17 masa simpan 0 hari dengan nilai rata-rata bobot basah 0,264 g dengan

bobot kering 0,045 g dan bobot paling rendah yaitu pada perlakuan F. oxysporum

dengan rata-rata berat basah 0,152 g dengan bobot kering 0,016 g. Pada perendaman tablet masa simpan 15 hari bobot basah dan bobot kering paling

tinggi pada perlakuan Bacillus sp. BK17 dengan bobot basah 0,258 g dan bobot

kering 0,036 g, bobot basah dan bobot kering terendah pada perlakuan F.

oxysporum dengan bobot basah 0, 149 g dan bobot kering 0,014 g (Gambar 7).

Gambar 7. Rata-rata bobot segar atau bobot basah dan bobot kering benih cabai dengan bakteri kitinolitik dalam formulasi tablet selama masa semai benih 30 hari

Bobot kering tanaman dapat dijadikan acuan untuk menyatakan laju pertumbuhan vegetatif tanaman, karena paling sedikit 90% bahan kering tanaman adalah hasil fotosintesis, maka analisis pertumbuhan dinyatakan dengan berat kering, terutama untuk mengukur tanaman sebagai penghasil fotosintat (Goldsworthy & Fisher, 1992). Serangan jamur patogen juga menyebabkan bobot segar (bobot basah) dan bobot kering kecambah rendah. Hal ini karena jamur patogen telah merusak bagian dalam benih (embrio dan cadangan makanan) sehingga bobot basah dan bobot kering menurun (Justice & Bass, 2002). Bobot kering kecambah normal menggambarkan kemampuan benih dalam menggunakan cadangan makanan untuk tumbuh menjadi kecambah normal. Bobot benih yang diberi perlakuan pelapisan bakteri nyata lebih tinggi. Hal ini diduga karena bakteri

B. subtilis merupakan bakteri PGPR yang memiliki sifat antibiosis yang kuat

0 ,1 5 2 0 ,0 1

6 0,14

9 0 ,0 1 4 0 ,2 5 3 0 ,0 3

6 0,2

5 0 ,0 3 1 0 ,2 3 6 0 ,0 2

6 0,2

0 ,0 2 0 ,2 6 4 0 ,0 4

5 0,2

5 8 0 ,0 3 6 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1

Bobot Basah (g) Bobot Kering (g) Bobot Basah (g) Bobot Kering (g)

R at a -rat a bobot basah dan bobot k eri ng beni h (g)

F. oxysporum Kontrol F. oxysporum + Bacillus sp. BK17 Bacillus sp. BK17 Masa simpan 15 hari


(32)

26

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Viabilitas bakteri kitinolitik Bacillus sp. BK17 dalam formulasi tablet

mengalami penurunan selama masa penyimpanan 40 hari.

2. Potensi bakteri kitinolitik Bacillus sp. BK17 dalam formulasi tablet sebagai

agen pengendali hayati pada benih cabai merah yang diinfeksi F. oxysporum

yaitu pada tablet bakteri kitinolitik Bacillus sp. BK17 masa simpan 0 hari

sebesar 63,65% dan pada masa simpan 15 hari sebesar 28,57%.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian dan perhatian lebih lanjut mengenai kondisi lingkungan pada saat pencetakan tablet bakteri serta bahan pembawa formulasi yang lebih mendukung, agar stabilitas dari sediaan formulasi tablet dan kemampuan bakteri sebagai agen pengendali hayati tetap baik dalam masa simpan yang lebih lama.


(33)

27

DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G., N. 1997. Plant Pathology. Fourth Edition. Academic Press, Inc. San Diego.

Alabouvette, R., Lemanceau, P. & Steinberg, C., 1996. Biological Control of

Fusarium Wilts. Opportunities for Developing A Comercial Product. St.

Paul, MN.

Annisa, R. 2014. Pengaruh pH dan Perubahan Temperatur terhadap Pembentukan

Spora Bacillus sp. BK17. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Asril, M. 2011. Kemampuan Bakteri Tanah dalam Menghambat Pertumbuhan

Ganoderma boninense dan Fusarium oxysporum secara In Vitro dan Uji

Penghambatan Penyakit Layu Fusariumpada Benih Cabai Merah. Skripsi.

Universitas Sumatera Utara. Medan.

Ayu, A., Suryanto, D. & Nurwahyuni, I. 2013. Potensi Bakteri Kitinolitik dalam

Pengendalian Aspergillus niger Penyebab Penyakit Busuk Pangkal Akar

pada Tanaman Kacang Tanah. Saintia Biologi 1(1): 59-64.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008. Teknologi Budidaya Cabai Merah. Bandar Lampung.

Bailliere, C. & Tindal. 1952. A Text Book of Pharmacognosy. Sixth Edition. London.

Rosmahani, L. 2006. Pengelolaan Hama dan Penyakit Bawang Merah secara Terpadu. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jawa Timur.

Basuki, 1982. Penyakit dan Gangguan pada Tanaman Karet. Pusat Penelitian Perkebunan Tanjung Morawa. Tanjung Morawa.

Brzezinska, M. S. Porczyk, E. L. Donderski, W. & Walczak, M. 2009. Degradation of Chitin in Natural Environment Role of Actinomycetes.

Polish Journal of Ecology 57: 220-238.

Burgess L.W. 1981. General Ecology in Fusarium: Disease Biology and Taxonomy. The Pennsylvania States University Press.

Cook, R., J. & Baker K., F. 1983. The Nature and Practice of Biological Control of Plant Pathogens. APS Press. St. Paul, Minenesota. United States of America.


(34)

28

Darwis, D. 2006. Sterilisasi Produk Kesehatan (Health Care Product) dengan Radiasi Berkas Elektron. Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Teknologi Helerator dan Aplikasinya. Jakarta, Juli 2006.

De Cal A., Garcia-Lepe R. & Melgarejo P. 2000. Induced Resistance by

Penicillium oxalicum Against F. oxysporum f. sp. lycopersici: Histological

Studies Of Infected And Induced Tomato Stem. Phytopathology 90:

260-268.

Desmond, C., Stanton, C., Collins, G., F., K. & Ross., R., P. 2002. Improved

Survival of Lactobacillus paracasei NFBC 338 in Spray Dried Powders

Containing Gum Acacia. Journal Application Microbiology 93:1003-1012.

Devi, H., S. 2014. Viabilitas Bacillus sp. BK17 Pada Berbagai Bahan Pembawa.

Skripsi. Universitas Sumatera Utara.

Dziezak J., D. 1988. Microencapsulation and Encapsulated Ingredients. Food

Technol 42: 136-151.

Djaenuddin, N. 2011. Bioekologi Penyakit Layu Fusarium Fusarium oxysporum.

Seminar dan Pertemuan Tahunan XXI PEI, PFI Komda Sulawesi Selatan Dan Dinas Perkebunan Pemerintah Sulawesi Selatan. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros.

Djali, M. & Riswanto, I. 2001. Pengaruh Penggunaan Berbagai Media (Absorben)

Terhadap Kualitas Ubi Kayu (Manihot usculenta) Selama penyimpanan.

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Tepat Guna Untuk Menumbuhkan Industri Kecil & Menengah. Bandung. P: R11-1-R11-21.

El-Hamshary & Khattab, A. 2008. Evaluation of Antimicrobial Activity of

Bacillus subtilis and Bacillus cereus and Their Fusants Against Fusarium solani. Research Journal of Celland Molecular Biology 2(2): 24-29.

Endah, H. J. 2002. Mengendalikan Hama dan Penyakit Tanaman. Agro Media Pustaka. Jakarta.

Fachmiasari, A. & Sembiring, T. 2004. Kombinasi Ekstrak Kedelai dengan Tepung Jagung dan Tapioka Sebagai Media Produksi Kristal Spora

Bacillus thuringensis. Jurnal Teknologi Indonesia 27(1): 33-49.

Ferniah, R., S., Purwantisari, S. & Pujiyanto, S. 2003. Uji Potensi Bakteri Kitinolitik Sebagai Pengendali Hayati Patogen Kapang Penyebab Penyakit

Tanaman Kentang (Solanum tuberosum). Laporan Penelitian. Fakultas

Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Diponegoro. Semarang.


(35)

29

Folders, J., Algra, J., Roelofs, M., C., Leendert, C., L., Tommassen, J. & Bitter,

W. 2001. Characterization of Pseudomonas aeruginosa Chitinase a

Gradually Secreted Protein. J. Bacteriology 183: 7044-7052.

Fujii, T. & Miyashita, K. 1993. Multiple Domain Structure In A Chitinase Gene of Streptomyces lividans. Journal of General Microbiology 139(4): 677-686.

Funkhouser, J., D. & Aronson, N., N. 2007. Chitinase family GH18: Evolutionary

Insights From The Genomic History Of A Diverse Protein Family. BMC

Evol Biol 7: 96-111.

Giyanto, Suhendar, A. & Rustam. 2009. Kajian Pembiakan Bakteri Kitinolitik

Pseudomonas fluorescens dan Bacillus sp. Pada Limbah Organik dan Formulasinya sebagai Pestisida Hayati (BIO-Pesticide). Prosiding Seminar

Hasil PenelitianIPB. Bogor.

Gohel, V., Singh, A., Vimal, M., Ashwini, P. & Chhatpar. H., S. 2006. Bioprospecting and Antifungal Potential of Chitinolytic Microorganisms.

African Jounal of Biotechnology 5(2): 54-72.

Goldsworth, P., R. & Fisher, N., M. 1984. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Terjemahan.

Gomaa, E., Z. 2012. Chitinase Production by Bacillus thuringiensis and Bacillus

licheniformis: Their Potential in Antifungal Biocontrol. Journal of Microbiology 50(1): 103-111.

Hadisutrisno, B. 2004. Budidaya Vanili Tahan Busuk Batang. Penebar Swadaya, Jakarta.

Hanif, A., Suryanto, D. & Nurwahyuni, I. 2013. Pemanfaatan Bakteri Kitinolitik

dalam Menghambat Pertumbuhan Curvularia sp. Penyebab Penyakit

Bercak Daun pada Tanaman Mentimun. Jurnal Saintia Biologi 1(1):

33-39.

Harni, R. & Amaria, W. 2012. Potensi Bakteri Kitinolitik untuk Pengendalian

Penyakit Busuk Pangkal Batang Lada (Phytophthora capsici). Buletin

RISTRI Vol. 2. Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar. Sukabumi.

Haryanti, D., Zul, D. & Fibriarti, B., L. 2014. Formulasi Pupuk Hayati Serbuk Menggunakan Bakteri Pelarut Fosfat Indigenus Asal Tanah Gambut Riau

dalam Berbagai Bahan Pembawa. JOM FMIPA 1 (2): 562-570.

Herdyastuti, N., Raharjo, J., T., Mudasir & Matsjeh, S. 2009. Kitinase dan Mikroorganisme Kitinolitik: Isolasi, Karakterisasi dan Manfaatnya.


(36)

30

Hewindati, Yuni, T. 2006. Hortikultura. Universitas Terbuka. Jakarta.

Huda, M. 2010. Pengendalian Layu Fusarium pada Tanaman Pisang (Musa

paradisiaca L.) secara Kultur Teknis dan Hayati. Skripsi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hutauruk, D., S. 2014. Viabilitas dan Kemampuan Bakteri Kitinolitik NR09 dan

Bacillus sp. BK17 pada Berbagai Media Pembawa dalam Menghambat

Pertumbuhan Sclerotium rolfsii dan Fusarium Oxysporum pada Benih

Cabai Merah (Capsicum annum L.). Tesis. Universitas Sumatera Utara.

Medan.

Justice, O., L. & Bass, L., N. 2002. Prinsip dan Praktik Penyimpanan Benih. Rennie Roesli. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Kamil, Z., Rizki, M., Saleh, M. & Moustafa, S. 2007. Isolation and Identification of Rhizosphere Soil Chitinolytic Bacteria and their Potential in Antifungal

Biocontrol. Global Journal of Molecular Sciences 2(2): 57-66.

Kloepper, J., W. & Schroth M., N. 1978. Plant Growth promoting Rhizobacteria

on radishes. In Proceedings of the 4th International Conference on Plant

Pathogenic Bacteria. ed Station dePathologic Vegetal et

Phytobacteriologic. Phytophatology 2: 879-882.

Kumalawati, Z. 2006. Ketahanan Bibit Vanili (Vanilla planifolia Andrews)

Terhadap Penyakit Busuk Batang (Fusarium oxysporum f.sp vanillae)

Yang Diaplikasi Mikoriza (Glomus fasciculatus). Jurnal Agrisistem 2 (2):

74-86.

Malinda, N., Suryanto, D. & Nurtjahja, K. 2013. Penghambatan Serangan

Sclerotium rolfsii Penyebab Rebah Kecambah pada Kedelai dengan

Bakteri Kitinolitik. Saintia Biologi 1(1): 52-56.

Maurhofe, M., Reinmann, C., Schmidli – Sacherer, P., Heeb, S., D. & Defago, G.

1998. Salicylic Acid Biosynthetic Genes Expressed Pseudomonas

fluorescens strain P3 Improve The Induction of Systemic Resistance in

Tobacco Againt Tobacco Necrotic Virus. Phythophatology 88: 678-684.

Mardhia, Y. 2010. Aktivitas Antibakteri Edible Film Dari Pati Tapioka Yang Di

Inkorporasi Dengan Minyak Atsiri Daun Attarasa (Litsea Cubeba). Skripsi.

Universitas Sumatera Utara. Medan.

Miller, A. S., Randall, C., R. & Richard, M., R. 1986. Fusarium and Verticillium

Wilts of Tomato, Potato, Pepper, and Eggplant. The Ohio State University. Mitsutomi, M., Kidoh, H., Tomita, H. & Watanabe, T. 1995. The Action of

Bacillus circulans WL-12 Chitinases on Partially N-acetylated Chitosan.


(37)

31

Muchtar, S., D., Widajati, E. & Giyanto. 2014. Pelapisan Benih Menggunakan Bakteri Probiotik untuk Mempertahankan Viabilitas Benih Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt.) Selama Penyimpanan. Jurnal Agrohorti 1 (4): 26-33.

Muharni & Nurnawati, E. 2007. Pengujian Aktivitas Kitinase Bacillus circulans

untuk Dikembangkan sebagai Agen Biokontrol pada Penyakit Tanaman.

Jurnal Penelitian Sains 14(1): 144-150.

Muharni & Widjajanti. 2011. Skrining Bakteri Kitinolitik Antagonis Terhadap

Pertumbuhan Jamur Akar Putih (Rigidoporus lignosus) dari Rizosfir

Tanaman Karet. Jurnal Penelitian Sains 14(1D): 51-56.

Novitasari, P. 2013. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Kitinolitik Penghambat

Pertumbuhan Cendawan Patogen Asal Kokon Cricula trifenestrata.

Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ohno, T., Armand, S., Hata, T., Nikaidou, N., Henrissat, B., Mitsutomi, M. & Watanabe, T. 2001. A Modular Family 19Chitinase Found in the

Prokaryotic Organism Streptomyces griceus HUT 6037. Journal of

Bacteriology 178(17): 5065-5070.

Oku, H. 1994. Plant Pathogenesis and Disease Control. Lewis Pulb. London. Pelczar, M., J., & Chan E., C., S. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi 2. Universitas

Indonesia. Jakarta.

Ploetz, R., C. 2003. Disease of Tropical Fruit Crops. CABI Publishing. Wallingford. United Kingdom.

Priyatno, T., P., Sudjadi, M., Sudjono & Chaerani. 2000. Aktivitas Kitinase

Mikroba Antagonistik Penyebab Lisis Miselia Phakopsora pachyrhizi Syd.

Prosiding Kongres Nasional XIV dan Seminar Ilmiah PFI. Palembang. Purwanti, M., Sudarwanto, M., Rahayu W., P. & Sanjaya W., A. 2009. Pengaruh

Berbagai Kondisi Preparasi dan Penyimpanan Susu Formula pada

Pertumbuhan Spora Bacillus cereus dan Clostridium perfringens. Jurnal

Teknologi dan Industri Pangan 20(1): 1-8.

Purwantisari, S., Pujiyanto, S. & Ferniah, R. 2005. Uji Efektivitas Bakteri Kitinolitik sebagai Pengendali Pertumbuhan Kapang Patogen Penyebab Penyakit Utama Tanaman Sayuran dan Potensinya sebagai Bahan

Biofungisida Ramah Lingkungan. Laporan Penelitian FMIPA UNDIP.

Semarang.

Rahmawati, 2010. Pemanfaatan Nata De Coco dalam Pembuatan Tablet Ekstrak

Etanol Daun Ruku-Ruku (Ocimum sanctum L.). Skripsi. Universitas


(38)

32

Rahwayuningsih, D. 2010. Pengaruh Penggunaan Amilum Singkong

Pregelatinase sebagai Bahan Penghancur Terhadap Sifat Fisik Tablet

Aspirin. Skripsi. Universitas Muhammadiyah. Purwokerto.

Risch S., J. 1995. Encapsulation and Controlled Release of Food Ingredients. American Chemical Society. Washington DC.

Rosadi, A. 2007. Pembuatan Permen Tablet Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum

basilicum). Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.

Rostinawati, T. 2008. Skrining dan Identifikasi Bakteri Penghasil Enzim Kitinase

dari Air Laut di Perairan Pantai Pondok Bali. Penelitian Mandiri Fakultas

Farmasi. Universitas Padjadjaran. Jatinagor.

Rowe, R., C., Sheskey, P., J. & Weller, P., J. 2003. Handbook of Pharmaceutical Excipients Fourth Edition. Pharmaceutical Press. London.

Rukmana, 1996. Usaha Tani Cabai Hibrisida Sistem Mulsa Plastik. Kanisius. Jogjakarta.

Samran, 2003. Sediaan Pelepasan Terkontrol: Kitosan Sebagai Matrik Sediaan

Tablet Press-Coating. Tesis. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Soekemi, Yuanita, Fat, A. & Salim, U. 1987. Tablet. Mayang Kencana. Medan. Soesanto L., Rokhlani & Nur, P. 2008. Beberapa Mikroorganisme Antagonis

Terhadap Penyakit Layu Fusarium gladiol. Agrivita 30(1): 76-83.

Sulistiani, 2009. Formulasi Spora Bacillus subtilis Sebagai Agens Hayati dan

PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) pada Berbagai Bahan

Pembawa. Skripsi. Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB.

Bogor.

Summerell, B., A., Saleh B., & Leslie J., F. 2003. A Utilitarian Approach to

Fusarium Identificationis. Plant Disease 87: 117-129.

Suryadi, Y., T., Priyatno, P., Susilowati, D., N., Samudra, I., M., Yudhistira, N. & Purwakusumah, E., D. 2013. Isolasi dan Karakterisasi Kitinase Asal

Bacillus cereus 11 U (Isolation and Chitinase Characterization of Bacillus cereus 11 UJ). Jurnal Biologi Indonesia 9(1): 51-62.

Suryanto, D., Patonah, S. & Munir, E. 2010. Control of Fusarium Wilt of Chili

With Chitinolytic Bacteria. Hayati J Biosci 17(1): 5-8.

Suryanto, D., Irawati, N. & Munir, E. 2011. Isolation and Characterization of Chitinolytic Bacteria and Their Potential to Inhibit Plant Pathogenic Fungi.


(39)

33

Suryanto, D., Asril, M., Munir, E., Kurdhinata, E., H. 2013. Assay of Antagonistic Bacteria of Single Isolate and Combination to Control Seedling-off in

Chili Seed caused by Fusarium oxysporum. Journal of Pure and Applied

Microbiology 8 Special Edition Nov 2014.

Suryanto, D., Indarwan, A. & E. Munir. 2012. Examination of Chithinolytic Bacteria in Alginate-Chitosane Encapsulation on Chili Seed Agains

Damping Off Caused by Fusarium oxysporum. American Journal of

Agricultural and Biological Sciences 7(4): 461-467.

Suzuki, K., Taiyoji, N., Sugawara, N., Nikaidou, B., Henrissa, & Watanabe, T.

1999. The Third Chitinase Gene (chi C) of Serratia marcescens 2170 and

the Relationship of Its Product to Other Bacterial Chitinases. Biochem

Journal 343: 587-596.

Swift, C., E., Wickliffe, E., R. & Schwartz, H., F. 2002. Vegetative Compatibility

Groups of Fusarium oxysporum f. sp. cepae from Onion in Colorado.

Journal of Plant Disease 86(6): 606-617.

Thamthiankul, S., Suan-Ngay, S., & Tantimavanich, S. 2001. Chitinase from

Bacillus thuringensis subsp. Pakistani. Journal Appl Microbiol Biotechnol

56: 395-401.

Toharisman, A., 2007. Peluang Pemanfaatan Enzim Kitinase di Industri Gula.

Makalah P3GI.

Tuzun, S. & Kuc, J. 1991. Plant immunization : An Alternative To Pesticides For Control Of Plant Disease In The Green House And Field. In Bay-Peterson J., (Ed), The Biological Control Of Plant Disease. Food And Fertilizer Technology Center, Taiwan.

Untung, K. 1996. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Van Loon, L., C., Bakker, A., H., M. & Pieterse, C., M., J. 1998. Systemic

Resistance Induced by Rhizosphere Bacteria. Phytopathol. Department of

Plant Ecology and Evolutionary Biology, Utrecht University. 36: 453–83.

Watanabe, A., Nong, V., H., Zhang, D., Arahira, M., Yeboah, N., A., Udaka, K., & Fukazawa, C. 1999. Molecular Cloning and Ethylene Inducible

Expression of Chibi b1 Chitinase from Soybean (Glycine max L.) Biosci

Biotech Biochem 63: 251-256.

Wu, M., L., Chuang, Y., C., Chen, J., P., Chen, C., S. & Chang, M., C. 2001. Identification & Characterization of Three Chitin-Binding Domains

Within the Multidomain Chitinase Chi92 from Aeromonas hydrophilla jp


(40)

34

Yusriadi. 2004. Pengendalian Biologi (Biokontrol) Penyakit Tular Tanah Kacang

Tanah dengan Pseudomonas (Ralstonia) fluorescens BSK8. Jurnal


(41)

LAMPIRAN

Lampiran 1.

Pembuatan Koloidal Kitin

Dihaluskan

Dilarutkan dalam 180 ml 10N HCl sambil diaduk dengan pengaduk magnetik selama 1,5-2 jam.

Dituang ke dalam erlenmeyer yang berisi 2 liter air.

Dibiarkan semalam kemudian bagian yang bening dipisahkan dari endapannya.

Dicuci sampai pH suspensi kitin antara 5-7

Diambil 10 ml kemudian dikeringkan pada suhu 80ºC. Dihitung berat keringnya.

20 g kitin

Suspensi kitin

Endapan Bagian bening


(42)

36

Lampiran 2.

Pembuatan MGMK Agar K2HPO4 0,7 g

KH2PO4 0,3 g MgSO4.7H2O 0,5 g FeSO4.7H2O 0,01 g ZnSO4 0,001g MnCl2 0,001g Koloidal kitin 0,2% Agar 2% (b/v) Cara Pembuatan :

Semua bahan dicampur kemudian ditambahkan dengan akuades hingga volumenya menjadi 1 liter. Diatur derajat keasaman hingga mencapai 6,8-7 dengan menambahkan NaOH 0,1N atau HCl 0,1N. Setelah sampai pada pH yang diinginkan lalu disterilkan dengan menggunakan otoklaf pada suhu 121ºC selama 15 menit.


(43)

37

Lampiran 3.

Penghambatan Serangan F. oxysporum pada Benih Cabai

Disaring

Dimasukkan ke dalam plastik tahan panas

Disterilkan dengan menggunakan otoklaf pada suhu 121oC

selama 15 menit.

Diambil sebanyak 100 ml

Dicampur dengan 500 g campuran tanah dan kompos steril (3:1) di dalam nampan plastik

Ditanam 30 buah benih cabai dalam tiap nampan Ditutup dengan plastik

Diamati tanaman yang terserang rebah kecambah selama 30 hari Suspensi biakan

F . oxysporum

Hasil

Media Tanam Steril Tanah + Kompos (3:1)


(44)

38

Diambil sebanyak 100 ml

Dicampur dengan 500 g campuran tanah dan kompos steril (3:1) di dalam nampan plastik

Ditanam 30 buah benih cabai yang telah direndam dengan tablet

Bacillus sp. BK17 selama 1 malam. Ditutup dengan plastik

Diamati tanaman yang terserang rebah kecambah selama 30 hari Suspensi biakan

F. oxysporum


(45)

39

Lampiran 4.

Foto Penelitian: (A) Alat pencetak tablet, (B) Proses pencetakan tablet, (C) Tablet Bacillus sp. BK17, (D) Penyimpanan tablet Bacillus sp. BK17, (E) Isolat F. oxysporum pada media PDA selama 5 hari pembiakan, (F) Isolat F. oxysporumpada media GYB selama 7 hari pembiakan

E F

A B C


(46)

40

Lampiran 5.

Benih Cabai Merah Pada Tiap Perlakuan Selama Masa Semai 30 hari:

(A) Kontrol, (B) Bacillus sp. BK17, (C) Bacillus sp. BK17+ F. oxysporum, (D) F. oxysporum


(1)

LAMPIRAN

Lampiran 1.

Pembuatan Koloidal Kitin

Dihaluskan

Dilarutkan dalam 180 ml 10N HCl sambil diaduk dengan pengaduk magnetik selama 1,5-2 jam.

Dituang ke dalam erlenmeyer yang berisi 2 liter air.

Dibiarkan semalam kemudian bagian yang bening dipisahkan dari endapannya.

Dicuci sampai pH suspensi kitin antara 5-7

Diambil 10 ml kemudian dikeringkan pada suhu 80ºC. Dihitung berat keringnya.

20 g kitin

Suspensi kitin

Endapan Bagian bening


(2)

Pembuatan MGMK Agar K2HPO4 0,7 g

KH2PO4 0,3 g MgSO4.7H2O 0,5 g FeSO4.7H2O 0,01 g ZnSO4 0,001g MnCl2 0,001g Koloidal kitin 0,2% Agar 2% (b/v) Cara Pembuatan :

Semua bahan dicampur kemudian ditambahkan dengan akuades hingga volumenya menjadi 1 liter. Diatur derajat keasaman hingga mencapai 6,8-7 dengan menambahkan NaOH 0,1N atau HCl 0,1N. Setelah sampai pada pH yang diinginkan lalu disterilkan dengan menggunakan otoklaf pada suhu 121ºC selama 15 menit.


(3)

Lampiran 3.

Penghambatan Serangan F. oxysporum pada Benih Cabai

Disaring

Dimasukkan ke dalam plastik tahan panas

Disterilkan dengan menggunakan otoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.

Diambil sebanyak 100 ml

Dicampur dengan 500 g campuran tanah dan kompos steril (3:1) di dalam nampan plastik

Ditanam 30 buah benih cabai dalam tiap nampan Ditutup dengan plastik

Diamati tanaman yang terserang rebah kecambah selama 30 hari Suspensi biakan

F . oxysporum

Hasil

Media Tanam Steril Tanah + Kompos (3:1)


(4)

Diambil sebanyak 100 ml

Dicampur dengan 500 g campuran tanah dan kompos steril (3:1) di dalam nampan plastik

Ditanam 30 buah benih cabai yang telah direndam dengan tablet Bacillus sp. BK17 selama 1 malam.

Ditutup dengan plastik

Diamati tanaman yang terserang rebah kecambah selama 30 hari F. oxysporum


(5)

Lampiran 4.

Foto Penelitian: (A) Alat pencetak tablet, (B) Proses pencetakan tablet, (C) Tablet Bacillus sp. BK17, (D) Penyimpanan tablet Bacillus sp. BK17, (E) Isolat F. oxysporum pada media PDA selama 5 hari pembiakan, (F) Isolat F. oxysporumpada media GYB selama 7 hari pembiakan

E F

A B C


(6)

Benih Cabai Merah Pada Tiap Perlakuan Selama Masa Semai 30 hari:

(A) Kontrol, (B) Bacillus sp. BK17, (C) Bacillus sp. BK17+ F. oxysporum, (D) F. oxysporum