Uji efek hioglikemia fraksi etil asetat biji jinten hitam pada tikus putih jantan dengan metode induksi aloksan dan toleransi glukosa

(1)

i

UJI EFEK HIPOGLIKEMIA FRAKSI ETIL ASETAT BIJI JINTEN HITAM (Nigella sativa Linn) PADA TIKUS PUTIH JANTAN DENGAN

METODE INDUKSI ALOKSAN DAN TOLERANSI GLUKOSA

Skripsi

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Farmasi

Oleh Irfanudin Padilah NIM: 105102003331

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1430 H/ 2009 M


(2)

(3)

(4)

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar

hasil karya sendiri yang belum pernah diajukan sebagai

skripsi atau karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga

pendidikan manapun.


(5)

v

ABSTRAK

Judul : Uji Efek Hipoglikemia Fraksi Etil Asetat Biji Jinten Hitam (Nigella sativa Linn) Pada Tikus Putih Jantan Dengan Metode Induksi Aloksan Dan Toleransi Glukosa

Biji jinten hitam (Nigella sativa Linn) merupakan salah satu tanaman tradisional yang telah diketahui sebagai obat antidiabet alternatif. Telah dilakukan pengujian efek hipoglikemia fraksi etil asetat biji jinten hitam dengan menggunakan metode induksi aloksan dengan masing-masing dosis 41 mg/200 g bb, 82 mg/200 g bb dan 164 mg/200 g bb yang diberikan secara oral pada tikus putih jantan, pengukuran kadar glukosa darah dilakukan pada hari ke-7, 21 dan 28 dengan menggunakan glukometer. Pemberian variasi dosis menunjukan bahwa dosis 41 mg/200 g bb memberikan penurunan kadar glukosa darah yang terkuat (51,41%), diikuti dosis 82 mg/200 g bb (41,86%) dan 164 mg/ 200 g bb (39,33%), dibandingkan dengan kontrol positif tidak berbeda secara bermakna dalam taraf nyata 0,05%. Dosis 41 mg/100 g bb fraksi etil asetat biji jinten hitam diberikan secara oral pada tikus putih jantan dengan menggunakan metode toleransi glukosa. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan setiap 30 menit selama 180 menit dengan menggunakan glukometer, dibandingkan dengan kontrol positif tidak berbeda secara bermakna pada menit ke-0, 30, 90, 120, 150 dan 180 sedangkan dibandingkan dengan kontrol negatif berbeda secara bermakna pada menit ke-60 dalam taraf nyata 0,05. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa fraksi etil asetat biji jinten hitam berpotensi menurunkan glukosa darah.

Kata kunci : Induksi aloksan, Biji jinten hitam, Etil asetat, Toleransi glukosa


(6)

vi

ABSTRACK

Title : Hypoglykemia Effect Of Ethyl Acetat Fraction Of Black Seed (Nigella Sativa Linn) On Alloxan Induced And Glucose Tolerance Method In Rats

Traditional herba medicine, black seed (Nigella sativa Linn) has already known can be used for oral anti-diabetic drug. An investigation of the hypoglycemia effect of black seed fraction in ethyl acetat using alloxan induced and glucose tolerance method. Measurement the blood glucose level was done on day-17, 21 and 28 using glucose-test. Doses variation of the ethyl acetat fraction showed that the dose of 41 mg/200 g bw gave the best hypoglycemic effect (51,41%), followed by doses 82 mg/200 g bw (41,86%) and 162 mg/200 g bw (39,33%), compared with positive control was not different incisively whereas compared with negative control was different incisively of significant 0,05. Dose 41 mg/200 g bw of ethyl acetat fraction given orally to white male rats using glucose tolerance method. Measurement of the blood glucose level was done every 30 minutes during 180 minutes using glucose-test, compared with positive control at minute-0, 30, 60, 90, 120, 150 and 180 was not different incisively whereas compared with negative control was different incisively at minute 60 of significant 0,05. This experiment showed that black seed fraction in ethyl acetat potentially decreasing blood glucose level.

Keys words : Alloxan induced, Black seed, Ethyl acetat, Glucose tolerance


(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT Rabb Yang Maha Kuasa dengan kasih dan sayang-Nya, berkat rahmat dan kuasa-Nya memberikan jalan kepada hamba-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi dengan judul “Uji Efek Hipoglikemia Fraksi Etil Asetat Biji Jinten Hitam (Nigella sativa Linn) Pada Tikus Putih Jantan Dengan Metode Induksi Aloksan Dan Toleransi Glukosa”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan tingkat sarjana Strata 1 (S1) pada Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Negeri (UIN) Syarifhidayatullah Jakarta.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari berbagai pihak. Karena itu pada kesempatan kali ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada yang terhormat:

1. Keluarga besarku terutama Ayahanda tercinta Nurdin (alm) dan Ibunda tersayang Ihat Muflihat dan kakaku Teh Pani Ropiani dan suaminya A Yusuf serta adik-adikku Ai Risna dan Miftahul Huda yang selalu memberikan spirit baik moril maupun spiritual selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Bapab Drs. M Yanis Musdja, M.Sc, Apt. dan Ibu Azrifitria, M.Si, Apt. Selaku pembimbing Akademik yang memberikan pengarahan, nasehat, dukungan dan bimbingannya, sehingga penulis bisa menyelesaikan dan menyusun skripsi ini.

3. Guru spiritual Ust Ade Taqiyudin dan Kak Syahril yang telah memberikan dorongan dan motivasi dengan tausiyahnya yang dapat menyejukan hati dan mendorong penulis untuk bisa menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak, Ibu Dosen Program Studi Farmasi yang memberikan dukungan, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

5. Teman-teman Program Studi Farmasi yang memberikan dukungan, sehingga penulis bias menyelesaikan skripsi ini.


(8)

viii

6. Semua pihak yang telah membantu dari awal hingga akhir penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsiini masih banyak kekurangan, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar skripsi peneltian ini benar-benar bermanfaat untuk kiya semua “Amin”.

Jakarta, 4 November 2009 M 16 Dzulqo’dah 1430 H


(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... vi

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Pembatasan Masalah ... 3

1.4. Tujuan Penelitian ... 4

1.5. Hipotesis ... 4

1.6. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jinten Hitam (Nigella Sativa Linn) ... 5

2.1.1. Klasifikasi ... 5

2.1.2. Nama lain ... 5

2.1.3. Morfologi ... 6

2.1.4 Pengembangan dan Pertumbuhan ... 6

2.1.5. Penanaman dan Perkembangbiakan ... 7

2.1.6. Ekologi dan Perkembangbiakan ... 7

2.1.7. Kandungan kimia biji jinten hitam ... 7

2.1.8. Khasiat jinten hitam ... 8

2.2. Tinjauan Hewan Coba ... 8

2.3. Ekstrak dan Ekstraksi ... 9

2.3.1. Pembuatan serbuk ... 10

2.3.2. Pembasahan ... 11

2.3.3. Penyari/Pelarut ... 11

2.4. Diabetes Mellitus ... 14

2.4.1. Diabetes mellitus Tipe-1 IDDM ... 14

2.4.2. Diabetes mellitus Tipe-2 NIDDM ... 15

2.4.3.Diabetes Gestional ... 16

2.4.4. Kelainan Fisiologis pada Diabetes ... 16

2.4.5. Diagnosis Diabetes ... 18

2.5. Alloksan ... 19

2.6. Glibenclamid ... 20

2.7. Acarbosa ... 22

2.8. Etil asetat ... 23

2.9. Metode Pengujian ... 24


(10)

x

2.9.2. Metode uji toleransi glukosa oral ... 27

BAB III KERANGKA KONSEP ... 28

BAB IV METODE PENELITIAN ... 29

4.1. Tempat Dan Waktu Penelitian ... 29

4.2. Alat dan Bahan ... 29

4.2.1. Alat ... 29

4.2.2. Bahan ... 29

4.3. Prosedur Kerja ... 30

4.3.1. Pembuatan Simplisia ... 30

4.3.2. Ekstraksi ... 30

4.3.3. Uji Penapisan Fitokimia ... 31

4.3.4. Rancangan Percobaan ... 33

4.3.5. Pembuatan Sediaan Uji dan Dosis ... 35

4.3.6. Cara Pengambilan Darah dan Pengkuran Kadar Glukosa Darah ... 37

4.3.7. Percobaan ... 37

4.3.8. Uji Statistik Terhadap Kadar Glukosa Darah ... 39

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 40

5.1. Hasil Penelitian 40

5.1.1. Determinasi Tanaman ... 40

5.1.2. Ekstraksi ... 40

5.1.3. Hasil Pengujian Ekstrak ... 40

5.1.4. Penapisan Fitokimia ... 41

5.1.5. Hasil Pengukuran Kadar Glukosa Darah ... 41

5.2. Pembahasan... 42

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

6.1. Kesimpulan ... 51

6.2. Saran ... 51


(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Alloksan ... 19

Gambar 2. Glibenclamid ... 20

Gambar 3. Etil asetat ... 23

Gambar 4. Biji jinten hitam ... 56

Gambar 5. Kandang tikus ... 56

Gambar 6. Glukose-test ... 57

Gambar 7. Pemberian secara oral ... 57

Gambar 8. Kurva kadar glukosa darah rata-rata hewan uji sebelum dan sesudah diberi bahan uji pada hari pengambilan sampel selama 28 hari 72

Gambar 9. Kurva kadar glukosa darah rata-rata hewan uji menit ke 0,30,60,90,120 ,180... 72


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Pembagian Kelompok Hewan Uji Induksi Aloksan ... 34

Tabel 2. Pembagian Kelompok Hewan Uji Toleransi Glukosa ... 35

Tabel 3. Hasil pemeriksaan penapisan fitokimia biji jinten hitam ... 41

Tabel 4. Hasil pada metode induksi aloksan ... 41

Tabel 5. Hasil pada metode toleransi glukosa aloksan ... 42

Tabel 6. Konversi dosis... 64

Tabel 7. Kadar glukosa darah metode induksi aloksan ... 68

Tabel 8. Kadar glukosa darah metode toleransi glukosa ... 70

Tabel 9. Persentase penurunan pada induksi metode aloksan………... 71

Tabel 10.Persentase penurunan pada metode toleransi glukosa………. 71

Tabel 11. Sample Kolmogorov Uji normalitas-Smirnov……….... 73

Tabel 12. Uji Homogenitas ... 73

Tabel 13. Uji ANAVA ... 74

Tabel 14. Kruskal Wallis ... 74

Tabel 15. Uji BNT hari ke-14 ... 74

Tabel 16. Uji BNT hari ke-17 ... 76

Tabel 17. Uji BNT hari ke-21 ... 77

Tabel 18. Uji BNT hari ke-28 ... 78

Tabel 19. Uji normalitas Sample Kolmogorov-Smirnov ... 80

Tabel 20. Uji Homogenitas ... 80

Tabel 21. ANAVA ... 81

Tabel 22. Kruskal Wallis ... 81

Tabel 23. Uji BNT menit ke-30 ... 82


(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Gambar Bahan Dan Alat Penelitian ... 56

Lampiran 2. Determinasi Simplisia ... 58

Lampiran 3. Sertifikat Glibenklamid ... 59

Lampiran 4. Skema Ekstraksi dan Partisi ... 60

Lampiran 5. Skema Percobaan Metode Induksi Aloksan ... 61

Lampiran 6. Skema Percobaan Metode Toleransi Glukosa ... 62

Lampiran 7. Perhitungan Dosis Larutan Uji ... 63

Lampiran 8. Penetapan Kadar Air Dan Susut Pengeringan Etil Asetat ... 67

Lampiran 9. Daftar Kadar Glukosa Darah Masing-Masing Kelompok ... 68

Lampiran10. Persentase Penurunan Kadar Glukosa Darah ... 71

Lampiran11. Kurva Kadar Glukosa Darah ... 72

Lampiran12. Analisa Data Metode Induksi Aloksan ... 73


(14)

(15)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jumlah penderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) di Indonesia, menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), mencapai 17 juta orang atau 8,6% dari 220 juta populasi negeri ini dan meningkat terus pada akhir-akhir ini karena angka tersebut berdasarkan penelitian pada tahun 2001. Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003 tercatat hampir 200 juta orang di dunia menderita diabetes dan diperkirakan pada tahun 2025 jumlah penderita bisa mencapai sekitar 330 juta jiwa. Sementara di Indonesia sendiri, berdasarkan data WHO pada tahun 2003 tercatat lebih dari 13 juta penderita diabetes, dari jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi lebihdari 20 juta penderita pada tahun 2030. Berdasarkan penelitian Departemen Kesehatan pada 2001, untuk jenis penyakit ini Indonesia menempati urutan keempat di dunia setelah India, China dan Amerika Serikat (AS). Pada tahun 2001 silam, tercatat 7,5% penduduk di Pulau Jawa dan Bali, baik pria maupun wanita, menderita DM. Kemungkinan juga angkat tersebut bisa bertambah lebih besar lagi. penyakit ini tercantum dalam urutan nomor 4 dari prioritas penelitian nasional untuk penyakit degeneratif setelah kardiovaskular, serebrovaskular dan geriatri.(Perkeni, 2006)


(16)

2

Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia dengan lebih dari 30 ribu spesies tanaman berkhasiat mengobati melalui penelitian ilmiah. Hanya sekitar 180 spesies tersebut telah dimanfaatkan dalam tanaman obat tradisional oleh industri obat tradisional Indonesia. Hal ini disebabkan pemanfaatan tumbuhan obat Indonesia untuk mengobati suatu penyakit biasanya hanya berdasarkan pengalaman empiris yang diwariskan secara turun temurun tanpa disertai data penunjang yang memenuhi persyaratan. Penelitian farmakologis dengan tahap pengujian secara sistematik, menggunakan metode uji antidiabetes yang tepat harus digunakan agar hasilnya dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, bermanfaat bagi masyarakat dan dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya.

Salah satu tanaman obat yang secara tradisional digunakan untuk mengobati diabetes mellitus adalah jinten hitam (Nigella sativa Linn).Masyarakat mesir menggunakan jinten hitam untuk mengobati kencing manis, Penggunaan jintan hitam sebagai obat-obatan telah dilakukan jutaan orang di Asia, Timur Tengah, dan Afrika untuk menjaga kesehatan. Jintan hitam adalah tanaman yang berkhasiat obat dan telah dimanfaatkan ribuan tahun lampau. Dalam masyarakat islam penggunaan jintan hitam adalah termasuk kedalam pengobatan ala nabi (tibbun nabawi). Hal ini terdokumentasi dengan baik melalui riwayat imam Bukhari dan Muslim yang terjemahannya sebagai berikut:


(17)

3

"Dari Abu Hurairah ra : Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya pada jintan hitam itu terdapat obat untuk segala macam penyakit kecuali kematian".

Salah satu khasiat jinten hitam adalah untuk antidiabetes karena jinten hitam mempunyai banyak kandungan.(Mahmud 2007)

Hal tersebut melatar belakangi dilakukannya pengujian khasiat antidiabetes ekstrak jinten hitam (Nigella sativa Linn) untuk menurunkan kadar glukosa darah hewan uji. Dalam hal ini hewan percobaan yang digunakan adalah tikus putih jantan galur wistar dan SD (Sprague Dawley) dengan metode uji dabetes aloksan dan toleransi glukosa sebagai metode uji antidiabetes praklinis yang mendekati keadaan penderita diabetes yang sebenarnya dan pemeriksaan kadar glukosa darahnya menggunakan glukometer.

1.2. Perumusan Masalah

Apakah fraksi etil asetat biji jinten hitam (nigella sativa Linn) memiliki kemampuan menurunkan kadar glukosa darah pada tikus putih jantan galur wistar dengan metode induksi aloksan dan uji toleransi glukosa.

1.3. Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi hanya untuk mengetahui kemampuan fraksi etil asetat biji jinten hitam ( Nigella sativa Linn) dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus jantan menggunakan metode induksi aloksan dan toleransi glukosa.


(18)

4 1.4. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui efek hipoglikemia dalam fraksi etil asetat biji jinten hitam (Nigella sativa Linn) pada tikus putih jantan galur wistar dengan metode induksi aloksan dan uji toleransi glukosa.

1.5. Hipotesis

Fraksi etil asetat jinten hitam (Nigella sativa. Linn) dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus putih jantan yang diinduksi dengan metode induksi aloksan dan uji toleransi glukosa.

1.6. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam meningkatkan upaya kesehatan dengan mengembangkan obat tradisional sehingga dapat dimanfaatkan dengan berdasarkan landasan ilmiah.


(19)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. JINTEN HITAM (Nigella sativa Linn).

2.1.1. Klasifikasi (ITIS, 2009)

Berdasarkan ilmu taksonomi, klasifikasi tanaman jinten hitam adalah sebagai berikut :

Dunia : Plantae Sub dunia : Tracebionta Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnopliopsida Sub kelas : Magnoliidae Bangsa : Ranuculases Suku : Ranuculaceae Marga : Nigella

Jenis : Nigella sativa Linn

Sinonim : Nigella cretica miller, Nigella indica Roxb

2.1.2. Nama lain

Di Dunia, jinten hitam dikenal dengan berbagai nama, antara lain: Kalonji (bahasa Hindi), Kezah (Hebrew), Chamushka (Rusia), Habbatus Sauda’ (Arab), Siyah daneh (Persian), Fennel Flower / Black Cumin / Nutmeg Flower / Roman Coriander / Black Onian Seed (English)


(20)

6 2.1.3. Morfologi(Tjitrosoepomo, 2000)

Nigella sativa atau Jinten Hitam Pahit ini merupakan jenis tanaman bunga, tumbuh setinggi 20-50 cm, berbatang tegak, berkayu dan berbentuk bulat menusuk.

Daun runcing ,bercabang, bergaris (namun garis daunnya tidak seperti benang ; tidak seperti ciri daun tumbuhan genus Nigella pada umumnya), daunnya kadang-kadang tunggal atau bisa juga majemuk dengan posisi tersebar atau berhadapan. Bentuk daunnya bulat telur berujung lancip. Di bagian permukaan daunnya terdapat bulu halus.

Tumbuhan jintan hitam memiliki bunga yang bentuknya beraturan. Bunga ini kemudian menjadi buah berbentuk bumbung atau buah kurung berbentuk bulat panjang. Bunganya menarik dengan warna biru pucat atau putih, dengan 5-10 mahkota bunga.

Buahnya keras seperti buah buni. Berbentuk besar, menggembung, berisi 3-7 unit folikel,masing-masing berisi banyak biji atau benih yang sering digunakan manusia sebagai rempah-rempah. Memiliki rasa pahit yang tajam dan bau seperti buah strawberry. Bijinya berwarna hitam pekat.

2.1.4. Pengembangan dan Pertumbuhan (De Guzman, 1999)

Perkecambahan secara epigeal. di dalam iklim hangat jinten hitam mulai berbunga sekitar 100 hari setelah penaburan dan benih mulai tumbuh 50 hari kemudian. di dalam iklim lebih hangat, jinten hitam berbunga mulai 8-10 minggu setelah perkecambahan. Penyerbukan sebagian besar di lakukan oleh serangga. Penyerbukan terjadi pada bunga yang lebih tua yang mulai membungkuk.


(21)

7

2.1.5. Penanaman dan Perkembangbiakan (De Guzman, 1999)

Jinten hitam dapat di kembangbiakan dengan mudah, dengan cara biji di sebarkan. Perkecambahan di lakukan di tempat gelap dan temperatur tinggi. benih ditaburkan di dalam blok tepukan, setelah menjadi kecambah benih ditanam berbaris, umumnya jarak antara baris satu dengan yang lain adalah 25-40 cm. Di ethiophia, Jinten hitam sering dipanen bersamaan dengan dengan gandum dan jewawut.

2.1.6. Ekologi dan Penyebaran( K Hyne, 1987)

Jinten hitam dipercaya berasal dari Mediterania (seputar Laut Tengah), eropa selatan, sampai ke india. Bentuknya kecil berserabut, ukurannya tidak lebih dari 3 mm, dapat tumbuh sampai pada ketinggian 1100 m dari permukaan laut. Biasanya ditanam di daerah pegunungan ataupun sengaja ditanam dihalaman atau ladang sebagai tumbuhan rempah-rempah. Daerah sentra produksi Jintan di Indonesia adalah Sumatera dan Jawa serta di berbagai daerah lainnya.

2.1.7. Kandungan kimia biji jinten hitam(De Guzman, 1999) Biji jinten hitam antara lain mengandung :

a. Minyak atsiri: thymoquinone 25-50, p-cymene dan α-pinene, carvacrol, anetol dan α-terpineol.

b. Minyak lemak: asam eososianat 0,5%, asam linoleat sekitar 60%, asam linolenat 0,3%, asam myristat 0,3%, asam oleat sekitar 25%, asam palmiat 0,3% dan asam stearat 3%.

c. Kandungan lainnya: Tanin, alkaloid, nigelon, nigelimin, nigelimin n- oksida dan nigelisin, campestrol, stigmasterol, β-sitosterol, α


(22)

-8

spinasterol. Juga mengandung 1,5% glucosida melantin yang bila di hidrolisis menghasilkan racun melantogenin.

Dalam 100g biji jinten hitam mengandung: air 4g, protein 22g, lemak 41g, karbohidrat 17g, serat 8g, mineral 4,5g (Na 0,5g, K 0,5g, Ca 0,2g, P 0,5g, Fe 10mg), thiamin 1,5mg, piridoksin 0,7mg, tokoperol 34mg dan niasin 6 mg.

2.1.8. Khasiat jinten hitam

Diuretik, karminatif, kencing batu, sakit gigi, bengkak karena peradangan, kelelahan, cacingan, masalah kulit seperti jerawat, haid, menambah ASI pada wanita menyusui, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, Khasiat lainnya adalah mengurangi berat badan dan lingkar perut, menurunkan tekanan darah, gula darah puasa, trigiliserida dan kolesterol HDL, asam urat, hipoglikemik (Al-Hader et al., 1993).

2.2. Tinjauan Hewan coba (Sharp et al, 1998)

Klasifikasi hewan coba yang digunakan pada penelitian ini adalah :

Regnum : Animalia

Filum : Chordata

Kelas :Mamalia

Bangsa : Rhodenta

Keluarga : Muridae

Anak Keluarga : Murinae

Marga : Rattus


(23)

9

Ratus norvegicus merupakan salah satu species tikus yang paling umum di jumpai dirpekotaan. Hasil seleksi pada hewan ini sering digunakan sebagai hewan percobaan yang dikenal dengan tikus putih dan sebagai hewan peliharaaan dengan warna yang bervariasi.

2.3. Ekstrak dan Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau sebagian pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tesisa perlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.(Depkes RI, 1994)

Ekstraksi adalah suatu proses penarikan kandungan kimia yang larut sehingga dapat terpisah dari bahan – bahan yang tidak larut dengan menggunakan pelarut cair. Ekstrak merupakan sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa akif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut dan diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.(Harbone,1996)

Ekstrak tumbuhan obat yang dibuat dari simplisia nabati dapat dipandang sebagai bahan awal dianalogkan dengan komoditi bahan baku obat yang dengan teknologi fitofarmasi diproses menjadi bahan antara atau produk jadi . Ekstrak sebagai bahan anatara berarti masih menjadi bahan yang dapat diproses lagi menjadi fraksi – fraksi, isolat senyawa tunggal ataupun tetap sebagai campuan dengan ekstrak lain, ekstrak sebagai produk


(24)

10

jadi berarti ekstrak yang berada didalam sediaan obat jadi siap digunakan oleh penderita.

Prinsip yang sangat penting dalam ekstrak adalah bahwa suatu zat akan terekstraksi efektif jika ekstraksi dilakukan berulang - ulang dengan menggunakan pelarut dalam jumlah yang lebih kecil daripada hanya satu atau dua kali ekstraksi dengan jumlah yang besar.

Ekstrak dikelompokan atas dasar sifatnya, yaitu ( Voight, 2005) :

a. Ekstak encer adalah sediaan yang memiliki konsistensi semacam madu dan dapat dituang.

b. Ekstrak kental adalah sediaan yang liat dalam keadaan dingindan tidak dapat di tuang. Kandungan air berjumlah sampai 30%.

c. Ekstrak kering adalah sediaan yang memiliki konsistensi kering dan mudah di tuang, sebaiknya memiliki kandungan lembab tidak lebih dari 5 %.

d. Ekstrak cair adalah ekstrak yang di buat sedemikian rupa sehingga 1 bagian simplisia sesuai dengan 2 bagian ekstrak cair.

Proses ekstraksi dapat melalui tahap mejadi : pembuatan serbuk, pembasahan, penyarian dan pemekatan(Depkes RI, 1978, 1986)

2.3.1. Pembuatan serbuk

Pada umumnya penyarian akan bertambah baik bila permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan dengan cairan penyari semakin luas. Kehalusan serbuk akan mempermudah proses penyarian. Tetapi serbuk yang terlalu halus akan merusak sel dinding sel sehingga akan merusak zat


(25)

11

aktif pada simplisia tersebut dan zat yang tidak diinginkan pun dapat ikut masuk ke dalam hasil penyarian.

2.3.2. Pembasahan

Pembasahan serbuk dilakukan pada penyarian. Dimaksudkan memberi kesempatan sebesar-besarnya kepada cairan penyari memasuki pori-pori dalam simplisia sehingga mempermudah penyarian selanjutnya(Depkes, 1978)

2.3.3. Penyari/ Pelarut

Cairan penyari yang di gunakan dalam proses pembuatan ekstrak adalah penyari yang baik untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau aktif. Penyari tersebut harus dipisahkan dari bahan da dari kandungan lainnya, serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa yang diinginkan. Faktor utama yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan penyari adalah selektifitas, ekonomis, dan kemudahan bekerja(Depkes RI 1978)

Macam-macam metode penyarian dalam ekstraksi yang dapat di lakukan ialah :

a. Ekstraksi dengan menggunakan penyari (Depkes RI 1978)

1. Maserasi(Depkes 2001)

Maserasi adalah proses pengekstrakkan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar) secara teknologi


(26)

12

termasuk ekstraksi dengan metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Prinsip perkolasi adalah dengan menempatkan serbuk simplisia pada suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari akan menarik zat aktif dalam sel-sel yang terdapat dalam simplisia.

3. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut sampai pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

4. Sokhletasi

Sokhlet adalah ekstraksi menggunakan penyari yang berbeda. Umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi berlanjut sampai jumlah penyari relatif konstan dengan adanya pendingin balik.


(27)

13

5. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperature ruangan, secara umum dilakukan pada temperature 40o C-50o C. 6. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air mendidih, temperature terukur 96oC - 98oC selama waktu tertentu (15-20 menit). Infus pada umumnya digunakan untuk menarik atau mengekstraksi zat aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Hasil dari ekstrak ini akan menghasilkan zat aktif yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang, sehingga ekstrak yang diperoleh dengan infus tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam.

7. Dekok

Dekok adalah infus yang waktunya lebih lama (lebih dari 30 menit) dan temperatur sampai titik didih air.

Cara ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah maserasi. Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana Bahan yang dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope (umumnya terpotong – potong atau diserbuk kasarkan ) disatukan dengan bahan ekstraksi. Waktu maserasi berbeda–beda, masing–masing farmakope mencantumkan 4-10 hari. (Voight, 1995)


(28)

14 b. Destilasi uap

Destilasi uap adalah ekstraksi kandungan senyawa mudah menguap (minyak atsiri) dari bahan (segar atau simplisisa) dengan uap air. Cara ini didasarkan pristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara berlanjut sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna sebagian.

2.4. Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus, penyakit gula atau kencing manis adalah suatu gangguan kronis yang khususnya menyangkut mabolisme hidrat arang (glukosa) di dalam tubuh. Penyebabnya adalah kekurangan hormon insulin, yang berfungsi memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi dan mensintesis lemak. Akibatnya ialah glukosa bertumpuk didalam darah (hiperglikemia) dan akhirnya diekskresikan lewat kemih tanpa digunakan (glycosuria). Oleh karena itu produksi kemih sangat meningkat dan pasien selalu buang air kecil, merasa selalu haus, berat badan menurun dan berasa lelah. Penyebab lain ialah menurunnya kepekaan reseptor sel bagi insulin (resistensi insulin) yang di kibatkan makan terlalu banyak dan kegemukan (overweigh).

2.4.1. Diabetes melitus Tipe-1 (IDDM)

Pada tipe ini terdapat destruksi dari sel – sel beta pankreas, sehingga tidak memproduksi insulin lagi dengan akibat sel – sel tidak menyerap glukosa dari darah. Karena itu kadar glukosa darah meningkat di


(29)

15

atas 10 mmol/l, yakni nilai ambang ginjal, sehingga glukosa glukosa berlebihan dikeluarkan lewat urin bersama banyak air (glycosuria) Di bawah kadar tersebut glukosa ditahan oleh tubuli ginjal.Tipe-1 mengghinggapi orang-orang di bawah usia 30 tahun.

Penyebab diabetes tipe-1 ini belum begitu jelas, tetapi terdapat indikasi kuat bahwa jenis ini disebabkan oleh suatu infeksi virus yang menimbulkan reaksi auto imun berlebihan untuk menanggulangi virus. Akibatnya sel-sel pertahanan tubuh tidak tidak hanya membasmi viru, melainkan juga turut merusak atau memusnahkan sel-sel langerhans. Dalam waktu satu tahun sesudah diagnosa, 80-90% penderita tipe-1 memperlihatkan antibodi sel-sel beta di dalam darahnya. Pada tipe ini faktor keturunan juga memegang peranan. Virus yang dicurigai adalah virus Coxsackie-B Epstein-Barr, morbill dan virus parotitis. Pengobatan tipe ini satu- satunya adalah pemberian insulin seumur hidup. (Tjay dan Rahardja, 2002)

2.4.2. Diabetes melitus Tipe-2 (NIDDM)

Pada tipe ini lazimnya mulai diatas 40 tahun dengan inssiden lebih besar pada orang gemuk dan pada usia lebih lanjut. Orang – orang yang hidupnya makmur, culas dan kurang gerak badan lebih besar resiko terkena gejala ini. Penyebab gejala ini adalah akibat menua, banyak pasien jenis ini mengalami penyusutan sel – sel beta yang progresif serta serta penumpukan amiloid sekitar sel – sel beta. Sel beta yang tersisa pada umumnya masih aktif tetapi sekresi insulinnya semakin berkurang. Selain itu kepekaan reseptornya menurun. Hipofunsi sel beta ini bersama


(30)

16

resistensi insulin yang meningkat mengakibatkan gula darah meningkat (hiperglikemia). Pada tipe ini tidak tergantung pada insulin dan dapat diobati dengan antidiabetik oral.

Diagnosa tipe-2 umumnya baru di diagnosa pada stadium terlambat, padahal diagnosa dini adalah penting sekali untuk menghindarkan komplikasi lambat. Maka bila terdapat gejala seperti haus yang hebat, sering buang air kecil dan turunnya berat badan serta rasa leti, maka sebaiknya segera konsultasi ke dokteruntuk di periksa penyakit gula.(Tjay dan Rahardja, 2002)

2.4.3. Diabetes Gestional

Diabetes Mellitus gestional (GDM) adalah keadaan diabetes atau intoleransi glukosa yang timbul selama masa kehamilan, dan biasanya berlangsung hanya sementara atau temporer.

Diabetes pada masa kehamilan, walaupun umumnya dapat pulih sendiri beberapa saat setelah melahirkan, namun dapat berakibat buruk yang dapat terjadi antara lain malformasi kongenital, peningkatan berat badan bayi ketika lahir dan meningkatnya risiko mortalitas perinatal. Wanita yang pernah menderita GDM akan lebih besar risikonya untuk menderita lagi diabetes dimasa depan. (Depkes, 2006).

2.4.4. Kelainan Fisiologis pada Diabetes

Manifestasi utama diabetes mellitus adalah hiperglikemia yang terjadi akibat berkurangnya jumlah glukosa yang masuk ke dalam sel, berkurangnya penggunaan glukosa oleh berbagai jaringan dan peningkatan produksi glukosa karena proses glukoneogenesis oleh hati. Poliuri,


(31)

17

polidipsi, polifagi dan penurunan berat badan merupakan gejala utama penyakit ini. Dalam keadaan hiperglikemia yang berlangsung lama dan melewati ambang ginjal, akan terjadi glukosuria dimana batas maksimal reabsorbsi pada tubulus renalis dilampaui dan glukosa akan diekskresikan ke dalam urin (Murray dkk, 1992).

Volume urin meningkat (poliuri) akibat terjadinya diuresis osmotik yang selanjutnya akan menimbulkan dehidrasi dan adanya rangsangan untuk banyak minum (polidipsi). Glikosuria menyebabkan kehilangan kalori yang cukup besar (4,1 kal bagi setiap karbohidrat yang diekskresikan). Keadaan ini jika ditambah dengan deplesi jaringan otot dan adiposa akan mengakibatkan penurunan berat badan yang hebat kendati terdapat peningkatan selera makan (polifagia) dan asupan kalori yang normal. Namun glukosa yang dimakan tidak akan dapat masuk ke dalam sel untuk membentuk glikogen maupun dipergunakan untuk menghasilkan energi sehingga mengeluh lelah, mengantuk (Murray dkk, 1992; Sylvia dkk, 1995).

Dalam keadaan defisiensi insulin, sintesis protein akan menurun. Pengangkutan asam amino sebagai substrat glukoneogenik ke dalam otot berkurang sehingga terjadi keseimbangan nitrogen yang negatif. Defisiensi insulin juga terjadi keseimbangan nitrogen yang negatif. Defisiensi insulin juga menyebabkan tidak adanya kerja antipolisis maupun lipogenik sehingga kadar asam lemak plasma akan meninggi. Jika kemampuan hati untuk mengoksidasi asam lemak terlampaui, maka senyawa asam β -hidroksibutirat dan asam asetoasetat akan bertumpuk sehingga terjadi


(32)

18

ketosis. Mula-mula penderita dapat mengimbangi penumpukan asam organik ini dengan meningkatkan pengeluaran CO2 lewat sistem respirasi,

namun bila keadaan ini tidak dikendalikan maka akan terjadi asidosis metabolik, pernafasan menjadi cepat dan dalam (pernafasan kushmaul) dan pasien dapat meninggal dalam keadaan koma diabetik.

Selain ketoasidosis, komplikasi yang sering timbul ialah komplikasi vaskular jangka panjang berupa mikroangiopati mencakup retinopati diabetik, nefropati diabetik maupun neuropati diabetik. Mikroangiopati mempunyai gambaran histopatologis berupa aterosklerosis, penimbunan sorbitol dalam intima vaskular. Hiperlipoproteinemia maupun kelainan pembekuan darah. Sehingga diabetes mellitus dapat menjadi salah satu penyebab penyakit angina pektoris, onfark miokard, gagal ginjal, katarak. Kegagalan pernafasan bahkan kematian (Murray dkk, 1992; Sylvia dkk, 1995).

2.4.5. Diagnosis Diabetes

Penyakit diabetes melitus ditandai gejala 3P, yaitu poliuria (banyak berkemih), polidipsia (banyak minum) dan polifagia (banyak makan), yang dapat di jelaskan sebagai berikut :

Di samping naiknya kadar gula darah, diabetes bercirikan adanya gula dalam kemih (glycosuria) dan banyak berkemih karena glukosa yang diekskresikan mengikat banyak air. Akibatnya timbul rasa sangat haus, kehilangan energi, turunnya berat badan serta rasa letih. Tubuh mulai membakar lemak untuk memenuhi kebutuhan energinya, yang di sertai perubahan zat-zat perombakan, antara lain aseton, asam diksobutirat dan


(33)

19

diacetat, yang membuat darah menjadi asam. Keadaan ini, yang di sebut ketoacidosis dan terutama timbul pada tipe-1, amat berbahaya karena dapat menyebabkan pingsan (coma diabeticum). Napas penderita sering kali berbau aseton (Tjay dan Rahardja, 2002). Diagnosis DM yang dianjurkan adalah yang sesuai dengan anjuran WHO 1985 dengan mengambil sample glukosa darah vena puasa dan dua jam post pradial (Ganiswara, 1995).

2.5. Alloksan

Gambar 1. Alloksan

Sinonim : Alloxan; 2,4,5,6-tetraoxohexahydropyrimidine; mesoxalylurea; mesoxalylcarbamide

Rumus molekul : C4H2N2O4

Berat molekul :142,07

Persentase kandungan : C 33.82%, H 1.42%, N 19.72%, O 45.05%

Kelarutan : mudah larut dalam air; aseton; alcohol dan petroleum eter. Larutan dalam air panas berwarna kuning dan setelah dingin

Penggunaan : Untuk menghasilkan dalam eksperimen

terhadap binatang diabetes; dalam eksperimen nutrisi; dalam sintesis senyawa organic.

Mekanisme kerja : Aloksan dengan cepat terikat atau terakumulasi di dalam sel-B pankreas berbeda dengan bukan sel-B pankreas. agen sitotoksiknya secara cepat


(34)

20

dan selektif merusak kemampuan sel-B dalam memproduksi insulin yang dikenal sebagai efek diabetogenik.

Stabilitas : Aloksan stabil pada suhu 2 – 10 derajat celcius. Penyimpanan pada suhu rendah dalam wadah tidak tembus cahaya dan tertutup rapat.(Windolz M,1983).

2.6. Glibenclamid

Gambar 2. Glibenclamid

Sinonim : Glibenclamida; Glibenclamidum;Glibenklamid;

Glibenklamidas; Glibenklamidi; Glybenclamide; Glybenzcyclamide; HB-419; U-26452

(marthindale); Glyburide(merk)

Nama kimia : 1-{4-[2-(5-Chloro-2

methoxybenzamido)ethyl]benzenesulphonyl}-3- Rumus molekul : C23H28ClN3O5S

Berat molekul : 494.01

Persentasi Kandungan : C 55.92%, H 5.71%, Cl 7.18%, N 8.51%, O


(35)

21

Deskripsi : Berwarna putih atau hampir putih, berbentuk serbuk Kristal, (Marthindal)

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan eter; sedikit larut dalam, etanol (95%), metanol dan metil alcohol; dengan mudah larut dalam diklormetan atau metilen klorida. pKa 5,3. Dapat dilarutkan dalam larutan hidroksida alkali. LD50 pada tikus (g/kg): >20 secara oral; >12,5 i.p; >20 s.c.

Penggunaan terapi :Antidiabetik oral (diabetes tipe 2), hipoglikemik

Dosis : dewasa : oral 2,5 - 5 mg/hari bersamaan makan;

untuk pasien lebih sensitive terhadap obat hipoglikemik (disfungsi ginjal atau hati) dewasa: pada awalnya 1,25 mg/hari, perawatan: 1,25 – 20 mg/hari dalam dosis tunggal atau bagi, tidak direkomendasikan untuk dosis > 20 mg/hari. (AtoZ)

Mekanisme kerja : Derivat-klormetoksi ini adalah obat pertama dari antidiabetika oral generasi ke-2 dengan khasiat hipoglikemisnya yang kira-kira 100 kali lebih kuat daripada tolbutamida. Pola kerjanya berlainan dengan sulfonylurea lain, yaitu dengan single-dose pagi hari mampu menstimulasi sekresi insulin pada setiap pemasukan glukosa (selama makan). Dengan demikian selama 24


(36)

22

jam tercapai regulasi gula darah optimal yang mirip pola normal.resorpsinya dari usus praktis lengkap, PP-nya diatas 99%, plasma-t1/2-nya ca 10 jam, kerjanya dapat bertahan sampai 24 jam. Dalam hati zat inidirombak menjadi metabolit kurang aktif, yang diekskresikan sama rata lewat kemih dan tinja. (Tjay dan Rahardja, 2002) mekanismenya mengurangi gula darah dengan menstimulasi pelepasan insulin dari pankreas. Memungkinkan juga mengurangi produksi glukosa hati dan atau meningkatkan respon insulin.

2.7. Acarbosa (Martindale, 2007)

Sinonim : Acarbose; Acarbosum; Akarbos Nomor regestasi CAS : 56180-94-0

Berat molekul : 645.60

Rumus molekul : C 46.51%, H 6.71%, N 2.17%, O 44.61%

Deskripsi : Berbentuk amorp, higroskopis, berwarna putih/ kekuning-kuningan, sangat mudh larut dalam air, larut dalam metal alcohol dan praktis tidak larut dalam diklorometan.

Mekanisme kerja :Berkhasiat menghambat enzim glukosidase (matase, sukrase dan glukomilase) yang perlu untuk


(37)

Dosis

Efek samping

2.8. Etil asetat (Merk

Sinonim

Sifat kimia dan

23

perombakan di/polisakarida dari ma monosakarida, dengan demikia glukosa diperlambat, sehingga flu darah menjadi lebih kecil dan ni menurun.

: 3 dd 50 mg langsung sebelum ma dinaikan 1-2 minggu sampai maks mg/minggu.

: Terbentuknya banyak gas di usus d diakibatkan penumpukan hidratan dicerna didalam usus.

erk)

Gambar 3. Etil asetat

: Etil ester, ester asetat, ester etano

dan fisika : Etil asetat adalah pelarut polar volatil (mudah menguap), tida tidak higroskopis. Etil aset penerimaikatan hidrogen yang lem suatu donor ikatan hidrogen kare proton yang bersifat asam (yaitu terikat pada atom elektronegat

makanan menjadi kian penyerapan fluktuasi glukosa nilai rata-ratanya

makan, bila perlu aksimal 3 dd 100

s dan kejang usus tang yang tidak

nol

ar menengah yang idak beracun, dan setat merupakan lemah, dan bukan arena tidak adanya itu hidrogen yang gatif seperti flor,


(38)

24

oksigen dan nitrogen. Etil asetat dapat melarutkan air hingga 3%, dan larut dalam air hingga kelarutan 8% pada suhu kamar. Kelarutannya meningkat pada suhu yang lebih tinggi. Namun demikian, senyawa ini tidak stabil dalam air yang mengandung basa atau asam.

Nama CAS :10238-21-8(merek)

Rumus molekul : C4H8O2 Berat molekul : 88.12 g/mol

Deskripsi :Cairan tak berwarna

Penggunaan : Secara luas digunakan sebagai bahan pelarut

untuk indusri dan bahan pelarut untuk ekstraksi.

2.9. Metode Pengujian

2.9.1. Metode induksi aloksan

Keadaan diabetes pada hewan uji ini dapat dilakukan dengan cara pankreotomi dan juga secara kimia. Zat-zat kimia sebagai induktor diabetogen antara lain aloksan dan streptozosin yang pada umumnya dapat diberikan secara parenteral. Zat diatas mampu menginduksi hiperglikemi yang permanen dalam waktu dua samapi tiga hari.

Prinsip metodenya adalah kepada hewan uji dilakukan degan memberikan aloksan monohidrat secara intrevena dengan dosis 140 mg/kg bb. Hewan uji yang berbeda dengan kondisi yang berbeda akan menghasilkan dosis yang berbeda sehingga uji pendahuluan tetap


(39)

25

dilakukan delapan hari setelah pemberian aloksan. Pemberian obat antidiabetik secara oral dapat menurunkan kadar glukosa darah dibandingkan terhadap hewan uji normal.

Keadaan diabetes pada hewan uji dilakukan dengan memberikan aloksan monohidrat secara intravena dengan dosis 140 mg/kg bb. Hewan uji yang berbeda sehingga uji pendahuluan tetap dilakukan untuk menetapkan dosis aloksan. Selanjutnya perkembangan hiperglikemia diperiksa setiap hari. Pemberian tanaman obat yang akan diuji dilakukan delapan hari setelah pemberian aloksan. Pemberian obat antidiabetik secara oral dapat menurunkan kadar glukosa darah dibandingkan terhadap hewan uji normal.

Keadaan diabetes permanen pada hewan coba dapat dicapai dengan pemberian dosis aloksan yang optimum. Sebelum mencapai keadaan tersebut, hewan akan mengalami beberapa tahapan yang fluktuatif dimana terjadi fase hiperglikemia, fase hipoglikemia dan kadang-kadang secara spontan akan kembali normal bahkan dapat terjadi kematian. Adapun fase-fase yang terjadi adalah (Jamalia, 2005) : Pertama : setelah 5 sampai 19 menit pemberian aloksan secara intravena akan terjadi fase hipoglikemia awal dimana saraf otonom akan mempengaruhi sel beta pankreas agar melepaskan insulin yang tersimpan sehingga insulin masuk ke peredaran darah dan menyebabkan hipoglikemia. Fase ini berlangsung singkat namun dapat berakibat fatal pada hewan.


(40)

26

Kedua : dalam fase ini mula-mula terjadi stimulasi orthosimpatik dimana terjadi kekurangan insulin yang disebabkan adanya inhibisi sekresi insulin yang disebabkan adanya inhibisi sekresi insulin dalam sel-sel beta pankreas. Fase ini berlangsung 30 sampai 120 menit setelah pemberian aloksan. Dalam fase ini kadang-kadang kadar glukosa mencapai 6 g/l.

Ketiga : pada fase ini terjadi hipoglikemia sekunder dan kadang terjadi konvulsi pada hewan. Pada fase ini kadar glukosa darah menurun dan mencapai keadaan yang lebih gawat dari semula. Tahap yang terjadi antara jam ketiga atau jam kesepuluh setelah pemberian aloksan secara intravena sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian. Untuk kedaan fatal dianjurkan pemberian glukosa.

Keempat : fase terjadinya hiperglikemia awal permanen. Pada fase ini hewan menjadi hiperglikemia permanen. Terjadi setelah 2 sampai 8 jam setelah pemberian aloksan secara intravena. Tetapi pada fase ini hewan dapat pula menjadi normal kembali secara spontan setelah selang waktu tersebut. Oleh karena itu sebaiknya pemeriksaan kadar gula darah dilakukan setelah tahap keempat tersebut atau hari ke-3, diperkirakan sindrom diabetes permanen terjadi akibat rusaknya sebagian sel-sel beta pulau langerhans, tetapi ada pula yang menyatakan bahwa haya fungsi sel β Langerhans saja yang ambang rangsangnya menurun (Jamalia, 2005).


(41)

27

2.9.2. Metode uji toleransi glukosa oral. (Depkes, 1993)

Kemampuan tubuh untuk menggunakan karbohidrat disebut toleransi karbohidrat (toleransi glukosa). Dengan memberikan glukosa 1 g/kg bb secara oral, kadar glukosa darah akan naik, tetapi tetap dalam keadaan normal tidak pernah melebihi 10 sampai 170 mg/100 ml. Puncak kadar glukosa dalam ½ atau 1 jam dan kembali normal setelah 2-3 jam.

Prinsip metodenya adalah kepada hewan uji yang telah dipuasakan selama 20-24 jam, diambil darah venanya lalu diberikan bahan uji obat antidiabetes dan diberi larutan glukosa peroral. Kemudian cuplikan darah diambil lagi setelah interval waktu tertentu.


(42)

28 BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1. Alur Penelitian

Menurut empiris biji jinten hitam dapat menurunkan

glukosa darah

Serbuk biji jinten hitam

Ekstraksi dan partisi

Pengujian fraksi etil asetat

Aklimatisasi tikus (2 minggu)

Metode induksi aloksan Metodetoleransi glukosa

Pemeriksaan kadar glukosa darah tikus (hari ke-17, 21 dan

28)

Pemeriksaan kadar glukosa darah tikus (menit ke-30, 60,

90, 120, 150 dan 180)


(43)

29 BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Berlangsung mulai dari bulan April 2009 sampai Agustus 2009.

4.2. Alat dan Bahan

4.2.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Timbangan hewan, kandang tikus beserta tempat makanan dan minum, sonde oral, jarum suntik, hot plate, blender, magnetic stirer, destiller, oven, timbangan analitik, holder, glukometer dan tes strip, vacum rotavapor, kertas saring, kapas, dan alat-alat gelas.

4.2.2. Bahan

Bahan yang digunakan adalah biji jinten hitam (Nigella sativa linn), dengan spesifikasi warna hitam, bau aromatik, dan rasa agak pedas yang diperoleh dari toko Isykarima yang di impor dari Mesir, gibenklamid sebagai obat pebanding induksi aloksan dan akarbose sebagai obat pebanding uji toleransi glukosa.


(44)

30 4.3. Prosedur Kerja

4.3.1. Pembuatan Simplisia

Pembuatan simplisia yang baik dan memenuhi syarat terdiri dari tahap-tahap sebagai berikut : sortasi, pencucian, perajangan, pengeringan, penggilingan dan pengayakan.

4.3.2. Ekstraksi (Harbone, 1996)

Simplisia biji jinten hitam (Nigella sativa L) diekstraksi dengan metode maserasi secara bertingkat dengan menggunakan pelarut etanol 70 % sehingga didapat ekstrak, lalu ekstrak tersebut dievaporasi dengan vacuum evaporator sehingga didapat ekstrak kental kemudian di tambahkan pelarut etil asetat kemudian partisi hingga terbentuk 2 lapisan, lapisan ekstrak etil asetat tersebut diuji aktivitas penurunan kadar glukosa darah.

a. Ditimbang serbuk simplisia 2000 gram , kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, ditambahkan pelarut etanol 70 % sampai serbuk simplisia terendam dan terdapat lapisan pelarut setebal 3 cm di atas serbuk simplisia.

b. Erlenmeyer ditutup maserasi selama satu hari sambil sesekali diaduk. c. Disaring hasil maserasi dengan menggunakan kapas di atas corong

sehingga didapatkan filtrate, selanjutnya filtrate yang dihasilkan disaring lagi dengan menggunakan kertas saring. Kemudian dimaserasi kembali sampai nampak warna pucat.


(45)

31

d. Filtrat yang didapatkan kemudian diuapkan pelarutnya dengan menggunakan rotary evaporator vakum sampai didapatkan ektrak kental.

e. Ekstrak kental ditambahkan air aquadest sebanyak 100 – 150 lalu pindahkan pada corong pisah kemudian masukan etil asetat sebanyak 100 ml kemudian di kocok, lakukan partisi sampai warna pelarut menjadi jernih kembali kemudian ambil lapisan fraksi etil asetat. f. Fraksi etil asetat yang didapat kemudian di murnikan dengan

penambahan tragakan, kocok kuat lalu disaring menggunakan kertas saring.

g. Fraksi etil asetat murni kemudian diuapkan dengan rotary evaporator hingga didapatkan fraksi kental etil asetat. Kemudian di buat larutan uji dan diberikan kepada hewan uji.

4.3.3. Uji Penapisan Fitokimia

a. Identifikasi golongan alkaloid

Sebanyak + 5 gram serbuk dilembabkan dengan 5 ml ammoniak 25 % digerus dalam mortir, kemudian ditambahkan 20 ml kloroform dan digerus kembali dengan kuat, campuran tersebut disaring dengan kertas saring, filtrat berupa larutan organik diambil (sebagai larutan A), sebagai larutan A (10 ml) diekstraksi dengan 10 ml larutan HCl 1:10 dengan pengocokan dalam tabung reaksi, diambil larutan bagian atasnya (larutan B). Larutam A diteteskan beberapa tetes pada kertas saring dan disemprot atau ditetesi dengan pereaksi Dragendroff, terbentuk warna merah atau jingga pada kertas saring


(46)

32

menunjukkan adanya senyawa alkaloid. Larutan B dibagi dalam 2 tabung reaksi, ditambahkan masing-masing pereaksi Dragendroff dan pereaksi Mayer, terbentuk endapan merah bata dengan pereaksi Dragendroff atau endapan putih dengan pereaksi Mayer menunjukkan adanya senyawa alkaloid.

b. Identifikasi golongan flavonoid

Sebanyak + 10 gram serbuk ditambah 100 ml air panas, didihkan selama 5 menit, saring. Ambil 5 ml filtratnya (dalam tabung reaksi), ditambahkan serbuk Mg secukupnya dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, kocok kuat dan biarkan memisah. Terbentuknya warna merah, kunig, atau jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid.

c. Identifikasi golongan saponin

Serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambah 10 ml air panas. Setelah dingin kocok kuat secara vertikal selama 10 detik. Terbentuknya busa yang stabil, menunjukkan adanya saponin, bila ditambahkan 1 tetes HCl 1% busa tetap stabil.

d. Identifikasi golongan steroid dan triterpenoid

Sebanyak + 5 gram serbuk dimaserasi dalam 20 ml eter selama 2 jam kemudian disaring. Diuapkan dalam cawan penguap sampai kering. Ditambahkan 2 tetes asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat ke dalam residu. Terbetuknya warna hijau atau merah menunjukkan adanya steroid/triterpenoid.


(47)

33 e. Identifikasi golongan tanin

Sebanyak + 10 gram serbuk ditambah 10 ml air, didihkan selama 15 menit, setelah dingin kemudian di saring dengan kertas saring. Filtrat ditambah 1-2 tetes FeCl3 1 %, terbentuknya warna biru,

hijau atau hitam menunjukkan adanya seyawa golongan tanin.

f. Identifikasi golongan kuinon

Sebanyak + 1 gram serbuk dipanaskan dalam air selama 5 menit, disaring. Sebanyak ml filtat ditambah 5 ml NaOH 1 N, terbentuk warna merah menunjukkan adanya kuinon.

g. Identifikasi golongan minyak atsiri

Sebanyak + 2 gram serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi (volume 20 ml), tambahkan 10 ml pelarut petroleum eter. Pada mulut tabung dipasang corong yang diberi lapisan kapas yang telah dibasahi dengan air, kemudian disaring dengan kertas saring. Filtrat yang diperoleh diuapkan pada cawan penguap, selanjutnya residu dilarutkan dengan pelarut etanol 95 % sebanyak 5 ml lalu saring dengan kertas saring. Filtratnya diuapkan dengan cawan penguap, residu yang berbau aromatik menunjukkan adanya senyawa golongan minyak atsiri.

4.3.4. Rancangan percobaan

Hewan coba yang digunakan adalah tikus putih jantan galur Wistar, berumur 4-5 bulan dengan berat badan 180-250 gram diaklimatisasi selama dua minggu agar dapat menyesuaikan dengan


(48)

34

lingkungannya. Selama proses adaptasi, dilakukan pengamatan kondisi umum dan penimbangan berat badan.

a. Induksi aloksan

Hewan uji dipilih sebanyak 36 ekor tikus putih jantan secara acak untuk dibagi menjadi 6 kelompok, masing-masing terdiri dari 6 ekor. Penentuan jumlah tikus tiap kelompok, dihitung berdasarkan rumus Federer : (n-1) (t-1) ≥15, dimana t menunjukkan jumlah perlakuan dan n menunjukkan jumlah ulangan minimal dari tiap perlakuan (Sudjana, 1992).

b. Metode toleransi glukosa

Hewan uji dipilih sebanyak 32 ekor tikus putih jantan secara acak untuk dibagi menjadi 4 kelompok, masing-masing terdiri dari 8 ekor. Penentuan jumlah tikus tiap kelompok, dihitung berdasarkan rumus Federer : (n-1) (t-1) ≥15, dimana t menunjukkan jumlah perlakuan dan n menunjukkan jumlah ulangan minimal dari tiap perlakuan (Sudjana, 1992).

Tabel 1. Pembagian Kelompok Hewan Uji induksi aloksan

Kel Jml

Tikus Perlakuan

1 6 Kontrol normal, diberi aqudest 1 ml/200 g bb

2 6 Kontrol negatif, dibuat diabetes, diberi aqudest 1 ml/200 g bb


(49)

35

Tabel 2. Pembagian Kelompok Hewan Uji Toleransi Glukosa

4.3.5. Pembuatan Sediaan Uji dan Dosis

a) Dosis ekstrak biji jinten hitam

Dosis dipakai berdasarkan penelitian Al-awdi dan Guma tahun 1987 bahwa dengan dosis 41 mg/hari biji jinten hitam tidak

3 6

Kontrol positif, dibuat diabetes,

diberi suspensi glibenklamid 0,1 mg/200 g bb

4 6 Dibuat diabetes, diberi sediaan uji ekstrak kental biji jinten hitam 41 mg/200 g bb

5 6 Dibuat diabetes, diberi sediaan uji ekstrak kental biji jinten hitam 82 mg/200 g bb

6 6 Dibuat diabetes, diberi sediaan uji ekstrak kental biji jinten hitam 164 mg/200 g bb

Kel Jml Tikus Perlakuan

1 8 Kontrol normal, diberi aqudest 1 ml/200 g bb

2 8 Kontrol negatif, diberi glukosa, diberi air suling 1 ml/200 g bb

3 8

Kontrol positif, diberi glukosa,

diberi suspensi akarbosa 1,0 mg/200 g bb

4 8

Diberi glukosa, diberi sediaan uji fraksi etil asetat biji jinten hitam dosis potensial pada metode induksi aloksan.


(50)

36

memberikan efek yang signifikan terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus dengan metode induksi streptotozin. Dalam penelitian ini dilakukan percobaan dengan dosis fraksi etil asetat biji jinten hitam yang digunakan adalah :

Dosis rendah 41 mg/ 200 g bb Dosis sedang 82 mg/ 200 g bb Dosis tinggi 164 mg/ 200 g bb

Volume larutan uji yang di berikan kepada setiap kelompok uji dan kontrol pembanding sama dengan volume air suling yang diberikan kepada kontrol normal dan kontrol perlakuan yaitu sebanyak 1 ml / 200 g.

b) Dosis glibenklamid

Glibenklamid diberikan dalam bentuk suspensi dengan CMC sesuai dosis oral efektif pada manusia 5 mg/60 kg bb yang dikonversikan berdasarkan rumus HED, yaitu dosis untuk setiap 200 g bb tikus adalah 0,1 mg/200 g bb tikus.

c) Dosis akarbosa

Akarbosa diberikan dalam bentuk suspensi dengan CMC sesuai dosis oral efektif pada manusia 50 mg/60 kg bb yang dikonversikan berdasarkan rmus HED, yaitu dosis untuk setiap 200 g bb tikus adalah 1,0 mg/200 g bb tikus.

d) Dosis aloksan

Dosis aloksan ditetapkan berdasarkan hasil uji pendahuluan dan penelitian sebelumnya. Diambil dosis yang pada hari ke-7


(51)

37

menyebabkan hiperglikemia tetapi belum menyebabkan kematian pada tikus. Dosis aloksan yang digunakan dalam percobaan ini adalah 13 mg/200g bb (maria, 2001).

e) Dosis glukosa

Dosis glukosa ditetapkan berdasarkan hasil uji pendahuluan dan penelitian sebelumnya. Diambil dosis yang setelah pemberian menyebabkan hiperglikemia tetapi belum menyebabkan kematian pada tikus.Dosis glukosa yang digunakan pada percobaan ini adalah adalah 200 mg/ 200 g bb pemberianya secara oral.

4.3.6. Cara Pengambilan Darah dan Pengkuran Kadar Glukosa Darah

Sebelum pengambilan darah, tikus dimasukkan ke dalam kandang kecil sedemikian rupa hingga tidak dapat bergerak. Kemudian ekor tikus dibersihkan dengan alkohol 70%. Selanjutya ujung ekor tikus digunting 0,2 cm dari ujung ekor, dilakukan pemijatan perlahan terhadap ekor agar darah keluar. Kemudian diukur kadar gula darah dengan alat glukometer.

4.3.7. Percobaan

a. Metode induksi aloksan

Pada uji pendahuluan dilakukan upaya peningkatan kadar glukosa darah dengan menginduksi tikus dengan aloksan 13 mg/200 g bb. Setelah penginduksian tersebut, kadar glukosa darah tikus dikontrol pada hari ke-3, ke-7 dan ke-14 untuk meyakinkan bahwa aloksan dengan dosis tersebut menyebaban kerusakan pankreas.


(52)

38

Pada hari ke-3 percobaan dimulai, dilakukan penentuan kadar glukosa puasa seluruh hewan uji secara kuantitatif. Setiap kali pengambilan darah, semua hewan uji dipuasakan selama 16 jam. Kadar glukosa yang didapat merupakan kadar glukosa darah awal. Kemudian larutan aloksan disuntikkan di bagian vena ekor tikus pada kelompok tikus 2,3,4,5dan 6.

Pada hari ke-14 dilakukan pengambilan darah. Hasil pengukuran kadar glukosa darah ditetapkan sebagai kadar glukosa darah 14 hari (hiperglikemia awal). Kemudian tikus diberikan bahan uji sesuai rancangan percobaan yang diperlihatkan pada tabel 1. Selesai perlakukan, semua tikus diistirahatkan di dalam kandang masing-masing dan diberi makan dan minum.

Pemberian larutan bahan uji, pembanding dan air suling dilakukan setiap hari selama 2 minggu. Pengukuran kadar glukosa darah selanjutnya dilakukan pada hari ke-3, ke-7 dan ke-14 setelah pemberian bahan uji yang pertama (Antia dkk, 2005).

b. Metode toleransi glukosa

Sebelum uji toleransi glukosa, tikus di aklimitasi selama dua minggu agar bisa menyesuaikan diri kemudian tikus di timbang berat badannya. Kadar glukosa awal di ukur untuk menit ke 0, sebelumnya tikus di puasakan selama 16 -18 jam tujuanya untuk menghilangkan faktor yang mempengaruhi perhitungan glukosa darah. Kemudian tikus


(53)

39

diberikan bahan uji sesuai rancangan percobaan yang diperlihatkan pada tabel 2.

Ekstrak jinten hitam yang diberikan ialah ekstrak yang potensial dari hasil induksi aloksan, setelah ½ jam pemberian ekstrak, diberikan glukosa 200 mg/200 g berat badan, kemudian di periksa kadar gula darahnya pada menit ke 30, 60, 90, 120, 150 dan 180.

4.4.8. Uji Statistik Terhadap Kadar Glukosa Darah

Hasil percobaan dihitung secara statistik, dimana kadar glukosa darah awal untuk kelompok hewan uji yang diinduksi aloksan dan toleransi glukosa diuji kenormalannya dengan metode Kolmogorov-Smirnov dan homogenitasnya dengan metode Levene. Bila kedua uji ini dipenuhi maka dilanjutkan dengan uji Analisis Varian satu arah (ANAVA) untuk melihat perbedaan antar kelompok (Sudjana, 1992). Jika ada perbedaan secara bermakna antar kelompok perlakuan maka di lanjutkan dengan uji Kruskal Wallis untuk melihat perbedaan antar kelompok. Jika masih ada perbedaan secara bermakna antar kelompok perlakuan maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT).


(54)

40 BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman dilakukan di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor, Jawa Barat. Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman ini adalah jenis tanaman jinten hitam (Nigelala sativa. Llinn) suku Ranuculaceae.

5.1.2. Ekstraksi

Ditimbang 2000 gram serbuk biji jinten hitam (Nigelala sativa. Linn) dimaserasi dengan etanol 70%, kemudian dikentalkan dengan vacum rotary evaporator, dan didapatkan ekstrak kental 173,5 g. ekstrak kental kemudian di fraksinasi dengan etil asetat dan di kentalkan dengan vacum rotavapor dan didapatkan 25,2 g fraksi kental biji jinten hitam.

5.1.3. Hasil Pengujian Ekstrak

Dari hasil pengujian ekstrak biji jinten hitam yang di fraksinasi dengan etil asetat didapat susut pengeringan ekstrak biji jinten hitam sebesar 0. 155 % sedangkan hasil pengujian kadar air ekstrak biji jinten hitam sebesar 4,87 %.


(55)

41 5.1.4. Penapisan Fitokimia

Berdasarkan hasil pemeriksaan penapisan fitokimia biji jinten hitam (Nigelala sativa. Llinn) terdapat beberapa golongan senyawa. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Hasil pemeriksaan penapisan fitokimia biji jinten hitam

Golongan senyawa Hasil penapisan

a. Alkaloid b. Flavonoid c. Saponin

d. Steroid/triterpenoid e. Tannin

f. Kuinon g. Minyak Atsiri

+ + + + + +

-Keterangan : (+) Memberikan reaksi positif, (-) Memberikan reaksi negatif

5.1.5. Hasil Pengukuran Kadar Glukosa Darah

Tabel 4. Hasil pada metode induksi aloksan Waktu

(hari)

Kadar rata-rata glukosa darah dan standar devasi

KLNR KLPF KLNF DOS1 DOS2 DOS3

0 84,75-3,59 85,50±3,41 83,75-±1,25 87,75±3,30 86±2,27 86,75±2,75

14 88,50-16,84 199,50±49,47 168,50±35,30 164,25±23,93 150.5±14,47 150,00±2,17

17 90,00-14,14 72,50±27,38 165,50±5,19 109,75±-8,99 122.75±10,21 118,25±6,70

21 89,75-14,15 77,00±24,45 170,00-±4,08 85,00±4,32 99.25±7,88 96,00±4,89

28 90,00-23,10 78,50±12,66 177,50±6,45 80,25±6,60 87.5±5,68 91,00±6,95

Keterangan :

KLNR : Kontrol normal KLPF : Kontrol positif KLNF : Kontol negatif DOS1 : Dosis 41 mg DOS2 : Dosis 82 mg DOS3 : Dosis 162 mg


(56)

42

Tabel 5. Hasil pada metode toleransi glukosa aloksan

Waktu (hari)

Kadar rata-rata glukosa darah dan standar devasi

KLNR KLPF KLNF DOSP

0

105.83±22,04 87.16±12,84 91±55,51 100.5±19,78 30

94.16±9,64 141.83±19,13 166.66±4,45 153.5±14,70 60

94.33±8,84 102.66±16,58 150.66±6,68 107.5±13,42 90

87±4,42 101.5±10,54 103±18,28 92.83±15,51 120

86.33±20,52 87±11,64 97.33±14,58 96.5±10,29 150

87±8,76 96±13,95 100.66±18,00 93.16±10,22 180

106±12.64 94±4,28 95.83±2,71 87.33±8,28 Keterangan :

KLNR : Kontrol normal KLPF : Kontrol positif KLNF : Kontol negatif DOSP : Dosis potensial

5.2. Pembahasan

Jinten hitam yang di gunakan untuk penelitian sebelumnya dilakukan determinasi terlebih dahulu untuk memastikan bahwa tanaman yang diteliti adalah jinten hitam. Pelarut etanol yang digunakan untuk proses ekstraksi sebelumnya didestilasi terlebih dahulu supaya etanol benar-benar jernih dan terhindar dari pengotor. Pelarut etanol yang digunakan adalah etanol 96% yang kemudian diencerkan menjadi etanol 70% supaya lebih mudah menarik senyawa-senyawa yang terkandung dalam simplisia yang meliputi senyawa polar, semi polar dan non polar.

Cara ekstraksi yang digunakan adalah maserasi, karena cara ini lebih mudah dilakukan, alat yang digunakan sedehana dan maserat yang


(57)

43

digunakan cukup banyak. Hasil maserasi kemudian ditambahkan tragakan untuk menarik pengotor yang ada dalam ekstak, ekstrak lalu disaring dan dikentalkan dengan vacum rotary evaporator untuk menjadi ekstrak kental. Untuk mendapatkan fraksi etil asetat maka dilakukan partisi ekstak etanol kental yang didapat dalam pelarut etil asetat. Partisi dilakukan hingga lapisan fraksi etil asetat menjadi jernih kembali untuk membuktikan bahwa senyawa semipolar yang terdapat dalam ekstrak etanol tidak dapat ditarik kembali oleh etil asetat.

Penelitian ini menggunakan tikus sebagai hewan uji karena mudah didapat, murah dan telah ada penelitian sebelumnya yang berhasil. Tikus purtih jantan pada usia 4-5 bulan adalah tikus dewasa muda yang mempunyai keadaan fisiologik yang optimum. Sebelum digunakan, tikus diaklimatisasi selama 2 minggu, agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannnya selama penelitian berlangsung.

Tikus yang dipilih untuk penelitian adalah tikus yang sehat dengan ciri-ciri : bulu bersih, mata merah jernih bersinar, tingkah laku normal dan berat badan bertambah setelah diaklimatisasi menjadi 180-300 g. selama pemeliharaan semua tikus ditimbang, diberi makan dan minum dengan takaran yang sama untuk setiap ekor. Sebelum dilakukan percobaan, tikus diaklimatisasi selama 2 minggu agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya selama penelitian berlangsung.

Sebelum diberi perlakuan, tikus dipuasakan terlebih dahulu untuk meniadakan pengaruh zat-zat lain pada pengukuran kadar glukosa darah puasa sebagian kadar glukosa darah awal. Penelitian ini menggunakan


(58)

44

metode induksi aloksan dan toleransi glukosa yang merupakan uji praklinik yang lebih mendekati keadaan penderita diabetes yang sebenarnya.

Terlebih dahulu dilakukan percobaan dengan menggunakan metode induksi aloksan, pada percobaan ini pankreas hewan uji coba dirusak dengan pemberian aloksan secara intravena sehingga pankreas hanya dapat menghasilkan sedikit insulin dan terjadi hiperglikemia pada hewan uji. Fraksi etil asetat biji jinten hitam diuji kemampuannya untuk merangsang sekresi insulin dari pankreas yang telah rusak sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah.

Pada penelitian ini digunakan 3 kelompok kontrol yaitu kontrol normal, kontrol negatif dan kontrol positif. Kelompok Kontrol normal diperlukan untuk mengetahui kadar normal glukosa darah selama percobaan. Kontrol negatif yang diinduksi dengan aloksan sehingga menjadi diabetes diperlukan untuk mengetahui peningkatan kadar glukosa darah dari keadaan normal selama percobaan. Sedangkan kontrol positif dalam penelitian ini adalah glibenklamid, diperlukan untuk melihat pengaruh obat anti diabetik oral yang telah terbukti khasiatnya untuk menurunkan kadar glukosa darah. Glibenklamid merupakan obat golongan sulfonylurea generasi kedua, yang sering digunakan oleh pasien diabetes mellitus. Karena glibenklamid tidak larut dalam air, maka disuspensikan dengan zat pensuspensi CMC (Carboxy Methy Cellulosa) 1 %.

Berdasarkan penelitian sebelumnya, dosis aloksan adalah13 mg/200 g bb/hari yang diberikan secara intravena.. Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini berupa fraksi etil asetat biji biji jinten hitam dengan dosis 41


(59)

45

mg/200 g bb, 82 mg/200 g bb, dan 164 mg/200 g bb. Sedangkan dosis kontrol positif yang digunakan adalah 0,1 mg/200 g bb. Dosis ini didapatkan berdasarkan dosis efektif oral pada manusia yang dikonversikan ke dosis tikus. Pemberian bahan uji dilakukan satu kali sehari peroral dengan menggunakan sonde lambung selama 2 minggu berturut-turut. Pada hari pertama percobaan, sebelum diinduksi dengan aloksan, kadar glukosa darah tikus seluruh kelompok menunjukkan hasil yang normal. Pada hari ke-3, 7 dan14 setelah diinduksi, hewan uji yang telah diinduksi aloksan diperiksa kadar glukosa darahnya. Hasilnya menunjukkan hewan uji tersebut mengalami hiperglikemia mulai terlihat pada hari ke-3, 7 dan hari ke-14 mengalami hiperglikemia yang sangat tinggi setelah diinduksi, kelompok hewan yang diinduksi aloksan mengalami keadaan hiperglikemia. dari penampakan fisik, tikus yang mengalami hiperglikemia tersebut mengalami penurunan berat badan, polidipsi, polifagi dan poliuri yang jelas terlihat. Keadaan kandang dari kelompok tikus yang mengalami hiperglikemia tersebut menjadi lebih lembab dan berbau tidak sedap dari pada kandang kelompok tikus normal.

Pada hari ke-17, Ke-20 dan ke 28 kadar glukosa darah kontrol normal masih tetap dalam rentang normal sedangkan kontrol negatif mengalami hiperglikemia yang semakin parah. Tikus yang daya tahan tubuhnya tidak kuat sangat berisiko mengalami kematian. Sehingga harus selalu dijaga agar waktu untuk tikus kontrol negatif tersebut dipuasakan tepat dan tidak menimbulkan kematian. Untuk kontrol positif dan uji terlihat penurunan kadar glukosa darah secara bertahap pada hari ke-3, ke-6 dan ke-14 setelah


(60)

46

perlakuan. Keadaan fisik tikus juga mengalami perbaikan berupa peningkatan berat badan, dan menurunnya gejala polidipsi dan polifagi. Namun penurunan kadar glukosa darah yang paling cepat terjadi pada kelompok uji dosis 41 mg/200 g bb, dimana pada hari ke-14 setelah diberikan sediaan uji menunjukkan kadar glukosa dalam rentang normal.

Berdasarkan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa kadar glukosa darah seluruh kelompok hewan uji pada hari ke-0, 14, 17 dan 21 terdistribusi normal sedangkan pada hari ke-28 tidak terdistribusi normal. Pada uji homogenitas menunjukan hanya kadar glukosa hari ke-0 yang homogen sedangkan pada hari ke- 14, 17, 21 dan 28 tidak homogen. Untuk hari ke-0 dilanjutkan dengan uji statistik ANAVA sedangkan untuk hari ke- 14, 17, 21 dan 28 dilanjutkan dengan statistik metode Kruskal Wallis.

Pada uji statistik dengan metode Kruskal Wallis menunjukan kadar glukosa hari ke- 14, 17, 21 dan 28 menunjukan adanya kelompok yang berbeda secara bermakna oleh sebab itu dilanjutkan dengan metode uji beda nyata terkecil (BNT).

Pada hari ke-14 BNT menunjukan antara kelompok uji dosis 41 mg/200g bb, 82 mg/200g bb dan 164 mg/ 200g bb memperlihatkan tidak adanya perbedaan secara bermakna terhadap kontrol negatif, tetapi ada perbedaan secara beermakna dengan kontrol normal. Hal ini menunjukan bahwa ada kenaikan kadar glukosa darah yang efeknya signifikan dengan dosis negatif. BNT menunjukan untuk hari ke-17 antara kelompok uji dosis 41mg/200g bb memperlihatkan tidak ada perbedaan secara bermakna


(61)

47

dengan kontrol normal tetapi ada perbedaan secara bermakna dengan kontrol positif dan negatif. Hal ini menunjukan terjadi penurunan glukosa darah yang sinifikan pada rentang normal tetapi efeknya tidak signifikan dengan obat pembanding. Untuk dosis 82mg/200g bb dan 164mg/200g bb memperlihatkan ada perbedaan secara signifikan antara kontrol normal, kontrol positif dan kontrol negative. Hal ini menunjukan bahwa kedua dosis uji tersebut belum menunjukan penurunan yang signifikan. Pada hari ke- 21 BNT menunjukan dosis 41mg/200g bb dan dosis 164mg/200mg bb memperlihatkan tidak ada perbedaan secara bermakna dengan kontrol nomal dan kontrol positif tetapi berbeda secara bermakna dengan kontrol negatif. Hal ini menunjukan bahwa terjadi penurunan yang signifikan glukosa darah dalam rentang normal dan efeknya signifikan dengan obat pembanding (kontrol positif). Untuk dosis 84mg/200g bb memperlihatkan tidak ada perbedaan secara bermakna dengan kontrol normal, tetapi berbeda secara bermakna dengan kontrol normal dan kontrol positif, menunjukan terjadi penurunan yang signifikan glukosa darah dalam rentang normal tetapi tidak signifikan dengan obat pembanding. BNT menunjukan untuk hari ke-28 dosis 41mg/200g bb, 82mg/200g bb dan 164mg/200g bb memperlihatkan tidak ada perbedaan secara bermakna dengan kontrol normal dan kontrol positif tetapi berbeda secara bermakna dengan kontrol negative. Hal ini menunjukan penurunan yang signifikan dalam rentang normal dan efeknya signifikan dengan obat pembanding.

Jadi uji statistik dalam metode induksi aloksan pada umumnya dosis 42mg/200g bb sangat berpotensi menurunkan glukosa darah disebabkan


(62)

48

pada hari ke-21 dan 28 tidak berbeda secara bermakna dengan kontrol positif dan berbeda secara bermakna dengan kontrol negatif dalam taraf nyata.

Selanjutnya dilakukan percobaan dengan metode toleransi glukosa menggunakan dosis potensial 41mg/200g bb yang diketahui pada percobaan metode induksi aloksan. Lain halnya dengan metode induksi aloksan, sedian uji diberikan terlebih dahulu sebelum tejadi efek hiperglikemia diakibatkan pemberian glukosa secara oral, ini bertujuan untuk mengetahui penghambatan sediaan uji terhadap absorpsi glukosa dalam tubuh supaya mencegah kadar glukosa darah yang melambung tinggi.

Penelitian tahap ini berlangsung selama 180 menit. Sebelum dilakukan pengambilan glukosa darah dan pemberian larutan uji, tikus dipuasakan selama 16 jam untuk menurunkan kadar glukosa darah, dengan harapan ketika di beri perlakuan akan mudah terlihat peningkatan kadar glukosa darahnya, dan juga untuk meningkatkan rasa lapar pada tikus sehingga pada saat tikus diberi perlakuan mau menelan sediaan uji dengan mudah.

Pada menit ke-30 kadar glukosa darah meningkat secara nyata di setiap kelompok kontrol dan uji disebabkan oleh pemberian glukosa oral. Pada pemberian sediaan uji fraksi etil asetat biji jinten hitam menunjukan kemampuan dalam menghambat peningkatan kadar glukosa darah mulai terlihat pada menit ke-60 dalam rentang normal, pada menit ke-90 sedikit turun dan cenderung stabil hingga menit ke- 180. Begitu pula kontrol positif (akarbose) menunjukan hal yang sama seperti sediaan uji. Hal ini


(63)

49

menunjukan bahwa efektifitas sediaan uji sama baiknya dengan kontrol normal (akarbose) dalam menghambat peningkatan kadar glukosa darah. Sedangkan control negative terlihat secara nyata peningkatan kadar glukosa darah pada menit ke-30 dan sedikit turun pada menit ke-60 tetapi masih dalam rentang hiperglikemia lalu kembli normal pada menit ke-90 dan terus stabil hingga menit ke-180.

Antihiperglikemia/antidiabetes dalam metode ini lebih cenderung pada proses penghambatan meningkatnya kadar glukosa darah, seperti penghambatan pada alfa glucosidase yang dapat menghambat proses pemecahan karbohidrat, dan penghambatan transporters sodium-glukosa yang dapat menghanbat penyerapan glukosa. (Kobayashi et al. 2000).

Berdasarkan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov menunjukan bahwa kadar glukosa darah seluruh kelompok hewan uji pada menit ke-0 hingga menit ke-150 terdistribusi normal. Sedangkan uji homogenitas menunjukan kadar glukosadarah menit ke-0, 30, 60, 120 dan 150 homogen sedangkan pada menit 90 dan 180 tidak homegen. Maka pada menit ke-90 dan 180 harus dilakukan statistik dengan metode Kruskal Wallis.

Berdasarkan uji statistik pada metode Kruskal Wallis, pada menit ke-90 menunjukan seluruh hewan uji tidak berbeda secara bermakna, sedangkan pada menit ke- 180 menunjukan adanya kelompok yang berbeda secara bermakna oleh sebab itu dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Kecil (BNT). BNT menunjukan bahwa kelompok uji dosis 42mg/200g bb memperlihatkan tidak ada perbedaan secara bermakna tehadap dosis kontrol positif dan negatif dan menunjukan perbedaan secara bermakna


(1)

79

kontrol negatif -99.00000* 8.29742 .000 -116.4322 -81.5678 dosis 41 mg -1.75000 8.29742 .835 -19.1822 15.6822 dosis 82 mg -9.00000 8.29742 .292 -26.4322 8.4322 dosis 164 mg -15.75000 8.29742 .074 -33.1822 1.6822 kontrol negatif kontrol normal 87.50000* 8.29742 .000 70.0678 104.9322 kontrol positif 99.00000* 8.29742 .000 81.5678 116.4322 dosis 41 mg 97.25000* 8.29742 .000 79.8178 114.6822 dosis 82 mg 90.00000* 8.29742 .000 72.5678 107.4322 dosis 164 mg 83.25000* 8.29742 .000 65.8178 100.6822 dosis 41 mg kontrol normal -9.75000 8.29742 .255 -27.1822 7.6822 kontrol positif 1.75000 8.29742 .835 -15.6822 19.1822 kontrol negatif -97.25000* 8.29742 .000 -114.6822 -79.8178 dosis 82 mg -7.25000 8.29742 .394 -24.6822 10.1822 dosis 164 mg -14.00000 8.29742 .109 -31.4322 3.4322 dosis 82 mg kontrol normal -2.50000 8.29742 .767 -19.9322 14.9322 kontrol positif 9.00000 8.29742 .292 -8.4322 26.4322 kontrol negatif -90.00000* 8.29742 .000 -107.4322 -72.5678 dosis 41 mg 7.25000 8.29742 .394 -10.1822 24.6822 dosis 164 mg -6.75000 8.29742 .427 -24.1822 10.6822 dosis 164 mg kontrol normal 4.25000 8.29742 .615 -13.1822 21.6822 kontrol positif 15.75000 8.29742 .074 -1.6822 33.1822 kontrol negatif -83.25000* 8.29742 .000 -100.6822 -65.8178 dosis 41 mg 14.00000 8.29742 .109 -3.4322 31.4322 dosis 82 mg 6.75000 8.29742 .427 -10.6822 24.1822 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Keputusan :

Dosis 41 mg dibandingkan dengan kontrol negatif berbeda secara

bermakna sedangkan dibandingkan dengan kontrol normal, kontrol

positif, dosis 82 mg dan dosis

164 mg

tidak berbeda secara

bermakna pada taraf uji 0,05.Dosis 82 mg dibandingkan dengan

kontrol negatif berbeda secara bermakna sedangkan dibandingkan

dengan kontrol normal, positif, dosis 41 mg dan dosis

164 mg

tidak

berbeda secara bermakna pada taraf uji 0.05. Dosis

164 mg

dibandingkan dengan kontrol negatif berbeda secara bermakna

sedangkan dibandingkan dengan kontrol normal, positif, dosis 41

mg dan dosis 82 mg tidak berbeda secara bermakna pada taraf uji

0,05.


(2)

80

Lampiran 14. Analisa Data Metode Toleransi Glukosa

A.

Uji Normalitas

Tabel 19. Uji normalitas Sample Kolmogorov-Smirnov

Puasa Menit30 Menit60 Menit90 Menit120 Menit150 Menit180

N 24 24 24 24 24 24 24

Normal Parametersa,,b

Mean 96.1250 139.041 113.791 96.0833 91.7917 94.2083 95.7917 Std.

Deviation

17.0480 30.5307 24.9468 14.0524 14.7618 13.3350 10.0994

Most Extreme Differences

Absolute .118 .153 .149 .183 .129 .110 .205 Positive .118 .148 .149 .183 .129 .110 .205 Negative -.102 -.153 -.110 -.094 -.123 -.076 -.109 Kolmogorov-Smirnov Z .580 .750 .730 .896 .631 .540 1.005 Asymp. Sig. (2-tailed) .889 .627 .661 .398 .821 .932 .265

Keputusan :

Kadar glukosa darah seluruh kelompok hewan uji pada puasa,

menit ke-30, 60, 90, 120, 150 dan 180 terdistribusi normal pada

taraf uji 0,05.

B.

Uji Homogenitas

Tabel 20. Uji homogenitas

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Puasa 1.222 3 20 .328

Menit30 1.450 3 20 .258

Menit60 1.732 3 20 .193

Menit90 4.555 3 20 .014

Menit120 .738 3 20 .542

Menit150 2.213 3 20 .118

Menit180 7.854 3 20 .001

Keputusan:

Kadar glukosa darah seluruh kelompok hewan uji pada puasa,

menit ke-30, 60, 120, 150 dan 180 homogen sedangkan pada

menit ke-90 dan 180 tidak homogeny pada taraf uji 0,05.


(3)

81

Dari data normalitas dan homogenitas terdapat data yang tidak homogen

yaitu pada menit ke-90 dan 180, oleh kareha itu maka tidak bisa dilanjutkan

dengan uji ANAVA dan harus dilakukan uji Kruskal Wallis. Untuk data puasa,

menit ke-30,60,120 dan 150 dapat dilakukan uji ANAVA.

C.

Uji ANAVA

Tabel 21. ANAVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig. Puasa Between Groups 1319.458 3 439.819 1.640 .212

Within Groups 5365.167 20 268.258

Total 6684.625 23

Meit30 Between Groups 17962.458 3 5987.486 34.445 .000 Within Groups 3476.500 20 173.825

Total 21438.958 23

Menit60 Between Groups 11410.458 3 3803.486 26.199 .000 Within Groups 2903.500 20 145.175

Total 14313.958 23

Menit150 Between Groups 587.792 3 195.931 1.119 .365 Within Groups 3502.167 20 175.108

Total 4089.958 23

Menit120 Between Groups 633.792 3 211.264 .965 .429 Within Groups 4378.167 20 218.908

Total 5011.958 23

Keputusan :

Kadar gluksa darah seluruh kelompok uji pada pusa, menit ke-120

dan 150 tidak berbeda secara bermakna sedangkan pada menit

ke-30 dan 60 berbeda secara bermakna pada tariaf uji 0,05.

D.

Uji Kruskal Wallis

Tabel 22. Kruskal Wallis

Menit90 Menit120 Chi-Square 4.939 2.798

df 3 3

Asymp. Sig. .176 .424

Keputusan :

Kadar glukosa darah seluruh kelompok hewan uji menit ke-90 dan

180 tidak berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05.


(4)

82

Dari data ANAVA terdapat data yang berbeda secara bermakna yaitu pada

menit ke-30 dan 60 maka harus dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil

(BNT).

E.

Uji Beda Nyata Terkecil (BNT)

Tabel 23. Uji BNT menit ke-30

(I) kelompok (J) kelompok

Mean

Difference (I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound kontrol normal kelompok positif -47.66667* 7.61194 .000 -63.5449 -31.7884

kelompok negatif -72.50000* 7.61194 .000 -88.3782 -56.6218 dosis potensial -59.33333* 7.61194 .000 -75.2116 -43.4551 kontrol positif kelompok normal 47.66667* 7.61194 .000 31.7884 63.5449 kelompok negatif -24.83333* 7.61194 .004 -40.7116 -8.9551 dosis potensial -11.66667 7.61194 .141 -27.5449 4.2116 kontrol negatif kelompok normal 72.50000* 7.61194 .000 56.6218 88.3782 kelompok positif 24.83333* 7.61194 .004 8.9551 40.7116 dosis potensial 13.16667 7.61194 .099 -2.7116 29.0449 dosis potensial kelompok normal 59.33333* 7.61194 .000 43.4551 75.2116 kelompok positif 11.66667 7.61194 .141 -4.2116 27.5449 kelompok negatif -13.16667 7.61194 .099 -29.0449 2.7116 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Keputusan : Dosis potensial dibandingkan dengan kontrol normal berbeda

secara bermakna sedangkan dibandingkan dengan kontrol positif

dan negatif tidak berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05.

Tabel 24. Uji BNT menit ke-60

(I) kelompok (J) kelompok

Mean

Difference (I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound kontrol normal kelompok positif -8.33333 6.95641 .245 -22.8442 6.1775 kelompok negatif -56.33333* 6.95641 .000 -70.8442 -41.8225 dosis potensial -13.16667 6.95641 .073 -27.6775 1.3442 kontrol positif kelompok normal 8.33333 6.95641 .245 -6.1775 22.8442 kelompok negatif -48.00000* 6.95641 .000 -62.5108 -33.4892 dosis potensial -4.83333 6.95641 .495 -19.3442 9.6775


(5)

83

kontrol negatif kelompok normal 56.33333* 6.95641 .000 41.8225 70.8442 kelompok positif 48.00000* 6.95641 .000 33.4892 62.5108 dosis potensial 43.16667* 6.95641 .000 28.6558 57.6775 dosis potensial kelompok normal 13.16667 6.95641 .073 -1.3442 27.6775 kelompok positif 4.83333 6.95641 .495 -9.6775 19.3442 kelompok negatif -43.16667* 6.95641 .000 -57.6775 -28.6558 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Keputusan : Dosis potensial dibandingkan dengan kontrol normal dan positif

tidak berbeda secara bermakna sedangkan dibandingkan dengan

kontrol negatif berbeda secara bermakna pada taraf 0,05.


(6)

Dokumen yang terkait

Uji efek hipoglikkemik ekstrak etanol gambir (uncaria gambir, roxb) pada tikus putih jantan dengan metode induksi aloksan dan toleransi glukosa

1 11 136

Uji efek penurunan glukosa darah ekstrak etanol ganggang (Gracilaria verrucosa) dan (Kappaphycus alvarezii) dengan metode toleransi glukosa oral dan metode induksi aloksan

0 11 135

Uji Efek Antihiperglikemia Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora diclados Dengan Metode Induksi Aloksan

2 16 75

Uji efek antiinflamasi fraksi etil asetat ekstrak alfalfa (medicago sativa) pada tikus putih jantan yang diinduksi karagenin.

0 0 8

AKTIVITAS ANTIDIABETES FRAKSI N-HEKSAN, ETIL ASETAT, DAN AIR DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis.) PADA MENCIT JANTAN DENGAN METODE UJI TOLERANSI GLUKOSA.

0 0 3

UJI EFEK ANTIDIABETES OLEUM AZADIRACHTAE SEMEN PADA TIKUS PUTIH JANTAN DENGAN INDUKSI ALOKSAN

0 0 18

PENGARUH FRAKSI ETIL ASETAT EKSTRAK ETANOL DAUN SIRIH MERAH (PIPER CROCATUM LINN.) TERHADAP KADAR GULA DARAH PADA TIKUS PUTIH JANTAN DENGAN METODE UJI TOLERANSI GLUKOSA

0 0 14

PENGARUH FRAKSI KLOROFORM EKSTRAK ETANOL DAUN ALPUKAT (PERSEA AMERICANA MILL.) TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA TIKUS PUTIH JANTAN DENGAN METODE UJI TOLERANSI GLUKOSA

0 0 13

PENGARUH FRAKSI ETIL ASETAT EKSTRAK ETANOL DAUN ALPUKAT (PERSEA AMERICANA MILL.) TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA TIKUS PUTIH JANTAN DENGAN METODE UJI TOLERANSI GLUKOSA

0 0 16

Pengaruh fraksi etil asetat ekstrak etanol daun alpukat (Persea americana mill.) terhadap penurunan kadar glukosa darah pada tikus putih jantan dengan metode uji toleransi glukosa [CD-ROM] - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 0 24