Kelayakan Taman Percontohan Ramah Anak Di Daerah Khusus Ibukota Jakarta

KELAYAKAN TAMAN PERCONTOHAN RAMAH ANAK
DI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

PUTRI KHARISMA UTAMI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa penelitian berjudul Kelayakan Taman
Percontohan Ramah Anak di Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
usulan penelitian ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, November 2016

Putri Kharisma Utami
NIM A451140031

RINGKASAN
PUTRI KHARISMA UTAMI. Kelayakan Taman Percontohan Ramah Anak di
Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Dibimbing oleh WAHJU QAMARA
MUGNISJAH dan ARIS MUNANDAR.
Taman sebagai ruang publik sekaligus sebagai bagian dari infrastruktur
hijau perkotaan hendaknya senantiasa memberikan manfaat bagi penduduk kota
tersebut. Taman kota yang ramah anak sebagai sebuah ruang publik perkotaan
selayaknya mampu memberikan manfaat tidak hanya bagi pengguna masyarakat
secara umum namun juga pengguna anak-anak secara khusus. Manfaat sebuah
taman kota bagi anak terkait erat dengan kebutuhan anak di perkotaan terhadap
ruang luar yang dapat menunjang tumbuh dan kembangnya. Ruang ramah anak
yang dinilai kelayakannya dalam penelitian ini mencakup ruang aktif, ruang
ekologis, ruang individual, dan ruang kultural. Penilaian dilakukan oleh
masyarakat dan anak-anak sebagai penerima langsung manfaat taman melalui
kriteria ruang ramah anak yang sudah disusun sebelumnya dan pengamatan serta

pemetaan perilaku anak ketika berekreasi di taman. Adapun taman ramah anak
yang menjadi lokasi penelitian adalah 5 taman percontohan yang dibangun oleh
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui program Ruang Publik Terpadu Ramah
Anak (RPTRA).
Hasil penelitian menunjukkan walaupun masyarakat sebagai pengguna
memberikan penilaian yang tergolong layak terhadap variabel-variabel penyusun
ruang ramah anak di taman percontohan, namun preferensi pengguna terhadap
keberadaan ruang ekologis untuk dijadikan sebagai tempat berekreasi tergolong
masih rendah. Hasil uji korelasi menunjukkan rendahnya hubungan antara tipe
ruang ekologis dengan ketiga tipe ruang lainnya. Hal yang sama juga terlihat dari
hasil pemetaan perilaku anak ketika berekreasi yang menunjukkan preferensi yang
rendah terhadap tipe ruang ekologis. Keterpaduan keempat tipe ruang ramah anak
akan mengoptimalkan manfaat yang dapat diterima oleh pengguna ketika
menggunakan taman, khususnya taman yang dibangun dengan tujuan untuk
mempromosikan aktivitas rekreasi anak di ruang luar. Oleh karena itu,
konektivitas antara elemen-elemen penyusun ruang ekologis dengan tipe ruang
aktif, individual, maupun kultural dapat menjadi salah satu solusi pengelolaan
untuk meningkatkan manfaat taman sebagai ruang publik yang layak bagi anak.
Kata kunci: manfaat taman, ruang publik perkotaan, kebutuhan tumbuh kembang
anak di perkotaan, konektivitas taman, tipe ruang luar ramah anak


SUMMARY
PUTRI KHARISMA UTAMI. Suitability of a Child-friendly Pilot Parks in
Jakarta Capital City. Supervised by WAHJU QAMARA MUGNISJAH and ARIS
MUNANDAR.
.
Park as a public space as well as part of urban green infrastructure should
continue to provide benefits to the citizen. Child-friendly park as an urban public
space should be able to provide benefits not only for the citizen in general but also
for children in particular. Benefits of an urban park for children are related to the
children‟s needs regarding urban outdoor space that can support their growth and
development. Assessment for properness of outdoor child-friendly space in this
study includes active, ecological, individual, and cultural spaces. This research
involving community and children as park beneficiary through not only interview
and questionnaire about criterias for child-friendly spaces that have been
developed in previous studies, but also through observations and behavior
mapping of children when visiting parks. The research locations are 5 pilot parks
built by Jakarta Provincial Government through the program of Integrated Child
Friendly Public Spaces (Ruang Publik Terpadu Ramah Anak / RPTRA).
The results shows that although citizen as users gives ratings that considered

proper to the variables of child-friendly spaces in the pilot parks, the preferences
of the user regarding ecological space presence as a place for recreation is still
low. Correlation test result shows weak connection between the ecological type
with the three other types. The same result comes from the children‟s behavior
mapping that shows low preference and utilization of ecological space as
recreation site. The integration of the four types of child-friendly spaces criterias
will optimize the benefits that can be received by users when using parks,
especially parks that were built to promote an outdoor recreational space for
children. Therefore, connectivity between the elements of ecological space with
other types such active, individual, and cultural space may be one of the solutions
to improve the management of park as a public space that suitable for children.
Keywords: park benefits, urban public space, child development needs in urban
areas, park connectivity, type of child-friendly outdoor space

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KELAYAKAN TAMAN PERCONTOHAN RAMAH ANAK
DI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

PUTRI KHARISMA UTAMI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Arsitektur Lanskap

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:

Dr. Ir. Andi Gunawan, MAgr. Sc.

Judul Tesis : Kelayakan Taman Percontohan Ramah Anak di Daerah Khusus
Ibukota Jakarta
Nama
: Putri Kharisma Utami
NIM
: A451140031

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Wahju Qamara Mugnisjah, M.Agr.
Ketua

Dr. Ir. Aris Munandar, M.Si.
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Arsitektur Lanskap

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr.

Dr. Ir Dahrul Syah, MSc.Agr.

Tanggal Ujian:
17 Oktober 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahuwata’ala yang
telah memberikan karunia dan hidayah sehingga penlitian ini dapat diselesaikan.
Penelitian dengan judul “Kelayakan Taman Percontohan Ramah Anak di Daerah

Khusus Ibukota Jakarta” merupakan upaya penulis untuk berkontribusi kepada
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di dalam penyediaan ruang publik perkotaan
berupa taman yang ramah bagi tumbuh kembang anak.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Wahju Qamara
Mugnisjah, M.Agr. dan Dr. Ir. Aris Munadar, M.Si. yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan selama kegiatan penyusunan tesis ini. Di samping itu,
penulis menyampaikan terima kasih juga kepada Dr. Ir. Andi Gunawan, MAgr. Sc.
selaku dosen penguji atas kritik dan saran serta Dr. Syatinilia S.P., M.Si. selaku
perwakilan Program Studi Arsitektur Lanskap atas pendampingan dan
dukungannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan
Pascasarjana Arsitektur Lanskap 2014 dan rekan-rekan di pemerintah provinsi
DKI Jakarta atas dukungan moral dan material selama penelitian hingga tesis ini
diselesaikan. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada Erry Hakim, ST.,
ananda Sabrina Mikhaila Hakim, papa Drs. H. Rizal Imam Ganta, MM., Arini
Maria Imam Ganta S.E, papa Ir. Agus Harijadi dan mama Ir. Soehajati atas cinta,
doa, semangat, dan dukungannya. Terakhir, penulis ingin mempersembahkan tesis
ini kepada mama (almh.) Hj. RR.Sri Kuntari S. yang selalu menjadi suara hati dan
inspirasi hidup bagi penulis.
Penulis menyadari dalam karya ilmiah ini masih terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran amat diharapkan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2016
Putri Kharisma Utami

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

i

DAFTAR TABEL

ii

DAFTAR GAMBAR

iii

DAFTAR LAMPIRAN


iv

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
3
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Anak dan Tumbuh Kembang Anak
Anak dan Lingkungan Perkotaan
Kriteria Taman Ramah Anak

Pengelolaan Berbasis Manfaat
Q-Methodology

4
4
7
8
11
12

3 METODE
Lokasi dan Waktu
Metode Pengumpulan Data dan Informasi
Metode Penyusunan Kriteria Penilaian Ruang Luar Ramah Anak
Metode Penilaian Ruang Luar Ramah Anak
Analisis penilaian oleh responden masyarakat
Analisis penilaian oleh pengguna anak
Metode Identifikasi Hubungan antarkriteria Ruang Luar Ramah Anak
Korelasi antartipe ruang luar ramah anak
Hubungan antarkelompok anak dengan preferensi tipe ruang luar
ramah anak
Hubungan antara jumlah ragam aktivitas anak dengan karakter
ruang pembentuk fasilitas
Metode Penyusunan Rekomendasi

13
13
14
13
13
13
13
13
13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

20

13
13
20

Situasional RPTRA Percontohan

20

Susunan Kriteria Penilaian Ruang Luar Ramah Anak

34

Penilaian Ruang Luar Ramah Anak
Penilaian oleh responden masyarakat
Penilaian oleh anak

36
36
39

Hubungan antarkriteria Ruang Ramah Anak

55

DAFTAR ISI (lanjutan)
Korelasi antartipe ruang ramah anak
Korelasi antarkelompok anak pengguna RPTRA
Pengaruh karakter ruang pembentuk fasilitas terhadap ragam
aktivitas anak
Rekomendasi Pengelolaan

55
56
58
60

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

65
65
66

DAFTAR PUSTAKA

66

LAMPIRAN

70

RIWAYAT HIDUP

104

DAFTAR TABEL
1 Pengendalian komponen terhadap aspek taman bermain anak
2 Lokasi penelitian taman ramah anak
3 Jenis dan sumber data dalam penelitian
4 Klasifikasi keeratan hubungan dengan korelasi Pearson (r)
5 Tahapan (milestone) pembangunan RPTRA percontohan
6 Elemen pembentuk ruang dan karakter lanskap fasilitas RPTRA Sungai
Bambu
7 Elemen pembentuk ruang dan karakter lanskap fasilitas RPTRA Bahari
8 Elemen pembentuk ruang dan karakter lanskap fasilitas RPTRA
Kenanga
9 Elemen pembentuk ruang dan karakter lanskap fasilitas RPTRA
Kembangan
10 Elemen pembentuk ruang dan karakter lanskap fasilitas di RPTRA
Cililitan
11 Situasional RPTRA dilihat dari kelengkapan fasilitas
12 Kemampuan fasilitas diluar kriteria/acuan RPTRA
13 Kriteria penilaian ruang penyusun lanskap ramah anak
14 Hasil uji validitas dan reliabilitas responden masyarakat
15 Penilaian responden terhadap kriteria ruang ramah anak di RPTRA
16 Uraian jenis dan jumlah aktivitas anak pada tiap area fasilitas di RPTRA
Sungai Bambu
17 Uraian setting ruang ramah anak di RPTRA Sungai Bambu
18 Uraian jenis dan jumlah aktivitas anak pada tiap area fasilitas di RPTRA
Bahari
19 Uraian setting ruang ramah anak di RPTRA Bahari

11
14
15
19
20
22
25
27
29
31
33
33
34
36
37
41
42
44
45

DAFTAR TABEL (lanjutan)
20 Uraian jenis dan jumlah aktivitas anak pada tiap area fasilitas di
RPTRA Kenanga
21 Uraian setting ruang ramah anak di RPTRA Kenanga
22 Uraian jenis dan jumlah aktivitas anak pada tiap area fasilitas di
RPTRA Kembangan
23 Uraian setting ruang ramah anak di RPTRA Kembangan
24 Uraian jenis dan jumlah aktivitas anak pada tiap area fasilitas di
RPTRA Cililitan
25 Uraian setting ruang ramah anak di RPTRA Cililitan
26 Nilai korelasi antara variabel ruang aktif, ruang ekologis, ruang
individu, dan ruang kultural
27 Uji chi-square antara variabel pendampingan anak dengan preferensi
tipe ruang
28 Hasil uji chi-square pengaruh variabel elemen pembentuk lanskap
terhadap ragam aktivitas anak di tiap RPTRA
29 Hasil uji chi-square pengaruh variabel keterbukaan ruang terhadap
ragam aktivitas anak di tiap RPTRA
30 Hasil uji chi-square pengaruh variabel aksesibilitas terhadap ragam
aktivitas anak di tiap RPTRA
31 Rekomendasi pengelolaan berbasis manfaat bagi pengguna

47
48
50
51
53
54
56
56
58
59
60
62

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran
2 Lokasi penelitian
3 Triangulasi antara guideline, literatur terkait dan situasional lapangan
dalam membentuk kriteria penilaian ruang luar ramah anak di
RPTRA
4 Situasi RPTRA Sungai Bambu Jakarta Utara
5 Situasi RPTRA Bahari Jakarta Selatan
6 Situasi RPTRA Kenanga Jakarta Pusat
7 Situasi RPTRA Kembangan Jakarta Barat
8 Situasi RPTRA Cililitan Jakarta Timur
9 Tipe ruang yang paling diminati di RPTRA
10 Persentase jawaban responden terkait perlu atau tidaknya musala (kiri)
dan fasilitas permainan tradisional nusantara (kanan) di RPTRA
11 Aspirasi masyarakat terhadap peningkatan fasilitas ruang ramah anak
yang diinginkan di RPTRA
12 Persentase jumlah anak menunjukkan preferensi waktu kunjungan di
tiap lokasi RPTRA
13 Grafik perbandingan jumlah anak yang didampingi dengan jumlah
anak yang tidak didampingi orang dewasa ketika menggunakan
RPTRA
14 Rekam visual sebaran aktivitas anak di RPTRA Sungai Bambu
15 Rekam visual sebaran aktivitas anak di RPTRA Bahari

4
14

16
22
24
26
28
30
37
38
38
39

39
40
43

DAFTAR GAMBAR (lanjutan)
16 Rekam visual sebaran aktivitas anak di RPTRA Kenanga
17 Rekam visual sebaran aktivitas anak di RPTRA Kembangan
18 Rekam visual sebaran aktivitas anak di RPTRA Cililitan
19 Grafik sebaran aktivitas anak pada tiap ruang penyusun RPTRA
20 Grafik sebaran aktivitas kedua kelompok anak pada tiap tipe ruang
penyusun RPTRA
21 Model elemen water fountain sebagai bagian dari arena permainan air
anak di RPTRA Cililitan, Jakarta Timur
22 Model penataan elemen alami (air dan bebatuan) sebagai fasilitas
gerak motorik anak di RPTRA Kembangan, Jakarta Barat
23 Model penerapan fasilitas urban farming sebagai elemen pembentuk
ruang ekologis di RPTRA Sungai Bambu, Jakarta Utara

46
49
52
55
57
61
61
61

DAFTAR LAMPIRAN
1 Lembar Questionaire Set (Q-Set) terdiri dari 3 bagian (biodata,
2
3
4
5
6

penilaian kriteria dan penilaian pengelolaan)
Hasil pengamatan perilaku anak di RPTRA Sungai Bambu, Jakarta
Utara
Hasil pengamatan perilaku anak di RPTRA Bahari, Jakarta Selatan
Hasil pengamatan perilaku anak di RPTRA Kenanga, Jakarta Pusat
Hasil pengamatan perilaku anak di RPTRA Kembangan, Jakarta Barat
Hasil pengamatan perilaku anak di RPTRA Cililitan, Jakarta Timur

70
74
82
87
91
97

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan sebuah kota tidak terlepas dari perkembangan penduduknya.
Masyarakat dalam interaksinya dengan lingkungan, sosial-budaya, dan ekonomi
seharusnya merupakan arah tujuan dari rencana perkembangan infrastruktur suatu
daerah, khususnya di kota besar seperti Jakarta. Seringkali perkembangan yang
terjadi tidak diimbangi dengan daya dukung kota tersebut. Hal ini pula yang
terjadi pada tuntutan kebutuhan masyarakat terhadap ruang publik, khususnya
ruang terbuka hijau (RTH).
Ruang publik merupakan ruang dalam suatu kawasan yang dipakai
masyarakat secara bersama untuk melakukan berbagai kegiatan, merupakan titik
berkumpul dari suatu komunitas mulai dari ketetanggaan, lingkungan, atau daerah
sekitarnya untuk meningkatkan manfaat taman bagi pengguna melalui interaksi
sosial dan interaksi dengan lingkungannya.
Fakta menunjukkan bahwa dampak pembangunan dan kemajuan teknologi
membawa perubahan yang sangat besar terhadap sikap dan perilaku masyarakat
yang tidak selalu berpihak kepada kepentingan terbaik bagi anak. Hal ini
menjadikan posisi dan kondisi anak menjadi sangat rentan terhadap berbagai
masalah, seperti masalah kesehatan fisik dan psikis (Gies 2006), masalah
pendidikan, dan masalah anak sebagai korban dari tindak kejahatan. Oleh karena
itu, sudah menjadi kewajiban orang tua, masyarakat, serta pemerintah untuk
melindungi hak asasi manusia bagi anak, antara lain tanggung jawab untuk
menyediakan fasilitas dan aksesibilitas yang dapat menjamin pertumbuhan dan
perkembangan anak secara optimal, termasuk di dalamnya infrastrukrur hijau (Ely
dan Pitman 2014) berupa taman, sebagai tempat yang layak serta ramah bagi anak.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saat ini tengah mengedepankan
pembangunan infrastruktur kota yang layak bagi anak melalui Program Ruang
Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA). Program itu bertujuan mengembangkan
ruang-ruang publik kota seperti taman secara terkoordinasi dan mampu
memberikan manfaat bagi anak secara khusus dan bagi masyarakat secara umum.
Program RPTRA merupakan salah satu langkah yang diambil pemerintah kota
untuk menuju Jakarta sebagai Kota Layak Anak.
Pembanguan RPTRA dilakukan melalui program corporate social
responsibility (CSR) sebagai bentuk keikutsertaan masyarakat, dalam hal ini
melalui kerja sama antara pemerintah provinsi DKI Jakarta dengan pihak swasta,
dalam mengembangkan infrastruktur kota Jakarta. Salah satu konsentrasi dalam
menuju Kota Layak Anak adalah pengadaan taman layak anak di lingkup
permukiman penduduk, yang ditandai dengan pembangunan taman percontohan
ramah anak di tiap Kota Administrasi. Taman-taman tersebut ke depannya
direncanakan untuk terintegerasi secara terpadu dengan ruang publik kota lainnya
yang ramah bagi anak dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari.
Penelitian ini secara khusus mengkaji tanggapan masyarakat sebagai
pengguna terhadap kelayakan taman percontohan ramah anak di Daerah Khusus
Ibukota Jakarta. Taman percontohan ini tidak hanya diperuntukkan bagi
masyarakat secara umum, tetapi juga secara khusus diharapkan mampu

2
mempromosikan aktivitas rekreasi ruang luar yang ramah anak. Kebutuhan ruang
tumbuh kembang anak yang menjadi objek kajian adalah ruang bagi anak berusia
0-18 tahun (termasuk anak dalam kandungan), yang jumlahnya mencapai 3,3 juta
jiwa atau sekitar 1/3 dari total penduduk DKI Jakarta yang berjumlah kurang lebih
10 juta jiwa (Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI Jakarta 2014).
Pembangunan taman percontohan ini merupakan bentuk inisiasi dari ruang publik
terpadu ramah anak lainnya yang akan dikembangkan di DKI Jakarta di masa
yang akan datang.
Keikutsertaan masyarakat dalam penataan ruang, dalam hal ini taman,
berangkat dari manfaat yang didapatkan masyarakat tersebut. Taman selayaknya
dapat menyediakan ruang dan kesempatan bagi masyarakat untuk mendapatkan
manfaat yang ada di dalamnya, baik manfaat kesehatan, manfaat sosial maupun
manfaat lingkungan. Oleh karena itu, pendekatan pengelolaan yang berbasis
manfaat (benefit-based management) menjadi pendekatan manajerial kota dalam
mengelola ruang (Shuib et al. 2015). Partisipasi publik dalam tiap tahapan
pengambilan keputusan, termasuk perencanaan, desain, serta pengelolaan, sangat
penting dalam penyediaan kondisi ruang yang restoratif dan rekreatif pada sebuah
taman, dalam hal ini taman yang diperuntukkan bagi optimalisasi tumbuh
kembang anak di DKI Jakarta.
Maksud dari penelitian ini adalah melakukan kajian terhadap opini, persepsi,
dan tanggapan masyarakat sebagai bentuk partisipasi terhadap pembangunan
taman percontohan ramah anak di tiap Kota Administrasi yang dianggap layak
bagi tumbuh kembang anak. Adapun metode yang dilakukan adalah menggunakan
metode statistik yang menghubungkan aspek keruangan dan kependudukan serta
penggunaan metode-metode lain yang dirasa perlu untuk menunjang kajian. Hasil
penelitian diharapkan dapat berkontribusi terhadap perencanaan dan pengelolaan
taman di DKI Jakarta yang konsisten serta berkelanjutan dalam upaya
membangun kesejahteraan dan perlindungan terhadap anak. Anak adalah penerus
dan pemimpin di masa depan. Oleh karena itu, merencanakan ruang kota untuk
anak sekarang sama dengan merencanakan masa depan kota tersebut.

Perumusan Masalah
Kota besar seperti Jakarta memiliki tantangan tersendiri di dalam
penyediaan ruang terbuka bagi anak, seperti faktor keamanan, pengaruh gaya
hidup dan teknologi, kepadatan penduduk, dan keterbatasan luas lahan ruang
terbuka publik yang dialokasikan sebagai taman percontohan di lima wilayah
Kota Administrasi DKI Jakarta. Hal ini menyebabkan perlu adanya peningkatan
dan perbaikan pengelolaan secara terus-menerus, oleh pemerintah bersama
masyarakat, untuk mengoptimalkan keberadaan taman-taman percontohan
tersebut sebagai bagian dari ruang publik yang layak bagi anak.
Pengelolaan taman percontohan ramah anak yang berbasis manfaat (benefitbased) berarti mengedepankan manfaat taman bagi anak. Oleh karena itu, aspek
tumbuh kembang anak serta penyediaan ruang pada taman percontohan ramah
anak yang mendukung aspek tersebut patut untuk dikaji.
Kajian yang lebih mendalam untuk mengetahui kondisi atau setting ideal
untuk taman percontohan layak bagi anak masih dibutuhkan. Oleh karena itu,

3
diperlukan informasi lebih banyak terkait faktor dan tipe ruang yang
mempengaruhi tumbuh kembang anak, aktivitas dan interaksi anak di ruang luar,
termasuk pola penggunaan ruang dan fasilitas di dalam taman percontohan.
Informasi tersebut diperoleh melalui pendataan dan pemetaan terkait tanggapan,
persepsi, preferensi, dan pengetahuan dari pihak yang paling dekat dengan anak
(para orang tua dan guru), akademisi atau pengamat anak, masyarakat secara
umum, serta pengamatan perilaku dan aktivitas anak sebagai pengguna langsung
dari taman-taman percontohan tersebut.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah
1. mengidentifikasi tanggapan masyarakat dan anak sebagai pengguna terhadap
kelayakan ruang terbuka ramah anak berdasarkan kriteria penilaian yang
disusun oleh peneliti,
2. mengkaji dan menganalisis hubungan antarkriteria untuk menentukan prioritas
perbaikan taman yang diperlukan di dalam meningkatkan manfaat ruang luar
bagi tumbuh kembang anak, dan
3. menyusun rekomendasi dalam hal peningkatan dan perbaikan pengelolaan
ruang luar ramah anak kepada pemerintah dan stakeholder terkait.

Manfaat Penelitian
Kajian yang dilakukan secara akademis diharapkan dapat memperkaya
pengetahuan tentang strategi pengembangan serta pengelolaan taman percontohan
layak anak berdasarkan manfaatnya bagi tumbuh kembang anak. Hasil penelitian
secara praktis diharapkan dapat memberikan wawasan kepada masyarakat serta
pemerintah terkait prioritas dalam pengelolaan taman yang ramah anak di
lingkungan perkotaan, khususnya di Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Hasil
penelitian diharapkan juga dapat menjadi bentuk partisipasi masyarakat kepada
stakeholder terkait dalam melakukan optimalisasi dan rehabilitasi taman sebagai
fasilitas ruang terbuka kota yang layak bagi anak.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian berfokus pada ruang publik kota berupa taman. Taman yang
menjadi objek penelitian adalah taman percontohan (pilot project) ramah anak di
lima Kota Administrasi DKI Jakarta. Taman percontohan ramah anak di
Kabupaten Kepulauan Seribu tidak menjadi cakupan lokasi penelitian karena telah
diambil sampel taman layak anak di Kota Administrasi Jakarta Utara, dimana
koordinasi pembangunannya sama-sama dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat
Walikota Jakarta Utara.
Penelitian berkonsentrasi pada manfaat ruang-ruang di taman percontohan
tersebut terhadap tumbuh dan kembang anak di usia 0-18 tahun atau usia dini
hingga remaja. Penilaian oleh masyarakat pendamping anak dan observasi
terhadap anak sebagai penerima manfaat taman percontohan menjadi sasaran

4
penelitian ini. Penelaahan kelayakan taman berdasarkan kriteria ruang ramah anak
yang disusun oleh peneliti menjadi dasar penyusunan prioritas dan rekomendasi
peneliti di dalam peningkatan manfaat taman bagi tumbuh kembang anak.
Masyarakat sebagai penerima langsung manfaat (beneficiary) dari taman
yang ramah anak turut berpartisipasi dalam kajian ini. Selain bersifat keilmuan,
penelitian diharapkan dapat lebih mencerminkan opini dan persepsi dari
masyarakat. Lebih lanjut, diharapkan hasil penelitian dapat menjadi dasar
pengambil kebijakan dalam merencanakan ruang kota berupa taman ramah anak
yang lebih berkelanjutan. Gambar 1 merupakan ilustrasi dari kerangka berpikir
yang dilakukan peneliti.
Program RPTRA
(Ruang Publik Terpadu Ramah Anak)
Partisipasi Masyarakat
sebagai Penerima Manfaat
Taman Percontohan di Tiap Kota Administrasi
DKI Jakarta (5 Lokasi)
Kajian Kriteria Ruang Ramah Anak
Penilaian oleh Pengguna
Anak

Berbasis Manfaat
bagi Tumbuh
Kembang Anak

Masyarakat Pendamping Anak

Analisis
Hubungan
antarkriteria

Penilaian Kriteria

Rekomendasi
Pengelolaan
Berbasis Manfaat

Sintesis

Gambar 1 Kerangka pemikiran

2 TINJAUAN PUSTAKA
Anak dan Tumbuh Kembang Anak
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak mendefinisikan anak sebagai manusia yang belum berusia 18
(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih berada dalam kandungan (Pasal
1 Ayat 1). Kebutuhan bermain dan belajar anak tergolong dari kelompok umurnya.
Woolfson (2001) mengkategorikan anak berdasarkan kelompok umurnya: umur 0-

5
1 tahun, disebut bayi (baby); umur 1-3 tahun, disebut anak bawah tiga tahun atau
batita (infancy); umur 3-5 tahun, disebut anak bawah lima tahun atau balita
(toddler); umur 5-12 tahun, disebut anak usia pendidikan dasar (age of basic
education); umur 12-14 tahun, disebut usia anak pra-remaja (pre-adolescent age).
Pada tiap tahapan usia ini kebutuhan bermain dan belajar berperan penting
terhadap tumbuh kembang anak menjadi manusia dewasa. Pada prakteknya
definisi anak maupun kebutuhan tumbuh kembang sesuai dengan usianya bersifat
dinamis seiring dengan perkembangan jaman dan teknologi.
Tumbuh kembang anak terjadi baik secara fisik maupun psikis. Mustapa et
al. (2015) mengkategorikan kebutuhan perkembangan anak menjadi kriteria
kebutuhan untuk berkembang secara fisik, sosial, kognitif, dan emosional.
Perkembangan Fisik
Fisik anak berkembang dengan cara bermain dan eksplorasi. Lingkungan
yang baik untuk kebutuhan perkembangan fisik anak adalah lingkungan yang
mampu mengembangkan kemampuan motorik, stamina, dan kebugaran tubuh.
Teori Kemampuan/Theory of Affordances (Gibson 1979) merupakan suatu
pendekatan teori yang menjelaskan bahwa anak-anak memberikan nilai lebih pada
suatu tempat atau lingkungan yang mampu memberikan ruang bagi mereka untuk
bermain dan mengembangkan kemampuan motoriknya.
Keleluasaan bergerak dalam lingkungan ruang luar membuat anak dapat
bermain dan bereksplorasi serta mengembangkan keseimbangan dan kemampuan
koordinasi tubuh (Fjortoft dan Sageie 2000).
Studi dilakukan pada dua kelompok anak usia 5-7 tahun untuk mengetahui
kebugaran fisiknya. Hasil menunjukkan bahwa kebugaran fisik dan kemampuan
motorik kelompok anak yang bermain pada area bermain alami / di luar ruangan
seperti hutan, kebun, dan taman lebih berkembang jika dibandingkan dengan
kelompok anak yang bermain di area bermain artifisial / di dalam ruangan
(Fjortoft 2004). Selain itu, gerak fisik dan motorik yang dioptimalkan
perkembangannya juga berfungsi untuk mencegah penyakit obesitas pada anak
(Bell et al. 2008).
Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial didapat melalui interaksi anak dengan sesamanya
sehingga kemampuan berkomunikasi serta berbahasanya meningkat. Melalui
bermain, anak belajar mengenal kerja sama dan berbagi dengan anak lainnya yang
sebaya. Pemahaman tentang aturan, pendekatan moral, serta identitas kultur juga
terjadi dalam pengalaman sosial.
Keberadaan taman dalam lingkup ketetanggaan meningkatkan mobilitas
anak secara independen serta kebebasan bergerak dan bermain di luar ruangan.
Mobilitas yang independen meningkatkan kemampuan anak untuk berinteraksi
dan bersosialisasi dengan anak lain seumurnya (Prezza et al. 2001).
Lingkungan yang alami menawarkan beragam permainan kreativitas dan
imajinasi yang merangsang interaksi sosial, kepercayaan diri, dan sosialisasi anak
dengan lingkungan sekitarnya (Bixler et al. 2002, Prezza et al. 2001). Lingkungan
alami binaan di perkotaan umumnya berupa taman.
Anak belajar beragam keahlian bersosialisasi seperti norma dan perilaku
yang berlaku dalam masyarakat, kepercayaan diri, serta etos kerja dalam kegiatan

6
interaksi dengan anak lain seumurnya (Laaksoharju et al. 2012). Daya imajinasi
anak dapat diperkaya melalui interaksi sosial yaitu dengan cara membangun
jalinan pertemanan. Ruang luar yang ditata dengan elemen penyusun yang alami
maupun variasinya menjadi tempat untuk melakukan interaksi tersebut.
Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif meliputi proses intelektual, proses berpikir,
kemampuan menyelesaikan masalah, atensi, dan konsentrasi (Duerden dan Witt
2010, Kellert 2002). Melalui eksplorasi dan bermain, lingkungan memberikan
stimulan pada panca indera anak sehingga kemampuan kognitif mereka dapat
berkembang. Lingkungan yang berpotensi mengembangkan kemampuan kognitif
anak adalah lingkungan bermain yang menyediakan kesempatan anak untuk
berpikir, berimajinasi, dan kreatif dalam memecahkan masalah yang dihadapinya.
Studi menunjukkan pengalaman langsung dan tidak langsung di alam
meningkatkan kemampuan kognitif pada anak. Pengalaman langsung adalah
pengalaman yang didapat anak melalui eksplorasi langsung di alam, sedangkan
pengalaman secara tidak langsung terjadi melalui media perantara seperti televisi,
internet, radio, dan paparan terhadap gambar pemandangan alam. Keduanya
terbukti memberikan stimulasi terhadap perkembangan kemampuan kognitif anak
(Mustapa et al. 2015).
Kemampuan kognitif untuk dapat berpikir secara kritis ditunjukkan
meningkat pada pelajar yang berpartisipasi dalam program pelajaran sains
berbasis lingkungan jika dibandingkan dengan pelajar yang berada pada sistem
belajar sains tradisional di ruang kelas (Ernst dan Monroe 2006).
Perkembangan Emosional
Emosi anak merupakan kondisi mental yang ditunjukkan dalam bentuk
ekspresi (Mustapa et. al 2015). Ekspresi anak di lingkungannya memperlihatkan
kedekatan (bonding) emosi mereka dengan alam dan sekitarnya, dan di saat yang
bersamaan alam menjadi penyangga yang memiliki efek restorasi terhadap kondisi
mental anak.
Anak mengembangkan emosi mereka dalam lingkungan yang memberikan
stimulan baik melalui penghargaan, empati, dan pengaguman terhadap keindahan
alam yang mengalami perubahan musim, cahaya, warna, dan tekstur maupun
melalui kontak langsung seperti mengambil, mengumpulkan, mencium, dan
merasakan elemen yang ada di alam.
Studi terhadap responden dari beragam kelompok umur menunjukkan
bahwa mereka mengidentifikasi taman sebagai tempat yang memiliki efek
restoratif dari kecemasan dan stres di kehidupan sehari-hari. Taman memberikan
kesempatan bagi pengunjungnya untuk melakukan kontak dengan elemen alami
penyusunnya, sehingga memberikan rasa ketertarikan dan kesenangan tersendiri
bagi pengunjung tersebut (Gross dan Lane 2007). Studi terhadap anak juga
menunjukkan bahwa pengalaman di alam dapat menurunkan rasa amarah dan
meningkatkan mood positif, yang selanjutnya dapat menumbuhkan perilaku anak
yang baik (Roe dan Aspinall 2011).
Perkembangan emosional anak juga berkaitan dengan perkembangan
spiritual anak. Spiritual dideskripsikan sebagai kepercayaan serta nilai dan arti
sesuatu bagi seseorang. Dalam hal ini, perkembangan spiritual anak terkait dengan

7
apresiasi mereka terhadap kehidupan yang berlangsung di alam. Perkembangan
spiritual akan meningkatkan pemahaman anak tentang keberadaan berbagai
makhluk hidup sebagai kesatuan dari alam. Hubungan antara manusia dengan
alam ini dikenal dengan hipotesis biophilia (Kellert dan Wilson 1993).

Anak dan Lingkungan Perkotaan
Kecenderungan lingkungan alam dalam perkotaan adalah berupa remnant
atau peninggalan dari bentukan alami wilayah tersebut setelah mengalami
urbanisasi atau perubahan bentuk dari non-kota menjadi kota (McDonnell et al.
2009). Lingkungan alam dalam kota umumnya berupa ruang terbuka hijau binaan,
seperti taman, pulau jalan, taman kantung, dan area hijau lainnya. Lingkungan
kota yang ramah anak selayaknya dapat memberikan pengaruh jangka panjang
bagi pertumbuhan anak menjadi remaja dan kemudian manusia dewasa. Studi
pada beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa pengalaman anak berada di
ruang terbuka perkotaan mengalami penurunan, tren rekreasi (leisure trend) anak
berubah dari aktivitas aktif di luar ruangan menjadi aktivitas pasif dilengkapi
gadget di dalam ruangan (Louv 2005, Veitch et al. 2006).
Porteous (1977) mengemukakan bahwa ruang kota untuk anak harus dapat
mengakomodasi kebutuhan aktivitas anak sehari-hari mulai dari lingkup rumah
(homebase) dan ketetanggaan (neighbourhood). Pada skala ruang tersebut,
keputusan dan kesempatan anak untuk beraktivitas di lingkungannya amat
dipengaruhi oleh faktor keluarga terutama orangtua dan masyarakat yang tinggal
di sekitarnya termasuk teman sebaya. Tumbuh kembang yang dialami anak selaras
dengan keputusan-keputusan yang diambil oleh orangtuanya, termasuk dalam
penggunaan fasilitas umum seperti ruang publik berupa taman. Hal ini pula yang
mendasari pentingnya keputusan dan kebijakan perkotaan yang dilakukan
pemerintah bersama-sama dengan masyarakat (planning with people).
Nature deficit disorder merupakan fenomena diskoneksi anak dengan alam
sekitarnya yang mempengaruhi kualitas hidup anak tersebut. Pengalaman dan
ekspos yang kurang mengakibatkan perubahan cara pandang mereka terhadap
alam, anak merasakan alam sebagai suatu hal yang diafiliasi secara negatif atau
biophobia yaitu rasa takut berlebih terhadap alam (Wilson 1984).
Nature deficit disorder mengedepankan fakta yang terjadi ketika anak
terputus hubungannya dengan alam, akan timbul efek negatif dalam tumbuh
kembangnya, mulai dari masalah kesehatan seperti obesitas, ADD (attention
deficit disorder), ADHD (attention deficit hyperactive disorder), kekurangan
vitamin D hingga masalah terhambatnya perkembangan kognitif dan tingkah laku.
Anak yang terpapar oleh televisi maupun gadget elektronik secara terus-menerus
terbukti mengalami perkembangan kognitif serta kemampuan berbahasa yang
negatif serta mengalami miskonsepsi terhadap alam (Jussof 2009).
Miskonsepsi terhadap lingkungan alam terjadi ketika anak kurang
melakukan kontak langsung dengan alam dan lebih sering mendapatkan
pengalaman tersebut melalui media elektronik (Cohen dan Horm-Wingered 1993).
Anak-anak mengekspresikan rasa takut dan tidak suka yang lebih besar jika
dibandingkan dengan rasa penghargaan terhadap alam, rasa sayang, dan
kemampuan untuk menikmati lingkungan alam beserta wildlife di dalamnya

8
(Simmons 2006). Konsekuensinya anak memperlakukan lingkungan alam sebagai
sesuatu yang harus dikontrol, bukan untuk dilindungi dan dipreservasi.
Anak juga dihadapkan dengan berbagai isu kesehatan mental, salah satunya
adalah stres. Alam bersifat restoratif bagi stres anak. Anak yang tinggal dekat
dengan alam memiliki level stres lebih rendah jika dibandingkan dengan anak
yang tidak mudah mendapat akses atau tinggal jauh dari lingkungan yang alami
(Wells dan Evans 2003). Selain terbukti menurunkan level stres dan
meningkatkan kemampuan kognitif, kontak anak dengan alam juga terbukti
menurunkan tingkat keikutsertaan anak dalam aktivitas negatif dan amoral di
masyarakat (Matsuoka 2010).
Generasi yang mampu mengapresiasi alam beserta keanekaragaman hayati
maupun wildlife di dalamnya akan menghilang jika nature deficit disorder trend
pada anak di perkotaan ini terus berlanjut. Oleh karena itu, merupakan hal yang
penting untuk menata lingkungan yang mampu menyediakan kesempatan bagi
anak untuk melakukan kontak dengan alam. Anak harus mendapatkan stimulasi
agar mampu mengembangkan reaksi yang diperlukan dalam kehidupan dan
aktivitasnya sehari-hari sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara optimal
demi keberlanjutan generasi yang akan datang.

Kriteria Taman Ramah Anak
Kebijakan RPTRA
Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai ibukota negara dan kota dengan
jumlah penduduk terbanyak di Indonesia tengah mengedepankan Program Ruang
Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) dalam menuju Kota Layak Anak
(Keputusan Gubernur Nomor 1192 Tahun 2011 tentang Pembentukan Gugus
Tugas Kota Layak Anak, dan Keputusan Gubernur Nomor 349 Tahun 2015
tentang Tim Pelaksana Pembangunan dan Pemeliharaan Ruang Publik Terpadu
Ramah Anak).
RPTRA merupakan program Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berupa
pembangunan taman berskala ketetanggaan yang bertujuan tidak hanya sebagai
ruang bersama masyarakat untuk beraktivitas, tetapi secara terpadu juga
mempromosikan aktivitas ruang luar yang ramah anak. Keramahan ruang publik
tersebut bagi anak diwujudkan melalui peran serta pemerintah bersama-sama
dengan masyarakat di sekitar anak di dalam membentuk serta mengawasi secara
langsung mulai dari pembangunan hingga pengelolaan RPTRA. Untuk itu, dipilih
enam lokasi taman yang dibangun secara CSR (corporate social responsibility)
sebagai taman percontohan ramah anak skala ketetanggaan di tiap
Kota/Kabupaten Administrasi DKI Jakarta, yaitu di Kelurahan Cideng di Jakarta
Pusat (3,266 m²), Kelurahan Gandaria Selatan di Jakarta Selatan (926 m²),
Kelurahan Kembangan di Jakarta Barat (3,250 m²), Kelurahan Sungai Bambu di
Jakarta Utara (3,858 m²), Kelurahan Cililitan di Jakarta Timur (2,642 m²), dan
Pulau Untung Jawa di Kabupaten Kepulauan Seribu (2,204 m²).
Program RPTRA ini merupakan tindak lanjut dari himbauan pemerintah
pusat yang dikoordinasikan oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak/KPPPA (Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Nomor 02 Tahun 2009 tentang Kebijakan Kabupaten/Kota

9
Layak Anak) untuk memfasilitasi infrastruktur kota yang layak bagi anak.
Kelanjutan dari inisiasi pemerintah pusat tersebut dilakukan dalam bentuk
sosialisasi dari Deputi Bidang Tumbuh Kembang anak KPPPA kepada instansi
serta pemerintah daerah terkait. Sosialisasi tersebut berisi paparan kriteria ruang
bermain ramah anak sebagai berikut:
1. mudah diakses oleh anak termasuk anak dengan disabilitas dan anak marjinal,
2. tidak memungut biaya (gratis),
3. bahan yang digunakan tidak membahayakan anak,
4. tidak menggunakan tanaman berduri,
5. terang benderang,
6. sarana prasarana disesuaikan dengan kondisi anak, termasuk anak disabilitas,
7. minimal ¾ area terdiri dari rumput/tanah,
8. lingkungan aman dari bahaya sosial dan kekerasan,
9. tersedia sarana pendukung menuju ke area permainan,
10. tersedia SDM/pengelola/pengawas yang ramah anak,
11. tersedia tempat mencuci tangan dan toilet ramah anak,
12. tersedia fasilitas pertolongan pertama pada kecelakaan, dan
13. lingkungan bebas dari sampah, polusi, lalu lintas, dan bahaya fisik lainnya.
Kriteria
dari
KPPPA
menjadi
acuan
bagi
Pemerintah
Provinsi/Kota/Kabupaten di dalam melakukan perencanaan, desain, dan
pengelolaan ruang bermain ramah anak baik indoor maupun outdoor. Penelitian
ini berfokus pada taman sebagai ruang bermain anak secara outdoor.
Prinsip utama ruang bermain ramah anak yang menjadi fokus sosialiasi
KPPPA sebagai inisiator terhadap pemerintah daerah adalah sebagai berikut:
1. pengutamaan fakor keamanan dan kenyamanan pada proses
perencanaan/perancangan/pengadaan ruang dan fasilitas fisik untuk anak,
2. pengadaan tempat bermain dan ruang hijau sedapat mungkin diberlakukan
pada berbagai skala lingkungan,
3. pengadaan fasilitas fisik dasar pada berbagai skala lingkungan,
4. kemudahan akses terhadap ruang dan fasilitas fisik terutama anak-anak, dan
5. integrasi dan keikutsertaan anak dan orang tua/guru/masyarakat dalam proses
perencanaan/perancangan serta pengelolaan.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui BPMPKB (Badan Pemberdayaan
Masyarakat dan Perempuan dan Keluarga Berencana) selaku koordinator
pelaksana mengakomodasi prinsip diatas untuk diterapkan dalam pembangunan
ruang publik berupa taman ramah anak. Guideline / acuan desain dan fasilitas
taman yang diberikan adalah sebagai berikut (berdasarkan hasil paparan
BPMPKB dengan mitra CSR tanggal 19 Agustus 2015):
1. lapangan olahraga (basket, futsal, voli, dan sebagainya),
2. taman interaktif (untuk bermain dan bersantai),
3. taman gizi (untuk bertanam),
4. arena bermain anak (berupa fasilitas permainan anak),
5. kolam gizi (untuk memelihara ikan), dan
6. jalur pejalan kaki (untuk jogging dan berjalan-jalan).
Tahapan selanjutnya adalah pelaksanaan pembangunan taman-taman
percontohan oleh Pemerntah Provinsi DKI Jakarta dengan mengacu pada
guideline desain tersebut. Kelima RPTRA percontohan yang menjadi lokasi
penelitian telah rampung dibangun dan diresmikan pada pertengahan hingga akhir

10
tahun 2015. RPTRA percontohan sebagai inisiasi dari RPTRA selanjutnya yang
akan dibangun menjadi tolak ukur keberhasilan pencanangan dan pengelolaan
program RPTRA di masa yang akan datang. Pemerintah Provinsi menetapkan
target pembangunan RPTRA sebanyak 267 buah yang tersebar di tiap kelurahan
di DKI Jakarta pada tahun 2017.
Taman Ramah Anak
Taman ramah anak merupakan fasilitas kota yang dibangun sebagai
tanggapan pemerintah terhadap kebutuhan ruang publik bagi anak di perkotaan
(termasuk anak dengan disabilitas dan anak marjinal). Tujuannya agar anak di
lingkungan perkotaan dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa
secara optimal. Maka, permasalahan yang menjadi kajian dalam penelitian ini
adalah penilaian terhadap setting ruang taman yang bercirikan ramah bagi anak.
Ruang ramah anak di luar ruangan selayaknya memberikan pengalaman
rekreasi tersendiri yang berbeda bagi anak jika dibandingkan ketika mereka
berekreasi di dalam ruangan. Pengalaman ini berupa paparan/kontak anak
terhadap lingkungan ruang luar yang alami seperti sinar matahari, hembusan angin,
aliran air, bunyi-bunyian satwa, serta sentuhan dengan tanaman (Mustapa et al.
2015). Lingkungan rekreasi ramah anak di dalam ruangan pada umumnya hanya
dapat memberikan stimulan tersebut bagi anak secara buatan melalui media
elektronik dan penerapan teknologi lainnya.
Campbell (2013) dalam bukunya Landscape and Child Development,
mengutarakan bahwa taman yang baik bagi tumbuh kembang anak adalah taman
yang memiliki pembagian ruang kunci sebagai berikut.
1. Ruang aktif
Ruang aktif adalah ruang yang dapat menstimulasi kemampuan motorik anak
sehingga menjadi lebih enerjik, bugar, dan sehat. Ruang aktif identik dengan
variasi ketinggian (topografi) dan variasi lain yang merangsang anak untuk
melampaui/memperluas batas fisiknya. Ruang aktif dalam taman dapat
berbentuk tempat bermain anak (children play ground) dan lapangan olahraga
termasuk sarana jogging track serta jalur pejalan kaki multifungsi sebagai
jalur sepeda, sepatu roda, dan sebagainya. Pengguna dengan kebutuhan
khusus (disabilitas) juga harus memiliki akses terhadap jenis ruang ini, yang
diakomodasi misalnya dengan penggunaan ramp, railing, dan sebagainya.
2. Ruang ekologis
Ruang ekologis adalah ruang yang dapat menumbuhkan respon postif anak
terhadap alam, termasuk rasa tanggung jawab, asih, eksplorasi, dan refleksi
dirinya sebagai bagian dari ekosistem. Ruang ekologis merupakan
demonstrasi dari siklus kehidupan, dengan mengedepankan kontak pengguna
anak-anak dengan elemen-elemen penyusunnya. Elemen penyusun ruang ini
adalah keragaman habitat vegetasi, hewan, dan elemen alami lainnya seperti
air sebagai ekosistem di dalam taman. Ruang ekologis dalam taman ramah
anak dapat berupa bentukan alami yang telah ditata/dibentuk maupun sisasisa (remnant) bentukan alami dari karakteristik asli tempat tersebut.
3. Ruang individual
Ruang individual adalah ruang yang digunakan pengguna untuk melakukan
relaksasi dan mendapatkan efek restoratif dari kegiatan rekreasi yang
dilakukannya di taman. Berbeda dengan ruang aktif, ruang individual

11
mengedepankan fungsi kegiatan rekreatif yang sifatnya pasif dan
membutuhkan ketenangan, seperti membaca, merenung, atau sekedar dudukduduk. Ruang individual dalam taman identik dengan bentuk yang tertutup
(enclave) sehingga aspek keamanan menjadi prioritas dalam penataan tipe
ruang ini. Anak membutuhkan ruang individual sebagai alternatif bentuk
rekreasi yang tidak selalu membutuhkan adanya kegiatan/kontak sosial
dengan sebayanya.
4. Ruang kultural
Ruang kultural adalah ruang tempat terjadinya interaksi sosial dan budaya
dari masyarakat setempat sebagai pengguna melalui komunikasi, negosiasi,
dan berbagi informasi. Ciri ruang ini umumya welcoming, fleksibel terhadap
beragam pengguna (termasuk orangtua, guru, dan pengelola), juga kegunaan
(adanya event tertentu dan wadah dari hasil kreativitas spontan anak). Oleh
karena itu, taman yang ramah anak harus memiliki ciri khas kultur dari
lingkungan sekitarnya. Partisipasi masyarakat terhadap pembentukan taman
sebagai ruang bersama yang ramah anak dapat dilakukan melalui himbauan
dan praktek pelestarian jenis-jenis rekreasi anak yang mencerminkan kultur
daerah tersebut. Jenis-jenis permainan dan seni tradisional beserta alat
bantunya dapat disediakan pada tipe ruang ini.
Konsep ruang kemudian diterapkan dalam pola perancangan taman sesuai
dengan kriteria elemen penyusunnya. Kesuksesan sebuah taman bagi anak dapat
dilihat melalui metode observasi dan mendengar pendapat anak tentang apa saja
yang bisa dilakukan dan dikomunikasikan oleh pengguna anak di taman tersebut.
Pengelolaan taman yang memiliki fasilitas ruang bermain bagi anak juga
memerlukan pengendalian aspek keselamatan, kesehatan, kenyamanan,
kemudahan, keamanan, dan keindahan melalui penataan dan pengaturan
komponen lokasi, tata letak (layout), peralatan permainan, konstruksi, dan
bahan/material (Baskara 2011). Tabel 1 menunjukkan pengendalian komponen
terhadap aspek taman bermain bagi anak.
Tabel 1 Pengendalian komponen terhadap aspek taman bermain anak













Keindahan



Keamanan

Kemudahan







Kenyamanan

Lokasi
Tata letak
Peralatan permainan
Konstruksi
Material/bahan

Kesehatan

Komponen

Keselamatan

Aspek









Sumber: Baskara (2011)

Pengelolaan Berbasis Manfaat
Pengelolaan Berbasis Manfaat (PBM) atau benefit-based management
adalah pendekatan pengelolaan lingkungan berdasarkan manfaat yang diterima

12
oleh masyarakat terhadap pembangunan suatu fasilitas maupun infrastruktur yang
bersifat rekreatif (Lee dan Driver 1999). PBM dikembangkan untuk mempelajari
tentang persepsi, opini dan pandangan masyarakat sebagai penerima manfaat
melalui aktivitasnya mengunjungi tempat rekreasi seperti taman kota, sekaligus
secara bersamaan mengkaji setting rekreasi yang ada di tempat tersebut.
Studi menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengelolaan
berdasarkan karakteristik tempat rekreasi dengan harapan pengguna untuk
memperoleh manfaat yang ada di dalamnya (Stein dan Lee 1995).
Fokus dalam pendekatan PBM adalah masyarakat sebagai pengguna
sekaligus penerima manfaat (beneficiary) dari kegiatan rekreasi di taman.
Pengguna butuh untuk mengartikan kegiatan rekreasi bagi diri mereka sendiri
melalui pemuasan keinginan dan manfaat yang diinginkan dari aktivitas yang
dilakukannya tersebut. Oleh karena itu, pendekatan PBM merupakan bentuk
partisipasi masyarakat yang diperlukan dalam proses perencanaan, perancangan,
dan pengelolaan taman. Partisipasi masyarakat dalam pengembangan infrastruktur
kota seperti taman penting dilakukan agar infrastruktur yang dibangun tersebut
menjadi lebih tepat guna dan lebih berkelanjutan.
Taman yang ramah anak sewajarnya memperhatikan manfaat yang ingin
dan layak untuk diperoleh anak sebagai pengguna dan penerima manfaat utama,
dalam konteks mengoptimalkan tumbuh kembangnya, melalui kajian dan evaluasi
setting ruang yang ada di dalamnya. RPTRA sebagai sebuah ruang publik yang
diharapkan mampu mempromosikan aktivitas rekreasi tidak hanya bagi
masyarakat namun juga bagi anak selayaknya memperhatikan manfaat dari
fasilitas yang telah dibangun bagi penggunanya.
Q Methodology
Q Methodology atau Metode Q menjadi dasar sistematika pembelajaran
mengenai subjektivitas, seperti cara pandang seseorang, opini, kepercayaan,
perilaku, dan kesukaan (Exel dan de Graaf 2005). Kepada responden, disebut
sebagai P-set, disajikan tumpukan set pernyataan tentang suatu topik, disebut
sebagai Q-set. Responden diminta untuk mengurutkan set pernyataan tersebut
menurut cara pandang individual berdasarkan preferensi, penilaian atau
pengetahuan mereka. Hasil penilaian umumnya berupa distribusi quasi-normal.
Ranking atau urutan yang didapat kemudian menjadi subjek untuk dilakukan
analisis faktor. Langkah-langkah dalam Metode Q (Exel dan de Graaf 2005)
adalah sebagai berikut.
1. Penghimpunan pernyataan
Peneliti mengumpulkan pernyataan mengenai topik terkait. Himpunan
pernyataan dapat disertai gambar hasil tinjauan literatur, observasi langsung,
wawancara, dan inventarisasi lapangan yang relevan dengan aspek yang akan
dikaji. Mohamed et al. (2012) mengemukakan bahwa tampilan visual
memiliki peran penting dalam lanskap karena pengguna menginterpretasikan
lanskap dari visual yang mereka lihat dan yang mudah diingat / legible.
2. Pengembangan Q-set
Q-set dapat berjumlah hingga 50 pernyataan. Jumlah pernyataan disesuaikan
dengan topik kajian yang akan diurutkan oleh responden. Peneliti kemudian

13

3.

4.

5.

menyusun set pernyataan yang dianggap benar-benar representatif terhadap
kondisi yang ada di lapangan dan dapat menjadi dasar penilaian oleh P-set.
Pemilihan/penentuan responden atau P-set
Metode Q dilakukan dengan dasar pemahaman bahwa sudut pandang setiap
orang bisa berbeda-beda, sehingga hasil dari metode ini bertujuan untuk
memperluas pemahaman dengan cara mengidentifikasi keragaman sudut
pandang responden tersebut. Oleh karena itu, pemilihan responden harus
berupa sampel masyarakat yang memiliki pemahaman, kepedulian dan sudut
pandang yang jelas terhadap topik yang akan dikaji (Exel dan de Graaf 2005).
Penentuan P-set adalah langkah penting karena hasil penelitian merupakan
uraian opini dan tanggapan responden dalam mendeterminasi karakter yang
dianggap sukses maupun tidak sukses dalam mengoptimalkan fungsi taman.
Pengurutan pernyataan (Q-sorting)
Q-sorting dilakukan oleh P-set yang mengisi lembar kerja. P-set diminta
untuk mengurutkan pernyataa