Sebaran Normal Karakter-Karakter Pertumbuhan Dan Produksi Hasil Persilangan Tanaman Kedelai (Glycine Max L. Merril) Varietas Anjasmoro Dengan Genotipa Kedelai Tahan Salin Pada F2

(1)

SEBARAN NORMAL KARAKTER-KARAKTER PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI HASIL PERSILANGAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merril) VARIETAS ANJASMORO

DENGAN GENOTIPA KEDELAI TAHAN SALIN PADA F2

SKRIPSI

OLEH :

NARWIYAN 110301170

AET – PEMULIAAN TANAMAN

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN


(2)

SEBARAN NORMAL KARAKTER-KARAKTER PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI HASIL PERSILANGAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merril) VARIETAS ANJASMORO

DENGAN GENOTIPA KEDELAI TAHAN SALIN PADA F2

SKRIPSI

OLEH :

NARWIYAN 110301170

AET – PEMULIAAN TANAMAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN


(3)

Judul : Sebaran Normal Karakter-Karakter Pertumbuhan Dan Produksi Hasil Persilangan Tanaman Kedelai (Glycine Max L. Merril) Varietas Anjasmoro Dengan Genotipa Kedelai Tahan Salin Pada F2.

Nama : Narwiyan NIM : 110301170 Prodi : Agroekoteknologi Minat : Pemuliaan Tanaman

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS. Ir. Eva Sartini Bayu, MP. Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing


(4)

ABSTRACT

NARWIYAN: Distribution of normal characters and the growth in the production of hybrid soybean (glycine max L. Merrill) varieties of soybean genotypes resistant Anjasmoro with saline at F2, guided by Rosmayati and Eva Sartini Bayu.

The purpose of this study was to evaluate the character of the growth and production of soybean plants from crosses in saline soil. This research was carried out in plastic house-made the home screen of the Faculty of Agriculture USU (± 25 meters above sea level) in april till august 2015. The F2 seeds obtained from previous studies using Anjasmoro varieties of seeds from crosses with saline resistant soybean genotypes.

The results showed that for plant height, number of leaves, number of branches, flowering dates, number of pods containing the number of empty pods, seed weight, number of seeds, and harvesting is not bersidtribusi normal, have a degree of segregation is high with the effect of additive gene epistasis and still are influenced by many genes.

Keywords: normal distribution, character growth and production, additive gene epistasis.


(5)

ABSTRAK

NARWIYAN : Sebaran normal karakter-karakter pertumbuhan dan produksi hasil persilangan tanaman kedelai (glycine max L. merril) varietas anjasmoro dengan genotipa kedelai tahan salin pada F2, dibimbing oleh Rosmayati dan Eva Sartini Bayu.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi karakter pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai hasil persilangan pada tanah salin. Penelitian ini dilakukan di rumah plastik buatan dalam rumah kasa Fakultas Pertanian USU (± 25 meter dpl) pada bulan april sampai bulan agustus 2015. Benih F2 diperoleh dari penelitian sebelumnya dengan menggunakan benih hasil persilangan varietas anjasmoro dengan genotipa kedelai tahan salin.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk karakter tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, umur berbunga, jumlah polong berisi, jumlah polong hampa, bobot biji, jumlah biji, dan umur panen tidak bersidtribusi normal, memiliki tingkat segregasi yang tinggi dengan adanya pengaruh gen aditif epistasis dan masih dipengaruhi oleh banyak gen.

Kata kunci : Sebaran normal, karakter pertumbuhan dan produksi, gen aditif epistasis.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Narwiyan, dilahirkan di Huta Bah-tobu pada tanggal 13 september 1993 dari ayahanda Legimin Dan ibunda Tuniana. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara.

Pendidikan formal yang ditempuh adalah SD N 094129 Bah-Tobu lulus pada tahun 2005, SMP N 1 Serbalawan lulus pada tahun 2008 dan pada tahun 2011 penulis lulus dari SMA N 1 Serbalawan dan pada tahun 2011 penulis lulus seleksi penerimaan mahasiswa baru melalui jalur SNMPTN pada program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,Medan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis berkesempatan menjadi asisten di Laboratorium Dasar Pemuliaan Tanaman pada tahun 2013-2014 dan 2014-2015, Asiten di Laboratorium Genetika Kuantitatif dan Populasi 2015-2016, Asisten di Laboratorium Pemuliaan Tanaman Perkebunan 2015-2016, dan Asisten di laboratorium Pemuliaan Tanaman Pangan dan Hortikultura 2015-2016 serta anggota dari himpunan mahasiswa agroteknologi (Himagrotek) dan anggota pengajian Nahdatul Syuhban (NS).

Penulis melakukan praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Panca Eka Pekan Baru, Unit Usaha Perkebunan Agro Abadi 2 Kabupaten Kampar Hilir dari bulan Juli-Agustus 2014.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul dari skripsi ini adalah ―Sebaran Normal Karakter-Karakter Pertumbuhan Dan Produksi Hasil Persilangan Tanaman Kedelai (Glycine Max L. Merril) Varietas Anjasmoro Dengan Genotipa Kedelai Tahan Salin Pada F2.‖. yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua yang telah memberikan semangat dan dukungannya. Kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS. Dan Ir. Eva Sartini Bayu, MP.selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penelitian ini. Serta kepada teman-teman mahasiswa atas dukungannya dalam menyelesaikan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna memperlancar kegiatan penelitian yang akan dilakukan.


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penulisan ... 3

Hipotesa Penelitian ... 3

Kegunaan Penulisan ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 4

Syarat Tumbuh ... 6

Iklim ... 6

Tanah ... 6

Salinitas ... 7

Sebaran Normal Karakter-Karakter Pertumbuhan dan Produksi ... 10

Aksi Gen Aditif Epistasis Duplikat dan Komplementer ... 12

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 14

Bahan dan Alat ... 14

Metode penelitian ... 14

PELAKSANAAN PENELITIAN Seleksi Benih ... 16

Persiapan Wadah Tanam ... 16

Persiapan Media Tanam ... 16

Persiapan Lahan ... 16

Pembuatan Rumah Plastik ... 16

Penanaman ... 17

Pemupukan ... 17

Pemeliharaan Tanaman ... 17


(9)

Penyiangan ... 17

Pengajiran ... 17

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 17

Panen ... 18

Peubah Amatan ... 18

Tinggi Tanaman (cm) ... 18

Jumlah Daun (helai) ... 18

Jumlah cabang (cabang) ... 18

Umur berbunga (hari) ... 19

Jumlah Polong Berisi Per Tanaman (polong) ... 19

Jumlah Polong Hampa Per Tanaman (polong) ... 19

Bobot Biji per Tanaman (g) ... 19

Jumlah Biji (biji) ... 19

Umur Panen (hari) ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 20

Pembahasan ... 59

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 64

Saran ... 64 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

1. Nilai skewness dan kurtosis karakter tinggi tanaman ... 20

2. Nilai skewness dan kurtosis karakter jumlah daun ... 25

3. Nilai skewness dan kurtosis karakter jumlah cabang ... 30

4. Nilai skewness dan kurtosis karakter umur berbunga ... 34

5. Nilai skewness dan kurtosis karakter jumlah polong berisi ... 39

6. Nilai skewness dan kurtosis karakter jumlah polong hampa ... 43

7. Nilai skewness dan kurtosis karakter bobot biji ... 47

8. Nilai skewness dan kurtosis karakter jumlah biji ... 51


(11)

DAFTAR GAMBAR

1. Grafik sebaran tinggi tanaman seluruh hasil persilangan tetua

anjasmoro dengan genotipa tahan salin. ... 20

2. Grafik sebaran tinggi tanaman A X N1... 21

3. Grafik sebaran tinggi tanaman A X N3... 22

4. Grafik sebaran tinggi tanaman A X N4... 23

5. Grafik sebaran tinggi tanaman A X N5... 24

6. Grafik sebaran jumlah daun seluruh hasil persilangan tetua anjasmoro dengan genotipa tahan salin. ... 25

7. Grafik sebaran jumlah daun A X N1... 26

8. Grafik sebaran jumlah daun A X N3... 27

9. Grafik sebaran jumlah daun A X N4... 28

10. Grafik sebaran jumlah daun A X N5... 29

11. Grafik sebaran jumlah cabang seluruh hasil persilangan tetua anjasmoro dengan genotipa tahan salin. ... 30

12. Grafik sebaran jumlah cabang A X N1. ... 31

13. Grafik sebaran jumlah cabang A X N3. ... 32

14. Grafik sebaran jumlah cabang A X N5. ... 33

15. Grafik sebaran umur berbunga seluruh hasil persilangan tetua anjasmoro dengan genotipa tahan salin. ... 34

16. Grafik sebaran umur berbunga A X N1. ... 35


(12)

20. Grafik sebaran jumlah polong berisi seluruh hasil persilangan tetua

anjasmoro dengan genotipa tahan salin. ... 39

21. Grafik sebaran jumlah polong berisi A X N1. ... 40

22. Grafik sebaran jumlah polong berisi A X N3. ... 41

23. Grafik sebaran jumlah polong berisi A X N5. ... 42

24. Grafik sebaran jumlah polong hampa seluruh hasil persilangan tetua anjasmoro dengan genotipa tahan salin. ... 43

25. Grafik sebaran jumlah polong hampa A X N1... 44

26. Grafik sebaran jumlah polong hampa A X N3... 45

27. Grafik sebaran jumlah polong hampa A X N5... 46

28. Grafik sebaran bobot biji seluruh hasil persilangan tetua anjasmoro dengan genotipa tahan salin. ... 47

29. Grafik sebaran bobot biji A X N1. ... 48

30. Grafik sebaran bobot biji A X N3. ... 49

31. Grafik sebaran bobot biji A X N5. ... 50

32. Grafik sebaran jumlah biji seluruh hasil persilangan tetua anjasmoro dengan genotipa tahan salin. ... 51

33. Grafik sebaran jumlah biji A X N1. ... 52

34. Grafik sebaran jumlah biji A X N3. ... 53

35. Grafik sebaran jumlah biji A X N5. ... 54

36. Grafik sebaran umur panen seluruh hasil persilangan tetua anjasmoro dengan genotipa tahan salin. ... 55

37. Grafik sebaran umur panen A X N1. ... 56


(13)

39. Grafik sebaran umur panen A X N5. ... 58 40. Tipe pertumbuhan (A), bentuk daun (B), perkembangan bunga (C), dan

ukuran biji (D). ... 61 41. Stadia perkecambahan (A), fase vegetatif (B) dan (C) dan masa mulai

berbunga (D). ... 63


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Data pengamatan persilangan A X N1. ... 69

2. Data pengamatan persilangan A X N3. ... 71

3. Data pengamatan persilangan A X N4. ... 72

4. Data pengamatan persilangan A X N5. ... 73

5. Data pengamatan gabungan seluruh persilangan. ... 75

6. Foto Polong Kedelai. ... 79

7. Foto Biji Kedelai. ... 80

8. Foto Lahan Penelitian. ... 81

9. Foto Tanaman Kedelai. ... 82

10. Foto Supervisi. ... 83

11. Tahapan Penelitian dan Bagan Penelitian. ... 84

12. Jadwal Penelitian. ... 85


(15)

ABSTRACT

NARWIYAN: Distribution of normal characters and the growth in the production of hybrid soybean (glycine max L. Merrill) varieties of soybean genotypes resistant Anjasmoro with saline at F2, guided by Rosmayati and Eva Sartini Bayu.

The purpose of this study was to evaluate the character of the growth and production of soybean plants from crosses in saline soil. This research was carried out in plastic house-made the home screen of the Faculty of Agriculture USU (± 25 meters above sea level) in april till august 2015. The F2 seeds obtained from previous studies using Anjasmoro varieties of seeds from crosses with saline resistant soybean genotypes.

The results showed that for plant height, number of leaves, number of branches, flowering dates, number of pods containing the number of empty pods, seed weight, number of seeds, and harvesting is not bersidtribusi normal, have a degree of segregation is high with the effect of additive gene epistasis and still are influenced by many genes.

Keywords: normal distribution, character growth and production, additive gene epistasis.


(16)

ABSTRAK

NARWIYAN : Sebaran normal karakter-karakter pertumbuhan dan produksi hasil persilangan tanaman kedelai (glycine max L. merril) varietas anjasmoro dengan genotipa kedelai tahan salin pada F2, dibimbing oleh Rosmayati dan Eva Sartini Bayu.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi karakter pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai hasil persilangan pada tanah salin. Penelitian ini dilakukan di rumah plastik buatan dalam rumah kasa Fakultas Pertanian USU (± 25 meter dpl) pada bulan april sampai bulan agustus 2015. Benih F2 diperoleh dari penelitian sebelumnya dengan menggunakan benih hasil persilangan varietas anjasmoro dengan genotipa kedelai tahan salin.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk karakter tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, umur berbunga, jumlah polong berisi, jumlah polong hampa, bobot biji, jumlah biji, dan umur panen tidak bersidtribusi normal, memiliki tingkat segregasi yang tinggi dengan adanya pengaruh gen aditif epistasis dan masih dipengaruhi oleh banyak gen.

Kata kunci : Sebaran normal, karakter pertumbuhan dan produksi, gen aditif epistasis.


(17)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan penting setelah padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. Sebagai sumber protein nabati yang rendah kolesterol, kedelai makin diminati sebagian besar masyarakat Indonesia. Setiap tahun konsumsi kedelai Indonesia mencapai 2 juta ton, sedangkan produksi hanya 1,2 juta ton. Pada tahun 2010 konsumsi kedelai Indonesia diperkirakan mencapai 2,8 juta ton, padahal produksi hanya 1,3 juta ton (Kartono, 2005).

Produksi kedelai pada tahun 2013 sebesar 780,16 ribu ton biji kering atau turun sebesar 62,99 ribu ton (7,47 persen) dibanding tahun 2012. Penurunan produksi ini terjadi di Jawa sebesar 81,69 ribu ton. Sebaliknya, produksi mengalami peningkatan sebesar 18,70 ribu ton di luar Jawa. Penurunan, produksi kedelai terjadi karena penurunan produktivitas sebesar 0,69 kuintal/hektar (4,65 persen) dan penurunan luas panen seluas 16,83 ribu hektar (2,96 persen) (BPS, 2014).

Pengembangan kedelai di dalam negeri diarahkan melalui strategi peningkatan produktivitas dan perluasan areal tanam. Di sisi lain masih banyak tanah di Indonesia belum dimanfaatkan akibat keterbatasan teknik budidaya. Tanah salin adalah salah satu lahan yang belum dimanfaatkan secara luas untuk kegiatan budidaya tanaman, hal ini disebabkan adanya efek toksik dan peningkatan tekanan osmotik akar yang mengakibatkan terganggunya


(18)

Salinitas menjadi salah satu ancaman bagi keberlanjutan pertanian hampir semua negara di dunia termasuk Indonesia. Dari data FAO lebih dari 800 juta hektar lahan pertanian di dunia telah dipengaruhi oleh garam (FAO, 2008). Di Indonesia diperkirakan total luas lahan salin 440.300 ha dengan kriteria lahan agak salin 304.000 ha dan lahan salin 140.300 ha (Rachman et al., 2007). Tanah dikategorikan salin apabila daya hantar listrik dari ekstrak tanah jenuh air > 4 dSm-1. Salinitas terjadi secara alami dan karena campur tangan manusia seperti pemupukan kimia dan irigasi air tanah yang berlebihan, pencemaran bahan kimia, intrusi air laut, akibat bencana alam (tsunami) serta efek pemanasan global dan perubahan iklim menyumbang peningkatan salinitas di lahan pertanian.

Peningkatan produktivitas dapat dilakukan salah satunya dengan perakitan kultivar unggul baru. Perakitan suatu kultivar unggul baru dimulai dengan penyediaan populasi dasar sebagai populasi untuk seleksi berdasarkan berbagai karakter yang diinginkan, baik karakter-karakter hasil dan komponen hasil maupun karakter-karakter morfologis yang diduga berkolerasi dengan hasil. Pada tanaman kedelai, penyediaan populasi dasar ini dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah dengan melakukan persilangan buatan pada varietas-varietas yang telah ada sebelumnya (Alia dan Wilia, 2010).

Hasil penelitian Silvia (2011) menyatakan bahwa diperoleh 5 varietas yang mampu beradaptasi yaitu Grobongan, Anjasmoro, Bromo, Cikuray, dan Detam 2 namun produksinya sangat rendah. Diantara 5 varietas tersebut 3 varietas yaitu Grobongan, Cikurai, dan Detam 2 dapat menghasilkan polong berbiji, varietas Anjasmoro dan Bromo hanya menghasilkan polong. Untuk memperbaiki potensi produksi secara genetis dilakukan melalui seleksi adaptasi bertahap. Pada


(19)

penelitian sebelumnya (tetua) diperoleh bahwa varietas Grobongan dapat tumbuh dan berproduksi lebih baik pada kondisi tanah salin dibandingkan Varietas Detam 2 dengan produksi biji per tanaman lebih besar dari pada varietas Detam 2 (0.92 g). Dan bobot dari 100 biji varietas Grobongan (17.48 g) lebih tinggi dari varietas Detam 2 (9.09 g).

Hasil penelitian Siahaan (2011) menyatakan seleksi pada generasi F1 di tanah salin diperoleh bahwa jumlah tanaman yang ditanam sebanyak 1500 tanaman. Tanaman yang mampu hidup sebanyak 80 tanaman. Dengan produksi biji per tanaman (0.60 g) dan bobot 100 biji (0.33 g).

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai seleksi hasil persilangan kedelai varietas Anjasmoro dan Genotipa untuk mendapatkan varietas baru kedelai yang memiliki sifat-sifat unggul, diantaranya produksi tinggi, daya adaptasi luas terutama tahan salinitas dan sifat-sifat unggul lain.

Tujuan Penelitian

Untuk mengevaluasi karakter pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai hasil persilangan pada tanah salin.

Hipotesis Penelitian

Adanya sebaran normal karakter pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai hasil persilangan pada tanah salin.

Kegunaan Penelitian


(20)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Meurut Steenis (2003) klasifikasi tanaman kedelai adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta, Sub Divisio : Angiospermeae, Class : Dicotyledoneae, Ordo : Leguminales, Family : Poaceae, Genus : Glycine, Spesies : Glycine max L. Merill.

Akar kedelai terdiri atas akar tunggang, akar lateral, dan akar serabut. Pada tanah yang gembur, akar ini dapat menembus tanah sampai kedalaman hingga 15 cm. Pada akar lateral terdapat bintil akar yang merupakan kumpulan bakteri rhizobium pengikat N dari udara. Bintil akar ini biasanya akan terbentuk 15-20 heri setelah tanam. Pada tanah yang belum pernah ditanami kedelaia atau kacang kacangan lainnya, bintil akar tidak akan tumbuh. Oleh karena itu benih yang akan ditanam harus dicampur dengan legin (Suprapto, 1989).

Kedelai berbatang semak, dengan tinggi batang antara 30-100 cm. Setiap batang dapat membentuk 3-6 cabang. Bila jarak antara tanaman dalam barisan rapat, cabang menjadi berkurang atau tidak bercabang sama sekali. Untuk itu diperlukan jarak tanam yang tepat (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Daun kedelai hampir seluruhnya trifoliat (menjari tiga) dan jarang sekali mempunyai empat atau lima jari daun. Bentuk daun tanaman kedelai bervariasi, yakni oval dan lanceolate, tetapi praktisnya, diistilahkan dengan berdaun lebar (broad leaf) dan berdaun sempit (narrow leaf). Kedelai berdaun sempit lebih banyakditanami oleh petani dibandingkan tanaman kedelai berdaun lebar, walaupun dari aspek penyerapan sinar matahari, tanaman kedelai berdaun lebar menyerap sinar matahari lebih banyak daripada yang berdaun sempit. Namun


(21)

keunggulan tanaman kedelai berdaun sempit adalah sinar matahari akan lebih mudah menerobos di antara kanopi daun sehingga memacu pembentukan bunga (Adisarwanto, 2007).

Bunga kedelai termasuk bunga sempurna, artinya dalam setiap bunga terdapat alat jantan dan betina. Penyerbukan terjadi pada saat mahkota bunga masih menutup, sehingga kemubgkinan terjadinya kawin silang secara alam amat kecil. Bunga terletak pada ruas-ruas batang, berwarna ungu atau putih. Tidak semua bunga dapat menjadi polong walaupun telah terjadi penyerbukan secara sempurna. Menurut penelitian sekitar 60% bunga rontok sebelum membentuk polong (Suprapto, 1989).

Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya bunga pertama. Panjang polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 1-10 buah dalam setiap kelompok. Pada setiap tanaman, jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50, bukan ratusan. Kecepatan pembentukan polong dan pembesaran biji akan semakin cepat setelah proses pembentukan bunga berhenti. Ukuran dan bentuk polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji. Hal ini kemudian diikuti oleh perubahan warna polong (Irwan, 2006).

Biji kedelai berkeping dua yang terbungkus oleh kulit biji. Embrio terletak diantara keping biji. Warna kulit biji bermacam- macam, ada yang kuning, hitam, hijau atau coklat. Pusar biji atau hilum adalah jaringan bekas biji kedelai yang menempel pada dinding buah. Bentuk biji kedelai umumnya bulat lonjong, ada


(22)

Syarat Tumbuh Iklim

Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Sebagai barometer iklim yang cocok bagi kedelai adalah bila cocok bagi tanaman jagung. Bahkan daya tahan kedelai lebih baik daripada jagung. Iklim kering lebih disukai tanaman kedelai dibandingkan iklim lembab (Prihatman, 2000).

Kedelai adalah tanaman cuaca panas cocok untuk pertumbuhan sepanjang tahun di sebagian besar daerah tropis. Suhu minimal 150 C diperlukan untuk berkecambah benih dan rata-rata suhu 20-250 C untuk tumbuh tanaman. Kedelai memerlukan setidaknya moderat kelembaban tanah untuk berkecambah dan bibit untuk menjadi mapan, tetapi membutuhkan kering cuaca untuk produksi biji kering (perhatikan bahwa segar, biji hijau untuk konsumsi langsung dapat diproduksi selama musim hujan). Kedelai menderita jika tanah tergenang air. Tanaman kedelai dapat menahan kekeringan yang cukup (Martin, 1998).

Kedelai menghendaki air yang cukup pada masa pertumbuhannya, terutama pada saat pengisian biji. Curah hujan yang optimal untuk budidaya kedelai adalah 100-200 mm/bulan, sedangkan tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100-400 mm/bulan (Herawati, 2009). Tanah

Tanaman kedelai sebenarnya dapat tumbuh di semua jenis tanah, namun demikian, untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan produktivitas yang optimal, kedelai harus ditanam pada jenis tanah berstruktur lempung berpasir atau liat berpasir (Irwan, 2006).


(23)

Pada dasarnya kedelai menghendaki kondisi tanah yang tidak terlalu basah, tetapi air tetap tersedia. Jagung merupakan tanaman indikator yang baik bagi kedelai. Tanah yang baik ditanami jagung, baik pula ditanami kedelai. Kedelai tidak menuntut struktur tanah yang khusus sebagai suatu persyaratan tumbuh. Bahkan pada kondisi lahan yang kurang subur dan agak asam pun kedelai dapat tumbuh dengan baik, asal tidak tergenang air yang akan menyebabkan busuknya akar. Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah, asal drainase dan aerasi tanah cukup baik (Prihatman, 2000).

Kedelai membutuhkan pupuk, termasuk macronutrients fosfor dan kalium (P dan K) dan kadang-kadang mikronutrien. Nitrogen tidak diperlukan jika kedelai yang diinokulasi dengan benar. Kedelai membutuhkan jumlah yang agak besar fosfor, kalsium, magnesium, dan sulfur. Elemen kecil kadang-kadang diperlukan. Kedelai tidak dapat direkomendasikan untuk tanah yang tidak dibuahi (Martin, 1998).

Salinitas

Tanah salin adalah salah satu lahan yang belum dimanfaatkan secara luas untuk kegiatan budidaya tanaman, hal ini disebabkan adanya efek toksik dan peningkatan tekanan osmotik akar yang mengakibatkan terganggunya pertumbuhan tanaman (Slinger & Tenison, 2005).

Secara umum cekaman salinitas membahayakan tanaman melalui tiga cara yaitu : (1) level garam tinggi menyebabkan tekanan osmotik meningkat (potensial air pada media perakaran lebih rendah atau negatif) sehingga


(24)

penghambatan penyerapan nutrisi, serta kombinasi dari faktor-faktor tersebut (Ashraf dan Harris, 2003; Gorham, 2007). Dampak cekaman salinitas terhadap tanaman dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti: konsentrasi ion, lama terjadinya cekaman, spesies tanaman, kultivar, fase pertumbuhan tanaman, organ tanaman dan kondisi lingkungan.

Dua tipe utama mekanisme toleransi tanaman terhadap salinitas yaitu (1) meminimalkan jumlah garam yang masuk ke dalam tanaman atau memperkecil akumulasinya pada jaringan fotosintetik dan (2) meminimalkan konsentrasi garam di dalam sitoplasma. Toleransi tanaman terhadap cekaman salinitas tergantung pada morfologi, kompartemen dan senyawa organik kompatibel, pengaturan transpirasi, kontrol pergerakan ion, karakteristik membran, tingginya rasio Na/K pada sitoplasma serta kelenjar garam (Flowers dan Flowers, 2005). Hasil penelitian Aini et al. (2012) menyatakan bahwa respon tanaman pada cekaman salinitas berbeda pada spesies atau genotip yang berbeda.

Tanah salin adalah tanah yang mengandung garam NaCI terlarut dalam jumlah banyak sehingga mengganggu pertumbuhan tanaman. Larntan garam tanah biasanya tersusun daTi ion Na+, Ca++, Mg ++, CI-, CO4-2 dan CO3-2 (Donahue et al., 1983 ), sehingga pengikatan NaCl akan menurunkan kadar Kalium (Suwarno, 1985). Walaupun Na, Cl clan ion lain meracun tanaman, tetapi pengaruh negatlf tanah salin terhadap pertumbuhan tanaman lebih dikarenakan efek tekanan osmose (Donahue et al, 1983).

Tingkat salinitas tanah dikelompokkan menjadi :

1) Salinitas rendah dengan daya hantar listrik (DHL) = 2-4 mmhos/cm. 2) Salinitas sedang dengan DHL sebesar 4-8 mmhosl


(25)

3) Salinitas 'tinggi dengan DHL sebesar 8-15 mmhosl

4) Salinitas sangat tinggi dengan DHL lebih dari 15 mmhos/cm.

Menurut Soepardi (1979) kelebihan atau akumulasi garam dapat terjadi melalui : (a) adanya evaporasi yang tinggi dibeberapa daerah seperti rawa Evaporasi ini mempercepat terjadinya pengendapan garam dipermukaan tanah (b) intrusi air laut melalui sungai yang sering terjadi di daerah muara sebagai akibat naik turunnya air laut karena peristiwa pasang surut.

Spesies-spesies tanaman mempunyai toleransi yang berbeda-beda terhadap kadar garam di dalam tanah, dan berakibat spesifik pula untuk masing-masing spesies (Donahue et al., 1983). Pada tanaman di padi dengan tekanan osmose 6 decisiemens per meter mengakibatkan berkurangnya basil sebesar 25%, gandum berkurang hasilnya 25 % pada tekanan osmose 8 decisiemens per meter, sedangkan kedelai mulai berkurang hasilnya pada tekanan osmose 7 decisiemens per meter. Dengan demikian nampaknya kedelai lebih toleran terhadap salinitas dibanding padi.

Pada penelitian generasi F2 diperoleh bahwa jumlah tanaman yang ditanam sebanyak 751 tanaman. Tanaman yang mampu hidup berdasarkan penelitian yang memiliki salinitas yang tinggi sebanyak 510 tanaman. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh tanaman yang mampu bertahan hidup tersebut menggunakan suatu mekanisme toleransi dengan mengubah tipe pertumbuhan dari determinate menjadi indeterminate. Tanaman determinate menghasilkan biji besar sedangkan tipe indeterminate menghasilkan biji kecil (Wahyudi, 2012).


(26)

Sebaran Normal Karakter-Karakter Pertumbuhan Dan Produksi

Menurut Mahendra (2010) benih F2 merupakan populasi yang bersegregasi. Tingkat segregasi dan rekombinan yang luas pada generasi F2 ini tergambar melalui sebaran frekuensi genotipenya. Sebaran frekuensi tersebut dapat digunakan sebagai penduga pola pewarisan sifat dan jumlah gen yang terlibat dalam pengendalian suatu sifat.

Sebaran data yang menyimpang dari sebaran normal sangat berpengaruh terhadap proses seleksi pada generasi berikutnya karena pengukuran kemajuan genetik yang dihitung berasarkan asumsi bahwa data menyebar normal (Bari, 1998).

Data yang bersifat kontinu tetapi tidak menyebar normal dapat disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang besar atau interaksi genotipe dengan lingkungan (Falconer dan Mackay, 1996).

Karakter agronomi suatu tanaman dikelompokkan menjadi dua yaitu karakter kualitatif dan karakter kuantitatif. Karakter kualitatif dikendalikan oleh satu sampai dua gen mengikuti nisbah Mendel atau modifikasinya. Karakter kuantitatif dikendalikan oleh banyak gen yang pola segregasinya tidak mengikuti nisbah Mendel atau modifikasinya (Fehr, 1987).

Beberapa karakter agronomi penting seperti hasil, ukuran biji, bobot biomassa, ketahanan terhadap cekaman biotik dan toleransi terhadap cekaman abiotik dikendalikan oleh banyak gen dengan efek yang kecil. Efek karakter ini dinamakan karakter poligenik. Pewarisan pada karakter yang poligenik dinamakan pewarisan kuantitatif. Efek gen secara individual tidak dapat dilacak


(27)

sehingga pada karakter yang poligenik tidak dapat dikelompokkan (chahal and Gosal, 2002).

Pada tanaman menyerbuk sendiri tingkat segregasi yang tertinggi terjadi pada generasi F2 (Welsh, 1991). Menurut (Crowder, 1997), tingkat segregasi dan rekombinan yang luas pada generasi ini tergambarkan melalui sebaran frekuensi genotipenya. Hal tersebut dapat digunakan sebagai penduga pewarisan sifat dan jumlah gen yang terlibat dalam pengendali suatu sifat.

Karakter agronomi merupakan karakter tanaman berdasarkan morfologi dan hasil tanaman yang dibagi ke dalam karakter kualitatif dan karakter kuantitatif. Karakter kualitatif umumnya dicirikan dengan sebaran fenotipenya diskontinu yang dikendalikan oleh gen monogenik ataupun oligogenik yang pengaruh gen secara individu mudah dikenal. Karakter kuantitatif umumnya dicirikan oleh sebaran fenotipenya kontinu atau menunjukkan sebaran normal dan dikendalikan oleh banyak gen yang masing-masing gen berpengaruh kecil terhadap ekspresi suatu karakter (Trustinah, 1997).

Fakta beragamnya pola populasi segregasi F2 dari delapan kombinasi persilangan kedelai tersebut diduga terjadi karena adanya pengaruh pewarisan di luar inti yang berperan atau pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan tumbuh (panjang hari dan suhu) pada saat pemunculan (emergence) berpengaruh terhadap munculnya ekspresi daun multifoliolate pada pertumbuhan kedelai selanjutnya (Orf et al, 2006)


(28)

Aksi Gen Aditif Epistasis Duplikat Dan Komplementer

Keragaman genetik terdiri atas ragam genetik aditif, dominan, dan epistasis. Ragam genetik aditif adalah ragam genetik yang menyebabkan terjadinya kesamaan sifat diantara tetua dan turunannya. Fenotipe pada aksi gen aditif disebabkan penjumlahan dari masing-masing alel tanpa interaksi dengan alel lain (interaksi alelik atau non alelik), sedangkan pada aksi gen epistasis, fenotipe ditentukan oleh interaksi alel-alel dari lokus yang berbeda (Roy, 2000).

Menurut Jayaramachandran et al. (2010), penyebaran karakter kuantitatif pada tanaman yang menjulur ke kiri atau ke kanan menunjukkan adanya pengaruh lingkungan, interaksi genotipe dan lingkungan, pautan gen, dan epistasis. Penyebaran karakter panjang tajuk, nisbah panjang tajuk akar, bobot basah akar, bobot basah tajuk, bobot kering akar, dan bobot kering tajuk yang tidak membentuk sebaran normal terjadi karena keterlibatan gen-gen non aditif dalam mengendalikan keragaman pada populasi F2 atau karena pengaruh lingkungan yang besar dan dikendalikan oleh aksi gen aditif epistasis yang bersifat Komplementer.

Interaksi antar alel (epistasis) yang lebih penting pada tanaman menyerbuk sendiri, seperti kedelai adalah interaksi aditif x aditif. Bentuk interaksi ini dapat terfiksasi pada generasi lanjut (Barona et al., 2012).

Pada populasi F2 aksi gen yang terjadi bersifat epistasis aditif x aditif yang masih belum terfiksasi tetapi diharapkan interaksi gen epistasis pada populasi F2 ini dapat diwariskan ke generasi selanjutnya. Bila seleksi dilakukan pada generasi lanjut (F5) diharapkan aksi gen epistasis aditif x aditif dan aksi gen aditif telah


(29)

terfiksasi, sehingga pada generasi ini tingkat homozigositasnya telah tinggi (± 95%) (Santoso, 2007).

Pola segregasi populasi F2 untuk karakter-karakter agronomi bersifat epistasis dominan resesif. Hal ini berarti bahwa karakter-karakter tersebut dikendalikan oleh gen yang bereaksi epistasis dominan-resesif artinya gen dominan pada satu lokus dan gen resesif pada lokus lain mempengaruhi penampakan fenotipe yang sama (Stansfield dan Susan, 2006).

Toleransi kedelai terhadap tanah masam dikendalikan oleh aksi gen aditif yang juga dipengaruhi aksi gen epistasis. Pewarisan sifat jumlah polong kedelai di tanah masam dikendalikan oleh aksi gen epistasis. Aksi gen epistasis berperan penting dalam adaptasi tanaman terhadap cekaman abiotik seperti cekaman aluminium (Phillips, 2008).

Menurut Bnejdi et al. (2011) aksi gen yang mengendalikan suatu karakter pada generasi awal sulit dipisahkan dari epistasis duplikat. Epistasis duplikat adalah interaksi epistasis antara gen aditif x aditif, interaksi antar lokus ini dapat meningkatkan toleransi kedelai terhadap Al pada kondisi tercekam.


(30)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Plastik Buatan dalam Rumah Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m diatas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2015 sampai dengan Agustus 2015.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih Kedelai F2 hasil persilangan Varietas Anjasmoro dengan Genotipe tahan salin sebagai objek penelitian, tanah salin (5- 6 DHL) sebagai media tanam, pupuk Urea, TSP dan KCl untuk pemupukan dasar, Polybag 10 kg sebagai wadah tanam, plastik bening 15 kg untuk pelapis polybag, fungisida untuk mengendalikan jamur, insektisida untuk mengendalikan hama, air untuk menyiram tanaman, dan label untuk memberi tanda pada polybag serta selang untuk menyiram tanaman.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat pengukur kadar garam (Electro Conductivity Meter) untuk mengukur DHL tanah salin, gembor untuk menyiram tanaman, timbangan untuk menimbang pupuk dan tanah, cangkul dan alat lain yang mendukung penelitian ini serta termometer untuk mengukur suhu lingkungan.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan tanpa ulangan. Uji kenormalan sebaran data dan frekuensi genotipe generasi F2 dilakukan untuk masing-masing karakter menggunakan uji kenormalan Shapiro-Wilk dengan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel dan Minitab versi 16.0.


(31)

Kenormalan data dilihat dari nilai kemenjuluran (Skewness) dan Kurtosis. Menurut Roy (2000), apabila nilai skewness dan kurtosis yang diperoleh:

Skewness = 0 sebaran normal =aksi gen aditif Skewness

Skewness < 0

> 0

terdapat kemenjuluran atau sebaran tidak normal

=aksi gen aditif dengan pengaruh epistasis duplikat

=aksi gen aditif dengan pengaruh epistasis komplementer Kurtosis = 3 Bentuk grafik mesokurtik

Kurtosis < 3 bentuk grafik sebaran platykurtik

=karakter dikendalikan oleh banyak gen

Kurtosis > 3 bentuk grafik sebaran leptokurtik

=karakter dikendalikan oleh sedikit gen

Generasi Jumlah tanaman Tindakan

Parental (Tetua) Persilangan A X N1 A X N2 A X N3 A X N4 A X N5

Dilakukan persilngan antara nomor-nomor kedelai turunan Grobogan yang terdapat gen

salinitas (N1, N2, N3, N4 dan N5) sebagai tetua jantan dengan vaerietas Anjasmoro (A) sebagai tetua betina

F1 14 Bulk plot, penanaman

dikelompokkan/diberi jarak sesuai produksi yang tinggi

F2 500 Penanaman di beri jarak

untuk diseleksi secara visual


(32)

PELAKSANAAN PENELITIAN Seleksi Benih

Benih yang digunakan adalah benih yang telah melalui tahap seleksi sebelumnya. Benih yang digunakan adalah benih hasil persilangan dan benih yang memiliki bentuk dan ukuran yang terbaik serta bebas dari bibit penyakit.

Persiapan Wadah Tanam

Wadah tanam yang digunakan pada penelitian ini adalah polybag ukuran 10 kg yang dilapis plastik bening ukuran 15 kg.

Persiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah salin dengan 5-6 DHL yang ditimbang sebanyak 10kg dan dimasukkan selang ke polybag untuk tempat menyiram. Tanah salin diambil dari kecamatan Percut Sei Tuan dengan melakukan survei awal untuk melihat tanah salin yang memiliki 5-6 DHL. Media yang telah siap dipasangkan selang yang berguna saat penyiraman. Persiapan Lahan

Lahan diukur seluas 12m X 16m dan dibersihkan dari sampah, rumput dan yang lainnya serta dibuat parit di sekeliling lahan. Disusun batu bata untuk meletakan polybag agar terlihat rapi.

Pembuatan Rumah Plastik

Rumah plastik dibuat di dalam rumah kasa dengan ukuran 12m X 16m dengan rapi dan kokoh. Plastik yang digunakan yang kilat dan bening agar cahaya mudah masuk.


(33)

Penanaman

Penanaman dilakukan dengan membuat lubang tanam pada polybag dengan kedalaman ± 2 cm, kemudian dimasukkan 2 benih per polybag dan kemudian ditutup kembali dengan tanah.

Pemupukan

Pemupukan dilakukan pada saat penanaman sesuai dosis anjuran kebutuhan pupuk kedelai yaitu 100 kg Urea/ha (0,625 g/polybag), 200 kg TSP/ha (1,25 g/polybag) dan 100 kg KCl/ha (0,625 g/polybag).

Pemeliharaan Penyiraman

Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi atau sore hari dan disesuaikan dengan kondisi media tanam. Penyiraman dilakukan melalui selang dengan hati- hati.

Penyiangan

Penyiangan gulma dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang ada didalam polybag untuk menghindari persaingan dalam mendapatkan unsur hara dari dalam tanah. Penyiangan juga dilakukan di sekililing lahan dan polybag. Penyiangan dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan.

Pengajiran

Pengajiran dilakukan pada seluruh tanaman, untuk menjaga tanaman agar tumbuh tegak dan kokoh serta tidak rebah.


(34)

pengendalian penyakit dengan menggunakan Dhitane M-45 dengan dosis 2 cc/liter. Pengendalian disesuaikan dengan kondisi di lapangan.

Panen

Panen dilakukan dengan cara memetik polong satu persatu dengan menggunakan tangan. Panen dilakukan pada tanaman yang berumur 76-85 hari sesuai dengan varietas masing-masing. Kriteria panen kedelai ditandai dengan kulit polong sudah berwarna kuning kecoklatan sebanyak 95% dan daun sudah berguguran tetapi bukan karena adanya serangan hama dan penyakit.

Peubah Amatan Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman dilakukan setiap minggu mulai dari 2 MST sampai dengan masuk masa generatif yang ditandai dengan munculnya bunga. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dari pangkal batang sampai titik tumbuh dengan menggunakan meteran.

Jumlah Daun (helai)

Jumlah daun dihitung setiap minggu dari 2 MST sampai masuk masa generatif yang ditandai dengan munculnya bunga. Daun kedelai termasuk jenis daun trifoliat.

Jumlah Cabang Produktif (cabang)

Penghitungan jumlah cabang dilakukan dengan menghitung jumlah cabang yang muncul disekitar batang utama. Penghitungan cabang dilakukan saat akan panen.


(35)

Umur Berbunga (hari)

Umur berbunga dilakukan dengan cara menghitung umur awal tanaman berbunga, setelah itu diamati setiap hari sampai tanaman terakhir berbunga. Jumlah Polong Berisi per Tanaman (polong)

Dihitung pada saat panen dengan menghitung jumlah polong yang terbentuk pada setiap tanaman.

Jumlah Polong Hampa per Tanaman (polong)

Pengamtan dilakukan dengan menghitung semua polong hampa untuk. Bobot biji per Tanaman (g)

Dilakukan dengan menimbang biji yang dihasilkan per tanaman yang telah dikeringkan sebelumnya..

Jumlah Biji (biji)

Dilakukan dengan membuka polong setiap tanaman keudian menghitung biji satu per satu pada setiap tanaman.

Umur Panen (hari)

Pengamatan umur panen dilakukan pada tanaman yang telah memenuhi kriteria panen yaitu ditandai dengan kulit polong sudah berwarna kuning kecoklatan sebanyak 95% dan daun sudah berguguran.


(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Tinggi Tanaman (cm)

Tabel 1. Nilai skewness dan kurtosis karakter tinggi tanaman.

80 70 60 50 40 30 20 10 25 20 15 10 5 0

TINGGI TANAMAN (CM)

Fr e q u e n c y

Gambar 1. Grafik sebaran tinggi tanaman seluruh hasil persilangan tetua anjasmoro dengan genotipa tahan salin.

Berdasarkan grafik sebaran karakter tinggi tanaman pada seluruh hasil persilangan diperoleh bahwa karakter tersebut tidak berdistribusi normal dengan adanya kemenjuluran ke kiri akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan gen aditif epistasis yang bersifat duplikat. Selain itu terlihat bentuk kurva yang tumpul Persilangan Skewness Aksi Gen Kurtosis Keterangan

Seluruh Persilangan

-0,20 Aditif+Epistasis Duplikat

-0,81 Platykurtik+Dikendalikan banyak gen

A X N1 0,05 Aditif+Epistasis Komplementer

-0,93 Platykurtik+Dikendalikan banyak gen

A X N3 0,82 Aditif+Epistasis Komplementer

-1,02 Platykurtik+Dikendalikan banyak gen

A X N4 - - - -

A X N5 -0,40 Aditif+Epistasis Duplikat

-0,29 Platykurtik+Dikendalikan banyak gen


(37)

(platykurtik). Karakter tinggi tanaman tersebut dipengaruhi oleh banyak gen yang dimana masing-masing gen memberikan pengaruh yang kecil terhadap karakter tinggi tanaman. Rataan tinggi tanaman untuk seluruh gabungan persilangan sebesar 43,02 cm (Lampiran 5).

70 60

50 40

30 20

10 0

9

8

7

6

5

4

3

2

1

0

TINGGI TANAMAN (CM)

Fr

e

q

u

e

n

c

y

Gambar 2. Grafik sebaran tinggi tanaman A X N1.

Berdasarkan grafik sebaran karakter tinggi tanaman pada persilangan A X N1 diperoleh bahwa karakter tersebut tidak berdistribusi normal dengan adanya kemenjuluran ke kanan akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan gen aditif epistasis yang bersifat komplementer. Selain itu terlihat bentuk kurva yang tumpul (platykurtik). Karakter tinggi tanaman tersebut dipengaruhi oleh banyak gen yang dimana masing-masing gen memberikan pengaruh yang kecil terhadap karakter tinggi tanaman. Rataan tinggi tanaman untuk persilangan A X N1 sebesar 38.89


(38)

50 40

30 20

10 3,0

2,5

2,0

1,5

1,0

0,5

0,0

TINGGI TANAMAN (CM)

Fr

e

q

u

e

n

c

y

Gambar 3. Grafik sebaran tinggi tanaman A X N3.

Berdasarkan grafik sebaran karakter tinggi tanaman pada persilangan A X N3 diperoleh bahwa karakter tersebut tidak berdistribusi normal dengan adanya kemenjuluran ke kanan akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan gen aditif epistasis yang bersifat komplementer. Selain itu terlihat bentuk kurva yang tumpul (platykurtik). Karakter tinggi tanaman tersebut dipengaruhi oleh banyak gen yang dimana masing-masing gen memberikan pengaruh yang kecil terhadap karakter tinggi tanaman. Rataan tinggi tanaman untuk persilangan A X N3 sebesar 29.28 cm (Lampiran 2).


(39)

40 36

32 28

24 20

16 1,0

0,8

0,6

0,4

0,2

0,0

TINGGI TANAMAN (CM)

Fr

e

q

u

e

n

c

y

Gambar 4. Grafik sebaran tinggi tanaman A X N4.

Berdasarkan grafik sebaran karakter tinggi tanaman pada persilangan A X N4 diperoleh bahwa karakter tersebut tidak berdistribusi normal. Pada persilangan ini tidak muncul nilai skewness dan kutosis disebabkan jumlah populasi tanaman yang hidup sangat sedikit. Rataan tinggi tanaman untuk persilangan A X N4 sebesar 28.15 cm (Lampiran 3).


(40)

80 70

60 50

40 30

20 10

20

15

10

5

0

TINGGI TANAMAN (CM)

Fr

e

q

u

e

n

c

y

Gambar 5. Grafik sebaran tinggi tanaman A X N5.

Berdasarkan grafik sebaran karakter tinggi tanaman pada persilangan A X N5 diperoleh bahwa karakter tersebut tidak berdistribusi normal dengan adanya kemenjuluran ke kiri akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan gen aditif epistasis yang bersifat duplikat. Selain itu terlihat bentuk kurva yang tumpul (platykurtik). Karakter tinggi tanaman tersebut dipengaruhi oleh banyak gen yang dimana masing-masing gen memberikan pengaruh yang kecil terhadap karakter tinggi tanaman. Rataan tinggi tanaman untuk persilangan A X N5 sebesar 48.03 cm (Lampiran 4).


(41)

Jumlah Daun (helai)

Tabel 2. Nilai skewness dan kurtosis karakter jumlah daun.

Persilangan Skewness Aksi Gen Kurtosis Keterangan Seluruh

Persilangan

-0,46 Aditif+Epistasis Duplikat

1,91 Platykurtik+Dikendalikan banyak gen

A X N1 -0,38 Aditif+Epistasis Duplikat

1,33 Platykurtik+Dikendalikan banyak gen

A X N3 -0,97 Aditif+Epistasis Duplikat

-1,87 Platykurtik+Dikendalikan banyak gen

A X N4 - - - -

A X N5 -0,56 Aditif+Epistasis Duplikat

1,02 Platykurtik+Dikendalikan banyak gen 9 8 7 6 5 4 3 2 70 60 50 40 30 20 10 0

JUMLAH DAUN (HELAI)

Fr e q u e n c y

Gambar 6. Grafik sebaran jumlah daun seluruh hasil persilangan tetua anjasmoro dengan genotipa tahan salin.

Berdasarkan grafik sebaran karakter jumlah daun pada seluruh hasil persilangan diperoleh bahwa karakter tersebut tidak berdistribusi normal dengan adanya kemenjuluran ke kiri akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan gen aditif epistasis yang bersifat duplikat. Selain itu terlihat bentuk kurva yang tumpul


(42)

jumlah daun. Rataan jumlah daun untuk seluruh gabungan persilangan sebesar 5,22 helai (Lampiran 5).

9 8

7 6

5 4

3 2

35

30

25

20

15

10

5

0

JUMLAH DAUN (HELAI)

Fr

e

q

u

e

n

c

y

Gambar 7. Grafik sebaran jumlah daun A X N1.

Berdasarkan grafik sebaran karakter jumlah daun pada persilangan A X N1 diperoleh bahwa karakter tersebut tidak berdistribusi normal dengan adanya kemenjuluran ke kiri akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan gen aditif epistasis yang bersifat duplikat. Selain itu terlihat bentuk kurva yang tumpul (platykurtik). Karakter jumlah daun tersebut dipengaruhi oleh banyak gen yang dimana masing-masing gen memberikan pengaruh yang kecil terhadap karakter jumlah daun. Rataan jumlah daun untuk persilangan A X N1 sebesar 5, 18 helai (Lampiran 1).


(43)

5 4

5

4

3

2

1

0

JUMLAH DAUN (HELAI)

Fr

e

q

u

e

n

c

y

Gambar 8. Grafik sebaran jumlah daun A X N3.

Berdasarkan grafik sebaran karakter jumlah daun pada persilangan A X N3 diperoleh bahwa karakter tersebut tidak berdistribusi normal dengan adanya kemenjuluran ke kiri akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan gen aditif epistasis yang bersifat duplikat. Selain itu terlihat bentuk kurva yang tumpul (platykurtik). Karakter jumlah daun tersebut dipengaruhi oleh banyak gen yang dimana masing-masing gen memberikan pengaruh yang kecil terhadap karakter jumlah daun. Rataan jumlah daun untuk persilangan A X N3 sebesar 4,66 helai (Lampiran 2).


(44)

5 2,0

1,5

1,0

0,5

0,0

JUMLAH DAUN (HELAI)

Fr

e

q

u

e

n

c

y

Gambar 9. Grafik sebaran jumlah daun A X N4.

Karakter jumlah daun pada persilangan A X N4 tidak terbentuk grafik sebaran. Hal ini karena jumlah populasi yang hidup sangat sedikit. Rataan jumlah daun untuk persilangan A X N4 sebesar 5 helai (Lampiran 3).


(45)

7 6

5 4

3 40

30

20

10

0

JUMLAH DAUN (HELAI)

Fr

e

q

u

e

n

c

y

Gambar 10. Grafik sebaran jumlah daun A X N5.

Berdasarkan grafik sebaran karakter jumlah daun pada persilangan A X N5 diperoleh bahwa karakter tersebut tidak berdistribusi normal dengan adanya kemenjuluran ke kiri akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan gen aditif epistasis yang bersifat duplikat. Selain itu terlihat bentuk kurva yang tumpul (platykurtik). Karakter jumlah daun tersebut dipengaruhi oleh banyak gen yang dimana masing-masing gen memberikan pengaruh yang kecil terhadap karakter jumlah daun. Rataan jumlah daun untuk persilangan A X N5 sebesar 5,3 helai (Lampiran 4).


(46)

Jumlah Cabang (cabang)

Tabel 3. Nilai skewness dan kurtosis karakter jumlah cabang

Persilangan Skewness Aksi Gen Kurtosis Keterangan Seluruh

Persilangan

0,80 Aditif+Epistasis Komplementer

-0,81 Platykurtik+Dikendalikan banyak gen

A X N1 0,64 Aditif+Epistasis Komplementer

-1,11 Platykurtik+Dikendalikan banyak gen

A X N3 2,24 Aditif+Epistasis Komplementer

5,00 Leptokurtik+Dikendalikan sedikit gen

A X N4 - - - -

A X N5 0,86 Aditif+Epistasis Komplementer

-0,52 Platykurtik+Dikendalikan banyak gen 4 3 2 1 0 -1 30 25 20 15 10 5 0

JUMLAH CABANG (CABANG)

Fr e q u e n c y

Gambar 11. Grafik sebaran jumlah cabang seluruh hasil persilangan tetua anjasmoro dengan genotipa tahan salin.

Berdasarkan grafik sebaran karakter jumlah cabang pada seluruh hasil persilangan diperoleh bahwa karakter tersebut tidak berdistribusi normal dengan adanya kemenjuluran ke kanan akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan gen aditif epistasis yang bersifat komplementer. Selain itu terlihat bentuk kurva yang tumpul (platykurtik). Karakter jumlah cabang tersebut dipengaruhi oleh banyak gen yang


(47)

jumlah cabang. Rataan jumlah cabang untuk seluruh gabungan persilangan sebesar 1,01 cabang (Lampiran 5).

4 3

2 1

0 -1

18

16

14

12

10

8

6

4

2

0

JUMLAH CABANG (CABANG)

Fr

e

q

u

e

n

c

y

Gambar 12. Grafik sebaran jumlah cabang A X N1.

Berdasarkan grafik sebaran karakter jumlah cabang pada persilangan A X N1 diperoleh bahwa karakter tersebut tidak berdistribusi normal dengan adanya kemenjuluran ke kanan akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan gen aditif epistasis yang bersifat komplementer. Selain itu terlihat bentuk kurva yang tumpul (platykurtik). Karakter jumlah cabang tersebut dipengaruhi oleh banyak gen yang dimana masing-masing gen memberikan pengaruh yang kecil terhadap karakter jumlah cabang. Rataan jumlah cabang untuk persilangan A X N1 sebesar 1,16 cabang (Lampiran 1).


(48)

2 1

0 -1

4

3

2

1

0

JUMLAH CABANG (CABANG)

Fr

e

q

u

e

n

c

y

Gambar 13. Grafik sebaran jumlah cabang A X N3.

Berdasarkan grafik sebaran karakter jumlah cabang pada persilangan A X N3 diperoleh bahwa karakter tersebut tidak berdistribusi normal dengan adanya kemenjuluran ke kanan akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan gen aditif epistasis yang bersifat komplementer. Selain itu terlihat bentuk kurva yang runcing (leptokurtik). Karakter jumlah cabang tersebut dipengaruhi oleh sedikit gen yang dan sedikit dipengaruhi lingkungan. Rataan jumlah cabang untuk persilangan A X N3 sebesar 0,4 cabang (Lampiran 2).


(49)

3 2

1 0

-1 5

4

3

2

1

0

JUMLAH CABANG (CABANG)

Fr

e

q

u

e

n

c

y

Gambar 14. Grafik sebaran jumlah cabang A X N5.

Berdasarkan grafik sebaran karakter jumlah cabang pada persilangan A X N5 diperoleh bahwa karakter tersebut tidak berdistribusi normal dengan adanya kemenjuluran ke kanan akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan gen aditif epistasis yang bersifat komplementer. Selain itu terlihat bentuk kurva yang tumpul (platykurtik). Karakter jumlah cabang tersebut dipengaruhi oleh banyak gen yang dimana masing-masing gen memberikan pengaruh yang kecil terhadap karakter jumlah cabang. Rataan jumlah cabang untuk persilangan A X N5 sebesar 0,9 cabang (Lampiran 4).


(50)

Umur Berbunga (hari)

Tabel 4. Nilai skewness dan kurtosis karakter umur berbunga.

Persilangan Skewness Aksi Gen Kurtosis Keterangan Seluruh

Persilangan

1,36 Aditif+Epistasis Komplementer

1,49 Platykurtik+Dikendalikan banyak gen

A X N1 0,92 Aditif+Epistasis Komplementer

-0,29 Platykurtik+Dikendalikan banyak gen

A X N3 -0,12 Aditif+Epistasis Duplikat

-0,03 Platykurtik+Dikendalikan banyak gen

A X N4 - - - -

A X N5 1,95 Aditif+Epistasis Komplementer

8,22 Leptokurtik+Dikendalikan sedikit gen 42 40 38 36 34 32 30 28 60 50 40 30 20 10 0

UMUR BERBUNGA (HARI)

Fr e q u e n c y

Gambar 15. Grafik sebaran umur berbunga seluruh hasil persilangan tetua anjasmoro dengan genotipa tahan salin.

Berdasarkan grafik sebaran karakter umur berbunga pada seluruh hasil persilangan diperoleh bahwa karakter tersebut tidak berdistribusi normal dengan adanya kemenjuluran ke kanan akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan gen aditif epistasis yang bersifat komplementer. Selain itu terlihat bentuk kurva yang tumpul (platykurtik). Karakter umur berbunga tersebut dipengaruhi oleh banyak gen yang dimana masing-masing gen memberikan pengaruh yang kecil terhadap


(51)

karakter umur berbunga. Rataan umur berbunga untuk seluruh gabungan persilangan sebesar 34 hari (Lampiran 5).

40,8 38,4

36,0 33,6

31,2 28,8

25

20

15

10

5

0

UMUR BERBUNGA (HARI)

Fr

e

q

u

e

n

c

y

Gambar 16. Grafik sebaran umur berbunga A X N1.

Berdasarkan grafik sebaran karakter umur berbunga pada persilangan A X N1 diperoleh bahwa karakter tersebut tidak berdistribusi normal dengan adanya kemenjuluran ke kanan akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan gen aditif epistasis yang bersifat komplementer. Selain itu terlihat bentuk kurva yang tumpul (platykurtik). Karakter umur berbunga tersebut dipengaruhi oleh banyak gen yang dimana masing-masing gen memberikan pengaruh yang kecil terhadap karakter umur berbunga. Rataan umur berbunga untuk persilangan A X N1 sebesar 34.42 hari (Lampiran 1).


(52)

42 40

38 36

34 32

30 1,0

0,8

0,6

0,4

0,2

0,0

UMUR BERBUNGA (HARI)

Fr

e

q

u

e

n

c

y

Gambar 17. Grafik sebaran umur berbunga A X N3.

Berdasarkan grafik sebaran karakter umur berbunga pada persilangan A X N3 diperoleh bahwa karakter tersebut tidak berdistribusi normal dengan

adanya kemenjuluran ke kiri akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan gen aditif epistasis yang bersifat duplikat. Selain itu terlihat bentuk kurva yang tumpul (platykurtik). Karakter umur berbunga tersebut dipengaruhi oleh banyak gen yang dimana masing-masing gen memberikan pengaruh yang kecil terhadap karakter umur berbunga. Rataan umur berbunga untuk persilangan A X N3 sebesar 35,66 hari (Lampiran 2).


(53)

36 35

34 33

32 31

30 1,0

0,8

0,6

0,4

0,2

0,0

UMUR BERBUNGA (HARI)

Fr

e

q

u

e

n

c

y

Gambar 18. Grafik sebaran umur berbunga A X N4.

Berdasarkan grafik sebaran karakter umur berbunga pada persilangan A X N4 diperoleh bahwa karakter tersebut tidak berdistribusi normal. Pada persilangan ini tidak muncul nilai skewness dan kutosis disebabkan jumlah populasi tanaman yang hidup sangat sedikit. Rataan umur berbunga untuk persilangan A X N4 sebesar 33 hari (Lampiran 3).


(54)

40 38

36 34

32 30

40

30

20

10

0

UMUR BERBUNGA (HARI)

Fr

e

q

u

e

n

c

y

Gambar 19. Grafik sebaran umur berbunga A X N5.

Berdasarkan grafik sebaran karakter umur berbunga pada persilangan A X N5 diperoleh bahwa karakter tersebut tidak berdistribusi normal dengan adanya kemenjuluran ke kanan akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan gen aditif epistasis yang bersifat komplementer. Selain itu terlihat bentuk kurva yang runcing (leptokurtik). Karakter umur berbunga tersebut dipengaruhi oleh sedikit gen yang dan sedikit dipengaruhi lingkungan. Rataan umur berbunga untuk persilangan A X N5 sebesar 33,49 hari (Lampiran 4).


(55)

Jumlah Polong Berisi (polong)

Tabel 5. Nilai skewness dan kurtosis karakter jumlah polong berisi.

Persilangan Skewness Aksi Gen Kurtosis Keterangan Seluruh

Persilangan

1,06 Aditif+Epistasis Komplementer

0,33 Platykurtik+Dikendalikan banyak gen

A X N1 0,97 Aditif+Epistasis Komplementer

0,02 Platykurtik+Dikendalikan banyak gen

A X N3 0,24 Aditif+Epistasis Komplementer

-1,96 Platykurtik+Dikendalikan banyak gen

A X N4 - - - -

A X N5 0,95 Aditif+Epistasis Komplementer

-0,36 Platykurtik+Dikendalikan banyak gen 20 15 10 5 0 -5 16 14 12 10 8 6 4 2 0

JUMLAH POLONG BERISI (POLONG)

Fr e q u e n c y

Gambar 20. Grafik sebaran jumlah polong berisi seluruh hasil persilangan tetua anjasmoro dengan genotipa tahan salin.

Berdasarkan grafik sebaran karakter jumlah polong berisi pada seluruh hasil persilangan diperoleh bahwa karakter tersebut tidak berdistribusi normal dengan adanya kemenjuluran ke kanan akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan gen aditif epistasis yang bersifat komplementer. Selain itu terlihat bentuk kurva yang


(56)

terhadap karakter jumlah polong berisi. Rataan jumlah polong berisi untuk seluruh gabungan persilangan sebesar 6,88 polong (Lampiran 5).

20 15

10 5

0 -5

12

10

8

6

4

2

0

JUMLAH POLONG BERISI (POLONG)

Fr

e

q

u

e

n

c

y

Gambar 21. Grafik sebaran jumlah polong berisi A X N1.

Berdasarkan grafik sebaran karakter jumlah polong berisi pada persilangan A X N1 diperoleh bahwa karakter tersebut tidak berdistribusi normal dengan adanya kemenjuluran ke kanan akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan gen aditif epistasis yang bersifat komplementer. Selain itu terlihat bentuk kurva yang tumpul (platykurtik). Karakter jumlah polong berisi tersebut dipengaruhi oleh banyak gen yang dimana masing-masing gen memberikan pengaruh yang kecil terhadap karakter jumlah polong berisi. Rataan jumlah polong berisi untuk persilangan A X N1 sebesar 7,48 polong (Lampiran 1).


(57)

8 6

4 2

0 1,0

0,8

0,6

0,4

0,2

0,0

JUMLAH POLONG BERISI (POLONG)

Fr

e

q

u

e

n

c

y

Gambar 22. Grafik sebaran jumlah polong berisi A X N3.

Berdasarkan grafik sebaran karakter jumlah polong berisi pada persilangan A X N3 diperoleh bahwa karakter tersebut tidak berdistribusi normal dengan adanya kemenjuluran ke kanan akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan gen aditif epistasis yang bersifat komplementer. Selain itu terlihat bentuk kurva yang tumpul (platykurtik). Karakter jumlah polong berisi tersebut dipengaruhi oleh banyak gen yang dimana masing-masing gen memberikan pengaruh yang kecil terhadap karakter jumlah polong berisi. Rataan jumlah polong berisi untuk persilangan A X N3 sebesar 4,4 polong (Lampiran 2).


(58)

16 12

8 4

0 -4

4

3

2

1

0

JUMLAH POLONG BERISI (POLONG)

Fr

e

q

u

e

n

c

y

Gambar 23. Grafik sebaran jumlah polong berisi A X N5.

Berdasarkan grafik sebaran karakter jumlah polong berisi pada persilangan A X N5 diperoleh bahwa karakter tersebut tidak berdistribusi normal dengan adanya kemenjuluran ke kanan akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan gen aditif epistasis yang bersifat komplementer. Selain itu terlihat bentuk kurva yang tumpul (platykurtik). Karakter jumlah polong berisi tersebut dipengaruhi oleh banyak gen yang dimana masing-masing gen memberikan pengaruh yang kecil terhadap karakter jumlah polong berisi. Rataan jumlah polong berisi untuk persilangan A X N5 sebesar 5,9 polong (Lampiran 4).


(59)

Jumlah Polong Hampa (polong)

Tabel 6. Nilai skewness dan kurtosis karakter jumlah polong hampa.

Persilangan Skewness Aksi Gen Kurtosis Keterangan Seluruh

Persilangan

2,48 Aditif+Epistasis Komplementer

6,29 Leptokurtik+Dikendalikan sedikit gen

A X N1 2,05 Aditif+Epistasis Komplementer

3,84 Leptokurtik+Dikendalikan sedikit gen

A X N3 - - - -

A X N4 - - - -

A X N5 1,78 Aditif+Epistasis Komplementer

1,41 Platykurtik+Dikendalikan banyak gen 4 3 2 1 0 -1 40 30 20 10 0

JUMLAH POLONG HAMPA (POLONG)

Fr e q u e n c y

Gambar 24. Grafik sebaran jumlah polong hampa seluruh hasil persilangan tetua anjasmoro dengan genotipa tahan salin.

Berdasarkan grafik sebaran karakter jumlah polong hampa pada seluruh hasil persilangan diperoleh bahwa karakter tersebut tidak berdistribusi normal dengan adanya kemenjuluran ke kanan akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan gen aditif epistasis yang bersifat komplementer. Selain itu terlihat bentuk kurva yang


(60)

sedikit gen yang dan sedikit dipengaruhi lingkungan. Rataan jumlah polong hampa untuk seluruh gabungan persilangan sebesar 0.39 polong (Lampiran 5).

4 3

2 1

0 -1

30

25

20

15

10

5

0

JUMLAH POLONG HAMPA (POLONG)

Fr

e

q

u

e

n

c

y

Gambar 25. Grafik sebaran jumlah polong hampa A X N1.

Berdasarkan grafik sebaran karakter jumlah polong hampa pada persilangan A X N1 diperoleh bahwa karakter tersebut tidak berdistribusi normal dengan adanya kemenjuluran ke kanan akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan gen aditif epistasis yang bersifat komplementer. Selain itu terlihat bentuk kurva yang runcing (leptokurtik). Karakter jumlah polong hampa tersebut dipengaruhi oleh sedikit gen yang dan sedikit dipengaruhi lingkungan. Rataan jumlah polong hampa untuk persilangan A X N1 sebesar 0,51 polong (Lampiran 1).


(61)

0 5

4

3

2

1

0

JUMLAH POLONG HAMPA (POLONG)

Fr

e

q

u

e

n

c

y

Gambar 26. Grafik sebaran jumlah polong hampa A X N3.

Karakter jumlah polong hampa pada persilangan A X N3 tidak terbentuk grafik sebaran. Hal ini karena jumlah populasi yang hidup sangat sedikit. Rataan jumlah polong hampa untuk persilangan A X N3 sebesar 0 polong (Lampiran 2).


(62)

1 0

10

8

6

4

2

0

JUMLAH POLONG HAMPA (POLONG)

Fr

e

q

u

e

n

c

y

Gambar 27. Grafik sebaran jumlah polong hampa A X N5.

Berdasarkan grafik sebaran karakter jumlah polong hampa pada persilangan A X N5 diperoleh bahwa karakter tersebut tidak berdistribusi normal dengan adanya kemenjuluran ke kanan akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan gen aditif epistasis yang bersifat komplementer. Selain itu terlihat bentuk kurva yang tumpul (platykurtik). Karakter jumlah polong hampa tersebut dipengaruhi oleh banyak gen yang dimana masing-masing gen memberikan pengaruh yang kecil terhadap karakter jumlah polong hampa. Rataan jumlah polong hampa untuk persilangan A X N5 sebesar 0,2 polong (Lampiran 4).


(63)

Bobot Biji (gram)

Tabel 7. Nilai skewness dan kurtosis karakter bobot biji.

Persilangan Skewness Aksi Gen Kurtosis Keterangan Seluruh

Persilangan

1,39 Aditif+Epistasis Komplementer

1,32 Platykurtik+Dikendalikan banyak gen

A X N1 1,37 Aditif+Epistasis Komplementer

1,45 Platykurtik+Dikendalikan banyak gen

A X N3 0,99 Aditif+Epistasis Komplementer

1,41 Platykurtik+Dikendalikan banyak gen

A X N4 - - - -

A X N5 1,38 Aditif+Epistasis Komplementer

0,50 Platykurtik+Dikendalikan banyak gen 6,0 4,8 3,6 2,4 1,2 0,0 -1,2 16 14 12 10 8 6 4 2 0

BOBOT BIJI (GRAM)

Fr e q u e n c y

Gambar 28. Grafik sebaran bobot biji seluruh hasil persilangan tetua anjasmoro dengan genotipa tahan salin.

Berdasarkan grafik sebaran karakter bobot biji pada seluruh hasil persilangan diperoleh bahwa karakter tersebut tidak berdistribusi normal dengan adanya kemenjuluran ke kanan akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan gen aditif epistasis yang bersifat komplementer. Selain itu terlihat bentuk kurva yang tumpul


(64)

bobot biji. Rataan bobot biji untuk seluruh gabungan persilangan sebesar 1,32 gram (Lampiran 5).

4,8 3,2

1,6 0,0

-1,6 12

10

8

6

4

2

0

BOBOT BIJI (GRAM)

Fr

e

q

u

e

n

c

y

Gambar 29. Grafik sebaran bobot biji A X N1.

Berdasarkan grafik sebaran karakter bobot biji pada persilangan A X N1 diperoleh bahwa karakter tersebut tidak berdistribusi normal dengan adanya kemenjuluran ke kanan akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan gen aditif epistasis yang bersifat komplementer. Selain itu terlihat bentuk kurva yang tumpul (platykurtik). Karakter bobot biji tersebut dipengaruhi oleh banyak gen yang dimana masing-masing gen memberikan pengaruh yang kecil terhadap karakter bobot biji. Rataan bobot biji untuk persilangan A X N1 sebesar 1,42 gram (Lampiran 1).


(65)

2,0 1,5

1,0 0,5

0,0 -0,5

2,0

1,5

1,0

0,5

0,0

BOBOT BIJI (GRAM)

Fr

e

q

u

e

n

c

y

Gambar 30. Grafik sebaran bobot biji A X N3.

Berdasarkan grafik sebaran karakter bobot biji pada persilangan A X N3 diperoleh bahwa karakter tersebut tidak berdistribusi normal dengan adanya kemenjuluran ke kanan akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan gen aditif epistasis yang bersifat komplementer. Selain itu terlihat bentuk kurva yang tumpul (platykurtik). Karakter bobot biji tersebut dipengaruhi oleh banyak gen yang dimana masing-masing gen memberikan pengaruh yang kecil terhadap karakter bobot biji. Rataan bobot biji untuk persilangan A X N3 sebesar 0,75 gram (Lampiran 2).


(66)

5 4

3 2

1 0

-1 -2

5

4

3

2

1

0

BOBOT BIJI (GRAM)

Fr

e

q

u

e

n

c

y

Gambar 31. Grafik sebaran bobot biji A X N5.

Berdasarkan grafik sebaran karakter bobot biji pada persilangan A X N5 diperoleh bahwa karakter tersebut tidak berdistribusi normal dengan adanya kemenjuluran ke kanan akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan gen aditif epistasis yang bersifat komplementer. Selain itu terlihat bentuk kurva yang tumpul (platykurtik). Karakter bobot biji tersebut dipengaruhi oleh banyak gen yang dimana masing-masing gen memberikan pengaruh yang kecil terhadap karakter bobot biji. Rataan bobot biji untuk persilangan A X N5 sebesar 1,25 gram (Lampiran 4).


(67)

Tabel 8. Nilai skewness dan kurtosis karakter jumlah biji.

Persilangan Skewness Aksi Gen Kurtosis Keterangan Seluruh

Persilangan

1,15 Aditif+Epistasis Komplementer

0,87 Platykurtik+Dikendalikan banyak gen

A X N1 1,04 Aditif+Epistasis Komplementer

0,46 Platykurtik+Dikendalikan banyak gen

A X N3 -0,29 Aditif+Epistasis Duplikat

0,01 Platykurtik+Dikendalikan banyak gen

A X N4 - - - -

A X N5 0,91 Aditif+Epistasis Komplementer

-0,30 Platykurtik+Dikendalikan banyak gen 40 30 20 10 0 -10 14 12 10 8 6 4 2 0

JUMLAH BIJI (BIJI)

Fr e q u e n c y

Gambar 32. Grafik sebaran jumlah biji seluruh hasil persilangan tetua anjasmoro dengan genotipa tahan salin.

Berdasarkan grafik sebaran karakter jumlah biji pada seluruh hasil persilangan diperoleh bahwa karakter tersebut tidak berdistribusi normal dengan adanya kemenjuluran ke kanan akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan gen aditif epistasis yang bersifat komplementer. Selain itu terlihat bentuk kurva yang tumpul (platykurtik). Karakter jumlah biji tersebut dipengaruhi oleh banyak gen yang


(68)

jumlah biji. Rataan jumlah biji untuk seluruh gabungan persilangan sebesar 12,56 biji (Lampiran 5).

40 30

20 10

0 -10

9

8

7

6

5

4

3

2

1

0

JUMLAH BIJI (BIJI)

Fr

e

q

u

e

n

c

y

Gambar 33. Grafik sebaran jumlah biji A X N1.

Berdasarkan grafik sebaran karakter jumlah biji pada persilangan A X N1 diperoleh bahwa karakter tersebut tidak berdistribusi normal dengan adanya kemenjuluran ke kanan akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan gen aditif epistasis yang bersifat komplementer. Selain itu terlihat bentuk kurva yang tumpul (platykurtik). Karakter jumlah biji tersebut dipengaruhi oleh banyak gen yang dimana masing-masing gen memberikan pengaruh yang kecil terhadap karakter jumlah biji. Rataan jumlah biji untuk persilangan A X N1 sebesar 13,81 biji (Lampiran 1).


(69)

16 12

8 4

0 1,0

0,8

0,6

0,4

0,2

0,0

JUMLAH BIJI (BIJI)

Fr

e

q

u

e

n

c

y

Gambar 34. Grafik sebaran jumlah biji A X N3.

Berdasarkan grafik sebaran karakter jumlah biji pada persilangan A X N3 diperoleh bahwa karakter tersebut tidak berdistribusi normal dengan adanya kemenjuluran ke kiri akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan gen aditif epistasis yang bersifat duplikat. Selain itu terlihat bentuk kurva yang tumpul (platykurtik). Karakter jumlah biji tersebut dipengaruhi oleh banyak gen yang dimana masing-masing gen memberikan pengaruh yang kecil terhadap karakter jumlah biji. Rataan jumlah biji untuk persilangan A X N3 sebesar 7,8 biji (Lampiran 2).


(70)

30 20

10 0

-10 3,0

2,5

2,0

1,5

1,0

0,5

0,0

JUMLAH BIJI (BIJI)

Fr

e

q

u

e

n

c

y

Gambar 35. Grafik sebaran jumlah biji A X N5.

Berdasarkan grafik sebaran karakter jumlah biji pada persilangan A X N5 diperoleh bahwa karakter tersebut tidak berdistribusi normal dengan adanya kemenjuluran ke kanan akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan gen aditif epistasis yang bersifat komplementer. Selain itu terlihat bentuk kurva yang tumpul (platykurtik). Karakter jumlah biji tersebut dipengaruhi oleh banyak gen yang dimana masing-masing gen memberikan pengaruh yang kecil terhadap karakter jumlah biji. Rataan jumlah biji untuk persilangan A X N5 sebesar 10,4 biji (Lampiran 4).


(71)

Umur Panen (hari)

Tabel 9. Nilai skewness dan kurtosis karakter umur panen.

Persilangan Skewness Aksi Gen Kurtosis Keterangan Seluruh

Persilangan

1,44 Aditif+Epistasis Komplementer

2,34 Platykurtik+Dikendalikan banyak gen

A X N1 1,46 Aditif+Epistasis Komplementer

1,85 Platykurtik+Dikendalikan banyak gen

A X N3 -0,25 Aditif+Epistasis Duplikat

-1,33 Platykurtik+Dikendalikan banyak gen

A X N4 - - - -

A X N5 1,87 Aditif+Epistasis Komplementer

5,41 Leptokurtik+Dikendalikan sedikit gen 110 100 90 80 70 25 20 15 10 5 0

UMUR PANEN (HARI)

Fr e q u e n c y

Gambar 36. Grafik sebaran umur panen seluruh hasil persilangan tetua anjasmoro dengan genotipa tahan salin.

Berdasarkan grafik sebaran karakter umur panen pada seluruh hasil persilangan diperoleh bahwa karakter tersebut tidak berdistribusi normal dengan adanya kemenjuluran ke kanan akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan gen aditif epistasis yang bersifat komplementer. Selain itu terlihat bentuk kurva yang tumpul


(72)

umur panen. Rataan umur panen untuk seluruh gabungan persilangan sebesar 87,37 hari (Lampiran 5).

112 104

96 88

80 72

14

12

10

8

6

4

2

0

UMUR PANEN (HARI)

Fr

e

q

u

e

n

c

y

Gambar 37. Grafik sebaran umur panen A X N1.

Berdasarkan grafik sebaran karakter umur panen pada persilangan A X N1 diperoleh bahwa karakter tersebut tidak berdistribusi normal dengan adanya kemenjuluran ke kanan akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan gen aditif epistasis yang bersifat komplementer. Selain itu terlihat bentuk kurva yang tumpul (platykurtik). Karakter umur panen tersebut dipengaruhi oleh banyak gen yang dimana masing-masing gen memberikan pengaruh yang kecil terhadap karakter umur panen. Rataan umur panen untuk persilangan A X N1 sebesar 88.56 hari (Lampiran 1).


(73)

93 90

87 84

81 78

2,0

1,5

1,0

0,5

0,0

UMUR PANEN (HARI)

Fr

e

q

u

e

n

c

y

Gambar 38. Grafik sebaran umur panen A X N3.

Berdasarkan grafik sebaran karakter umur panen pada persilangan A X N3 diperoleh bahwa karakter tersebut tidak berdistribusi normal dengan adanya kemenjuluran ke kiri akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan gen aditif epistasis yang bersifat duplikat. Selain itu terlihat bentuk kurva yang tumpul (platykurtik). Karakter umur panen tersebut dipengaruhi oleh banyak gen yang dimana masing-masing gen memberikan pengaruh yang kecil terhadap karakter umur panen. Rataan umur panen untuk persilangan A X N3 sebesar 85,2 hari (Lampiran 2).


(74)

110 100

90 80

70 60

7

6

5

4

3

2

1

0

UMUR PANEN (HARI)

Fr

e

q

u

e

n

c

y

Gambar 39. Grafik sebaran umur panen A X N5.

Berdasarkan grafik sebaran karakter umur panen pada persilangan A X N5 diperoleh bahwa karakter tersebut tidak berdistribusi normal dengan adanya kemenjuluran ke kanan akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan gen aditif epistasis yang bersifat komplementer. Selain itu terlihat bentuk kurva yang runcing (leptokurtik). Karakter jumlah polong hampa tersebut dipengaruhi oleh sedikit gen yang dan sedikit dipengaruhi lingkungan. Rataan umur panen untuk persilangan A X N5 sebesar 84,4 hari (Lampiran 4).


(75)

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian persilangan tetua betina anjasmoro dan tetua jantan genotipa kedelai tahan salin pada F2 didapatkan bahwa untuk karater tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, umur berbunga, jumlah polong berisi, jumlah polong hampa, bobot biji, jumlah biji dan umur panen tidak ada yang berdistribusi normal. Semua karakter tersebut menunjukan sebaran yang tidak normal dan terdapat kemenjuluran ke arah kanan maupun ke arah kiri yang dipengaruhi oleh adanya gen aditif epistasis duplikat maupun komplementer. Selain itu semua karakter masih sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Menurut Jayaramachandran et al. (2010) penyebaran karakter kuantitatif pada tanaman yang menjulur ke kiri atau ke kanan menunjukkan adanya pengaruh lingkungan, interaksi genotipe dan lingkungan,pautan gen, dan epistasis. Penyebaran karakter yang tidak membentuk sebaran normal terjadi karena keterlibatan gen-gen non aditif dalam mengendalikan keragaman pada populasi F2 atau karena pengaruh lingkungan yang besar dan dikendalikan oleh aksi gen aditif epistasis yang bersifatKomplementer.

Berdasarkan hasil penelitian untuk karakter tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, umur berbunga, jumlah polong berisi, jumlah polong hampa, bobot biji, jumlah biji dan umur panen memiliki sebaran fenotipe yang kontinu dan dipengaruhi oleh banyak gen. Artinya bahwa masing-masing gen memberikan pengaruh yang kecil terhadap masing-masing karakter. Hal ini sesuai pernyataan Trustinah (1997) yang menyatakan karakter kuantitatif umumnya dicirikan oleh


(1)

Lampiran 8. Foto Lahan Penelitian


(2)

Lampiran 9. Foto Tanaman Kedelai

Tanaman Pada Masa Pertumbuhan


(3)

(4)

Lampiran 11. Tahapan Penelitian dan Bagan Penelitian Tahapan Penelitian

Generasi Jumlah tanaman Tindakan

Parental (Tetua) Persilangan A X N1 A X N2 A X N3 A X N4 A X N5

Dilakukan persilngan antara nomor-nomor kedelai turunan Grobogan yang terdapat gen

salinitas (N1, N2, N3, N4 dan N5) sebagai tetua jantan dengan vaerietas Anjasmoro (A) sebagai tetua betina

F1 14 Bulk plot, penanaman

dikelompokkan/diberi jarak sesuai produksi yang tinggi

F2 500 Penanaman di beri jarak

untuk diseleksi secara visual

Bagan Penelitian

A1 A3 A4 A5 A


(5)

Lampiran 12. Jadwal kegiatan pelaksanaan penelitian

No Pelaksanaan Penelitian Minggu Ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

1 Seleksi benih X

2 Persiapan wadah tanam X

3 Persiapan media tanam X

4 Persiapan lahan X

5 Pembuatan rumah plastik X

6 Penanaman X

7 Pemupukan X

8 Pemeliharaan

Penyiraman Disesuaikan dengan kondisi lapangan

Penyiangan Disesuaikan dengan kondisi lapangan

Pengajiran X

Pengendalian hama dan penyakit Disesuaikan dengan kondisi lapangan

9 Panen X

10 Peubah Amatan

Tinggi tanaman (cm) X

Jumlah cabang produktif (cabang) X

Umur berbunga (hari) X

Jumlah polong berisi per tanaman (polong) X

Jumlah Polong Hampa per tanaman (polong) X

Bobot biji per tanaman (g) X

Bobot 100 biji (g) X


(6)

Lampiran 13. Deskripsi Varietas Anjasmoro

DESKRIPSI VARIETAS ANJASMORO

Dilepas tahun : 22 Oktober 2001

SK Mentan : 537/Kpts/TP.240/10/2001 Nomor galur : Mansuria 395-49-4

Asal : Seleksi massa dari populasi galur murni Mansuria Daya hasil : 2,03–2,25 t/ha

Warna hipokotil : Ungu Warna epikotil : Ungu

Warna daun : Hijau

Warna bulu : Putih

Warna bunga : Ungu

Warna kulit biji : Kuning Warna polong masak : Coklat muda Warna hilum : Kuning kecoklatan

Bentuk daun : Oval

Ukuran daun : Lebar

Tipe tumbuh : Determinit Umur berbunga : 35,7–39,4 hari Umur polong masak : 82,5–92,5 hari Tinggi tanaman : 64 - 68 cm Percabangan : 2,9–5,6 cabang Jml. buku batang utama : 12,9–14,8 Bobot 100 biji : 14,8–15,3 g Kandungan protein : 41,8–42,1% Kandungan lemak : 17,2–18,6%

Kerebahan : Tahan rebah

Ketahanan thd penyakit : Moderat terhadap karat daun Sifat-sifat lain : Polong tidak mudah pecah

Pemulia : Takashi Sanbuichi, Nagaaki Sekiya, Jamaluddin M., Susanto, Darman M.A., dan M. Muchlish Adie.


Dokumen yang terkait

Sebaran Normal Karakter-Karakter Pertumbuhan Dan Produksi Hasil Persilangan Tanaman Kedelai (Glycine Max L. Merril) Varietas Anjasmoro Dengan Genotipa Kedelai Tahan Salin Pada F2

0 5 102

Sebaran Normal Karakter – Karakter Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max L. Merril) Hasil Persilangan Grobogan dengan Genotipa Tahan Salin Pada Turunan F2

0 5 67

Sebaran Normal Karakter-Karakter Pertumbuhan Dan Produksi Hasil Persilangan Tanaman Kedelai (Glycine Max L. Merril) Varietas Anjasmoro Dengan Genotipa Kedelai Tahan Salin Pada F2

0 0 14

Sebaran Normal Karakter-Karakter Pertumbuhan Dan Produksi Hasil Persilangan Tanaman Kedelai (Glycine Max L. Merril) Varietas Anjasmoro Dengan Genotipa Kedelai Tahan Salin Pada F2

0 0 2

Sebaran Normal Karakter-Karakter Pertumbuhan Dan Produksi Hasil Persilangan Tanaman Kedelai (Glycine Max L. Merril) Varietas Anjasmoro Dengan Genotipa Kedelai Tahan Salin Pada F2

0 0 3

Sebaran Normal Karakter-Karakter Pertumbuhan Dan Produksi Hasil Persilangan Tanaman Kedelai (Glycine Max L. Merril) Varietas Anjasmoro Dengan Genotipa Kedelai Tahan Salin Pada F2

0 0 10

Sebaran Normal Karakter-Karakter Pertumbuhan Dan Produksi Hasil Persilangan Tanaman Kedelai (Glycine Max L. Merril) Varietas Anjasmoro Dengan Genotipa Kedelai Tahan Salin Pada F2

0 0 4

Sebaran Normal Karakter-Karakter Pertumbuhan Dan Produksi Hasil Persilangan Tanaman Kedelai (Glycine Max L. Merril) Varietas Anjasmoro Dengan Genotipa Kedelai Tahan Salin Pada F2

0 1 18

Sebaran Normal Karakter – Karakter Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max L. Merril) Hasil Persilangan Grobogan dengan Genotipa Tahan Salin Pada Turunan F2

0 0 13

Sebaran Normal Karakter – Karakter Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max L. Merril) Hasil Persilangan Grobogan dengan Genotipa Tahan Salin Pada Turunan F2

0 0 2