ANALISIS KEMISKINAN RUMAH TANGGA NELAYAN BURUH DI KELURAHAN OESAPA KECAMATAN KELAPA LIMA KOTA KUPANG
ANALISIS KEMISKINAN RUMAH TANGGA
NELAYAN BURUH DI KELURAHAN OESAPA
KECAMATAN KELAPA LIMA
KOTA KUPANG
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Program Strata Magister Agribisnis
Diajukan oleh:
Hadjrah Arifin
NIM.09750011
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2012
(2)
TESIS
Dipersiapkan dan disusun oleh:
HADJRAH ARIFIN Nim: 09750011
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 16 April 2012
SUSUNAN DEWAN PENGUJI
Ketua : Dr. Ir. Anas Tain, MM ………
Sekretaris : Ir. Harpowo, MP ………
Penguji I :Dr. Adi Sutanto, MM ………
(3)
ANALISIS KEMISKINAN RUMAH TANGGA NELAYAN BURUH DI KELURAHAN OESAPA
KECAMATAN KELAPA LIMA KOTA KUPANG
Yang diajukan oleh:
Hadjrah Arifin
Nim: 09750011
Telah disetujui Tanggal, April 2012
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Dr. Ir. Anas Tain, MM Ir. Harpowo, MP
Direktur Ketua Program Studi
Program Pascasarjana Magister Agribisnis
(4)
KATA PENGANTAR
Puji syukur Kehadirat Allah SWT atas segala limpahan anugerah-Nya,
sehingga penulis tesis ini yang berjudul “Analisis Kemiskinan Rumah Tangga
Nelayan Buruh Di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang”
dapat terselesaikan.
Penulisan tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan dalam
menyelesaikan studi dan meraih gelar Magister Agribisnis pada Program Magister
Agribisnis Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak,
langsung atau tidak langsung. Untuk itu pada kesempatan ini sepantasnya ucapan
teriima kasih yang tulus penulis sampaikan terutama kepada yang terhormat
Bapak Dr.Ir.Anas Tain,MM selaku pembimbing utama dan Bapak Ir.Harpowo,
MP sebagai pembimbing pendamping yang dengan penuh kesabaran, kerelaan
memberikan bimbingan dan arahan hingga terselesaikannya penulisan tesis ini.
Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr.Latipun,M.Kes, sebagai Direktur Pascasarjana Universitas
Muhammadiyah Kupang.
2. Bapak Dr.Anas Tain,MM, sebagai Ketua Program Studi Magister
Agribisnis Universitas Muhammadiyah Kupang.
3. Para Dosen di Magister Agribisnis yang telah memberikan ilmunya
kepada penulis.
4. Berbagai pihak yang tidak disebutkan satu persatu yang turut membantu
(5)
5. Yang tercinta Ayahanda Arifin Samauna (Almarhum) dan Ibunda Aminah
yang telah mendoakan ananda sehingga keberhasilan ini bisa tercapai.
6. Yang tersayang Dr.Ir.Yahyah,M.Si, ananda Ajrina R.Yahyah, Zul
F.Yahyah dan Humaira Yahyah yang telah memberikan dukungan moril
pengorbanan yang begitu besar sehingga semua ini dapat dilalui dengan
baik.
7. Rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan bantuan moril dan
pemikiran kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.
8. Serta berbagai pihak di lokasi penelitian yang telah berpartisipasi dalam
kelancaran kegiatan penelitian, sehingga penelitian ini terlaksana dengan
baik.
Penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu
berbagai masukan, saran dan kritikan yang sportif pada penulisan tesis ini,
sangat penulis harapkan.
Akhirnya dengan berserah diri kepada Allah SWT, penulis
berharap dengan tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membacanya dan pihak-pihak/instansi yang terkait dalm mengurus
masalah kemiskinan nelayan buruh di negeri ini khususnya di Oesapa.
Malang, April 2012
(6)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMANPEERSETUJUAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
HALAMAN PERNYATAAN ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Kegunaan Penelitian ... 7
1.5 Batasan Istilah ... 8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1 Penelitian Terdahulu ... 9
2.2 Landasan Teori ... 13
2.2.1 Konsep Kemiskinan ... 13
2.2.2 Nelayan ... 25
2.3.Kerangka Pikir ... 27
BAB III. METODE PENELITIAN ... 30
3.1 Subyek, Obyek dan Tempat Penelitian ... 30
3.2 Metode Penelitian ... 30
3.2.1 Desain Penelitian ... 31
3.2.2 Jenis dan Sumber Data ... 31
(7)
3.2.5 Definisi Operasional ... 35
BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 36
4.1 Kondisi Geografis ... 36
4.2 Kondisi Demografi ... 37
4.3 Deskripsi Responden ... 38
4.3.1 Umur Responden ... 39
4.3.2 Tingkat Pendidikan Responden ... 40
4.3.3 Jumlah Tanggungan Keluarga ... 41
4.3.4 Status dan Lama Sebagai Nelayan ... 42
4.3.5 Pendapatan ... 43
4.3.6 Pola Konsumsi Rumah Tangga Nelayan Buruh ... 46
4.3.7 Status Kepemilikan Rumah ... 48
4.4 Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan Rumah Tangga Nelayan Buruh ... 50
4.5 Faktor Dominan Penyebab Kemiskinan Rumah Tangga Nelayan Buruh 51 4.6 Upaya Rumah Tangga Nelayan Buruh Dalam Mengatasi Kemiskinan ... 69
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 72
5.1 Kesimpulan ... 72
5.2 Saran ... 74
DAFTAR PUSTAKA ... 75
(8)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Hal.
1. Data sosial ekonomi rumah tangga nelayan buruh Oesapa 78
(9)
DAFTAR PUSTAKA
Al Rasyid, Harun. 1994.Teknik Penarikan Sampel dan Penyusunan Skala, Bandung. Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran.
Azwar, 1999.Metode Penelitian. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Bappeda Propinsi NTT, 2007. Capaian dan Kendala. Bappeda Propinsi Nusa Tenggara Timur. Kupang.
Danim, 2000. Metode Penelitian Untuk Ilmu-Ilmu Perilaku, Bumi Aksara. Jakarta.
Ensiklopedia Indonesia. 1990. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve Longman. Forum Akademik-Sosiologi Indonesia (2011). Perilaku Masyarakat Miskin Dan
Alternatif Model Pengentasan di Kota Bengkulu.
Gordon, H.S. 1986. Teori Ekonomi Tentang Sumber Daya Milik Bersama: Perikanan. Dalam Ekonomi Perikanan Dari Teori Ekonomi ke Pengelolaan Perikanan, Ed,: Ian R. Smith dan Firial Marahuddin, Jakarta: PT Gramedia.
Hartono T.T., dkk. 2006.Identifikasi Bentuk Kemiskinan Nelayan Di Desa Eretan Wetan Melalui Kajian Sosial Budaya. Jurnal Kebijakan dan Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol.1. No. 2, ISSN 1907-9567. Jakarta. Kartasasmita, G., 1996. Pembangunan Untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan
dan Pemerataan. CIDES, Jakarta.
Keban, 1995.Profil Kemiskinan di Nusa Tenggara Timur, Prisma, Yogyakarta. Kusdiantoro, 2005. Pilpres dan Nasib Nelayan,
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0804/30/teropong/lainnya 1.htmAkses [20/06/2006]. Kusnadi. 2002. Nelayan; Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Humaniora.
Utama Press. Bandung.
_______. 2002.Konflik Sosial Nelayan Kemiskinan dan Perebutan Sumber Daya Perikanan,Yogyakarta: LkiS.
_______. 2003.Akar Kemiskinan Nelayan,Yogyakarta: LkiS.
_______. 2004. Polemik Kemiskinan Nelayan, Bantul: Pondok Edukasi & Pokja Pembaruan.
_______. 2007.Jaminan Sosial Nelayan,Yogyakarta: LkiS.
Kusumastanto, T. 2002. Reposisi Ocean Policy” Dalam Pembangunan Ekonomi
Indonesia di Era Otonomi Daerah. Orasi Ilmiah Guru Besar, Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Malhotra, Naresh K. 1993.Marketing Research. New Jersey. USA : Printice. Hall Inc.
(10)
Mubyarto, Sutrisno, Lukman dan Dove, Michael (1984). Nelayan dan Kemiskinan, Studi Ekonomi Antropologi di Dua Desa Pantai, Jakarta, Rajawali Press.
Mulyadi, S. 2005.Ekonomi Kelautan, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.
Panjaitan, Marphin. 2000.Memberdayakan Kaum Miskin, Jakarta: Gunung Mulia. Remi, S.S dan Prijono T. 2002. Kemiskinan dan Ketidakmerataan di Indonesia:
Suatu Analisis Awal. Jakarta. PT Rineka Cipta.
Sayogyo, 1987. Golongan Miskin dan Partisipasi dalam Pembangunan Desa Prisma No. 3, Jakarta.
_______. 1996.Garis Kemiskinan dan kebutuhan Minimum Pangan, Yogyakarta: Aditya Media.
Sayuti , R. H., Achmad, E., dan S. Hilyana (2006). Potret Nelayan Miskin dan Persepsi Mereka Tentang Kemiskinan di Lombok Bagian Barat.Jurnal Mitra Bahari Vol.1.No.2, April–Juli 2007.
Sharp, Ansel M., Charles A. Register, dan Paul W. Cerimes. 1996. Economics of Social Issues, Chicago, Richard D. Irwin.
Singarimbun, M. and Effendi, Sofyan. 1995. Metode Penelitian Survai. LP3ES, Jakarta.
Situmorang Chazali, 2004. Penanganan Masalah Kemiskinan di Sumatera Utara. Sekretaris Jenderal Departemen Sosial Republik Indonesia. Jakarta.
Sudarso, 2008.Tekanan Kemiskinan Struktural Komunitas Nelayan Tradisional di Perkotaan. Jurnal Ekonomi. FISIP. Universitas Airlangga Surabaya. Sudrajad, Iwan. 2008. Membangkit Kekuatan Ekonomi Nelayan. Jurnal Ekonomi
UNDIP. Semarang. Jawa Tengah.
Sumardjan, Selo. 1997.Kemiskinan: Suatu Pandangan Sosiologi, Jurnal Sosiologi Indonesia, Jakarta: ISI Publisher.
Sumodiningrat, Gunawan, Budi Santoso, Muhamad Maiwan. 1999.
Kemiskinan:Teori, Fakta dan Kebijakan,Jakarta: Impac.
Suparlan, Supardi. 1993. Kemiskinan di Perkotaan, Jakarta: Yayasan Obor.
Supradin, dkk. 2008. Kajian Kemiskinan Partisipatif Kota Kendari, Kota Bau-Bau, Kabupaten Konawe, Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal Pembangunan.
Suryadi, 1984. Peranan Peraturan Pemerintah Dalam Bidang Perikanan Terhadap Pendapatan Nelayan Dan Kelestarian Sumberdaya Perikanan. Tesis Magister Sains. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Suryawati, Chriswardani. 2005.Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional,
Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jurnal Pembangunan Universitas Diponegoro. Jawa Tengah.
(11)
Winoto, G. 2006. Pola Kemiskinan Di Permukiman Nelayan Kelurahan Dompak Kota Tanjungpinang. Tesis. UNDIP. Semarang.
(12)
1 BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia dengan
17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 km. Wilayah laut yang terdiri dari
perairan (teritorial, nusantara dan Zona Ekonomi Eksklusif) meliputi 7,9 juta km²
atau lebih dari 70% luas total wilayah Indonesia. Sumber daya pesisir dan lautan
(kelautan) Indonesia mengandung potensi pembangunan ekonomi yang sangat
besar, tetapi sejauh ini pemanfaatannya belum optimal. Rendahnya sumbangan
sektor kelautan terhadap perekonomian nasional disebabkan oleh pemanfaatan
yang masih terbatas pada sumberdaya konvensional dan terkonsentrasi pada
kawasan pesisir dan lautan tertentu.
Selama beberapa tahun proses pembangunan pemerintah kurang adil atau
bahkan menganakemaskan sektor pertanian sehingga kurang memperhatikan
sektor perikanan. Pemerintah memang telah memberikan perhatian amat besar
kepada upaya peningkatan hasil pertanian, perkebunan bahkan perikanan air darat.
Petani dan petambak diberi berbagai kredit dan kemudahan lainnya. Padahal di
kawasan pesisir terdapat masyarakat nelayan yang kehidupannya paling papa dan
mengenaskan terutama para nelayan buruh. Program-program pemerintah yang
bertujuan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas serta meningkatkan
peluang berusaha dan bekerja bagi nelayan buruh/tradisional, kelihatannya belum
memenuhi harapan (Suryadi, 1984).
Salah satu komunitas masyarakat di negara Indonesia yang teridentifikasi
(13)
2 nelayan di Indonesia masih berada di bawah garis kemiskinan. Padahal negara
Indonesia adalah negara bahari yang pulau-pulaunya dikelilingi oleh lautan yang
di dalamnya mengandung berbagai potensi ekonomi khususnya di bidang
perikanan, namun sampai saat ini nelayan tetap saja masih miskin. Di sisi lain
nelayan mempunyai peran yang sangat substansial dalam modernisasi kehidupan
manusia. Mereka termasuk agent of development yang paling reaktif terhadap lingkungan. Sifatnya yang lebih terbuka jika dibandingkan dengan kelompok
masyarakat yang hidup di pedalaman, menjadi stimulator untuk menerima
perkembangan peradaban yang lebih modern (Sudrajad, 2008). Namun dalam
perkembangannya, justru nelayan belum menunjukkan kemajuan yang berarti
sebagai kelompok masyarakat yang lain. Keberadaan nelayan sebagai agent of development ternyata tidak ditunjukkan secara positif dengan kehidupan ekonominya.
Kenyataan empiris bahwa pembangunan yang dilaksanakan selama lebih
dari tiga dasa warsa secara ekonomi ternyata hanya dinikmati oleh sekelompok
kecil masyarakat. Pembangunan sarana dan prasarana untuk masyarakat nelayan
masih jauh dari memadai. Mereka hidup dengan segala keterbatasan di kawasan
yang kumuh. Senada dengan pendapat Kusumastanto (2002) bahwa kelompok
masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir adalah yang paling menderita
dengan taraf kesejahteraan jauh di bawah kelompok masyarakat lainnya.
Nelayan buruh atau tradisional merupakan kelompok sosial terbesar dalam
populasi masyarakat nelayan di Indonesia. Kemiskinan dan rendahnya derajat
kesejahteraan sosial menimpa sebagian besar dari kategori nelayan tersebut.
(14)
3 perikanan dan kelautan, tetapi juga akan menimbulkan kerawanan sosial dan
menghambat pengembangan sumber daya manusia berkualitas untuk menunjang
keberhasilan pembangunan bangsa di masa depan.
Masalah kemiskinan nelayan mulai mencuat ke permukaan secara intensif
setelah satu dekade dilaksanakannya kebijakan nasional tentang motorisasi perahu
dan modernisasi peralatan tangkap pada awal tahun 1970-an. Kebijakan ini
dikenal dengan istilah revolusi biru (blue revolution). Modernisasi perikanan merupakan tulang punggung untuk mendorong peningkatan produktivitas
perikanan tangkap di desa-desa nelayan.
Modernisasi perikanan yang telah berlangsung selama ini tidak dapat
dipungkiri mengakibatkan banyak perubahan dalam kehidupan sosial ekonomi
nelayan.Tetapi tidak semua lapisan masyarakat nelayan dapat menikmati berkah
modernisasi perikanan tersebut, terkait dengan ketersediaan modal ekonomi yang
ada. Bahkan menurut Kusnadi (2002), setelah seperempat abad kebijakan
modernisasi perikanan dilaksanakan tingkat kesejahteraan hidup nelayan tidak
banyak berubah secara substantif. Yang terjadi justru sebaliknya, yakni
melebarnya kesenjangan sosial ekonomi antarkelompok sosial dalam masyarakat
nelayan dan meluasnya kemiskinan.Kelompok sosial yang paling menderita
kehidupannya adalah nelayan buruh.
Kesenjangan sosial ekonomi dan kemiskinan di mayarakat nelayan telah
membentuk stratifikasi, walaupun hal ini tidak sampai mengarah pada polarisasi
sosial berdasarkan garis kelas, karena kesenjangan tersebut masih bisa
dijembatani dan dinetralisasi secara kuat oleh fungsi pranata tradisional yang ada.
(15)
4 tekanan-tekanan kehidupan telah membatasi akses ekonomi anggota rumah tangga
nelayan buruh. Selain itu, karena pergulatan mempertahankan kehidupan sangat
menyita tenaga dan pikiran, nelayan tidak sempat lagi memperhatikan
kepentingan lingkungan masyarakatnya.
Masyarakat nelayan merupakan kelompok masyarakat yang paling banyak
dijumpai kantong-kantong kemiskinan. Data SUSENAS 1984 memperkuat
pernyataan tersebut dengan menunjukkan bahwa golongan rumah tangga dengan
sumber penghasilan utama perikanan laut termasuk kategori tingkat hidup rendah
(Sayogyo, 1987).
Dari masa ke masa, pergulatan masyarakat nelayan melawan
ketidakpastian kehidupan khususnya bagi yang melakukan penangkapan di
wilayah perairan yang sudah dalam keadaan tangkap lebih, terus menggeliat. Di
kawasan perairan yang demikian, masa-masa emas dalam kegiatan penangkapan
sebagaimana mereka alami pada tahun 1970-an, tidak terulang kembali. Penantian
panjang untuk menuai kesejahteraan hidup yang lebih baik setelah kebijakan
modernisasi perikanan (blue revolution) diberlakukan, juga tidak kunjung tiba. Dalam lingkungan sumber daya perikanan yang mengalami tangkap
kurang (underfishing), kehidupan nelayan buruh semakin terpuruk dan memprihatinkan. Nelayan yang bisa bertahan atau meningkatkan kesejahteraan
hidupnya adalah nelayan bermodal besar, yang kemampuan jelajah
penangkapannya hingga ke lepas pantai (off-shore). Sebaliknya untuk nelayan buruh atau nelayan tradisional dengan kepemilikan kemampuan peralatan tangkap
dan modal usaha yang terbatas, harus puas dengan kenyataan kepahitan hidup dan
(16)
5 Identifikasi secara komprehensif terhadap faktor-faktor yang
menyebabkan timbulnya masalah kemiskinan di kalangan nelayan sangat penting
dilakukan. Hasil identifikasi ini akan bermanfaat untuk menetapkan
langkah-langkah pemberdayaan sosial ekonomi dan politik, khususnya bagi rumah tangga
nelayan, agar nelayan tidak terus-menerus terjebak dalam perangkap kemiskinan.
Kemiskinan pada rumah tangga nelayan setidaknya dapat dikelompokkan
menjadi tiga bentuk kemiskinan berdasarkan faktor pembentuknya. Pertama, kemiskinan struktural. Kemiskinan ini diderita oleh segolongan nelayan karena
kondisi struktur sosial yang ada menjadikan mereka tidak dapat ikut
menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia, juga akibat
tatanan kebijakan yang lebih menguntungkan golongan pemilik modal (nelayan
besar). Kekuatan-kekuatan di luar rumah tangga nelayan kecil menjadikan mereka
terpinggirkan dan hidup dalam belenggu kemiskinan. Jadi persoalannya adalah
ketidakmerataan akses pada sumber daya karena struktur sosial yang ada. Kedua, kemiskinan kultural yang melihat kemiskinan terjadi karena faktor budaya yang
bersumber pada nilai lokal yang memang tidak kondusif bagi suatu kemajuan.
Kemiskinan ini tidak lepas dari tata nilai yang dianut rumah tangga nelayan yang
bersangkutan dalam menjalani hidup. Ketiga, kemiskinan alamiah terjadi karena kondisi alam yang tidak mendukung mereka melakukan kegiatan ekonomi
produktif ataupun perilaku produksi yang tidak produktif akibat sumber daya yang
bersangkutan. Dalam konteks masyarakat nelayan, dapat digambarkan akibat laut
dipandang sebagaicommon propertydan akses terbuka menjadikan perikanan laut dieksploitasi secara berlebih bahkan dengan alat dan bahan terlarang. Para nelayan
(17)
6 lebih banyak dibanding nelayan lain. Bahkan sebagian dari mereka menggunakan
alat atau bahan terlarang tanpa berpikir masalah keberlanjutan sumber daya ikan
yang ada.
Kemiskinan pada rumah tangga nelayan juga tidak lepas dari pranata
sosial budaya dalam mengatur kehidupan mereka. Dua pranata strategis yang
dianggap penting untuk memahami kehidupan sosial ekonomi masyarakat nelayan
adalah pranata penangkapan dan pemasaran ikan ( Tain, 2010). Dalam berbagai
kajian dan hasil penelitian kedua pranata sosial ekonomi tersebut dipandang oleh
para pengkaji atau peneliti bersifat eksploitatif sehingga menjadi sumber potensial
timbulnya kemiskinan struktural di kalangan masyarakat nelayan. Dalam
perspektif Geertz (1973), keberadaan kedua pranata sosial ekonomi tersebut telah
menempatkan masyatakat nelayan terpintal ke dalam jaring-jaring kebudayaan
yang mereka tenun sendiri.
Kemiskinan dihadapi oleh nelayan buruh di Oesapa Kecamatan Kelapa
Lima Kota Kupang tidak lepas dari kemiskinan kultural maupun struktural.
Masyarakat nelayan buruh Oesapa patut diteliti karena berbagai permasalahan
yang dihadapi seperti hidup di daerah yang kumuh, tingkat pendidikan yang
rendah, pendapatan yang rendah, dan berbagai pandangan hidup yang kurang atau
tidak mendukung bagi pembangunan. Diperlukan analisis faktor penyebab
kemiskinan rumah tangga nelayan secara mendalam , untuk mampu memberi
(18)
7 1.2 Perumusan Masalah
Penelitian ini berusaha menjawab permasalahan-permasalahan sebagai
berikut:
1. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kemiskinan pada rumah tangga
nelayan buruh Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang.
2. Bagaimana upaya rumah tangga nelayan buruh Oesapa Kecamatan Kelapa
Lima Kota Kupang dalam mengatasi kemiskinan.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian adalah :
1. Untuk menganalisis faktor-faktor penyebab kemiskinan pada rumah tangga
nelayan buruh Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang.
2. Untuk menganalisis upaya yang tepat bagi rumah tangga nelayan buruh
Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang dalam mengatasi kemiskinan.
1.4 Kegunaan Penelitian
Kegunaan Penelitian ini diharapkan berguna bagi :
1. Rumah tangga nelayan buruh Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang
untuk mengatasi kemiskinan yang membelenggu dirinya.
2. Pemerintah dapat dijadikan bahan rujukan sebagai penyempurnaan kebijakan
lanjutan di wilayah tersebut dan sebagai bahan pertimbangan dalam
menyusun kebijakan sejenis di wilayah lain.
3. Akademisi, dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan acuan untuk
(19)
8 1.5 Batasan Istilah
1. Agent of development nelayan merupakan pelaku pembangunan yang dapat meningkatkan roda perekonomian rakyat di sektor perikanan.
2. Common propertyadalah pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya milik bersama, dalam hal ini sumber daya perikanan untuk kepentingan
kesejahteraan masyarakat.
3. Pandhiga adalah nelayan buruh atau awak perahu/kapal yang menjual jasa tenaganya dalam kegiatan produksi suatu perahu/kapal.
4. Pendapatan rumah tangga adalah pendapatan yang diperoleh seluruh anggota
rumah tangga tunai dan tidak tunai dari upah bekerja di berbagai kegiatan
produktif pada sektor dan pendapatan dari kepemilikan aset perikanan.
5. Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan
ikan.
6. Underfishing ( tangkap kurang ) adalah sumber daya ikan yang ditangkap dengan tingkat pemanfaatan di bawah batas lestari.
7. Responden adalah nelayan buruh oesapa yang dimintai informasi pada saat
penelitian dilakukan.
8. Kemiskinan adalah tingkat pendapatan di bawah garis kemiskinan atau
sejumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum
(1)
perikanan dan kelautan, tetapi juga akan menimbulkan kerawanan sosial dan menghambat pengembangan sumber daya manusia berkualitas untuk menunjang keberhasilan pembangunan bangsa di masa depan.
Masalah kemiskinan nelayan mulai mencuat ke permukaan secara intensif setelah satu dekade dilaksanakannya kebijakan nasional tentang motorisasi perahu dan modernisasi peralatan tangkap pada awal tahun 1970-an. Kebijakan ini dikenal dengan istilah revolusi biru (blue revolution). Modernisasi perikanan merupakan tulang punggung untuk mendorong peningkatan produktivitas perikanan tangkap di desa-desa nelayan.
Modernisasi perikanan yang telah berlangsung selama ini tidak dapat dipungkiri mengakibatkan banyak perubahan dalam kehidupan sosial ekonomi nelayan.Tetapi tidak semua lapisan masyarakat nelayan dapat menikmati berkah modernisasi perikanan tersebut, terkait dengan ketersediaan modal ekonomi yang ada. Bahkan menurut Kusnadi (2002), setelah seperempat abad kebijakan modernisasi perikanan dilaksanakan tingkat kesejahteraan hidup nelayan tidak banyak berubah secara substantif. Yang terjadi justru sebaliknya, yakni melebarnya kesenjangan sosial ekonomi antarkelompok sosial dalam masyarakat nelayan dan meluasnya kemiskinan.Kelompok sosial yang paling menderita kehidupannya adalah nelayan buruh.
Kesenjangan sosial ekonomi dan kemiskinan di mayarakat nelayan telah membentuk stratifikasi, walaupun hal ini tidak sampai mengarah pada polarisasi sosial berdasarkan garis kelas, karena kesenjangan tersebut masih bisa dijembatani dan dinetralisasi secara kuat oleh fungsi pranata tradisional yang ada. Sekalipun demikian, harus disadari bahwa kemiskinan, kesenjangan sosial dan
(2)
tekanan-tekanan kehidupan telah membatasi akses ekonomi anggota rumah tangga nelayan buruh. Selain itu, karena pergulatan mempertahankan kehidupan sangat menyita tenaga dan pikiran, nelayan tidak sempat lagi memperhatikan kepentingan lingkungan masyarakatnya.
Masyarakat nelayan merupakan kelompok masyarakat yang paling banyak dijumpai kantong-kantong kemiskinan. Data SUSENAS 1984 memperkuat pernyataan tersebut dengan menunjukkan bahwa golongan rumah tangga dengan sumber penghasilan utama perikanan laut termasuk kategori tingkat hidup rendah (Sayogyo, 1987).
Dari masa ke masa, pergulatan masyarakat nelayan melawan ketidakpastian kehidupan khususnya bagi yang melakukan penangkapan di wilayah perairan yang sudah dalam keadaan tangkap lebih, terus menggeliat. Di kawasan perairan yang demikian, masa-masa emas dalam kegiatan penangkapan sebagaimana mereka alami pada tahun 1970-an, tidak terulang kembali. Penantian panjang untuk menuai kesejahteraan hidup yang lebih baik setelah kebijakan modernisasi perikanan (blue revolution) diberlakukan, juga tidak kunjung tiba.
Dalam lingkungan sumber daya perikanan yang mengalami tangkap kurang (underfishing), kehidupan nelayan buruh semakin terpuruk dan memprihatinkan. Nelayan yang bisa bertahan atau meningkatkan kesejahteraan hidupnya adalah nelayan bermodal besar, yang kemampuan jelajah penangkapannya hingga ke lepas pantai (off-shore). Sebaliknya untuk nelayan buruh atau nelayan tradisional dengan kepemilikan kemampuan peralatan tangkap dan modal usaha yang terbatas, harus puas dengan kenyataan kepahitan hidup dan persaingan yang semakin keras dalam memperoleh hasil tangkapan.
(3)
Identifikasi secara komprehensif terhadap faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya masalah kemiskinan di kalangan nelayan sangat penting dilakukan. Hasil identifikasi ini akan bermanfaat untuk menetapkan langkah-langkah pemberdayaan sosial ekonomi dan politik, khususnya bagi rumah tangga nelayan, agar nelayan tidak terus-menerus terjebak dalam perangkap kemiskinan.
Kemiskinan pada rumah tangga nelayan setidaknya dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk kemiskinan berdasarkan faktor pembentuknya. Pertama, kemiskinan struktural. Kemiskinan ini diderita oleh segolongan nelayan karena kondisi struktur sosial yang ada menjadikan mereka tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia, juga akibat tatanan kebijakan yang lebih menguntungkan golongan pemilik modal (nelayan besar). Kekuatan-kekuatan di luar rumah tangga nelayan kecil menjadikan mereka terpinggirkan dan hidup dalam belenggu kemiskinan. Jadi persoalannya adalah ketidakmerataan akses pada sumber daya karena struktur sosial yang ada. Kedua, kemiskinan kultural yang melihat kemiskinan terjadi karena faktor budaya yang bersumber pada nilai lokal yang memang tidak kondusif bagi suatu kemajuan. Kemiskinan ini tidak lepas dari tata nilai yang dianut rumah tangga nelayan yang bersangkutan dalam menjalani hidup. Ketiga, kemiskinan alamiah terjadi karena kondisi alam yang tidak mendukung mereka melakukan kegiatan ekonomi produktif ataupun perilaku produksi yang tidak produktif akibat sumber daya yang bersangkutan. Dalam konteks masyarakat nelayan, dapat digambarkan akibat laut dipandang sebagaicommon propertydan akses terbuka menjadikan perikanan laut dieksploitasi secara berlebih bahkan dengan alat dan bahan terlarang. Para nelayan berperilaku untuk saling mendahului dan berupaya memperoleh hasil tangkapan
(4)
lebih banyak dibanding nelayan lain. Bahkan sebagian dari mereka menggunakan alat atau bahan terlarang tanpa berpikir masalah keberlanjutan sumber daya ikan yang ada.
Kemiskinan pada rumah tangga nelayan juga tidak lepas dari pranata sosial budaya dalam mengatur kehidupan mereka. Dua pranata strategis yang dianggap penting untuk memahami kehidupan sosial ekonomi masyarakat nelayan adalah pranata penangkapan dan pemasaran ikan ( Tain, 2010). Dalam berbagai kajian dan hasil penelitian kedua pranata sosial ekonomi tersebut dipandang oleh para pengkaji atau peneliti bersifat eksploitatif sehingga menjadi sumber potensial timbulnya kemiskinan struktural di kalangan masyarakat nelayan. Dalam perspektif Geertz (1973), keberadaan kedua pranata sosial ekonomi tersebut telah menempatkan masyatakat nelayan terpintal ke dalam jaring-jaring kebudayaan yang mereka tenun sendiri.
Kemiskinan dihadapi oleh nelayan buruh di Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang tidak lepas dari kemiskinan kultural maupun struktural. Masyarakat nelayan buruh Oesapa patut diteliti karena berbagai permasalahan yang dihadapi seperti hidup di daerah yang kumuh, tingkat pendidikan yang rendah, pendapatan yang rendah, dan berbagai pandangan hidup yang kurang atau tidak mendukung bagi pembangunan. Diperlukan analisis faktor penyebab kemiskinan rumah tangga nelayan secara mendalam , untuk mampu memberi kebijakan hukum bagi kemiskinan nelayan.
(5)
1.2 Perumusan Masalah
Penelitian ini berusaha menjawab permasalahan-permasalahan sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kemiskinan pada rumah tangga nelayan buruh Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang.
2. Bagaimana upaya rumah tangga nelayan buruh Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang dalam mengatasi kemiskinan.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian adalah :
1. Untuk menganalisis faktor-faktor penyebab kemiskinan pada rumah tangga nelayan buruh Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang.
2. Untuk menganalisis upaya yang tepat bagi rumah tangga nelayan buruh Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang dalam mengatasi kemiskinan.
1.4 Kegunaan Penelitian
Kegunaan Penelitian ini diharapkan berguna bagi :
1. Rumah tangga nelayan buruh Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang untuk mengatasi kemiskinan yang membelenggu dirinya.
2. Pemerintah dapat dijadikan bahan rujukan sebagai penyempurnaan kebijakan lanjutan di wilayah tersebut dan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan sejenis di wilayah lain.
3. Akademisi, dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan acuan untuk melakukan penelitian lanjutan yang berkaitan dengan kemiskinan nelayan.
(6)
1.5 Batasan Istilah
1. Agent of development nelayan merupakan pelaku pembangunan yang dapat meningkatkan roda perekonomian rakyat di sektor perikanan.
2. Common propertyadalah pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya milik bersama, dalam hal ini sumber daya perikanan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat.
3. Pandhiga adalah nelayan buruh atau awak perahu/kapal yang menjual jasa tenaganya dalam kegiatan produksi suatu perahu/kapal.
4. Pendapatan rumah tangga adalah pendapatan yang diperoleh seluruh anggota rumah tangga tunai dan tidak tunai dari upah bekerja di berbagai kegiatan produktif pada sektor dan pendapatan dari kepemilikan aset perikanan. 5. Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan
ikan.
6. Underfishing ( tangkap kurang ) adalah sumber daya ikan yang ditangkap dengan tingkat pemanfaatan di bawah batas lestari.
7. Responden adalah nelayan buruh oesapa yang dimintai informasi pada saat penelitian dilakukan.
8. Kemiskinan adalah tingkat pendapatan di bawah garis kemiskinan atau sejumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum karena masih di bawah UMR (Rp. 900.000) kota Kupang.