Sejarah Narkoba Pendapat Para Ahli

termasuk ganja atau kanabis, mariyuana, hashis dan kokain. Sedangkan jenis Psikotropika yang sering disalahgunakan adalah amfetamin, ekstasi, shabu, obat penenang seperti mogadon, rohypnol, dumolid, lexotan, pil koplo, BK, termasuk LSD, Mushroom. Zat adiktif lainnya disini adalah bahanzat bukan Narkotika Psikotropika seperti alkoholetanol atau metanol, tembakau, gas yang dihirup inhalansia maupun zat pelarut solven. Sering kali pemakaian rokok dan alkohol terutama pada kelompok remaja usia 14-20 tahun harus diwaspadai orangtua karena umumnya pemakaian kedua zat tersebut cenderung menjadi pintu masuk penyalahgunaan Narkoba lain yang lebih berbahaya Putauw.

2.2 Sejarah Narkoba

Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika dan ObatBahan berbahaya yang telah populer beredar dimasyarakat perkotaan maupun di pedesaan, termasuk bagi aparat hukum. Sebenarnya dahulu kala masyarakat juga mengenal istilah madat sebagai sebutan untuk candu atau opium, suatu golongan narkotika yang berasal dari getah kuncup bunga tanaman Poppy yang banyak tumbuh di sekitar Thailand, Myanmar dan Laos The Golden Triangle maupun di Pakistan dan Afganistan. Selain istilah Narkoba juga dikenal istilah NAPZA yaitu Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif lainnya. Semua istilah ini sebenarnya mengacu pada sekelompok zat yang umumnya mempunyai risiko kecanduan.

2.3 Pendapat Para Ahli

Menurut Prof Philips Alston, ahli dari New York University School of Law yang diajukan pemohon, menyatakan hukuman mati telah ditolak Dewan HAM PBB. Namun, Dewan HAM PBB menyatakan harus ada perlindungan bagi mereka yang menjalani hukuman mati. Perlindungan itu harus memuat ketentuan di mana tidak ada perbuatan pidana yang menyebabkan kematian atau perbuatan kasar lainnya. Sementara menurut Prof JE Sahetapy, ahli dari pemohon, hukuman mati sangat bertentangan dengan Pancasila. “Saya tetap berkeyakinan hukuman mati tidak akan memberantas peredaran narkotika.” Sahetapy mengingatkan bahwa konstitusi di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari kultur Indonesia. Karena itu hukuman seumur hidup tanpa remisi jauh lebih baik daripada hukuman mati. Sedangkan Henry Yosodiningrat, ahli dari pemerintah, menyatakan kejahatan narkotika termasuk dalam katagori serious crime. Hak untuk hidup tidak bersifat mutlak karena ada pengecualian bagi serious crime. Yang dimaksud serious crime itu, kata Henry , tergantung kebutuhan dan interpetasi tiap-tiap negara. “Jika 40 orang meninggal setiap hari dan negara dirugikan Rp 262 triliun per tahun karena narkoba, apa itu tidak serius?” kata Henry. Menurut Henry, ancaman hukuman mati hanya berlaku bagi orang-orang yang terlibat kejahatan narkotika secara terorganisasi. Pemakai narkoba tidak diancam hukuman mati karena hanya korban dari sindikat narkotika internasional. “Yang berhak mendapatkan adalah pengedar, bukan pengguna.” Sedangkan Brigjen Pol Purn Jane Mandagi, ahli dari Badan Narkotika Nasional, menyatakan hukuman mati diberlakukan untuk memberikan efek jera kepada sindikat narkotika dan untuk memutus indikasi pembalasan atau rasa tidak terima dari korban sindikat internasional.

2.4 Kerangka Berfikir