Peranan United Nations Joint Program On HIV/AIDS (UNAIDS) Dalam Mengurangi Virus HIV/AIDS Di Jakarta

(1)

1 1. 1 Latar Belakang Masalah

Dewasa ini dalam kehidupan manusia dapat ditemukan berbagai macam masalah yang sifatnya global seperti masalah ekonomi, keamanan, lingkungan hidup dan juga kesehatan. Masalah kesehatan dapat dikategorikan sebagai salah satu pembahasan utama dalam agenda Internasional, khususnya dalam membahas masalah epidemi HIV/AIDS dan penyebarannya yang sangat cepat di seluruh dunia.

HIV singkatan dari Human Immunodeficiency Virus adalah penyebab virus AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome), yang mana AIDS adalah sindroma menurunkan kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV, merupakan penyakit yang paling menakutkan. Pemerintah kehilangan generasi muda produktif karena korbannya hampir semua berumur 20-45 tahun. Walaupun kasus besar terjadi dengan dahsyatnya di Thailand, India, Afrika namun pada dekade berikutnya gelombang penyebaran HIV/AIDS ini sudah sampai di Asia. Kamboja, Vietnam, Burma, Indonesia, Bangladesh adalah Negara yang rawan terhadap penderita dan kematian penyakit itu. Di Asia, penderita HIV/AIDS lebih banyak ditemukan di kalangan pekerja seks, kaum homoseksual dan pemakai narkoba suntik, namun United Nations Joint Program on HIV/AIDS (UNAIDS) sebagai badan PBB yang menangani permasalahan HIV/AIDS di seluruh dunia melihat virus ini bisa menjangkiti masyarakat biasa juga nantinya.


(2)

2

Sejumlah penelitian menegaskan bahwa perkembangan HIV/AIDS sangat tinggi di negara berkembang dibanding negara maju. Ini terjadi karena masyarakat negara berkembang terus-menerus melakukan penyangkalan bahwa HIV/AIDS tumbuh subur dikawasannya. Karena tanggapan atas informasi ini akan mencoreng moral masyarakat setempat dan memunculkan kekhawatiran tersebut akan mempengaruhi berbagai bidang, diantaranya terhadap bidang ekonomi, dikarenakan para pengidap HIV/AIDS rata-rata memakan usia muda dan tentunya akan mengganggu perekonomian suatu negara, yang akan banyak mengeluarkan biaya hanya untuk merawat para pengidap HIV/AIDS ini.

Epidemi HIV/AIDS ini pertama kali ditemukan di Copenhagen pada tahun 1979 dan disusul dengan beberapa kasus serupa di San Fransisco, Los Angeles dan New York tahun 1981. Penyebaran virus HIV/AIDS sejak pertama ditemukan pada dekade tahun 1980-an, mengalami lima gelombang. Pertama, menimpa kaum homoseksual, kedua, kaum penjaja seks komersial, ketiga, kaum heteroseksual, keempat, bayi yang tertular dari ibunya yang mengidap HIV/AIDS dan kelima, pengguna narkoba suntik. Kelima gelombang ini telah menimbulkan ketakutan masyarakat terhadap pengidap HIV/AIDS, yang didorong rasa ketakutan yang berlebihan dan prasangka buruk. Namun, belakangan masyarakat menyadari siapa pun bisa terinfeksi HIV dan mengidap AIDS. Dan tentunya penyebaran virus HIV/AIDS itu menyebar hingga menjadi isu global, termasuk di Indonesia, virus ini menjangkit hingga semua kalangan, yang dimana kasus HIV/AIDS di Indonesia pertama kali ditemukan pada seorang wisatawan berusia 44 tahun asal Belanda, Edward Hop, meninggal di Rumah Sakit Sanglah, Bali.


(3)

Kematian lelaki asing itu disebabkan AIDS. Hingga akhir 1987, ada enam orang yang di diagnosis HIV positif, dua di antara mereka mengidap AIDS.

Dalam penanggulangan masalah penyakit HIV/AIDS secara umum, Indonesia tertinggal dari negara-negara lain. Beberapa Organisasi Internasional saat ini sedang mencurahkan perhatian dalam mengatasi HIV/AIDS di Indonesia, namun penanganan masalah tersebut membutuhkan banyak sumber daya dan tindakan segera. Beberapa tahun belakangan, angka kasus HIV/AIDS meningkat tajam di seluruh Indonesia. Sejak 1985 sampai tahun 1996 kasus HIV/AIDS di Indonesia masih sangat jarang, hanya sebagian besar berasal dari kelompok homoseksual. Sejak pertengahan tahun 1999 mulai terlihat peningkatan tajam terutama akibat penularan melalui narkotika suntik. Hingga dengan Maret 2005 tercatat 6789 kasus HIV/AIDS, jumlah itu diperkirakan belum menunjukkan angka sebenarnya. Departemen Kesehatan Indonesia pada tahun 2002, memperkirakan jumlah penduduk Indonesia yang terinfeksi HIV/AIDS adalah antara 90 ribu sampai 130 ribu orang. Dan untuk tahun 2009, secara kumulatif jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia mencapai 17.699 kasus. (http://www.aidsindonesia.or.id/?page id=11, diakses pada tanggal 20 April 2010).

Data yang ada menunjukkan kesimpulan bahwa epidemi HIV/AIDS di Indonesia sudah berada dalam tahap lanjut. Infeksi HIV/AIDS juga telah mengenai semua golongan masyarakat umum. Jika pada awalnya, sebagian besar ODHA (orang yang hidup dengan HIV/AIDS) berasal dari kelompok homoseksual, maka kini penyebaran virus ini telah mengalami tahap pergeseran


(4)

4

dimana persentase penularan secara heterokseksual dan pengguna narkotika semakin meningkat.

Di Indonesia, proporsi penularan melalui penggunaan narkotika suntik telah meningkat dengan cepat dan drastis sejak tahun 1999, terutama di Jakarta dan kota-kota besar seperti Bali dan Jawa. Sampai dengan Desember 2004, proporsi penularan penggunaan narkotika suntikan di Jakarta mencapai 47,9% dari total kasus HIV/AIDS. Lebih dari 50% pengguna narkotika suntikan yang terinfeksi HIV/AIDS adalah pria. Sehingga di Jakarta, menunjukkan bahwa prevelansi HIV/AIDS meningkat tajam dari 15,8% pada tahun 1999 menjadi 44,1% pada tahun 2002. (http://www.aidsindonesia.or.id/?page, diakses pada tanggal 21 April 2010).

Kasus HIV/AIDS dan jumlah orang yang mati akibat HIV/AIDS terjadi di DKI Jakarta terus melonjak, menurut data Departemen Kesehatan, Desember 2006 tercatat 2565 kasus AIDS terjadi di DKI Jakarta. Padahal tiga bulan sebelumnya, jumlahnya hanya 2394 kasus dengan angka kematian sebanyak 409 orang. Dan menurut data Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, pengidap HIV/AIDS 2009 mencapai 439 orang. Untuk Jakarta Utara 44 orang, Jakarta Selatan 87 orang, Jakarta Barat 116 orang, Jakarta Timur 82 orang, serta Jakarta pusat ada 110 orang. (http://www.aidsindonesia.or.id/?p=687, diakses pada tanggal 21 April 2010).

Penambahan kasus HIV/AIDS di Jakarta paling banyak disumbangkan oleh pengguna jarum suntik secara bergantian dari pecandu narkotika dari tahun ke tahun menunjukkan angka yang besar. Ini bisa dilihat dari data penderita AIDS


(5)

yang berasal dari jarum suntik sebanyak 2054 pada tahun 2008 (72,10%) dari seluruh kasus HIV/AIDS yang tercatat. (http://www.aidsindonesia.or.id/?page id=23, diakses pada tanggal 21 April 2010).

Fakta-fakta yang ditampilkan memperlihatkan betapa mengerikannya potensi ancaman yang ditimbulkan penyakit ini, maka pemerintah sendirian tidak akan sanggup untuk mengatasinya. Apalagi dengan banyaknya daerah yang harus diurusi di DKI Jakarta sebagai daerah yang memiliki kasus HIV/AIDS terbesar akan sangat memberikan pedoman bagi daerah lain di Indonesia untuk mengurangi penyebaran yang sangat cepat ini.

Karena banyaknya tugas pemerintah Indonesia dan tidak adanya jaminan akan masalah ini, peran aktor lain selain negara menjadi aktual. Masalah ini membuat pemerintah Indonesia khawatir dengan keberadaan virus tersebut. Sejalan dengan masalah yang dihadapi, pemerintah Indonesia telah melaksanakan strategi penanggulangan HIV/AIDS melalui dua periode yang dimuat dalam Strategi Nasional (STRANAS) Penanggulangan HIV/AIDS 1994-2003 dan tahun 2003-2007 yang dimana pemerintah Indonesia melaksanakan STRANAS Penanggulangan HIV/AIDS tersebut melalui KPA yang dibentuk oleh pemerintah pada tahun 1994 dan STRANAS merupakan respons yang sangat penting dalam menghadapi virus HIV/AIDS ini. Strategi Nasional HIV dan AIDS sendiri dilaksanakan sejalan dengan rencana pembangunan nasional. Pada tingkat provinsi, kabupaten/kota, pelaksanaan STRANAS akan disesuaikan dengan rencana pembangunan daerah masing-masing.


(6)

6

Pelaksanaan STRANAS harus konsisten dengan tujuan-tujuan kebijakan yang ingin dicapai, serta ditujukan untuk merespon situasi dan kondisi lokal dan nasional HIV dan AIDS. STRANAS merupakan living document sehingga terbuka untuk perubahan atas dasar kebutuhan respons. (KPA, Strategi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS 2007-2010)

Dan upaya pemerintah Indonesia demi mensukseskan strategi tersebut mendapatkan bantuan yang salah satunya adalah dari United Nations Joint Program on HIV/AIDS (UNAIDS), yang merupakan organisasi internasional yang bertugas untuk menanggulangi atau menekan penyebaran virus HIV/AIDS di seluruh dunia. Organisasi ini mulai aktif beroperasi di Indonesia pada tahun 1996 dengan mempromosikan kerjasama dengan agen PBB lainnya, pemerintah, media massa dan aktor lainnya. UNAIDS membantu pencegahan epidemi yang lebih besar terutama di negara-negara berkembang. UNAIDS membantu pemerintah Indonesia berupa bantuan teknis dan dana. UNAIDS mensponsori berbagai tindakan advokasi di beberapa tempat di Jakarta untuk meningkatkan informasi dan layanan kesehatan di Jakarta. UNAIDS membantu Indonesia melalui Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) dengan memberikan bantuan manajemen kepada KPA untuk pelaksanaan program nasional AIDS, bantuan manajemen salah satunya adalah bantuan penyusunan dan pelaksanaan program-program kerjasama yang dianggap mampu memberikan hasil yang lebih efektif dalam penanggulangan HIV/AIDS, baik program kerja jangka pendek, menengah maupun program kerja jangka panjang.


(7)

Program UNAIDS di Jakarta yang sejalan dengan prinsip-prinsip STRANAS, yakni berupa program advokasi untuk kalangan remaja di Jakarta khusunya yang berusia 15-24 tahun. Dan program melalui media massa yang fungsinya disini adalah untuk menjangkau semua kalangan, khususnya adanya iklan layanan masyarakat mengenai bahayanya HIV/AIDS dan promosi penggunaan kondom. Dan program pemberdayaan orang yang sudah terinfeksi virus HIV/AIDS (ODHA) yang memerlukan penanganan khusus untuk mencegah kemungkinan penularan kepada orang lain. Kelompok resiko tinggi juga merupakan hal yang menjadi salah satu program pencegahan HIV di Jakarta dan program pencegahan virus HIV/AIDS dari ibu ke anak. (http://www.unaids.org/partnership/index.html.Pdf, diakses pada tanggal 25 Mei 2010).

Program-program tersebut diharapkan mampu untuk mengurangi atau menekan tingkat penyebaran virus HIV/AIDS di Jakarta, program advokasi pada kalangan remaja adalah hal yang relevan dengan perkembangan virus HIV/AIDS dikarenakan para kalangan remaja sangatlah rentan virus ini. Dengan adanya penyuluhan terhadap kalangan remaja atau kampanye-kampanye bahayanya HIV/AIDS akan menekan penyebaran virus ini. ODHA adalah orang yang hidup dengan HIV/AIDS, yang seharusnya dapat perawatan dan dukungan dari semua pihak justru mendapatkan stigma dan diskriminasi. Dengan begitu, para ODHA diharapkan mendapatkan hak-hak yang berkemanusiaan setara dengan orang-orang biasa, seperti hak kesehatan dan pendidikan.


(8)

8

Program untuk kelompok resiko tinggi merupakan hal yang juga ditakuti menyebarluaskan virus HIV/AIDS ini, dikarenakan para kelompok resiko tinggi ini mencakup pekerja seks dan pemakai narkoba suntik yang sangat besar terkontaminasi virus HIV/AIDS pada pelanggannya, maka dengan begitu diharapkan para pekerja seks dapat melakukan tindakan kondominasi 100% yang dikeluarkan oleh kebijakan UNAIDS, meskipun program ini masih kontroversial di Indonesia umumnya. Dan untuk kelompok resiko tinggi lainnya, seperti halnya pemakai narkoba suntik, UNAIDS sendiri memberlakukan konsep Harm Reduction untuk kelompok resiko tinggi, yakni untuk pemakai narkoba suntik. Konsep Harm Reduction sendiri merupakan konsep yang pertama kali diadakan di Indonesia pada tahun 1999, akan tetapi Harm Reduction ini bertentangan dengan hukum Indonesia, karena UNAIDS menilai program pengurangan dampak buruk penyalahgunaan narkoba suntik yang terkait HIV/AIDS ini sebagai masalah kesehatan publik, bukan menilai pengguna narkoba sebagai pelaku tindak pidana sebagaimana yang ditetapkan pemerintah Indonesia UU No 5 Tahun 1997 dan UU No 22 Tahun 1997 yang menyebutkan, penggunaan narkoba adalah tindakan melanggar hukum. Indonesia, sebagai salah satu anggota PBB, tentunya harus menghormati kebijakan yang telah disepakati. Hanya seharusnya kebijakan Harm Reduction tersebut tentunya juga harus mengkontekstualisasikan dengan nilai atau norma yang berlaku di bangsa Indonesia sehingga kebijakan tersebut dapat dilaksanakan dengan selalu melihat kepentingan manusia yang harus berujung pada berubahnya perilaku manusia itu (pecandu).


(9)

(http://en.wikipedia.org/wiki/Harm_Reduction, diakses pada tanggal 08 April 2010).

Dan adanya program lain dalam menekan penyebaran virus HIV/AIDS, adalah adanya program Layanan konseling dan tes sukarela atau program layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) ini dimaksudkan membantu masyarakat terutama para ibu yang sedang mengandung dan takut anaknya akan terindikasi virus HIV/AIDS, maka dengan adanya program tersebut diharapkan para semua kalangan termasuk para ibu dapat memeriksakan dirinya dengan sukarela dan program ini juga merupakan hal yang signifikan untuk mengurangi penyebaran virus HIV/AIDS pada anak. Karena anak adalah generasi bangsa yang seharusnya dapat mengangkat nilai bangsa ini.

Layanan Konseling dan Testing Sukarela atau VCT adalah program pencegahan sekaligus jembatan untuk mengakses layanan CST (perawatan, dukungan dan pengobatan bagi ODHA). Layanan VCT harus mencakup konseling pre-tes, tes HIV, dan konseling post tes. Kegiatan tes dan hasil tes pasien harus dijalankan atas dasar prinsip kesukarelaan dan kerahasiaan.

Pada tahun 2001, Majelis Umum PBB mempertimbangkan isu-isu HIV/AIDS dan pada UN General Assembly Special Session on HIV/AIDS (UNGASS) Declaration of Commitment yang ditandatangani oleh perwakilan dari 189 negara, menyatakan bahwa negara-negara penandatangan harus membuat mekanisme monitoring dan evaluasi yang memadai untuk mengukur dan menilai kemajuan pelaksanaan komitmen, serta membuat instrument monitoring dan evaluasi serta menyediakan data epidemiologik yang memadai.


(10)

10

Pertemuan itu merupakan tonggak utama dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS. Diakui bahwa epidemi HIV/AIDS telah menyebabkan penderitaan dan kematian di seluruh dunia tak terhitung. Sidang Khusus PBB juga bertugas untuk meningkatkan dunia bahwa masih ada harapan. Dengan akan cukup dan sumber daya, masyarakat dan negara bisa mengubah program studi epidemik yang mematikan. Tema krisis global memerlukan aksi global berfungsi untuk menegaskan perlunya perhatian segera. (http://www.unaids.org/en/, diakses pada tanggal 15 April 2010).

UNAIDS adalah badan PBB yang berbasis di Jenewa, sekretariat UNAIDS bekerja pada lebih 75 Negara. Dan didirikan pada tahun 1994 oleh Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial yang diluncurkan pada bulan Januari 1996. Melalui serangkaian tujuan, Resolusi dan Deklarasi yang diadopsi oleh negara-negara anggota PBB, dunia memiliki seperangkat komitmen, tindakan dan tujuan untuk menghentikan dan membalikkan penyebaran HIV dan skala ke arah akses universal untuk pencegahan HIV, pengobatan, perawatan dan dukungan layanan.

Dan Pada tahun 2006 sebuah Deklarasi kembali tentang HIV/AIDS secara bulat diadopsi oleh negara-negara anggota PBB pada akhir dari Majelis Umum PBB 2006 Pertemuan Tingkat Tinggi tentang HIV/AIDS. Ini memberikan mandat yang kuat untuk membantu bergerak ke depan penanggulangan HIV/AIDS, dengan skala kearah akses universal untuk pencegahan HIV/AIDS, pengobatan, perawatan dan dukungan. Hal ini juga menegaskan kembali tahun 2001 Deklarasi Komitmen dan Millenium Development Goals, khususnya tujuan untuk menghentikan dan mulai membalikkan penyebaran HIV/AIDS pada tahun 2015.


(11)

(http://www.unaids.org/en/AboutUNAIDS/Goals/default.asp, diakses pada tanggal 15 April 2010).

Dua masalah besar yang menjadi masalah global dan meningkat secara cepat dan signifikan lonjakannya di Asia, termasuk Indonesia, adalah penularan HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba. Kedua epidemi ini memerlukan inisiasi, inisiatif dan gerakan yang memerlukan komitmen politik, sumber daya, multidimensi, multi sektor serta lembaga yang terorganisasi secara bersama-sama. Keseriusan komitmen harus dengan kerja nyata, yang terintegrasi mulai dari assessmen awal, perencanaan strategi, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi oleh semua pihak, pemerintah, LSM, swasta, tokoh apapun di masyarakat dengan budayanya dan caranya, lembaga keilmuan dan profesi lainnya.

Dengan pembahasan mengenai Peranan United Nations Joint Program on HIV/AIDS (UNAIDS) dalam mengurangi penyebaran virus HIV/AIDS di DKI Jakarta, Indonesia. Menimbulkan ketertarikan penulis untuk meneliti bagaimana Peranan UNAIDS dalam mengurangi penyebaran virus HIV/AIDS di DKI Jakarta Indonesia, yang akan diberi judul :

“Peranan United Nations Joint Program on HIV/AIDS (UNAIDS) dalam mengurangi penyebaran virus HIV/AIDS di DKI Jakarta Indonesia”

Selanjutnya penelitian ini akan berhubungan dengan beberapa mata kuliah pada studi hubungan internasional, yaitu :


(12)

12

1. Organisasi dan Administrasi Internasional

Mata kuliah ini membantu menjelaskan proses dan fungsi keorganisasian yang ada pada Badan PBB, yakni UNAIDS dalam menjalankan tugasnya.

2. Pengantar Hubungan Internasional

Membahas tentang bagaimana bentuk-bentuk interaksi antar negara dan aktor non-negara.

3. Isu-isu Global

Mata kuliah ini membahas tentang isu-isu apa saja yang menjadi wacana Internasional atau perbincangan masyarakat dunia, seperti isu lingkungan hidup, terorisme, gender, dan sosial.

1.2 Identifikasi Masalah

Beranjak dari latar belakang masalah tersebut diatas, maka peneliti mengajukan beberapa identifikasi masalah sebagai berikut :

1. Program apakah yang dilakukan UNAIDS dalam mengurangi penyebaran virus HIV/AIDS di Jakarta?

2. Kendala apakah yang dihadapi oleh UNAIDS dalam mengurangi penyebaran virus HIV/AIDS di Jakarta?

3. Apakah upaya yang dilakukan UNAIDS dalam menghadapi kendala mengurangi penyebaran virus HIV/AIDS di Jakarta?

4. Bagaimana keberhasilan UNAIDS dalam mengurangi penyebaran virus HIV/AIDS di Jakarta?


(13)

1.3 Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah merupakan upaya untuk menetapkan batas-batas permasalahan dengan jelas, yang memungkinkan kita untuk mengidentifisikan faktor mana saja yang termasuk ke dalam lingkup permasalahan dan faktor mana saja yang tidak. (Suriasumantri, 2001:311). Dalam penelitian ini penulis membatasi kajian mengenai peranan United Nations Joint Program on HIV/AIDS (UNAIDS) dalam mengurangi penyebaran virus HIV/AIDS di DKI Jakarta 2003-2006. Karena pada tahun 2003 dimana enam provinsi di Indonesia, termasuk di Jakarta memasuki tahap yang mengkhawatirkan dengan epidemi HIV/AIDS nya. Dan tahun 2006, lonjakan penyebaran virus HIV/AIDS di Jakarta naik drastis hanya dalam rentan waktu tiga bulan di tahun 2006.

1.4 Perumusan Masalah

Berdasarkan paparan pada latar belakang, identifikasi dan pembatasan masalah yang telah dibahas, maka peneliti dapat merumuskan garis besar permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini sebagai berikut :

“Bagaimanakah peranan United Nations Joint Program on HIV/AIDS (UNAIDS) dalam mengurangi penyebaran virus HIV/AIDS di DKI Jakarta?”

1.5 Tujuan Dan Kegunaan Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian

Setiap penelitian tentu mempunyai tujuan tertentu berdasarkan pada kepentingan serta motif-motif individual maupun kolektif. Tujuan penelitian berkaitan dengan penelaahan, pemahaman serta pengembangan bidang yang


(14)

14

sedang diteliti, dengan demikian tujuan merupakan aplikasi bagi dilaksanakannya suatu penelitian, adapun tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui program-program yang dilaksanakan UNAIDS dalam mengurangi penyebaran virus HIV/AIDS di Jakarta

2. Untuk mengetahui kendala apa saja yang dihadapi UNAIDS dalam mengurangi penyebaran virus HIV/AIDS di DKI Jakarta

3. Untuk mengetahui upaya apa saja yang dilakukan UNAIDS dalam menghadapi kendala dalam mengurangi penyebaran virus HIV/AIDS di Jakarta

4. Untuk mengetahui bagaimana hasil kerja dari UNAIDS di Jakarta

1.5.2 Kegunaan Penelitian 1.5.2.1Kegunaan Teoritis

a. Untuk mengetahui peranan IGO khususnya UNAIDS dalam mengurangi penyebaran virus HIV/AIDS di Jakarta

b. Sebagai sebuah pengaplikasian ilmu yang telah diperoleh untuk menambah ketajaman dalam menganalisa suatu permasalahan berdasarkan teori-teori empiris.

1.5.2.2Kegunaan Praktis

a. Sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian sarjana Strata 1 pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Komputer Indonesia Prodi Ilmu Hubungan Internasional.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan tambahan informasi dan pembelajaran serta penstudi ilmu Hubungan Internasional


(15)

lainnya yang tertarik untuk membahas masalah UNAIDS dengan topik penelitian yang dibahas kali ini.

1.6 Kerangka Teoritis, Hipotesis, dan Definisi Operasional 1.6.1 Kerangka Pemikiran

Pada dasarnya Hubungan Internasional merupakan interaksi antar aktor suatu negara dengan negara lainnya. Pada kenyataannya Hubungan Internasional tidak terbatas hanya pada hubungan antar negara saja, tetapi juga merupakan hubungan antar individu dengan kelompok kepentingan, sehingga negara tidak selalu sebagai aktor utama tetapi merupakan aktor yang rasional yang dapat melakukan hubungan melewati batas negara.

Hubungan Internasional menurut Evans Graham dan Jeffney Newham dalam bukunya The Dictionary Of World Politics mengartikan Hubungan Internasional sebagai berikut :

“Hubungan Internasional merupakan suatu istilah yang digunakan untuk melihat seluruh interaksi antara aktor-aktor negara dengan melewati batas-batas negara”. (1990: 6)

Hubungan kerjasama antara KPA dengan UNAIDS salah satu contoh dari sekian banyak fenomena yang terjadi dalam hubungan internasional, aktor hubungan internasional bisa saja merupakan aktor negara atau juga aktor non-negara, seperti yang diungkapkan oleh Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani dalam bukunya Pengantar Ilmu Hubungan Internasional :


(16)

16

“Hubungan Internasional didefinisikan sebagai studi tentang interaksi antar beberapa aktor yang berpartisipasi dalam politik internasional, yang meliputi negara-negara, organisasi internasional, organisasi non-pemerintah, kesatuan sub-nasional seperti birokrasi dan pemerintah domestik serta individu-individu”. (2005: 4).

Dengan kecenderungan terjadinya perubahan dalam isu Hubungan Internasional, jelaslah bahwa akan terjadi juga perubahan pada para pelaku dalam Hubungan Internasional yang sering kita sebut sebagai aktor. Aktor tidak hanya berkutat pada state actor saja, tetapi juga semakin berkembangnya, baik jumlah maupun pengaruh, non-state actor. Sebuah keadaan yang sangat sesuai dengan paradigma pluralis. Namun tetap saja state actor masih menjadi aktor yang dominan dalam Hubungan Internasional. Secara sederhana penulis dapat menyimpulkan bahwa Hubungan Internasional adalah segala bentuk interaksi antar state actor maupun non-state actor. Artinya Hubungan Internasional saat ini semakin kompleks saja, tidak hanya didominasi oleh para aktor negara tetapi juga oleh aktor non-negara.

Ketika kita membicarakan pola hubungan kerjasama, tidak dapat dipungkiri bahwa negara membutuhkan alat yang diperlukan dalam rangka kerjasama dan mencari kompromi untuk menentukan kesejahteraan dan memecahkan persoalan bersama serta mengurangi pertikaian yang timbul yaitu Organisasi Internasional.


(17)

Berkaitan dengan organisasi internasional, telah banyak definisi mengenai salah satu aktor hubungan internasional ini.

Organisasi Internasional, adalah pola kerjasama yang melintasi batas-batas negara, dengan didasari struktur organisasi yang jelas dan lengkap serta diharapkan atau diproyeksikan untuk berlangsung serta melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan dan melembaga guna mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan yang diperlukan serta disepakati bersama, baik antara pemerintah maupun antara sesama kelompok non pemerintah pada negara yang berbeda. (Rudi, 2005: 3).

Suatu kerjasama internasional dapat dikategorikan sebagai organisasi internasional jika memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

Kerjasama yang ruang lingkupnya melintasi batas negara. Mencapai tujuan-tujuan yang disepakati bersama.

Baik antar pemerintah maupun non pemerintah. Struktur organisasi yang jelas dan lengkap.

Melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan.(Rudi, 2005: 4). Organisasi internasional ini muncul untuk memenuhi tuntutan keinginan untuk meningkatkan dan melembagakan kerjasama internasional secara permanen dalam kaitannya dengan usaha bersama untuk mencapai suatu tujuan bersama. Didirikannya organisasi internasional adalah selain untuk mempertahankan peraturan-peraturan agar dapat berjalan lebih tertib dalam upaya mencapai tujuan bersama, juga sebagai suatu wadah hubungan kerjasama antar organisasi dengan organisasi lainnya agar kepentingan masing-masing organisasi dapat terjamin dan terpenuhi.

Oleh karena itu, UNAIDS sebagai organisasi internasional berintegrasi dengan negara-negara, termasuk dengan Indonesia melalui KPA ataupun lembaga-lembaga yang terkait dengan permasalahan virus HIV/AIDS, dengan


(18)

18

tujuan menanggulangi penyebaran virus HIV/AIDS secara komprehensif pada level nasional.

Paradigma merupakan pijakan dasar untuk menjelaskan fenomena-fenomena, masalah-masalah Hubungan Internasional atau politik tertentu melalui sistem kriteria, standar-standar, prosedur-prosedur dan seleksi fakta permasalahan yang relevan (Perwita dan Yani, 2005:24).

Pengertian paradigma pluralis adalah sebagai berikut:

“Merupakan salah satu perspektif yang berkembang pesat. Kaum Pluralis memandang Hubungan Internasional tidak hanya terbatas pada hubungan antar negara saja, tetapi juga merupakan hubungan antara individu dan kelompok kepentingan dimana negara tidak selalu sebagai aktor utama dan aktor tunggal” (Perwita dan Yani, 2005:26).

Paradigma pluralis memberikan 4 asumsi, yaitu:

1 Aktor non-negara memiliki peranan penting dalam Politik Internasional seperti Organisasi Internasional, baik pemerintah maupun non-pemerintah, Multi National Corporations (MNCs), kelompok atau individu.

2 Negara bukanlah aktor tunggal, karena aktor-aktor lain selain negara juga memiliki peran yang sama pentingnya dengan negara dan menjadikan negara bukan satu-satunya aktor.

3 Negara bukanlah aktor rasional. Dalam kenyataannya pembuatan kebijakan luar negeri suatu negara merupakan proses yang diwarnai konflik, kompetisi dan kompromi antar aktor di dalam negara.

4 Masalah-masalah yang ada tidak lagi terpaksa pada power atau national security, tetapi meluas pada masalah-masalah sosial, ekonomi dan lain-lain. (Viotti dan Kauppi, 1990:1992-1993).


(19)

Bagi kaum Pluralis, interdependensi memiliki implikasi yang baik terhadap aktor-aktor Hubungan Internasional. Pluralis melihat bahwa kesempatan untuk membangun sebuah hubungan baik antara unit-unit yang interdependen sangat bagus. Mengelola hubungan interdependen meliputi pembuatan seperangkat aturan, prosedur dan institusi yang terasosiasi atau Organisasi Internasional untuk mengatur interaksi dalam area-area isu. Namun demikian, negara tetap memiliki tempat tersendiri sebagai aktor Hubungan Internasional dimana negara merupakan kelompok yang mewakili dan meliputi anggota-anggota dengan refleksi yang berbeda-beda dan perlu berhubungan dengan pihak lain demi pencapaian kepentingan nasionalnya. Negara merupakan suatu unit politik yang didefinisikan menurut teritorial, populasi dan otonomi pemerintah yang secara efektif mengontrol wilayah dan penghuninya tanpa menghiraukan homogenitas etnis (Coulombis dan Wolfe, 1999:66).

Kerjasama internasional merupakan suatu perwujudan kondisi masyarakat yang saling tergantung satu dengan yang lain. Dalam melakukan kerjasama ini dibutuhkan suatu wadah yang dapat memperlancar kegiatan kerjasama tersebut. tujuan dari kerjasama ini ditentukan oleh persamaan kepentingan dari masing-masing pihak yang terlibat. Kerjasama internasional dapat terbentuk karena kehidupan internasional meliputi bidang, seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial, lingkungan hidup, kebudayaan, pertahanan dan keamanan (Perwita,Yani, 2005: 34).


(20)

20

Peranan merupakan aspek dinamis. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan (Soekanto, 2001:268).

Peranan (role) dapat dikatakan sebagai berikut:

“Seperangkat perilaku yang diharapkan dari seorang atau struktur tertentu yang menduduki suatu posisi didalam suatu sistem. Suatu organisasi memiliki struktur organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah di sepakati bersama. Apabila struktur-struktur tersebut telah menjalankan fungsi-fungsinya, maka organisasi itu telah menjalankan peranan tertentu. Dengan demikian, peranan dianggap sebagai fungsi dalam rangka mencapai tujuan-tujuan kemasyarakatan” (Kantaprawira, 1987:32).

Pengertian lain dari peranan adalah sebagai berikut:

“Perilaku yang diharapkan akan dilakukan oleh seseorang yang menduduki suatu posisi. Ini adalah perilaku yang dilekatkan pada posisi tersebut, diharapkan berperilaku sesuai dengan sifat posisi tertentu” (Mas’oed, 1994:44).

Konsep peranan ini pada dasarnya berhubungan dan harus dibedakan dengan konsep posisi sosial. Posisi ini merupakan elemen dari organisasi. Sedangkan peranan adalah aspek fisiologis organisasi yang meliputi fungsi, adaptasi dan proses.

Peranan juga dapat diartikan sebagai berikut:

“Tuntunan yang diberikan secara struktural (norma, harapan, larangan dan tanggung jawab), dimana didalamnya terdapat serangkaian tekanan dan kemudahan yang menghubungkan, membimbing dan mendukung fungsinya dalam organisasi” (Coser dan Rosenberg, 1976:232-255).

Peranan organisasi internasional erat kaitannya dengan aktivitas organisasi yang dipahami sebagai fungsi dan status, kedudukan atau fungsi organisasi internasional didalam sistem global, dimana aktivitas-aktivitas ini dianggap


(21)

sebagai hal yang menunjukan peranannya. Peranan diartikan sebagai tuntutan yang diberikan secara stuktural dalam konsep tanggung jawab dimana didalamnya terdapat serangkaian tekanan dan kemudahan yang menghubungkan dan mendukung fungsinya sebagai sebuah organisasi.

Peranan Organisasi Internasional dapat dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu:

1 Sebagai instrumen. Organisasi Internasional digunakan oleh negara-negara anggotanya untuk mencapai tujuan tertentu berdasarkan tujuan politik luar negerinya.

2 Sebagai arena. Organisasi Internasional merupakan tempat bertemu bagi anggota saja untuk membicarakan dan membahas masalah dalam negeri lain dengan tujuan untuk mendapat perhatian internasional.

3 Sebagai aktor independen. Organisasi Internasional dapat membuat keputusan-keputusan sendiri tanpa dipengaruhi oleh kekuasaan atau paksaan dari luar organisasi (Perwita dan Yani, 2005 : 95).

Selanjutnya Archer (1983:152-169) mengemukakan adanya Sembilan fungsi Organisasi Internasional, yaitu sebagai berikut:

1. Artikulasi dan agregasi kepentingan nasional negara-negara anggota. 2. Menghasilkan norma-norma

3. Rekrutmen 4. Sosialisasi

5. Pembuatan keputusan 6. Penerapan keputusan


(22)

22

8. Tempat memperoleh informasi

9. Operasionalisasi, antara lain pelayanan teknis, penyedia bantuan.(Rudi,2005:29).

Agenda internasional saat ini tidak hanya mengenai isu-isu keamanan militer saja tapi juga menyangkut sosial, ekonomi, HAM, kesejahteraan, lingkungan hidup hingga isu kesehatan.

Pengertian HIV/AIDS menurut Kleden dalam bukunya AIDS fenomena abad 20, bahwa:

“HIV merupakan suatu virus yang menyebabkan menurunnya atau rusaknya system kekebalan tubuh manusia bertugas untuk melindungi tubuh terhadap serangan infeksi yang masuk ke dalam tubuh. Tetapi bila di dalam tubuh kita telah terinfeksi HIV maka seseorang otomatis kekebalan tubuhnya akan dirusak oleh HIV sehingga kemampuan tubuhnya untuk mencegah infeksi yang masuk menjadi menurun, tubuh akibatnya tidak sanggup lagi menahan berbagai penyakit, walaupun penyakit yang tidak berbahaya sekalipun”. (Kleden,1993:1).

HIV adalah suatu virus yang dapat menyebabkan AIDS, dan AIDS menurut Kleden adalah:

“AIDS merupakan sebutan bagi kumpulan gejala yang muncul karena berkurangnya kekebalan tubuh akibat terserang HIV. Seseorang HIV, positif dinyatakan AIDS apabila: (1) Hasil tes HIV adalah positif dan (2) menderita salah satu atau lebih penyakit infeksi oportunistik khusus yang kambuh berulang kali atau menunjukkan adanya gangguan yang parah pada sistem kekebalan tubuhnya. Jadi seseorang yang telah dinyatakan menderita HIV positif belum tentu pada stadium AIDS, tetapi orang yang sudah pada stadium AIDS dapat dipastikan mengidap HIV positif” (Kleden,1993:1)

Penyebaran Virus HIV/AIDS sudah merupakan hal yang kompleks secara global, pengaruh virus ini tentunya akan berdampak hingga berbagai aspek kehidupan. Dalam bidang ekonomi, negara akan kehilangan SDM yang produktif hingga akan menurunkan pendapatan masyarakat. Di bidang sosial, termasuk


(23)

disintegrasi sosial. Bila di bidang kesehatan, negara akan banyak mengeluarkan biaya besar untuk pengobatan para penderita HIV/AIDS. Virus ini juga menjadikan dampak negative terhadap penderita HIV/AIDS, atau akan terjadinya diskriminasi sosial.

Jadi, HIV/AIDS tidak hanya merusak terhadap kesehatan, melainkan membawa efek tidak langsung terhadap berbagai bidang kehidupan, terutama pada bidang ekonomi dan bidang sosial. Sebagai badan Internasional, UNAIDS berintegrasi dengan negara-negara yang terkontaminasi virus HIV/AIDS. UNAIDS membantu negara-negara untuk bantuan penyusunan dan pelaksanaan program-program kerjasama yang dianggap mampu memberikan hasil yang lebih efektif dalam penanggulangan HIV/AIDS. Memimpin, memperkuat dan mendukung respon yang meluas terhadap HIV dan AIDS yang termasuk mencegah transmisi HIV, menyediakan fasilitas dan dukungan untuk orang yang sudah terlanjur hidup dengan virus HIV dan mengurangi dampak epidemik virus HIV/AIDS adalah misi dari UNAIDS yang diterapkan oleh seluruh negara, terutama negara berkembang seperti Indonesia.


(24)

24

1.6.2 Hipotesis

Berdasarkan uraian sebelumnya dan guna memudahkan dalam memberikan gambaran bagi peneliti terhadap penelitian yang dilakukan, peneliti menarik sebuah hipotesis sebagai berikut :

“UNAIDS berperan mengurangi penyebaran virus HIV/AIDS di Jakarta melalui program advokasi di kalangan remaja, program media massa, program perawatan serta dukungan untuk ODHA, program kelompok resiko tinggi dan program pencegahan virus HIV/AIDS dari ibu ke anak”

1.6.3 Definisi Operasional

Definisi Operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau dengan cara memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut. (Nazir, 1988 : 152).

Definisi operasional merupakan serangkaian prosedur yang mendeskripsikan kegiatan yang harus dilakukan kalau kita hendak mengetahui eksitensi empiris atau derajat eksistensi suatu konsep. Melalui definisi seperti itu, makna suatu konsep dijabarkan. Dengan demikian definisi operasional merupakan jembatan antara tingkat konseptual teoritis dengan tingkat observasional-empiris. Definisi ini mengatakan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus diamati untuk membawa fenomena yang didefinisikan itu kedalam jangkauan pengalaman peneliti yang bersangkutan. (Masoed, 1994 : 100).

Untuk mempermudah pengkajian lebih lanjut, penulis mengajukan definisi operasional yang terdapat dalam hipotesis yaitu :


(25)

1. UNAIDS adalah badan PBB yang berbasis di Jenewa, secretariat UNAIDS bekerja pada lebih 75 negara. Dan didirikan pada tahun 1994 oleh resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial yang diluncurkan pada bulan Januari 1996. Melalui serangkaian tujuan, Resolusi dan Deklarasi yand diadopsi oleh negara-negara anggota PBB, dunia memiliki seperangkat komitmen, tindakan dan tujuan untuk menghentikan dan membalikkan penyebaran HIV dan skala ke arah akses universal untuk pencegahan HIV, pengobatan, perawatan dan dukungan layanan.

2. HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yang dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak system kekebalan tuuh manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun.

3. Mengurangi penyebaran virus HIV/AIDS dengan beberapa program yang menjadi mandat UNAIDS, dengan menerapkan program-programnya melalui lembaga-lembaga terkait virus HIV/AIDS di Jakarta. Salah satunya melalui KPA Nasional di Jakarta, dan Program UNAIDS di Jakarta itu sendiri sejalan dengan prinsip-prinsip STRANAS, yakni berupa program advokasi untuk kalangan remaja di Jakarta khususnya yang berusia 15-24 tahun. Dan program melalui media massa yang fungsinya disini adalah untuk menjangkau semua kalangan, khususnya adanya iklan layanan masyarakat mengenai bahayanya HIV/AIDS dan promosi penggunaan kondom. Dan program


(26)

26

pemberdayaan orang yang sudah terinfeksi virus HIV/AIDS (ODHA) yang memerlukan penanganan khusus untuk mencegah kemungkinan penularan kepada orang lain. Kelompok resiko tinggi juga merupakan hal yang menjadi salah satu program pencegahan HIV di Jakarta dan program pencegahan virus HIV/AIDS dari ibu ke anak.

1.7 Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data 1.7.1 Metode Penelitian

Dalam suatu penelitian diperlukan metode untuk menentukan langkah-langkah yang diperlukan guna melakukan kajian terhadap masalah yang akan diteliti. Untuk melakukan penelitian ini metode yang digunakan adalah :

Metode Deskriptif Analitis : Metode ini memberikan suatu gambaran tentang masalah yang akan diteliti berdasarkan situasi dan keadaan tertentu dimana data yang diperoleh nantinya akan dikumpulkan, disusun, dijelaskan, kemudiaan dianalisa sehingga nantinya gambaran yang dibuat akan menjadikan data tersebut tersusun secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

1.7.2 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti akan mengumpulkan data-data dengan menggunakan teknik studi kepustakaan (Library Research) atau dokumentasi, di mana informasi yang didapat berdasarkan penelaahan literatur dan referansi dari berbagai data sekunder yang bersumber dari buku-buku, media massa, artikel,


(27)

dokuman dan laporan yang berupa jurnal atau hasil catatan penting lainnya tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti.

1.8 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 1.8.1 Lokasi Penelitian

Tempat yang digunakan untuk penelitian adalah : 1. Kantor Sekretariat PBB, Jakarta.

2. Kantor Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, Jakarta 3. Pepustakaan Universitas Komputer Indonesia

Jl. DipatiUkur No. 112 Bandung.

4. Perpustakaan Universitas Pasundan Bandung Jl. Lengkong Besar No. 69 Bandung.

5. Perpustakaan Universitas Padjajaran, Jatinangor Jl. Raya Bandung Sumedang


(28)

28

1.8.2 Waktu Penelitian

Tabel 1.1

Jadwal Kegiatan Penelitian Januari – Agustus

2010

No Aktivitas

Tahun 2010

Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust

1 Pengajuan Judul 2 Pembuatan usulan

Penelitian 3 Seminar Usulan

Penelitian

4 Bimbingan Skripsi 5 Pengumpulan

Data

6 Pengolahan Data 7 Rencana Sidang


(29)

1.9 Sistematika Pembahasan

Peneliti mencoba menjabarkan sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I Pendahuluan, pada bab ini peneliti memaparkan latar belakang mengapa mengambil masalah ini untuk layak diangkat sebagai sebuah masalah yang perlu diteliti sebagai sebuah karya ilmiah, dimana dalam bab ini terkandung unsur-unsur seperti latar belakang penelitian, identifikasi masalah yang meliputi pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis, hipotesis penelitian, metode penelitian, teknik pengumpulan data, lokasi dan lamanya penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka, berisi penjelasan teori – teori dan konsep – konsep yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

BAB III Objek Penelitian, bab ini memberikan gambaran umum mengenai objek penelitian, yang berkaitan dengan judul skripsi penelitian atau permasalahan yang diteliti. Seperti menjelaskan gambaran umum mengenai UNAIDS dan virus HIV/AIDS.

BAB IV Dalam bab ini dilaporkan hasil penelitian yang diperoleh selama penelitian serta membandingkan hasil yang diperoleh dengan data pengetahuan yang telah dipublikasikan serta menjelaskannya implikasi data tersebut dengan ilmu pengetahuan.

BAB V Pada bab ini penulis membahas tentang kesimpulan dan saran-saran hasil dari pembahasan (BAB IV). Kesimpulan ditulis dalam bentuk rangkuman singkat tapi jelas dan informatif. Pada bagian akhir ditulis suatu penegasan bahwa hipotesis penelitian diterima atau ditolak.


(30)

30 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam Bab II ini, penulis memaparkan teori-teori dan konsep-konsep yang relevan dengan penelitian berdasarkan keterkaitan terhadap variabel dependen maupun variabel independen. Tinjauan pustaka yang disusun bersifat deduktif yaitu penyusunan teori maupun konsep-konsep yang bersifat umum dilanjutkan pada konsep-konsep yang bersifat khusus.

2.1 Hubungan Internasional

Hubungan Internasional berawal dari kontak dan interaksi di antara negara-negara di dunia, terutama dalam masalah politik. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, isu-isu internasional mengalami perkembangan. Negara ataupun aktor non-negara mulai menunjukkan ketertarikannya akan isu-isu internasional di luar isu politik, seperti isu ekonomi, lingkungan hidup, sosial dan kebudayaan.

Hubungan internasional berkaitan erat dengan segala bentuk hubungan di antara masyarakat negara, baik yang dilakukan oleh pemerintah atau warga negara. Hubungan internasional sendiri merupakan segala macam hubungan antar bangsa dan kelompok bangsa dalam masyarakat dunia, serta kekuatan-kekuatan, tekanan-tekanan, proses-proses yang menentukan cara hidup, cara bertindak, dan cara berpikir manusia (Wiriatmadja, 1970: 33).

Interaksi dalam hubungan internasional dilakukan oleh para aktor yang didefinisikan sebagai suatu kesatuan yang terorganisasi yang dapat memilih


(31)

tujuan, memobilisasi sarana untuk mencapai tujuan dan implementasi, secara umum, ada tiga tipe aktor yaitu, organisasi internasional, aktor internasional dan negara-negara. (Lenter, 1974:3-10).

Hubungan internasional dapat dilihat dari berkurangnya peranan negara sebagai aktor dalam politik dunia dan meningkatnya peranan aktor-aktor non-negara. Batas-batas yang memisahkan bangsa-bangsa semakin kabur dan tidak relevan. Bagi beberapa aktor non-negara bahkan batas-batas wilayah secara geografis tidak dihiraukan.

Hubungan internasional bersifat sangat kompleks, karena di dalamnya terdapat bermacam-macam bangsa yang memiliki kedaulatan masing-masing, sehingga memerlukan mekanisme yang lebih menyeluruh dan rumit daripada hubungan antar kelompok manusia di dalam suatu negara. Namun, pada dasarnya tujuan utama studi Hubungan internasional adalah mempelajari perilaku internasional, yaitu perilaku para aktor negara dan non-negara. Perilaku tersebut bisa berwujud perang, konflik, kerjasama, pembentukan aliansi, interaksi dalam organisasi internasional, dan sebagainya.

Dalam buku Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, DR. Anak Agung Banyu Perwita & DR. Yanyan Mochamad Yani menyatakan bahwa:

"Studi tentang hubungan internasional banyak diartikan sebagai suatu studi tentang interaksi antar aktor yang melewati batas-batas negara. Terjadinya hubungan internasional merupakan suatu keharusan sebagai akibat adanya saling ketergantungan dan bertambah kompleksnya kehidupan manusia dalam masyarakat internasional sehingga interdependensi tidak memungkinkan adanya suatu negara yang menutup diri terhadap dunia luar“ (Perwita & Yani, 2005: 3-4).


(32)

32

Dalam perkembangannya, Hubungan internasional pada awalnya hanya mempelajari tentang interaksi antar negara-negara berdaulat saja. Namun, pada tahun-tahun berikutnya, ilmu Hubungan internasional menjadi semakin luas cakupannya. Pada masa Perang Dunia II dan pembentukan Persatuan Bangsa-Bangsa, ilmu hubungan internasional mendapatkan suatu dorongan baru. Kemudian pada tahun 1960-an dan 1970-an perkembangan studi hubungan internasional makin kompleks dengan masuknya aktor IGOs (International

Govermental Organizations) dan INGOs (International Non-Govermental

Organizations). Pada dekade 1980-an pola hubungan internasional adalah studi tentang interaksi antara negara-negara yang berdaulat di dunia, juga merupakan studi tentang aktor bukan negara yang perilakunya mempunyai pengaruh terhadap kehidupan negara-bangsa.

Berakhirnya Perang Dingin telah mengakhiri sistem bipolar dan berubah pada multipolar atau secara khusus telah mengalihkan persaingan yang bernuansa militer ke arah persaingan atau konflik kepentingan ekonomi di antara negara-negara di dunia. Pasca Perang Dingin, isu-isu hubungan internasional yang sebelumnya lebih terfokus pada isu-isu high politics (isu politik dan keamanan) meluas ke isu-isu low politics (isu-isu HAM, ekonomi, lingkungan hidup, terorisme).


(33)

Menurut DR. Anak Agung Banyu Perwita & DR. Yanyan Mochamad Yani dalam bukunya Pengantar Ilmu Hubungan Internasional menyatakan bahwa:

"Dengan berakhirnya Perang Dingin dunia berada dalam masa transisi. Hal itu berdampak pada studi Hubungan Internasional yang mengalami perkembangan yang pesat. Hubungan Internasional kontemporer tidak hanya memperhatikan politik antar negara saja, tetapi juga subjek lain meliputi terorisme, ekonomi, lingkungan hidup, dan lain sebagainya. Selain itu, Hubungan Internasional juga semakin kompleks. Interaksi tidak hanya dilakukan negara saja, melainkan juga aktor-aktor lain, yaitu, aktor non-negara juga memiliki peranan yang penting dalam Hubungan Internasional” (Perwita & Yani, 2005: 7-8).

2.2 Paradigma Pluralis (Pluralism)

Paradigma bisa diartikan sebagai aliran pemikiran yang memiliki kesamaan asumsi dasar tentang suatu bidang studi, termasuk kesepakatan tentang kerangka konseptual, petunjuk metodelogis dan teknik analisis. Paradigma berfungsi untuk menentukan masalah-masalah mana yang penting untuk diteliti, menunjukkan cara bagaimana masalah itu harus dikonseptualisasikan, metode apa yang cocok untuk penelitian dan bagaimana cara menginterpretasikan hasil penelitian. Selain itu, paradigma juga berfungsi untuk menentukan batas-batas ruang lingkup suatu disiplin atau kegiatan keilmuan dan menetapkan ukuran untuk menilai keberhasilan disiplin tersebut (Mas’oed, 1990:8).

Pluralis merupakan salah satu perspektif yang berkembang pesat. Kaum pluralis memandang hubungan internasional tidak hanya terbatas pada hubungan antar negara saja, tetapi juga merupakan hubungan antar individu dan kelompok kepentingan dimana negara tidak selalu sebagai aktor utama dan aktor tunggal.


(34)

34

1. Aktor-aktor non-negara adalah entitas penting dalam hubungan internasional yang tidak dapat diabaikan, contohnya Organisasi internasional baik yang pemerintahan maupun non-pemerintahan, aktor transnasional, kelompok-kelompok bahkan individu.

2. Negara bukanlah aktor unitarian, melainkan ada aktor-aktor lainnya yaitu individu-individu, kelompok kepentingan dan para birokrat.

3. Menentang asumsi realis yang menyatakan negara sebagai aktor rasional, dimana pluralis menganggap pengambilan keputusan oleh suatu negara tidak selalu didasarkan pada pertimbangan yang rasional, akan tetapi demi kepentingan-kepentingan tertentu.

4. Agenda dalam Politik Internasional adalah luas, pluralis menolak bahwa ide Politik Internasional sering didominasi dengan masalah militer. Agenda Politik Luar Negeri saat ini sudah berkembang dan militer bukanlah satu-satunya hal yang paling utama, tetapi ada hal-hal utama lain didalam hubungan internasional seperti ekonomi dan sosial (Viotti dan Kauppi, 1990:215).

Kenyataan bahwa negara bukanlah satu-satunya aktor dalam hubungan internasional akan menimbulkan adanya interaksi dan saling ketergantungan. Saling ketergantungan tersebut lambat laun akan melahirkan kerjasama internasional yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu dengan memberikan keuntungan bagi semua pihak yang terlibat didalamnya.


(35)

2.3 Kerjasama Internasional

Kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan tersebut. Kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerjasama yang berguna (Cooley, 1930:176).

Dalam suatu kerjasama internasional bertemu berbagai macam kepentingan nasional dari berbagai negara dan bangsa yang tidak dapat dipenuhi didalam negaranya sendiri. Kerjasama internasional adalah sisi lain dari konflik internasional yang juga merupakan salah satu aspek dalam Hubungan Internasional. Isu utama dari Kerjasama Internasional yaitu berdasarkan pada sejauhmana keuntungan bersama yang diperoleh melalui kerjasama dapat mendukung konsepsi dari kepentingan tindakan yang unilateral dan kompetitif (Dougherty dan Graff, 1986:419).

Dengan kata lain, kerjasama internasional dapat terbentuk karena kehidupan internasional yang meliputi berbagai bidang, seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial, lingkungan hidup, kebudayaan, pertahanan dan keamanan. Hal tersebut memunculkan kepentingan yang beraneka ragam sehingga mengakibatkan berbagai masalah sosial. Untuk mencari solusi atas berbagai masalah tersebut, maka beberapa negara membentuk suatu kerjasama internasional.


(36)

36

Pengertian Kerjasama Internasional adalah:

“Kerjasama Internasional merupakan akibat dari adanya Hubungan Internasional dan karena bertambah kompleksnya kehidupan manusia didalam masyarakat internasional” (Kartasasmita, 1997:9).

Tujuan dari kerjasama internasional adalah untuk memenuhi kepentingan negara-negara tertentu dan untuk menggabungkan kompetensi-kompetensi yang ada sehingga tujuan yang diinginkan bersama dapat tercapai.

Kerjasama itu kemudian diformulasikan ke dalam sebuah wadah yang dinamakan organisasi internasional. Organisasi Internasional merupakan sebuah alat yang memudahkan setiap anggotanya untuk menjalin kerjasama dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan lain sebagainya (Plano dan Olton, 1979:271).

2.4 Organisasi Internasional

Organisasi Internasional dalam The International Relations Dictionary didefinisikan sebagai berikut:

A formal arrangement transcending national boundaries that provides for establishment of institutional machinery to facilitate cooperation among members in security, economic, social or related fields (suatu pengaturan formal yang melintasi batas-batas nasional yang menciptakan suatu kondisi bagi pembentukan perangkat institusional guna mendukung kerjasama diantara anggota-anggotanya dalam bidang keamanan, ekonomi, sosial dan bidang-bidang lainnya)” (Plano dan Olton, 1979:319). Pengaturan formal disini menunjukkan arti pentingnya aturan-aturan yang disepakati sebagai landasan kerjasama atau sebagai pedoman kerja bagi pihak-pihak yang tergabung didalam organisasi tersebut. Melintasi batas-batas nasional menggambarkan cakupan, jangkauan, wilayah kerja dan asal-usul kewarganegaraan atau kebangsaan dari pihak-pihak yang tergabung dalam


(37)

organisasi yang berskala nasional (hanya satu negara). Disini tidak dibedakan antar negara, pemerintah, kelompok atau individu.

Penciptaan kondisi bagi pembentukan perangkat institusional merupakan kelanjutan dari pengaturan formal yang bergerak ke arah penyusunan struktur, hubungan fungsional dan pembagian kerja yang secara keseluruhan membentuk suatu jaringan kerjasama yang lebih stable, durable dan cohesive dalam rangka memudahkan pencapaian tujuan bersama. Bidang kerjasama dan tujuan bersama dari pihak-pihak yang tergabung dalam organisasi terdiri dari bidang sosial, budaya, ekonomi, politik dan militer atau gabungan dari beberapa bidang tersebut secara keseluruhannya.

Berdasarkan definisi diatas, maka organisasi internasional kurang lebih harus mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

1. Kerjasama yang ruang lingkupnya melingkupi batas-batas negara. 2. Mencapai tujuan-tujuan yang disepakati bersama.

3. Mencakup hubungan antar pemerintah maupun non-pemerintah. 4. Struktur organisasi yang jelas dan lengkap.

5. Melaksanakan fungsi secara berkesinambungan

Beberapa syarat (kriteria) utama dalam membentuk suatu Organisasi Internasional, yaitu:

1. Tujuan dan maksud yang hendak dicapai merefleksikan adanya kesamaan kepentingan dari masing-masing anggota.

2. Pencapaian tujuan tersebut mencerminkan adanya partisipasi keterlibatan dari setiap negara anggota.


(38)

38

3. Adanya suatu kerangka institusional yang bersifat permanen, yang ditandai dengan adanya staf sekretariat yang tetap.

4. Organisasi Internasional dibentuk berdasarkan perjanjian multilateral internasional, yang didasarkan pada perjanjian internasional yang mengikat masing-masing anggotanya.

5. Organisasi Internasional wajib memiliki karakteristik yang sesuai dengan Hukum Internasional (Feld, Jordan dan Hurwitz, 1992:10).

Tipologi Organisasi Internasional dapat dimengerti melalui pengklasifikasian, yaitu:

1. Keanggotaan

Suatu organisasi harus terdiri dari dua atau lebih negara berdaulat yang sekalipun keanggotaanya tetap tidak tertutup bagi perwakilan suatu negara, misalnya menteri-menteri dalam pemerintahan suatu negara. 2. Tujuan

Suatu organisasi didirikan dengan tujuan untuk mencapai kepentingan bersama angota-anggotanya, tanpa adanya upaya untuk mengabaikan kepentingan anggota lainnya.

3. Struktur

Suatu organisasi harus memiliki struktur formal sendiri yang biasanya terwujud dalam perjanjian, misalnya seperti konstitusi. Struktur formal suatu organisasi haruslah terlepas dari kendali salah satu anggota, dalam arti suatu organisasi internasional harus bersifat otonomi (Archer, 1984:34-35).


(39)

Berdasarkan aktivitasnya, organisasi internasional dapat juga diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Organisasi Internasional yang melakukan aktivitas politik tingkat tinggi (High Politics). Dalam aktivitas politik tingkat tinggi termasuk didalamnya bidang diplomatik dan militer yang dihubungkan dengan keamanan dan kedaulatan.

2. Organisasi Internasional yang memiliki aktivitas politik tingkat rendah (Low Politics). Dalam aktivitas politik tingkat rendah adalah aktivitas dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya.

Selain mempunyai tujuan yang harus dipenuhi, setiap Organisasi Internasional harus mempunyai struktur formal tersendiri yang ditetapkan di dalam sebuah perjanjian. Bentuk struktur formal dari masing-masing Organisasi Internasional berbeda antara satu dengan yang lainnya (Archer, 1984:36). Struktur dimaknakan sebagai aspek formal dalam suatu organisasi yang merupakan perbedaan secara vertikal dan horizontal ke dalam tingkatan-tingkatan departemen dan kemudian secara formal merumuskan aturan, prosedur dan peranan. Setiap organisasi juga mempunyai fungsi yang ditetapkan untuk mencapai tujuannya. Fungsi dapat dimaknakan sebagai struktur yang menjalankan kegiatannya (Mas’oed, 1993:24).


(40)

40

Fungsi dari suatu organisasi internasional secara umum dan luas dapat dirumuskan sebagai berikut:

“Segala sesuatu yang harus dilakukan Organisasi Internasional secara keseluruhan agar tercapai tujuan-tujuan dari organisasi yang bersangkutan sebagaimana tercantum didalam konstitusinya” (Mandalagi, 1986:26). Struktur formal organisasi mempunyai fungsi-fungsi tertentu dan diimplementasikan menjadi peran yang berbeda-beda. Agar fungsi dari organisasi internasional dapat berjalan dengan baik, maka tiap organisasi internasional perlu menjalankan peranannya masing-masing di dalam hubungan internasional.

Fungsi dari Organisasi Internasional adalah sebagai berikut:

1. Artikulasi dan agregasi kepentingan nasional negara-negara anggota. 2. Menghasilkan norma-norma (rejim)

3. Rekrutmen 4. Sosialisasi

5. Pembuatan keputusan (Rule Making) 6. Penerapan keputusan (Rule Application)

7. Penilaian/penyelarasan keputusan (Rule Adjuntion) 8. Tempat memperoleh informasi


(41)

Terdapat dua kategori utama organisasi internasional, yaitu :

1. Organisasi Antar Pemerintah (International Governmental Organization/IGO)

IGO merupakan institusi yang beranggotakan pemerintah atau instansi pemerintah suatu negara secara resmi, yang mana kegiatannya berkaitan dengan masalah konflik, krisis dan penggunaan kekerasan yang menarik perhatian masyarakat Internasional. Anggotanya terdiri dari delegasi resmi pemerintah negara-negara. Contoh: PBB, World Trade Organization (WTO).

2. Organisasi Non Pemerintah (International Non-Governmental Organization/INGO)

INGO merupakan institusi yang terdiri atas kelompok-kelompok di bidang agama, kebudayaan, dan ekonomi. Anggotanya terdiri dari kelompok-kelompok swasta di bidang keilmuan, keagamaan, kebudayaan, bantuan teknik atau ekonomi dan sebagainya (Spiegel, 1995:408).

IGO dan INGO ini kemudian dibagi lagi menjadi dua dimensi, yaitu dimensi pertama adalah tujuan organisasi (secara umum dan khusus) dan dimensi kedua adalah keanggotaan (secara terbatas dan universal). Dengan menggunakan dua dimensi ini, IGO dan INGO dikategorikan berdasarkan:

1. Tujuan khusus dan keanggotaan terbatas

Organisasi Internasional disini hanya tertuju pada suatu bidang tertentu, seperti pendidikan, kesehatan, keamanan dan lain-lain. Kemudian


(42)

42

keanggotaannya terbatas pada sekelompok negara individu atau asosiasi tertentu.

Contoh: Asian Broadcasting Union, Pan America Health Organization. 2. Tujuan khusus dan keanggotaan universal

Keanggotaan organisasi internasional disini terbuka untuk seluruh negara, individu atau asosiasi manapun dan melaksanakan fungsi tertentu.

Contoh: World Health Organization (WHO), UNICEF, International Labour Organization (ILO).

3. Tujuan umum dan keanggotaan terbatas

Organisasi Internasional disini mempunyai tujuan dan fungsi di segala bidang dengan keanggotaan terbatas.

Contoh: Organization of African Unity, Liga Arab, European Union (EU). 4. Tujuan umum dan keanggotaan universal

Organisasi Internasional bergerak di berbagai bidang dengan keanggotaan terbuka.

Contoh: PBB (Jacobson, 1984:11-12).

UNAIDS merupakan organisasi antar pemerintah (IGO) yang mempunyai tujuan khusus pada suatu bidang tertentu dan keanggotaannya terbuka untuk seluruh negara, dalam artian tidak terbatas pada sekelompok negara tertentu.

2.4.1 Konsep Peranan dalam Organisasi Internasional

Peranan merupakan aspek dinamis. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannnya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu


(43)

peranan. Dari konsep peranan tersebut munculah istilah peran. Peran adalah seperangkat tingkat yang di harapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat. (Perwita dan Yani, 2005:29).

Peranan (role) dapat di artikan sebagai berikut:

“Perilaku yang di harapkan dari seseorang yang mempunyai status (Horton dan Hunt, 1987:132). Peranan dapat dilihat sebagai tugas atau kewajiban atas suatu posisi sekaligus juga hak atas suatu posisi. Peranan memiliki sifat saling tergantung dan berhubungan dengan harapan. Harapan-harapan ini tidak terbatas hanya pada aksi (action), tetapi juga termasuk harapan mengenai motivasi (motivation), kepercayaan (beliefs), perasaan (feelings), sikap (attitudes) dan nilai-nilai (values)” (Perwita dan Yani, 2005:30).

Teori peranan menegaskan bahwa perilaku politik adalah perilaku dalam menjalankan peranan politik. Teori ini berasumsi bahwa sebagian besar perilaku politik adalah akibat dari tuntutan atau harapan terhadap peran yang kebetulan dipegang oleh aktor politik. Seseorang yang menduduki posisi tertentu di harapkan akan berperilaku tertentu pula. Harapan itulah yang membentuk peranan (Mas’oed, 1989:45).

Mengenai sumber munculnya harapan tersebut dapat berasal dari dua sumber, yaitu:

1. Harapan yang dimiliki orang lain terhadap aktor politik

2. Harapan juga bisa muncul dari cara si pemegang peran menafsirkan peranan yang dipegangnya, yaitu harapannya sendiri tentang apa yang harus dan apa yang tidak boleh dilakukan, tentang apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan (Mas’oed, 1989:46-47).

Jadi, peranan dapat dikatakan sebagai pelaksanaan dari fungsi oleh struktur-struktur tertentu. Peranan ini tergantung juga pada posisi atau kedudukan


(44)

44

struktur itu dan harapan lingkungan sekitar terhadap struktur tadi. Peranan juga di pengaruhi oleh situasi dan kondisi serta kemampuan dari si pemeran.

Sejajar dengan negara, organisasi internasional dapat melakukan dan memiliki sejumlah peranan penting, yaitu:

1. Menyediakan sarana kerjasama diantara negara-negara dalam berbagai bidang dimana kerjasama tersebut memberikan keuntungan bagi sebagian besar ataupun keseluruhan anggotanya. Selain sebagai tempat dimana keputusan tentang kerjasama dibuat juga menyediakan perangkat administratif untuk menerjemahkan keputusan itu menjadi tindakan. 2. Menyediakan berbagai jalur komunikasi antar pemerintah negara-negara

sehingga dapat dieksplorasi dan akan mempermudah aksesnya apabila timbul masalah (Bennet,1995:3).

Pengertian lain dari peranan, yaitu:

“Orientasi atau konsepsi dari bagian yang dimainkan oleh suatu pihak dalam posisi sosialnya. Dengan peranan tersebut, para pelaku peranan individu atau organisasi akan berperilaku sesuai dengan harapan orang maupun lingkungannya. Dalam hal ini peranan menjalankan konsep melayani untuk menghubungkan harapan-harapan yang terpola dari orang lain atau lingkungan dengan hubungan dan pola yang menyusun struktur sosial” (Perwita dan Yani, 2005:31).

2.5 Isu Kesehatan dalam Dinamika Hubungan Internasional

Dinamika hubungan internasional pada satu dasawarsa terakhir ini menunjukkan berbagai kecenderungan baru yang secara substansial sangat berbeda dengan masa-masa sebelumnya, seperti berakhirnya Perang Dingin, mengemukanya isu-isu baru yang secara signifikan telah mengubah wajah dunia. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam hubungan internasional meliputi lima


(45)

bagian utama, yaitu aktor (pelaku Hubungan Internasional), tujuan para aktor, power, hirarki interaksi dan sistem internasional itu sendiri.

Perubahan pada aktor diindikasikan dengan perubahan (bertambah dan berkurangnya) jumlah dan sifat aktor hubungan internasional. Disamping terjadinya penambahan aktor (negara), terjadi pula penambahan secara signifikan pada jumlah aktor non-negara, seperti MNCs, IGO dan INGO.

Pada tahun 1909, hanya tercatat 37 IGO dan 176 NGO. Pada dekade 1960, jumlah IGO meningkat menjadi 154 dan NGO menjadi 1.255. Sementara diawal tahun 2003, jumlah aktor non-negara ini mengalami peningkatan menjadi 243 IGO dan 28.775 NGO. Dari angka-angka diatas terjadi peningkatan yang sangat tajam dari sisi kuantitas dan dalam beberapa kasus tertentu, peran aktor non-negara ini jauh lebih penting ketimbang aktor non-negara.

Di sisi lain, interaksi yang dihasilkan IGO dan NGO juga semakin rumit karena keterkaitan mereka dalam beragam isu yang begitu luas, seperti isu kesehatan dan salah satu isu kesehatan yang kini menjadi isu global adalah epidemi HIV/AIDS di Indonesia, khususnya di Jakarta merupakan ilustrasi rendahnya penyediaan dan perlindungan terhadap keamanan di Indonesia (Human Security). Konsep keamanan manusia, pada dasarnya merupakan pengembangan konsep keamanan yang selama ini dipahami dalam hubungan internasional. Secara etimologis konsep keamanan (security) berasal dari kata Latin securus (se + cura) yang bermakna terbebas dari bahaya, terbebas dari ketakutan (free from danger, free from fear). Kata ini juga bisa bermakna dari gabungan kata se (yang berarti tanpa/without) dan curus (yang berarti uneasiness). Dengan demikian, bila


(46)

46

digabungkan, kata ini bermakna liberation from uneasiness, or a peaceful situation without any risks or threats.

Selama ini konsep keamanan diyakini sebagai sebuah kondisi yang terbebas dari ancaman militer atau kemampuan suatu negara untuk melindungi negara-bangsa dari serangan militer eksternal. Namun, sejalan perkembangan-perkembangan yang begitu cepat dalam Hubungan Internasional, pemahaman konsep keamanan diperluas menjadi tidak hanya meliputi aspek militer dan aktor negara semata, tetapi mencakup aspek-aspek non-militer dan melibatkan aktivitas aktor non-negara.

Perluasan pemahaman konsep keamanan ini akan mencakup lima dimensi utama. Dimensi pertama, yang perlu diketahui dari konsep keamanan adalah the origin of threats. Bila pada masa perang dingin ancaman-ancaman yang dihadapi selalu dianggap dating dari pihak luar atau eksternal sebuah negara, maka pada masa kini ancaman-ancaman dapat berasal dari dalam negeri biasanya terkait isu-isu primordial dan isu-isu keterbatasan akses terhadap sumber daya ekonomi domestic, termasuk terbatasnya kemampuan terhadap pemenuhan kebutuhan dasar pangan.

Dimensi Kedua adalah the nature of threats. Secara tradisional, dimensi ini menyoroti ancaman yang bersifat militer, namun berbagai perkembangan nasional dan internasional terkini telah mengubah sifat ancaman menjadi jauh lebih rumit. Dengan demikian, persoalan keamanan menjadi lebih komprehensif karena menyangkut aspek-aspek lain seperti ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, bahkan isu-isu kesehatan masyarakat. Mengemukanya berbagai aspek itu


(47)

sebagai sifat-sifat baru ancaman yang berkolerasi kuat dengan dimensi ketiga, yakni changing response. Bila selama ini respon yang muncul adalah hanya tindakan kekerasan atau militer, isu-isu itu kini perlu diatasi dengan pendekatan non-militer. Dengan kata lain, pendekatan keamanan yang bersifat militeristik sepatutnya digeser oleh pendekatan-pendekatan non-militer seperti ekonomi, politik, hukum dan sosial budaya. Dimensi keempat, adalah changing responsibility of security, dimana dimensi berikut ini yang akan mengarahkan kita pada perlunya perluasan penekanan keamanan non-tradisional. Bagi para pengusung konsep keamanan tradisional, negara adalah “organisasi politik” terpenting yang berkewajiban menyediakan keamanan bagi seluruh warganya. Sementara itu, para penganut konsep keamanan manusia menyatakan, tingkat keamanan yang begitu tinggi akan amat bergantung pada seluruh interaksi.

Dan dimensi kelima adalah core values of security. Berbeda dengan kaum tradisional yang memfokuskan keamanan pada kemerdekaan nasional, kedaulatan, dan integritas territorial, kaum non tradisional melihat mengemukanya nilai-nilai baru dalam tataran individual maupun global yang perlu dilindungi. Nilai-nilai itu antara lain penghormatan pada hak asasi manusia, demokratisasi, perlindungan terhadap kesehatan manusia, lingkungan hidup dan memerangi kejahatan lintas batas perdagangan narkotika, dan teroris.

Rendahnya keamanan ekonomi sebagian besar masyarakat Indonesia, misalnya, berakibat rendahnya keamanan pangan dan kesehatan masyarakat seperti terjadi belakangan ini. Dengan demikian, keamanan manusia dapat dipahami sebagai kemampuan untuk mengatasi berbagai ancaman seperti


(48)

48

penyakit, malnutrisi, kelaparan, pengangguran, kriminalitas, konflik sosial, represi politik, dan degradasi lingkungan hidup.

Dari uraian itu dapat disimpulkan, konsep, isu, maupun agenda keamanan patut dijawab secara multidimensional. Pemahaman menyeluruh terhadap konsep keamanan manusia dan alternatif penyelesaian berbagai masalah keamanan tidak cukup hanya dengan menggunakan pendekatan militer, tetapi perlu mengintegrasikan berbagai pendekatan lain dan melibatkan seluruh komponen, baik lokal, nasional, maupun internasional.

Dengan demikian, dalam kondisi kekinian, ada empat elemen penting yang harus diperhatikan dari konsep keamanan manusia. Pertama, keamanan manusia tak lagi hanya didominasi komponen militer. Kedua, keamanan manusia merupakan produk kebijakan yang dihasilkan beragam aktor (negara maupun non-negara). Ketiga, keamanan manusia mensyaratkan interaksi yang bersifat interdependen yang dihasilkan baik dari tataran lokal, nasional, regional, maupun global (Perwita dan Yani, 2005:123-126).


(49)

49 3.1 Latar Belakang UNAIDS

Masalah HIV/AIDS bukan hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi juga terjadi di hampir seluruh negara di dunia, terutama di negara-negara sedang berkembang yang mempunyai faktor-faktor penyebaran virus HIV/AIDS yang tinggi. Dalam permasalahan ini, PBB turut mengambil bagian secara aktif dengan dibentuknya UNAIDS yang mempunyai tugas pokok dan fungsi menangani masalah HIV/AIDS.

Sejak tahun 1986, WHO memiliki tanggung jawab utama terhadap HIV/AIDS di dalam PBB yaitu memberikan bantuan kepada negara-negara untuk membentuk program-program AIDS nasional yang lebih dibutuhkan. Dalam rangka menghadapi tantangan yang semakin mendesak karena penyebaran HIV semakin memburuk dan mempunyai dampak terhadap segala aspek kehidupan manusia, sosial serta pertumbuhan ekonomi, sehingga membentuk munculnya satu kepentingan yang membutuhkan usaha PBB yang lebih besar.

Sehubungan dengan tantangan yang ada, pada tahun 1994, PBB mendirikan UNAIDS yang mulai diluncurkan pada Januari 1996 dengan melibatkan 10 organisasi untuk bergabung menjadi pendukung program-program gabungan PBB terhadap HIV/AIDS. (http://www.unaids.org,why unaids, diakses pada tanggal 29 Mei 2010).


(50)

50

UNAIDS berpedoman pada Programme Coordinating Board (PCB) yang terdiri dari perwakilan 22 pemerintah dari seluruh dunia, perwakilan dari para kosponsor dan 5 perwakilan dari NGO, termasuk asosiasi korban penderita HIV/AIDS. UNAIDS merupakan badan PBB pertama yang mengikutsertakan NGO dalam badan pemerintahannya.

UNAIDS merupakan IGO yang bernaung di bawah PBB yang menangani permasalahan HIV/AIDS di seluruh dunia, dengan logo pita merah (red ribbon) didirikan berdasarkan Resolution of The United Nations Economic and Social Council (ECOSOC) pada bulan Desember tahun 1994. (http://www.unaids.org, diakses pada tanggal 29 Mei 2010). UNAIDS sendiri didirikan berdasarkan kreasi Dr. Peter Piot (Direktur Eksekutif UNAIDS) dan di bawah Sekretaris Jendral PBB. Dengan melakukan kerjasama dengan UNAIDS, para kosponsor dapat lebih memperluas jangkauannya melalui kerjasama strategi dengan badan PBB lainnya, negara, badan hukum, media, organisasi-organisasi keamanan, kelompok masyarakat yang terinfeksi HIV/AIDS dan NGO baik dalam lingkup regional maupun negara.

Alasan kosponsor bergabung atau menjadi kosponsor utama UNAIDS, adalah:

1. Perlunya respon terhadap epidemik yang telah menyebar, tidak hanya pada aspek kesehatan namun juga pembangunan ekonomi.

2. Perlunya koordinasi yang lebih baik dalam sistem PBB untuk mendukung dan membantu negara-negara di dunia.


(51)

UNAIDS memiliki 5 bidang fokus untuk respon yang lebih efektif terhadap HIV/AIDS:

1. Menggerakkan kepemimpinan dan advokasi untuk aksi yang lebih efektif terhadap epidemik.

2. Menyediakan informasi dan kebijakan strategis untuk mengawasi upaya-upaya dalam penanggulangan HIV/AIDS di seluruh dunia. 3. Melacak, pengawasan dan evaluasi dari epidemik, sumber-sumber

terdepan dari seluruh dunia yang berhubungan dengan analisa dan data epidemik.

4. Menjalin kerjasama dengan masyarakat dan mengembangkan kemitraan.

5. Menggerakkan sumber daya manusia, keuangan, dan teknis untuk mendukung respon yang tepat guna.

3.2 Misi, Tujuan, Strategi UNAIDS 3.2.1 Misi

Sebagai pendukung utama dari aksi seluruh dunia menanggulangi HIV/AIDS, UNAIDS mempunyai misi global yaitu mengarahkan, memperkuat dan mendukung tanggapan terhadap wabah penyakit tersebut yaitu dengan:

1. Mencegah penyebaran HIV/AIDS

2. Memberikan perhatian dan dukungan bagi mereka yang terinfeksi penyakit tersebut.


(52)

52

3. Mengurangi kerentanan terhadap penyakit tersebut bagi setiap individu dan komunitas HIV/AIDS

4. Mengurangi dampak sosial, ekonomi dan kemanusiaan terhadap wabah penyakit tersebut.

3.2.2 Tujuan

UNAIDS bertujuan untuk membangun dan mendukung respon yang lebih besar terhadap epidemik, berkaitan dengan upaya dari berbagai pihak dan kemitraan dengan pemerintah dan masyarakat.

3.2.3 Strategi

Salah satu isi deklarasi komitmen Sidang Umum PBB mengenai HIV/AIDS tanggal 25 Juli 2001 adalah menghargai peran kepemimpinan atas kebijakan dan koordinasi HIV/AIDS di dalam sistem PBB, yakni Badan Koordinasi Program UNAIDS. (Depkes, Deklarasi Komitmen Sidang Umum PBB tentang HIV/AIDS. Krisis Global, oktober 2001, hal 16).

Dengan memperhatikan pengesahannya tentang program strategi global untuk HIV/AIDS yang membantu negara anggota dan masyarakat terkait sebagaimana mestinya di dalam pengembangan strategi HIV/AIDS. Secara khusus, hal ini menganjurkan adanya upaya dari pemerintah dengan partisipasi penuh dan aktif dari masyarakat, kalangan bisnis dan sektor lainnya, melalui:


(53)

1. Membangun dan menguatkan mekanisme yang menyertakan masyarakat termasuk organisasi yang berdasarkan kepercayaan, sektor privat dan orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) di segala tingkatan.

2. Menguatkan dan mendukung organisasi lokal dan nasional untuk mengembangkan dan menjalin kemitraan, koalisi dan jaringan regional. 3. Keikutsertaan penuh dari ODHA, mereka yang di dalam grup rawan ini

sangat beresiko, terutama anak muda. Menekankan pada isu stigma dan diskriminasi juga. (unaids.Partnership:working together on aids, hal 04, mei 2002).

Fokus utama dari UNAIDS adalah untuk memperkuat kapabilitas nasional dalam menghadapi epidemik HIV/AIDS ini. UNAIDS mempunyai peranan yang saling memperkuat dalam aktivitas UNAIDS di tingkat negara, antar negara maupun di tingkat regional, yaitu:

1. Policy Development and Research

Bertujuan untuk mengidentifikasikan, membangun dan menjadi sumber utama di dalam penelitian pada skala internasional.

2. Techinal Support

Menyelidiki penyebab dan menyediakan bantuan teknis untuk memperkuat kapabilitas nasional dalam memperkuat respon terhadap HIV/AIDS.


(54)

54

3. Advocacy

Sebagai pelopor yang memulai respon yang komprehensif dari berbagai sector dan didukung dengan bantuan teknis dan strategis yang baik serta akan disediakan sumber yang memadai.

4. Coordination

Bertujuan mengkoordinasikan dan merasionalisasikan kegunaan-kegunaan dari para sponsor dan badan PBB lain dalam mendukung usaha mengurangi epidemik.

3.3 Keanggotaan UNAIDS

UNAIDS ini bisa beranggotakan badan-badan baik di dalam keanggotaan PBB maupun di luar keanggotaan PBB yang memfokuskan dirinya kepada masalah HIV/AIDS. Selain itu, bisa juga terdiri dari organisasi atau LSM dari tingkat regional maupun nasional. Keanggotaannya juga tidak menutup kemungkinan bahwa pemerintah suatu negara ataupun pihak swasta bisa turut bergabung di dalamnya. Secara garis besar, sifat keanggotaan dari UNAIDS ini bersifat terbuka dan sukarela, dimana siapapun dapat bergabung dalam anggotanya, baik dalam memberikan bantuan teknis maupun bantuan materiil.

3.4 Pendanaan UNAIDS

Dengan adanya anggaran tahunan sebesar 60 juta US $ dan 129 Profesional staff, UNAIDS merupakan suatu program sederhana yang sangat efektif dengan dampak yang substansial, hal ini dikarenakan UNAIDS berperan


(55)

sebagai penghubung dan mengkoordinasikan segala aksi melawan penyebaran HIV/AIDS. Pada tahun 2003, lebih dari 118,5 juta Dollar AS telah diterima dari 30 pemerintah, organisasi dermawan, individu-individu dari seluruh dunia dan lainnya. Donor terbesar berasal dari Belanda yang diikuti Norwegia, AS, Swedia, Inggris Raya dan Jepang. Di tahun 2004, 35 pemerintah telah memberikan kontribusi kepada UNAIDS. Pendanaan internasional dan domestik untuk AIDS telah tumbuh dari jutaan menjadi milyaran dalam dekade terakhir ini. Akhir tahun 2007, pendanaan untuk AIDS diperkirakan berada di angka bawah 10 Milyar Dollar Amerika. (http://www.unaids.org/en/country responses/making/the money work/threeones/, diakses pada tanggal 28 Mei 2010).

3.5 Mekanisme Kerja UNAIDS

UNAIDS sebagai organisasi internasional yang mengkhususkan diri untuk menanggulangi permasalahan HIV/AIDS di seluruh dunia mempunyai mitra kerjasama yang berasal dari berbagai kalangan. Untuk mengkoordinir dan mengakomodasi semua program atau kegiatan dan perencanaan yang dibuat oleh UNAIDS, maka UNAIDS mempunyai mekanisme kerja yang terbagi ke dalam struktur organisasi, dimana disetiap bagiannya mengemban tugas dan tanggung jawab yang saling berkaitan. Bagian-bagian dalam struktur organisasi UNAIDS adalah:


(56)

56

3.5.1 Secretariat

UNAIDS memiliki sebuah sekretariat yang berpusat di Jenewa, Swiss. Sekretariat UNAIDS berperan sebagai koordinator untuk segala aktifitas UNAIDS.(http://www.unaids.org/en/AboutUNAIDS/Secretariat/default.asp&prev =, diakses pada tanggal 29 Mei 2010).

Sekretariat UNAIDS beroperasi sebagai katalisator dan koordinator aksi terhadap HIV/AIDS dibanding sebuah badan atau organisasi pelaksana, fungsinya adalah:

1. Facilitation = Staff UNAIDS mengkoordinasikan dan mengefektifkan usaha-usaha yang dilakukan oleh para kosponsor dan badan-badan PBB lainnya dalam melawan HIV/AIDS.

2. Best Practice = Sekretariat UNAIDS membantu pembuat kebijakan-kebijakan dan strategi yang berkaitan dengan epidemik ini, mengacu pada pengalaman yang telah berhasil dilakukan oleh negara-negara lain.

3. Advocacy = Dalam tingkat internasional, staff UNAIDS bertugas untuk mempromosikan kegunaan “Best Practice”. Selain itu mereka juga berupaya menyatukan negara-negara donor, sector swasta, NGO dan juga masyarakat yang hidup dengan HIV/AIDS untuk melawan HIV/AIDS.

4. Trafficking the epidemic = Pusat yang mengumpulkan, menganalisa dan menyebarluaskan informasi mengenai epidemik ini dan apa saja yang telah dilakukan untuk menanggulanginya.


(1)

x BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan……….. 127

5.2 Saran……… 128

5.2.1 Saran Praktis……….. 128


(2)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Waktu Penelitian……….. 28 Tabel 3.1 Kasus virus HIV/AIDS pada tahun 2003 dari enam yang

masuk dalam epidemi konsentrasi………. 73 Tabel 4.1 Jumlah Kumulatif kasus virus HIV/AIDS pada periode


(3)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Galih Erlangga

2. Tempat dan Tanggal Lahir : Kuningan, 04 September 1986 3. Nomor Induk Mahasiswa : 44305810

4. Program Studi : Ilmu Hubungan Internasional 5. Jenis Kelamin : Laki-laki

6. Kewarganegaraan : Indonesia 7. Agama : Islam

8. Alamat : Jl. Nusa Indah Raya 210, Perumnas Ciporang, Kuningan 9. No. Telpon : 085722720400

10. Berat Badan : 48 Kg 11. Tinggi Badan : 170 Cm 12. Status Marital : Tidak Kawin 13. Orang Tua:

a. Nama Ayah : Darmadi Djunaedi Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil

Alamat : Jl. Nusa Indah Raya 210, Perumnas Ciporang, Kuningan b. Nama Ibu : Dina Musyawarati

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil

Alamat : Jl. Nusa Indah Raya 210, Perumnas Ciporang, Kuningan

Bandung, Agustus 2010


(4)

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin,

Dengan rahmat Allah S.W.T. yang telah memberikan petunjuk, bimbingan, dan perkenannya, akhirnya peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) Bandung, dengan judul skripsi “Peranan United Nations Joint Programme on HIV/AIDS di Jakarta”. Shalawat serta salam senantiasa dilimpahkan pada Nabi Muhammad S.A.W. Serta Kitab Suci Al Qur’an yang selalu menjadi pedoman bagi hidup peneliti.

Penelitian skripsi ini banyak mendapat bantuan, kritik, dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak. Oleh karena itu peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini, terima kasih peneliti haturkan kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto., M.Sc, selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM).

2. Pembantu Rektor III Bidang Kemahasiswaan, Ibu Dr. Hj. Aelina Surya. 3. Bapak Prof. Dr. J.M. Papasi, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik (FISIP) UNIKOM.

4. Pembimbing utama, Bapak Andrias Darmayadi., S.IP., M.Si dan juga selaku Ketua Prodi Ilmu Hubungan Internasional (HI) UNIKOM. Terima kasih atas semua saran dan bimbingannya kepada peneliti selama penyusunan


(5)

v

skripsi ini. Dan juga kesabaran beliau dalam mendidik peneliti selama kuliah.

5. Dosen tetap HI UNIKOM, Ibu Yesi Marince., S.IP, Ibu Dewi Triwahyuni., S.IP., M.Si, Bapak Budi Mulyana., S.IP dan Ibu Sylvia Octa Putri., S.IP. serta seluruh dosen Luar Biasa Jurusan HI UNIKOM, terima kasih atas segala bimbingan dan berbagi pengetahuannya tentang ilmu ke-HI-an selama ini.

6. Kesektariatan Jurusan HI UNIKOM, Dwi Endah Susanti., SE, yang banyak membantu dalam hal penyelesaian kelengkapan administrasi.

7. Kedua orang tua peneliti, papah dan mamah. Terima kasih untuk seluruh kasih sayang tulus dan do’a yang selalu menyertai peneliti dalam menyusun skripsi ini. Serta terima kasih juga atas semua nasihat dan dukungan baik moril maupun materil.

8. Ang Yogi, Teh Ega dan Gilang, kakak dan adik peneliti, yang senantiasa mendukung peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Nenek-nenekku di Kuningan, yang senantiasa memberikan motivasi kepada peneliti.

10. A Didit dan Teh Pupuy, kakak ipar peneliti, yang sudah berbaik hati karena suka memberi tumpangan ke kampus hampir tiap pagi, dan kadang meminjamkan laptopnya kepada peneliti, serta sudah membantu mendapatkan bahan skripsi.

11. Sari dan Victa yang sudah berbaik hati meminjamkan buku-buku HI-nya, karena buku-buku tersebut membantu banyak dalam peyusunan skripsi ini.


(6)

vi

12. Keponakan-keponakanku yang kelucuannya sudah membuat peneliti semangat dan menebar kegembiraan kepada penulis.

13. Sahabat-sahabat kosan, Guruh, Arif, Egi, Jawa, Kudel, Panjul, Bili, Ari, Dian, Angga, Adi dan lain-lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih buat kebersamaan yang telah terjalin selama ini. Sebuah persahabatan sejuta kenangan.

14. Pacarku, yang bernama Entri dan kedua orangtuanya, teman paling dekat di hati ini, terima kasih atas supportnya kepada peneliti. Makasih juga buat semua cerita-cerita yang telah memberikan motivasi kepada peneliti.

15. Angga Toni, teman sekelas sekaligus tetangga rumah. Makasih buat bantuannya yang sudah membenarkan komputer peneliti kalau lagi kena virus. Makasih juga buat tumpangan ke kampusnya.

16. Teman-teman seperjuangan skripsi HI-05 lainnya, Sari, Ika, Rendi, Rama, Fuqoha, Nirwan, Erika serta semua anak HI-04 Astuti, Dewan, Wisnu, Andi, Udjo, Anggi, Vita, Adi, Asep, Shaozinha, Mosel. Dan juga semua teman-teman HI UNIKOM, Nurul, Arlinda, Nando, Hestu, Widi, Angelina, dan lain-lain serta kakak dan adik kelas, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih buat segala keceriaan dan kebersamaan yang kalian berikan untuk penulis selama masa kuliah.

Bandung, Agustus 2008