UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF

HUKUM LAUT
INTERNASIONAL
UNI TED NATI ONS CONVENTI ON ON
THE LAW OF THE SEA ( UNCLOS)

Thomas Nugroho, S.Pi, M.Si

PENGERTI AN NEGARA
Montevideo Convention on the Rights and
Duties of States 26 December 1933 ;
menyebutkan beberapa unsur suatu negara
sebagai subjek hukum Internasional :

 permanent population;
 a defined territory;
 a Government; and
 a capacity to enter into relations with other
States.

WI LAYAH LAUT I NDONESI A
 Prinsip hukum int ernasional ut i possidet is juris,

wilayah Indonesia adalah wilayah bekas kekuasaan
Hindia Belanda.
 UU Kolonial Belanda : St aat blad t ahun 1939 No. 442
mengenai ’Territ oriale Zee en Marit ieme Kringen
Ordonant ie’ (Ordonansi Laut Terit orial dan
Lingkungan Marit im).
 Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957.
 Konvensi Hukum Laut PBB ke 3 1982 (Unit ed Nat ions
Convent ion on t he Law of t he Sea/UNCLOS ’82).
 UU No 5 Tahun 1983 : ZEE Indonesia.
 UU No 17 Tahun 1985 : Rat ifikasi UNCLOS 3 1982

Lanj ut an. . .
 UU No 6 Tahun 1996 ttg Perairan Indonesia,
 UU No 43 Tahun 2008 ttg Wilayah Negara,
 UU No 21 Tahun 2009 ttg Persetujuan
pelaksanaan ketentuan-ketentuan UNCLOS 3
(1982) ttg konservasi dan Pengelolaan
sediaan ikan yang beruaya terbatas Dan
sediaan ikan yang beruaya jauh,


LATAR BELAKANG SEJARAH
HUKUM LAUT I NTERNASI ONAL
1. Penemuan Benua baru pada Abad 15 dan 16

memerlukan bat as-bat as wilayah yang jelas
ant ara kekuasaan Spanyol dan Port ugis,


Bart holomeu Diaz berlayar ke Tanjung Harapan 1486



Christ opher Columbus menemukan Bahama 1492



Vasco Da Gama berlayar ke Hindia Tikur melalui
Tanjung Harapan 1497


2. Perjanjian Tordesilas ant ara Raja Spanyol dan

Raja Port ugis 1506

Lanj ut an. . . .
Pemikiran ahli filsafat klasik

3.






Grot ius dalam karyanya De iure Belli Ac Pacis (1625),
t erkenal dengan konsepnya MARE LIBERUM yait u
asas kebebasan laut (freedom of t he sea), t erdapat 2
konsep Dominion dan Imperium,
Samuel Pufendorf dalam karyanya De iure Nat urae
et Gent ium (1672) : dasar klaim kepemilikan

perikanan pant ai,
John Selden (1584-1654), konsep MARE CLAUSUM
yait u laut dapat dimiliki,
Cornelius van Bynkershoek dalam karyanya De
Dominion Maris Disert at io : Asimilasi wilayah darat an
dengan laut yang t ersambung dengan pant ai,
gagasannya Kedaulat an negara berakhir sampai
sejauh jangkauan t embakan meriam (awal dokt rin
laut t erit orial).

Lanj ut an. . . .
Larangan Raja Inggris 1 (1609) : melarang
orang asing menangkap ikan di sepanjang
pant ai Inggris dan Irlandia; pada saat yang
sama negara-negara Eropa melakukan klaim
at as laut di sekit ar negaranya.
4. Konferensi Kodifikasi Den Haag 1930 dalam
naungan Liga Bangsa-Bangsa;
 membahas laut t erit orial
 Dihadiri 47 negara

 Tidak t ercapai kesepakat an bat as luar laut
3.

t erit orial dan hak penangkapan ikan pada zona
t ambahan.

UNCLOS 1
1.
2.
3.

Resolusi Majelis Umum PBB No 1105 (XI) 21 Februari 1957,
Diselenggarakan di Genewa 24 Februari – 27 April 1958,
dihadiri 86 negara,
Kesepakatan yang dihasilkan;
 Konvensi tentang laut teritorial dan jalur tambahan
(convention on the territorial sea and contiguous zone) 
belum ada kesepakatan dan diusulkan dilanjutkan di
UNCLOS II,
 Konvensi tentang laut lepas (convention on the high seas)


Kebebasan pelayaran

Kebebasan menangkap ikan

Kebebasan meletakkan kabel di bawah laut dan
pipa-pipa

Kebebasan terbang di atas laut lepas

Konvensi tentang perikanan dan perlindungan sumbersumber hayati di laut,

Konvensi tentang landas.

UNCLOS 2
 Pada 17 Maret – 26 April 1960  UNCLOS II,
membicarakan tentang lebar laut teritorial
dan zona tambahan perikanan, namun masih
mengalami kegagalan untuk mencapai
kesepakatan, sehingga perlu diadakan

konferensi lagi.

UNCLOS 3
 Dit anda t angani oleh 117 negara t ermasuk
Indonesia dan 2 sat uan bukan negara di
Mont ego Bay, Jamaica pada 10 Desember 1982,
 Telah dirat ifikasi oleh 149 negara,
 Berisi mengenai penet apan bat as-bat as t erluar
dan garis bat as ant ar negara dari berbagai zona
marit im sepert i: Perairan Dalam, Laut t erit orial,
Selat , ZonaTambahan, Zona Ekonomi Eksklusif,
Landas Kont inen, Laut Bebas/Lepas, dan
Kawasan.

I st i l ah Negar a dal am UNCLOS 3
1.
2.

Coast al St at e (Negara Pant ai), semua bent uk negara
yang memiliki pant ai, t ermasuk Negara Kepulauan.

Archipelagic St at e,
 Suat u Negara yang seluruhnya t erdiri dari sat u at au
lebih gugusan kepulauan dan dapat mencakup pulaupulau lain.
 gugusan kepulauan berart i suat u gugusan pulaupulau t ermasuk bagian pulau, perairan diant ara
gugusan pulau-pulau t ersebut dan lain-lain wujud
alamiah yang hubungannya sat u sama lainnya
demikian erat nya sehingga gugusan pulau-pulau,
perairan dan wujud alamiah lainnya t ersebut
merupakan suat u kesat uan geografi dan polit ik yang
hakiki, at au secara hist oris t elah dianggap sebagai
sat u kesat uan demikian.

Lanj ut an. . . .
4.

Landlocked State, Negara Tak Berpantai, sudah tentu tidak
termasuk dalam Coastal States.

5.


Geographical Disadvantage State
Artinya negara yang secara geografis tak beruntung,
termasuk Negara pantai yang berbatasan dengan laut
tertutup atau setengah tertutup, yang letak geografisnya
membuatnya tergantung pada eksploitasi sumber kekayaan
hayati zona ekonomi eksklusif Negara lain di sub-region atau
region untuk persediaan ikan yang memadai bagi keperluan
gizi penduduknya.

6.

Flag State
Semua kapal wajib memiliki kebangsaan kapal. Hal ini selain
menyangkut status hukum“ teritori” di atas kapal, juga
menyangkut pertanggunganjawab negara dalam
penyelenggaraan keamanan pelayaran, serta pelaksanaan
hukum laut.

Lanj ut an. . . .
6. Port St at e

Apabila suat u kendaraan air secara sukarela berada di
suat u pelabuhan at au berada pada suat u t erminal lepas
pant ai suat u Negara, maka Negara it u dapat
mengadakan pemeriksaan dan dimana t erdapat bukt ibukt i yang cukup kuat , mengadakan penunt ut an
berkenaan dengan set iap pelepasan dari kendaraan air
t ersebut di luar perairan pedalaman, laut t erit orial at au
zona ekonomi eksklusif dari Negara it u yang melanggar
ket ent uan-ket ent uan dan st andar-st andar int ernasional
yang berlaku dan dit ent ukan melalui organisasiorganisasi int ernasional yang kompet en at au konperensi
diplomat ik yang umum.

I st i l ah Wi l ayah Laut
1. Laut Teritorial / Territ orial Wat ers
2. Archipelagic Waters
3. Economic Exclusive Zone
4. Continental Shelf
5. High Seas

Laut Ter i t or i al
1. Sovereign authority

2. Breadth & Measurement
3. Rights of Ships (innocent passage/lintas
damai)
4. Rights and jurisdiction of coastal state

Sover ei gn aut hor i t y
 Kedaulat an suat u Negara pant ai, selain wilayah
darat an dan perairan pedalamannya dan, dalam
hal suat u Negara kepulauan, perairan
kepulauannya, meliput i pula suat u jalur laut yang
berbat asan dengannya dinamakan laut t erit orial.
 Kedaulat an ini meliput i ruang udara di at as laut
t erit orial sert a dasar laut dan t anah di bawahnya.
 Kedaulat an at as laut t erit orial dilaksanakan
dengan t unduk pada ket ent uan Konvensi ini dan
perat uran hukum int ernasional lainnya.

Br eadt h & Measur ement - basel i ne
 Setiap Negara berhak menetapkan lebar laut
teritorialnya hingga suatu batas yang tidak
melebihi 12 mil laut, diukur dari garis pangkal
yang ditentukan sesuai UNCLOS 1982
 Garis pangkal biasa untuk mengukur lebar
laut teritorial adalah garis air rendah
sepanjang pantai sebagaimana terlihat pada
peta skala besarnya yang diakui resmi oleh
Negara pantai tersebut.

Measurement s of Areas of Sea

Compet ences in Areas of t he

Ri ght s of Shi ps
Negara berpant ai at aupun Negara t ak berpant ai,
menikmat i hak lint as damai melalui laut t erit orial.
2. Lint as berart i navigasi melalui laut t erit orial unt uk
keperluan :
 melint asi laut t anpa memasuki perairan pedalaman
at au singgah di t empat berlabuh di t engah laut
(roadst ead) at au fasilit as pelabuhan di luar perairan
pedalaman; at au
 berlalu ke at au dari perairan pedalaman at au singgah
di t empat berlabuh di t engah laut (roadst ead) at au
fasilit as pelabuhan t ersebut .
1.

Lanj ut an. . .
 Lint as harus t erus menerus, langsung sert a secepat
mungkin. Namun demikian, lint as mencakup berhent i
dan buang jangkar, t et api hanya sepanjang hal t ersebut
berkait an dengan navigasi yang lazim at au perlu
dilakukan karena force majeure at au mengalami kesulit an
at au guna memberikan pert olongan kepada orang, kapal
at au pesawat udara yang dalam bahaya at au kesulit an.

Li nt as Damai
1. Lint as adalah damai sepanjang t idak merugikan bagi
kedamaian, ket ert iban at au keamanan Negara pant ai.
Lint as t ersebut harus dilakukan sesuai dengan ket ent uan
Konvensi ini dan perat uran hukum int ernasional lainnya.
2. Lint as suat u kapal asing harus dianggap membahayakan
kedamaian, ket ert iban at au Keamanan Negara pant ai,
apabila kapal t ersebut di laut t erit orial melakukan salah
sat u kegiat an sebagai berikut :
(a) set iap ancaman at au penggunaan kekerasan
t erhadap kedaulat an, keut uhan wilayah at au
kemerdekaan polit ik Negara pant ai, at au dengan cara
lain apapun yang merupakan pelanggaran asas hukum
int ernasional sebagaimana t ercant um dalam Piagam
Perserikat an Bangsa-Bangsa;

Lanj ut an. . .
(b) set iap lat ihan at au prakt ek dengan senjat a macam
apapun;
(c) set iap perbuat an yang bert ujuan unt uk mengumpulkan
informasi yang merugikan bagi pert ahanan at au
keamanan Negara pant ai;
(d) set iap perbuat an propaganda yang bert ujuan
mempengaruhi pert ahanan at au keamanan Negara
pant ai;
(e) peluncuran, pendarat an at au penerimaan set iap
pesawat udara di at as kapal;
(f) peluncuran, pendarat an at au penerimaan set iap
peralat an dan perlengkapan milit er;

Lanj ut an. . .
(g) bongkar at au muat set iap komodit i, mat a uang at au
orang secara bert ent angan dengan perat uran
perundangundangan bea cukai, fiskal, imigrasi at au
sanit er Negara Pant ai;
(h) set iap perbuat an pencemaran dengan sengaja dan parah
yang bert ent angan dengan ket ent uan Konvensi ini;
(i) set iap kegiat an perikanan;
(j) kegiat an riset at au survey;
(k) set iap perbuat an yang bert ujuan mengganggu set iap
sist em komunikasi at au set iap fasilit as at au inst alasi
lainnya Negara pant ai;
(l) set iap kegiat an lainnya yang t idak berhubungan
langsung dengan lint as.

Ri ght s and j ur i sdi ct i on of
coast al st at e
1. Negara pant ai dapat mengambil langkah yang diperlukan
dalam laut t erit orialnya unt uk mencegah lint as yang t idak
damai.
2. Negara pant ai, t anpa diskriminasi formil at au
diskriminasi nyat a di ant ara kapal asing, dapat
menangguhkan sement ara dalam daerah t ert ent u laut
t erit orialnya lint as damai kapal asing apabila
penangguhan demikian sangat diperlukan unt uk
perlindungan keamanannya, t ermasuk keperluan lat ihan
senjat a. Penangguhan demikian berlaku hanya set elah
diumumkan sebagaimana mest inya.

Ci vi l Jur i sdi ct i on i n Rel at i on
t o For ei gn Shi ps
1. Negara pant ai seharusnya t idak menghent ikan at au merobah
haluan kapal asing yang melint asi laut t erit orialnya unt uk t ujuan
melaksanakan yurisdiksi perdat a bert alian dengan seseorang
yang berada di at as kapal it u.
2. Negara pant ai t idak dapat melaksanakan eksekusi t erhadap at au
menahan kapal unt uk keperluan proses perdat a apapun, kecuali
hanya apabila berkenaan dengan kewajiban at au t anggung jawab
gant i rugi yang dit erima at au yang dipikul oleh kapal it u sendiri
dalam melakukan at au unt uk maksud perjalannya melalui
perairan Negara pant ai.
3. Ayat 2 t idak mengurangi hak Negara pant ai unt uk melaksanakan
eksekusi at au penangkapan sesuai dengan undangundangnya
dengan t ujuan at au guna keperluan proses perdat a t erhadap
suat u kapal asing yang berada di laut t erit orial at au melint asi laut
t erit orial set elah meninggalkan perairan pedalaman.

Cr i mi nal Jur i sdi ct i on on Boar d
a For ei gn Shi p
1. Yurisdiksi kriminal Negara pantai tidak dapat dilaksanakan di
atas kapal asing yang sedang melintasi laut teritorial untuk
menangkap siapapun atau untuk mengadakan penyidikan
yang bertalian dengan kejahatan apapun yang dilakukan di
atas kapal selama lintas demikian, kecuali dalam hal yang
berikut :
(a) apabila akibat kejahatan itu dirasakan di Negara pantai;
(b) apabila kejahatan itu termasuk jenis yang mengganggu
kedamaian Negara tersebut atau ketertiban laut wilayah;
(c) apabila telah diminta bantuan penguasa setempat oleh
nakhoda kapal oleh wakil diplomatik atau pejabat konsuler
Negara bendera; atau
(d) apabila tindakan demikian diperlukan untuk menumpas
perdagangan gelap narkotika atau bahan psychotropis.

Ar chi pel agi c basel i nes
1. Suat u Negara kepulauan dapat menarik garis pangkal
lurus kepulauan yang menghubungkan t it ik-t it ik t erluar
pulaupulau dan karang kering t erluar kepulauan it u,
dengan ket ent uan bahwa didalam garis pangkal
demikian t ermasuk pulau-pulau ut ama dan suat u daerah
dimana perbandingan ant ara daerah perairan dan daerah
darat an, t ermasuk at ol, adalah ant ara sat u berbanding
sat u dan sembilan berbanding sat u.
2. Panjang garis pangkal demikian t idak boleh melebihi 100
mil laut , kecuali bahwa hingga 3% dari jumlah seluruh
garis pangkal yang mengelilingi set iap kepulauan dapat
melebihi kepanjangan t ersebut , hingga pada suat u
kepanjangan maksimum 125 mil laut .

Lanj ut an. . .
3. Garis pangkal demikian tidak boleh ditarik ke dan dari elevasi

surut, kecuali apabila di atasnya telah dibangun mercu suar
atau instalasi serupa yang secara permanen berada di atas
permukaan laut atau apabila elevasi surut tersebut terletak
seluruhnya atau sebagian pada suatu jarak yang tidak
melebihi lebar laut teritorial dari pulau yang terdekat.
4. Garis pangkal yang ditarik sesuai dengan ketentuan pasal ini,
harus dicantumkan pada peta dengan skala atau skala-skala
yang memadai untuk menegaskan posisinya. Sebagai
gantinya, dapat dibuat daftar koordinat geografis titik-titik
yang secara jelas memerinci datum geodetik.
5. Negara kepulauan harus mengumumkan sebagaimana
mestinya peta atau daftar koordinat geografis demikian dan
harus mendepositkan satu salinan setiap peta atau daftar
demikian pada Sekretaris Jenderal Perserikatan BangsaBangsa.

Excl usi ve Economi c Zone
1. Specific legal regime – special nature
2. Breadth
3. Rights, jurisdiction of coastal state
4. Rights and duties of other states
5. Enforcement jurisdiction

Speci f i c l egal r egi me and
Br eadt h
 Zona ekonomi eksklusif adalah suatu daerah
di luar dan berdampingan dengan laut
teritorial, yang tunduk pada rejim hukum
khusus berdasarkan mana hak-hak dan
yurisdiksi Negara pantai dan hak-hak serta
kebebasan-kebebasan Negara lain,
 Zona ekonomi eksklusif tidak boleh melebihi
200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar
laut teritorial diukur.

Ri ght s, j ur i sdi ct i on and dut i es
of t he coast al St at e
1. Dalam zona ekonomi eksklusif, Negara pant ai
mempunyai :
(a) Hak-hak berdaulat unt uk keperluan eksplorasi dan
eksploit asi, konservasi dan pengelolaan sumber
kekayaan alam, baik hayat i maupun non-hayat i, dari
perairan di at as dasar laut dan dari dasar laut dan
t anah di bawahnya dan berkenaan dengan kegiat an
lain unt uk keperluan eksplorasi dan eksploit asi
ekonomi zona t ersebut , sepert i produksi energi dari
air, arus dan angin;

Lanj ut an. . . .
(b) Yurisdiksi dengan :

 pembuat an dan pemakaian pulau buat an, inst alasi
dan bangunan;

 riset ilmiah kelaut an;
 perlindungan dan pelest arian lingkungan laut ;
(c) Hak dan kewajiban lain sebagaimana dit ent ukan
dalam Konvensi ini.

Lanj ut an. . .
2. Di dalam melaksanakan hak-hak dan memenuhi
kewajibannya berdasarkan Konvensi ini dalam
zona ekonomi eksklusif, Negara Pant ai harus
memperhat ikan sebagaimana mest inya hak-hak
dan kewajiban Negara lain dan harus bert indak
dengan suat u cara sesuai dengan ket ent uan
Konvensi ini.
3. Hak-hak yang t ercant um dalam pasal ini
berkenaan dengan dasar laut dan t anah di
bawahnya harus dilaksanakan sesuai dengan
Bab VI (Cont inent al Shelf).

Ri ght s and dut i es of ot her
St at es
1. Di zona ekonomi eksklusif, semua Negara, baik Negara
berpant ai at au t ak berpant ai, menikmat i, dengan t unduk
pada ket ent uan yang relevan Konvensi ini, kebebasan
kebebasan pelayaran dan penerbangan, sert a kebebasan
melet akkan kabel dan pipa bawah laut yang disebut
dalam pasal 87 (Laut Lepas) dan penggunaan laut lain
yang sah menurut hukum int ernasional yang bert alian
dengan kebebasan-kebebasan ini, sepert i penggunaan
laut yang berkait an dengan pengoperasian kapal,
pesawat udara, dan kabel sert a pipa di bawah laut , dan
sejalan dengan ket ent uan-ket ent uan lain Konvensi ini.

Lanj ut an. . .
2. Pasal 88 (pencadangan laut lepas utk maksud damai)
sampai 115 dan ketentuan hukum internasional lain
yang berlaku diterapkan bagi zona ekonomi eksklusif
sepanjang tidak bertentangan dengan Bab ini.
3. Dalam melaksanakan hak-hak memenuhi
kewajibannya berdasarkan Konvensi ini di zona
ekonomi eksklusif, Negaranegara harus
memperhatikan sebagaimana mestinya hak-hak dan
kewajiban Negara pantai dan harus mentaati
peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh
Negara pantai sesuai dengan ketentuan Konvensi ini
dan peraturan hukum internsional lainnya sepanjang
ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan
ketentuan Bab ini.

Enf or cement of l aws and r egul at i ons
of t he coast al St at e
1. Negara pant ai dapat , dalam melaksanakan hak
berdaulat nya unt uk melakukan eksplorasi, eksploit asi,
konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan hayat i di
zona ekonomi eksklusif mengambil t indakan demikian,
t ermasuk menaiki kapal, memeriksa, menangkap dan
melakukan proses peradilan, sebagaimana diperlukan
unt uk menjamin dit aat inya perat uran perundangundangan yang dit et apkannya sesuai dengan ket ent uan
Konvensi ini.
2. Kapal-kapal yang dit angkap dan awak kapalnya harus
segera dibebaskan set elah diberikan suat u uang jaminan
yang layak at au bent uk jaminan lainnya.

Lanj ut an. . .
3. Hukuman Negara pant ai yang dijat uhkan t erhadap
pelanggaran perat uran perundang-undangan
perikanan di zona ekonomi eksklusif t idak boleh
mencakup pengurungan, jika t idak ada perjanjian
sebaliknya ant ara Negara-negara yang
bersangkut an, at au set iap bent uk hukuman badan
lainnya.
4. Dalam hal penangkapan at au penahanan kapal asing
Negara pant ai harus segera memberit ahukan
kepada Negara bendera, melalui saluran yang t epat ,
mengenai t indakan yang diambil dan mengenai
set iap hukuman yang kemudian dijat uhkan.

Cont i nent al Shel f
1. Measuring & isobath rule
2. Rights of coastal state
3. Legal status of waters and airspace
4. Rights and freedoms of other states

Measur i ng & i sobat h r ul e
1. Landas kontinen suatu Negara pantai

meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya
dari daerah di bawah permukaan laut yang
terletak di luar laut teritorialnya sepanjang
kelanjutan alamiah wilayah daratannya
hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau
hingga suatu jarak 200 mil laut dari garis
pangkal darimana lebar laut teritorial diukur,
dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak
mencapai jarak tersebut.

Lanj ut an. . . .
2. Negara pant ai akan menet apkan pinggiran luar t epian
kont inen dalam hal t epian kont inen t ersebut lebih lebar
dari 200 mil laut dari garis pangkal dan mana lebar laut
t erit orial diukur, at au dengan :
 suat u garis yang dit arik sesuai dengan ayat 7 dengan
menunjuk pada t it ik t et ap t erluar dimana ket ebalan
bat u endapan adalah paling sedikit 1% dari jarak
t erdekat ant ara t it ik t ersebut dan kaki lereng
kont inen; at au
 suat u garis yang dit arik sesuai dengan menunjuk pada
t it ik-t it ik t et ap yang t erelt ak t idak lebih dari 60 mil
kaut dari kaki lereng kont inen.

3. Dalam hal t idak t erdapat nya bukt i yang bert ent angan,
kaki lereng kont inen harus dit et apkan sebagai t it ik
perubahan maksimum dalam t anjakan pada kakinya.

Lanj ut an. . .
4. Titik-titik tetap yang merupakan garis batas
luar landas kontinen pada dasar laut, yang
ditarik sesuai dengan ayat 4 (a)(i) dan (ii),
atau tidak akan boleh melebihi 350 mil laut
dari garis pangkal dari mana laut teritorial
diukur atau tidak boleh melebihi 100 mil laut
dari garis batas kedalaman (isobath) 2.500
meter, yaitu suatu garis yang
menghubungkan kedalaman 2.500 meter.

Continental Shelf
General Measurement s

Continental Shelf
Isobat Rule

Ri ght s of t he coast al St at e over
t he cont i nent al shel f
1. Negara pant ai menjalankan hak berdaulat di landas
kont inen unt uk t ujuan mengeksplorasinya dan
mengekploit asi sumber kekayaan alamnya.
2. Hak yang t ersebut dalam ayat 1 di at as adalah
eksklusifnya dalam art i bahwa apabila Negara pant ai
t idak mengekplorasi landas kont inen at au
mengekploit asi sumber kekayaan alamnya, t iada
seorangpun dapat melakukan kegiat an it u t anpa
perset ujuan t egas Negara pant ai.
3. Hak suat u Negara pant ai at as landas kont inen t idak
t ergant ung pada pendudukan (okupasi), baik efekt if
at au t idak t et ap (not inal), at au pada proklamasi
secara jelas apapun.

Lanj ut an. . .
4. Sumber kekayaan alam t ersebut dalam Bab ini
t erdiri dari sumber kekayaan mineral dan sumber
kekayaan non hayat i lainnya pada dasar laut dan
t anah di bawahnya, bersama dengan organisme
hidup yang t ergolong jenis sedent er yait u
organisme yang pada t ingkat yang sudah dapat
dipanen dengan t idak bergerak berada pada
at au di bawah dasar laut at au t idak dapat
bergerak kecuali jika berada dalam kont ak pisik
t et ap dengan dasar laut at au t anah dibawahnya.

Legal st at us of t he super j acent
wat er s and ai r space and t he r i ght s
and f r eedoms of ot her St at es
1. Hak Negara pant ai at as landas kont inen t idak
mempengaruhi st at us hukum perairan di
at asnya at au ruang udara di at as perairan
t ersebut .
2. Pelaksanaan hak Negara pant ai at as landas
kont inen t idak boleh mengurangi, at au
mengakibat kan gangguan apapun yang t ak
beralasan t erhadap pelayaran dan hak sert a
kebebasan lain yang dimiliki Negara lain
sebagaimana dit ent ukan dalam ket ent uan
Konvensi ini.

Laut Bebas/ Lepas/ Hi gh Seas
1. Laut lepas terbuka untuk semua Negara, baik Negara pantai atau
tidak berpantai. Kebebasan laut lepas, dilaksanakan berdasarkan
syarat-syarat yang ditentukan dalam Konvensi ini dan ketentuan
lain hukum internasional. Kebebasan laut lepas itu meliputi, inter
alia, baik untuk Negara pantai atau Negara tidak berpantai :
(a) kebebasan berlayar;
(b) kebebasan penerbangan;
(c) kebebasan untuk memasang kabel dan pipa bawah laut,
dengan tunduk pada Bab VI (Landas Kontinen);
(d) kebebasan untuk membangun pulau buatan dan instalasi
lainnya yang diperbolehkan berdasarkan hukum internasional,
dengan tunduk pada Bab VI;
(e) kebebasan menangkap ikan, dengan tunduk pada persyaratan
yang tercantum dalam bagian 2;
(f) kebebasan riset ilmiah, dengan tunduk pada Bab VI dan XIII.

Lanj ut an. . . .
2. Kebebasan ini akan dilaksanakan oleh semua
Negara, dengan memperhatikan
sebagaimana mestinya kepentingan Negara
lain dalam melaksanakan kebebasan laut
lepas itu, dan juga dengan memperhatikan
sebagaimana mestinya hak-hak dalam
Konvensi ini yang bertalian dengan kegiatan
di Kawasan.

Hak dan Kewajiban Indonesia Menurut Konvensi Hukum Laut 1982
(United Nations Convention on the Law of the Sea)
karena sudah diratifikasi dengan UU No. 17 Tahun 1985