1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kualitas pendidikan di Indonesia “ sangat memprihatinkan “ Data UNESCO 2000 tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia
Human Development Index
yaitu diantara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke 120 tahun 1996, ke 105 tahun 1998, dan ke 108 pada tahun 2010.
Menurut Survey
Political and Economic Risk Consultant
kualitas pendidikan Indonesia pada urutan ke 12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia di bawah
Vietnam. Data yang dilaporkan
The World Economic Forum Swedia 2002
, Indonesia memiliki daya saing rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke 37
dari 57 negara yang disurvei di dunia. Data laporan Balitbang 2003 mencatat bahwa dari 146.052 SD di
Indonesia ternyata hanya 8 sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori
The Primary Years Program
PYP. Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata hanya 8 yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori
The Diploma Program
DP. Khusus kualitas guru yang layak mengajar, untuk SD hanya 21,07 negeri dan 28,94 swasta, untuk SMP 54,12 negeri
dan 60,09 swasta, untuk SMA 65,29 negeri dan 64,73 swasta, serta untuk SMK 55,49 negeri dan 58,26 swasta.
Data-data tersebut diatas maknanya terdapat masalah dalam sistem pendidikan Indonesia, pertama; masalah mendasar yaitu kekeliruan paradigma
pendidikan yang mendasari penyelenggaraan sistem pendidikan, kedua;
2
masalah-masalah lain yaitu berbagai problem yang berkaitan dengan aspek praktisteknis penyelenggaraan pendidikan misalnya; biaya pendidikan,
rendahnya prestasi siswa, rendahnya kualitas guru, rendahnya sarana fisik, rendahnya kesejahteraan guru dan sebagainya.
Guru yang profesional tidak hanya menguasai bidang ilmu, bahan ajar, menguasai metode yang tepat, mampu memotivasi peserta didik, memiliki
keterampilan yang tinggi dan wawasan yang luas terhadap dunia pendidikan. Guru yang profesional juga harus memiliki pemahaman yang mendalam
hakikat manusia, dan masyarakat. Hakikat-hakikat ini akan melandasi pola pikir dan pola kerja guru dan loyalitasnya kepada profesi pendidikan. Juga
dalam implementasi proses belajar mengajar guru harus mampu mengembangkan budaya organisasi kelas, dan iklim organisasi pengajaran
yang bermakna, kreatif, dan dinamis bergairah, dialogis sehingga menyenangkan bagi peserta didik sesuai dengan tuntutan UU Sisdiknas
Depdiknas, 2003. Peningkatan keterampilan guru dalam pembelajaran, pemerintah Dinas
Pendidikan KabupatenKota sesuai dengan Undang-Undang RI tahun 1999 tentang pemerinatah daerah menjalankan tugas dan fungsi utama memberikan
pelayanan dalam pengelolaan satuan pendidikan di kabupatenkota masing- masing sebagai wujud pelaksanaan MPMBS, salah satu tugas spesifiknya
adalah melaksanakan pembinaan dan pengurusan atas tenaga pendidik yang bertugas pada satuan pendidikan di kabupatenkota berkaitan dengan
pelaksanaan MPMBS. Pembinaan tersebut selanjutnya dimonitoring dan
3
dievaluasi atas tugas dan fungsi pokok sesuai dengan kebijakan umum yang ditetapkan oleh pemerintah pusat Depdiknas, 2004: 49
Peningkatan mutu guru dalam pembelajaran Dirjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan PMPTK Depdiknas periode
2005-2007 Fasli Djalal, juga mengatakan. “Sesuai dengan landasan yuridis diberlakukannya sertifikasi guru dan
dosen yang bertujuan peningkatan mutu guru dalam pembelajara, antara lain: 1. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standart Pendidikan Nasional; 3. Undang-Undang Nomor 14
tahun 2005 tentang Guru dan Dosen; 4. Draff Rancangan Peraturan Pemerintah RPP yang rencananya Oktober 2006 akan segera
diberlakukan bahkan menuntut “awal januari 2007
take home pay
guru minimal 3 juta”. Tujuan sertifikasi tersebut dijelaskan untuk menentukan
tingkat kelayakan seseorang guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai agen pembelajaran di sekolah dan sekaligus memberikan sertifikasi
pendidik bagi guru yang telah memenuhi persyaratan dan lulus uji sertifikasi. Dengan kata lain tujuan sertifikasi untuk meningkatkan mutu
dan menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
” Pikiran Rakyat, 6 Oktober 2006 halaman 21
Namun kondisi objektif dilapangan juga menunjukkan sebagian guru kurang memahami dan menguasai kurikulum, pelaksanaan evaluasi hasil
belajar, pengembangan bahan ajar, serta keterampilan dalam menggunakan metode dan media pembelajaran. Secara nasional, sebagian guru SD, SMP,
SMA, SMK dan SLB masih kurang sesuai dengan kualifikasi minimal yang ditetapkan. Program pendidikan dan latihan dalam jabatan
in service training
untuk meningkatkan kualifikasi guru, program penyetaraan D2 untuk guru SDMI dan D3 untuk guru SMPMTs, serta diklat lainnya berskala luas
masih memerlukan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana relevansi dan
4
kontribusinya terhadap peningkatan mutu pendidikan di Indonesia tercinta ini Sartono, 2005
Kualitas guru sampai saat ini tetap menjadi persoalan yang penting
crucial
. Menjadi persoalan yang crucial oleh karena pada kenyataannya keberadaan guru diberbagai jenjang dari Taman kanak-kanak sampai Sekolah
Menengah Atas oleh sebagian kalangan dinilai jauh dari performa yang distandarkan. Seorang Yohanes Surya pembinan Tim Olimpiade Fisika yang
juga menjadi guru Besar Universitas Pelita Harapan pun melihat begitu, demikian juga pendapat Dodi Nandika Kepala Balitbang Depdiknas periode
2004-2005, kualitas guru menjadi persoalan yang sangat serius di negeri ini. Harapan ke depan akan terwujudnya guru yang kompeten, terstandar,
profesional, dan sejahtera dalam kerangka penjaminan mutu pendidikan nasional. Profesi guru yang terstandar kualifikasi kompetensinya, serta mampu
melaksanakan tugas dan fungsinya secara profesional. Program Diklat guru yang berstandar, kredibel dan akuntabel dalam pelaksanaan fungsi dan
tugasnya. Ketersediaan pendidik dan tenaga kependidikan tersebut, termasuk guru yang kompeten, profesional dan sejahtera merupakan harapan semua
lapisan masyarakat, khususnya masyarakat pendidikan. Dalam perspektif mikro atau tinjauan secara sempit dan khusus, faktor
dominan yang berkontribusi dan berkontribusi besar terhadap mutu pendidikan ialah guru yang profesional dan guru yang sejahtera. Pendidik merupakan
salah satu diantara faktor pendidikan yang memiliki peranan strategis sebab faktor pendidik menentukan terjadinya proses belajar mengajar. Di tangan guru
yang cekatan dan energik, pendidikan yang kurang memadai dapat diatasi.
5
Sebaliknya di tangan pendidik yang kurang cakap, sarana dan fasilitas canggih tidak banyak memberi manfaat Hadis, dkk, 2009: 3-4.
Salah satu bentuk profesional guru tersebut adalah keterampilan guru dalam pembelajaran yang merupakan keahlian dan kemampuan serta keahlian
khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melaksanakan tugas dan fungsinya dalam kegiatan pembelajaran dengan siswa secara maksimal. Dapat
juga dikatakan guru tersebut telah terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di bidang pembelajaran. Pengertian terdidik
dan terlatih bukan hanya memperoleh pendidikan formal tetapi juga menguasai berbagai strategi atau teknik di dalam kegiatan belajar mengajar serta
menguasai landasan-landasan kependidikan Usman, 2010: 15. Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, sertifikasi pendidik, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik tersebut diperoleh melalui
pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat. Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Menurut D.N Medley sebagaimana dikutip Muhadjir 2007: 27, ada
empat fase asumsi yang melandasi keberhasilan guru dan pendidik guru.
Pertama
, penelitian terfokus kepada sifat-sifat kepribdian guru. Kepribadian guru dapat menjadi tauladan menjamin keberhasilannya mendidik peserta
didik.
Kedua
, keberhasilan guru dalam mengajar adalah metode mengajar.
Ketiga
, mengutamakan iklim interaksi di kelas. Interaksi guru di alam kelaslah yang menentukan. Iklim didalam kelas yang paling dominan dalam
6
keberhasilan pendidikan.
Keempat
, memusatkan perhatian kepada penampilan
performance
yang menggambarkan ia memiliki kemampuan
competency
. Calon
pendidik dievaluasi
kemampuan mengajarnya
berdasarkan penampilannya meliputi penguasaan materi, strategi penyampaian, penguasaan
alternatif media yang tepat, dan lainnya. Dalam era sentralisasi pendidikan, peningkatan kualitas pembelajaran
dari segi pendidik guru biasanya dilakukan dengan kegiatan
in service teacher training
yang berupa penyetaraan, pelatihan, penataran, seminar atau lokakarya, atau kegiatan-kegiatan lain yang sejenis. Setelah mengikuti kegiatan
tersebut, diharapkan guru dapat menerapkan hasil training tersebut dalam pembelajaran di kelas. Kegiatan-kegiatan tersebut pasti ada sumbangan untuk
meningkatkan mutu pembelajaran. Tetapi, kebanyakan setelah kegiatan
in service teacher training,
hasil monotoring yang mempersoalkan apakah ada peningkatan mutu pembelajaran yang dilakukan oleh para peserta tidak tampak
nyata hasilnya.
B. Identifikasi Masalah