21
d.Tidak Boleh Menjadi Wali Dalam Pernikahan
Seorang wanita muslimah apabila hendak menikah, maka memerlukan seorang wali untuk menikahkannya, baik bapaknya, pamannya dan seterusnya.
Akan tetapi, misalnya bapak atau walinya murtad, maka tidak berhak menikahkan anak atau kemenakannya yang Muslimah. Allah
berfirman:
71. dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka adalah menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. QS. At-Taubah: 71
37
Allah juga berfirman:
51. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpinmu; sebahagian mereka
adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu Termasuk
golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang- orang yang zalim. QS. Al-Maidah: 51
38
Hal ini dipertegas oleh sabda Nabi Muhammad yang menyatakan bahwa, tidak
ada pernikahan yang sah kecuali atas izin seorang wali dan disaksikan oleh dua orang lelaki yang adil sebagai saksi pernikahan. Rasulullah
bersabda:
ٍلْدَ ْيَدِاَشَو ِ َوِب َاِإ َحَاكِا َا
37
Depag, Al- Qur’a , hlm. 291
38
Depag, Al-Q ur’a , hlm. 169
22 Tidaklah suatu pernikahan itu sah kecuali dengan seorang wali dan dua orang
saksi yang adil HR. al-Baihaqi dan Ibnu Hibbân dengan sanad yang shahih, Al- Albani: Hasan Shahih
39
Pengertian orang adil di sini ialah orang yang jauh dari dosa besar dan tidak terus-menerus melakukan dosa kecil. Atas dasar itu, seorang yang telah murtad
dari Islam lebih tidak berhak lagi untuk menjadi wali dan saksi dalam pernikahan.
e. Tidak Mewarisi Dan Tidak Diwarisi Hartanya