1 Warna putih, melambangkan sifat halus, jujur, rendah hati, penyabar,
dan bijaksana. 2
Warna kuning, melambangkan sifat sombong, suka kemewahan, egois, dan tamak.
3 Warna merah, melambangkan sifat kasar, pemarah, angkara murka,
hanya mengandalkan nafsu, dan kasar tindak tanduknya. 4
Warna hijau telur, melambangkan sifat lembut, tenang, baik budi, penyayang tetapi pemurung, dan mudah cemas atau mudah susah.
5 Warna hijau tua, melambangkan kesuburan, kegairahan hidup,
kebersahajaan alami, dan suka kedamaian. 6
Warna hitam, melambangkan kekuatan, keteguhan, dan ketabahan. 7
Warna orange, melambangkan keangkuhan, kebodohan, sok tahu tetapi humoris.
8 Warna biru muda, melambangkan sifat sadis, dingin, kejam, tak
berperasaan, dan tidak mau terpengaruh situasi. 9
Warna cokelat, melambangkan sifat ambisius, ingin menang sendiri, tamak, tinggi hati, dan serakah.
B. Penelitian yang relevan
Galuh Swastika pada tahun 2009 melakukan penelitian yang berjudul Perkembangan Bentuk Penyajian Kesenian Lengger di Kabupaten Wonosobo.
Penelitian tersebut berisi tentang perkembangan bentuk penyajian kesenian Lengger di kabupaten Wonosobo yang meliputi sejarah, perkembangan
bentuk penyajian dan fungsi kesenian Lengger. Kesamaan penelitian tersebut
adalah pada objek penelitiannya yaitu kesenian Lengger yang di dalamnya
terdapat beberapa tarian salah satunya tari Topeng Lengger Kinayakan.
Agus Wuryanto pada tahun 1998 melakukan penelitian yang berjudul Topeng Lenggeran di Kabupaten Wonosobo. Penelitian tersebut berisi
tentang bentuk, warna, jenis dan proses penciptaan topeng Lenggeran di Kabupaten Wonosobo. Kesamaan penelitian tersebut adalah pada objek
penelitiannya yaitu topeng Lengger yang di dalamnya terdapat karakter topeng Lengger Kinayakan. Penelitian tersebut relevan dengan penelitian ini
yang berjudul Nilai-nilai Pendidikan Karakter yang terkandung dalam tari Topeng Lengger Kinayakan di Desa Reco Kecamatan Kertek Kabupaten
Wonosobo.
C. Kerangka Berpikir
Kesenian merupakan hasil proses kreasi dari masyarakat. Ketika kesenian itu masih berfungsi bagi masyarakatnya, maka kesenian tersebut
masih memiliki nilai bagi masyarakatnya baik itu nilai sosial, nilai hiburan, nilai moral, nilai estetika, maupun nilai pendidikan.
Semakin berkembangnya jaman, kesadaran masyarakat terhadap fungsi kesenian rakyat sebagai media pendidikan justru semakin hilang. Yang
mereka ketahui hanyalah sebagai tontonan atau hiburan belaka. Padahal jika dipahami dan dihayati lebih dalam, kesenian rakyat di setiap daerah
mempunyai arti dan fungsi penting bagi masyarakatnya. Selain sebagai tontonan atau hiburan, kesenian rakyat juga berfungsi sebagai media
pendidikan. Hal ini merupakan alasan utama yang mengharuskan kesenian rakyat tetap dilestarikan dengan mengkaji maknanya.
Tari Topeng Lengger Kinayakan sebagai karya seni yang diciptakan oleh masyarakat, tentu memiliki tujuan yang berfungsi dalam kehidupannya.
Tari Topeng Lengger Kinayakan sebagai karya seni yang masih dibutuhkan dan berfungsi bagi kehidupan masyarakatnya, maka di dalamnya
mengandung berbagai nilai, sesuai dengan kemampuan masyarakatnya dalam memaknainya. Akan tetapi masyarakat sekarang tidak sedikit yang belum
dapat memahami makna atau nilai dibalik suatu karya seni. Fungsi tari Topeng Lengger Kinayakan bagi masyarakat khususnya di Desa Reco, selain
sebagai hiburan juga berfungsi sebagai sarana pendidikan. Hal itu menunjukkan bahwa tari Topeng Lengger Kinayakan masih dibutuhkan oleh
masyarakat pendukungnya karena tari tersebut masih berfungsi dan mengandung nilai yang sesuai dengan makna yang diberikan oleh
masyarakatnya. Akan tetapi sebagian besar masyarakat hanya memaknai kesenian tersebut sebagai tontonan belaka.
Penelitian ini mengambil objek nilai-nilai pendidikan karakter yang
terkandung dalam tari Topeng Lengger Kinayakan di Desa Reco Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo dikarenakan tari Topeng Lengger Kinayakan
selain berfungsi sebagai sarana hiburan juga mengandung nilai-nilai pendidikan karakter yang dapat dijadikan pembelajaran bagi masyarakat di
sekitar maupun para pelaku tari tersebut.
34
BAB III METODE PENELITIAN