PENGARUH DESAIN PEKERJAAN, GAYA KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL, DAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP MOTIVASI KERJA KARYAWAN PADA PT COCA COLA BOTTLING INDONESIA DI LAMPUNG SELATAN

(1)

BOTTLING INDONESIA DI LAMPUNG SELATAN

Oleh

BAYU HERMAWAN

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI

Pada

Jurusan Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

PENGARUH DESAIN PEKERJAAN, GAYA KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL, DAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP

MOTIVASI KERJA KARYAWAN PADA PT COCA COLA BOTTLING INDONESIA DI LAMPUNG SELATAN

Oleh

BAYU HERMAWAN

PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan merupakan perusahaan swasta yang bergerak dibidang industri produk minuman ringan, yang bertujuan untuk memperoleh laba yang maksimal dan juga membantu program pemerintah dalam hal penyerapan tenaga kerja. Masalah yang dihadapi oleh PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan yaitu motivasi kerja karyawan yang masih kurang, disebabkan desain pekerjaan, gaya kepemimpinan transaksional, dan transformasional yang kurang berpengaruh yang dapat dilihat dari tingkat perputaran dan tingkat absensi rata-rata yang masih tinggi sehingga menimbulkan belum tercapainya realisasi produksi terhadap target yang telah ditetapkan. Berdasarkan masalah yang dihadapi oleh PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan, maka dapat dirumuskan permasalahan yang ingin diketahui adalah apakah desain pekerjaan, gaya kepemimpinan transaksional, dan transformasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja karyawan pada PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan.

Tujuan penulisan adalah untuk mengidentifikasi sejauh mana pengaruh desain pekerjaan, gaya kepemimpinan transaksional, dan transformasional terhadap motivasi kerja karyawan pada PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah desain pekerjaan, gaya kepemimpinan transaksional, dan transformasional berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap motivasi kerja karyawan pada PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan. Untuk alat analisis, digunakan metode analisis kuantitatif dengan pengolahan data menggunakan kuesioner dan rumus regresi linier berganda. Analisis kuantitatif dan deskripsi hasil penelitian bersumber dari jawaban responden pada kuesioner dan selanjutnya dilakukan uji validitas dan reabilitas terhadap kuesioner tersebut.


(3)

Alat analisis yang digunakan adalah Regresi Linier Berganda dengan alat bantu SPSS versi 17.0. Diketahui bahwa nilai signifikansi desain pekerjaan sebesar 0,000, nilai signifikansi gaya kepemimpinan transaksional sebesar 0,000, dan nilai signifikasi gaya kepemimpinan transformasional sebesar 0,004. Ketiganya memiliki nilai lebih kecil dari 0,05 dan probabilitas desain pekerjaan, gaya kepemimpinan transaksional, dan transformasional terhadap motivasi kerja pada PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan adalah sebesar 34,7%, 43,0%, dan 23,5%.

Pengujian keberartian koefisien regresi secara menyeluruh menggunakan uji F diperoleh fhitung sebesar 104,933 lebih besar dari ftabel yaitu sebesar 2,682, maka Ho tidak didukung dan Ha didukung. Ini berarti desain pekerjaan, gaya kepemimpinan transaksional, dan transformasional secara keseluruhan atau bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap motivasi kerja. Didapat pula koefesien determinasi R2 sebesar 0,729, yang berarti besarnya sumbangan desain pekerjaan, gaya kepemimpinan transaksional, dan transformasional secara bersama-sama berpengaruh terhadap motivasi sebesar 72,9%, sisanya 27,1% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini.

Pengujian keberartian koefisien regresi secara parsial digunakan uji T. Berdasarkan hasil perhitungan regresi linier berganda dimana diketahui bahwa untuk variabel desain pekerjaan thitung sebesar 5,609, untuk variabel gaya kepemimpinan transaksional thitung sebesar 5,989, dan untuk variabel gaya kepemimpinan transformasional thitung sebesar 3,452. Ketiganya memiliki nilai lebih besar dari ttabel yaitu sebesar 1,980 yang berarti H0 tidak didukung dan Ha didukung. Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa desain pekerjaan, gaya kepemimpinan transaksional, dan transformasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja karyawan pada PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan, sehingga hipotesis yang diajukan dapat diterima.

Saran untuk PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan yaitu mengembangkan otonomi. Perusahaan diharapkan membiarkan karyawan untuk mempunyai kebebasan dalam menjadwalkan suatu pekerjaan yang dibebankan, sehingga karyawan dapat dengan baik menyelesaikanya. Meningkatkan Laissez-Faire. Pemimpin diharapkan untuk tanggap atas masalah atau permintaan penting dari karyawan, sehingga memudahkan karyawan dalam mengerjakan setiap pekerjaan yang dibebankan kepada mereka. Meningkatkan pertimbangan individual. Pemimpin diharapkan agar dapat meluangkan waktu untuk mengajari dan melatih karyawan, sehingga mendorong karyawan untuk selalu melakukan proses belajar terus menerus. Meningkatkan kebutuhan keamanan. Perusahaan harus memperhatikan dengan baik jaminan yang berhubungan dengan kesejahteraan keluarga, sehingga hal ini dapat memacu semangat karyawan dalam berprestasi di perusahaan.


(4)

(5)

(6)

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan... 14

1.3 Tujuan Penulisan... 16

1.4 Manfaat Penulisan ... 16

II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia ... 17

2.2 Pengertian Desain Pekerjaan... 18

2.2.1 Elemen-Elemen Desain Pekerjaan ... 19

2.3 Pengertian Gaya Kepemimpinan Transaksional ... 24

2.3.1 Komponen-Komponen Gaya Kepemimpinan Transaksional ... 26

2.4 Pengertian Gaya Kepemimpinan Transformasional ... 27

2.4.1 Komponen-Komponen Gaya Kepemimpinan Transformasional... 29

2.5 Pengertian Motivasi Kerja ... 31

2.5.1 Teori Motivasi Maslow... 32

2.5.2 Teori Motivasi Herzberg... 33

2.5.3 Teori Kebutuhan McClelland... 34

2.5.4 Teori Motivasi ERG Alderfer... 35

2.5.5 Teori X dan Y... 35

2.6 Penelitian Terdahulu ... 36

2.7 Kerangka Pemikiran... 38


(8)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data ... 43

3.1.1 Data Primer ... 43

3.1.2 Data Sekunder ... 43

3.2 Metode Pengumpulan Data ... 44

3.2.1 Penelitian Kepustakaan ... 44

3.2.2 Penelitian Lapangan ... 44

3.3 Penentuan Populasi dan Sampel... 45

3.3.1 Populasi ... 45

3.3.2 Sampel... 45

3.4 Definisi Operasional Variabel... 46

3.5 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 53

3.5.1 Uji Validitas ... 53

3.5.2 Uji Reliabilitas ... 54

3.6 Alat Analisis Data ... 55

3.6.1 Uji F (Uji Simultan) ... 56

3.6.2 Uji T (Uji Parsial)... 57

3.7 Pengujian Hipotesis... 58

1V. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Perusahaan... 60

4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan ... 60

4.1.2 Tujuan Didirikanya Perusahaan ... 63

4.1.2.1 Tujuan Sosial ... 64

4.1.2.2 Tujuan Ekonomi ... 65

4.1.3 Struktur Organisasi ... 66

4.2 Hasil Survei... 69

4.2.1 Uji Validitas ... 69

4.2.2 Uji Reliabilitas ... 71

4.2.3 Distribusi Responden ... 73

4.2.4 Deskripsi Hasil Survei... 77

4.2.5 Analisis Hasil Regresi Linier Berganda ... 86

4.2.5.1 Uji F ... 88

4.2.5.2 Uji T ... 89

4.3 Pembahasan... 90

V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 95

5.2 Saran... 97 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Jumlah Karyawan PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung

Selatan per Unit Organisasi ... 8

1.2 Perputaran Karyawan PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan Sepanjang Mei 2011 hingga April 2012 ... 9

1.3 Tingkat Absensi Karyawan PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan Mei 2011 hingga April 2012... 11

1.4 Target dan Realisasi Produksi Minuman Frestea PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan Periode Mei 2011 hingga April 2012 ... 12

3.1 Definisi Operasional Variabel... 51

4.1 Hasil Uji Validitas... 70

4.2 Hasil Uji Reliabilitas... 72

4.3 Distribusi Responden Menurut Usia ... 73

4.4 Distribusi Responden Menurut Status Perkawinan... 74

4.5 Distribusi Responden Menurut Pendidikan Terakhir ... 74

4.6 Distribusi Responden Menurut Unit Organisasi ... 75

4.7 Distribusi Responden Menurut Lama Bekerja... 76

4.8 Total Poin Skala Likert Hasil Survei tentang Desain Pekerjaan... 77

4.9 Total Poin Skala Likert Hasil Survei tentang Gaya Kepemimpinan Transaksional ... 79

4.10 Total Poin Skala Likert Hasil Survei tentang Gaya Kepemimpinan Transformasional ... 82

4.11 Total Poin Skala Likert Hasil Survei tentang Motivasi Kerja ... 84

4.12 Analisis Determinasi (R2) ... 87

4.13 Regresi Linier Berganda ... 87


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Model Karakteristik Pekerjaan ... 22 2.2 Kerangka Pemikiran Pengaruh Desain Pekerjaan, Gaya

Kepemimpinan Transaksional dan Transformational terhadap Motivasi Kerja Karyawan pada PT Coca Cola Bottling Indonesia

di Lampung Selatan ... 41 4.1 Struktur Organisasi PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Kuesioner Penelitian

2. Tabel Penskoran Desain Pekerjaan (X1), Gaya Kepemimpinan

Transaksional (X2), Gaya Kepemimpinan Transformasional (X3), dan Motivasi Kerja (Y) untuk Validitas, Reliabilitas dan Analisis Kualitatif, Kuantitatif

3. Output Validitas dan Reliabilitas untuk Desain Pekerjaan (X1) 4. Output Validitas dan Reliabilitas untuk Gaya Kepemimpinan

Transaksional (X2)

5. Output Validitas dan Reliabilitas untuk Gaya Kepemimpinan Transformasional (X3)

6. Output Validitas dan Reliabilitas untuk Motivasi Kerja (Y) 7. Tabel Harga Kritik dari r Product-Moment

8. Hasil Perhitungan Regresi Linier Berganda Desain Pekerjaan (X1), Gaya Kepemimpinan Transaksional (X2), Gaya Kepemimpinan

Transformasional (X3), dan Motivasi Kerja (Y)

9. Tabel Frekuensi Jawaban Kuesioner untuk Desain Pekerjaan (X1) 10. Tabel Frekuensi Jawaban Kuesioner untuk Gaya Kepemimpinan

Transaksional (X2)

11. Tabel Frekuensi Jawaban Kuesioner untuk Gaya Kepemimpinan Transformasional (X3)

12. Tabel Frekuensi Jawaban Kuesioner untuk Motivasi Kerja (Y) 13. Tabel Distribusi F


(12)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Era globalisasi menimbulkan persaingan yang ketat diantara perusahaan-perusahaan untuk mendapatkan pangsa pasar yang dibidiknya. Adanya era globalisasi maka dunia usaha mau tidak mau didorong untuk mencapai suatu organisasi perusahaan yang efektif dan efisien. Keefektifan dan keefesienan dalam suatu perusahaan sangat diperlukan agar perusahaan dapat memiliki daya saing maupun keunggulan lebih dari para pesaing, sehingga perusahaan dapat bertahan dalam dunia persaingan yang ketat.

Perusahaan selalu mengharapkan agar karyawannya mempunyai motivasi kerja yang tinggi, sehingga bisa mencapai tujuan organisasi. Menurut Griffin dan Ebert (2007), motivasi didefinisikan sebagai serangkaian kekuatan yang menyebabkan orang berperilaku dalam cara tertentu. Motivasi kerja karyawan yang rendah dapat diterlihat dari tingkat absensi, tingkat produktivitas, dan keluar masuk karyawan.


(13)

Melalui proses motivasi kepada karyawan yang tepat, pihak manajemen akan mendapatkan keuntungan, yaitu karyawan akan berusaha menunjukan kinerja yang optimal (Wijayanto, 2012). Motivasi secara langsung mempengaruhi kinerja dan produktivitas. Karyawan yang memiliki motivasi kerja yang tinggi, maka secara otomatis kinerja dan produktivitas karyawan akan meningkat.

Menciptakan motivasi kerja karyawan dalam organisasi adalah sangat penting, apabila karyawan tidak mencapai motivasi kerja maka akan timbul sikap negatif dalam pekerjaan. Sikap negatif tersebut seperti berkurangnya rasa ketertarikan pada diri karyawan terhadap pekerjaannya yang sekarang, keinginan mencari pekerjaan yang menawarkan imbalan lebih atau mencari pekerjaan sambilan ditempat lain sehinga mutu pekerjaannya yang sekarang tidak diperhatikan, mogok kerja, dan keluhaan-keluhan lainnya.

Menurut Haming dan Nurnajamuddin (2007), organisasi tidak akan berfungsi dengan baik tanpa definisi yang jelas atas tugas, kewajiban, dan hak dari sumber daya manusia yang ada. Organisasi akan unggul jika orang-orang yang

dipekerjakan memenuhi spesifikasi jabatan yang sudah dibuat, dan memiliki motivasi yang tinggi.


(14)

Dibutuhkan desain pekerjaan yang baik untuk mencapai suatu tujuan organisasi, sebab desain pekerjaan menggambarkan pekerjaan yang akan dilaksanakan. Dalam desain pekerjaan terlihat adanya tugas, wewenang, dan tanggung jawab dari masing-masing individu yang berada dalam organisasi. Desain pekerjaan yang baik akan berpengaruh terhadap motivasi kerja masing-masing individu di dalam organisasi.

Menurut Simamora (2004)

“Desain pekerjaan adalah proses penentuan tugas-tugas yang akan

dilaksanakan, metode-metode yang digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas ini, dan bagaimana pekerjaan tersebut berkaitan dengan pekerjaan lainnya di dalam organisasi.”

Masalah-masalah yang sering muncul sebagai akibat kurang baiknya desain pekerjaan adalah karyawan merasa pekerjaannya tidak sesuai dengan dirinya, karyawan akan merasa diperlakukan tidak adil, tingginya tingkat kejenuhan bekerja dari karyawan, dan mengakibatkan rendahnya motivasi kerja karyawan. Cara menghindari agar hal tersebut tidak terjadi, maka dalam mendesain

pekerjaan harus diperhatikan model karakteristik pekerjaan, seperti variasi keterampilan, identitas tugas, pentingnya tugas, otonomi, dan umpan balik (Hackman dan Oldham, 1976). Model karakteristik pekerjaan inti tersebut dapat didesain pada pekerjaan, karyawan akan lebih termotivasi, dan kualitas kinerja dan tingkat kepuasan akan menjadi semakin tinggi (Daft, 2002).


(15)

Pekerjaan yang didesain dengan baik dapat memberikan suatu manfaat baik kepada organisasi maupun kepada karyawan. Manfaat terhadap organisasi berupa tercapainya tujuan dengan efektif dan efisien. Sedangkan manfaat kepada

karyawan adalah pengembangan karier dan perlakuan adil sehingga menimbulkan motivasi kerja karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya. Menurut Daft

(2002), ketika seseorang mempunyai kebutuhan yang tinggi untuk tumbuh dan berkembang, model karakteristik pekerjaan akan sangat efektif dan sebaliknya jika seseorang ingin memuaskan kebutuhan tingkat rendah, seperti keselamatan dan penerimaan model karakteristik pekerjaan memiliki sedikit efek.

Menurut Nasarudin (2010), dalam meningkatkan motivasi kerja diperlukan adanya suatu pengondisian dari lembaga (pemimpin) dalam bentuk pengarahan dan pemeliharaan kondisi kerja yang dapat menstimulasi peningkatan kinerja. Pemimpin mempunyai peran besar dalam memotivasi karyawan yang memiliki motivasi kerja rendah, dan mengerti bagaimana memberikan kompensasi untuk tugas rutin yang memiliki sedikit kepuasan.

Seorang pemimpin dalam menjalankan fungsi kepemimpinannya tidak lepas dari adanya suatu gaya atau sering disebut sebagai gaya kepemimpinan. Gaya ini bertujuan untuk menimbulkan kepatuhan pada mereka yang bekerja bagi suatu organisasi untuk memenuhi dan sesuai dengan arahan dari pemimpin. Gaya kepemimpinan tersebut yaitu gaya kepemimpinan transaksional (transactional leadership) dan gaya kepemimpinan transformasional(transformational leadership)merupakan salah satu diantara sekian banyak gaya kepemimpinan.


(16)

Menurut Burns (1978)

“Pemimpin transaksional yaitu pemimpin yang memotivasi bawahan melalui pemberian imbalan atas apa yang telah mereka lakukan.”

Pemimpin transaksional pada hakekatnya menekankan bahwa seorang pemimpin perlu menentukan apa yang perlu dilakukan para bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi. Gaya kepemimpinan transaksional berpengaruh terhadap

motivasi kerja bawahan yang ditunjukkan untuk memperoleh imbalan kerja dalam jumlah yang layak sesuai dengan hasil kerja mereka, serta untuk memperoleh penghargaan melaui imbalan sehingga bawahan terpacu untuk bekerja dengan lebih baik. Pemimpin transaksional memiliki kemampuan mengidentifikasi keinginan bawahan dan membantunya mencapai tingkat prestasi yang lebih tinggi dengan memberikan imbalan yang memuaskan. Proses tersebut pula disertai dengan kejelasan tentang penyelesaian pekerjaan dan besarnya imbalan yang akan diterima.

Menurut Bass dan Riggio (2006), menyatakan bahwa terdapat empat komponen yang menjadi dasar kepemimpinan transaksional, yaitu imbalan kontigen, manajemen berdasar pengecualian (aktif), manajemen berdasar pengecualian (pasif), danLaissez-Faire.Empat komponen tersebut yang menjadi faktor

pembentuk gaya kepemimpinan transaksional. Menurut Burn (1978), menyatakan bahwa ia mengembangkan konsep kepemimpinan transaksional dengan


(17)

Keterkaitan tersebut dapat dipahami dengan gagasan bahwa kebutuhan karyawan yang lebih rendah, seperti kebutuhan fisiologis dan rasa aman hanya dapat dipenuhi melalui praktik gaya kepemimpinan transaksional.

Komponen-komponen tersebut penting dalam menjalankan suatu organisasi, namun kepemimpinan transaksional tidak cukup untuk menerangkan usaha tambahan dan kinerja bawahan, apa yang sebetulnya dapat digali seorang

pemimpin dari karyawannya. Diperlukan konsep lain seperti gaya kepemimpinan transformasional, sehingga seorang pemimpin mampu menggali usaha atau kinerja tambahan dari bawahannya. Jadi, tidak hanya sekedar kesepakatan tugas dan imbalan antara pimpinan dan bawahan.

Menurut Yukl (2006)

“Kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang mempengaruhi bawahan sehingga bawahan merasakan kepercayaan, kebanggaan, loyalitas dan rasa hormat terhadap atasan serta termotivasi untuk melakukan lebih dari apa yang diharapkan.”

Kepemimpinan transformasional pada hakekatnya menekankan seorang pemimpin perlu memotivasi para bawahannya untuk melakukan tanggung jawab mereka lebih dari yang mereka harapkan. Pemimpin transformasional harus mampu mendefinisikan, mengkomunikasikan dan mengartikulasikan visi organisasi, dan bawahan harus menerima dan mengakui kredibilitas pemimpinnya. Karyawan yang merasa senang dengan pemimpinya, maka akan memicu motivasi kerja yang tinggi. Pemimpin yang kurang tepat dalam memilih sebuah gaya kepemimpinan, maka karyawan akan memiliki motivasi kerja yang rendah.


(18)

Menurut Bass dan Riggio (2006), menyatakan bahwa terdapat empat komponen yang menjadi faktor pembentuk gaya kepemimpinan transformasional, yaitu pengaruh yang diidealkan, motivasi yang inspiratif, stimulasi intelektual, dan pertimbangan individual. Menurut Burns (1978), menyatakan bahwa ia

mengembangkan konsep kepemimpinan transformasional dengan berlandaskan pada pendapat Maslow mengenai hirarki kebutuhan manusia. Keterkaitan tersebut dapat dipahami dengan gagasan bahwa kebutuhan yang lebih tinggi, seperti harga diri dan aktualisasi diri, hanya dapat dipenuhi melalui praktik gaya kepemimpinan transformasional.

Kepemimpinan transaksional dan transformasional sangat penting dan dibutuhkan setiap organisasi. Hal ini diperkuat oleh Bass dan Riggio (2006), yang

menyatakan bahwa pemimpin yang sukses meningkatkan penggunaan perilaku transaksional yang menguntungkan dengan lebih transformasional.

PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan merupakan perusahaan swasta yang bergerak di bidang produksi minuman ringan. Perusahaan ini berlokasi di jalan Ir. Sutami Km 13,5 di desa Sukanegara Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan. PT Coca Cola Bottling Indonesia mempunyai tujuan yaitu dapat bersaing dengan produsen minuman ringan lainnya, mencapai target produksi yang ditetapkan setiap tahunnya, dan produk dari PT Coca Cola Bottling Indonesia dapat diterima dengan baik di masyarakat luas. Perusahaan harus dapat meningkatkan motivasi kerja karyawan untuk


(19)

mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan. Dalam meningkatkan motivasi kerja karyawan, perusahaan harus dapat mendesain pekerjaan dengan baik dan pemimpin dengan gaya kepemimpinan yang tepat.

Jumlah karyawan pada PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan sampai dengan bulan April 2012 berjumlah 121 karyawan, yang terbagi ke dalam enam belas unit organisasi. Tabel 1.1 di bawah ini menunjukan data jumlah karyawan PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan tersebut.

Tabel 1.1 Jumlah Karyawan PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan per Unit Organisasi

No Unit Organisasi Jumlah

Karyawan

1 Electrical & Installation 4

2 Forklift 9

3 Maintenance & Engineering 4

4 Manufacturing 4

5 Mechanic 6

6 Operation Planning 1

7 Procurement 2

8 Production 3

9 Production Group Sign Shop 1 21

10 Production Group Sign Shop 2 18

11 Production Group Sign Shop 3 21

12 Quality Assurance 2

13 Quality Insurance Internal 5

14 Technical 2

15 Warehousing & Transportation 10 16 Warehousing & Inventory Management 9

Jumlah 121


(20)

Jumlah karyawan PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan

mengalami perubahan sepanjang Mei 2011 hingga April 2012. Perubahan jumlah karyawan tersebut terlihat dengan adanya perekrutan karyawan baru sebanyak 4 orang dan karyawan lama keluar sebanyak 23 orang. Alasan karyawan tersebut keluar dari perusahaan, yaitu alasan pensiun, pindah ke perusahaan lain, dan pengunduran diri. Perputaran karyawan PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan sepanjang Mei 2011 hingga April 2012 dapat dilihat pada tabel 1.2 di bawah ini:

Tabel 1.2 Perputaran Karyawan PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan Sepanjang Mei 2011 hingga April 2012

Tahun Bulan Karyawan

Masuk

Karyawan Keluar

Jumlah Karyawan

2011 Mei 1 3 138

Juni - 3 135

Juli - 2 133

Agustus - - 133

September - 2 131

Oktober - 3 128

November - 3 125

Desember - 2 123

2012 Januari - 3 120

Februari 2 1 121

Maret 1 1 121

April - - 121

Jumlah 4 23 121

Sumber: PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan, 2012

Berdasarkan data pada tabel 1.2 di atas dapat dihitung persentase tingkat

perputaran karyawan dengan menggunakan rumus LTO (Labour Turnover), yaitu sebagai berikut:


(21)

Turnover = (karyawan keluar-karyawan masuk) 1

2 (karyawan awal+karyawan akhir)

x 100%

Turnover = 23-4 1

2(140+121)

x 100%

Turnover = 19

130,5 x100% = 14,56% (Sumber: Sugiyono, 2006)

Hasil dari perhitungan perputaran karyawan PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan pada Tabel 1.2, yaitu sebesar 14,56%. Perputaran karyawan PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan dikatakan cukup tinggi karena tingkat perputaran karyawan telah melebihi standar yang telah ditetapkan

perusahaan yaitu sebesar 10%. Tingkat perputaran karyawan yang cukup tinggi ini menunjukan bahwa rendahnya motivasi kerja karyawan terhadap perusahaan sehingga karyawan cenderung memiliki keinginan untuk keluar dari perusahaan tersebut dan mencari pekerjaan lain yang lebih baik menurutnya.

Melihat apakahmotivasikerja karyawan tinggi atau rendah dalam pekerjaannya dapat juga dilihat daribesarnya tingkat absensi karyawan PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan pada Tabel 1.3 berikut ini:


(22)

Tabel 1.3 Tingkat Absensi Karyawan PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan Mei 2011 hingga April 2012

Tahun Bulan JHK

(hari) JK (orang) Jumlah Absensi Tingkat Absensi (%)

2011 Mei 22 138 27 0,89

Juni 20 135 9 0,33

Juli 21 133 21 0,75

Agustus 20 133 21 0,79

September 22 131 15 0,52

Oktober 23 128 17 0,58

November 22 125 19 0,69

Desember 22 123 19 0,70

2012 Januari 21 120 19 0,75

Februari 21 121 22 0,86

Maret 21 121 21 0,83

April 20 121 20 0,83

Rata-rata 0,71

Sumber : PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan, 2012.

Rumus untuk menghitung tingkat absensi karyawan PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan adalah sebagai berikut:

Tingkat Absensi = Jumlah Absensi

Jumlah Karyawan x Jumlah Hari Kerja x 100% (Sumber: Iskandar, 2010)

Pada tabel 1.3 dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja karyawan rendah terlihat dari tingginya tingkat absensi karyawan PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan. Tingginya tingkat absensi karyawan dikarenakan rata-rata tingkat absensi yang terjadi sepanjang Mei 2011 hingga April 2012 sebesar 0,71% melebihi rata-rata tingkat absensi yang telah ditetapkan perusahaan sebesar 0,5%.


(23)

Apakah karyawan memiliki motivasi kerja yang tinggi atau tidak, dapat dilihat dari target dan realisasi produksi yang berhasil dicapai oleh PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan selama bulan Mei 2011 sampai dengan April 2012. Produk minuman ringan yang diproduksi oleh PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan hingga April 2012 terdapat empat produk, yaitu Coca Cola, Fanta, Sprite, dan Frestea. Tabel 1.3 mengambil salah satu produk minuman ringan yaitu Frestea, karena minuman tersebut diproduksi dalam jumlah yang banyak di antara produk lainya dan menjadi salah satu produk unggulan.

Tabel 1.4 Target dan Realisasi Produksi Minuman Frestea PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan Periode Mei 2011 hingga April 2012.

Tahun Bulan

Target Realisasi Persentase Pencapaian Sasaran Frestea (per krat) Frestea (per krat) 2011

Mei 87.279 62.563 71,68%

Juni 156.467 144.364 92,26%

Juli 116.212 92.326 79,45%

Agustus 59.741 42.063 70,41%

September 126.745 115.070 90,79%

Oktober 113.145 100.027 88,41%

November 97.459 80.501 82,60%

Desember 91.554 66.537 72,67%

2012

Januari 108.202 108.202 100%

Februari 95.568 69.586 72,81%

Maret 104.220 74.420 71,41%

April 97.845 89.762 91,74%

Rata-Rata 82,02%


(24)

Rumus untuk menghitung target dan realisasi produksi yang dicapai karyawan PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan adalah sebagai berikut:

Persentase Pencapaian Sasaran =Realisasi Produksi

Target Produksi x 100% (Sumber: Iskandar, 2010)

Tabel 1.4 memperlihatkan bahwa persentase pencapaian sasaran tertinggi didapat pada bulan Juni, September, Januari, dan April. Secara keseluruhan rata-rata realisasi terhadap target mencapai 82,02% yang berarti bahwa belum tercapainya target yang ditetapkan oleh perusahaan yaitu sebesar 90%. Target produksi yang tidak tercapai dikarenakan motivasi kerja karyawan yang rendah.

Berdasarkan data yang diperoleh dari perusahaan hingga bulan April 2012, tingkat produktivitas karyawan PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan belum berada pada tingkat yang diinginkan oleh perusahaan. Produktivitas yang rendah tersebut dikarenakan karyawan sedikit memiliki motivasi dalam bekerja. Hal ini terlihat dari beberapa indikator yang secara tidak langsung, seperti dari tingkat perputaran karyawan yang cukup tinggi (pada Tabel 1.2), tingginya tingkat absensi karyawan (pada Tabel 1.3), dan belum tercapainya target produksi yang diinginkan oleh perusahaan (pada Tabel 1.4).


(25)

Salah satu upaya yang harus dilakukan perusahaan dalam meningkatkan motivasi kerja karyawan yaitu mendesain pekerjaan dengan baik dan gaya kepemimpinan yang tepat. Pemimpin harus dapat mengetahui apakah desain pekerjaan dan gaya kepemimpinan yang diberikan pada karyawan berpengaruh terhadap motivasi kerja karyawan PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan.

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul :“Pengaruh Desain Pekerjaan, Gaya Kepemimpinan Transaksional dan Transformasional Terhadap Motivasi Kerja Karyawan Pada PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan”

1.2 Permasalahan

Pada umumnya setiap perusahaan menginginkan adanya kemajuan dalam usahanya. Adanya persaingan yang semakin ketat antara perusahaan, maka

perusahaan dituntut harus mampu bertahan dan berkompetensi dengan perusahaan lainnya. Salah satu hal yang dapat ditempuh perusahaan agar mampu bertahan dalam persaingan adalah meningkatkan motivasi kerja karyawan. Semakin tinggi motivasi kerja karyawan maka semakin tinggi pula kemajuan yang akan dicapai oleh perusahaan.


(26)

Berdasarkan dari observasi melalui wawancara yang telah dilakukan bahwa desain pekerjaan yang selama ini dibuat oleh pihak perusahaan kurang memotivasi karyawan untuk bekerja. Terlihat dari kurangnya variasi keterampilan, identitas tugas, tidak adanya signifikansi tugas, lemahnya otonomi, dan umpan balik.

Terlihat masih banyaknya karyawan yang mengerjakan tugas setelah adanya arahan dari atasan, padahal pemimpin sudah memberikan rincian tugas dan cara pelaksanaan pekerjaan dan sering terjadi kesalahan-kesalahan yang dilakukan karyawan dalam melakukan pekerjaannya sehingga dapat mempengaruhi motivasi kerja karyawan. Peningkatan produktivitas kerja karyawan dapat dicapai apabila pemimpin dapat berperan besar terhadap karyawan serta mempunyai pengetahuan tentang cara memotivasi bawahannya agar bisa bekerja sesuai dengan arahan yang diberikan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai.

Masalah yang dihadapi oleh PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan yaitu motivasi kerja karyawan yang masih kurang, disebabkan desain pekerjaan yang kurang baik dan peran pemimpin yang kurang berpengaruh yang dapat dilihat dari tingkat perputaran karyawan yang cukup tinggi pada (Tabel 1.2), tingkat absensi rata-rata yang masih tinggi terlihat pada (Tabel 1.3), sehingga menimbulkan tidak tercapainya target produksi yang diinginkan oleh perusahaan pada (Tabel 1.4).


(27)

Berdasarkan uraian di atas, maka pokok masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah: “Apakah desain pekerjaan, gaya kepemimpinan transaksional dan transformasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja karyawan pada PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan.”

1.3 Tujuan Penulisan

Sehubungan dengan masalah yang diteliti maka yang menjadi tujuan penulisan adalah: Untuk mengidentifikasi sejauh mana pengaruh desain pekerjaan, gaya kepemimpinan transaksional, dan transformasional terhadap motivasi kerja karyawan pada PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan.

1.4 Manfaat Penulisan

Dengan adanya penelitian ini penulis berharap dapat memberikan manfaat kepada beberapa pihak, antara lain:

a. Sebagai sumbangan saran dan pemikiran yang dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam memahami desain pekerjaan, gaya kepemimpinan transaksional dan transformasional yang berpengaruh positif terhadap motivasi kerja karyawan pada PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan.

b. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan referensi bagi penelitian berikutnya yang sesuai dengan tema penelitian ini, sekaligus dapat


(28)

II. LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen sumber daya manusia secara khusus menitikberatkan perhatiannya pada bidang sumber daya manusia yang tidak lagi dianggap sebagai faktor produksi melainkan sebagai aset perusahaan, yaitu bagaimana memanfaatkan sumber daya tersebut secara optimal untuk mencapai tujuan perusahaan dengan baik. Memperjelas pengertian manajemen sumber daya manusia, maka dapat diuraikan beberapa definisi menurut para ahli sebagai berikut:

Menurut Mathis dan Jackson (2006)

“Manajemen sumber daya manusia adalah rancangan sistem-sitem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan-tujuan organisasional.”

Menurut Gary Dessler (2009)

“Manajemen sumber daya manusia mengacu pada praktek-praktek dan kebijakan yang dibutuhkan untuk melaksanakan aspek manajemen personalia pada pekerjaan, khusus, memperoleh pelatihan, menilai, bermanfaat, dan menyediakan lingkungan yang aman, etis, dan adil untuk karyaawan di perusahaan.”

Menurut Rivai (2006)

“Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian.”


(29)

Dari uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan serangkain kegiatan yang mengatur tentang ketenagakerjaan untuk mencapai tujuan individu mapun organisasi. Dalam suatu organisasi, sumber daya manusia memiliki kemajemukan keinginan dan tujuan. Hal ini tentu saja harus dikondisikan agar tujuan yang berbeda dari setiap individu dalam suatu organisasi dapat disatukan sesuai dengan tujuan perusahaan demi tercapainya efektifitas dan efisiensi perusahaan.

2.2 Pengertian Desain Pekerjaan

Desain pekerjaan diawali dengan analisis pekerjaan. Analisis pekerjaan terdiri dari isi pekerjaan, deskripsi kerja, proses penyeleksian, orientasi, dan pelatihan. Desain pekerjaan merupakan faktor penting dalam manajemen sumber daya manusia karena selain berhubungan dengan produktivitas juga menyangkut tenaga kerja yang akan melaksanakan kegiatan operasi perusahaan.

Menurut Sunarto (2005)

“Desain pekerjaan adalah spesifikasi isi, metode dan hubungan berbagai pekerjaan secara individu pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan pribadi pemegang perusahaan secara individu maupun tim.”

Menurut Haming dan Nurnajamuddin (2007)

“Desain pekerjaan berhubungan dengan penentuan spesifikasi tugas-tugas yang terkandung dalam pekerjaan yang dilaksanakan seorang tenaga kerja, baik untuk pekerjaan fisik penuh ataupun dengan mempergunakan mesin atau peralatan lainnya.”


(30)

Menurut Handoko (2008)

“Desain pekerjaan adalah fungsi penetapan kegiatan-kegiatan kerja seorang individu atau kelompok karyawan secara organisasional. Tujuannya adalah untuk mengatur penugasan-penugasan kerja yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan organisasi, teknologi, dan keperilakuan.”

Menurut Simamora (2004)

“Mengatakan desain pekerjaan adalah proses penentuan tugas-tugas yang akan dilaksanakan, metode-metode yang digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas ini, dan bagaimana pekerjaan tersebut berkaitan dengan pekerjaan lainnya di dalam organisasi.”

Desain pekerjaan adalah struktur pekerjaan untuk memperbaiki efisiensi bisnis dan kepuasan kerja karyawan, serta alat untuk memotivasi dan memberi tantangan pada karyawan. Desain pekerjaan memberikan petunjuk bagaimana cara untuk menyatukan antara karyawan dan pekerjaan mereka. Perusahaan memerlukan desain pekerjaan karena dapat menunjang tercapainya tujuan perusahaan secara efektif dan efisien yang dapat merangsang karyawan untuk bekerja secara produktif, mengurangi timbulnya rasa bosan, dan dapat meningkatkan motivasi kerja.

2.2.1 Elemen-Elemen Desain Pekerjaan

Desain perkerjaan haruslah dirancang dengan sebaik mungkin dengan mempertimbangkan elemen-elemen yang mempengaruhi desain pekerjaan. Elemen-elemen desain pekerjaan tersebut, antara lain:


(31)

1. Elemen-Elemen Organisasional

Menurut Handoko (2008), uraian elemen-elemen organisasional dalam desain pekerjaan, yaitu:

a. Pendekatan mekanistik

Pendekatan mekanistik berupaya untuk mengidentifikasikan setiap tugas dalam suatu pekerjaan agar tugas-tugas dapat diatur untuk meminimumkan waktu dan tenaga para karyawan.

b. Aliran kerja

Aliran kerja dalam suatu organisasi sangat dipengaruhi oleh sifat produk atau jasa.

c. Praktek-praktek kerja

Praktek-praktek kerja adalah cara-cara pelaksanaan kerja yang ditetapkan.

2. Elemen-Elemen Lingkungan

Menurut Rivai (2006), elemen-elemen lingkungan dalam desain pekerjaan, antara lain:

a. Kemampuan dan ketersedian karyawan

Pertimbangan efisiensi harus seimbang dengan kemampuan dan ketersedian orang yang akan melakukan pekerjaan itu.

b. Harapan sosial dan budaya

Kegagalan untuk mempertimbangkan harapan sosial dapat menciptakan ketidakpuasan, motivasi rendah, dan kinerja rendah, khususnya sewaktu tenaga kerja asing dilibatkan di dalam negeri atau di luar negeri.


(32)

c. Sikap tubuh karyawan (Ergonomics)

Kinerja optimal memerlukan hubungan sikap fisik antara pekerjaan dan pekerjaannya yang harus dipertimbangkan dalam merancang pekerjaan.

3. Elemen-Elemen Psikologis atau Keperilakuan

Menurut Hackman dan Oldham (1976), pada elemen psikologis terdapat model karakteristik pekerjaan yang mengidentifikasi lima dimensi yang menerangkan potensi motivasi sebuah pekerjaan, yaitu:

a. Variasi keterampilan (skill variety)

Variasi keterampilan adalah sejauh mana pekerjaan itu menuntut variasi kegiatan yang berbeda.

b. Identitas tugas (task identity)

Identitas tugas adalah sejauh mana membiarkan pekerja untuk dapat melihat pekerjaan secara keseluruhan dan mengenali awal dan akhir suatu pekerjaan.

c. Pentingnya tugas (task significance)

Pentingnya tugas adalah sejauh mana pekerjaan itu mempunyai dampak yang cukup besar pada kehidupan atau pekerjaan orang lain.

d. Otonomi (autonomy)

Otonomi adalah sejauh mana pekerjaan itu memberikan kebebasan, ketidaktergantungan, dan keluasan yang cukup besar ke individu dalam menjadualkan pekerjaan itu dan dalam menentukan prosedur yang digunakan menyelesaikan kerja itu.


(33)

e. Umpan balik (feedback)

Umpan balik adalah sejauh mana pelaksanaan kegiatan pekerjaan yang dituntut oleh pekerjaan itu menghasilkan perolehan atas informasi yang langsung dan jelas oleh individu mengenai keefektifan kinerjanya.

Gambar 2.1 Model Karakteristik Pekerjaan

Sumber: Hackman dan Oldham (1976)

Daft (2002)

“Menyatakan bahwa model karakteristik pekerjaan inti dapat didesain pada pekerjaan, karyawan akan lebih termotivasi, dan kualitas kinerja dan tingkat kepuasan akan menjadi semakin tinggi.”

Dimensi Pekerjaan Inti Variasi keterampilan Identitas tugas Pentingnya tugas Otonomi Umpan balik Kondisi Psikologis Kritis Pengalaman kerja yang bermanfaat Pengalaman bertanggung jawab atas hasil kerja

Pengetahuan tentang hasil nyata dari aktivitas kerja

Hasil Pribadi dan Kerja Motivasi kerja intern tinggi Kinerja berkualitas tinggi Kepuasan tinggi terhadap kerja Tingkat ketidakhadiran dan keluar-masuk karyawan rendah Kekuatan Kebutuhan-Tumbuh Karyawan


(34)

Dari gambar 2.1 model karakteristik pekerjaan dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Kondisi Psikologis Kritis

Menurut Daft (2002), variasi keterampilan, identitas tugas, dan pentingnya tugas mempengaruhi kondisi karyawan pada pengalaman kerja yang bermanfaat. Karakteristik pekerjaan berupa otonomi mempengaruhi pengalaman untuk bertanggung jawab pada pekerjaan. Karakteristik pekerjaan berupa umpan balik memberi pengetahuan hasil nyata pada pekerjaan.

Menurut Robbins (2006), dari titik pandang motivasi, model itu

mengatakan bahwa imbalan internal diperoleh individu saat dia memahami (pengetahuan akan hasil), bahwa ia secara pribadi (pengalaman akan tanggung jawab), telah bekinerja dengan baik pada tugas yang ia pedulikan (pengalaman akan arti penting).

b. Hasil Pribadi dan Kerja

Menurut Daft (2002), pengaruh lima karakteristik pekerjaan terhadap kondisi psikologis pada pengalaman yang bermanfaat, tanggung jawab, dan pengetahuan tentang hasil nyata mengarah pada hasil pribadi dan hasil kerja yang memberi motivasi kerja tinggi, kinerja tinggi, kepuasan tinggi, serta tingkat ketidakhadiran dan keluar-masuk karyawan yang rendah. c. Kekuatan Kebutuhan-Tumbuh Karyawan

Menurut Daft (2002), jika seseorang ingin memuaskan kebutuhan tingkat rendah, seperti keselamatan dan penerimaan model karakteristik pekerjaan memiliki sedikit efek. Ketika seseorang mempunyai kebutuhan yang tinggi untuk tumbuh dan berkembang, model ini akan sangat efektif.


(35)

Menurut Robbins (2006), hubungan antara dimensi pekerjaan inti dan hasil pekerjaan diubah atau disesuaikan oleh kekuatan perlunya pertumbuhan individu itu; yakni oleh hasrat karyawan akan harga diri dan aktualisasi diri.

2.3 Pengertian Gaya Kepemimpinan Transaksional

Kepemimpinan transaksional digambarkan sebagai kepemimpinan yang memberikan penjelasan tentang apa yang menjadi tanggung jawab atau tugas bawahan serta imbalan yang mereka dapatkan jika target yang ditentukan tercapai.

Menurut Burns (1978)

“Pemimpin transaksional yaitu pemimpin yang memotivasi bawahan melalui pemberian imbalan atas apa yang telah mereka lakukan.”

Menurut Yukl (2006)

“Kepemimpinan transaksional merupakan gaya kepemimpinan yang melibatkan suatu proses pertukaran yang dapat mengakibatkan kepatuhan pengikut dengan permintaan pemimpin, tetapi cenderung tidak untuk menghasilkan komitmen terhadap tujuan perusahaan.”

Menurut Robbins (2006)

“Pemimpin transaksional yaitu pemimpin yang memandu atau memotivasi para pengikut mereka menuju ke sasaran yang ditetapkan dengan

memperjelas persyaratan peran dan tugas.”

Menurut Daft (2002)

“Pemimpin transaksional adalah seorangpemimpin yang mengklarifikasi persyaratan peran dan tugas bawahan, memprakarsai struktur, memberikan penghargaan, dan memperlihatkan pertimbangan pada bawahan.”


(36)

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan transaksional hubungan pemimpin dengan bawahan didasarkan pada sebuah pertukaran atau tawar menawar diantara mereka. Pemimpin memotivasi bawahan atau

pengikutnya melalui pertukaran dengan imbalan bersyarat yang berfokus pada sasaran atau visi dan misinya, klarifikasi hubungan antara kinerja dengan imbalan serta memberi umpan balik konstruktif agar bawahan selalu melakukan tugas yang telah diberikan.

Menurut Yukl (2006), mengemukakan bahwa hubungan pemimpin transaksional dengan karyawan tercermin dari tiga hal, yakni:

a. Pemimpin mengetahui apa yang diinginkan karyawan dan menjelasakan apa yang akan mereka dapatkan apabila kerjanya sesuai dengan harapan, b. Pemimpin menukar usaha-usaha yang dilakukan oleh karyawan dengan

imbalan, dan

c. Pemimpin responsif terhadap kepentingan pribadi karyawan selama kepentingan tersebut sebanding dengan nilai pekerjaan yang telah dilakukan karyawan.

Menurut Burns (1978), dalam mengembangkan konsep kepemimpinan transaksional dengan berlandaskan pada pendapat Maslow mengenai hirarki kebutuhan manusia. Keterkaitan tersebut dapat dipahami dengan gagasan bahwa kebutuhan karyawan yang lebih rendah, seperti kebutuhan fisiologis dan rasa aman hanya dapat dipenuhi melalui praktik gaya kepemimpinan transaksional.


(37)

2.3.1 Komponen-Komponen Gaya Kepemimpinan Transaksional

Menurut Bass dan Riggio (2006), terdapat empat komponen dalam kepemimpinan transaksional, yaitu sebagai berikut:

1. Imbalan Kontigen (Contingent Reward/CR)

KepemimpinanContingent Reward melibatkan pemberian pekerjaan oleh pemimpin atau menambah persetujuan pengikut atas kebutuhan apa yang harus dituntaskan dengan janji ataurewardaktual yang ditawarkan dalam pertukarannya dengan derajat kepuasan yang muncul dari pekerjaan tersebut.

2. Manajemen Berdasar Pengecualian Aktif (Management by Exception Active/MBE-A)

Dalam MBE-A, pemimpin secara aktif merancang perangkat guna memantau penyelewengan dari standar, kesalahan, danerroryang ditunjukkan oleh pengikut untuk selanjutnya dilakukan langkah-langkah perbaikan. MBE-A efektif untuk dilakukan dalam situasi pekerjaan yang penuh bahaya.

3. Manajemen Berdasar Pengecualian Pasif (Management by Exception Passive/MBE-P)

Dalam MBE-P, pemimpin secara pasif menunggu terjadinya

penyelewengan, kesalahan, danerroruntuk muncul terlebih dahulu baru kemudian mengambil langkah perbaikan. MBE-P efektif untuk dilakukan tatkala pemimpin membawahi pengikut yang cukup banyak dan mereka melakukan pelaporan kepadanya.


(38)

4. Laissez-Faire Leadership(LF).

KepemimpinanLaissez-Faireadalah penghindaran atau ketiadaan kepemimpinan, dan merupakan kepemimpinan yang paling tidak efektif. Keputusan-keputusan yang diperlukan tidak dibuat. Tindakan ditunda. Wewenang kepemimpinan diabaikan. Otoritas tidak digunakan.

2.4 Pengertian Gaya Kepemimpinan Transformasional

Salah satu bentuk kepemimpinan yang diyakini dapat mengimbangi pola pikir dan refleksi paradigma baru dalam arus globalisasi dirumuskan sebagai kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan transformasional, digambarkan sebagai gaya kepemimpinan yang dapat membangkitkan atau memotivasi karyawan, sehingga dapat berkembang dan mencapai kinerja pada tingkat yang tinggi, melebihi dari apa yang mereka perkirakan sebelumnya.

Menurut Burns (1978)

“Mendefinisikan kepemimpinan transformasional yaitu para pemimpin dan pengikut saling meningkatkan motivasi dan moralitas satu sama lain ke tingkat yang lebih tinggi.”

Menurut Yukl (2006)

“Kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang mempengaruhi bawahan sehingga bawahan merasakan kepercayaan, kebanggaan, loyalitas dan rasa hormat terhadap atasan serta termotivasi untuk melakukan lebih dari apa yang diharapkan.”


(39)

Menurut Robbins (2006)

“Pemimpin transformasional yaitu pemimpin yang menginspirasi para pengikut untuk melampaui kepentingan-pribadi mereka dan yang mampu membawa dampak mendalam dan luar biasa pada para pengikut.”

Menurut Daft (2002)

“Pemimpin transformasional adalah seorang pemimpin yang dibedakan dalam kemampuan khususnya untuk membawa inovasi dan perubahan.”

Definisi dari beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional mampu mengembangkan gerakan inovatif, mampu

memberdayakan karyawan dan organisasi ke dalam suatu perubahan cara berfikir, pengembangan visi, pengertian dan pemahaman tentang tujuan organisasi serta pengolahan aktivitas kerja dengan manfaat bakat, keahlian, kemampuan ide dan pengalaman sehingga setiap karyawan merasa terlibat dan tanggung jawab dalam menyelesaikan pekerjaan.

Menurut Yukl (2006), telah menawarkan beberapa pedoman untuk penggunaan kepemimpinan transformasional, yaitu:

a. Mengutarakan visi yang jelas dan menarik, dan menjelaskan bagaimana hal itu dapat dicapai,

b. Bertindak dengan percaya diri dan optimis, dan menunjukkan kepercayaan kepada pengikut, dan

c. Mendukung visi melalui alokasi sumber daya, menekankan pada nilai-nilai kunci, dan memimpin dengan memberikan contoh.


(40)

Dalam kepemimpinan transformasional menurut Yukl (2006), pemimpin mengubah dan memotivasi pengikutnya dengan:

a. Membuat mereka lebih sadar akan pentingnya hasil tugas,

b. Mendorong mereka untuk mengatasi sendiri kepentingan pribadi demi organisasi atau tim, dan

c. Mengaktifkan kebutuhan tingkat tinggi mereka.

Menurut Burns (1978), dalam mengembangkan konsep kepemimpinan

transformasional dengan berlandaskan pada pendapat Maslow mengenai hirarki kebutuhan manusia. Keterkaitan tersebut dapat dipahami dengan gagasan bahwa kebutuhan yang lebih tinggi, seperti harga diri dan aktualisasi diri, hanya dapat dipenuhi melalui praktik gaya kepemimpinan transformasional.

2.4.1 Komponen-Komponen Gaya Kepemimpinan Transformasional

Menurut Bass dan Riggio (2006), kepemimpinan transformasional mempunyai sejumlah komponen, yaitu sebagai berikut:

1. Pengaruh yang Diidealkan (Idealized Influence).

Pemimpin transformasional berperilaku dengan cara yang memungkinkan mereka dianggap sebagai model ideal bagi pengikutnya. Pemimpin

dikagumi, dihargai, dan dipercayai. Pengikut mengidentifikasi diri mereka dengan pemimpin dan ingin menirunya. Pemimpin dipandang pengikutnya punya kemampuan, daya tahan, dan faktor penentu yang luar biasa.


(41)

2. Motivasi yang Inspiratif (Inspirational Motivation).

Pemimpin transformasional berperilaku dengan cara yang mampu

memotivasi dan menginspirasi orang-orang yang ada di sekeliling mereka dengan memberi makna dan tantangan atas kerja yang dilakukan oleh para pengikutnya. Semangat tim meningkat. Antusiasme dan optimisme

ditunjukan.

3. Stimulasi Intelektual (Intellectual Stimulation).

Pemimpin transformasional merangsang usaha pengikutnya untuk kreatif dan inovatif dengan mempertanyakan anggapan dasar (asumsi),

memetakan masalah, dan memperbaharui pendekatan-pendekatan lama. Kreativitas kemudian terbentuk. Pengikut jadi berani mencoba

pendekatan-pendekatan baru dan gagasan mereka tidak dikritik karena beda dengan gagasan pemimpin.

4. Pertimbangan Individual (Individualized Consideration).

Pemimpin transformasional memberi perhatian khusus atas kebutuhan setiap pengikut dalam rangka mencapai prestasi dan perkembangan dengan bertindak sekaligus pelatih dan pembimbing. Pengikut dan para kolega mampu muencapai potensi tertinggi mereka. Pertimbangan individual diterapkan tatkala satu kesempatan belajar baru diciptakan bersamaan dengan iklim yang mendukung. Perbedaan kebutuhan dan keinginan individual diakui. Pemimpin menunjukkan penerimaan atas perbedaan individual tersebut.


(42)

2.5 Pengertian Motivasi Kerja

Seorang karyawan yang bekerja pada organisasi mengharapkan sesuatu dari organisasi tersebut. Sesuatu yang diharapkan tersebut selain upah atau gaji mereka juga mengharapkan hal-hal yang dapat memberikan jaminan kepada karyawan tersebut tentang kesinambungan pekerjaan dan karirnya. Tercapainya harapan karyawan tersebut akan meningkatkan motivasi kerja karyawan.

Menurut Griffin dan Ebert (2007)

“Motivasi didefinisikan sebagai serangkaian kekuatan yang menyebabkan orang berperilaku dalam cara tertentu.”

Menurut Robbins (2006)

“Motivasi adalah proses yang berperan pada intensitas, arah, dan lamanya berlangsung upaya individu ke arah pencapaian sasaran.”

Menurut Kreitner & Kinicki (2008)

“Motivasi menggambarkan proses psikhologis yang menyebabkan timbulnya arah dan ketekunan tindakan sukarela yang diarahkan ke tujuan.”

Menurut Nasarudin (2010)

“Motivasi kerja dapat diartikan sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan, serta memelihara perilaku yang berhubungan langsung dengan lingkungan kerja.”


(43)

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah sekelompok pendorong yang berasal baik dari dalam maupun dari luar individu untuk melakukan pekerjaan yang mengarah pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya.

2.5.1 Teori Motivasi Maslow

Teori motivasi Maslow menyatakan bahwa kebutuhan individu diatur dalam suatu urutan hierarki mengenai kebutuhan dan bahwa orang akan berusaha memuaskan kebutuhan yang lebih mendasar (tingkat rendah) sebelum mengarahkan prilaku menuju kebutuhan dengan tingkat yang lebih tinggi (Maslow, 1970).

Lima kebutuhan Maslow, mulai dari yang terendah hingga yang tertinggi, yaitu: 1. Kebutuhan fisiologis (physiological needs). Kebutuhan akan makanan,

minuman, tempat tinggal, dan kebutuhan jasmani lainya.

2. Kebutuhan keamanan (safety needs). Kebutuhan keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional. Dalam sebuah organisasi tempat kerja, kebutuhan keselamatan merefleksikan kebutuhan akan keselamatan kerja, tunjangan tambahan, dan jaminan kerja.

3. Kebutuhan sosial (social needs). Kebutuhan ini merefleksikan hasrat untuk diterima sesama, mempunyai ikatan pertemanan, menjadi bagian dari sebuah kelompok, dan dicintai.


(44)

4. Kebutuhan penghargaan (esteem needs). Kebutuhan yang mencakup faktorr penghormatan diri seperti harga diri, otonomi, dan prestasi; serta faktor faktor penghormatan dari luar seperti status, pengakuan, dan perhatian.

5. Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization needs). Dorongan untuk menjadi seseorang atau sesuatu sesuai ambisinya yang mencakup pertumbuhan, pencapaian potensi, dan pemenuhan kebutuhan diri.

2.5.2 Teori Motivasi Herzberg

Frederick Herzberg menyimpulkan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan kerja bergantung pada dua macam faktor, yaitu faktorhigienedan faktormotivasi (Griffin dan Ebert, 2007). Faktorhigienedan faktormotivasidijabarkan sebagai berikut:

1. Faktorhigienis, merupakan kondisi ekstrinsik yang mencakup penyeliaan, kondisi bekerja, hubungan antar pribadi, bayaran dan keamanan, kebijakan dan administrasi perusahaan.

2. Faktormotivasi, merupakan serangkaian kondisi intrinsik yang mencakup pencapaian, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, dan kemajuan dan pertumbuh.


(45)

Teori ini menyatakan bahwa para manajer harus mengikuti pendekatan dua langkah dalam meningkatkan motivasi. Pertama, memastikan bahwa faktor higienisdapat diterima dengan baik, yang dapat mengakibatkan tidak adanya rasa ketidakpuasan. Kedua, harus menawarkan faktor motivasi sebagai cara untuk meningkatkan kepuasan dan motivasi.

2.5.3 Teori Kebutuhan McClelland

McClelland telah mengajukan teori motivasi yang secara dekat berhubungan dengan konsep pembelajaran. Teori ini berfokus pada tiga kebutuhan, yaitu prestasi, kekuasaan, dan kelompok pertemanan (Robbins, 2006).

Kebutuhan ini didefinisikan sebagai berikut:

1. Kebutuhan akan prestasi. Dorongan untuk unggul, untuk berprestasi berdasar seperangkat standar, untuk berusaha keras supaya sukses. 2. Kebutuhan akan kekuasaan. Kebutuhan untuk membuat orang lain

berperilaku dalam suatu cara yang sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya.

3. Kebutuhan akan kelompok pertemanan. Hasrat untuk hubungan antarpribadi yang ramah dan akrab.


(46)

2.5.4 Teori Motivasi ERG Alderfer

Teori ERG Alderfer menyatakan bahwa, seseorang terus menerus merasa frustrasi dalam uasaha dalam memenuhi kebutuhan pertumbuhan, kebutuhan hubungan muncul kembali sebagai kekuatan yang memotivasi, menyebabkan individu mengarahkan ulang usahanya untuk memuaskan kategori kebutuhan mereka pada tinggkat yang rendah (Ivancevich, Konopaske, dan Matteson, 2007). Hierarki kebutuhan tersebut terdiri dari tiga rangkaian kebutuhan, yaitu:

1. Eksistensi (existence). Kebutuhan kebutuhan yang dipuaskan oleh faktor-faktor seperti makanan, udara, imbalan, dan kondisi kerja.

2. Hubungan (relatedness). Kebutuhan yang dipuaskan oleh hubungan sosial dan interpersonal yang berarti.

3. Kebutuhan pertumbuhan (growth needs). Kebutuhan yang terpuaskan jika individu membuat kontribusi yang produktif atau kreatif.

2.5.5 Teori X dan Y

Douglas McGregor menyimpulkan bahwa para manajer mempunyai kepercayaan yang sangat berbeda mengenai cara terbaik menggunakan sumber daya manusia di sebuah perusahaan. Douglas McGregor mengklasifikasikan keyakinan itu ke dalam serangkaian asumsi yang diberi label “Teori X” dan “Teori Y” (Griffin dan Ebert, 2007).


(47)

1. Teori X

Yaitu teori motivasi yang menyatakan bahwa karyawan bersifat malas, tidak mau bekerja sama dan harus dihukum dan diberi imbalan agar mereka menjadi produktif.

2. Teori Y

Yaitu teori motivasi yang menyatakan bahwa karyawan pada dasarnya energik, berorientasi ke perkembangan, memotivasi diri sendiri, dan tertarik untuk menjadi produktif.

2.6 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu sangat penting kegunaannya adalah untuk mengetahui hasil yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu sekaligus sebagai perbandingan dan gambaran yang dapat mendukung kegiatan penelitian berikutnya. Adapun penelirtian terdahulu yang menggunakan variabel desain pekerjaan, gaya kepemimpinan, dan motivasi kerja diantaranya:

1. Serita Febriani Singarimbun (2011), mengenai “Pengaruh Desain

Pekerjaan Terhadap Semangat Kerja Karyawan Pada Kantor Regional VI Badan Kepegawaian Negara Medan”. Berdasarkan penelitian tersebut disimpulkan bahwa:

a) Variabel desain pekerjaan (X) berpengaruh positif dan signifikan terhadap semangat kerja karyawan (Y) dengan koefisien regresi sebesar 0,831. Hal ini berarti bahwa dengan adanya kejelasan desain kerja yang diberikan Kantor Regional VI Badan


(48)

Kepegawaian Negara Medan kepada karyawan akan meningkatkan semangat kerja karyawan.

b) Identifikasi determinan (R2) yaitu dengan nilai 0,367 artinya bahwa sebesar 36,7% semangat kerja pegawai (Y) pada Kantor Regional VI Badan Kepegawaian Negara Medan dapat dijelaskan oleh variabel semangat kerja serta sisanya 63,3% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini.

2. Ari Iskandar (2010), dengan judul “PengaruhKepemimpinan dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan PT Vista Grain di Bandar Lampung”.

Berdasarkan penelitian tersebut disimpulkan bahwa:

a) Berdasarkan analisis kuantitatif, yaitu dari uji f dan uji t yang dihitung menggunakan program SPSS, didapat fhitung(7,924) > ftabel (3,14) dan variabel kepemimpinan (X1) thitung(2,611) > ttabel

(1,6686), variabel motivasi (X2) thitung(2,221) > ttabel(1,6686) dimana baik uji f atau pun uji t Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa kepemimpinan dan motivasi memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan pada PT Vista Grain Bandar Lampung.

b) Berdasarkan analisis kualitatif masih ada sikap kepemimpinan dan motivasi yang diberikan dianggap kurang oleh karyawan sehingga menyebabkan kinerja karyawan menurun.


(49)

2.7 Kerangka Pemikiran

Kerangka konseptual bertujuan untuk mengemukakan secara umum mengenai objek penelitian yang dilakukan dalam kerangka dari variabel yang akan diteliti. Kerangka konseptual yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah desain pekerjaan, gaya kepemimpinan transaksional dan transformasional sebagai variabel X dan motivasi kerja sebagai variabel Y.

Menurut Simamora (2004)

“Desain pekerjaan adalah proses penentuantugas-tugas yang akan

dilaksanakan, metode-metode yang digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas ini, dan bagaimana pekerjaan tersebut berkaitan dengan pekerjaan lainnya di dalam organisasi.”

Desain pekerjaan yang baik harus mampu mencerminkan uraian dan spesifikasi pekerjaan yang disesuaikan dengan persyaratan yang dituntut dari karyawan yang akan menduduki jabatan tersebut. Penempatan karyawan yang sesuai dengan tuntutan persyaratan pekerjaan, maka karyawan cenderung merasa termotivasi terhadap pekerjaan mereka, karena mereka mampu melaksanakan sesuai dengan kemampuan, keterampilan serta persyaratan yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Menurut Hackman dan Oldham (1976), mengemukakan ada lima elemen

keperilakuan yang disebut model karakteristik pekerjaan. Lima elemen tersebut yang perlu dipertimbangkan dalam desain pekerjaan, yaitu variasi keterampilan, identitas tugas, pentingnya tugas, otonomi, dan umpan balik.


(50)

Menurut Burns (1978)

“Pemimpin transaksional yaitu pemimpin yang memotivasi bawahan melaluipemberian imbalan atas apa yang telah mereka lakukan.”

Gaya kepemimpinan transaksional sebagai suatu gaya kepemimpinan yang

mendapatkan motivasi para bawahannya dengan menyerukan ketertarikan mereka sendiri. Perilaku kepemimpinan terfokus pada hasil dari tugas dan hubungan dari pekerja yang baik dalam pertukaran untuk penghargaan yang diinginkan.

Kepemimpinan transaksional mendorong pemimpin untuk menyesuaikan gaya dan perilaku mereka untuk memahami harapan bawahan.

Menurut Bass dan Riggio (2006), menyatakan bahwa gaya kepemimpinan transaksional terdapat empat komponen, yaitu imbalan kontigen, manajemen berdasar pengecualian (aktif), manajemen berdasar pengecualian (pasif), dan Laissez-Faire.Empat komponen tersebut yang menjadi faktor pembentuk gaya kepemimpinan transaksional.

Menurut Yukl (2006)

“Kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang mempengaruhi bawahan sehingga bawahan merasakan kepercayaan, kebanggaan, loyalitas dan rasa hormat terhadap atasan serta termotivasi untuk melakukan lebih dari apa yang diharapkan.”

Gaya kepemimpinan transformasional harus dapat mendefinisikan,

mengkomunikasikan dan mengartikulasikan visi organisasi, dan bawahan harus menerima dan mengakui kredibilitas pemimpinnya. Karyawan yang merasa senang dengan pemimpinya, maka akan memicu motivasi kerja yang tinggi.


(51)

Pemimpin yang kurang tepat dalam memilih sebuah gaya kepemimpinan, maka karyawan akan memiliki motivasi kerja yang rendah.

Menurut Bass dan Riggio (2006), menyatakan bahwa gaya kepemimpinan transformasional terdapat empat komponen, yaitu pengaruh yang diidealkan, motivasi yang inspiratif, stimulasi intelektual, dan pertimbangan individual.. Empat komponen tersebut yang menjadi faktor pembentuk gaya kepemimpinan transformasional.

Menurut Griffin dan Ebert (2007)

“Motivasi didefinisikan sebagai serangkaian kekuatan yang menyebabkan orang berperilaku dalam cara tertentu.”

Perkembangan dalam dunia kerja tidak jarang menyebabkan timbulnya persoalan yang berhubungan dengan sumber daya manusia yang menghambat tercapainya tujuan perusahaan secara maksimal. Masalah yang dapat menghambat tercapainya tujuan perusahaan salah satunya yaitu motivasi kerja yang dimiliki para karyawan karena tujuan perusahaan dapat tercapai secara maksimal membutuhkan karyawan yang memiliki motivasi kerja yang tinggi sehingga dapat meningkatkan

produktivitasnya.

Menurut Maslow (1970), dalam teori motivasinya menyatakan lima kebutuhan, mulai dari yang terendah hingga yang tertinggi. Lima kebutuhan tersebut yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan dan keselamatan, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri.


(52)

Dengan demikian, dalam kerangka pemikiran ini dikemukakan variabel yang akan diteliti yaitu desain pekerjaan, gaya kepemimpinan transaksional, dan gaya

kepemimpinan transformasional sebagai variabel bebas, sedangkan motivasi kerja sebagai variabel terikat. Seperti yang tertera pada gambar 2.2 berikut ini:

Gambar 2.2 Kerangka Pikir Pengaruh Desain Pekerjaan, Gaya

Kepemimpinan Transaksional dan Transformasional terhadap Motivasi Kerja Karyawan pada PT Coca Cola Bottling

Indonesia di Lampung Selatan

Desain Pekerjaan (X1) Variasi keterampilan Identitas tugas Pentingnya tugas Otonomi

Umpan balik

(Hackman dan Oldham, 1976)

Gaya Kepemimpinan Transaksional (X2)

Imbalan kontigen

Manajemen dengan eksepsi (aktif) Manajemen dengan eksepsi (pasif) Laissez-Faire

(Bass dan Riggio, 2006)

Motivasi Kerja (Y) Kebutuhan fisiologis Kebutuhan keamanan Kebutuhan sosial Kebutuhan penghargaan Kebutuhan aktualisasi diri (Maslow, 1970)

Gaya Kemimpinan Transformasional (X3)

Pengaruh yang diidealkan Motivasi yang inspiratif Stimulasi intelektual Pertimbangan individual (Bass dan Riggio, 2006)


(53)

2.8 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang diajukan adalah “Desain pekerjaan, gaya kepemimpinan transaksional dan transformasional berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap motivasi kerja karyawan pada PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan”.


(54)

III. METODELOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

3.1.1 Data Primer

Data yang dikelompokan melalui penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumbernya. Dalam hal ini diperoleh dari responden yang menjawab pertanyaan yang tertuang di dalam kuesioner tentang pengaruh desain pekerjaan, gaya kepemimpinan transaksional dan transfrormasional terhadap motivasi kerja karyawan.

3.1.2 Data Sekunder

Data yang diperoleh dari dokumentasi atau catatan perusahaan berupa gambaran umum perusahaan, jumlah karyawan, produktivitas, absensi, dan data yang diperoleh dari artikel, jurnal, maupun penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti sebagai bahan pertimbangan dalam penulisan ini.


(55)

3.2 Metode Pengumpulan Data

3.2.1 Penelitian Kepustakaan

Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data melalui sumber literatur-literatur, jurnal ilmiah, buku-buku, internet, dan yang dapat menjadi referensi pendukung penulisan.

3.2.2 Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh data melalui penelitian langsung pada PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan. Metode pengambilan data dilakukan melalui:

a. Wawancara

Yaitu wawancara langsung dengan pemimpin dan karyawan PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan.

b. Dokumentasi

Merupakan metode yang dipakai dengan cara mempelajari dan

mengumpulkan data yang didokumentasikan oleh PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan.

c. Kuesioner

Pengumpulan data berdasarkan daftar pertanyaan tentang desain

pekerjaan, gaya kepemimpinan transaksional dan transformasional, dan motivasi kerja karyawan yang ditunjukan kepada para karyawan PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan.


(56)

Sistem penentuan jenjang skor dalam penelitian ini adalah jenjang 5 (1-2-3-4-5). Skor yang digunakan dalam penelitian ini di asumsikan sebagai berikut:

1. Jawaban Sangat Tidak Setuju skor 1 2. Jawaban Tidak Setuju skor 2

3. Jawaban Netral skor 3 4. Jawaban Setuju skor 4

5. Jawaban Sangat Setuju skor 5

3.3 Penentuan Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek atau objek dengan kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sangadji dan Sopiah, 2010). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh karyawan PT Coca Cola Bottling Indonesia yang berjumlah 121 orang.

3.3.2 Sampel

Menurut Sangadji dan Sopiah (2010), sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Menurut Sugiyono (2006), penentuan jumlah sampel dapat dirumuskan sebagai berikut:


(57)

= 10 x jumlah variabel (variabel X dan Y) yang diteliti = 10 x 4 = 40

Sumber: Sugiyono (2006)

Empat variabel yang terdapat dalam penelitian ini, yaitu desain pekerjaan, gaya kepemimpinan transaksional dan transformasional, dan motivasi kerja karyawan. Maka, minimal jumlah sampel dalam penelitian ini yang harus dipenuhi sebanyak 40 sampel (responden).

3.4 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel dan atau konstrak dengan cara memberikan arti atau melakukan spesifikasi

kegiatan maupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur konstrak atau variabel (Sangadji dan Sopiah, 2010). Dalam penelitian ini definisi operasional variabel adalah sebagai berikut:

Desain Pekerjaan (X1)

Simamora (2004)

“Desain pekerjaan adalah proses penentuan tugas-tugas yang akan

dilaksanakan, metode-metode yang digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas ini, dan bagaimana pekerjaan tersebut berkaitan dengan pekerjaan lainnya di dalam organisasi.”


(58)

Elemen keperilakuan merupakan salah satu elemen dari beberapa elemen yang harus diperhatikan dalam desain pekerjaan. Elemen keperilakuan yang menjadi indikator dalam penulisan ini. Hackman dan Oldham (1976), menyatakan lima model karakteristik pekerjaan dalam elemen keperilakuan yang perlu

dipertimbangkan, yaitu:

1. Variasi keterampilan (skill variety)

Variasi keterampilan adalah sejauh mana pekerjaan itu menuntut keragaman kegiatan yang berbeda.

2. Identitas tugas (task identity)

Identitas tugas adalah sejauh mana membiarkan pekerja untuk dapat melihat pekerjaan secara keseluruhan dan mengenali awal dan akhir suatu pekerjaan.

3. Pentingnya tugas (task significance)

Pentingnya tugas adalah sejauh mana pekerjaan itu mempunyai dampak yang cukup besar pada kehidupan atau pekerjaan orang lain.

4. Otonomi (autonomy)

Otonomi adalah sejauh mana pekerjaan itu memberikan kebebasan, ketidaktergantungan, dan keluasan yang cukup besar ke individu dalam menjadualkan pekerjaan itu dan dalam menentukan prosedur yang digunakan menyelesaikan kerja itu.

5. Umpan balik (feedback)

Umpan balik adalah sejauh mana pelaksanaan kegiatan pekerjaan yang dituntut oleh pekerjaan itu menghasilkan perolehan atas informasi yang langsung dan jelas oleh individu mengenai keefektifan kinerjanya.


(59)

Gaya Kepemimpinan Transaksional (X2)

Burns (1978)

“Pemimpin transaksional yaitu pemimpin yang memotivasi bawahan melalui pemberian imbalan atas apa yang telah mereka lakukan.”

Menurut Bass dan Riggio (2006), dalam gaya kepemimpinan transaksional terdapat empat komponen. Maka, indikator dalam penulisan ini, adalah sebagai berikut:

a) Imbalan Kontigen (Contingent Reward/CR)

KepemimpinanContingent Reward melibatkan pemberian pekerjaan oleh pemimpin atau menambah persetujuan pengikut atas kebutuhan apa yang harus dituntaskan dengan janji ataurewardaktual yang ditawarkan dalam pertukarannya dengan derajat kepuasan yang muncul dari pekerjaan tersebut.

b) Manajemen dengan Eksepsi Aktif (Management by Exception Active/MBE-A)

Dalam MBE-A, pemimpin secara aktif merancang perangkat guna memantau penyelewengan daristandard, kesalahan, danerroryang ditunjukkan oleh pengikut untuk selanjutnya dilakukan langkah-langkah perbaikan.


(60)

c) Manajemen dengan Eksepsi Pasif (Management by Exception Passive/MBE-P)

Dalam MBE-P, pemimpin secara pasif menunggu terjadinya

penyelewengan, kesalahan, danerroruntuk muncul terlebih dahulu baru kemudian mengambil langkah perbaikan.

d) Laissez-Faire Leadership(LF).

Kepemimpinan Laissez-Faire adalah penghindaran atau ketiadaan kepemimpinan, dan merupakan kepemimpinan yang paling tidak efektif.

Gaya Kepemimpinan Transformasional (X3)

Yukl (2006)

“Kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang mempengaruhi bawahan sehingga bawahan merasakan kepercayaan, kebanggaan, loyalitas dan rasa hormat terhadap atasan serta termotivasi untuk melakukan lebih dari apa yang diharapkan.”

Menurut Bass dan Riggio (2006), dalam gaya kepemimpinan transformasional terdapat empat komponen. Indikator dalam penulisan ini, adalah sebagai berikut:

1. Pengaruh yang Diidealkan (Idealized Influence). Pemimpin

transformasional berperilaku dengan cara yang memungkinkan mereka dianggap sebagai model ideal bagi pengikutnya.

2. Motivasi yang Inspiratif (Inspirational Motivation). Pemimpin

transformasional berperilaku dengan cara yang mampu memotivasi dan menginspirasi orang-orang yang ada di sekeliling mereka dengan memberi makna dan tantangan atas kerja yang dilakukan oleh para pengikutnya.


(61)

3. Stimulasi Intelektual (Intellectual Stimulation). Pemimpin

transformasional merangsang usaha pengikutnya untuk kreatif dan inovatif dengan mempertanyakan anggapan dasar (asumsi), memetakan masalah, dan memperbaharui pendekatan-pendekatan lama.

4. Pertimbangan Individual (Individualized Consideration). Pemimpin transformasional memberi perhatian khusus atas kebutuhan setiap pengikut dalam rangka mencapai prestasi dan perkembangan dengan bertindak sekaligus pelatih dan pembimbing.

Motivasi Kerja (Y)

Griffin dan Ebert (2007)

“Motivasi didefinisikan sebagai serangkaian kekuatan yang menyebabkan orang berperilaku dalam cara tertentu.”

Maslow (1970), dalam teori motivasi maslow terdapat lima kebutuhan dari yang tertinggi hingga yang terendah. Lima kebutuhan tersebut yang menjadi indikator dalam penulisan ini, yaitu:

1. Kebutuhan fisiologis (physiological needs). Kebutuhan akan makanan, minuman, tempat tinggal, dan kebutuhan jasmani lainnya.

2. Kebutuhan keamanan (safety needs). Kebutuhan keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional.

3. Kebutuhan sosial (social needs). Kebutuhan ini merefleksikan hasrat untuk diterima sesama, mempunyai ikatan pertemanan, menjadi bagian dari sebuah kelompok, dan dicintai.


(62)

4. Kebutuhan penghargaan (esteem needs). Kebutuhan yang mencakup faktorr penghormatan diri seperti harga diri, otonomi, dan prestasi; serta faktor faktor penghormatan dari luar seperti status, pengakuan, dan perhatian.

5. Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization needs). Dorongan untuk menjadi seseorang atau sesuatu sesuai ambisinya yang mencakup pertumbuhan, pencapaian potensi, dan pemenuhan kebutuhan diri.

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel

No Indikator Definisi Indikator Skala

Desain Pekerjaan (X1)Hackman dan Oldham (1976) 1.

Variasi Keterampilan (Skill Variety)

Sejauh mana pekerjaan itu menuntut variasi kegiatan

yang berbeda.(Robbins, 2006) Likert

2.

Identitas Tugas (Task Identity)

Sejauh mana membiarkan pekerja untuk dapat melihat pekerjaan secara keseluruhan dan mengenali awal dan akhir suatu pekerjaan. (Robbins, 2006) Likert 3. Pentingnya Tugas (Task Significance)

Sejauh mana pekerjaan itu mempunyai dampak yang cukup besar pada kehidupan atau pekerjaan orang lain. (Robbins, 2006)

Likert

4. Otonomi (Autonomy)

Sejauh mana pekerjaan itu memberikan kebebasan, ketidaktergantungan, dan keluasan yang cukup besar ke individu dalam menjadualkan pekerjaan itu dan dalam menentukan prosedur yang digunakan menyelesaikan kerja itu. (Robbins, 2006)

Likert

5. Umpan Balik (Feedback)

Sejauh mana pelaksanaan kegiatan pekerjaan yang dituntut oleh pekerjaan itu menghasilkan

perolehan atas informasi yang langsung dan jelas oleh individu mengenai keefektifan kinerjanya. (Robbins, 2006)


(63)

No Indikator Definisi Indikator Skala Gaya Kepemimpinan Transaksional (X2) Bass dan Riggio (2006)

1. Imbalan kontigen

Melibatkan pemberian pekerjaan oleh pemimpin atau menambah persetujuan pengikut atas kebutuhan apa yang harus dituntaskan dengan janji ataurewardaktual yang ditawarkan dalam pertukarannya dengan derajat kepuasan yang muncul dari pekerjaan tersebut.

Likert 2. Manajemen berdasar pengecualian (Aktif)

Pemimpin secara aktif merancang perangkat guna memantau penyelewengan dari standar, kesalahan, dan erroryang ditunjukkan oleh pengikut untuk

selanjutnya dilakukan langkah-langkah perbaikan.

Likert 3. Manajemen berdasar pengecualian (Pasif)

Pemimpin secara pasif menunggu terjadinya penyelewengan, kesalahan, danerroruntuk muncul terlebih dahulu baru kemudian mengambil langkah perbaikan.

Likert

4. Laissez-Faire Penghindaran atau ketiadaan kepemimpinan, dan

merupakan kepemimpinan yang paling tidak efektif. Likert Gaya Kepemimpinan Transformasional (X3) Bass dan Riggio (2006)

1.

Pengaruh yang Diidealkan

Pemimpin transformasional berperilaku dengan cara yang memungkinkan mereka dianggap sebagai model ideal bagi pengikutnya.

Likert

2. Motivasi yang Inspiratif

Pemimpin transformasional berperilaku dengan cara yang mampu memotivasi dan menginspirasi orang-orang yang ada di sekeliling mereka dengan memberi makna dan tantangan atas kerja yang dilakukan oleh para pengikutnya.

Likert

3. Stimulasi Intelektual

Pemimpin transformasional merangsang usaha pengikutnya untuk kreatif dan inovatif dengan mempertanyakan anggapan dasar (asumsi), memetakan masalah, dan memperbaharui pendekatan-pendekatan lama.

Likert

4. Pertimbangan Individual

Pemimpin transformasional memberi perhatian khusus atas kebutuhan setiap pengikut dalam rangka mencapai prestasi dan perkembangan dengan bertindak sekaligus pelatih dan pembimbing.


(64)

No Indikator Definisi Indikator Skala Motivasi Kerja (Y) Maslow (1970)

1. Kebutuhan Fisiologis

Kebutuhan akan makanan, minuman, tempat tinggal, dan bebas dari rasa sakit. (Ivancevich, Konopaske, dan Matteson, 2007)

Likert

2. Kebutuhan Keamanan

Kebutuhan keselamatan dan perlindungan

terhadap kerugian fisik dan emosional. (Robbins, 2006)

Likert

3. Kebutuhan Sosial

Kebutuhan ini merefleksikan hasrat untuk diterima sesama, mempunyai ikatan pertemanan, menjadi bagian dari sebuah kelompok, dan dicintai. (Daft, 2002)

Likert

4. Kebutuhan Penghargaan

Kebutuhan yang mencakup faktor penghormatan diri seperti harga diri, otonomi, dan prestasi; serta faktor faktor penghormatan dari luar seperti status, pengakuan, dan perhatian. (Robbins, 2006)

Likert

5.

Kebutuhan Aktualisasi Diri

Dorongan untuk menjadi seseorang atau sesuatu sesuai ambisinya yang mencakup pertumbuhan, pencapaian potensi, dan pemenuhan kebutuhan diri. (Robbins, 2006)

Likert

Sumber:Hackman dan Oldham (1976), Bass dan Riggio (2006), Bass dan Riggio (2006), dan Maslow (1970)

3.5 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

3.5.1 Uji Validitas

Validitas menunjuk pada sejauh mana suatu alat mampu mengukur apa yang seharusnya diukur, (Sangadji dan Sopiah, 2010). Validitas sebagai alat ukur untuk menguji bentuk variabel pertanyaan dalam kuesioner dengan menggunakan rumus korelasiProduct Moment,yaitu:

N( x )-( x)



N y -( y )

) ( x) ( -xy N r 2 2 2 2 xy         y


(65)

Keterangan :

rxy = Nilai koefisien korelasi variabel x dan y N = Jumlah responden

x = Skor item pertanyaan ke i y = Total skor item pertanyaan ke i Sumber: Sangadji dan Sopiah (2010)

Adapun yang menjadi kriteria dalam uji validitas adalah sebagai berikut:

1. Jika rhitung> rtabelmaka pertanyaan dinyatakan valid 2. Jika rhitung< rtabelmaka pertanyaan dinyatakan tidak valid.

3.5.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas menyangkut ketepatan alat ukur. Suatu alat ukur mempunyai reliabilitas tinggi atau dapat dipercaya jika alat ukur mantap. Dalam pengertian, alat ukur tersebut stabil, dapat diandalkan (dependability), dan dapat diramalkan (predictability), (Sangadji dan Sopiah, 2010). Untuk mengukur tingkat ketepatan alat ukur digunakan pengujian reliabilitas dengan rumusCronbach Alpha, yaitu:

            1 b 11 1

-1 -k k r σ σ


(66)

Keterangan :

r11 = Reliabilitas instrumen k = Banyaknya butir pertanyaan

2 b

σ

 = Jumlah varian butir Sumber: Sangadji dan Sopiah (2010)

Adapun yang menjadi kriteria dalam uji reliabilitas, yaitu sebagai berikut:

1. Jika nilai Alpa Croanbach secara keseluruhan > dari Cronbach Alpa ifitem deleted, maka dinyatakan reliabel.

2. Jika nilaiAlpa Croanbachsecara keseluruhan < dariCronbach Alpa if item deleted, maka dinyatakan tidak reliabel.

3.6 Alat Analisis Data

Menganalisis permasalahan yang ada berdasarkan konsep manajemen sumber daya manusia, khususnya mengenai teori-teori tentang desain pekerjaan, gaya kepemimpinan transaksional dan transformasional, dan motivasi kerja karyawan. Dalam mengetahui tinggi rendahnya pengaruh desain pekerjaan, gaya

kepemimpinan transaksional dan transformasional terhadap motivasi kerja karyawan pada PT Coca Cola Bottling Indonesia digunakan analisis Regresi Linier Berganda:


(67)

Keterangan :

Y = Motivasi kerja a = Konstanta b = Koefisien regresi X1 = Desain pekerjaan

X2 = Gaya kepemimpinan transaksional X3 = Gaya kepemimpinan transformasional e =Error

Sumber: Sugiyono (2006)

Pengujian regresi linier berganda menggunakan perangkat lunak pengolah data SPSS (Statistic Package for Social Sciences) versi 17.0. Pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen diuji dengan tingkat kepercayaan (convident level) 95% dan levelpengujian yang digunakan α = 5%.

3.6.1 Uji F (Uji Simultan)

Uji F digunakan untuk mengetahui apakah secara simultan koefisien variabel bebas mempunyai pengaruh nyata atau tidak terhadap variabel terikat, (Sugiyono, 2006). Pada penelitian ini, analisis uji F digunakan untuk menguji pengaruh desain pekerjaan (X1), gaya kepemimpinan (X2), secara bersama-sama terhadap motivasi kerja karyawan (Y) dan dinyatakan sebagai berikut:


(68)

Keterangan:

Fhitung = Harga F

R = Koefisien korelasi ganda k = Banyaknya variabel bebas N = Ukuran sampel

Sumber: Sugiyono (2006)

Kriteria pengujian:

1. Jika Fhitung< Ftabel, maka desain pekerjaan (X1), gaya kepemimpinan transaksional (X2), dan gaya kepemimpinan transformasional (X3) secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap motivasi kerja karyawan. 2. Jika Fhitung> Ftabel, maka desain pekerjaan (X1), gaya kepemimpinan

transaksional (X2), dan gaya kepemimpinan transformasional (X3) secara bersama-sama berpengaruh terhadap motivasi kerja karyawan.

3.6.2 Uji T (Uji Parsial)

Uji T digunakan untuk mengetahui masing-masing sumbangan variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikat, menggunakan uji masing-masing koefisien regresi variabel bebas apakah mempunyai pengaruh yang bermakna atau tidak terhadap variabel terikat, (Sugiyono, 2006). Pada penelitian ini, analisis uji T digunakan untuk menguji pengaruh desain pekerjaan (X1), gaya kepemimpinan transaksional (X2), dan gaya kepemimpinan transformasional (X3) secara terpisah terhadap motivasi kerja karyawan (Y) dan dinyatakan sebagai berikut:


(69)

= 2 1 Keterangan:

r = Koefisien regresi n = Jumlah responden t = Uji hipotesis Sumber: Sugiyono (2006)

Kriteria pengujian:

1. Jika thitung< ttabel, maka desain pekerjaan (X1), gaya kepemimpinan transaksional (X2), dan gaya kepemimpinan transformasional (X3) secara terpisah tidak berpengaruh terhadap motivasi kerja karyawan.

2. Jika thitung> ttabel, maka desain pekerjaan (X1), gaya kepemimpinan transaksional (X2), dan gaya kepemimpinan transformasional (X3) secara terpisah berpengaruh terhadap motivasi kerja karyawan.

3.7 Pengujian Hipotesis

a. Ho1 : Tidak terdapat pengaruh antara desain pekerjaan terhadap motivasi kerja

Ha1 : Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara desain pekerjaan terhadap motivasi kerja

b. Ho2 : Tidak terdapat pengaruh antara gaya kepemimpinan transaksional terhadap motivasi kerja


(70)

Ha2 : Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan transaksional terhadap motivasi kerja c. Ho3 :Tidak terdapat pengaruh antara gaya kepemimpinan

transformasional terhadap motivasi kerja

Ha3 :Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan transformasional terhadap motivasi kerja.


(1)

96

didukung dan Ha2didukung sehingga secara statistik dapat dinyatakan bahwa gaya kepemimpinan transaksional (X2) berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap motivasi kerja (Y). Pada variabel gaya

kepemimpinan transformasional (X3) dengan thitung(3,452) > ttabel(1,980) dan nilai signifikasi gaya kepemimpinan transformasional (X3) sebesar 0,004 < 0,05, maka Ho3tidak didukung dan Ha3didukung sehingga secara statistik dapat dinyatakan bahwa gaya kepemimpinan transformasional (X3) berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap motivasi kerja (Y). 3. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pernyataan desain

pekerjaan yang memiliki nilai tertinggi yaitu indikator pentingnya tugas dengan total poin sebesar 490, danpernyataandengannilaiterendah yaitu indikatorotonomi dengan total poin sebesar 429. Untuk pernyataan gaya kepemimpinan transaksional yang paling kuat berasal dari indikator imbalan kontigen dengan total poin 480, dan pernyataan yang paling lemah berasal dari indikatorLaissez-Fairedengan total poin sebesar 433. Sedangkan pernyataan gaya kepemimpinan transformasional yang paling kuat berasal dari indikator motivasi yang inspiratif dengan total poin sebesar 477, dan pernyataan yang paling lemah berasal dari indikator pertimbangan individual dengan total poin sebesar 435. Pernyataan tentang motivasi kerja yang memiliki nilai paling tinggi berasal dari indikator kebutuhan fisiologis dengan total poin sebesar 497, sedangkan pernyataan yang memiliki nilai paling rendah berasal dari indikator kebutuhan


(2)

97

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa desain pekerjaan, gaya kepemimpinan transaksional, gaya kepemimpinan transformasional, dan motivasi kerja yang ada di PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan sudah tergolong baik namun belum maksimal. Masih ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan dan dikembangkan guna memaksimalkan potensi yang ada di PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan. Hal-hal yang dapat dilakukan, antara lain:

1. Mengembangkan otonomi. Perusahaan diharapkan membiarkan karyawan untuk mempunyai kebebasan dalam menjadwalkan suatu pekerjaan yang dibebankan, sehingga karyawan dapat dengan baik menyelesaikanya. 2. MeningkatkanLaissez-Faire. Pemimpin diharapkan untuk tanggap atas

masalah atau permintaan penting dari karyawan, sehingga memudahkan karyawan dalam mengerjakan setiap pekerjaan yang dibebankan kepada mereka.

3. Meningkatkan pertimbangan individual. Pemimpin diharapkan agar dapat meluangkan waktu untuk mengajari dan melatih karyawan, sehingga mendorong karyawan untuk selalu melakukan proses belajar terus menerus.

4. Meningkatkan kebutuhan keamanan. Perusahaan harus memperhatikan dengan baik jaminan yang berhubungan dengan kesejahteraan keluarga, sehingga hal ini dapat memacu semangat karyawan dalam berprestasi di perusahaan.


(3)

DAFTAR

PUSTAKA


(4)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU:

Bass, M. Bernard dan Riggio, E. Ronald. 2006.Transformational Leadership. Second Edition. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Burns, J. MacGregor. 1978.Leadership. New York: Harper & Row.

Daft, Richard L. 2002.Manajemen. Edisi Kelima. Jilid I. Jakarta: Erlangga.

Dessler, Gary. 2009.A Framework For Human Resource Management. New Jersey: Pearson Pretice Hall, Inc.

Griffin, Ricky W. dan Ebert, Ronald J. 2007.Bisnis.Edisi Kedelapan. Jilid I. Jakarta: Erlangga.

Haming, Murdifin dan Nurnajamuddin, Mahfud. 2007.Manajemen Produksi Modern: Operasi Manufaktur dan Jasa. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Jakarta: Bumi Aksara.

Handoko, T. Hani. 2008.Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Edisi Kedua. Cetakan Keenam Belas. Yogyakarta: BPFE.

Ivancevich, John M. dan Konopaske, Robert dan Matteson, Michael T. 2007.

Perilaku dan Manajemen Organisasi. Edisi Ketujuh. Jilid I. Jakarta: Erlangga.

Kreitner, Robert dan Kinicki. 2008.Organizational Behavior. 8th Edition. Boston: McGraw-Hill.


(5)

Maslow, Abraham. 1970.Motivation and Personality. 2nd Edition. Upper Saddle River, New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Mathis L. Robert dan Jackson, H. John. 2006.Human Resources Management. Edisi Kesepuluh. Jakarta: Salemba Empat.

Nasarudin, Endin. 2010.Psikologi Manajemen. Bandung: CV Pustaka Setia.

Rivai, Veithzal. 2006.Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan: Dari Teori Kepraktik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Hackman, J. Richard dan Oldham, G. R. 1976.Motivation Through The Design of Work: Test of a Theory, Organizational Behavior and Human Performence. Addison-Wesley Publishing Co., Inc.

Robbins, Stephen P. 2006.Prilaku Organisasi.Edisi Kesepuluh. Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia.

Sangadji, Etta Mamang dan Sopiah. 2010.Metodologi PenelitianPendekatan Praktis dalam Penelitian. Edisi I. Yogyakarta: CV Andi Offset.

Simamora, Henry. 2004.Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi I. Cetakan Pertama. Yogyakarta: STIE YKPN Yogyakarta.

Sunarto. 2005.Mengelola Karyawan. Yogyakarta: Amus.

Sugiyono. 2006.Metode Penelitian Bisnis.Cetakan Kesembilan. Bandung: Alfabeta.

Universitas Lampung. 2008.Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas

Lampung.Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Wijayanto, Dian. 2012.Pengantar Manajemen. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.


(6)

Yukl, Gary. 2006.Leadership in organizations.6thEdition. Upper Saddle River, New Jersey: Pearson-Prentice Hall.

SKRIPSI:

Singarimbun, Serita Febriani. 2011.Pengaruh Desain Pekerjaan Terhadap Semangat Kerja Pegawai Pada Kantor Regional VI Badan Kepegawaian Negara Medan. Skripsi. Universitas Sumatra Utara. Medan.

Iskandar, Ari. 2010.Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan PT Vista Grain di Bandar Lampung. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transaksional terhadap Motivasi Kerja Karyawan

21 321 85

Analisis Pengaruh Penempatan Karyawan Terhadap Peningkatan Produktivitas Kerja pada PT. Coca Cola Bottling Indonesia

0 35 1

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL DAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL DAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA PROYEK KONSTRUKSI.

0 8 13

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL DAN GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DENGAN KEPUASAN PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL DAN GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN PT. MADU BARU YOGYAKARTA.

0 4 17

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN GAYA KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL TERHADAP PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN GAYA KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL TERHADAP PRODUKTIVITAS KARYAWAN DENGAN MOTIVASI SEBAGAI INTERVENING VARIABEL (Studi P

0 2 13

PENGARUH UPAH DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PT COCA-COLA BOTTLING Pengaruh Upah Dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT Coca-Cola Bottling Indonesia Central Java Ungaran Semarang.

0 1 13

PENGARUH UPAH DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PT COCA-COLA BOTTLING Pengaruh Upah Dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT Coca-Cola Bottling Indonesia Central Java Ungaran Semarang.

0 0 11

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional terhadap Kepuasan Kerja Karyawan PT. Baja Jaya Perkasa Palembang.

0 0 24

Kata kunci: gaya kepemimpinan transformasional, gaya kepemimpinan transaksional, kepuasan kerja 1. PENDAHULUAN - PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN TRANSAKSIONAL TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN (STUDI PADA AGEN FINANCIAL CONSULTANT PT. AXA F

0 0 8

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL, TRANSAKSIONAL, KEPUASAN KERJA TERHADAP OCB KARYAWAN PT.KONSTRINDO PUTERA PERKASA

0 0 12