Kejaksaan dan Kehakiman
Kejaksaan R.I. adalah lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara, khususnya
di bidang penuntutan. Sebagai badan yang berwenang dalam penegakan hukum dan keadilan,
Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri merupakan kekuasaan negara
khususnya dibidang penuntutan, dimana semuanya merupakan satu kesatuan yang utuh yang
tidak dapat dipisahkan.
Mengacu pada Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 yang menggantikan UU No. 5 Tahun
1991 tentang Kejaksaan R.I., Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut
untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum,
penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Di
dalam UU Kejaksaan yang baru ini, Kejaksaan RI sebagai lembaga negara yang melaksanakan
kekuasaan negara di bidang penuntutan harus melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya
secara merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya
(Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004).
Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung
yang membawahi enam Jaksa Agung Muda serta 31 Kepala Kejaksaan Tinggi pada tiap provinsi.
UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia juga mengisyaratkan bahwa
lembaga Kejaksaan berada pada posisi sentral dengan peran strategis dalam pemantapan
ketahanan bangsa. Karena Kejaksaan berada di poros dan menjadi filter antara proses penyidikan
dan proses pemeriksaan di persidangan serta juga sebagai pelaksana penetapan dan keputusan
pengadilan. Sehingga, Lembaga Kejaksaan sebagai pengendali proses perkara (Dominus Litis),
karena hanya institusi Kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan ke
Pengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana.1
Kejaksaan juga merupakan satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana (executive
ambtenaar). Selain berperan dalam perkara pidana, Kejaksaan juga memiliki peran lain dalam
Hukum Perdata dan Tata Usaha Negara, yaitu dapat mewakili Pemerintah dalam Perkara Perdata
dan Tata Usaha Negara sebagai Jaksa Pengacara Negara. Jaksa sebagai pelaksana kewenangan
tersebut diberi wewenang sebagai Penuntut Umum serta melaksanakan putusan pengadilan, dan
wewenang lain berdasarkan Undang-Undang.
1 https://www.kejaksaan.go.id/profil_kejaksaan.php?id=1 , diakses pada Minggu, 8 Mei 2016 Pukul 15.30
Trikrama Adhyaksa merupakan doktrin dari kejaksaan, diantaranya :
Satya Adhi Wicaksana
SATYA :
Kesetiaan yang bersumber pada rasa jujur, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terhadap
diri pribadi dan keluarga maupun kepada sesama manusia.
ADHI :
Kesempurnaan dalam bertugas dan berunsur utama pada rasa tanggung jawab terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, keluarga dan sesama manusia.
WICAKSANA :
Bijaksana dalam tutur kata dan tingkah laku, khususnya dalam penerapan kekuasaan dan
kewenangannya.
VISI KEJAKSAAN RI
Visi dari Kejaksaan RI adalah Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum yang bersih,
efektif, efisien, transparan, akuntabel, untuk dapat memberikan pelayanan prima dalam
mewujudkan supremasi hukum secara profesional, proporsional dan bermartabat yang
berlandaskan keadilan, kebenaran, serta nilai – nilai kepautan.2
MISI KEJAKSAAN RI
1. Mengoptimalkan pelaksanaan fungsi Kejaksaan dalam pelaksanaa tugas dan wewenang,
baik dalam segi kualitas maupun kuantitas penanganan perkara seluruh tindak pidana,
penanganan perkara Perdata dan Tata Usaha Negara, serta pengoptimalan kegiatan
Intelijen Kejaksaan, secara profesional, proposional dan bermartabat melalui penerapan
Standard Operating Procedure (SOP) yang tepat, cermat, terarah, efektif, dan efisien.
2 Peraturan Jaksa Agung No: 011/A/JA/01/2010 tentang Rencana Strategis Kejaksaan Republik Indonesia Tahun
2010-2014 tanggal 28 Januari 2010
2. Mengoptimalkan peranan bidang Pembinaan dan Pengawasan dalam rangka mendukung
pelaksanaan tugas bidang-bidang lainnya, terutama terkait dengan upaya penegakan
hukum.
3. Mengoptimalkan tugas pelayanan publik di bidang hukum dengan penuh tanggung
jawab, taat azas, efektif dan efisien, serta penghargaan terhadap hak-hak publik;
4. Melaksanakan pembenahan dan penataan kembali struktur organisasi Kejaksaan,
pembenahan sistem informasi manajemen terutama pengimplementasian program
quickwins agar dapat segera diakses oleh masyarakat, penyusunan cetak biru (blue print)
pembangunan sumber daya manusia Kejaksaan jangka menengah dan jangka
panjangtahun 2025, menerbitkan dan menata kembali manajemen administrasi keuangan,
peningkatan sarana dan prasarana, serta peningkatan kesejahteraan pegawai melalui
tunjangan kinerja atau remunerasi, agar kinerja Kejaksaan dapat berjalan lebih efektif,
efisien, transparan, akuntabel dan optimal.
5. Membentuk aparat Kejaksaan yang handal, tangguh, profesional, bermoral dan beretika
guna menunjang kelancaran pelaksanaan tugas pokok, fungsi dan wewenang, terutama
dalam upaya penegakan hukum yang berkeadilan serta tugas-tugas lainnya yang terkait.
TUGAS & WEWENANG
Berdasarkan Pasal 30 Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia, berikut adalah tugas dan wewenang Kejaksaan.
Di bidang pidana :
melakukan penuntutan;
melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap;
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana
pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;
melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang;
melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan
tambahan
sebelum
dilimpahkan
dikoordinasikan dengan penyidik.
ke
pengadilan
yang
dalam
pelaksanaannya
Di bidang perdata dan tata usaha negara :
Kejaksaan dengan kuasa khusus, dapat bertindak baik di dalam maupun di luar
pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.
Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, Kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan:
peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
pengamanan kebijakan penegakan hukum;
pengawasan peredaran barang cetakan;
pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara;
pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.
Memperhatikan kedudukan jaksa yang sangat strategis dalam penegakan Hukum di
Indonesia, Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang 16 tahun 2004 menegaskan bahwa : “Jaksa adalah
pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk bertindak sebagai
penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.”3
Kode etik jaksa serupa dengan kode etik profesi yang lain. Mengandung nilai-nilai luhur
dan ideal sebagai pedoman berperilaku dalam satu profesi. Yang apabila nantinya dapat
dijalankan sesuai dengan tujuan akan melahirkan jaksa-jaksa yang memang mempunyai kualitas
moral yang baik dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga kehidupan peradilan di Negara kita
akan mengarah pada keberhasilan.
Dalam dunia kejaksaan di Indonesia terdapat norma kode etik profesi jaksa, yang disebut
TATA KRAMA ADHYAKSA, yaitu:
1. Jaksa adalah insan yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
tercermin dari kepribadian yang utuh dalam pemahaman penghayatan dan pengamalan
Pancasila
3 Abu Thalib, Teori & Filsafat Hukum Modern Dalam Perspektif,tp, tth.hlm. 120
2. Jaksa yang cinta tanah air dan bangsa senantiasa mengamalkan dan melestarikan
Pancasila serta secara aktif dan kreatif menjadi pelaku pembangunan hukum dalam
mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang berkeadilan
3. Jaksa mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara daripada kepentingan
pribadi atau golongan.
4. Jaksa mengakui adanya persamaan derajat, hak dan kewajiban antara sesama pencari
keadilan serta menjunjung tinggi asas praduda tak bersalah, disamping asas-asas hukum
yang berlaku
5. Jaksa dalam melaksanakan tugas dan kewajiban melindungi kepentingan umum sesuai
dengan praturan perUndang-Undangan dengan mengindahkan norma-norma keagamaan,
kesopanan dan kesusilaan serta menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan keadilan
yang hidup dalam masyarakat
6. Jaksa senantiasa berupaya meningkatkan kualitas pengabdiannya dengan mengindahkan
disiplin ilmu hukum, memantapkan pengetahuan dan keahlian hukum serta memperluas
wawasan dengan mengikuti perkembangan dan kemajuan masyarakat
7. Jaksa brlaku adil dalam memberikan pelayanan kepada pencari keadilan
8. Jaksa dalam melaksanakan tugas dan kewajiban senantiasa memupuk
serta
mngembangkan kemampuan profesional integritas pribadi dan disiplin yang tinggi
9. Jaksa menghormati adat kebiasaan setempat yang tercermin dari sikap dan prilaku baik di
dalam maupun diluar kedinasan
10. Jaksa terbuka untuk mnerima kebenaran, bersikap mawas diri, berani bertanggungjawab
dan dapat menjadi teladan dilingkungannya
11. Jaksa berbudi luhur serta berwatak mulia, setia dan jujur, arif dan bijaksana dalam tata
fikir, tutur dan laku.
12. Jaksa wajib menghormati dan mematuhi kode etik jaksa serta mengamalkan secara nyata
dalam lingkungan kedinasan maupun dalam pergaulan masyarakat.4
Apabila jaksa melanggar salah satu dari kode etik yang telah ditetapkan, maka jaksa akan
mendapatkan sanksi, diantaranya:
Terdapat beberapa tindakan/Sanksi bagi jaksa yang melakukan perbuatan yang melanggar kode
etik :
1. Administratif
a. Pemberhentian sementara selama pemeriksaan
b. Pengalihtugasan pada satuan kerja yang lain
4 Harplileny Soebiantoro, Hj. S.H. CN. MH, article : “Tanggung Jawab Profesi Jaksa” hal. 19-20
c. Pembebasan dari tugas-tugas jaksa paling singkat tiga bulan dan paling lama satu
tahun, selama menjalani tindakan administrasi tersebut tidak diterbitkan Surat
Keterangan Kepegawaian.
2. Pidana.
Apabila telah nyata dan benar melakukan kejahatan dan atau perbuatan yang melanggar
peraturanPerndang-Undangan, maka jaksa yang bersangkutan diberhentikan secara tidak
hormat dari jabatannya.5
KASUS YANG MENJERAT JAKSA
VIVAnews - Seorang jaksa kasus sodomi yang menjerat mantan deputi Perdana Menteri
Malaysia, Anwar Ibrahim, dikeluarkan dari tim penuntut. Jaksa bernama Farah Azlina Latif itu
diduga menjalin hubungan romantis dengan saksi kunci, sekaligus penggugat dalam kasus ini,
Saiful Bukhari Azlan.
Jaksa Agung Abdul Gani mengatakan, Farah Azlina harus dikeluarkan dari tim bukan
karena dia bersalah, tetapi demi menghindari persepsi negatif dari masyarakat. "Tindakan ini
juga untuk memastikan jalannya persidangan kasus ini tidak terpengaruh," kata Abdul Gani pada
Selasa malam, seperti dikutip dari laman kantor berita Malaysia, Bernama.
5 Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER-067/A/JA/07/2007 tentang Kode Perilaku Jaksa Jaksa
Agung Republik Indonesia.
Namun menurut Abdul Gani, Farah Azlina tak terlalu banyak terlibat dalam kasus ini.
"Dia tidak punya akses sama sekali pada dokumen-dokumen penyelidikan atau informasi rahasia
lain yang dimiliki timnya," kata Abdul Gani. Selain dipecat dari tim, Farah Azlina juga akan
diberhentikan dari Divisi Penuntutan Kejaksaan Agung dengan alasan sama.
Sementara itu, persidangan kasus sodomi, yang dimulai pada Februari lalu dengan
beberapa kali penundaan, akan berlanjut pada 2 Agustus mendatang.
Anwar dituduh menyodomi Saiful, mantan asistennya, pada 26 Juni 2008 di sebuah
kondominium pribadi. Dua hari kemudian, Saiful mengajukan gugatan pada Anwar, tetapi baru
tahun ini sidang digelar.
Ini bukan kali pertama mantan deputi perdana menteri tersebut menghadapi tuduhan
sodomi. Anwar pernah menjalani hukuman enam tahun hukuman penjara atas kasus yang sama
beberapa tahun lalu. Setelah dibebaskan, pemimpin karismatik tersebut memimpin partai oposisi
dalam pemilihan umum 2008.6
KEHAKIMAN
Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk
mengadili (Pasal 1 butir 8 KUHAP). Sedangkan istilah hakim artinya orang yang mengadili
perkara dalam pengadilan atau Mahkamah; Hakim juga berarti pengadilan, jika orang berkata
“perkaranya telah diserahkan kepada Hakim”. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara
yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila, demi terselengaranya negara hukum Republik Indonesia (Pasal 24 UUD
1945 dan Pasal 1 UUD No.48/2009).
6 http://dunia.news.viva.co.id/news/read/167424-affair-dengan-saksi-jaksa-kasus-anwar-dipecat, diakses pada
Minggu, 8 Mei 2016 pukul 16.55
Hakim di dalam menjalankan tugas dan fungsinya wajib menjaga kemandirian peradilan.
Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman
dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan
peraturan perundang-undangan (Pasal 3 Undang-Undang No.48 Tahun 2009).
KEWAJIBAN HAKIM
Hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa perkara (mengadili), mengadili adalah
serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa dan memutus perkara pidana
berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut
cara yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 1 Ayat (9) KUHAP).
Ia tidak boleh menolak perkara dengan alasan tidak ada aturan hukumnya atau aturan
hukumnya kurang jelas. Oleh karena hakim itu dianggap mengetahui hukum maka jika aturan
hukum tidak ada ia harus menggalinya dengan ilmu pengetahuan hukum, jika aturan hukum
kurang jelas maka ia harus menafsirkan dan jika tidak ada aturan hukum tertulis ia dapat
menggunakan hukum adat. Hakim sebagai pejabat negara dan penegak hukum, wajib menggali,
mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Hakim dan hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela,
jujur, adil profesional, dan berpengalaman di bidang hukum. Hakim dan hakim konstitusi wajib
menaati Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (Pasal 5 Undang-Undang No.48 Tahun 2009).
Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan
keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun
telah bercerai dengan pihak yang diadili atau advokat. Seorang hakim atau panitera wajib
mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak
langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas
permintaan pihak yang berperkara. (pasal 17 Ayat (3-5) Undang-Undang No.48 Tahun 2009).
Hakim ketua dalam memeriksa perkara di sidang pengadilan harus menggunakan bahasa
Indonesia yang dapat dimengerti oleh para penggugat dan tergugat atau terdakwa dan saksi
(Pasal 153 KUHP). Di dalam praktik adakalanya hakim menggunakan bahasa daerah, jika yang
bersangkutan masih kurang paham terhadap apa yang diucapkannya atau ditanyakan hakim.
Hakim ketua membuka sidang dengan menyatakan terbuka untuk umum, kecuali perkara
mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak. Jika hakim dalam memeriksa perkara
menggunakan bahasa yang tidak dimengerti oleh terdakwa atau saksi dan mereka tidak bebas
memberikan jawaban, dapat berakibat putusan batal demi hukum.
Hakim berbeda dengan pejabat-pejabat lain, ia harus benar-benar menguasai hukum
sesuai dengan sistem yang dianut di Indonesia dalam pemeriksaan di sidang pengadilan. Hakim
harus aktif bertanya dan memberi kesempatan kepada pihak terdakwa yang diwakili oleh
Penasihat Hukum untuk bertanya kepada saksisaksi, begitu pula Penuntut Umum. Semua itu
dimaksudkan untuk menemukan kebenaran materil dan pada akhirnya hakimlah yang
bertanggungjawab atas segala yang diputuskannya.7
Ada lima hal menjadi tanggung jawab Hakim yaitu:8
a. Justisialis Hukum; yang dimaksud justisialis adalah meng-adilkan. Jadi putusan Hakim yang
dalam praktiknya memperhitungkan kemanfaatan doel matigheid perlu di-adilkan. Makna
dari hukum de zin van het recht terletak dalam gerechtigheid keadilan. Tiap putusan yang
diambil dan dijatuhkan dan berjiwa keadilan, sebab itu adalah tanggung jawab jurist yang
terletak dalam justisialisasi daripada hukum.
b. Penjiwaan Hukum; dalam berhukum recht doen tidak boleh merosot menjadi suatu adat yang
hampa tanpa jiwa, melainkan senantiasa diresapi oleh jiwa untuk berhukum. Jadi hakim
harus memperkuat hukum dan harus tampak sebagai pembela hukum dalam memberi
putusan.
c. Pengintegrasian Hukum; hukum perlu senantiasa sadar bahwa hukum dalam kasus tertentu
merupakan ungkapan daripada hukum pada umumnya. Oleh karena itu putusan Hakim pada
kasus tertentu tidak hanya perlu diadakan dan dijiwakan melainkan perlu diintegrasikan
dalam sistem hukum yang sedang berkembang oleh perundang-undangan, peradilan dan
kebiasaan. Perlu dijaga supaya putusan hukum dapat diintegrasikan dalam hukum positif
sehingga semua usaha berhukum senantiasa menuju ke pemulihan pada posisi asli restitutio
in integrum.
7 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP (Rineka Cipta: Jakarta, 1996) hal.101
8 Nanda Agung Dewantoro, Masalah Kebebasan Hakim dalam Menangani Suatu Perkara Pidana (Aksara Persada:
Jakarta, Indonesia, 1987) hal. 149
d. Totalitas Hukum; maksudnya menempatkan hukum keputusan Hakim dalam keseluruhan
kenyataan. Hakim melihat dari dua segi hukum, di bawah ia melihat kenyataan ekonomis dan
sosial, sebaliknya di atas Hakim melihat dari segi moral dan religi yang menuntut nilai-nilai
kebaikan dan kesucian. Kedua tuntutan itu perlu dipertimbangkan oleh Hakim dalam
keputusan hukumnya, di saat itu juga segi social-ekonomis menuntut pada Hakim agar
keputusannya memperhitungkan situasi dan pengaruh kenyataan sosial-ekonomis
e. Personalisasi Hukum; personalisasi hukum ini mengkhususkan keputusan pada personal
(kepribadian) dari para pihak yang mencari keadilan dalam proses. Perlu diingat dan disadari
bahwa mereka yang berperkara adalah manusia yang berpribadi yang mempunyai keluhuran.
Dalam personalisasi hukum ini memunculkan tanggung jawab hakim sebagai pengayom
(pelindung), di sini hakim dipanggil untuk bisa memberikan pengayoman kepada manusiamanusia yang wajib dipandangnya sebagai pribadi yang mencari keadilan.
Ketika hakim dihadapkan oleh suatu perkara, dalam dirinya berlangsung suatu proses
pemikiran untuk kemudian memberikan keputusannya mengenai hal-hal sebagai berikut:9
1. Keputusan mengenai peristiwanya, yaitu apakah terdakwa telah melakukan perbuatan yang
telah dituduhkan kepadanya
2. Keputusan mengenai hukumnya, yaitu apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa itu
merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah serta dapat dipidana.
3. Keputusan mengenai pidananya, yaitu terdakwa memang dapat dipidana. Sebelum
menjatuhkan putusan, hakim akan menilai dengan arif dan bijaksana serta penuh kecermatan
kekuatan pembuktian dari memeriksa dan kesaksian dalam sidang pengadilan (Pasal 188
Ayat (3) KUHAP), sesudah itu hakim akan mengadakan musyawarah terakhir untuk
mengambil keputusan yang didasarkan atas surat dakwaan dan didasarkan atas surat dakwaan
dan segala sesuatu yang telah terbukti dalam pemeriksaan sidang.
Hakim memiliki 10 kode etik, diantaranya:10
1. Berperilaku Adil
Adil pada hakekatnya bermakna menempatkan sesuatu pada tempatnya dan memberikan
yang menjadi haknya, yang didasarkan pada suatu prinsip bahwa semua orang sama
9 Soedarto, op.cit., hal.74
10 http://pn-kediri.go.id/index.php/tentang-kami/kode-etik/kode-etik-hakim-indonesia.html
,diakses pada Minggu 8 Mei 2016 pukul 17.40
kedudukannya di depan hukum. Dengan demikian, tuntutan yang paling mendasar dari keadilan
adalah memberikan perlakuan dan memberi kesempatan yang sama (equality and fairness)
terhadap setiap orang. Oleh karenanya, seseorang yang melaksanakan tugas atau profesi di
bidang peradilan yang memikul tanggung jawab menegakkan hukum yang adil dan benar harus
selalu berlaku adil dengan tidak membeda-bedakan orang.
2. Berperilaku Jujur
Kejujuran pada hakekatnya bermakna dapat dan berani menyatakan bahwa yang benar
adalah benar dan yang salah adalah salah. Kejujuran mendorong terbentuknya pribadi yang kuat
dan membangkitkan kesadaran akan hakekat yang hak dan yang batil. Dengan demikian, akan
terwujud sikap pribadi yang tidak berpihak terhadap setiap orang baik dalam persidangan
maupun diluar persidangan.
3. Berperilaku Arif dan Bijaksana
Arif dan bijaksana pada hakekatnya bermakna mampu bertindak sesuai dengan normanorma yang hidup dalam masyarakat baik norma-norma hukum, norma-norma keagamaan,
kebiasaan-kebiasaan maupun kesusilaan dengan memperhatikan situasi dan kondisi pada saat itu,
serta mampu memperhitungkan akibat dari tindakannya. Perilaku yang arif dan bijaksana
mendorong terbentuknya pribadi yang berwawasan luas, mempuyai tenggang rasa yang tinggi,
bersikap hati-hati, sabar dan santun.
4. Bersikap Mandiri
Mandiri pada hakekatnya bermakna mampu bertindak sendiri tanpa bantuan pihak lain,
bebas dari campur tangan siapapun dan bebas dari pengaruh apapun. Sikap mandiri mendorong
terbentuknya perilaku Hakim yang tangguh, berpegang teguh pada prinsip dan keyakinan atas
kebenaran sesuai tuntutan moral dan ketentuan hukum yang berlaku.
5. Berintegritas Tinggi
Integritas tinggi pada hakekatnya bermakna mempuyai kepribadian utuh tidak
tergoyahkan, yang terwujud pada sikap setia dan tangguh berpegang pada nilai- nilai atau normanorma yang berlaku dalam melaksanakan tugas. Integritas tinggi akan mendorong terbentuknya
pribadi yang berani menolak godaan dan segala bentuk intervensi, dengan mengendapkan
tuntutan hati nurani untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, dan selalu berusaha melakukan
tugas dengan cara-cara terbaik untuk mencapai tujuan terbaik.
6. Bertanggung Jawab
Bertanggung jawab pada hakekatnya bermakna kesediaan dan keberanian untuk
melaksanakan semua tugas dan wewenang sebaik mungkin serta bersedia menangung segala
akibat atas pelaksanaan tugas dan wewenang tersebut. Rasa tanggung jawab akan mendorong
terbentuknya pribadi yang mampu menegakkan kebenaran dan keadilan, penuh pengabdian, serta
tidak menyalahgunakan profesi yang diamankan.
7. Menjunjung Tinggi Harga Diri
Harga diri pada hakekatnya bermakna bahwa pada diri manusia melekat martabat dan
kehormatan yang harus dipertahankan dan dijunjung tinggi. Prinsip menjunjung tinggi harga diri,
khususnya Hakim, akan mendorong dan membentuk pribadi yang kuat dan tangguh, sehingga
terbentuk pribadi yang senantiasa menjaga kehormatan dan martabatnya sebagai aparatur
Peradilan.
8. Berdisiplin Tinggi
Disiplin pada hakekatnya bermakna ketaatan pada norma-norma atau kaidah-kaidah yang
diyakini sebagai panggilan luhur untuk mengemban amanah serta kepercayaan masyarakat
pencari keadilan. Disiplin tinggi akan mendorong terbentuknya pribadi yang tertib di dalam
melaksanakan tugas, ikhlas dalam pengabdian, dan berusaha untuk menjadi teladan dalam
lingkungannya, serta tidak menyalahgunakan amanah yang dipercayakan kepadanya.
9. Berperilaku Rendah Hati
Rendah hati pada hakekatnya bermakna kesadaran akan keterbatasan kemampuan diri,
jauh dari kesempurnaan dan terhindar dari setiap bentuk keangkuhan. Rendah hati akan
mendorong terbentuknya sikap realistis, mau membuka diri untuk terus belajar, menghargai
pendapat orang lain, menumbuh kembangkan sikap tenggang rasa, serta mewujudkan
kesederhanaan, penuh rasa syukur dan ikhlas di dalam mengemban tugas.
10. Bersikap Profesional
Profesional pada hakekatnya bermakna suatu sikap moral yang dilandasi oleh tekad untuk
melaksanakan pekerjaan yang dipilihnya dengan kesungguhan, yang didukung oleh keahlian atas
dasar pengetahuan, keterampilan dan wawasan luas. Sikap profesional akan mendorong
terbentuknya pribadi yang senantiasa menjaga dan mempertahankan mutu pekerjaan, serta
berusaha untuk meningkatkan pengetahuan dan kinerja, sehingga tercapai setinggi-tingginya
mutu hasil pekerjaan, efektif dan efisien.
KEJAKSAAN DAN KEHAKIMAN SEBAGAI INSTITUSI DI
INDONESIA
Disusun Untuk Memenuhi Nilai Tugas
Sistem Peradilan Pidana
Dosen :
H. Agus Takariawan, S.H., M.Hum
Erika Magdalena Chandra, S.H., M.H.
Disusun Oleh :
Fingky Ayu Andriyani
110110130137
Fakultas Hukum
Universitas Padjadjaran
2016
di bidang penuntutan. Sebagai badan yang berwenang dalam penegakan hukum dan keadilan,
Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri merupakan kekuasaan negara
khususnya dibidang penuntutan, dimana semuanya merupakan satu kesatuan yang utuh yang
tidak dapat dipisahkan.
Mengacu pada Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 yang menggantikan UU No. 5 Tahun
1991 tentang Kejaksaan R.I., Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut
untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum,
penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Di
dalam UU Kejaksaan yang baru ini, Kejaksaan RI sebagai lembaga negara yang melaksanakan
kekuasaan negara di bidang penuntutan harus melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya
secara merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya
(Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004).
Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung
yang membawahi enam Jaksa Agung Muda serta 31 Kepala Kejaksaan Tinggi pada tiap provinsi.
UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia juga mengisyaratkan bahwa
lembaga Kejaksaan berada pada posisi sentral dengan peran strategis dalam pemantapan
ketahanan bangsa. Karena Kejaksaan berada di poros dan menjadi filter antara proses penyidikan
dan proses pemeriksaan di persidangan serta juga sebagai pelaksana penetapan dan keputusan
pengadilan. Sehingga, Lembaga Kejaksaan sebagai pengendali proses perkara (Dominus Litis),
karena hanya institusi Kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan ke
Pengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana.1
Kejaksaan juga merupakan satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana (executive
ambtenaar). Selain berperan dalam perkara pidana, Kejaksaan juga memiliki peran lain dalam
Hukum Perdata dan Tata Usaha Negara, yaitu dapat mewakili Pemerintah dalam Perkara Perdata
dan Tata Usaha Negara sebagai Jaksa Pengacara Negara. Jaksa sebagai pelaksana kewenangan
tersebut diberi wewenang sebagai Penuntut Umum serta melaksanakan putusan pengadilan, dan
wewenang lain berdasarkan Undang-Undang.
1 https://www.kejaksaan.go.id/profil_kejaksaan.php?id=1 , diakses pada Minggu, 8 Mei 2016 Pukul 15.30
Trikrama Adhyaksa merupakan doktrin dari kejaksaan, diantaranya :
Satya Adhi Wicaksana
SATYA :
Kesetiaan yang bersumber pada rasa jujur, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terhadap
diri pribadi dan keluarga maupun kepada sesama manusia.
ADHI :
Kesempurnaan dalam bertugas dan berunsur utama pada rasa tanggung jawab terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, keluarga dan sesama manusia.
WICAKSANA :
Bijaksana dalam tutur kata dan tingkah laku, khususnya dalam penerapan kekuasaan dan
kewenangannya.
VISI KEJAKSAAN RI
Visi dari Kejaksaan RI adalah Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum yang bersih,
efektif, efisien, transparan, akuntabel, untuk dapat memberikan pelayanan prima dalam
mewujudkan supremasi hukum secara profesional, proporsional dan bermartabat yang
berlandaskan keadilan, kebenaran, serta nilai – nilai kepautan.2
MISI KEJAKSAAN RI
1. Mengoptimalkan pelaksanaan fungsi Kejaksaan dalam pelaksanaa tugas dan wewenang,
baik dalam segi kualitas maupun kuantitas penanganan perkara seluruh tindak pidana,
penanganan perkara Perdata dan Tata Usaha Negara, serta pengoptimalan kegiatan
Intelijen Kejaksaan, secara profesional, proposional dan bermartabat melalui penerapan
Standard Operating Procedure (SOP) yang tepat, cermat, terarah, efektif, dan efisien.
2 Peraturan Jaksa Agung No: 011/A/JA/01/2010 tentang Rencana Strategis Kejaksaan Republik Indonesia Tahun
2010-2014 tanggal 28 Januari 2010
2. Mengoptimalkan peranan bidang Pembinaan dan Pengawasan dalam rangka mendukung
pelaksanaan tugas bidang-bidang lainnya, terutama terkait dengan upaya penegakan
hukum.
3. Mengoptimalkan tugas pelayanan publik di bidang hukum dengan penuh tanggung
jawab, taat azas, efektif dan efisien, serta penghargaan terhadap hak-hak publik;
4. Melaksanakan pembenahan dan penataan kembali struktur organisasi Kejaksaan,
pembenahan sistem informasi manajemen terutama pengimplementasian program
quickwins agar dapat segera diakses oleh masyarakat, penyusunan cetak biru (blue print)
pembangunan sumber daya manusia Kejaksaan jangka menengah dan jangka
panjangtahun 2025, menerbitkan dan menata kembali manajemen administrasi keuangan,
peningkatan sarana dan prasarana, serta peningkatan kesejahteraan pegawai melalui
tunjangan kinerja atau remunerasi, agar kinerja Kejaksaan dapat berjalan lebih efektif,
efisien, transparan, akuntabel dan optimal.
5. Membentuk aparat Kejaksaan yang handal, tangguh, profesional, bermoral dan beretika
guna menunjang kelancaran pelaksanaan tugas pokok, fungsi dan wewenang, terutama
dalam upaya penegakan hukum yang berkeadilan serta tugas-tugas lainnya yang terkait.
TUGAS & WEWENANG
Berdasarkan Pasal 30 Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia, berikut adalah tugas dan wewenang Kejaksaan.
Di bidang pidana :
melakukan penuntutan;
melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap;
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana
pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;
melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang;
melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan
tambahan
sebelum
dilimpahkan
dikoordinasikan dengan penyidik.
ke
pengadilan
yang
dalam
pelaksanaannya
Di bidang perdata dan tata usaha negara :
Kejaksaan dengan kuasa khusus, dapat bertindak baik di dalam maupun di luar
pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.
Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, Kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan:
peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
pengamanan kebijakan penegakan hukum;
pengawasan peredaran barang cetakan;
pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara;
pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.
Memperhatikan kedudukan jaksa yang sangat strategis dalam penegakan Hukum di
Indonesia, Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang 16 tahun 2004 menegaskan bahwa : “Jaksa adalah
pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk bertindak sebagai
penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.”3
Kode etik jaksa serupa dengan kode etik profesi yang lain. Mengandung nilai-nilai luhur
dan ideal sebagai pedoman berperilaku dalam satu profesi. Yang apabila nantinya dapat
dijalankan sesuai dengan tujuan akan melahirkan jaksa-jaksa yang memang mempunyai kualitas
moral yang baik dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga kehidupan peradilan di Negara kita
akan mengarah pada keberhasilan.
Dalam dunia kejaksaan di Indonesia terdapat norma kode etik profesi jaksa, yang disebut
TATA KRAMA ADHYAKSA, yaitu:
1. Jaksa adalah insan yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
tercermin dari kepribadian yang utuh dalam pemahaman penghayatan dan pengamalan
Pancasila
3 Abu Thalib, Teori & Filsafat Hukum Modern Dalam Perspektif,tp, tth.hlm. 120
2. Jaksa yang cinta tanah air dan bangsa senantiasa mengamalkan dan melestarikan
Pancasila serta secara aktif dan kreatif menjadi pelaku pembangunan hukum dalam
mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang berkeadilan
3. Jaksa mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara daripada kepentingan
pribadi atau golongan.
4. Jaksa mengakui adanya persamaan derajat, hak dan kewajiban antara sesama pencari
keadilan serta menjunjung tinggi asas praduda tak bersalah, disamping asas-asas hukum
yang berlaku
5. Jaksa dalam melaksanakan tugas dan kewajiban melindungi kepentingan umum sesuai
dengan praturan perUndang-Undangan dengan mengindahkan norma-norma keagamaan,
kesopanan dan kesusilaan serta menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan keadilan
yang hidup dalam masyarakat
6. Jaksa senantiasa berupaya meningkatkan kualitas pengabdiannya dengan mengindahkan
disiplin ilmu hukum, memantapkan pengetahuan dan keahlian hukum serta memperluas
wawasan dengan mengikuti perkembangan dan kemajuan masyarakat
7. Jaksa brlaku adil dalam memberikan pelayanan kepada pencari keadilan
8. Jaksa dalam melaksanakan tugas dan kewajiban senantiasa memupuk
serta
mngembangkan kemampuan profesional integritas pribadi dan disiplin yang tinggi
9. Jaksa menghormati adat kebiasaan setempat yang tercermin dari sikap dan prilaku baik di
dalam maupun diluar kedinasan
10. Jaksa terbuka untuk mnerima kebenaran, bersikap mawas diri, berani bertanggungjawab
dan dapat menjadi teladan dilingkungannya
11. Jaksa berbudi luhur serta berwatak mulia, setia dan jujur, arif dan bijaksana dalam tata
fikir, tutur dan laku.
12. Jaksa wajib menghormati dan mematuhi kode etik jaksa serta mengamalkan secara nyata
dalam lingkungan kedinasan maupun dalam pergaulan masyarakat.4
Apabila jaksa melanggar salah satu dari kode etik yang telah ditetapkan, maka jaksa akan
mendapatkan sanksi, diantaranya:
Terdapat beberapa tindakan/Sanksi bagi jaksa yang melakukan perbuatan yang melanggar kode
etik :
1. Administratif
a. Pemberhentian sementara selama pemeriksaan
b. Pengalihtugasan pada satuan kerja yang lain
4 Harplileny Soebiantoro, Hj. S.H. CN. MH, article : “Tanggung Jawab Profesi Jaksa” hal. 19-20
c. Pembebasan dari tugas-tugas jaksa paling singkat tiga bulan dan paling lama satu
tahun, selama menjalani tindakan administrasi tersebut tidak diterbitkan Surat
Keterangan Kepegawaian.
2. Pidana.
Apabila telah nyata dan benar melakukan kejahatan dan atau perbuatan yang melanggar
peraturanPerndang-Undangan, maka jaksa yang bersangkutan diberhentikan secara tidak
hormat dari jabatannya.5
KASUS YANG MENJERAT JAKSA
VIVAnews - Seorang jaksa kasus sodomi yang menjerat mantan deputi Perdana Menteri
Malaysia, Anwar Ibrahim, dikeluarkan dari tim penuntut. Jaksa bernama Farah Azlina Latif itu
diduga menjalin hubungan romantis dengan saksi kunci, sekaligus penggugat dalam kasus ini,
Saiful Bukhari Azlan.
Jaksa Agung Abdul Gani mengatakan, Farah Azlina harus dikeluarkan dari tim bukan
karena dia bersalah, tetapi demi menghindari persepsi negatif dari masyarakat. "Tindakan ini
juga untuk memastikan jalannya persidangan kasus ini tidak terpengaruh," kata Abdul Gani pada
Selasa malam, seperti dikutip dari laman kantor berita Malaysia, Bernama.
5 Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER-067/A/JA/07/2007 tentang Kode Perilaku Jaksa Jaksa
Agung Republik Indonesia.
Namun menurut Abdul Gani, Farah Azlina tak terlalu banyak terlibat dalam kasus ini.
"Dia tidak punya akses sama sekali pada dokumen-dokumen penyelidikan atau informasi rahasia
lain yang dimiliki timnya," kata Abdul Gani. Selain dipecat dari tim, Farah Azlina juga akan
diberhentikan dari Divisi Penuntutan Kejaksaan Agung dengan alasan sama.
Sementara itu, persidangan kasus sodomi, yang dimulai pada Februari lalu dengan
beberapa kali penundaan, akan berlanjut pada 2 Agustus mendatang.
Anwar dituduh menyodomi Saiful, mantan asistennya, pada 26 Juni 2008 di sebuah
kondominium pribadi. Dua hari kemudian, Saiful mengajukan gugatan pada Anwar, tetapi baru
tahun ini sidang digelar.
Ini bukan kali pertama mantan deputi perdana menteri tersebut menghadapi tuduhan
sodomi. Anwar pernah menjalani hukuman enam tahun hukuman penjara atas kasus yang sama
beberapa tahun lalu. Setelah dibebaskan, pemimpin karismatik tersebut memimpin partai oposisi
dalam pemilihan umum 2008.6
KEHAKIMAN
Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk
mengadili (Pasal 1 butir 8 KUHAP). Sedangkan istilah hakim artinya orang yang mengadili
perkara dalam pengadilan atau Mahkamah; Hakim juga berarti pengadilan, jika orang berkata
“perkaranya telah diserahkan kepada Hakim”. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara
yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila, demi terselengaranya negara hukum Republik Indonesia (Pasal 24 UUD
1945 dan Pasal 1 UUD No.48/2009).
6 http://dunia.news.viva.co.id/news/read/167424-affair-dengan-saksi-jaksa-kasus-anwar-dipecat, diakses pada
Minggu, 8 Mei 2016 pukul 16.55
Hakim di dalam menjalankan tugas dan fungsinya wajib menjaga kemandirian peradilan.
Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman
dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan
peraturan perundang-undangan (Pasal 3 Undang-Undang No.48 Tahun 2009).
KEWAJIBAN HAKIM
Hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa perkara (mengadili), mengadili adalah
serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa dan memutus perkara pidana
berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut
cara yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 1 Ayat (9) KUHAP).
Ia tidak boleh menolak perkara dengan alasan tidak ada aturan hukumnya atau aturan
hukumnya kurang jelas. Oleh karena hakim itu dianggap mengetahui hukum maka jika aturan
hukum tidak ada ia harus menggalinya dengan ilmu pengetahuan hukum, jika aturan hukum
kurang jelas maka ia harus menafsirkan dan jika tidak ada aturan hukum tertulis ia dapat
menggunakan hukum adat. Hakim sebagai pejabat negara dan penegak hukum, wajib menggali,
mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Hakim dan hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela,
jujur, adil profesional, dan berpengalaman di bidang hukum. Hakim dan hakim konstitusi wajib
menaati Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (Pasal 5 Undang-Undang No.48 Tahun 2009).
Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan
keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun
telah bercerai dengan pihak yang diadili atau advokat. Seorang hakim atau panitera wajib
mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak
langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas
permintaan pihak yang berperkara. (pasal 17 Ayat (3-5) Undang-Undang No.48 Tahun 2009).
Hakim ketua dalam memeriksa perkara di sidang pengadilan harus menggunakan bahasa
Indonesia yang dapat dimengerti oleh para penggugat dan tergugat atau terdakwa dan saksi
(Pasal 153 KUHP). Di dalam praktik adakalanya hakim menggunakan bahasa daerah, jika yang
bersangkutan masih kurang paham terhadap apa yang diucapkannya atau ditanyakan hakim.
Hakim ketua membuka sidang dengan menyatakan terbuka untuk umum, kecuali perkara
mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak. Jika hakim dalam memeriksa perkara
menggunakan bahasa yang tidak dimengerti oleh terdakwa atau saksi dan mereka tidak bebas
memberikan jawaban, dapat berakibat putusan batal demi hukum.
Hakim berbeda dengan pejabat-pejabat lain, ia harus benar-benar menguasai hukum
sesuai dengan sistem yang dianut di Indonesia dalam pemeriksaan di sidang pengadilan. Hakim
harus aktif bertanya dan memberi kesempatan kepada pihak terdakwa yang diwakili oleh
Penasihat Hukum untuk bertanya kepada saksisaksi, begitu pula Penuntut Umum. Semua itu
dimaksudkan untuk menemukan kebenaran materil dan pada akhirnya hakimlah yang
bertanggungjawab atas segala yang diputuskannya.7
Ada lima hal menjadi tanggung jawab Hakim yaitu:8
a. Justisialis Hukum; yang dimaksud justisialis adalah meng-adilkan. Jadi putusan Hakim yang
dalam praktiknya memperhitungkan kemanfaatan doel matigheid perlu di-adilkan. Makna
dari hukum de zin van het recht terletak dalam gerechtigheid keadilan. Tiap putusan yang
diambil dan dijatuhkan dan berjiwa keadilan, sebab itu adalah tanggung jawab jurist yang
terletak dalam justisialisasi daripada hukum.
b. Penjiwaan Hukum; dalam berhukum recht doen tidak boleh merosot menjadi suatu adat yang
hampa tanpa jiwa, melainkan senantiasa diresapi oleh jiwa untuk berhukum. Jadi hakim
harus memperkuat hukum dan harus tampak sebagai pembela hukum dalam memberi
putusan.
c. Pengintegrasian Hukum; hukum perlu senantiasa sadar bahwa hukum dalam kasus tertentu
merupakan ungkapan daripada hukum pada umumnya. Oleh karena itu putusan Hakim pada
kasus tertentu tidak hanya perlu diadakan dan dijiwakan melainkan perlu diintegrasikan
dalam sistem hukum yang sedang berkembang oleh perundang-undangan, peradilan dan
kebiasaan. Perlu dijaga supaya putusan hukum dapat diintegrasikan dalam hukum positif
sehingga semua usaha berhukum senantiasa menuju ke pemulihan pada posisi asli restitutio
in integrum.
7 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP (Rineka Cipta: Jakarta, 1996) hal.101
8 Nanda Agung Dewantoro, Masalah Kebebasan Hakim dalam Menangani Suatu Perkara Pidana (Aksara Persada:
Jakarta, Indonesia, 1987) hal. 149
d. Totalitas Hukum; maksudnya menempatkan hukum keputusan Hakim dalam keseluruhan
kenyataan. Hakim melihat dari dua segi hukum, di bawah ia melihat kenyataan ekonomis dan
sosial, sebaliknya di atas Hakim melihat dari segi moral dan religi yang menuntut nilai-nilai
kebaikan dan kesucian. Kedua tuntutan itu perlu dipertimbangkan oleh Hakim dalam
keputusan hukumnya, di saat itu juga segi social-ekonomis menuntut pada Hakim agar
keputusannya memperhitungkan situasi dan pengaruh kenyataan sosial-ekonomis
e. Personalisasi Hukum; personalisasi hukum ini mengkhususkan keputusan pada personal
(kepribadian) dari para pihak yang mencari keadilan dalam proses. Perlu diingat dan disadari
bahwa mereka yang berperkara adalah manusia yang berpribadi yang mempunyai keluhuran.
Dalam personalisasi hukum ini memunculkan tanggung jawab hakim sebagai pengayom
(pelindung), di sini hakim dipanggil untuk bisa memberikan pengayoman kepada manusiamanusia yang wajib dipandangnya sebagai pribadi yang mencari keadilan.
Ketika hakim dihadapkan oleh suatu perkara, dalam dirinya berlangsung suatu proses
pemikiran untuk kemudian memberikan keputusannya mengenai hal-hal sebagai berikut:9
1. Keputusan mengenai peristiwanya, yaitu apakah terdakwa telah melakukan perbuatan yang
telah dituduhkan kepadanya
2. Keputusan mengenai hukumnya, yaitu apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa itu
merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah serta dapat dipidana.
3. Keputusan mengenai pidananya, yaitu terdakwa memang dapat dipidana. Sebelum
menjatuhkan putusan, hakim akan menilai dengan arif dan bijaksana serta penuh kecermatan
kekuatan pembuktian dari memeriksa dan kesaksian dalam sidang pengadilan (Pasal 188
Ayat (3) KUHAP), sesudah itu hakim akan mengadakan musyawarah terakhir untuk
mengambil keputusan yang didasarkan atas surat dakwaan dan didasarkan atas surat dakwaan
dan segala sesuatu yang telah terbukti dalam pemeriksaan sidang.
Hakim memiliki 10 kode etik, diantaranya:10
1. Berperilaku Adil
Adil pada hakekatnya bermakna menempatkan sesuatu pada tempatnya dan memberikan
yang menjadi haknya, yang didasarkan pada suatu prinsip bahwa semua orang sama
9 Soedarto, op.cit., hal.74
10 http://pn-kediri.go.id/index.php/tentang-kami/kode-etik/kode-etik-hakim-indonesia.html
,diakses pada Minggu 8 Mei 2016 pukul 17.40
kedudukannya di depan hukum. Dengan demikian, tuntutan yang paling mendasar dari keadilan
adalah memberikan perlakuan dan memberi kesempatan yang sama (equality and fairness)
terhadap setiap orang. Oleh karenanya, seseorang yang melaksanakan tugas atau profesi di
bidang peradilan yang memikul tanggung jawab menegakkan hukum yang adil dan benar harus
selalu berlaku adil dengan tidak membeda-bedakan orang.
2. Berperilaku Jujur
Kejujuran pada hakekatnya bermakna dapat dan berani menyatakan bahwa yang benar
adalah benar dan yang salah adalah salah. Kejujuran mendorong terbentuknya pribadi yang kuat
dan membangkitkan kesadaran akan hakekat yang hak dan yang batil. Dengan demikian, akan
terwujud sikap pribadi yang tidak berpihak terhadap setiap orang baik dalam persidangan
maupun diluar persidangan.
3. Berperilaku Arif dan Bijaksana
Arif dan bijaksana pada hakekatnya bermakna mampu bertindak sesuai dengan normanorma yang hidup dalam masyarakat baik norma-norma hukum, norma-norma keagamaan,
kebiasaan-kebiasaan maupun kesusilaan dengan memperhatikan situasi dan kondisi pada saat itu,
serta mampu memperhitungkan akibat dari tindakannya. Perilaku yang arif dan bijaksana
mendorong terbentuknya pribadi yang berwawasan luas, mempuyai tenggang rasa yang tinggi,
bersikap hati-hati, sabar dan santun.
4. Bersikap Mandiri
Mandiri pada hakekatnya bermakna mampu bertindak sendiri tanpa bantuan pihak lain,
bebas dari campur tangan siapapun dan bebas dari pengaruh apapun. Sikap mandiri mendorong
terbentuknya perilaku Hakim yang tangguh, berpegang teguh pada prinsip dan keyakinan atas
kebenaran sesuai tuntutan moral dan ketentuan hukum yang berlaku.
5. Berintegritas Tinggi
Integritas tinggi pada hakekatnya bermakna mempuyai kepribadian utuh tidak
tergoyahkan, yang terwujud pada sikap setia dan tangguh berpegang pada nilai- nilai atau normanorma yang berlaku dalam melaksanakan tugas. Integritas tinggi akan mendorong terbentuknya
pribadi yang berani menolak godaan dan segala bentuk intervensi, dengan mengendapkan
tuntutan hati nurani untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, dan selalu berusaha melakukan
tugas dengan cara-cara terbaik untuk mencapai tujuan terbaik.
6. Bertanggung Jawab
Bertanggung jawab pada hakekatnya bermakna kesediaan dan keberanian untuk
melaksanakan semua tugas dan wewenang sebaik mungkin serta bersedia menangung segala
akibat atas pelaksanaan tugas dan wewenang tersebut. Rasa tanggung jawab akan mendorong
terbentuknya pribadi yang mampu menegakkan kebenaran dan keadilan, penuh pengabdian, serta
tidak menyalahgunakan profesi yang diamankan.
7. Menjunjung Tinggi Harga Diri
Harga diri pada hakekatnya bermakna bahwa pada diri manusia melekat martabat dan
kehormatan yang harus dipertahankan dan dijunjung tinggi. Prinsip menjunjung tinggi harga diri,
khususnya Hakim, akan mendorong dan membentuk pribadi yang kuat dan tangguh, sehingga
terbentuk pribadi yang senantiasa menjaga kehormatan dan martabatnya sebagai aparatur
Peradilan.
8. Berdisiplin Tinggi
Disiplin pada hakekatnya bermakna ketaatan pada norma-norma atau kaidah-kaidah yang
diyakini sebagai panggilan luhur untuk mengemban amanah serta kepercayaan masyarakat
pencari keadilan. Disiplin tinggi akan mendorong terbentuknya pribadi yang tertib di dalam
melaksanakan tugas, ikhlas dalam pengabdian, dan berusaha untuk menjadi teladan dalam
lingkungannya, serta tidak menyalahgunakan amanah yang dipercayakan kepadanya.
9. Berperilaku Rendah Hati
Rendah hati pada hakekatnya bermakna kesadaran akan keterbatasan kemampuan diri,
jauh dari kesempurnaan dan terhindar dari setiap bentuk keangkuhan. Rendah hati akan
mendorong terbentuknya sikap realistis, mau membuka diri untuk terus belajar, menghargai
pendapat orang lain, menumbuh kembangkan sikap tenggang rasa, serta mewujudkan
kesederhanaan, penuh rasa syukur dan ikhlas di dalam mengemban tugas.
10. Bersikap Profesional
Profesional pada hakekatnya bermakna suatu sikap moral yang dilandasi oleh tekad untuk
melaksanakan pekerjaan yang dipilihnya dengan kesungguhan, yang didukung oleh keahlian atas
dasar pengetahuan, keterampilan dan wawasan luas. Sikap profesional akan mendorong
terbentuknya pribadi yang senantiasa menjaga dan mempertahankan mutu pekerjaan, serta
berusaha untuk meningkatkan pengetahuan dan kinerja, sehingga tercapai setinggi-tingginya
mutu hasil pekerjaan, efektif dan efisien.
KEJAKSAAN DAN KEHAKIMAN SEBAGAI INSTITUSI DI
INDONESIA
Disusun Untuk Memenuhi Nilai Tugas
Sistem Peradilan Pidana
Dosen :
H. Agus Takariawan, S.H., M.Hum
Erika Magdalena Chandra, S.H., M.H.
Disusun Oleh :
Fingky Ayu Andriyani
110110130137
Fakultas Hukum
Universitas Padjadjaran
2016