KOMISI YUDISIAL DAN INDEPENDENSI KEKUASAAN KEHAKIMAN

A. Ashin Tohari – Komisi Yudisial dan Independensi Kekuasaan Kehakiman

KOMISI YUDISIAL DAN
INDEPENDENSI KEKUASAAN KEHAKIMAN
Oleh:
A. AHSIN THOHARI
Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul

ABSTRAK
Pasal 24B Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 yang
ditetapkan pada tanggal 9 November 2001 mengamanatkan
terbentuknya lembaga yang disebut Komisi Yudisial. Sebagai
lembaga negara yang bersifat mandiri, Komisi Yudisial
mempunyai dua kewenangan, yaitu: (1) mengusulkan
pengangkatan hakim agung kepada Dewan Perwakilan Rakyat; dan
(2) menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga
perilaku hakim. Dengan dua kewenangan tersebut, lembaga ini
memiliki andil besar dalam rangka menunjang tercipatnya
independensi kekuasaan kehakiman dengan cara menjamin
kontinuitas hakim-hakim yang bertugas di lapangan untuk tetap
berpegang teguh pada nilai-nilai moralitasnya sebagai seorang

hakim yang harus memiliki integritas dan kepribadian tidak
tercela, jujur, adil, serta menjunjung tinggi nilai-nilai
profesionalisme.
Key Words: Komisi Yudisial, Independensi Kekuasaan Kehakiman

penting

Pendahuluan
Salah
perubahan

satu substansi penting
Undang-Undang

Dasar

dalam

independensi


usaha

mewujudkan

kekuasaan

kehakiman

melalui pencalonan hakim agung dan

(UUD) 1945 adalah diamanatkannya

pengawasan

terhadap

pembentukan Komisi Yudisial, suatu

transparan


dan

lembaga negara yang bersifat mandiri.

menegakkan kehormatan dan keluhuran

Kewenangan lembaga ini adalah (1)

martabat, serta menjaga perilakunya

mengusulkan

secara

pengangkatan

hakim

hakim


secara

partisipatif

guna

konsisten.

Sebagaimana

Perwakilan

disebutkan dalam Penjelasan Umum

Rakyat (DPR); dan (2) menegakkan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004

kehormatan dan keluhuran martabat


tentang Komisi Yudisial, Pasal 24B

serta menjaga perilaku hakim.

Perubahan Ketiga UUD 1945 telah

agung

kepada

Dewan

Dua kewenangan tersebut membuat Komisi Yudisial memiliki peranan

memberikan landasan hukum yang kuat
bagi terjadinya reformasi hukum, yakni

Lex Jurnalica /Vol. 1 /No.2 /April 2004

24


A. Ashin Tohari – Komisi Yudisial dan Independensi Kekuasaan Kehakiman

dengan

memberikan

kepada

Komisi

kewenangan

Yudisial

untuk

yang telah memenuhi syarat dalam
menegakkan


gagasan

kekuasaan

balances

kehakiman yang merdeka dan mana

system di ranah kekuasaan kehakiman.

negara yang belum memenuhi standar

Meskipun

bukan

tersebut. Dengan demikian, gagasan

pelaku kekuasaan kehakiman, namun


kekuasaan kehakiman yang merdeka

fungsinya

dengan

tidak dengan mudah direduksi dan

kekuasaan kehakiman, terutama karena

bahkan didistorsi oleh pemerintah di

fungsinya

negara-negara

mewujudkan

checks


and

Komisi

Yudisial

berkaitan
sebagai

erat
“penjaga

mutu”

kekuasaan kehakiman.

dengan

menggunakan paradigmanya sendiri di


Munculnya

gagasan

pembentukan Komisi Yudisial dalam
struktur

tertentu

kekuasaan

kehakiman

dalam mengimplementasikan gagasan
tersebut.
Salah satu aspek penting yang

merupakan bagian dari paket reformasi

dianggap


peradilan

mengharuskan

institusional bahwa hakim yang akan

perombakan struktur dan administrasi

direkrut adalah pribadi-pribadi yang

lembaga peradilan yang selama ini

paling memenuhi syarat (best qualified)

dianggap

Urgensi

adalah kehadiran Komisi Yudisial dalam

pembentukan Komisi Yudisial semakin

struktur ketatanegaraan suatu negara.

nyata dalam negara yang baru lepas dari

Kehadiran

Komisi

Yudisial

adalah

rezim otiritarian dan sedang menapaki

semacam

usaha

sadar

untuk

era

kekuasaan

merealisasikan gagasan bahwa hakim

menunjukkan

yang baik tidak bisa tidak hanya bisa

yang

tidak

demokrasi,

kehakimannya

maksimal.

karena
belum

kinerja yang maksimal.

sebagai

dilahirkan

dari

jaminan

sebuah

yuridis-

sistem

pencalonan yang baik pula dengan polapola perekrutan yang terukur. Sangat

Pencalonan Hakim Agung
Berbagai

ketentuan

inter-

nasional memberikan suatu persyaratanpersyaratan umum tentang perekrutan

tepat kalau dikatakan bahwa good
judges are not born but made.
Oleh

karena

itu,

Pasal

15

hakim. Hal ini dimaksudkan sebagai

Beijing Statement of Principles of the

upaya penciptaan standar umum untuk

Independence of the Judiciary in the

membentuk kekuasaan kehakiman yang

Law Asia Region (sebagaimana telah

merdeka

negara,

diamandemen di Manila, 28 Agustus

sehingga dapat terukur mana negara

1997) menyatakan, “In some societies,

di

dalam

suatu

Lex Jurnalica /Vol. 1 /No.2 /April 2004

25

A. Ashin Tohari – Komisi Yudisial dan Independensi Kekuasaan Kehakiman

the appoinment of judges, by, with the

agung dan hakim pada badan peradilan

consent of, or after consultation with

di semua lingkungan peradilan yang

Judicial Service Commission has been

berada di bawah Mahkamah Agung serta

seen as a means of ensuring that those

hakim konstitusi (Pasal 1 Undang-

chosen as judges are appropriate for the

Undang Nomor 22 Tahun 2004).
Undang-undang tersebut telah

purpose....”
semangat

memperluas arti dari kata “hakim” yang

tersebut, Pasal 14 ayat (1) Undang-

terdapat dalam Pasal 24B ayat (1) UUD

Undang

2004

1945, karena sejatinya original intent

Komisi

dari ketentuan Pasal 24B UUD 1945

melaksanakan

hanya berkaitan dengan hakim agung

wewenang mengusulkan pengangkatan

saja dan tidak terkait secara langsung

hakim agung, yaitu (a) melakukan

dengan hakim yang lain. Meskipun

pendaftaran calon hakim agung; (b)

demikian,

melakukan seleksi terhadap calon hakim

penafsiran ekstensif ini sangat positif,

agung; (b) menetapkan calon hakim

khususnya apabila dikaitkan dengan

agung; dan (c) mengajukan calon hakim

belum jelasnya mekanisme pengawasan

agung kepada DPR. Dengan tugas-tugas

bagi hakim konstitusi. Oleh karena itu,

tersebut, diharapkan Komisi Yudisial

tidak perlu dipersoalkan secara serius

dapat berperan dengan sebaik-baiknya

tentang perluasan makna hakim yang

dalam

terkandung dalam Pasal 24B ayat (1)

Sejalan

dengan

Nomor

memberikan
Yudisial

tugas

22

Tahun
kepada

dalam

menjalankan

mengusulkan

wewenang

pengangkatan

menurut

penulis,

justru

hakim

UUD 1945. Penafsiran ekstensif seperti

agung, sehingga hanya orang yang

ini dipertegas dalam ketentuan Pasal 34

paling memenuhi syarat sajalah yang

ayat (3) Undang-Undang Nomor 4

bisa diusulkan menjadi hakim agung.

Tahun

2004

tentang

Kekuasaan

Kehakiman yang menentukan, “Dalam
Pengawasan Perilaku Hakim

rangka menjaga kehormatan, keluhuran

Apabila wewenang mengusul-

martabat, serta perilaku hakim agung

kan hakim hanya hakim agung saja yang

dan hakim, pengawasan dilakukan oleh

dapat diusulkan oleh Komisi Yudisial,

Komisi Yudisial yang diatur dalam

maka tidak demikian dengan wewenang

undang-undang” (kursif dari penulis).
Sesuai

menegakkan kehormatan dan keluhuran

ayat

dengan

martabat serta menjaga perilaku hakim,

Pasal22

karena hakim di sini mencakup hakim

Nomor 22 Tahun 2004, dalam rangka

Lex Jurnalica /Vol. 1 /No.2 /April 2004

(1)

ketentuan

Undang-Undang

26

A. Ashin Tohari – Komisi Yudisial dan Independensi Kekuasaan Kehakiman

melaksanakan

untuk

mengikat dan disampaikan oleh Komisi

menegakkan kehormatan dan keluhuran

Yudisial kepada pimpinan Mahkamah

martabat serta menjaga perilaku hakim,

Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi.

Komisi

wewenang

Yudisial

tugas

Dengan dua wewenang tersebut,

terhadap

yaitu (1) mengusulkan pengangkatan

perilaku hakim berupa: (a) menerima

hakim agung kepada Dewan Perwakilan

laporan masyarakat tentang perilaku

Rakyat (DPR); dan (2) menegakkan

hakim; (b) meminta laporan secara

kehormatan dan keluhuran martabat

berkala

peradilan

serta menjaga perilaku hakim, Komisi

berkaitan dengan perilaku hakim; (c)

Yudisial memiliki andil besar dalam

melakukan

rangka

melakukan

mempunyai

pengawasan

kepada

badan

pemeriksaan

terhadap

menunjang

tercipatnya

dugaan pelanggaran perilaku hakim; (d)

independensi

kekuasaan

kehakiman

memanggil dan meminta keterangan dari

dengan

menjamin

kontinuitas

hakim yang diduga melanggar kode etik

hakim-hakim yang bertugas di lapangan

perilaku

untuk tetap berpegang teguh pada nilai-

hakim;

dan

(e)

membuat

cara

laporan hasil pemeriksaan yang berupa

nilai

rekomendasi dan disampaikan kepada

hakim yang harus memiliki integritas

Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah

dan kepribadian tidak tercela, jujur, adil,

Konstitusi,

serta serta menjunjung tinggi nilai-nilai

serta

tindasannya

disampaikan kepada Presiden dan DPR.

moralitasnya

sebagai

seorang

profesionalisme.

Untuk kepentingan pelaksanaan
kewenangan menegakkan kehormatan

DAFTAR PUSTAKA

dan keluhuran martabat serta menjaga
perilaku

hakim,

Komisi

Yudisial

Buitendam, Odette. “Good Judges are

bertugas mengajukan usul penjatuhan

Not

sanksi terhadap hakim kepada pimpinan

Recruiment, Selection and the

Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah

Training

Konstitusi. Menurut ketentuan Pasal 23

Netherlands”,

ayat (1) Undang-Undang Nomor 22

Fabri dan Philip M. Langbroek,

Tahun 2004, usul penjatuhan sanksi ini

eds., The Challenge of Change

dapat berupa: (a) teguran tertulis; (b)

for

pemberhentian

Netherlands: IOS Press, 2000.

sementara;

atau

(c)

Born

of

but

Judges
dalam

Judicial

Made:

in

the

Marco

System.

pemberhentian. Usul penjatuhan sanksi
dari

Komisi

Yudisial

ini

bersifat

Lex Jurnalica /Vol. 1 /No.2 /April 2004

27

A. Ashin Tohari – Komisi Yudisial dan Independensi Kekuasaan Kehakiman

Law Asia Region. Beijing Statement of
Principles of the Independence
of Judiciary in the Law Asia
Region. As amended at Manila,
28 August 1997.
Republik Indonesia. Undang-Undang
tentang Kekuasaan Kehakiman
UU No. 4 Tahun 2004, LN No.
8, TLN No. 4358.
_______.

Undang-Undang

tentang

Komisi Yudisial. UU No. 22
Tahun 2004, LN No. 89, TLN
No. 4415.
Thohari, A. Ahsin. Komisi Yudisial dan
Reformasi Peradilan. Cet. I,
Jakarta: Lembaga Studi dan
Advokasi Masyarakat-ELSAM,
2004.
_______.

“Membangun

Komisi

Yudisial”, Harian Kompas, Edisi
Jumat, 23 Januari 2004.
_______.

“Pelembagaan

Yudisial

Komisi

dalam

Struktur

Kekuasaan
Indonesia”,

Kehakiman
Jurnal

Analisis

CSIS, Vol. 33, No. 1, Jakarta:
Centre

for

International

Strategic

and

Studies-CSIS,

Maret 2004.

Lex Jurnalica /Vol. 1 /No.2 /April 2004

28