Perubahan Tutupan Lahan di Taman Nasional Bukit Barisan Nama NIM Selatan Provinsi Lampung

PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL
BUKIT BARISAN SELATAN PROVINSI LAMPUNG

AZELIYAN DWI PUMINDA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perubahan Tutupan
Lahan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Provinsi Lampung adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar
pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2015

Azeliyan Dwi Puminda
NIM E34100130

ABSTRAK
AZELIYAN DWI PUMINDA. Perubahan Tutupan Lahan Di Taman Nasional
Bukit Barisan Selatan Provinsi Lampung. Dibimbing oleh LILIK BUDI
PRASETYO dan RINEKSO SOEKMADI.
Taman nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang mempunyai
fungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang dikelola
dengan sistem zonasi, yang terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan, dan zona lain
sesuai keperluan (Undang-undang No. 5 Tahun 1990). Namun sejauh ini masih
sering muncul permasalahan yang terjadi hampir disetiap taman nasional, seperti
perburuan satwa liar, illegal loging, perambahan, pencurian kayu/tumbuhan langka
dan tata batas kawasan. Salah satu taman nasional yang ada di Indonesia yang tidak
luput dari permasalahan adalah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui perubahan tutupan lahan yang terjadi di TNBBS

serta penyebabnya. Setelah dilakukan penelitian dengan menggunakan GIS dan
wawancara kepada beberapa pihak, diketahui bahwa dalam kurun tahun 1991
sampai 2013 terjadi penurunan luasan hutan. Penurunan tersebut dikarenakan
adanya kegiatan perambahan, yang mayoritas bentuk dari perambahan adalah
konversi lahan hutan menjadi perkebunan kopi yang dilakukan oleh masyarakat.
Selain itu perambahan yang terjadi di TNBBS sebenarnya sudah terjadi sebelum
ditetapkannya kawasan menjadi taman nasional.
Kata kunci: taman nasional Bukit Barisan Selatan, perambahan, perubahan tutupan
lahan.
ABSTRACT
AZELIYAN DWI PUMINDA. Landcover Change In Bukit Barisan Selatan
National Park Lampung Province, Supervised by LILIK BUDI PRASETYO and
RINEKSO SOEKMADI
National Park is a conservation nature area which has function to protect life
support system, maintain flora fauna and its ecosystem, which is managed by
zonation system. The zonation can be divided into core zone, utilization zone and
other based on the necessity. However, National Park is still facing problem such
as illegal poaching, illegal logging, forest encroachment, and agrarian conflict to
national park border. One of national park which has such kind of problem is Bukit
Barisan Selatan National Park. The research is aimed at investigation of land

use/land cover and its causes. After conducted the research by using GIS and
interviewed some participants, the result showed that forest cover is decreased
during period of 1991 to 2013. This decrease is due to forest encroachment, in
which forest was converted into coffee plantation. In fact, it was happened before
the National Park establishment.
Keyword: Bukit Barisan Selatan national park, forest encroachment, land cover
change.

PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL
BUKIT BARISAN SELATAN PROVINSI LAMPUNG

AZELIYAN DWI PUMINDA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi: Perubahan Tutupan Lahan di Taman Nasional Bukit Barisan
Selatan Provinsi Lampung
Nama

: Azeliyan Dwi Puminda

NIM

: E34100130

Disetujui oleh

��
Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc

Dr Ir Rinekso Soekmadi, MScFTrop


Pembimbing I

Pembimbing II

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala anugerah dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Topik yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret 2014 ini
adalah lingkungan, dengan judul Perubahan Tutupan Lahan di Taman Nasional
Bukit Barisan Selatan.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof Dr Ir Lilik Budi
Prasetyo, MSc dan Dr Ir Rinekso Soekmadi, MScFTrop selaku pembimbing.
Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Tri dan Pak Muniful
Hamid yang telah memberikan tempat tinggal selama di Lampung, Bang Ferry dan
teman-teman di WCS-IP atas kebaikan dan perhatiannya. Terima kasih juga
disampaikan kepada Pak Heri DP, Pak Herry Fakhrizal, Pak Sadatin, dan Keluarga
besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan atas bantuannya selama penelitian.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua H. Jonzul Anmar,
S.MB dan Hj. Alis Latifah. Kemudian kepada kedua kakak saya Anjeliya Eka
Puminda S.Hut, M.Si, Dhany Saptaji Pamungkas S.Hut, dan adik saya Alyajen Tri
Puminda. Serta kepada Nourma Maulida S.Pd atas doa, motivasi dan semangat.
Ucapan terima kasih kepada keluarga besar asrama putra C4 47, Fahutan 47, KSHE
Nepenthes rafflesiana 47, Keluarga Laboratorium Analisis Lingkungan dan
Pemodelan Spasial, Keluarga besar HIMAKOVA, Keluarga besar Kelompok
Pemerhati Gua “HIRA” khususnya G-XVII (Adam Bacem, Galang Keong, Aan
Asbak, Dani Coli, Lala Kumeul, Aldi Brew, Yoga Letoy) atas motivasi, bantuan,
dukungan dan kebersamaan kita selama ini, serta seluruh staf pengajar, tata usaha,
laboran, mamang bibi, juga keluarga besar Departemen Konservasi Sumberdaya
Hutan dan Ekowisata dan Fakultas Kehutanan IPB yang telah membantu,
memberikan dukungan, serta memberikan ilmu pengetahuan.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Maret 2015
Azeliyan Dwi Puminda

DAFTAR ISI


DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1


Manfaat Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan Tempat

2

Alat

3

Bahan

3


Teknik Pengambilan Jenis Data

3

Pengolahan Dan Analisis Data

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

10

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

10

Penutupan Lahan di SPTN III Taman Nasional Bukit Barisan Selatan

12


Kondisi Sosekbud di TNBBS SPTN III

27

Sejarah Terjadinya Perambahan di TNBBS

32

Faktor Penyebab Perubahan Penutupan Lahan

35

Bentuk Permasalahan di TNBBS Penyebab Perubahan Tutupan Lahan

39

SIMPULAN DAN SARAN

47


Simpulan

47

Saran

47

DAFTAR PUSTAKA

47

DAFTAR TABEL
1 Jenis data dan teknik yang digunakan dalam pengambilan data
3
2 Parameter/variabel dalam pengumpulan data berdasarkan aktor
5
3 Penetapan kawasan TNBBS
11
4 Penampakan citra dengan jenis tutupan lahan di TNBBS
13
5 Penutupan lahan SPTN III TNBBS tahun 1991
15
6 Penutupan lahan SPTN III TNBBS tahun 2000
16
7 Penutupan lahan SPTN III TNBBS tahun 2013
17
8 Perubahan luasan jenis tutupan lahan di SPTN III kurun waktu 91-00
19
9 Perubahan tutupan lahan pada tiap tipe tutupan lahan kurun waktu 91-00 21
10 Perubahan luasan jenis tutupan lahan di SPTN III kurun waktu 00-13 22
11 Perubahan tutupan lahan pada tiap tipe tutupan lahan kurun
waktu 00-13
24
12 Luasan masing-masing subkelompok kurun waktu 1991-2000
26
13 Luasan masing-masing subkelompok kurun waktu 2000-2013
26
14 Jalan tembus kawasan TNBBS yang legal
44
15 Jalan tembus kawasan TNBBS ilegal
44
DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi penelitian
2 Tahapan pengolahan citra
3 Tahapan pengolahan data atribut
4 Tahapan analisis perubahan tutupan lahan
5 Tahapan pengolahan data spasial dengan data atribut
6 Peta tutupan lahan SPTN III tahun 1991
7 Peta tutupan lahan SPTN III tahun 2000
8 Peta tutupan lahan SPTN III tahun 2013
9 Peta perubahan tutupan lahan di SPTN III kurun waktu 1991-2000
10 Peta perubahan tutupan lahan di SPTN III kurun waktu 2000-2013
11 Peta perubahan tutupan lahan hutan di tahun 1991-2000
12 Peta perubahan tutupan lahan hutan di tahun 2000-2013
13 Grafik Perubahan tutupan lahan hutan
14 Peta batas kawasan SPTN III dengan 2 kabupaten
15 Luasan lahan pertanian berdasarkan jenis tanaman di Lambar
16 Jumlah produksi pertanian berdasarkan jenis tanaman di Lambar
17 Jumlah pekerja dilihat dari bidang pekerjaan di Lampung Barat
18 Luasan lahan pertanian berdasarkan jenis tanaman di Pesisir Barat
19 Jumlah produksi pertanian berdasarkan jenis tanaman di Pesisir Barat
20 Alur sejarah perambahan di TNBBS
21 Analisis faktor perubahan menurut waktu & event
22 Analisis faktor perubahan berdasarkan waktu & poulse
23 Bentuk perambahan di SPTN III TNBBS (R. Sekincau)
24 Bentuk illegal logging di SPTN III TNBBS
25 Foto semak belukar pada lokasi hutan bekas terbakar (R. Sekincau)
26 Peta jalan tembus di kawasan TNBBS
27 Foto jalan yang menembus kedalam kawasan TNBBS

2
7
8
9
10
15
16
17
20
23
25
26
27
28
29
29
30
31
31
34
36
38
40
42
43
45
45

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Taman nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang mempunyai
fungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang dikelola
dengan sistem zonasi, yang terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan, dan zona lain
sesuai keperluan (Undang-undang No. 5 Tahun 1990). Pembentukan sebuah
taman nasional di Indonesia dilatarbelakangi oleh beberapa alasan, diantaranya
untuk penyelamatan sebuah kawasan yang didalamnya terdapat flora dan fauna
endemik/langka, menyelamatkan budaya dan tentu saja untuk menyelamatkan
kawasan hutan tropis yang masih tersisa. Namun sejauh ini taman nasional di
Indonesia dapat dikatakan belum mencapai tujuan utama dari pembentukan taman
nasional tersebut. Masih sering munculnya permasalahan yang hampir merata
disetiap taman nasional seperti perburuan satwa liar, illegal logging, perambahan,
pencurian kayu/tumbuhan langka dan tata batas kawasan. Dari puluhan taman
nasional yang berada di Indonesia, yang menjadi salah satu sorotan adalah Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan merupakan salah satu dari tiga
taman nasional di Sumatera yang mewakili prioritas tertinggi bagi unit konservasi
harimau, dan taman nasional yang memiliki ekosistem hutan dataran rendah
terbesar pada hutan hujan tropis di Asia Tenggara (Forindo 2013). Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan juga tidak luput dari permasalahan seperti
perburuan satwa liar, illegal logging, perambahan, pencurian kayu/tumbuhan
langka, konflik manusia-satwa, dan tata batas kawasan. Namun yang menjadi
sorotan adalah perambahan lahan baik berupa bukaan lahan atau konversi lahan
pertanian. Pada tahun 2007, WWF meluncurkan laporan studi berjudul Gone in
an Instant yang memperkirakan bahwa 28% (89 224 hektar) dari luas tutupan
hutan taman nasional tersebut telah hancur akibat pembukaan lahan, terlebih
untuk perkebunan kopi. Sebesar 60% dari wilayah yang dibuka atau 55 042 hektar
sekarang adalah lahan pertanian aktif, sementara 33 822 hektar lainnya adalah
padang rumput, semak belukar atau hutan sekunder. Studi tersebut juga
menunjukkan bahwa sekitar 20 000 ton dari 285 000 ton total produksi kopi di
Lampung berasal dari lahan ilegal di dalam taman nasional. Berhubungan dengan
permasalahan tersebut, maka perlu adanya penelitian mengenai perubahan
penutupan lahan di kawasan TNBBS.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan tutupan lahan di
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan pada tahun 1991, 2000 dan tahun 2013
dan faktor penyebabnya.

2

Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi, rujukan
atau pertimbangan oleh pihak taman nasional dalam kegiatan pengelolaan
kawasan dan pengambilan kebijakan.

METODE
Waktu dan Tempat
Kegiatan penelitian dan pengambilan data dilakukan di Taman Nasional
Bukit Barisan Selatan, Provinsi Lampung, wilayah SPTN III. Observasi lapangan
dilakukan pada 2 resort yaitu di R. Sekincau yang memiliki kasus perambahan
yang sangat mengkhawatirkan dan R.Balik Bukit yang wilayahnya paling sedikit
mengalami kasus perambahan, serta desa-desa terdekat dengan resort tersebut.
Lokasi penelitian terdapat pada Gambar 1.

Gambar 1 Lokasi penelitian
Kegiatan pengambilan data di lapang dilakukan pada bulan Maret 2014,
sedangkan pengolahan dan analisis data dilakukan pada bulan April sampai
Oktober 2014.

3

Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Global Positioning System
(GPS), kamera digital, alat tulis, panduan wawancara, tally sheet dan laptop yang
dilengkapi dengan beberapa software, yaitu: ArcGIS 9.3, ERDAS Imagine 9.1,
Google Earth, Mapsource dan MS. Office 2013.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu citra satelit landsat yang
mencakup wilayah penelitian dengan path/row 124/63 dan 124/64. Seperti citra
landsat 4 pada tahun 1991 (akuisisi 30 Oktober 1991 dan 30 Oktober 1991) , citra
landsat 7 tahun 2000 (akuisisi 5 April 2000 dan 5 April 2000) dan citra satelit
landsat 8 tahun 2013 (akuisisi 3 Mei 2013 dan 4 Juni 2013) dan peta rupa bumi
Indonesia.

Teknik Pengambilan Jenis Data
Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan data-data seperti tercantum
pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis data dan teknik yang digunakan dalam pengambilan data
No

1

2
3

4

Jenis data
Citra landsat 4
TM tahun 1991
Citra landsat 7
TM tahun 2000
Citra landsat 8
OLI tahun 2013
Groundcheck
point

5

Wawancara

6

Studi literatur

Sumber

Metode

Teknik
pengumpulan
data

Earthexplorer.usgs.gov

-

Mengunduh

Earthexplorer.usgs.gov

-

Mengunduh

Forest Watch Indonesia

-

Copy data

Random
Sampling

Marking dengan
GPS

Observasi lapang

Observasi lapang

FGD

-

Wawancara
langsung
dengan panduan
wawancara
Mencari literatur
terkait penelitian

4

Observasi lapang
Observasi lapang dilakukan secara langsung untuk mendapatkan data-data
dalam penentuan tutupan lahan. Dalam hal tersebut yang dilakukan adalah
pengambilan data titik GPS yang dilakukan pada masing-masing tipe tutupan
lahan, yaitu tipe tutupan lahan hutan, tipe tutupan lahan semak belukar, tipe
tutupan lahan pertanian lahan kering, tipe tutupan lahan kebun campuran, tipe
tutupan lahan lahan terbuka, tipe tutupan lahan pemukiman dan tipe tutupan lahan
badan air. Selain data titik GPS, juga diambil data mengenai foto pada tiap-tiap
tipe tutupan lahan tersebut, selain itu juga diambil data mengenai deskripsi
tutupan lahan tersebut. Pada saat mengambil data titik GPS, untuk desa yang
dekat dengan lokasi penelitian dilakukan kegiatan wawancara kepada masingmasing desa tersebut.
Data citra
Data Citra yang digunakan adalah citra landsat 4 tahun 1991 dengan tanggal
akuisisi 30 Oktober 1991 dan 30 Oktober 1991, tahun 2000 dengan tanggal
akuisisi 12 September 2000 dan 5 April 2000 dan tahun 2013 dengan tanggal
akuisisi 4 Juni 2013 dan 4 Juni 2013. Untuk path/row yang digunakan adalah
124/63 dan 124/64. Citra landsat 1990 dan 2000 didapat dengan mengunduh
langsung dari situs glovis.usgs.gov. Sedangkan pada citra landsat tahun 2013
didapat dari Lembaga Swadaya Masyarakat Forest Watch Indonesia (FWI).
Data atribut
Data atribut diperoleh dari wawancara yang dilakukan kepada responden
yakni masyarakat desa sekitar SPTN III melalui wawancara dengan teknik forum
grup discussion dan pencarian informasi kepada informan yang dalam hal ini
adalah pihak TNBBS dan pemerintah daerah. Penentuan besarnya sampel tidak
ditentukan dari karakteristik satu populasi atau menarik generalisasi kesimpulan
bagi satu populasi, melainkan lebih terfokus pada representasi terhadap fenomena
sosial yang akan diteliti. Dengan demikian dalam penelitian kualitatif tidak
dipersoalkan jumlah sampel, tergantung dari tepat tidaknya pemilihan sampel,
kompleksitas dan keragaman sosial yang diteliti (Bunin 2003 di dalam Rudianto
2009). Kemudian hasil dari kuesioner tersebut dicatat seperti apa adanya dan
diolah dengan melakukan analisis, baru selanjutnya dilakukan pembuatan
kesimpulan tentang hasil kuesioner.
Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus yaitu pendekatan yang
menguraikan dan menjelaskan secara komprehensif mengenai berbagai aspek
baik itu individu, kelompok, program atau suatu situasi sosial, dimana penelitian
ini diupayakan untuk menelaah sebanyak mungkin data mengenai subjek yang
diteliti, serta menggunakan berbagai instrumen sebagai alat pengumpulan data
pokok (Mulyana 2006 di dalam Rudianto 2009)
Selanjutnya diidentifikasi parameter dan variabel yang relevan untuk
dikumpulkan dan dianalisis menurut aktor yang relevan, ditunjukkan pada Tabel
2.

5

Tabel 2 Parameter/variabel dalam pengumpulan data berdasarkan aktor
Aktor
Balai
Taman
Nasional

Parameter/variabel
Permasalahan di TNBBS

Sejarah perambahan di TNBBS

Upaya mengatasi masalah perambahan

Pemerintah
Daerah

Pandangan
pemerintah
daerah
(kabupaten/kecamatan/desa)
setempat
mengenai perambahan di dalam kawasan
taman nasional yang dilakukan oleh
masyarakat
Kebijakan dan program pemerintah daerah
dalam
menanggapi
permasalahan
perambahan di TNBBS
Data demografi desa sekitar SPTN III

Masyarakat

Pandangan masyarakat terhadap kawasan
TN dan perambahan di dalamnya

Sejarah kedatangan masyarakat di TNBBS
SPTN III

Karakteristik masyarakat di dalam dan
sekitar kawasan taman nasional

Proses kepemilikan lahan yang berada di
dalam kawasan TN

Metode
pengumpulan data
Wawancara
mendalam
dan
pengumpulan data
sekunder
Wawancara
mendalam
dan
pengumpulan data
sekunder
Wawancara
mendalam
dan
pengumpulan data
sekunder
Wawancara
mendalam
dan
pengumpulan data
sekunder
Wawancara
mendalam
dan
pengumpulan data
sekunder
Wawancara
dan
pengumpulan data
sekunder
Wawancara
mendalam,
observasi
lapang
dan pengumpulan
data sekunder
Wawancara
mendalam,
observasi
dan
pengumpulan data
sekunder
Wawancara,
observasi
lapang
dan pengumpulan
data sekunder
Observasi
dan
pengumpulan data
sekunder

6

Pengolahan Dan Analisis Data
Pengolahan citra
Data Citra landsat diolah dengan menggunakan software ArcGIS 9.3 dan
ERDAS Imagine versi 9.1. Langkah pertama yang dilakukan untuk menganalisis
citra landsat adalah dengan melakukan koreksi geometrik dan radiometrik
terhadap ketiga citra tersebut, yakni citra landsat tahun 1991, 2000 dan 2013.
Penentuan lokasi penelitian dilakukan pada areal yang diduga terjadi perubahan
penutupan lahan di dalam kawasan TNBBS, dan peneliti mengambil lokasi pada
SPTN III TNBBS.
Lokasi tersebut dibutuhkan 2 scene yakni path/row 124/63 dan 124/64.
Kemudian 2 scene tersebut di-mosaic untuk menggabungkan 2 scene lalu di
subset agar lebih mempermudah dan memfokuskan citra pada lokasi penelitian.
Dalam klasifikasi penutupan lahan, dikenal dengan dua metode interpretasi
citra yaitu metode visual-manual dan metode digital (komputer)-otomatis.
Penafsiran/interpretasi secara manual-visual, sebagaimana arti katanya,
merupakan metode interpretasi yang didasarkan pada hasil penyimpulan visual
terhadap ciri-ciri spesifik obyek pada citra yang dikenali dari bentuk, ukuran,
pola, bayangan, tekstur, dan lokasi obyek. Metode ini disebut sebagai metode
manual karena penafsirannya dilakukan oleh manusia sebagai interpreter. Proses
interpretasi dapat saja menggunakan bantuan komputer untuk digitasi on screen,
namun justifikasinya tetap dilakukan secara manual. Out put metode ini berupa
data vektor (Sugiarto 2013).
Metode yang digunakan pada penelitian ini, peneliti memilih metode
manual-visual. Hal tersebut dikarenakan beberapa pertimbangan, Sugiarto (2013)
mengatakan untuk metode digital-otomatis biasanya digunakan untuk
menafsirkan areal yang luas (seluruh wilayah pulau Jawa atau Indonesia),
sedangkan penelitian ini hanya dilakukan pada 1 SPTN saja. Selain itu metode
digital-otomatis juga memiliki kelemahan-kelemahan yang cukup besar
dibandingkan dengan metode manual-visual. Metode digital-otomatis seringkali
bermasalah terkait isu ketelitian hasil interpretasi. Perlu kehati-hatian ketika
memilih metode ini. Nilai akurasi hasil klasifikasi perlu diuji untuk mengetahui
tingkat ketepatan hasil klasifikasi dibandingkan kondisi sebenarnya di lapangan.
Kelemahan yang lain bersumber dari keterbatasan kemampuan komputer untuk
membaca kunci-kunci interpretasi obyek. Perkembangan teknologi komputer
untuk penafsiran citra saat ini umumnya baru sampai pada tahap pemanfaatan
rona (brightness) sebagai penciri obyek. Dibandingkan dengan metode visual
yang menggunakan kunci-kunci interpretasi yang saling mendukung dan
melengkapi meliputi: bentuk, ukuran, pola, rona, bayangan, tekstur, dan lokasi.
(Sugiarto 2013).
Tahapan penelitian selanjutnya adalah dengan digitasi citra tahun 2013 pada
lokasi penelitian, yakni SPTN III dengan menggunakan ArcGIS 9.3.
Pengklasifikasian tutupan lahan dilakukan dengan acuan kunci interpretasi yang
digunakan peta tutupan lahan kawasan lain. Setelah diklasifikasikan maka didapat
hasil citra yang telah terklasifikasi, seperti hutan, pemukiman, lahan pertanian,
kebun campuran, badan air, semak belukar, dan lahan terbuka. Pada tahap
selanjutnya dilakukan validasi dengan melakukan cek lapangan pada tiap-tiap
tutupan lahan yang terdapat pada kawasan. Setelah data groundcheck diperoleh,

7

selanjutnya dilakukan perbaikan klasifikasi berupa perbaikan digitasi dan
penafsiran tutupan lahan pada citra tahun 2013 dengan menggunakan acuan data
groundcheck point yang telah diambil selama dilapangan dan dengan melihat
langsung tutupan lahan pada Google Earth, terutama untuk lokasi yang tidak
disurvey namun masuk kedalam lokasi penelitian. Kemudian dengan
menggunakan acuan data groundcheck point tersebut, dilakukan digitasi untuk
klasifikasi tutupan lahan citra tahun 1991 dan 2000. Setelah proses tersebut, maka
akan menghasilkan peta tutupan lahan pada tahun 1991, 2000, dan 2013. Tahapan
pengolahan citra ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Tahapan pengolahan citra

8

Pengolahan Data Atribut
Data primer yang diperoleh melalui wawancara yang dilakukan kepada
ketiga aktor utama dalam penelitian ini yakni pihak taman nasional, pemerintah
daerah dan masyarakat yang berada di sekitar kawasan SPTN III serta data
sekunder yang diperoleh dari studi literatur seperti dokumen Pemda dan makalah
ilmiah.
Kemudian diolah dan disajikan dalam bentuk teks naratif, tabel atau grafik
untuk melihat keterkaitan dari aspek-aspek utama yang menjadi dampak terhadap
sosial ekonomi, sosial politik dan sosial ekologi berdasarkan kejadian konversi
lahan yang terjadi di dalam kawasan SPTN III. Kemudian setelah itu, hasil
akhirnya ditarik dengan suatu kesimpulan dari semua data yang telah diolah.
Tahapan pengolahan data atribut ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Tahapan pengolahan data atribut

Analisis Data Spasial
Dari citra yang telah diolah akan menghasilkan tampilan areal perubahan
penutupan lahan kawasan TNBBS tahun 1991 sampai 2013. Analisis perubahan
penutupan lahan dikhususkan pada kawasan yang masih memiliki tutupan lahan
dengan tipe hutan. Proses analisis dilakukan dengan membandingkan peta
penutupan lahan tahun 1991 ke 2000 dan 2000 ke 2013 dengan cara meng-overlay
peta tersebut. Dari proses overlay tersebut akan nampak penutupan lahan hutan
yang mengalami perubahan selama kurun waktu tahun 1991 sampai dengan tahun
2000 dan juga pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2013. Perubahan-perubahan
yang terjadi selama kurun waktu tersebut selanjutnya dibuat ke dalam bentuk peta
serta tabel untuk memudahkan dalam melihat perubahan penutupan lahan yang
terjadi pada kawasan TNBBS, selain itu juga untuk diketahui masing-masing
luasan tipe tutupan lahan yang dianalisis tersebut. Tahapan analisis perubahan
tutupan lahan ditunjukkan pada Gambar 4.

9

Gambar 4 Tahapan analisis perubahan tutupan lahan
Analisis Data Spasial dengan Data Atribut
Setelah dilakukannya pengolahan kepada dua data utama yakni data atribut
yang berupa data primer, diperoleh melalui wawancara yang dilakukan kepada
ketiga aktor utama dalam penelitian ini yakni pihak taman nasional, pemerintah
daerah dan masyarakat yang berada disekitar kawasan taman nasional SPTN III
serta data sekunder yang diperoleh dari studi literatur berupa dokumen pemda dan
makalah ilmiah serta pengolahan data spasial yang berasal dari digitasi citra
dengan path/row 123/63 dan 123/64 tahun 2013, 2000 dan 1991. Ketiga citra yang
digunakan tersebut merupakan citra pada lokasi penelitian, yakni SPTN III.
Kemudian setelah itu dilakukan pengolahan selanjutnya berupa penggabungan
analisis dari data spasial dengan data atribut yang dilakukan untuk memudahkan
dalam menganalisis faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab perubahan
penutupan lahan serta dampak apa saja yang terjadi dari faktor-faktor penyebab
tersebut terhadap keberadaan tutupan lahan.
Data spasial pada tahun 1991, 2000 dan 2013 yang telah diolah dan
diklasifikasi sesuai dengan tipe tutupan lahannya kemudian dianalisis dengan data
atribut yang telah dikumpulkan dan dianalisis untuk mengetahui faktor-faktor dan
hubungan antara data spasial dengan data atribut penyebab perubahan tutupan
lahan yang terjadi selama kurun waktu tersebut. Kemudian hasil dari analisis data
spasial dengan data atribut disajikan dalam bentuk fish bone diagram dan
dihubungkan antara perubahan tutupan lahan dengan suatu kejadian/momen yang
terjadi berdasarkan waktu kejadian. Metode ini dikenal dengan nama content
analysis. Untuk content analysis dilakukan terhadap data spasial dengan data
sejarah/kejadian pada selang tahun tersebut serta data spasial dengan poulse yang
dikeluarkan pada selang tahun tersebut. Tahapan pengolahan data spasial dengan
data atribut ditunjukkan pada Gambar 5.

10

Gambar 5 Tahapan pengolahan data spasial dengan data atribut

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Keadaaan umum kawasan
TNBBS dalam sejarahnya, pada tahun 1935 ditetapkan sebagai Suaka
Margasatwa melalui Besluit Van der Gouverneur General van Nederlandsch Indie
No. 48 Stbl. 1935 seluas 356 800 Ha. Selanjutnya setelah kemerdekaan
pengelolaan kawasan ini ditetapkan menjadi Kawasan Suaka Alam oleh
Indonesia pada tanggal 1 April 1974. TNBBS ditetapkan tanggal 14 Oktober 1982
melalui Surat Pernyataan Menteri Pertanian Nomor 736/MENTAN/X/1982
seluas 356 800 Ha. Kawasan Cagar Alam Laut (CAL – BBS) seluas  21 600 Ha
yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
71/Kpts-II/1990 tanggal 15 Pebruari 1990. Pada bulan Juli 2004, TNBBS
ditetapkan sebagai Tapak Warisan Dunia bersama dengan TN Gunung Leuser dan
TN Kerinci Seblat dengan nama The Tropical Rainforest Heritage of Sumatera
(TRHS) oleh UNESCO (WWF Indonesia 2013). Selain itu juga menjadi taman
nasional dengan ekosistem hutan dataran rendah terbesar pada hutan tropis di
Asia Tenggara.
Secara geografis TNBBS terletak pada 103º 23′ – 104º 43′ bujur timur dan
04º 33′ – 05º 57′ lintang selatan. Kawasan ini sedikitnya memiliki 23 sungai besar
dan ratusan anak-anak sungai yang mengaliri air ke daerah-daerah hilir di
sepanjang pesisir Kabupaten Tanggamus, Pesisir Barat, Lampung Barat dan
Bengkulu Selatan. Sejarah dalam penetapan kawasan TNBBS ditunjukkan pada
Tabel 3.

11

Kawasan
Hutan
Taman
Nasional Bukit
Barisan
Selatan

Konservasi
Laut

Tabel 3 Penetapan kawasan TNBBS
Tanggal
Status
Luas
Surat
(Ha)
Keputusan
Menteri
TN
356.800
Surat
14/10/82
Pernyataan
Menteri
Pertanian
No.
736/Mentan/X/1982

CALBBS

21.600

Jumlah

378.400

Surat
Keputusan
Menteri
Kehutanan
No.
71/KPTSII/1990

15/02/90

Lokasi

Prov.
Lampung
(Kab.
Tanggamus
,
Kab.
Pesisir
Barat dan
Kab.
Lampung
Barat) dan
Prov.
Bengkulu
(Kab.
Kaur)
Prov.
Lampung

Sumber: Balai Besar TNBBS 2008

Letak dan pembagian wilayah
Secara geografis kawasan TNBBS berada pada 103º24’ - 104º43’ BT dan
04º31’ - 05º 57’ LS. Panjang batas kawasan TNBBS  953 902 km terdiri dari
127 622 km berupa batas alam dan sisanya sepanjang 826 281 km berupa batas
buatan. Berdasarkan SK Dirjen PHKA No. 57/Kpts/DJ-VI/1990 tanggal 31 Mei
1990, kawasan TNBBS dibagi dalam zona yang terdiri dari zona inti seluas ± 191
125 Ha, zona rimba seluas ± 160 012.5 Ha, zona pemanfaatan seluas ± 850 Ha,
dan zona penyangga seluas ± 4 812.5 Ha.
Geologi dan tanah
Kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan menurut Peta Geologi
Sumatera yang dibuat oleh Lembaga Penelitian Tanah (1965), terdiri dari Batuan
Endapan (Miosin Bawah, Neogen, Paleosik Tua, Aluvium), Batuan Vulkanik
(Recent, Kuatener Tua, Andesit Tua, Basa Intermediet) dan Batuan Plutonik
(Batuan Asam). Batuan yang tersebar paling luas adalah Batuan Vulkanik yang
berada di bagian tengah dan utara taman nasional. Berdasarkan peta tanah yang
dibuat oleh Lembaga Penelitian Tanah Bogor (1976), tanah di kawasan TN Bukit
Barisan Selatan terdiri dari 6 jenis tanah yaitu Aluvial, Rensina, Latosol, Podsolik
Merah Kuning dan 2 jenis Andosol. Tanah yang paling luas tersebar adalah jenis
Podsolik Merah Kuning yang mempunyai sifat fisik labil dan rawan erosi.

12

Topografi
Kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan terletak di ujung Selatan
dari rangkaian pegunungan Bukit Barisan, sehingga memiliki topografi yang
cukup bervariasi yaitu mulai datar, landai, bergelombang, berbukit-bukit curam
dan bergunung-gunung dengan ketinggian berkisar antara 0 -1964 m dpl. Lereng
timurnya cukup curam sedangkan lereng barat ke arah Samudera Hindia agak
landai. Berdasarkan peta lereng dan kemampuan tanah Provinsi Lampung,
kawasan taman nasional ini merupakan daerah yang labil karena Terletak pada
zona sesar utama Sumatera (Zona Sesar Semangka) daerah berdataran rendah (0600 m dpl) dan berbukit (600 - 1.000 m dpl) terletak di bagian selatan taman
nasional sementara daerah pegunungan (1.000 - 2.000 m dpl) terletak di bagian
tengah dan utara taman nasional.
Iklim
Kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan merupakan kawasan yang
dapat menghasilkan keseimbangan iklim. Pengaruh rantai pegunungan Bukit
Barisan Selatan mengakibatkan kawasan ini memiliki dua tipe iklim (tipe iklim
A di sisi Barat taman nasional dan tipe iklim B yang lebih kering di sisi timur
taman nasional). Di bagian barat taman nasional curah hujannya cukup tinggi,
yaitu berkisar antara 3 000–3 500 mm per tahun dan bagian timur taman nasional
berkisar antara 2 500 –3 000 mm per tahun. Musim hujan berlangsung dari bulan
November sampai Mei. Musim kemarau dari bulan Juni sampai Agustus. Bulan
agak kering adalah September sampai Oktober. Jumlah hari hujan di musim
penghujan rata-rata tiap bulannya 10–16 hari dan dimusim kemarau 4 – 8 hari.
Keadaan angin musim hujan lebih besar dari musim kemarau dan taman nasional
mempunyai kelembaban udara antara 80-90% dan temperature berkisar antara
20ºC–28ºC.
Penutupan Lahan di SPTN III Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
Penutupan lahan merupakan jenis kenampakan yang ada di atas
permukaan bumi (Lillesand dan Kiefer 1990). Kawasan Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan, terutama di Seksi Pengelolaan Taman Nasional III Krui
dengan total luasan 120 920.63 ha diklasifikasikan ke dalam 8 tipe penutupan
lahan, yaitu tipe tutupan lahan hutan, lahan terbuka, pemukiman, lahan
pertanian kering, kebun campuran, badan air, semak belukar, dan sawah.
Klasifikasi ini disesuaikan dengan kondisi sebenarnya di kawasan Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan secara umum ketika dilakukan groundcheck,
dan untuk kawasan SPTN III yang tidak dilakukan groundcheck dikarenakan
beberapa hal diklasifikasi dengan mengacu pada citra milik Google Earth yang
memiliki resolusi lebih besar sehingga mudah untuk dianalisis. Untuk tipe
tutupan lahan hutan merupakan tipe penutupan lahan yang didominasi oleh
berbagai jenis tumbuhan hutan yang alami seperti jenis-jenis pohon medang
(Dehaasia sp.), pasang (Quercus sondaicus), surian (Toona ciliate), kayu kelat
(Syzygium sp.), kemuning (Murraya paniculata), dan pohon hutan lainnya.
Serta memiliki strata tajuk yang relatif rapat. Penutupan lahan berupa hutan
secara keseluruhan seharusnya mendominasi di dalam kawasan. Namun karena

13

aktifitas manusia yang berada disekitar kawasan menjadikan penutupan lahan
hutan pada masa sekarang ini mengalami perubahan. Lahan terbuka adalah
jenis lahan yang tidak bervegetasi atau lahan yang belum dimanfaatkan
masyarakat sebagai lahan pertanian atau lahan lainnya. Lahan ini biasanya
terjadi akibat adanya perambahan dan penebangan liar di dalam kawasan.
Lahan pemukiman merupakan daerah yang dibuat di dalam kawasan untuk
menunjang aktivitas manusia. Lahan pemukiman yang terdapat dalam kawasan
TNBBS yaitu kantor resort, bumi perkemahan, jalan raya, serta shelter ilegal
yang dibuat oleh masyarakat di dalam maupun di sekitar kawasan sebagai
tempat istirahat dan menaruh hasil pertanian/perburuan mereka. Pertanian
lahan kering adalah lahan yang digunakan untuk menghasilkan tanaman pangan
yang dalam kasus ini, tanaman kopi sangat mendominasi lahan pertanian kering
di TNBBS. Tipe penutupan lahan kebun campuran adalah bentuk pertanian
yang dalam penanamannya tanaman pangan bercampur dengan tanaman hutan.
Hal ini terjadi karena pernah dilakukan beberapa program rehabilitasi lahan di
kawasan pertanian di dalam TNBBS dengan menanam tanaman hutan. Untuk
tipe penutupan lahan badan air berupa danau atau sungai. Tipe sawah adalah
lahan basah yang digunakan untuk menanam tanaman padi. Tipe semak belukar
adalah lahan yang ditumbuhi dan dipenuhi oleh semak belukar, biasanya
terbentuk karena suatu lahan pertanian yang sudah tidak digunakan dan diolah
kembali, kemudian dibiarkan oleh pengolahnya, maka akan muncul semak
belukar yang mengisi lahan kosong tersebut secara alami atau muncul dari
bekas lahan hutan yang terbakar, yang kemudian dari lahan tersebut akan
terjadi proses suksesi dan selanjutnya ditumbuhi oleh semak belukar.
Penampakan citra masing-masing tipe, dan gambar yang diambil dalam
kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Penampakan citra dengan jenis tutupan lahan di TNBBS
No
Tipe
Penampakan
Foto
Penutupan
Citra
Lahan
1
Hutan

2
Pertanian
Lahan
Kering

14

Tabel 4 Penampakan citra dengan jenis tutupan lahan di TNBBS (lanjutan)
No

Tipe
Penutupan
Lahan

Penampakan
Citra

Foto

3
Kebun
Campuran

4
Lahan
Terbuka
5
Pemukiman
6
Semak
Belukar

7
Sawah

8
Badan Air

Penutupan lahan SPTN III TNBBS tahun 1991
Hasil dari pengolahan citra pada tahun 1991 didapat data berupa
klasifikasi mengenai tipe tutupan lahan yang terdapat di SPTN III TNBBS serta
luasan masing-masing jenis tutupan lahan tersebut. Data mengenai luas wilayah
berbagai tipe penutupan lahan di Taman Nasional yang ditunjukkan pada Tabel
5.

15

No
1
2
3
4
5
6
7
8

Tabel 5 Penutupan lahan SPTN III TNBBS tahun 1991
Tahun 1991
Penutupan Lahan
Luas (Ha)
Presentase (%)
Hutan
84 302.12
69.72
Kebun Campuran
5 649.38
4.67
Pertanian Lahan Kering
25 677.33
21.23
Lahan Terbuka
4 515.43
3.73
Semak Belukar
199.43
0.16
Pemukiman
215.45
0.18
Sawah
14.17
0.01
Badan Air
347.32
0.29
Total
120 920.63
100.00

Tipe penutupan lahan yang paling luas pada tahun 1991 adalah penutupan
lahan hutan dengan luasan total 84302.12 ha atau 69.72% dari seluruh kawasan,
sedangkan penutupan lahan yang paling sedikit adalah sawah seluas 14.17 ha
atau 0.01% dari seluruh kawasan. Pada tahun 1991 luas kebun campuran seluas
5649.38 ha atau 4.67% dari luas seluruh kawasan. Luas pemukiman yaitu
sebesar 215.45 ha atau 0.18% dari luas seluruh kawasan, luas lahan terbuka
sebesar 4515.43 ha atau 3.73% dan pertanian lahan kering 25677.33 ha atau
21.23%. Peta tutupan lahan SPTN III tahun 1991 dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Peta tutupan lahan SPTN III tahun 1991

16

Penutupan lahan SPTN III TNBBS tahun 2000
Hasil dari pengolahan citra pada tahun 2000 didapat data berupa
klasifikasi tipe tutupan lahan yang ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6 Penutupan lahan SPTN III TNBBS tahun 2000
Tahun 2000
No
Penutupan Lahan
Luas (Ha)
Presentase (%)
1
Hutan
80 143.11
66.28
2
Kebun Campuran
1 616.60
1.34
3
Pertanian Lahan Kering
36 576.98
30.25
4
Lahan Terbuka
2 174.26
1.80
5
Semak Belukar
64.18
0.05
6
Pemukiman
42.49
0.04
7
Sawah
10.39
0.01
8
Badan Air
292.62
0.24
Berdasarkan data penutupan lahan tersebut tipe penutupan lahan yang
paling luas adalah penutupan lahan berjenis hutan dengan luas 80 143.11,
sedangkan penutupan lahan yang paling sedikit adalah sawah seluas 10.39 ha.
Pada tahun 2000 luas pertanian lahan kering mencapai 36 576.98 ha. Luas lahan
terbuka sebesar 2 174.26 ha, luas kebun campuran sebesar 1 616.60 ha, luas
pemukiman seluas 42.49 ha dan semak belukar sebesar 64.18 ha. Peta tutupan
lahan SPTN III tahun 2000 dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Peta tutupan lahan SPTN III tahun 2000

17

Penutupan lahan SPTN III TNBBS tahun 2013
Hasil dari pengolahan citra pada tahun 2013, dihasilkan data mengenai
klasifikasi tutupan lahan yang ditunjukkan pada Tabel 7.
Tabel 7 Penutupan lahan SPTN III TNBBS tahun 2013
Tahun 2013
No
Penutupan Lahan
Luas (Ha)
Presentase (%)
1
Hutan
78 224.98
64.69
2
Kebun Campuran
6 642.90
5.49
3
Pertanian Lahan Kering
35 390.77
29.27
4
Lahan Terbuka
162.57
0.13
5
Semak Belukar
107.92
0.09
6
Pemukiman
82.18
0.07
7
Sawah
27.54
0.02
8
Badan Air
281.78
0.23
Total
120 920.63
100.00
Berdasarkan data penutupan lahan tersebut tipe penutupan lahan yang
paling luas adalah penutupan lahan hutan dengan luas 78 224.98 ha sedangkan
penutupan lahan yang paling sedikit adalah sawah seluas 27.54 ha. Pada tahun
2013 luas pertanian lahan kering mencapai 35 390.77 ha, luas kebun campuran
yaitu sebesar 6 642.90 ha, luas lahan terbuka sebesar 162,57 ha dan semak
belukar sebesar 82.18 ha. Peta tutupan lahan SPTN III tahun 2013 dapat dilihat
pada Gambar 8.

Gambar 8 Peta tutupan lahan SPTN III Tahun 2013

18

Perubahan penutupan lahan kurun waktu 1991-2000
Berdasarkan hasil klasifikasi citra satelit landsat pada tahun 1991 dan pada
tahun 2000 yang masing-masing citra pada tahun tersebut telah diolah dan
dianalisis, kemudian hasilnya di-overlay antara peta tahun 1991 dengan peta
tahun 2000 untuk dianalisis kembali. Setelah dilakukannya overlay maka didapat
data mengenai wilayah SPTN III TNBBS mana saja yang mengalami perubahan
penutupan lahan. Dalam kurun waktu tahun 1991 sampai tahun 2000 telah terjadi
peningkatan dan penurunan luas wilayah penutupan lahan yang terdapat dalam
kawasan SPTN III.
Untuk penutupan lahan tipe hutan dalam kurun waktu tahun 1991 sampai
tahun 2000 mengalami penurunan sebesar 4 159.01 ha. Sehingga luasan hutan
yang pada tahun 1991 mencapai 84 302.12 ha menjadi 80 143.11 ha. Penurunan
kawasan berhutan tersebut diduga terjadi karena adanya konversi lahan yang
dilakukan oleh masyarakat pada selang tahun tersebut, sehingga berdampak pada
peningkatan luasan tipe penutupan lahan lainnya, yang pada hal ini terdapat pada
tipe tutupan lahan pertanian lahan kering. Pertanian lahan kering adalah tipe
tutupan lahan yang memiliki kenaikan luasan yang paling signifikan diantara tipe
tutupan lahan lainnya yakni seluas 10 899.65 ha atau mengalami kenaikan sebesar
9.01% dari luasan tutupan lahan pertanian lahan kering pada tahun 1991. Pada
selang waktu tahun 1991 sampai tahun 2000 tipe penutupan lahan lainnya yang
mengalami penurunan luas diantaranya adalah lahan terbuka. Penurunan luas
lahan terbuka dari luasan sebesar 4 515.43 ha menjadi 2 174.26 ha atau berkurang
seluas 2 341.17 ha. Hal tersebut terjadi diduga karena kondisi lahan pertanian
dalam kawasan yang semakin bertambah luasannya sehingga banyak lokasilokasi yang pada awalnya berupa lahan terbuka yang menjadi tipe tutupan lahan
pertanian lahan kering.
Tipe penutupan lahan yang mengalami penurunan luasan lainnya yaitu
semak belukar, badan air dan pemukiman. Tipe tutupan badan air mengalami
penurunan luasan sebesar 54.70 ha atau sebesar 0.05 % dari tahun 1991. Hal ini
disebabkan beberapa lokasi yang diklasifikasikan sebagai badan air tertutup oleh
tajuk hutan pada citra yang ditampilkan. Hal tersebut juga terjadi pada
pemukiman, yang mengalami penurunan luasan sebesar 172.96 ha. Penurunan
tipe tutupan lahan pemukiman terjadi di jalan tembus pada Resort Pugung
Tampak yang pada tahun 2000 jalan tembus tersebut tertutup oleh tajuk hutan,
sehingga tidak dapat diklasifikasikan kembali sebagai tipe tutupan lahan
pemukiman. Tipe penutupan lahan semak belukar mengalami penurunan luas
sebesar 135.25 ha atau sebesar 0.11%. Penurunan tipe tutupan lahan tersebut
terjadi karena diduga beberapa lokasi ada yang sudah menjadi tipe tutupan lahan
hutan atau menjadi tipe tutupan lahan lahan terbuka yang dilakukan oleh
masyarakat sekitar untuk kemudian dijadikan sebagai lahan pertanian ilegal milik
mereka. Untuk beberapa lokasi semak belukar pun ada yang langsung menjadi
lahan pertanian. Perubahan penutupan lahan yang bertipe sawah mengalami
penurunan dari luasan 14.17 ha menjadi 10.39 ha, hal tersebut diduga karena
adanya tindakan atau usaha yang telah dilakukan oleh BTNBBS untuk penurunan
perambahan di dalam kawasan. Perubahan tersebut dapat dilihat dalam Tabel 8
untuk perbandingan pada selang tahun 1991 sampai 2000 dan untuk tampilan
perubahan tutupan lahan dalam bentuk peta dapat dilihat pada Gambar 9.

19

Tabel 8 Perubahan luasan jenis tutupan lahan di SPTN III kurun waktu 1991-2000
No

Penutupan
Lahan

Tahun 1991
Luas (Ha)

Tahun 2000

80 143.11

Presentase
(%)
66.28

4.67

1 616.60

25 677.33

21.23

4 515.43

Semak Belukar

6

Pemukiman

7

Sawah

8

Badan Air

1

Hutan

2

4

Kebun
Campuran
Pertanian
Lahan Kering
Lahan Terbuka

5

3

Total

84 302.12

Presentase
(%)
69.72

5 649.38

-4 159.01

Presentase
(%)
-3.44

1.34

-4 032.78

-3.34

36 576.98

30.25

10 899.65

9.01

3.73

2 174.26

1.80

-2.341.17

-1.94

199.43

0.16

64.18

0.05

-135.25

-0.11

215.45

0.18

42.49

0.04

-172.96

-0.14

14.17

0.01

10.39

0.01

-3.78

-0.00

347.32

0.29

292.62

0.24

-54.70

-0.05

120 920.63

100.00

Luas (Ha)

Perubahan 1991-2000

120 920.63

Luas (Ha)

100.00

19

20

20

Gambar 9 Peta perubahan tutupan lahan di SPTN III kurun waktu 1991-2000

21

Perubahan penutupan lahan berdasarkan jenis tutupan lahan pada tahun
1991-2000
Data pada Tabel 8 dijelaskan mengenai terjadinya penurunan luasan hutan,
selain itu juga dijelaskan mengenai terjadinya kenaikan luasan pertanian lahan
kering yang sangat signifikan. Untuk mengetahui perubahan-perubahan apa saja
yang terjadi pada masing-masing tipe tutupan lahan, dan apa saja yang menjadi
tipe tutupan lahan pertanian lahan kering dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Perubahan tutupan lahan pada tiap tipe tutupan lahan tahun 1991-2000
1
2

1
74 822.55
1 065.18

2
7 325.40
24 271.34

3
410.80
134.76

4
1 692.30
191.94

5
0.00
2.06

6
0.00
5.05

7
0.00
1.51

8
8.21
5.47

3

3 657.37

1 121.04

715.11

124.33

20.30

33.90

1.46

4

321.80

3 817.36

182.66

164.62

11.99

16.93

0.03

13.48
0.00

5

36.67

8.17

167.81

0.00

29.82

0.00

0.00

0.00

6

234.42

21.33

5.47

0.75

0.00

236.75

0.00

0.00

7
8

0.00
5.12

6.47
5.88

0.00
0.00

0.33
0.00

0.00
0.00

0.00
0.00

7.38
0.00

0.00
15.33

Keterangan: 1=hutan, 2=pertanian lahan kering, 3=kebun campuran, 4=lahan terbuka, 5=semak
belukar, 6=badan air, 7=sawah, 8=pemukiman

Pada Tabel 9 ditunjukkan bahwa terjadi perubahan tutupan lahan hutan
menjadi pertanian lahan kering dengan luasan lahan yang mencapai 7 325.40 ha.
Hal tersebut sangat tidak sebanding dengan perubahan tutupan lahan kering yang
menjadi hutan dengan luasannya yang hanya mencapai 1 065.18 ha. Kemudian
luasan tutupan lahan pertanian lahan kering yang tetap menjadi tutupan lahan
pertanian lahan kering seluas 24 271.34 ha. Untuk luasan lahan terbuka yang
menjadi pertanian lahan kering seluas 321.80 ha yang semakin menambah bobot
luasan dari tutupan lahan pertanian lahan kering tersebut, ditambah lagi dengan
adanya perubahan tutupan lahan lahan terbuka menjadi tipe tutupan lahan
pertanian lahan kering dengan luasan yang mencapai 3 817.36 ha. Sementara
untuk tutupan lahan hutan sendiri ada yang menjadi tipe tutupan lahan lahan
terbuka yang mencapai luasan 1 692.30 ha yang akan semakin menambah bobot
dari penurunan luasan hutan tersebut.
Perubahan penutupan lahan kurun waktu 2000-2013
Berdasarkan hasil klasifikasi citra satelit landsat tahun 2000 dan 2013 yang
masing-masing citra pada tahun tersebut telah diolah dan dianalisis, kemudian
hasilnya di-overlay antara peta tahun 2000 dengan peta tahun 2013 untuk
dianalisis kembali. Setelah dilakukannya overlay maka didapat data mengenai
wilayah SPTN III TNBBS yang mengalami perubahan penutupan lahan. Dalam
kurun waktu tahun 2000 sampai tahun 2013 telah terjadi peningkatan dan
penurunan luas wilayah penutupan lahan yang terdapat dalam kawasan SPTN III.
Perubahan tersebut dapat dilihat dalam Tabel 10 untuk perbandingan pada selang
tahun 1991 sampai 2000 dan untuk tampilan perubahan tutupan lahan dalam
bentuk peta dapat dilihat pada Gambar 11.

22

22

Tabel 10 Perubahan luasan berbagai jenis tutupan lahan di SPTN III kurun waktu 2000-2013
Tahun 2000
No

Penutupan Lahan

Tahun 2013

80 143.11

Presentase
(%)
66.28

2 Kebun Campuran

1 616.60

3 Pertanian Lahan
Kering

2000-2013

78 224.98

Presentase
(%)
64.69

1.34

6 642.90

5.49

5 026.30

4.16

36 576.98

30.25

35 390.77

29.27

-1 186.21

-0.98

4 Lahan Terbuka

2 174.26

1.80

162.57

0.13

-2 011.69

-1.66

5 Semak Belukar

64.18

0.05

82.18

0.07

18.00

0.01

6 Pemukiman

42.49

0.04

107.92

0.09

65.43

0.05

7 Sawah

10.39

0.01

27.54

0.02

17.15

0.01

292.62

0.24

281.78

0.23

-10.84

-0.01

120 920.63

100.00

120 920.63

100.00

Luas (Ha)

1 Hutan

8 Badan Air
Total

Luas (Ha)

Presentase
(%)
-1 918.13
1.59

Luas (Ha)

23

Gambar 10 Peta perubahan tutupan lahan di SPTN III kurun waktu 2000-2013

23

24

Penutupan lahan hutan dalam kurun waktu 2000-2013 mengalami
penurunan sebesar 1 918.13 ha. Sehingga luasan hutan yang pada tahun 2000
mencapai 80 143.11 ha menjadi 78 224.98 ha. Penurunan kawasan berhutan
tersebut terjadi karena adanya peningkatan luas tipe penutupan lahan lainnya.
Pada tutupan lahan kebun campuran terjadi kenaikan luasan sebesar 5 026.30 ha
dari 1 616.60 ha menjadi 6 642.90 ha. Hal tersebut diduga karena adanya
rehabilitasi hutan yang dilakukan oleh BTNBBS terutama di lahan-lahan
pertanian. Hal tersebut yang juga menyebabkan penurunan luas kawasan
pertanian lahan kering dari luasan yang mencapai 36 576.98 ha menjadi 35 390.77
ha atau penurunan seluas 1 186.21 ha. Pada selang waktu tahun 2000 sampai 2013
tipe penutupan lahan lainnya yang mengalami kenaikan luas diantaranya adalah
semak belukar, pemukiman dan sawah. Kenaikan semak belukar diduga karena
adanya penurunan lahan terbuka yang pada awalnya seluas 2 174.26 ha menjadi
162.57 ha, sehingga terjadi suksesi pada lahan tersebut dan menjadikan semak
belukar mengalai kenaikan luasan sebesar 18.00 ha. Untuk pemukiman
mengalami kenaikan seluas 65.43 ha dikarenakan beberapa kawasan jalan yang
pada tahun 2000 tertutup oleh tajuk hutan, mulai terbuka, sehingga dapat
diklasifikasikan menjadi pemukiman. Untuk tutupan lahan jenis sawah
mengalami kenaikan sebesar 17.15 ha, dikarenakan adanya penurunan dari
tutupan lahan berjenis badan air seluas 10.84 ha dan diduga menjadi sawah,
walaupun tidak semuanya dikarenakan tertutup tajuk hutan.
Perubahan penutupan lahan berdasarkan jenis tutupan lahan pada tahun
2000-2013
Pada Tabel 11 ditunjukkan bahwa perubahan luasan hutan yang masih
terjadi penurunan. Namun untuk kebun campuran sendiri mengalami kenaikan
yang cukup signifikan, sementara pertanian lahan kering terjadi penurunan.
Untuk masing-masing perubahan pada tiap tutupan lahan dan luasannya terdapat
pada Tabel 11.
Tabel 11 Perubahan tutupan lahan pada tiap tipe tutupan lahan tahun 2000-2013
3

4

5

6

7

8

1

72 205.86

1

5 891.17

2

1 837.60

110.51

23.40

30.04

0.23

44.31

2

4 372.74

27 846.66

4 221.82

6.04

80.22

29.17

16.76

3.54

3

1 186.15

0.19

430.26

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

4

374.89

1 1614.65

133.57

44.56

4.29

0.35

1.94

0.02

5

19.47

8.64

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

6

42.22

23.47

3.33

0.80

0.80

221.82

0.98

0.00

7
0.00
2.36
0.00
0.00
0.00
0.00
8.02
0.00
8
23.66
3.65
16.33
0.66
0.66
0.00
0.00 34.31
Keterangan: 1=hutan, 2=pertanian lahan kering, 3=kebun campuran, 4=lahan terbuka, 5=semak
belukar, 6=badan air, 7=sawah, 8=pemukiman

Tabel 11 menunjukkan bahwa luasan pertanian lahan kering menjadi kebun
campuran degan luasan yang mencapai 4.221,82 ha. Pada tutupan hutan juga ada
yang menjadi tutupan lahan kebun campuran dengan luasan 1.837,60 ha. Untuk
tutupan lahan hutan yang menjadi pertanian lahan kering mencapai angka

25

5891.17 ha, namun untuk pertanian lahan kering yang menjadi hutan mencapai
4372.74 ha yang membuat perubahan hutan tidak terlalu signifikan, selain itu ada
tutupan lahan kebun campuran dengan luasan 1 186.15 ha yang menjadi hutan.
Analisis perubahan tutupan lahan hutan
Untuk memudahkan dalam melakukan analisis, masing-masing perubahan
tutupan lahan dikelompokan menjadi 4 kelompok, yakni hutan-hutan, hutan-non
hutan, non hutan-hutan dan non analisis. Untuk hutan-hutan adalah tutupan lahan
yang awalnya tegakan hutan dan pada selang tahun berikutnya masih tetap
tegakan hutan. Untuk hutan-non hutan adalah tutupan lahan yang awalnya
merupakan tegakan hutan namun terjadi perubahan menjadi non tegakan hutan
seperti lahan terbuka, pertanian lahan kering, kebun campuran dll. Untuk tutupan
lahan non hutan-hutan adalah tutupan lahan yang awalnya berupa non tegakan
hutan kemudian selang tahun berikutnya menjadi tutupan lahan berupa tegakan
hutan. Sedangkan pada tutupan lahan non analisis adalah tutupan lahan yang tidak
memiliki tegakan hutan seperti pemukiman, semak belukar, sawah dan selang
tahun berikutnya masih tetap berupa non hutan.
Pada perubahan tutupan lahan hutan dari tahun 1991 sampai tahun 2000 dan
ditampilkan dalam bentuk peta pada Gambar 11 dan masing-masing luasannya
pada tabel 12.

Gambar 11 Perubahan tutupan lahan hutan tahun 1991-2000

26

Tabel 12 Luasan masing-masing subkelompok kurun waktu 1991-2000
Kelompok Tupl