PROFIL PROSES KOAGULASI LATEKS KEBUN OLEH PETANI KARET DI KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT PROVINSI LAMPUNG

ABSTRACT

Profile Latex Coagulation Process Rubber Plantation By Farmers In Tulang
Bawang Barat, Lampung Province

Indonesian natural rubber which is dominated by rubber farmers must transform
itself partly by improving the quality of products produced to meet global
challenges such as green tire product that requires traceability of raw materials
and free of contaminants. The purpose of this study was to obtain profile latex
coagulation process rubber plantation by the farmers in one of the rubber
production centers in Lampung Province. The experiment was conducted in the
Desa Mulya Kencana, Tulang Bawang Barat, Lampung Province from September
2013 to December 2013,

The research was conducted by survey method using questionnaires and direct
observations in the field. Rubber farmers involved as respondents are as many as
30 farmers were selected purposivelly. The results showed that the dominant
process of rubber tapping conducted every day, Farmers dominant respondents did
not know the type of coagulant that may be used in the latex coagulation process,
The type of coagulant used and the predominant use of fertilizersand allegedly
alum powder (tawas), produced latex coagulum maximumo of 1.5 tons of dry

rubber/hectare/year, coagulum produced predominantly in the form of a thick slab
with a 1-week storage period, the price of produced rubber coagulum using formic
acid, acetic acid and obeta is higher than the one using tawas and fertilizer, the

coagulant cost per kg of dry rubber coagulant for formic acid Rp 300 ,-; obeta Rp
200; acetic acid Rp 125; tawas Rp 100,-; and fertilizer Rp 100,-.

Keywords

: Coagulation, field latex, rubber, coagulant, coagulum

ABSTRAK

PROFIL PROSES KOAGULASI LATEKS KEBUN OLEH PETANI
KARET DI KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT PROVINSI
LAMPUNG

Oleh
MISWANTO


Komoditas karet alam Indonesia yang didominasi oleh petani karet harus
membenahi diri antara lain dengan memperbaiki mutu produk yang dihasilkan
untuk menghadapi tantangan global antara lain green tyre product yang
mensyaratkan ketelusuran bahan baku dan bebas dari kontaminan. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mendapatkan profil proses koagulasi lateks kebun oleh
petani karet di salah satu sentra produksi karet di Provinsi Lampung. Penelitian ini
dilaksanakan di Desa Mulya Kencana, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Provinsi
Lampung dari bulan September 2013 sampai dengan Desember 2013.

Penelitian ini dilakukan dengan metode survey menggunakan kuesioner dan
pengamatan langsung dilapangan. Petani karet yang terlibat sebagai responden
adalah sebanyak 30 petani yang dipilih secara sengaja. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa proses penyadapan karet dominan dilakukan setiap hari.
Petani responden dominan tidak mengetahui jenis koagulan yang boleh digunakan
pada proses koagulasi lateks kebun. Jenis koagulan yang digunakan dominan
menggunakan pupuk dan bubuk diduga tawa, bekuan yang dihasilkan petani karet

dominan maksimal 1,5 ton karetkeing/hektar/tahun, bekuan atau koagulum yang
dihasilkan dominan dalm bentuk slab tebal dengan masa simpan 1 minggu,
bekuan yang dihasilkan menggunakan koagulan asam semut, asam cuka dan obeta

lebih tinggi dibandingkan dengan bekuan yang dihasilkan menggunakan koagulan
bubuk diduga tawas dan pupuk, biaya koagulan per kg karet kering untuk asam
semut Rp. 300,-; obeta RP. 200,-; asam cuka Rp. 125,-; bubuk diduga tawas Rp.
100,-; dan pupuk Rp. 100,-.

Kata kunci

: Koagulasi, lateks kebun, Karet, Koagulan, bekuan

ii

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI .............................................................................................

i

DAFTAR TABEL ....................................................................................


iii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................

iv

I. PENDAHULUAN ...............................................................................

1

A. Latar Belakang ..............................................................................

1

B. Tujuan ............................................................................................

4

II. TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................


6

A. Tanaman Karet di Provinsi Lampung ..............................................

6

B. Lateks .............................................................................................

7

C. Karet Remah (Crumb Rubber) ........................................................

8

D. Penggumpalan Lateks (Koagulasi)..................................................

10

E. Penambahan Asam Formiat dan Asam Asetat.................................


11

F. Tawas ...............................................................................................

12

G. Mutu Bahan Baku Karet ................................................................

12

H. Pengaruh Komponen bukan karet ....................................................

13

I. Persyaratan Mutu Bokar (SNI 06-2047-2002)..................................

15

J. Asam Formiat ...................................................................................


15

ii

III. BAHAN DAN METODE ..................................................................

17

A. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................

17

B. Alat dan Bahan ...............................................................................

17

C. Metode Penelitian ..........................................................................

17


D. Pelaksanaan Penelitian ..................................................................

19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................

20

A. Profil pengusahaan kebun karet dan pengolahan lateks
Kebun ..............................................................................................

20

B. Analisis Perbandingan Biaya Koagulan Per Bekuan
Yang Dihasilkan ..............................................................................

29

V. SIMPULAN DAN SARAN .................................................................


32

A. Keimpulan .....................................................................................

32

B. Saran ..............................................................................................

33

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

34

LAMPIRAN ..............................................................................................

37

RIWAYAT HIDUP


Penulis dilahirkan di Desa Mulya Kencana, Kabupaten Tulang Bawang Barat
Provinsi Lampung pada tanggal 17 Agustus 1989, merupakan sanak pertama dari
dua bersaudara pasangan Bapak Tukijo dan Ibu Sarmini. Penulis memulai
pendidikan formal tahun 1996 di Sekolah Dasar Negeri 3 Mulya Kencana,
Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung selama 6 tahun dan
diselesaikan pada tahun 2002. Madarasah Tsanawiyah Negri (MTsN) Mulya
Kencana, Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung dan diselesaikan
pada tahun 2005, dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMKN) 1 Tulang Bawang
Tengah dan diselesaikan pada tahun 2008.

Pada tahun 2008, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui UJian Mandiri (UM).
Pada tahun 2011 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di kota Metro,
Kecamatan Metro Barat Kelurahan Ganjar Asri, dengan judul “Revitalisasi
Pertanian Dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat (Petani)”. Pada
tahun 2012 penulis melaksanakan praktik umum (PU) di industri rumah tangga
roti esa bakery pringsewu, dengan judul “Mempelajari Proses Produksi Roti
Coklat Esa Bakery Di Desa Podo Moro Pringsewu Lampung”.

Penulis aktif di organisasi kampus menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa

Jurusan THP (HMJ THP) FP Unila sebagai anggota Bidang Pengabdian
Masyarakat pada periode 2009/2010 dan Anggota Bidang Pengabdian
Masyarakat pada periode 2011/2012.

SANWACANA

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam, yang telah melimpahkan
nikmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang
berjudul “Profil Proses Koagulasi Lateks Kebun Oleh Petani Karet Di
Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung”. Proses penyusunan
skripsi ini tidak terlepas dari keterlibatan berbagai pihak, sehingga pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1.

Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas
Pertanian.

2.

Ibu Ir. Susilawati, M.S., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian dan
dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, saran,
masukan, dan perhatiannya kepada penulis.

3.

Bapak Dr. Ir. Tanto Pratondo Utomo, M.Si., selaku Pembimbing Pertama atas
bimbingan dan saran yang diberikan selama penelitian dan penulisan skripsi.

4.

Bapak Dr. Erdi Suroso, S.T.P., M.T.A., selaku Pembimbing kedua, atas
bimbingan dan saran yang diberikan selama penulisan skripsi.

5.

Bapak Ir. Harun Al Rasyid, M.T., selaku pembahas atas masukan dan saran
yang diberikan selama penulisan skripsi.

6.

Dr. Sri Hidayati, S.T.P, M.P., selaku pembimbing akademik atas bimbingan,
saran, dan kritik selama menjadi mahasiswa di THP.

7.

Kedua orang tua tercinta serta adik-adikku, terima kasih atas doa, dukungan,
perhatian, kesabaran, cinta dan kasih sayangnya yang telah diberikan untuk
penulis.

8. Bapak dan Ibu dosen pengajar, staf administrasi dan laboratorium di Jurusan
THP atas bimbingan, pengetahuan, dan arahannya selama penulis menjadi
mahasiswa.
9.

Teman-teman SOP 2008, adik-adik 2009, 2010, 2011, dan 2012 terimakasih
atas perhatian dan bantuannya selama ini.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, penulis ucapkan
terima kasih banyak, sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah S1 ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi sederhana ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua. Aamiin ya Robbal’alamiin…

Bandar Lampung, 15 September 2014

MISWANTO

1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar dunia.
Khususnya Indonesia kontribusi sebesar 26 persen dan total produksi karet alam
dunia. Berdasarkan data dan kecenderungan membaiknya harga karet alam pada
beberapa tahun terakhir, diproyeksikan hingga tahun 2020 konsumsi karet alam
dunia akan cenderung mengalami peningkatan rata-rata sebesar 2,6 persen per
tahun (Kasman, 2009).

Salah satu provinsi penghasil lateks di Indonesia adalah provinsi lampung
khususnya di Kabupaten Tulang Bawang barat. Petani karet di Kabupaten Tulang
Bawang Barat dalam menggumpalkan lateks kebun menjadi bokar masih dijumpai
menggunakan bahan penggumpal atau koagulan yang tidak diperkenankan
digunakan dalam proses koagulasi lateks seperti dipersyaratkan dalam SNI 062047-2002.

Tawas ( K2SO4.A12(SO4)3.24H2O ) merupakan salah satu bahan penggumpal
yang tidak diperkenankan dalam penggumpalan lateks kebun. Tawas berfungsi
sebagai koagulan karena dapat menjadi ion bermuatan positif, sedangkan lateks
kebun segar merupakan larutan bermuatan negatif sehingga apabila tawas
ditambahkan kedalam lateks kebun menyebabkan gangguan kestabilan lateks

2

kebun sehingga terjadi proses penggumpalan partikel karet. Tawas tidak
diperkenankan digunakan sebagai koagulan karena mampu menahan air sehingga
dapat memacu pertumbuhan mikroorganisme yang mampu menguraikan senyawa
organik dalam serum tertahan dalam slab menjadi senyawa volatil penyebab bau,
dapat menyebabkan terjadinya penurunan nilai plasticity retention index ( PRI ),
dan meningkatkan kadar abu yang akan menurunkan mutu karet remah yang
dihasilkan (Utomo dkk, 2012).

Bahan Olah Karet (Bokar) yang memenuhi SNI akan meningkatkan daya saing
karet alam Indonesia dipasaran Internasional. Dengan mutu bokar yang baik akan
terjamin kesinambungan permintaan pasar dalam jangka panjang. Bokar yang
baik akan menjamin kesinambungan permintaan pasar karet internasional jangka
panjang. Bokar yang memenuhi SNI harus dimulai Sejak penanganan lateks di
kebun sampai dengan tahap pengolahan akhir (Solichin, dkk 2007).

Lateks kebun yang diperdagangkan di masyarakat dan digunakan dalam industri
karet di Provinsi Lampung, terutama berasal dari perkebunan karet rakyat dalam
skala kecil yang tersebar di berbagai daerah sentra produksi. Lateks kebun yang
dihasilkan berasal dari berbagai jenis klon dan umur tanaman karet, serta teknik
budidaya dan penanganan olahan lateks yang berbeda-beda. Variasi ini akan
menghasilkan mutu lateks yang berbeda - beda, yang tentunya akan menghasilkan
mutu bahan olah karet yang berbeda pula. Dengan rendahnya kualitas mutu karet
tersebut petani harus menanggung harga yang relatif rendah. Sebagian besar
petani karet di Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung membuat
bahan olah karet dalam bentuk slab dan lump dengan menggunakan bahan

3

pembeku (koagulan) yang dapat merusak mutu karet seperti tawas dan pupuk SP
36 serta TSP. Disamping terjadi kerusakan pada mutu karet, penggunaan bahan
koagulan tersebut menghasilkan bau busuk yang sangat mengganggu masyarakat
sekitar petani pengolah hasil lateks. Jenis koagulan memberi pengaruh yang besar
terhadap kualitas Bahan Olah Karet (Bokar), sehingga sangat diperlukan untuk
mengubah pemikiran petani karet dalam menggunakan koagulan anjuran agar
kualitas mutu karet dan pendapatan petani karet dapat meningkat.

Di Provinsi Lampung, khususnya di Kabupaten Tulang Bawang Barat bahan olah
karet rakyat dapat dikatakan memiliki mutu yang rendah. Hal ini disebabkan
teknik penanganan panen dan pascapanen serta pengolahan hasil masih belum
memadai di tingkat petani, sehingga sangat berpengaruh terhadap mutu bahan
olah karet yang dihasilkan. Bahan olah karet yang dihasilkan sangat ditentukan
oleh lateks kebun yang digunakan, dan teknik penanganan lateks yang dilakukan.

Pemerintah Indonesia melalui instansi terkait telah melakukan berbagai upaya
untuk meningkatkan mutu bokar antara lain melalui Menteri Pertanian pada tahun
2008 menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian No: 38/Permentan/OT.140/8/2008
tentang Pedoman dan Pemasaran Bahan Olah Karet yang diantaranya
mengharuskan pemakaian asam semut atau asam formiat (CHOH) atau bahan lain
yang direkomendasikan seperti asap cair sebagai sebagai koagulan; melalui
Permendeg No. 10/M-DAG/PER/4/2008 tentang Ketentuan Karet Alam
Spesifikasi Teknis Indonesia (SIR) yang Diperdagangkan ke Luar Negeri; dan
melalui Permendeg No. 53/M- DAG/PER/10/2009 tentang Pengawasan Mutu
Bahan Olah Karet Komoditi Ekspor Standard Indonesian Rubber yang

4

Diperdagangkan. Selain itu, Pemerintah Indonesia telah mengatur mutu bokar
yang dihasilkan dalam SNI 06-2047-2002

Walaupun telah banyak upaya yang dilakukan, bokar yang dihasilkan petani karet
Indonesia umumnya masih belum meningkat mutunya. Berkaitan dengan hal
tersebut di atas, penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan profil proses
koagulasi yang dilakukan petani karet di salah satu sentra penghasil karet Provinsi
Lampung, sebagai salah satu dari 10 provinsi terbesar penghasil karet Indonesia,
yaitu di Kabupaten Tulang Bawang Barat. Keluaran dari penelitian ini diharapkan
dapat menjadi pendorong petani karet untuk melakukan proses koagulasi karet
berdasarkan anjuran dan aturan yang telah ditetapkan instansi terkait.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan profil proses koagulasi lateks
kebun oleh petani karet di Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung.

C. Kerangka Pemikiran

Komoditas tanaman karet di Indonesia tersebar luas diberbagai daerah sentra
produksi, umumnya di dominasi oleh perkebunan karet rakyat. Dalam penanganan
dan pengolahan lateks belum memenuhi tata cara yang dianjurkan, diantaranya
penggunaan koagulan yang beragam sehingga menyebabkan kualitas mutu dari
bokar petani juga beragam. Hal ini akan mengakibatkan harga jual produk karet
rakyat dan pendapatan petani rendah. Apabila petani karet menggunakan tata cara
yang dianjurkan maka pendapatan meningkat. Diagram alir kerangka pemikiran
disajikan pada gambar 1.

5

Lateks

Penggunaan Jenis Koagulan
yang dianjurkan

Syarat SNI 06-2047-2002

Mutu Meningkat

Pendapatan meningkat
Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Karet di Propinsi Lampung

Perkebunan karet di Provinsi Lampung menurut status pengusahaanya dibedakan
menjadi tiga, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN)
dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Data perkembangan luas areal dan produksi
perkebunan karet menurut status pengusahaan di Provinsi Lampung pada tahun
2011 – 2013 disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan luas areal dan produksi perkebunan karet menurut status
pengusahaan di Provinsi Lampung tahun 2011 – 2013
No
I
1
2
3
4
5

Keterangan
Perkebunan Rakyat (PR)
Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)
Tanaman Menghasilkan (TM)
Tanaman Tua/Rusak (TTR)
Total Luas Lahan ( Ribu Ha)
Produksi ( Ribu Ton)

II
1
2
3
4
5
III
1
2
3
4
5

Perkebunan Besar Negara (PBN)
Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)
Tanaman Menghasilkan (TM)
Tanaman Tua/Rusak (TTR)
Total Luas Lahan ( Ribu Ha)
Produksi ( Ribu Ton)
Perkebunan Besar Swasta (PBS)
Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)
Tanaman Menghasilkan (TM)
Tanaman Tua/Rusak (TTR)
Total Luas Lahan ( Ribu Ha)
Produksi ( Ribu Ton)

2011

2012

2013

(R%/Thn)

510.49
2 374.62
25.10
2 910.21
2 173.62

498.66
2 378.54
44.20
2 921.40
2 064.85

514.85
2 382.64
38.69
2 936.18
2 313.86

2.53
0.52
10.04
0.90
2.86

26.26
205.50
6.46
238.21
276.81

26.59
203.91
7.66
238.16
253.78

28.89
203.23
3.80
235.92
269.78

3.80
-0.16
-13.94
-0.22
0.53

72.15
188.61
15.03
275.80
300.86

71.57
187.99
16.31
275.86
275.83

77.77
187.36
8.09
273.21
293.22

3.45
-0.01
-16.66
-0.20
0.54

Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Lampung (2013)

7

Tabel 1 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan produksi perkebunan rakyat lebih
tinggi dibandingkan perkebunan besar Negara dan perkebunan swasta. Untuk itu,
pengembangan agribisnis karet di Lampung harus lebih menitikberatkan pada
perkebunan karet rakyat.

B. Lateks
Lateks adalah suatu istilah yang dipakai untuk menyebut getah yang dikeluarkan
oleh pohon karet. Lateks terdapat pada bagian kulit, daun dan integumen biji
karet. Di dalam bagian tersebut terdapat sel khusus yang berbentuk amuba di
antara sel korteks. Lateks adalah suatu larutan koloid dengan partikel karet dan
bukan karet yang tersuspensi di dalam suatu media yang mengandung banyak
macam zat (substansi). Warna lateks adalah putih susu sampai kekuningan
tesrgantung dari klon tanaman. Klon yang memberikan warna kuning adalah
cirangi, GT 1, RRI 605 dan RRI 607, sehingga tidak dapat dipakai pada
pembuatan crepe karet ( Goutara., dkk, 1985 ). Lateks yang telah di gumpalkan
oleh petani karet disajikan pada gambar 2.

Gambar 2. Lateks yang telah di gumpalkan oleh petani karet.
Sumber : (Anonim, 2013)

8

Lateks mengandung 24-40% bahan karet mentah (crude rubber) dan 60-75%
serum (air dan bahan yang mudah larut). Bahan karet mentah mengandung 9095% karet murni, 2-3% protein, 1-2% asam lemak, 0,2% gula, 0,5% garam dari
Na, K, Mg, P, Ca, Cu, Mn dan Fe. Partikel karet tersuspensi (tersebar merata)
dalam serum lateks dengan ukuran 0,04-3 mikron atau 0,2 milyar partikel padat
permililiter lateks. Bentuk partikel bulat sampai lonjong. Berat jenis lateks 0,945
(pada 70oF), serum 1,02 dan karet 0,91. Dengan adanya perbedaan berat jenis
tersebut menyebabkan timbulnya cream pada permukaan lateks. Lateks membeku
pada suhu 32oF karena terjadi koagulasi (Goutara., dkk, 1985).

C. Karet Remah (Crumb Rubber)

Karet remah atau crumb rubber adalah produk karet alam yang relatif baru. Dalam
perdagangan dikenal dengan sebutan “karet spesifikasi teknis”, karena penentuan
kualitas atau penjenisannya dilakukan secara teknis dengan analisis yang teliti di
laboratorium dan dengan menggunakan peralatan analisis yang mutakhir. Karet
remah merupakan produk karet alam yang dibuat untuk mengatasi persaingan
dengan karet sintesis. Biaya produksi karet remah lebih murah dan penyajiannya
dalam bentuk bongkahan mengikuti bentuk karet sintesi. Keuntungan dari
pengolahan karet remah yaitu proses pengolahannya lebih cepat, produk lebih
bersih dan lebih seragam, serta penyajiannya lebih menarik. Bahan baku yang
digunakan dalam pengolahan karet remah dapat digolongkan menjadi dua, yaitu
lateks kebun dan lump serta gumpalan mutu rendah (Setyamidjaja, 1993).
Menurut Budiman (2000), jenis mutu karet remah atau Standard Indonesian
Rubber (SIR) masih mendominasi industri produk karet setengah jadi di Indonesia

9

yaitu sebanyak 95%, sedangkan sisanya berupa Ribbed Smoked Sheet (RSS)
sebanyak 3%, lateks pekat sebanyak 0,7% dan jenis lainnya sebanyak 1%. Di
Indonesia, produk karet setengah jadi sebanyak 90% digunakan sebagai bahan
baku pembuatan ban.

Karet remah diproduksi melalui tahapan pembersihan dan pengecilan ukuran
bahan baku, penggilingan, peremahan, pengeringan, dan pengempaan hingga
dihasilkan bongkahan karet kering. Bongkahan karet kering karet selanjutnya
dibungkus rapi dalam plastik polietilen. Bahan baku karet remah dapat berupa
lateks kebun atau bahan olaha karet remah bermutu tinggi yaitu SIR 3, sedangkan
bahan baku berupa koagulum lapang, seperti slab, lumb, dan ojol, diolah menjadi
karet remah SIR 10 dan SIR 20 (Maspanger dan Honggokusumo, 2004).

Standar mutu karet bongkah Indonesia tercantum dalam Standar Indonesia
Rubber (SIR). SIR adalah Karet bongkah (karet remah) yang telah dikeringkan
dan dikilang menjadi bandela-bandela dengan ukuran yang telah ditentukan.
Karet alam SIR-20 berasal dari koagulum (lateks yang sudah digumpalkan) atau
hasil olahan seperti lump, sit angin, getah keeping sisa, yang diperoleh dari
perkebunan rakyat dengan asal bahan baku yang sama dengan koagulum
(Maspanger dan Honggokusumo, 2004).

Prinsip tahapan proses pengolahan karet alam SIR 20 yaitu
1. Sortasi bahan baku
2. Pembersihan dan pencampuran makro
3. Peremahan
4. Pengeringan

10

5. Pengempaan bandela
6. Pengemasan

Perbedaan SIR 5, SIR 10, dan SIR 20 adalah pada standar spesifikasi mutu kadar
kotoran, kadar abu dan kadar zat menguap yang sesuai dengan Standar Indonesia
Rubber. Langkah proses pengolahan karet alam SIR 20 bahan baku koagulum
(lump mangkok, sleb, sitangin, getah sisa). Disortasi dan dilakukan pembersihan
dan pencampuran mikro, pengeringan gantung selama 10 hari sampai 20 hari,
peremahan ,pengeringan, pengempaan bandela, (setiap bandela 33 Kg atau 35
Kg), pengemasan dan karet alam SIR 20 siap untuk diekspor (Maspanger dan
Honggokusumo, 2004).

D. Penggumpalan Lateks (Koagulasi)

Penggumpalan atau Koagulasi lateks bertujuan untuk mempersatukan
(merapatkan) kembali butir-butir karet yang tedapat dalam cairan lateks supaya
membentuk gumapalan atau koagulum di dalam lateks perlu ditambahkan obat
pembeku. Penambahan obat pembeku ini biasanya dengan asam seperti, asam
formiat atau asam asetat. Proses koagulasi terjadi karena adanya penurunan pH.
Lateks segar yang di peroleh dari sadapan di lapangan mempunyai pH sekitar 6,5.
Supaya terjadi penggumpalan pH yang mendekati netral tersebut harus diturunkan
sampai 4,7 dengan penambahan asam. Pada kemasaman ini akan tercapai titik iso
elektrik yaitu titik yang menunjukkan muatan positif protein seimbang dengan
muatan negatif sehingga potensial elektronnya menjadi nol atau keseimbangan
muatan listrik pada permukaan partikel-partikel karet sehingga menjadi satu.

11

Asam penggumpal yang banyak digunakan adalah asam lemah sejenis asam
formiat dan asam asetat yang dihasilkan bermutu baik. Penggunaan asam kuat
seperti asam sulfat atau asam nitrat tidak dapat digunakan karena dapat merusak
mutu karet yang digumpalkan dan prodiksinya tidak bermutu baik. Proses
koagulasi lateks terjadi karena penetralan partikel karet, sehingga daya interaksi
karet dengan pelindungnya menjadi hilang. Partikel karet yang sudah bebas akan
bergabung sesamanya membentuk gumpalan. Penggumpalan karet di dalam lateks
kebun (pH 6,5) dapat dilakukan dengan penambahan asam untuk menurunkan pH
(Anonim 2014).

E. Penambahan Asam Formiat dan Asam Asetat

Lateks mempunyai pH 6,9 - 7,2 terdapat dalam bentuk cair karena bermuatan
negatif, tetapi bila ditambahkan asam organik atau anorganik misal asam asetat
dan asam format sampai pH mendekati titik isoelektrik (pH 3,8 - 5,3 atau 4,2)
maka terjadi penggumpalan lateks dimana dengan adanya penambahan asam
asetat dan asam formiat yang berlebihan atau sekaligus diberikan maka akan
terjadi penambahan muatan positif sehingga antara partikel terjadi kekuatan saling
tolak-menolak atau lateks masih dalam keadaan cair. Kestabilan lateks
dipengaruhi muatan listrik dari lateks. Muatan listrik tergantung dari pH lateks.
Pada pH tertentu muatan listrik akan mencapai nilai 0 yaitu pada titik isoelektrik
dan pH berkisar 4,2 - 4,7. Pada pH tersebut protein tidak stabil, tetapi pada pH ini
lateks tidak segera menggumpal karena partikel masih diselubungi mantel air.
Dengan tidak stabilnya protein maka protein akan menggumpal dan lapisan ini
akan hilang sehingga antar butir terjadi kontak dan akhirnya menggumpal. Dalam

12

kenyataannya keadaan ini sukar tercapai atau terjadi karena partikel karet sudah
saling berlekatan sehingga meskipun bermuatan positif, karetnya sendiri sukar
untuk menjadi yang lebih kecil seperti dalam keadaan semula (Djumarti, 2011).

F. Tawas

Tawas ( K2SO4.A12(SO4)3.24H2O ) merupakan salah satu bahan penggumpal yang
tidak diperkenankan dalam penggumpalan lateks kebun. Tawas berfungsi sebagai
koagulan karena dapat menjadi ion bermuatan positif, sedangkan lateks kebun
segar merupakan larutan bermuatan negatif sehingga apabila tawas ditambahkan
kedalam lateks kebun menyebabkan gangguan kestabilan lateks kebun sehingga
terjadi proses penggumpalan partikel karet. Tawas tidak diperkenankan
digunakan sebagai koagulan karena mampu menahan air sehingga dapat memacu
pertumbuhan mikroorganisme yang mampu menguraikan senyawa organik dalam
serum tertahan dalam slab menjadi senyawa volatil penyebab bau, dapat
menyebabkan terjadinya penurunan nilai plasticity retention index ( PRI ), dan
meningkatkan kadar abu yang akan menurunkan mutu karet remah yang
dihasilkan (Utomo dkk, 2012).

G. Mutu Bahan Baku Karet

Dominasi perkebunaan rakyat berdampak pada rendahnya mutu bahan olah karet
(bokar).Menurut Budiman (2000) Rendahnya mutu bokar yang
dihasilkandikarenakan beberapa faktor :
1. Koagulum karet yang dihasilkan petani karet umumnya mengandung kotoran
dalam jumlah banyak dan karet yang dihasilkan memiliki Plasticity Retention

13

Index (PRI) yang rendah akibat dari penggunaan bahan koagulan yang bukan
berupa asam format, yaitu asam sulfat atau perasan buah atau akibat dari
oksidasi alami yang terdapat pada karet terutama pada saat perendaman
koagulan dalam air untuk menambah basahnya.
2. Kotoran dalam proporsi yang besar umumnya ditemukan pada koagulum karet
yang tebal.
3. Kotoran atau cemaran berupa potongan kayu dan daun yang ditemukan pada
koagulum karet berhubungan dengan kemampuan menahan air dari cemaran
tersebut sehingga koagulum karet relatif tidak berkurang beratnya selama
penyimpanan, hal ini dipicu oleh penentuan harga yang dilakukan pedagang
berdasarkan berat basahnya.
4. Koagulum karet umumnya mengandung kadar abu yang tinggi akibat
pencampuran lateks kebun dengan tanah liat/pasir dalam proses
penggumpalannya, selain itu wadah untuk proses koagulasi umumnya berupa
wadah dari kayu yang rentan terhadap kotoran

H. Pengaruh Komponen Bukan Karet
Kandungan bukan karet lateks yang terdiri dari air dan senyawa – senyawaprotein,
lipida, karbohidrat serta ion – ion anorganik mempengaruhi sifat karet.Komponen
senyawa– senyawa protein dan lipida selain berguna menyelubungipartikel karet
(memantapkan lateks), juga berfungsi sebagai antioksidan alamiah danbahan
pencepat (accelerator) dalam proses pembuatan barang jadi karet(Indra, 2006).
Oleh karenaitu, dalam penanganan bahan olah (lateks kebun atau koagulum) dan
pengolahan karetekspor (lateks pekat, RSS atau SIR) komponen nonkaret protein

14

dan lipid harusdijaga sebaik mungkin.

Protein dan lipid dapat hilang akibat pencucianyang terlalu berat atau akibat
terjadinya pembusukan yang terlalu lama, sehinggahabis dimakan mikroba.
Kandungan protein dan lipida dapat dijaga dengan menjaga kebersihan peralatan
dan pengawetan serta mencegah terjadinyaproses pencucian yang terlalu berat
sewaktu pengolahan. Karet yang telah habiskandungan protein dan lipidanya akan
mudah dioksidasi oleh udara mengakibatkansifat elastisitas dan PRI nya menjadi
rendah.Kandungan ion – ion anorganik (Ca, Mg, Fe, Mn, Cu, dll) berkorelasi
dengankadar abu didalam analisa karet, semakin tinggi konsentrasi ion logam
semakin tinggikadar abu. Kadar abu karet diharapkan rendah, karena umumnya
sifat logam dapatmempercepat terjadinya proses oksidasi karet. Penanganan
bahan olah karetkotoran dari luar seperti pasir, tanah, dan lain-lain harus
dihindarkan (Indra, 2006).

15

I. Persyaratan Mutu Bokar (SNI 06-2047-2002)

Persyaratan mutu bokar (SNI 06-2047-2002) disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Persyaratan mutu bokar (SNI 06-2047-2002).
Persyaratan
No
1

Jenis Uji

3

Kadar Karet
Kering
Mutu I (%)
Mutu II (%)
Ketebalan
Maksimun
Mutu I (mm)
Mutu II (mm)
Mutu III (mm)
Mutu IV (mm)
Kebersihan (B)

4

Batas Toleransi
Pengotor (Maks.
%)
Jenis Koagulan

2

Lateks
Kebun

Sheet

Slab

Lump

28
20

-

-

-

-

3
5
10
Tidak terdapat
kotoran

50
100
150
>150
Tidak terdapat
kotoran

50
100
150
>150
Tidak terdapat
kotoran

5

5

5

5

-

Asam semut
dan bahan lain
yang tidak
menurunkan
mutu karet *)

Asam semut dan
bahan lain yang
tidak menurunkan mutu karet
*) serta
penggumpalan
alami

Asam semut dan
bahan lain yang
tidak menurunkan mutu karet
*) serta
penggumpalan
alami

Sumber : Badan Standardisasi Nasional (2002)
Keterangan :
*) bahan yang merusak mutu karet sebagai contoh pupuk TSP dan tawas

J. Asam Formiat

Asam formiat adalah suatu cairan yang tidak berwarna, berbau tajam/menyengat,
menyebabkan iritasi pada hidung, tenggorokan dan dapat membakar kulit. Asam
formiat dapat larut sempurna dengan air dan sedikit larut dalam benzena, karbon
tetra klorida, toluena, serta tidak larut dalam hidrokarbon alifatik seperti heptana
dan oktana. Asam format, ( L. Formica = semut ). Terdapat pada semut merah

16

(asal dari nama), lebah, jelantang dan sebagainya ( juga sedikit pada urine dan
peluh ).

Secara fisika sifat-sifat asam formiat adalah cairan, tidak berwarna, merusak kulit,
berbau tajam dan larut dalam H2O dengan sempurna. Secara kimia sifat-sifat asam
formait adalah Asam paling kuat dari asam-asam karboksilat, memiliki gugus
asam dan gugus aldehida. Asam formiat dapat digunakan antara lain untuk
koagulasi lateks, pada penyamakan kulit, pada industri tekstil, dan sebagai
fungisida (Anonim, 2013).

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Perkebunan Karet Rakyat di Desa Mulya Kencana
Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung dari bulan September 2013
sampai dengan Desember 2013.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa seperangkat komputer, software
SPSS versi 15.0 for Windows, alat pengambil data, kuisioner dan alat tulis.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode survei dan pengamatan langsung di
lapangan. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan cara
mengumpulkan data primer dan data sekunder untuk keperluan penelitian. Data
primer diperoleh dari petani karet sebagai responden melalui teknik wawancara
dengan menggunakan kuisioner (daftar pertanyaan) yang telah dipersiapkan. Data
sekunder diperoleh dari studi literatur dan dari lembaga – lembaga/instansi terkait,
seperti BPS Provinsi Lampung dan Dinas Pertanian, kehutanan dan Perkebunan
Tulang Bawang Barat. Data hasil pengamatan disajikan dalam bentuk tabel dan
atau diagram yang kemudian dianalisis secara deskriptif.

18

Petani karet yang terlibat sebagai responden adalah sebanyak 30 petani yang
dipilih secara sengaja sehingga mewakili daerah studi. Penentuan jumlah
responden didasarkan pada asas kecukupan dan asas kesesuaian. Asas kecukupan
diartikan sebagai data yang diperoleh dari responden dapat menggambarkan
fenomena yang berkaitan dengan topic penelitian, sedangkan asas kesesuaian
diartikan sebagai responden dipilih berdasarkan keterkaitan dengan topik
penelitian. Oleh karena itu jumlah responden tidak menjadi faktor penentuan
utama dalam penelitian tetapi kelengkapan data yang dibutuhkan (Gay and Diehl
(1992); Roscue (1975 dalam sekaran, 2006).

Kuesioner untuk responden disusun berdasarkan kriteria-kriteria berikut :
1. Informasi Umum Responden yang meliputi butir-butir criteria lama usaha, luas
lahan, dan tergabung tidaknya dalam kelompok tani.
2. Informasi Tanaman Karet yang diusahakan Responden yang meliputi butirbutir kriteria klon tanaman yang diusahakan dan jumlah pohon per hektar.
3. Informasi Proses Penyadapan yang dilakukan Responden meliputi butir-butir
kriteria frekuensi sadap, pelaksanaan sadap, jenis koagulan yang digunakan,
pengetahuan tentang jenis koagulan yang boleh digunakan dan wadah
penggumpalan.
4. Informasi Bekuan Karet yang dihasilkan yang meliputi butir-butir kriteria jenis
bekuan karet yang dihasilkan, hasil perhektar, lama simpan bekuan, dan harga
jual bekuan.
Data hasil kuesioner selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis
secara deskriptif.

19

Selanjutnya dilakukan wawancara mendalam terhadap jenis koagulan yang
digunakan responden yang meliputi harga beli koagulan dan takaran atau dosis
koagulan. Hasil wawancara mendalam digunakan untuk menentukan biaya
koagulan per kg bekuan yang dihasilkan.

D. Pelaksanaan Penelitian

Perkebunan Karet Rakyat di desa Mulya Kencana Kabupaten Tulang Bawang
Barat Provinsi Lampung dijadikan obyek pengamatan langsung untuk proses
pengolahan karet rakyat. Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa langkah
sebagai berikut :
1. Melakukan tinjauan ke perkebunan karet rakyat tempat melakukan penelitian
serta mengamati sesuai dengan tujuan
2. Melakukan studi literatur dari berbagai buku yang sesuai dengan permasalahan
yang diamati
3. Melakukan pengumpulan data yang meliputi :
a. Melakukan pengamatan langsung ke perkebunan karet rakyat, terutama di
bagian koagulasi dan produktivitas
b. Mewawancarai berbagai pihak yang berhubungan dengan keperluan
penelitian
c. Merangkum data tentang hal-hal yang berkaitan dengan penelitian
4. Melakukan pengolahan data
5. Hasil dari pengolahan data akan dianalisa, dilakukan pemecahan masalah, lalu
diberikan rekomendasi perbaikan
6. Menarik kesimpulan dari hasil penelitiaan.

IV.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan diperoleh beberapa
kesimpulan sebagai berikut :

1. Petani karet di Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung
berdasarkan koagulan yang digunakan dalam proses koagulasi lateks kebun
masih banyak dijumpai menggunakan bahan koagulan yang tidak dianjurkan
seperti Pupuk SP 36, BU (Bina Usaha) dan Obeta.
2. Bekuan atau koagulum yang dihasilkan dominan dalam bentuk slab tebal
dengan masa simpan 1 minggu.
3. Bekuan yang dihasilkan menggunakan koagulum asam semut, asam cuka dan
obeta berharga jual Rp 8000-10.000 per kg karet kering; sedangkan bekuan
yang dihasilkan menggunakan koagulan BU dan pupuk berharga jual Rp
5.000-6.000 per kg karet kering.
4. Biaya koagulan per kg karet kering untuk asam semut Rp 300,-; obeta Rp
200,-; asam cuka Rp 125,-; BU Rp 100,-;dan pupuk Rp 100,-.

33

B. Saran

Produksi dan produktivitas karet di Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi
Lampung sangat potensial untuk ditingkatkan ditinjau dari luas areal tanam
maupun kultur teknis yang ada. Masih banyaknya penggunaan klon asalan serta
penggunaan jenis koagulan yang tidak dianjurkan menyebabkan produktivitas
petani karet di Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung rendah.
Diperlukan regulasi yang tidak menghambat perdagangan karet dan pembinaan
bagi perkebunan rakyat, baik kultur teknis maupun teknik penyadapan guna
peningkatan produktivitas dan perbaikan mutu.

DAFTAR PUSTAKA

Anonima. 2013. Asam Semut. http://hermawanpradythareturn.wordpress.com/
2012/03/22/asam-semut-16/. Diakses pada tanggal 26 April 2013.
Anonimb. 2013. Bahan Olah Karet. http://kebunkaretnunukan.blogspot.com/.
Diakses pada tanggal 26 April 2013.
Anonimc. 2014. Koagulasi Lateks. http://repository.usu.ac.id/pdf. Di akses pada
tanggal 4 September 2014.
Anwar C. 2006. Manajemen Dan Teknologi Budidaya Karet. Disampaikan pada
pelatihan Tekno Ekonomi Agibisnis Karet 18 Mei 2006. Jakarta: PT FABA
Indonesia Konsultan.
Asfida. 2011. Sistem Distribusi hasil Pertanian karet Di Desa Mandiangan Barat.
Jurnal spread vol. 1(1). Jurusan manajemen Sekolah tinggi Ilmu Ekonomi
Indonesia Kayu Tangi Banjar Masin.
Budiman S. 1976. Beberapa Aspek Penting Pada Pengolahan Karet Remah Dari
Bahan Baku Lump. Menara Perkebunan. 44(2): 111-121.
Budiman A.F.S. 2000. The future of natural rubber production and quality in
Indonesia. www. Vkrt.org/abs_result.php%3fid%3D89. Diakses pada
tanggal 20 Februari 2013.
Disbun Provinsi Lampung. 2013. Statistik Perkebunan Tahun 2012. Dinas
Perkebunan Pemerintah Provinsi Lampung. Bandar Lampung..
Djumarti. 2011. Diktat Kuliah Teknologi Pengolahan Tembakau, Gula, dan
Lateks. Jember : FTP UJ.
Gay LR., Diehl PL. 1992. Research Methods Of Businees And Management. New
York: MacMillan Publishing Company.

35

Goutara, B. Jatmiko dan W. Ciptadi. 1985. Dasar Pengolahan Karet I.
Agroindustri Press. Bogor. 94 halaman. Hlm 12-25.
Hakim., N. Nyakpa., M. Y. Nugroho., S. G. Diha, M. A. G. Ban Hong. 1986.
Dasar – dasar ilmu tanah. Lampung. Universitas Lampung.
Husinsyah. 2006. Kontribusi Pendapatan Petani Karet Terhadap Pendapatan
Petani Di Kampung Mencimai. Vol 3(1) : 9-20. Program Studi Ekonomi
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Mulawarman, Samarinda.
Indra, S. 2006. Buku Ajar Teknologi Karet. Departemen Teknik Kimia. Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara. Medan.
Kasman. 2009. Pengembangan Perkebunan Karet Dalam Usaha Peningkatan
Ekonomi Daerah Dan Pendapatan Petani di Provinsi aceh. Jurnal Ekonomi
Pembangunan Vol.10(2) : 250 – 266. Perguruan Tinggi Alwashliyah
Banda Aceh.
Maspanger, D., dan Honggokusumo, S. 2004. Dampak Penerapan Produksi Bersih
Industri Crumb Rubber pada Peningkatan Pasar Global. Disampaikan pada
Seminar/Temu Usaha Sosialisasi Produksi Bersih Industri Crumb Rubber.
Pekan Baru, 6 Oktober 2004.
Nancy C, Supriadi, M. 2002. Peranan Dan Potensi Pengembangan Karet Alam
Dalam Mendukung Perekonomian Di Provinsi Sumatera Selatan. Warta
Pusat Penelitian Karet. 21 (1-3): 89-103.
Nassarudin. 20009. Produksi Tanaman Karet Pada Pemberian Stimulan Etephon.
Jurnal Agrisistem, Desember 2009, Vol. 5(2). Jurusan Budidaya Tanaman
Faperta Unhas.
Panji. 2012. Pengaruh Pemberian Beberapa Jenis Koagulan Terhadap Tingkat
Pembekuan Lateks Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis). Vol.13(2).
Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya.
Sarjoni. 2005. Kamus Pertanian. Jakarta. Rineka Cipta
Setyamidjaja, D. 1993. Karet : Budidaya dan Pengolahan. Kanisius. Yogyakarta.
Solichin, M, S. Hendratno, A. Vachlepi, dan M. Darmawi. 2007. Manfaat
Aplikasi Asap Cair, Deorub Sebagai Penggumpal Lateks Untuk Petani
Karet, Pedagang dan Pabrik Karet Remah.

36

Supriadi M, Nancy C. 2001. Analisis Kelembagaan Dan Dinamika Kelompok
Pada Organisasi Petani Di Kawasan Indutri Masyarakat Perkebunan
(Kimbun) Mesuji, Sumatera selatan. Jurnal Penelitian Karet. 19(1-3): 3253.
Suwardin D, Raswil R, Solichin M. 1988. Jenis Bahan Olah Karet Rakyat
Anjuran. Lateks Vol. III(2): 22-25.
Utomo, T.P., E. Suroso., U. Hasanudin. 2012. Agroindustri Karet Indonesia. PT
Sarana Tutorial Nurani Sejahtera. Bandung. 244 hlm.
Walujono K. 1976. Usaha Peningkatan Nilai PRI Dari Karet Rakyat. Menara
Perkebunan. 442(2): 83-93.