ANALISIS FINANSIAL DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PEMBIBITAN KARET UNGGUL DI KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT

(1)

ANALISIS FINANSIAL DAN STRATEGI PENGEMBANGAN

USAHA PEMBIBITAN KARET UNGGUL

DI KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT

(Skripsi)

Oleh

MADUMITA HAPSARI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(2)

ABSTRAK

ANALISIS FINANSIAL DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PEMBIBITAN KARET UNGGUL

DI KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT

Oleh

Madumita Hapsari

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengevaluasi kelayakan finansial usaha pembibitan karet unggul, (2) mengetahui strategi prioritas yang harus dilakukan untuk pengembangan usaha pembibitan karet unggul. Penelitian berlokasi di Kabupaten Tulang Bawang Barat yang dipilih secara sengaja. Responden

berjumlah 6 penangkar benih karet unggul bersertifikat di Tulang Bawang Barat. Tujuan pertama dianalisis secara kuantitatif menggunakan analisis finansial (Gross B/C, Net B/C, NPV, IRR, dan PP) dan analisis sensitivitas dengan

menggunakan compounding factor (CF) 12,96%. Tujuan kedua dianalisis secara deskriptif dengan analisis SWOT.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha pembibitan karet unggul di Kabupaten Tulang Bawang Barat yang dimulai sejak tahun 2004 sampai 2013 layak dan menguntungkan untuk diusahakan. Secara finansial usaha tersebut tetap layak diusahakan meski terjadi penurunan produksi 25%, kenaikan biaya produksi 8,38%, dan penurunan harga sampai 37,49%. Strategi prioritas untuk

mengembangkan usaha pembibitan karet unggul yaitu: (1) memanfaatkan potensi lahan yang masih luas untuk meningkatkan luas lahan pembibitan karet dan jenis klon unggul yang dihasilkan, (2) membentuk kelompok tani bibit karet unggul sehingga para petani bibit dapat bekerjasama dalam meningkatkan jumlah, kualitas, jenis klon, dan pemasaran bibit karet, (3) meningkatkan kualitas dan jenis klon karet unggul yang dihasilkan dengan memanfaatkan pasokan dan informasi bibit unggul baru dari Balai Penelitian dan Pengembangan.

Kata kunci: analisis finansial, sensitivitas, strategi pengembangan, dan benih karet unggul.


(3)

ABSTRACT

FINANCIAL ANALYSIS AND DEVELOPMENT STRATEGY OF SUPERIOR RUBBER NURSERY BUSINESSES

IN WEST TULANG BAWANG REGENCY

By

Madumita Hapsari

This study aims to: (1) evaluate the financial feasibility of superior rubber nursery businesses, (2) determine priority strategies for the development of superior rubber nursery businesses. The research is located in West Tulang Bawang Regency. Respondents were all six certified superior rubber nursery breeders in West Tulang Bawang. The first goal was analyzed quantitatively using financial analysis (Gross B/C, Net B/C, NPV, IRR, and PP) and sensitivity analysis using compounding factor (CF) of 12.96%. The second goal was analyzed descriptively using SWOT analysis.

The results showed that the superior rubber nursery businesses in West Tulang Bawang which began in 2004 to 2013 is feasible and profitable to be developed. Financially the businesses are feasible eventhough there are production decrease of 25%, production cost increase of 8.38%, and price decrease reaching 37.49%. Priority strategies to develop superior rubber nursery businesses are: (1) exploiting the potential of available land to increase the land area and wide varieties of rubber superior clones produced, (2) forming farmer groups

producing superior rubber nursery so farmers can cooperatively increase the quantity, quality, kinds of clones, and marketing of rubber nursery, (3) utilizing the supply of seeds and new information from the Center for Research and Development to improve the quality and kinds of superior clones.

Keywords: financial analysis, sensitivity, strategy development, and superior rubber nursery.


(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palas pada tanggal 20 Desember 1991. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara buah hati dari Bapak Mudjiono dan Ibu Sri Sayekti Rahayu. Penulis menempuh pendidikan di TK Aisyiah Palas tahun 1994-1996, kemudian melanjutkan studi ke SD Negeri 2 Sukaraja dari tahun 1998-2004. Setelah itu menamatkan pendidikan sekolah menengah di SMP Negeri 1 Kalianda tahun 2004-2007 dan SMA Negeri 1 Kalianda tahun 2007-2010. Penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2010 melalui jalur SNMPTN.

Pada tahun 2013 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Sukarame Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran. Kegiatan tersebut dilaksanakan selama 40 hari dan merupakan suatu program pengabdian

masyarakat dalam pengenalan para mahasiswa kepada lingkungan masyarakat, petani pada khususnya. Pada tahun yang sama penulis melaksanakan Praktek Umum (PU) dibagian Purchasing PT. Great Giant Livestock Company meneliti tentang Mekanisme Pengadaan dan Penerapan Metode Pengendalian Persediaan Bahan Baku Pakan di PT. Great Giant Livestock Company. Pada Januari-Maret 2014 penulis pernah menjadi surveyor di Bank Indonesia untuk memperoleh informasi mengenai perekonomian, harga-harga, kondisi keuangan konsumen, dan rencana konsumsi konsumen.


(7)

SANWACANA

Alhamdulillahirobbil ‘alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Analisis Finansial dan Strategi Pengembangan Usaha

Pembibitan Karet Unggul di Kabupaten Tulang Bawang Barat” dengan baik.

Skripsi ini dapat terselesaikan berkat kontribusi banyak pihak, oleh sebab itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku pembimbing utama sekaligus Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas bimbingan, masukan, dan nasehat dalam penulisan skripsi ini.

2. Novi Rosanti, S.P., M.E.P., selaku pembimbing pendamping yang senantiasa memberikan masukan, bimbingan, dan motivasi.

3. Dr. Ir. M. Irfan Affandi, M.Si., selaku pembahas yang telah memberikan saran dan arahannya.

4. Ir. Adia Nugraha, M.S., selaku Pembimbing Akademik atas segala nasehat, kritik, dan sarannya terhadap penulis.

5. Dr. Ir. Fembriati Ery Prasmatiwi, M.S., selaku Ketua Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan seluruh Staf Pengajar Jurusan Agribisnis yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis, serta seluruh civitas akademika Fakultaas Pertanian Universitas Lampung


(8)

6. Ayahanda dan Ibunda tercinta Mudjiono dan Sri Sayekti Rahayu, Mas Hanung dan Mas Hananto, adik-adikku tersayang Dini dan Haris, Mbak Rahma, keponakanku tersayang Alif, serta seluruh keluarga besar Mbah Darmoloso dan almarhum Mbah Darmo atas semua limpahan kasih sayang , dukungan, doa, dan bantuan moril maupun materil yang telah diberikan selama ini sehingga penulis meraih gelar Sarjana Pertanian.

7. Teman-teman seperjuangan Agribisnis „010 Kelas Ganjil Sastra, Ita, Susi, Meitri, Ellis, Rani, Ayi, Yuni, Andini, Erisa, Teri, Tati, Devi, Annisa, Raisa, Lina, Fitria, Silvia, Nisya, Ike, Elisa, Cherry, Maryadi, Hasan, Wahyu, Hendra, Pram, Bara, Andhika, Doni, Riza, Dion, Altri, Rifky, dan David. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT dan lulus dengan nilai yang memuaskan. Aamiin Ya Robbal Alaamin.

8. Teman-teman seperjuangan Agrbisnis „010 Kelas Genap .

9. Segenap penghuni Astri 21 untuk semua kenyamanan dan kenangan yang diberikan.

10. Keluarga Bapak Prawito yang telah memberikan tempat tinggal selama penulis melakukan penelitian. Bapak-bapak responden, pihak-pihak Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Tulang Bawang barat, dan BP2MB provinsi Lampung atas ilmu dan kerjasamanya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

11. Semua pihak yang membantu dalam proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini.


(9)

Bandar Lampung, 7 April 2015 Penulis,


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 12

C. Kegunaan Penelitian ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka ... 13

1. Tanaman Karet ... 13

2. Analisis Finansial Usaha ... 21

3. Strategi Pengembangan ... 26

4. Komponen Lingkungan Internal dan Eksternal dalam Analisis SWOT ... 36

5. Tahap Analisis SWOT ... 40

6. Kajian Penelitian Terdahulu ... 44

B. Kerangka Pemikiran ... 48

III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Variabel... 53

B. Batasan Operasional Variabel ... ... 59

C. Lokasi Penelitian, Responden dan Waktu Pengambilan Data... 60

D. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data ... 60

E. Metode Analisis Data ... 61

1. Analisis Finansial Usaha ... 61


(11)

A. Letak Geografis ... 77

B. Topografi dan Iklim ... 79

C. Keadaan Penduduk ... 79

D. Mata Pencaharian ... 80

E. Tata Guna Lahan Pertanian dan Perkebunan ... 81

F. Sarana dan Prasarana ... 82

G. Usaha Pembibitan Karet Unggul ... 84

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Responden ... 86

1. Sebaran Responden Menurut Kecamatan ... 86

2. Sebaran Responden Menurut Umur ... 86

3. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendidikan ... 87

4. Sebaran Responden Menurut Pengalaman Usaha Pembibitan Karet Unggul ... 89

5. Sebaran Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga... 90

6. Sebaran Responden Menurut Luas Lahan dan Jumlah Bibit Karet yang Diusahakan ... 91

B. Tahapan Pembibitan Karet Unggul ... 91

1. Pembangunan Kebun Entres (Kebun Okulasi) ... 92

2. Persemaian 1(Prenursery) ... 95

3. Persemaian 2 (Main-nursery) ... 98

C. Analisis Finansial Usaha ... 106

1. Biaya Usaha Pembibitan Karet Unggul ... 106

2. Penerimaan Usaha Pembibitan Karet Unggul ... 113

3. Analisis Finansial ... 114

4. Analisis Sensitivitas ... 117

D. Analisis SWOT ... 120

1. Faktor Internal ... 121

2. Faktor Eksternal ... 127

3. Matriks SWOT ... 138

4. Strategi Prioritas Analisis SWOT ... 140

E Kelemahan Penelitian ... 144

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 145

B. Saran ... 146

DAFTAR PUSTAKA ... 147

LAMPIRAN ... 151


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Luas lahan, produksi dan produktivitas tanaman karet pada PR,

PBN, dan PBS di Provinsi Lampung tahun 2008-2012 ... 6

2. Proyeksi luas tanaman perkebunan dalam satuan hektar pada perkebunan rakyat Provinsi Lampung tahun 2015-2025 ... ... 8

3. Luas areal perkebunan karet dalam satuan hektar berdasarkan kabupaten di Provinsi Lampung tahun 2012 ... . 10

4. Kerangka matriks faktor strategi internal ... 70

5. Kerangka matriks faktor strategi ekternal ... 73

6. Luas wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat menurut kecamatan tahun 2012 ... 78

7. Komposisi penduduk di Kabupaten Tulang Bawang Barat pada tiap kecamatan menurut jenis kelamin tahun 2012... 80

8. Jenis dan jumlah sarana di Kabupaten Tulang Bawang Barat ... 83

9. Jenis dan jumlah prasarana di Kabupaten Tulang Bawang Barat.... 83

10. Komposisi luas areal, produksi, produktivitas, dan jumlah petani pekebun pada perkebunan karet rakyat di Kabupaten Tulang Bawang Barat ... 84

11. Sebaran responden menurut kecamatan... 86

12. Sebaran responden menurut umur ... 87

13. Sebaran responden menurut tingkat pendidikan ... 88

14. Sebaran responden menurut pengalaman usaha pembibitan karet unggul ... 90


(13)

15. Sebaran responden menurut jumlah tanggungan keluarga ... 90 16. Sebaran responden menurut luas lahan dan jumlah bibit

karet yang diusahakan... 91 17. Ketersediaan pohon entres milik responden ... 95 18. Penggunaan biji karet oleh responden ... 97 19. Rata-rata biaya investasi usaha pembibitan karet unggul di

Kabupaten Tulang Bawang Barat ... 106 20. Rata-rata biaya peralatan pada usaha pembibitan karet unggul di

Kabupaten Tulang Bawang Barat ... 108 21. Rata-rata biaya bahan penunjang usaha pembibitan karet unggul

di Kabupaten Tulang Bawang Barat ... 109 22. Rata-rata biaya pupuk pada usaha pembibitan karet unggul di

Kabupaten Tulang Bawang Barat ... 110 23. Rata-rata biaya obat-obatan pada usaha pembibitan karet unggul

di Kabupaten Tulang Bawang Barat ... 111 24. Rata-rata biaya tenaga kerja pada usaha pembibitan karet unggul

di Kabupaten Tulang Bawang Barat ... 112 25. Rata-rata biaya perizinan pada usaha pembibitan karet unggul di

Kabupaten Tulang Bawang Barat ... 113 26. Rata-rata biaya lain-lain pada usaha pembibitan karet unggul di Kabupaten Tulang Bawang Barat ... 113 27. Jumlah produksi, harga, dan penerimaan usaha pembibitan

karet unggul di Kabupaten Tulang Bawang Barat ... 114 28. Hasil analisis finansial usaha pembibitan karet unggul di

Kabupaten Tulang Bawang Barat ... 115 29. Perubahan nilai analisis finansial usaha akibat penurunan

produksi 25% ... 118 30. Perubahan nilai analisis finansial usaha akibat kenaikan biaya

produksi 8,38% ... 119 31. Perubahan nilai analisis finansial usaha akibat penurunan harga

bibit sampai 37,49% ... 120


(14)

32. Kerangka matriks faktor strategi internal ... 127 33. Kerangka matriks faktor strategi eksternal ... 135 34. Pembobotan untuk diagram SWOT faktor internal dan

eksternal ... 136 35. Pembibit karet unggul dan jumlah bibit karet siap salur

berdasarkan kabupaten di Provinsi Lampung tahun 2013 ... 151

36. Nama pembibit, alamat, dan jumlah bibit siap salur di Kabupaten

Tulang Bawang Barat tahun 2013 ... 151

37. Morfologi klon GT 1, klon AVROS 2037, dan klon PB 260 ... 152 38. Profil responden ... 153

39. Rata-rata produksi bibit karet unggul responden di Kabupaten Tulang Bawang Barat selama 10 tahun ... 154 40. Harga jual dan produksi bibit karet unggul, tahun 2013 ... 155 41. Data inflasi selama 10 tahun terakhir ... 156 42. Rata-rata investasi pembangunan kebun entress usaha pembibitan

karet unggul ... 157 43. Harga peralatan usaha pembibitan karet unggul, tahun 2013 ... 158 44. Penggunaan tenaga kerja pada persiapan kebun entress usaha

pembibitan karet, tahun 2013 ... 159 45. Penggunaan tenaga kerja pada persemaian 1 usaha pembibitan

karet unggul, tahun 2013 ... 159 46. Penggunaan tenaga kerja pada persemaian 2 usaha pembibitan

karet unggul, tahun 2013 ... 160 47. Rata-rata biaya operasional usaha pembibitan karet unggul,

tahun 2013 ... 163

48. Cash flow usaha pembibitan karet unggul selama 10 tahun ... 166 49. Analisis finansial usaha pembibitan karet unggul ... 169 50. Analisis finansial usaha pembibitan karet unggul setelah terjadi


(15)

51. Analisis finansial usaha pembibitan karet unggul setelah terjadi

kenaikan biaya produksi 8,38% ... 173

52. Analisis finansial usaha pembibitan karet unggul setelah terjadi penurunan harga bibit sampai 37,49%... 175

53. Perhitungan laju kepekaan ... 177

54. Rekap sensitivitas ... 178

55. Strategi kekuatan >< peluang (SO)... 179

56. Strategi kekuatan >< ancaman (ST) ... 181

57. Strategi kelemahan >< peluang (WO) ... 183

58. Strategi kelemahan >< ancaman (WT) ... 185


(16)

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Diagram luas areal dan produksi karet Thailand, Indonesia, dan

Malaysia pada tahun 2009 ... 4

2. Diagram luas tanaman menghasilkan dan produktivitas karet Indonesia menurut penguasaan lahan ... 5

3. Skema agroindustri karet ... 15

4. Diagram kegiatan usaha pembibitan tanaman karet ... 19

5. Bibit karet unggul (1) dan bibit karet asalan (2)... 20

6. Lima faktor kekuatan Porter ... 28

7. Elemen dasar manajemen strategis ... 30

8. Bentuk matriks SWOT ... 42

9. Diagram analisis SWOT ... 43

10. Bagan alir analisis finansial dan strategi pengembangan usaha pembibitan karet unggul di Kabupaten Tulang Bawang Barat... 52

11. Bentuk matriks SWOT ... 75

12. Luas tata guna lahan pertanian Kabupaten Tulang Bawang Barat... 81

13. Luas tata guna lahan perkebunan Kabupaten Tulang Bawang Barat... 82

14. Diagram alir proses pembuatan TRUP ... 103

15. Diagram SWOT usaha pembibitan karet unggul di Kabupaten Tulang Bawang Barat ... 137


(17)

16. Analisis matriks SWOT usaha pembibitan karet unggul di


(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

menyumbangkan pendapatan devisa, kesempatan kerja, penyedia bahan baku industri dan penghasil O2. Karet menempati posisi kedua dalam

produksi dan nilai ekspor komoditas perkebunan Indonesia setelah kelapa sawit. Ekspor karet selama 5 tahun terakhir menunjukkan adanya

peningkatan dari 1,99 juta ton pada tahun 2009 menjadi 2,70 juta ton pada tahun 2013. Berdasarkan jumlah tersebut nilai ekspor karet selama lima tahun terakhir sebesar US$ 3,24 milyar pada tahun 2009 dan meningkat menjadi US$ 6,90 milyar pada tahun 2013 (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014).

Selama tahun 2008 hingga tahun 2012, jumlah petani dan tenaga kerja yang terlibat dalam usaha perkebunan karet di Indonesia juga mengalami

peningkatan. Pada tahun 2008 terdapat 2,2 juta jiwa petani dan tenaga kerja yang ikut terlibat dalam pengusahaan perkebunan karet. Pada tahun 2012 jumlah petani dan tenaga kerja yang terlibat mengalami peningkatan menjadi 2,3 juta jiwa (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2013).


(19)

Tanaman karet berperan sebagai penyedia bahan baku industri. Hampir seluruh bagian tanaman karet dapat dijadikan berbagai bahan dan barang yang bernilai ekonomis. Bagian tersebut meliputi getah, kayu, dan biji. Diversifikasi produk berbahan baku getah, kayu, dan biji karet sangat beragam dengan meningkatnya teknologi dan perkembangan kebutuhan konsumen. Ditinjau dari sektor utama saat ini, karet memberikan kontribusi yang besar pada sektor transportasi, sektor industri, sektor barang kebutuhan sehari-hari, dan sektor kesehatan. Berbagai produk bahan jadi yang terbuat dari karet contohnya seperti minyak cat, resin, pelumas, filler obat nyamuk, makanan ternak, mebel, ban, bantalan/penahan guncangan, jok, sarung tangan, sepatu, karpet, balon, peralatan olahraga, perangkat komputer, komponen pada peralatan militer, onderdil mobil, hingga pesawat ruang angkasa, dan lain-lain.

Tanaman karet yang sudah tidak menghasilkan lagi tetap dapat dimanfaatkan kayunya. Kayu karet biasanya digunakan untuk mensubstitusi kayu olahan maupun untuk kayu bakar. Kayu karet yang sudah berumur 20-30 tahun dapat ditebang kemudian dimanfaatkan dalam pembuatan rubber smoked sheet (RSS). Ditinjau dari sifat alaminya, kayu karet dapat dijadikan sebagai barang substitusi dengan kayu rami, agathis, meranti putih, dan pinus sebagai bahan baku kayu olahan (Damanik, 2012).

Perkebunan karet di Indonesia juga telah diakui menjadi sumber keragaman hayati yang bermanfaat dalam pelestarian lingkungan, sumber penyerapan CO2 dan penghasil O2, serta memberi fungsi orologis bagi wilayah di


(20)

sekitarnya (Badan Litbang Pertanian, 2012). Penelitian menunjukkan bahwa kemampuan mengikat CO2 berhubungan erat dengan diameter

batang. Kandungan karbon (C) pada tanah di perkebunan karet yang tinggi juga semakin menguatkan fungsi tanaman karet sebagai pengikat CO2

dibandingkan tanaman tahunan lainnya (Siregar dan Suhendry, 2013).

Semakin banyaknya diversifikasi produk berbahan baku karet

mengakibatkan permintaan karet terus meningkat. Konsumsi karet dunia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, baik konsumsi karet alam maupun karet sintetis. Pada kuartal kedua tahun 2014, konsumsi karet alam dunia mengalami peningkatan 4,2% atau sebesar 13,9 juta ton. Konsumsi karet alam dunia berhubungan langsung oleh permintaan (demand) negara-negara industri seperti China dan Amerika (Pusat Penelitian Karet, 2014).

Pada tahun 2010 Indonesia menyumbangkan produksi karet sebanyak 28% untuk memenuhi permintaan karet dunia. Jumlah ini sedikit di bawah Thailand yang mampu memenuhi 30% permintaan karet dunia (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011). Luas areal karet Indonesia adalah yang terbesar di dunia dengan luas 3,4 juta hektar, diikuti Thailand seluas 2,6 juta hektar dan Malaysia 1,02 juta hektar. Meski pun memiliki lahan terluas, produksi karet Indonesia tercatat sebesar 2,4 juta ton atau di bawah produksi Thailand yang mencapai 3,1 juta ton, sedangkan produksi karet Malaysia mencapai 951 ributon (Gambar 1).


(21)

0.951

2.4

3.1

1.02

3.4

2.6

Malaysia Indonesia Thailand Produksi (juta ton) Luas areal (juta hektar)

Gambar 1. Diagram luas areal dan produksi karet Thailand, Indonesia, dan Malaysia pada tahun 2009

Sumber: Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (2014)

Pada tahun 2014, produktivitas karet tertinggi dihasilkan oleh India yaitu 1,8 ton/ha dan Thailand 1,79 ton/ha. Vietnam yang baru saja mengembangkan produktivitas tanaman karetnya dapat mencapai produksi 1,72 ton/ha. Sri Lanka menghasilkan 1,55 ton/ha dan Cina 1,16 ton/ha. Produktivitas tanaman karet milik petani di Malaysia mencapai 1,5 ton/ha, sedangkan Indonesia hanya bisa mencapai 1,0 ton/ha/tahun (Vibisnews, 2014).

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2013, perkebunan karet di Indonesia 85,49 % didominasi oleh perkebunan rakyat, disusul oleh perkebunan milik negara 8,2 % dan perkebunan milik swasta 6,31 %. Namun sebagai pemilik areal terluas, perkebunan rakyat justru memiliki produktivitas terendah, yaitu sebesar 981,32 kg/ha sementara produktivitas karet di

perkebunan milik negara mencapai 1.411,76 kg/ha dan perkebunan milik swasta sebesar 1.989,81 kg/ha (data luas lahan, persentase luas lahan, dan produktivitas dapat dilihat pada Gambar 2).


(22)

1,411.76

1,989.81

981.32 8.2 235 6.31189.03 85.49

2,455.45

PBN PBS PR

Produktivitas (ton/ha) Luas (%) Luas (ribu ha)

Gambar 2. Diagram luas tanaman menghasilkan dan produktivitas karet Indonesia menurut penguasaan lahan

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2013)

Keterangan: PR (Perkebunan Rakyat), PBS (Perkebunan Besar Swasta), PBN (Perkebunan Besar Negara)

Produsen terbesar dalam memproduksi karet mentah di Indonesia dari hasil perkebunan adalah Sumatera, dan masih memiliki peluang peningkatan produktivitas. Koridor Ekonomi Sumatera menghasilkan sekitar 65 persen dari produksi karet nasional (Kementerian Koordinator Bidang

Perekonomian, 2011). Provinsi Lampung sebagai salah satu daerah yang terletak di Sumatera merupakan salah satu daerah penghasil karet di

Indonesia. Sentra perkebunan karet di Provinsi Lampung terdapat di daerah Tulang Bawang, Way Kanan, dan Lampung Utara (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2013).

Luasan areal perkebunan karet di Provinsi Lampung tahun 2008 - 2012 terus mengalami peningkatan. Begitu pula dengan produksinya, walaupun pada tahun 2011 turun menjadi 70.188 ton.. Apabila jumlah komposisi luas areal dan produksi karet Provinsi Lampung dibandingkan dengan produktivitasnya, maka terlihat bahwa produktivitasnya relatif menurun dan masih tergolong


(23)

rendah (data luas lahan, produksi, dan produktivitas karet dapat dilihat pada Tabel 1).

Tabel 1. Luas lahan, produksi dan produktivitas tanaman karet pada PR, PBN, dan PBS di Provinsi Lampung tahun 2008-2012

Tahun Komposisi Luas Areal (ha) Jumlah (ha)

Persentase Produksi (ton)

Produktivitas (kg/ha)

TBM TM TR Pertumbuhan

2008 41,581 53,071 2,086 96,738 0,009 56,009 1,055 2009 30,933 64,509 2,156 97,598 0,178 57,938 898 2010 43,864 69,341 1,803 115,008 0,075 71,833 1,036 2011 54,332 66,729 2,563 123,624 0,264 70,188 1,052 2012 72.598 81.416 2.293 156.307 75.368 926

Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Lampung (2013)

Rendahnya produktivitas karet di perkebunan rakyat disebabkan oleh kualitas bibit yang rendah, pemanfaatan lahan kebun yang tidak optimal, dan

pemeliharaan tanaman yang buruk. Kualitas bibit yang rendah menjadi masalah utama untuk perkebunan di koridor Sumatera. Hal ini ditunjukkan dengan umur produktif tanaman yang tidak mencapai 30 tahun (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011). Karet merupakan tanaman perkebunan dengan nilai ekonomis yang tinggi, umurnya dapat mencapai 20 sampai 30 tahun. Oleh karena itu, persiapan bibit harus dilaksanakan dengan benar agar dapat memberikan jaminan sesuai umur ekonomisnya (Widiyanti, 2013).

Sebagian besar perkebunan rakyat (50-60%) belum menggunakan bibit karet unggul demikian juga dalam menerapkan standar budidaya karet yang

direkomendasikan. Areal perkebunan karet rakyat yang tua atau rusak cukup luas (>200.000 hektar) harus segera diremajakan (Siregar dan Suhendry, 2013). Peremajaan kebun karet dengan menggunakan bibit karet unggul


(24)

merupakan salah satu solusi untuk mengurangi jumlah perkebunan karet yang tua atau rusak.

Bibit karet unggul merupakan sarana yang dibutuhkan dalam sub sistem hulu dari sistem agribisnis karet. Sistem agribisnis karet terdiri dari empat sistem yaitu sub sistem hulu terdiri dari bibit karet unggul, pupuk, pestisida,

koagulan lateks, dan lain-lain; sub sistem usaha perkebunan karet (on farm); subsistem agribisnis hilir karet, dan sub sistem jasa/lembaga penunjang (Pustaka Dunia, 2014). Bibit karet unggul sebagai salah satu sarana yang dibutuhkan pada sub sistem hulu akan sangat mempengaruhi kuantitas maupun kualitas karet pada sub sistem on farm.

Potensi produksi dari klon karet anjuran yang merupakan hasil pengujian di berbagai lokasi menunjukkan bahwa produksi kumulatif selama 15 tahun dapat menghasilkan lebih dari 30 ton karet kering per hektar dengan rata-rata produksi per tahun mencapai 2 ton karet kering per hektar (Siregar dan Suhendry, 2013). Penggunaan bibit karet unggul penting untuk

meningkatkan produksi maupun produktivitas karet petani.

Pemerintah telah menetapkan sasaran pengembangan produksi karet Indonesia sebesar 3-4 juta ton/tahun pada tahun 2025. Sasaran produksi tersebut hanya dapat dicapai apabila areal perkebunan karet rakyat yang saat ini produktivitasnya rendah berhasil diremajakan. Peremajaan karet tersebut menggunakan klon karet unggulan yang dilakukan secara


(25)

Berdasarkan data Dinas Perkebunan Provinsi Lampung (2013) pada Tabel 2, proyeksi luas lahan untuk perkebunan karet di Provinsi Lampung pada tahun 2025 mencapai 82.547 hektar. Hal ini akan menyebabkan kebutuhan bibit karet terus meningkat untuk membangun kebun karet. Kebutuhan bibit karet per hektar mencapai 490-500 batang, tergantung jarak tanam yang digunakan. Berdasarkan asumsi tersebut maka hingga tahun 2025 kebutuhan bibit karet adalah 45.400.850 batang. Namun demikian, produksi bibit karet unggul pada tahun 2013 hanya sebesar 1.900.400 batang (terlampir). Produksi bibit karet yang belum mampu memenuhi permintaan pasar yang tinggi pada saat musim tanam menimbulkan peluang yang terbuka lebar bagi petani bibit karet karet untuk terus meningkatkan kemampuannya untuk memproduksi bibit karet.

Tabel 2. Proyeksi luas tanaman perkebunan dalam satuan hektar pada perkebunan rakyat Provinsi Lampung tahun 2015-2025

No Jenis Komoditi Tahun

2015 2020 2025

1 Aren 1.163 1.149 1.135

2 Kelapa Dalam 129.640 130.942 132.257

3 Kelapa Hibrida 4.028 3.578 3.114

4 Karet 75.165 80.514 82.547

5 Kelapa Sawit 84.850 89.178 93.727

6 Kapuk 1.594 1.109 771

7 Jambu Mete 312 399 509

8 Kemiri 600 570 542

Jumlah 297.352 307.439 314.602

Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Lampung (2013)

Salah satu sentra usaha pembibitan karet unggul di Provinsi Lampung terdapat di Kabupaten Tulang Bawang Barat (terlampir). Usaha pembibitan karet unggul di Kabupaten Tulang Bawang Barat adalah salah satu usaha


(26)

yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan, sehingga untuk meningkatkan produksi perlu mempertimbangkan besarnya biaya yang akan dikeluarkan dan penerimaan yang akan diperoleh nantinya. Besarnya keuntungan yang

diperoleh dari usaha pembibitan karet unggul di Kabupaten Tulang Bawang Barat dipengaruhi oleh besarnya produksi bibit karet, biaya produksi, dan harga jual bibit karet. Selama ini belum diketahui berapa besar manfaat usaha pembibitan karet unggul di Kabupaten Tulang Bawang Barat, sehingga perlu diadakan penelitian tentang analisis finansial usaha pembibitan karet untuk mengevaluasi besarnya manfaat yang diterima petani bibit karet selama usaha berjalan.

Letak Kabupaten Tulang Bawang Barat cukup strategis, berada diantara sentra perkebunan karet di Provinsi Lampung (Tabel 3). Daerah ini cukup potensial dikembangkan sebagai daerah penghasil bibit karet unggul untuk memenuhi kebutuhan bibit karet unggul di Provinsi Lampung dalam rangka peremajaan dan perluasan kebun karet.

Pada tahun 2013 jumlah usaha pembibitan karet unggul di Kabupaten Tulang Bawang Barat adalah 6 unit usaha (Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2013). Jumlah usaha ini masih tergolong sedikit dibandingkan dengan Kabupaten Lampung Utara dan Kabupaten Lampung Timur. Pembibitan karet unggul belum diusahakan dalam skala luas oleh petani bibit karet karena investasi awal yang cukup besar dan waktu pembibitan karet yang cukup lama antara 1-2 tahun, sehingga banyak tenaga kerja yang terlibat dan biaya produksinya pun cukup besar.


(27)

Tabel 3. Luas areal perkebunan karet dalam satuan hektar berdasarkan kabupaten di Provinsi Lampung tahun 2012

Nama Kabupaten/Kota Komposisi Luas Areal Jumlah

TBM TM TR

Kabupaten Lampung Barat 583 31 0 614 Kabupaten Tanggamus 1.600 492 200 2.292 Kabupaten Lampung Selatan 7.481 5.825 3 13.309 Kabupaten Lampung Timur 5.512 1.844 15 7.371 Kabupaten Lampung Tengah 5.622 1.851 0 7.473

Kabupaten Lampung Utara 5.088 12.627 392 18.107

Kabupaten Way Kanan 22.750 26.493 970 50.213

Kabupaten Tulang Bawang 4.516 10.267 235 15.018

Kabupaten Pesawaran 2.205 2.935 373 5.513

Kabupaten Pringsewu 725 101 0 826

Kabupaten Mesuji 8.192 8.440 0 16.632

Kabupaten Tulang Bawang Barat

8.269 10.460

74

18.803

Kota Bandar Lampung 54 50 31 135

Kota Metro 1 0 0 1

Propinsi Lampung 72.598 81.416 2.293 156.307 Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Lampung (2013)

Secara umum, harga minimum bibit karet per batang dipengaruhi oleh harga karet per kilogram. Semakin rendah harga karet maka semakin rendah harga bibit karet. Hal ini dapat mengancam keberlangsungan usaha karena jika harga terus turun penerimaan petani bibit akan menurun pula dan bukan tidak mungkin akan mengalami kerugian. Selain itu dari segi harga, bibit karet unggul bersaing dengan bibit karet asalan. Bibit karet unggul dijual dengan harga Rp 4.500,00 hingga Rp 7.000,00 per batang. Harga tersebut sangat berbeda dengan harga bibit karet asalan yang hanya Rp 3.000,00 hingga Rp 3.500,00 per batang. Perbedaan harga tersebut mengakibatkan sebagian konsumen masih memilih bibit karet asalan.


(28)

Saat ini permintaan bibit karet unggul di dalam kabupaten sudah mulai berkurang. Pemasaran bibit karet unggul dilakukan masing-masing karena petani bibit belum tergabung dalam kelompok tani. Belum ada bantuan pemasaran bibit karet unggul yang dilakukan oleh pemerintah setempat maupun pemerintah provinsi dalam hal ini Dinas Perkebunan dan lembaga lainnya baik untuk pasar di dalam provinsi maupun untuk pasar di luar provinsi.

Selain itu faktor cuaca juga berpengaruh terhadap usaha. Cuaca yang tidak menentu dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan bibit. Cuaca panas yang berlangsung terus-menerus dapat menyebabkan bibit karet kering dan mati. Hujan yang terus-menerus juga dapat menyebabkan penyakit keriting daun pada bibit karet unggul. Usaha pembibitan karet unggul di Kabupaten Tulang Bawang Barat telah lama berjalan (sejak tahun 1990-an), namun masih mengalami kendala yang menghambat pengembangan usaha. Strategi pengembangan perlu dirumuskan untuk mengembangkan usaha ini dimasa mendatang dengan mengingat bahwa umur tanaman karet mencapai 30 tahun dan kegiatan peremajaan tidak dilakukan secara serentak namun selalu diadakan setiap tahun baik oleh pemerintah maupun rakyat.

Dari uraian diatas , maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Analisis Finansial dan Strategi Pengembangan Usaha Pembibitan Karet di

Kabupaten Tulang Bawang Barat”. Berdasarkan pemaparan diatas, maka penelitian ini akan membahas masalah:


(29)

1.Apakah usaha pembibitan karet unggul di Kabupaten Tulang Bawang Barat secara finansial layak untuk diteruskan?

2.Apakah strategi prioritas yang harus dilakukan untuk mengembangkan usaha pembibitan karet unggul di Kabupaten Tulang Bawang Barat?

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis secara finansial usaha pembibitan karet unggul di Kabupaten Tulang Bawang Barat.

2. Menganalisis strategi yang perlu dilakukan untuk pengembangan usaha pembibitan karet unggul di Kabupaten Tulang Bawang Barat.

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan:

1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menentukan arah kebijakan pertanian khususnya pembibitan karet, terutama di Kabupaten Tulang Bawang Barat.

2. Sebagai bahan pertimbangan, informasi, dan evaluasi bagi petani bibit karet dalam pengembangan usaha pembibitan karet selanjutnya maupun calon petani bibit karet yang akan memulai usaha pembibitan karet. 3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang akan melanjutkan


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka 1. Tanaman Karet

Tanaman karet dikenal dengan beberapa nama, seperti lastik bâra (Arab), caucho (Spanyol), caoutchouc de Para (Perancis), atau kausuu (Kamboja). Secara ilmiah, bahasa latin untuk tanaman ini adalah Hevea brasiliensis Muell. Arg. Di Indonesia dikenal beberapa nama untuk menyebut tanaman karet seperti pohon rambong, pohon hevea, pohon getah atau pohon para (Siregar dan Suhendry, 2013).

Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi, besar dan berbatang cukup besar, tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi diatas. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks. Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama 3-20 cm. Panjang tangkai anak daun sekitar 3-10 cm. Anak daun berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung meruncing, tepinya rata dan gundul. Secara alamiah, umur tanaman karet dapat mencapai lebih dari 100 tahun.


(31)

Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jumlah biji berkisar tiga dan enam sesuai dengan jumlah ruang. Ukuran biji besar dengan kulit keras. Warnanya coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang khas. Sesuai dengan sifat dikotilnya, akar tanaman karet merupakan akar tunggang.

a. Klon Tanaman Karet

PT. Perkebunan Nusantara V (2014) mengatakan klon adalah “keturunan”

yang diperoleh dengan cara perbanyakan vegetatif suatu tanaman sehingga sifat dari tanaman tersebut sama dengan tanaman induknya. Siregar dan Suhendry (2013) menyebutkan variasi tipologi klonal dikelompokkan menjadi tiga sifat metabolisme, yakni metabolisme tinggi (quick starter), metabolisme sedang (medium starter), metabolisme rendah (slow starter).

Klon-klon metabolisme tinggi memiliki sifat spesifik, diantaranya produk awal tinggi, tidak atau kurang responsif terhadap stimulan, rentan terhadap serangan KAS, kulit pulihan kurang atau tidak potensial (tipis atau benjol-benjol), dan dari morfologi tanaman umumnya lilit batang kecil sampai sedang. Klon-klon metabolisme rendah memiliki produksi awal relatif lebih rendah, responsif terhadap pemberian stimulan, relatif tahan terhadap tekanan sadap, dan kulit pulihan umumnya tebal dan potensial untuk dimanfaatkan. Dari sisi morfologi umumnya lilit batang sedang sampai besar. Klon-klon metabolisme sedang berada diantara kedua sifat spesifik tersebut. Contoh morfologi dari klon GT 1, AVROS 2037, dan PB 260 (terlampir).


(32)

b. Manfaat Tanaman

Siregar dan Suhendry (2013) mengatakan hampir seluruh bagian dari tanaman karet dapat dijadikan sebagai berbagai bahan dan barang yang bernilai ekonomis. Bagian tersebut meliputi getah, kayu, dan biji. Berikut ini merupakan skema agroindustri dari tanaman karet:

Asal Bahan Baku Industri Hilir

Gambar 3. Skema agroindustri karet Kayu karet

Lateks

Biji karet Minyak

Tempurung

Bungkil

Varnish, minyak cat, resin, alkid, pelumas, faktis

Briket, filler obat nyamuk.

Makanan ternak

Mebel, konstruksi ringan, panel kayu ubin, pelapis dinding, barang seni kayu Asap cair, particle board, kayu bakar.

Busa, sarung tangan, benang karet, balon, kateter, alat-alat media Kayu gergajian Limbah kayu Lateks pekat Lateks didih Karet padat

Busa, sarung tangantebal, aneka barang celup.

Ban, onderdil mobil, komponen teknik/industry, aneka barang cetak. T A N A M A N K A R E T


(33)

Kayu karet lebih dominan digunakan sebagai kayu bakar. Semakin

sedikitnya ketersediaan kayu hutan menjadikan perhatian kalangan industri perkayuan berpaling pada karet karena adanya beberapa kelebihan yang dimiliki. Sekarang nilai kayu karet sejajar dengan nilai kayu pohon lain dalam industri perkayuan dunia. Komoditas ekspor spesifik Indonesia yang sebagian besar merupakan mebel rakitan dan peralatan rumah tangga, kini berbahan baku kayu karet. Disamping itu, pemanfaatan biji karet juga ditingkatkan untuk menghasilkan minyak sebagai bahan pendukung untuk industri lainnya. Getah karet juga diproyeksikan memiliki potensi sebagai pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM).

Ditinjau dari sektor utama saat ini, karet memberikan kontribusi yang besar pada sektor transportasi, sektor industri, sektor kebutuhan sehari-hari, dan sektor kesehatan. Pada sektor transportasi karet digunakan untuk menghasilkan ban penumatik dan produk ban, tabung-tabung internal, belt mobil, dan berbagai perlengkapan alat transportasi. Pada sektor industri karet digunakan untuk menghasilkan produk untuk berbagai sistem

(conveyor, transmisi, ban berbagai kereta/alat, bangunan tahan gempa, dan lain-lain) dan produk industri lainnya (packing, sarung tangan industri, dan lain-lain). Pada sektor kebutuhan sehari-hari karet digunakan untuk

menghasilkan baju, sarung tangan, sepatu, dan produk lainnya (penghapus, alas kaki, bola golf, dan lain-lain). Pada sektor kesehatan karet digunakan untuk menghasilkan sarung tangan kedokteran, alat kontrasepsi, dan material lainnya (cincin infus, kantong darah, jarum suntik, dan lain-lain).


(34)

c. Syarat Tumbuh

Karet tidak membutuhkan syarat tumbuh khusus sepanjang beberapa unsur agroekologi terpenuhi. Berikutnya akan dibahas mengenai syarat tumbuh tanaman karet yang mencakup tanah, topografi dan tinggi tempat, serta agroklimat (Siregar dan Suhendry, 2013).

1) Tanah

Tanaman karet tidak membutuhkan persyaratan jenis tanah tertentu untuk tumbuh dengan baik. Faktor pembatas pertumbuhannya, yaitu keasaman, fisik, dan topografi. Selama suatu lahan baik drainasenya, lapisan

permukaan dan tanah tidak terbatas (tidak dangkal dan tidak didominasi oleh batuan atau pasir), dan kemiringan sedang maka karet dapat tumbuh ideal.

Karet tumbuh baik di pH tanah yang sangat variatif, yakni kisaran 3-8, dalam kondisi nutrisi tanah yang subur sampai marginal. Rata-rata pH tanah di 18 lokasi perkebunan karet, diperoleh pH tanah ideal adalah 5,7 dengan kisaran 3-8 (Siregar dan Suhendry, 2013).

2) Topografi dan Ketinggian Tempat

Pada dasarnya tanaman karet tidak layak dikelola pada topografi dengan bukit terjal >40% dan tinggi tempat >600 m dpl (Siregar dan Suhendry, 2013).


(35)

3) Agroklimat

Siregar dan Suhendry (2013) menyatakan karet tumbuh baik pada curah hujan 1.500-3.000 mm/tahun. Suhu yang ideal bagi karet adalah 18-33˚C. Tanaman karet memiliki batang yang lentur dan mudah patah. Angin dengan kecepatan lebih dari 2m/detik akan mengganggu pertumbuhan tanaman dan lateks.

d. Pedoman Pembibitan Karet

Usaha pengembangan perkebunan karet yang efisien, mampu menghasilkan bahan tanaman yang berkualitas serta kemur nian terjamin, maka perlu dilakukan penyediaan bibit secara swadaya yaitu dengan membangun kebun bibit batang bawah dan kebun entres. Langkah pengadaan bibit karet unggul berdasarkan penelitian Purwanto (2009) secara garis besar adalah sebagai berikut:


(36)

Gambar 4. Diagram kegiatan usaha pembibitan tanaman karet Persiapan lahan

Persiapan bibit/biji

Perawatan persemaian Persemaian I

Persiapan lahan

Penanaman bibit induk

Pemeliharaan bibit induk

Pemanenan batang entres Kebun Entres

Sertifikasi Bibit Karet

Pemasaran Bibit Karet Okulasi

Persemaian II

Persiapan lahan

Pemindahan seedling

Perawatan seedling

Okulasi

Persiapan pemindahan hasil okulasi

Pemeliharaan bibit okulasi Pemindahan bibit dalam


(37)

e. Perbedaan Bibit Karet Unggul dengan Bibit Karet Asalan Bagi masyarakat awam akan sulit untuk membedakan bibit karet unggul dengan bibit karet asalan. Namun, terdapat satu ciri fisik yang secara mudah dapat dikenali, yaitu dengan melihat arah tumbuh tunas (sudut tunas) yang terbentuk terhadap batang bawahnya. Pertumbuhan tunas bibit karet unggul akan membentuk sudut lebih besar terhadap garis vertikal batang bawahnya. Sebaliknya untuk bibit karet asalan

pertumbuhan tunas sebelah atas relatif sejajar (sudut lebih sempit) dan merapat ke arah batang bawahnya. Perbedaan pertumbuhan tunas bibit karet unggul dan bibit karet asalan dapat dilihat pada Gambar 5.

(1) (2) Gambar 5. Bibit karet unggul (1) dan bibit karet asalan (2)

Beberapa bentuk pemalsuan bibit karet yang sering terjadi adalah: 1) Penggunaan mata tunas yang berasal dari pohon lain yang berupa


(38)

tanaman semaian (asal biji atau seedling).

2) Penggunaan mata tunas yang berasal dari kebun produksi yang berasal dari tanaman semaian (asal biji atau seedling).

3) Penggunaan mata tunas dari kebun entres yang tidak diketahui jenis klonnya sehingga dihasilkan bibit yang tidak jelas klonnya.

4) Penggunaan mata tunas yang berasal dari kebun entres, tetapi biji yang digunakan sebagai batang bawah adalah biji sapuan atau biji asalan (Annisa, 2013).

2. Analisis Finansial Usaha

Analisis finansial adalah analisis yang bertujuan untuk menilai layak atau tidaknya suatu kegiatan investasi (usaha) untuk dijalankan/diteruskan. Analisis finansial dilakukan secara kuantitatif yang terdiri dari analisis Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Payback Period (PP), dan analisis sensitivitas (Kadariah, 2001).

a. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio)

Gross Benefit Cost Ratio merupakan perbandingan antara jumlah present value dari benefit kotor dengan jumlah present value dari biaya kotor. Secara sistematis Gross B/C Ratio dapat dirumuskan sebagai:

n

∑ Bt (1+i)t t=0

n

∑ Ct (1+i)t

t=0


(39)

Keterangan:

Bt = penerimaan (benefit) pada tahun ke-i Ct = biaya (cost) pada tahun ke-i

i = suku bunga (%) t = tahun ke-i

n = umur proyek (tahun)

Kriteria pada pengukuran ini adalah:

1) Jika Gross B/C > 1, maka kegiatan usaha layak untuk diusahakan. 2) Jika Gross B/C < 1, maka kegiatan usaha tidak layak untuk diusahakan. 3) Jika Gross B/C = 1, maka kegiatan usaha dalam keadaan break event

point.

b. NetBenefit Cost Ratio (Net B/C Ratio)

Net Benefit Cost Ratio adalah perbandingan antara present value dari net benefit yang positif dengan present value dari net benefit yang negatif. Secara sistematis Net B/C Ratio dapat dirumuskan sebagai:

n

∑ Bt-Ct (1+i)t

t=0

n

∑ Ct-Bt (1+i)t t=0

Keterangan:

Bt = penerimaan (benefit) pada tahun ke-i Ct = biaya (cost) pada tahun ke-i

i = suku bunga (%) t = tahun ke-i

n = umur proyek (tahun)

Kriteria pada pengukuran ini adalah:

1) Jika Net B/C > 1, maka kegiatan usaha layak untuk diusahakan. 2) Jika Net B/C < 1, maka kegiatan usaha tidak layak untuk diusahakan.


(40)

3) Jika Net B/C = 1, maka kegiatan usaha dalam keadaan break event point.

c. Net Present Value (NPV)

Perhitungan Net Present Value merupakan nilai benefit yang telah di-compound faktor dengan Social Opportunity of Capital (SOCC) sebagai compounding factor. Secara sistematis NPV dapat dirumuskan:

n

NPV = ∑ Bt-Ct (1+i)t

t=1 Keterangan:

Bt = penerimaan (benefit) pada tahun ke-i Ct = biaya (cost) pada tahun ke-i

i = suku bunga (%) t = tahun ke-i

n = umur proyek (tahun)

Kriteria pada pengukuran ini adalah:

1) Jika NPV > 0, maka kegiatan usaha layak untuk diusahakan. 2) Jika NPV < 0, maka kegiatan usaha tidak layak untuk diusahakan. 3) Jika NPV = 0, maka kegiatan usaha dalam keadaan break event point.

d. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) yaitu tingkat bunga yang menunjukkan nilai bersih sekarang (NPV) sama dengan jumlah seluruh investasi proyek atau dengan kata lain tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV sama dengan nol. Secara sistematis IRR dapat dirumuskan sebagai berikut:


(41)

IRR = i1 + NPV1 NPV1-NPV2

Keterangan:

NPV1 = present value positif NPV2 = present value negatif

i1 = compound factor, jika NPV>0 i2 = compound factor, jika NPV<0 Kriteria pada pengukuran ini adalah:

1) Jika IRR > suku bunga, maka kegiatan usaha layak untuk diusahakan. 2) Jika IRR < suku bunga, maka kegiatan usaha tidak layak untuk

diusahakan.

3) Jika IRR = suku bunga, maka kegiatan usaha dalam keadaan break event point.

e.Payback Period (PP)

Payback Period merupakan penilaian investasi suatu proyek yang

didasarkan pada pelunasan biaya investasi berdasarkan manfaat bersih dari suatu proyek. Secara sistematis Payback Period dapat dirumuskan sebagai: Ko

Ab Keterangan:

PP = Payback Period

Ab = manfaat (benefit)yang diperoleh setiap periode K0 = investasi awal

Kriteria pada pengukuran ini adalah:

1) Jika Payback Period, lebih pendek dari umur ekonomis usaha, maka proyek tersebut layak untuk dijalankan.

2) Jika Payback Period, lebih lama dari umur ekonomis usaha, maka IRR = i1 + x (i2 – i1)


(42)

proyek tersebut tidak layak untuk dijalankan.

f. Analisis Sensitivitas

Menurut Djamin (1992), analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat apa yang akan terjadi dengan analisis proyek jika terjadi perubahan dalam perhitungan biaya atau benefit. Pada analisis kepekaan, setiap

kemungkinan harus dicoba untuk dilakukan analisa kembali. Hal ini perlu dilakukan karena analisis proyek biasanya didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian dan perubahan yang akan terjadi di masa yang akan datang.

Pada penelitian ini, analisis sensitivitas dilakukan pada arus penerimaan dan pengeluaran. Perubahan-perubahan yang akan dikaji pada analisis sensitivitas adalah:

1) Kenaikan biaya produksi yang telah terjadi dan batas kelayakan produksi.

2) Penurunan harga jual yang telah terjadi dan batas kelayakan usaha.

Analisis sensitivitas dilakukan dengan memperhitungkan salah satu kemungkinan diatas yang mungkin terjadi. Perubahan harga,

keterlambatan suatu proyek, dan tingkat kenaikan biaya suatu produksi yang akan menyebabkan nilai Gross B/C, Net B/C, IRR, NPV, dan PP tidak lagi menguntungkan, maka pada titik itulah proyek tersebut tidak layak, maka itulah batas kelayakan proyek. Secara sistematis sensitivitas dapat dirumuskan sebagai:


(43)

% 100 % 100 0 1 0 1 x Y Y Y x X X X an LajuKepeka    Keterangan : 1

X

= Gross B/C atau Net B/C atau NPVatau IRR atau PP setelah terjadi perubahan

0

X = Gross B/C atau Net B/C atau NPVatau IRR atau PP sebelum terjadi perubahan

X = rata-rata perubahan Gross B/C atau Net B/C atau NPVatau IRR

atau PP 1

Y

= harga jual atau biaya produksi atau produksi setelah terjadi perubahan

0

Y = harga jual atau biaya produksi atau produksi sebelum terjadi perubahan

Y = rata-rata perubahan harga jual/biaya produksi/produksi

Kriteria laju kepekaan:

1) Jika laju kepekaan>1, maka hasil kegiatan usaha peka/sensitif terhadap perubahan.

2) Jika laju kepekaan <1, maka hasil usaha tidak peka/tidak sensitif terhadap perubahan.

3. Strategi Pengembangan

Menurut Supriyono (1998), strategi merupakan cara mengantisipasi tantangan-tantangan dan kesempatan-kesempatan (peluang-peluang) masa depan pada kondisi lingkungan perusahaan yang berubah dengan cepat. Strategi dapat memberikan tujuan dan arah perusahaan di masa depan dengan jelas pada semua karyawan.


(44)

Manajemen strategik adalah suatu seni dan ilmu dari pembuatan (formulating), penerapan (implementing) dan evaluasi (evaluating) keputusan-keputusan strategis antar fungsi-fungsi yang memungkinkan sebuah organisasi mencapai tujuan-tujuan masa mendatang (Wahyudi, 1996).

Manajemen strategik adalah sekumpulan keputusan dan tindakan yang menghasilkan formulasi dan implementasi rencana yang dirancang untuk mencapai sasaran-sasaran perusahaan. Hal ini melibatkan pengambilan keputusan yang rumit, berjangka panjang dan berorientasi ke depan serta membutuhkan sumberdaya yang besar, partisipasi manajemen puncak sangatlah besar (Pearce dan Robinson, 1997).

Menurut Rangkuti (2013), suatu perusahaan dapat mengembangkan strategi untuk mengatasi ancaman eksternal dan merebut peluang yang ada. Proses analisis, perumusan, dan evaluasi strategi-strategi itu disebut perencanaan strategis. Tujuan utama perencanaan strategis adalah agar perusahaan dapat melihat secara objektif kondisi-kondisi internal dan eksternal, sehingga perusahaan dapat mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal. Jadi perencanaan strategis penting untuk memperoleh keunggulan bersaing dan memiliki produk yang sesuai dengan keinginan konsumen dengan dukungan yang optimal dari sumber daya yang ada.

Menurut Hunger dan Wheelen (2003), pemeriksaan strategis adalah bentuk pemeriksaan manajemen yang melihat perusahaan dalam perspektif luas


(45)

dan menyediakan penilaian komprehensif terhadap situasi strategis perusahaan. Pemeriksaan strategis membuat pelaksanaan proses

pengambilan keputusan strategis. Pemeriksaan tidak hanya menjelaskan bagaimana tujuan, strategi, dan kebijakan dirumuskan sebagai keputusan strategis, tetapi juga bagaimana hal itu diimplementasikan, dievaluasi, dan dikendalikan dengan program, anggaran, dan prosedur.

Kekuatan-kekuatan suatu perusahaan akan mempengaruhi kemampuannya untuk melayani pelanggan dan memperoleh keuntungan. Perubahan dalam salah satu kekuatan mengharuskan perusahaan untuk menilai ulang

pasarannya. Kondisi bisnis perusahaan menurut Harvard Michael E. Porter yang menjelaskan bahwa sifat dan derajat persaingan dalam suatu industri bergantung pada lima faktor atau kekuatan. Lima faktor kekuatan Porter dapat dilihat dalam Gambar 6.

Daya Tawar-menawar Ancaman pendatang

Pemasok baru

Ancaman produk atau Daya tawar-menawar

Jasa subsitusi pembeli

Gambar 6. Lima faktor kekuatan Porter Sumber: Porter (2000).

Pendatang Baru

Pemasok

Pesaing Industri

Produk Subsitusi


(46)

1. Ancaman produk pengganti

Semua perusahaan dalam suatu industri bersaing dalam arti yang luas dengan industri yang menghasilkan produk pengganti. Produk pengganti membatasi laba potensial dari industri dengan menetapkan harga yang dapat diberikan dalam industri.

2. Ancaman pesaing

Persaingan terjadi karena satu atau lebih pesaing merasakan adanya tekanan atau melihat peluang untuk memperbaiki posisi. Beberapa bentuk persaingan, khususnya harga sangat tidak stabil dan sangat mungkin membuat keadaan industri memburuk.

3. Ancaman pendatang baru

Pendatang baru pada suatu industri membawa kapasitas baru, keinginan untuk merebut bagian pasar, serta seringkali juga sumberdaya yang besar. Ancaman masuknya pendatang baru ke dalam industri tergantung pada rintangan masuk yang ada, digabung dengan reaksi pesaing yang sudah ada yang dapat diperkirakan oleh pendatang baru.

4. Daya tawar pemasok

Pemasok dapat menggunakan kekuatan tawar-menawar terhadap para peserta industri dengan mengancam dan menaikan harga atau menurunkan mutu produk yang akan dibeli.

5. Daya tawar konsumen


(47)

tawar-menawar untuk mutu yang lebih tinggi dan pelayanan yang lebih baik, serta berperan sebagai pesaing satu sama lain.

Analisis lima kekuatan Michael Porter ini biasanya dilakukan dengan kombinasi dengan analisis SWOT (Porter, 2000).

Manajemen strategis menurut Hunger dan Wheelen (2003) adalah “...That set of managerial decisions and actions that determines the long-run performance of a corporation”. Manajer yang efektif menyadari bahwa manajemen strategis sangat berperan dalam organisasi, terutama

menyangkut kinerjanya. Manajemen strategis merupakan tugas penting manajer yang sangat berkaitan dengan fungsi-fungsi dasar manajamen. Elemen dasar dari manajemen strategi menurut Hunger dan Wheelen terdiri dari environmental scanning, strategy formulation, strategy implementation, evaluation and control.

Gambar 7: Elemen dasar manajemen strategis. Sumber: Hunger dan Wheelen (2003)

1. Pemindaian Lingkungan (Environmental Scanning)

Pemindaian lingkungan adalah memonitor, mengevaluasi, dan mencari informasi dari lingkungan eksternal maupun internal bagi orang-orang

Enviromental scanning

Strategy formulation

Strategy implementation

Evaluation and control


(48)

penting dalam perusahaan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor strategis elemen eksternal dan internal yang akan

menentukan masa depan perusahaan. Penyusunan strategi, khususnya perencanaan strategis atau perencanaan jangka panjang biasanya berkaitan dengan visi, misi dan kebijaksanaan suatu instansi. Biasanya penyusunan strategi dimulai dengan melakukan analisa situasi untuk mendapatkan kesesuaian antara peluang eksternal dan kekuatan internal dengan ancaman eksternal dan kelemahan internal.

Salah satu alat yang paling sering digunakan dalam analisa situasi adalah analisa SWOT. SWOT merupakan singkatan dari strengths (kekuatan) dan weaknesses (kelemahan) internal dari suatu instansi,

serta opportunities (peluang) dan threats (ancaman) dalam lingkungan yang dihadapi suatu instansi (Hunger dan Wheelen, 2003).

Analisa SWOT merupakan cara sistematik untuk mengidentifikasikan faktor-faktor ini. Analisa ini didasarkan pada asumsi bahwa suatu strategi yang efektif akan memaksimalkan kekuatan dan peluang, dan

meminimalkan kelemahan dan ancaman. Analisa SWOT bukan hanya mengidentifikasi kompetensi (kemampuan dan sumber daya) yang dimiliki perusahaan, tetapi juga mengidentifikasi peluang yang belum dilakukan oleh perusahaan karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki. Bila diterapkan secara akurat, asumsi sederhana ini memiliki dampak yang sangat besar atas rancangan suatu strategi yang handal.


(49)

Adapun penjelasan yang lebih rinci dari masing-masing faktor tersebut adalah sebagai berikut :

1. Kekuatan (Strengths):

Kekuatan adalah sumber daya, keterampilan atau keunggulan-keunggulan lain, relatif terhadap pesaing dan kebutuhan pasar yang dilayani atau ingin dilayani oleh perusahaan. Kekuatan adalah komparatif bagi perusahaan di pasar.

2. Kelemahan (Weaknesses)

Kelemahan adalah keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya, keterampilan dan kapabilitas yang secara serius menghambat kinerja efektif perusahaan.

3. Peluang (Opportunities)

Peluang adalah suatu situasi penting yang menguntungkan dalam lingkungan perusahaan. Kecenderungan-kecenderungan penting merupakan salah satu sumber peluang.

4. Ancaman (Threats)

Ancaman merupakan pengganggu utama bagi posisi sekarang maupun yang diinginkan perusahaan.

Dari analisa SWOT yang telah dilakukan, selanjutnya kita dapat

menghasilkan beberapa alternatif strategi yang mungkin dapat diterapkan. Komponen SWOT ini dapat digunakan lebih lanjut dalam pembuatan matriks SWOT (Hunger dan Wheelen, 2003).


(50)

2. Perumusan Strategi (Strategy Formulation)

Perumusan strategi adalah pengembangan rencana jangka panjang untuk manajemen efektif dari kesempatan dan ancaman lingkungan, dilihat dari kekuatan dan kelemahan perusahaan. Setelah mengetahui yang menjadi ancaman yang dihadapi perusahaan, peluang atau kesempatan yang dimiliki, serta kekuatan dan kelemahan yang ada pada perusahaan, maka selanjutnya kita dapat menentukan atau merumuskan strategi perusahaan.

Perumusan strategi meliputi menentukan misi perusahaan, menentukan tujuan-tujuan yang dapat dicapai, pengembangan strategi, dan penetapan pedoman kebijakan.

a. Misi

Misi organisasi adalah tujuan atau alasan mengapa organisasi

tersebut berdiri atau ada. Pernyataan misi organisasi yang disusun dengan baik, mengidentifikasikan tujuan mendasar dan yang membedakan suatu perusahaan dengan perusahaan lain, dan mengidentifikasi jangkauan operasi perusahaan dalam produk yang ditawarkan dan pasar yang dilayani.

b. Tujuan

Tujuan merupakan hasil akhir aktivitas perencanaan. Tujuan merumuskan apa yang akan diselesaikan dan kapan akan diselesaikan, dan sebaiknya diukur jika memungkinkan. Pencapaian tujuan perusahaan merupakan hasil dari penyelesaian misi.


(51)

c. Strategi

Strategi perusahaan merupakan rumusan perencanaan komprehensif tentang bagaimana perusahaan akan mencapai misi dan tujuannya. Strategi akan memaksimalkan keunggulan kompetitif dan meminimalkan keterbatasan kemampuan bersaing.

d. Kebijakan

Kebijakan menyediakan pedoman luas untuk pengambilan keputusan organisasi secara keseluruhan. Kebijakan juga merupakan pedoman luas yang menghubungkan perumusan strategi dan implementasi. Kebijakan-kebijakan tersebut diinterpretasi dan diimplementasi melalui strategi dan tujuan divisi masing-masing. Divisi-divisi kemudian akan

mengembangkan kebijakannya sendiri, yang akan menjadi pedoman bagi wilayah fungsionalnya untuk diikuti.

3. Implementasi Strategi (Strategy Implmentation)

Implementasi strategi adalah proses dimana manajemen mewujudkan strategi dan kebijakannya dalam tindakan melalui pengembangan program, anggaran, dan prosedur. Proses tersebut mungkin meliputi perubahan budaya secara menyeluruh, struktur dan atau sistem manajemen dari organisasi secara keseluruhan.

a. Program

Program adalah pernyataan aktivitas-aktivitas atau langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan perencanaan sekali pakai. Program melibatkan restrukturisasi perusahaan, perubahan budaya


(52)

internal perusahaan atau awal dari suatu usaha penelitian baru. b. Anggaran

Anggaran adalah program yang dinyatakan dalam bentuk satuan uang, setiap program akan dinyatakan secara rinci dalam biaya yang dapat digunakan oleh manajemen untuk merencanakan dan

mengendalikan. Angaran tidak hanya memberikan perencanaan rinci dari strategi baru dalam tindakan, tetapi juga menentukan dengan laporan keuangan proforma yang menunjukkan pengaruh yang diharapkan dari kondisi keuangan perusahaan.

c. Prosedur

Prosedur atau sering disebut dengan standard operating procedures (SOP) adalah sistem langkah-langkah atau teknik-teknik yang berurutan yang menggambarkan secara rinci bagaimana suatu tugas atau pekerjaan diselesaikan. Prosedur secara khusus merinci berbagai aktivitas yang harusdikerjakan untuk menyelesaikan program-program perusahaan.

4. Evaluasi dan Kontrol (Evaluation and Control)

Evaluasi dan kontrol mengukur apa yang dapat dihasilkan atau diraih oleh perusahaan. Hal ini berarti membandingkan antara kinerja perusahaan dengan hasil yang diharapkan perusahaan. Tujuan yang telah dibuat terlebih dahulu pada bagian formulasi strategi dari proses manajemen strategik (seperti profitabilitas, pangsa pasar, pengurangan biaya dan sebagainya) harus digunakan semestinya untuk mengukur kinerja perusahaan jika strategi tersebut telah diimplementasikan.


(53)

Selain itu, harus dipertimbangkan pula jenis pengendalian. Pengendalian dibangun dengan fokus pada kinerja aktual, pada aktivitas yang

menghasilkan kinerja, atau pada sumberdaya yang digunakan dalam menghasilkan kinerja. Pengendalian prilaku (behavior control) mengkhususkan pada bagaimana sesuatu harus dikerjakan melalui kebijakan, aturan, standar prosedur dan operasi, dan perintah dari atasan. Pengendalian output (output control) mengkhususkan pada apa yang harus dicapai dengan fokus pada hasil akhir dari prilaku melalui penggunaan target tujuan dan kinerja. Pengendalian input (input control) fokus pada sumberdaya, seperti pengetahuan, keahlian, kemampuan, nilai, dan motif karyawan.

4. Komponen Lingkungan Internal dan Eksternal dalam Analisis SWOT

Menurut Wahyudi (1996) lingkungan adalah salah satu faktor terpenting untuk menunjang keberhasilan perusahaan dalam persaingan. Untuk membuat/menentukan tujuan, sasaran, dan strategi-strategi yang akan diambil, diperlukan suatu analisa mendalam serta menyeluruh mengenai lingkungan dimana perusahaan berada. Lingkungan tersebut terdiri dari lingkungan eksternal (lingkungan luar perusahaan) dan lingkungan internal (lingkungan dalam perusahaan).

Dalam menganalisis SWOT perlu mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung atau menghambat dalam pencapaian tujuan suatu organisasi. Analisis SWOT dapat diterapkan dengan menganalisis berbagai aspek yang ada di dalam lingkungan internal dan eksternal.


(54)

a. Lingkungan Internal

Menurut Rangkuti (2005), analisis lingkungan internal adalah lebih pada analisis internal perusahaan dalam rangka menilai atau mengindentifikasi kekuatan dan kelemahan dari tiap-tiap divisi. Analisis lingkungan internal perusahaan merupakan proses untuk menentukan dimana perusahaan dapat memanfaatkan peluang yang ada secara efektif sehingga perusahaan dapat menangani ancaman yang ada.

Menurut Kotler (2009), pengidentifikasian faktor internal dapat

memberikan gambaran kondisi suatu perusahaan, yaitu faktor kekuatan dan kelemahan. Perusahaan menghindari ancaman yang berasal dari faktor eksternal melalui kekuatan yang dimilikinya dari faktor internal. Sedangkan kelemahannya dari faktor internal dapat diminimalkan dengan melihat peluang dan faktor eksternalnya. Pengkategorian analisis

lingkungan internal sering diarahkan pada lima aspek. Aspek-aspek tersebut meliputi produksi, keuangan atau permodalan, sumber daya manusia, lokasi dan pemasaran.

1. Pemasaran

Pengertian pemasaran menurut Kotler (2009) adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dengan secara bebas, mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.


(55)

2. Keuangan atau permodalan

Kondisi keuangan perusahaan menjadikan ukuran dalam melihat posisi bersaing dan daya tarik keseluruhan bagi investor. Menentukan kekuatan dan kelemahan keuangan dalam suatu organisasi sangat penting agar dapat merumuskan strategi secara efektif (David, 2009).

3. Produksi

Fungsi produksi/operasi mencakup semua aktivitas yang mengubah input menjadi barang atau jasa. Kegiatan produksi dan operasi perusahaan paling tidak dapat dilihat dari keteguhan prinsip efisiensi, efektivitas dan produktifivas (Umar, 2008).

4. Sumber daya manusia

Manusia merupakan sumber daya terpenting bagi perusahaan. Oleh karena itu, manajer perlu berupaya agar terwujud perilaku positif dikalangan karyawan perusahaan. Berbagai faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah : langkah-langkah yang jelas mengenai manajemen SDM, keterampilan dan motivasi kerja, produktivitas dan sistem imbalan (Umar, 2008).

5. Lokasi industri

Aktivitas ekonomi suatu perusahaan/industri akan sangat dipengaruhi oleh lokasi industri yang ditempatinya. Keputusan lokasi yang dipilih

merupakan keputusan tentang bagaimana perusahaan-perusahaan

memutuskan dimana lokasi pabriknya atau fasilitas-fasilitas produksinya secara optimal.


(56)

b. Lingkungan Eksternal

Lingkungan eksternal adalah suatu kekuatan yang berada di luar

perusahaan dimana perusahaan tidak mempunyai pengaruh sama sekali terhadapnya sehingga perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan ini akan mempengaruhi kinerja semua perusahaan didalamnya.

Lingkungan eksternal perusahaan terdiri dari lingkungan umum, lingkungan industri, dan lingkungan internasional (Wahyudi,1996).

Analisis lingkungan eksternal digunakan untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan. Peluang merupakan kondisi yang menguntungkan sementara ancaman merupakan kondisi yang tidak

menguntungkan bagi perusahaan.

Lingkungan eksternal meliputi variabel peluang dan ancaman di luar kontrol manajemen perusahaan. Audit eksternal terfokus pada upaya mengidentifikasi dan menilai trend, serta peristiwa di luar kendali suatu perusahaan. Tujuan audit eksternal adalah membuat daftar terbatas mengenai berbagai peluang yang dapat menguntungkan perusahaan dan berbagai ancaman yang harus dihindari (David, 2009). Lingkungan eksternal meliputi aspek ekonomi sosial dan budaya, pesaing, bahan baku, iklim dan cuaca, serta kebijakan pemerintah.

1. Pesaing

Pesaing adalah pihak yang menawarkan kepada pasar produk sejenis atau sama dengan produk yang dikeluarkan oleh perusahaan atau produk substitusinya, di wilayah tertentu.


(57)

2. Ekonomi, sosial dan budaya

Merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi daya beli dan pola pembelanjaan konsumen. Daya beli ini diukur dari tingkat pendapatan masyarakat dan perkembangan tingkat harga-harga umum.

3. Kebijakan pemerintah

Maksudnya adalah lembaga yang mengawasi perusahaan seperti badan pemerintah, kelompok penekan yang mempengaruhi dan membatasi ruang gerak organisasi dan individu dalam masyarakat.

4. Bahan baku

Ketersediaan bahan baku mendukung keberlangsungan suatu perusahaan untuk meningkatkan keuntungan perusahaan.

5. Iklim dan cuaca

Iklim dan cuaca akan mempengaruhi harga pembelian bahan baku sehingga dapat mempengaruhi biaya produksi dalam perusahaan.

5. Tahap Analisis SWOT

Menurut Hunger dan Wheelen (2003), salah satu cara untuk menyimpulkan faktor-faktor strategis sebuah perusahaan adalah mengkombinasikan faktor strategis eksternal (EFAS) dengan faktor strategis internal (IFAS) ke dalam sebuah ringkasan analisis lingkungan internal dan eksternal. Analisis ini mengharuskan para manajer strategi memadatkan faktor-faktor tersebut sehingga menjadi kurang dari 10 faktor.


(58)

Penggunaan bentuk analisis lingkungan internal dan ekternal meliputi langkah-langkah antara lain: (1) daftarkan item-item EFAS dan IFAS yang paling penting dalam kolom faktor strategis (tunjukkan mana yang

merupakan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman, (2) tinjaulah bobot yang diberikan untuk faktor-faktor dalam tabel EFAS dan IFAS mencapai 1,00, (3) masukkan pada kolom peringkat, peringkat yang diberikan manajemen perusahaan terhadap setiap faktor dari tabel EFAS dan IFAS, (4) kalikan bobot dengan peringkat untuk menghasilkan jumlah pada kolom skor berbobot.

Alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis perusahaan adalah matriks SWOT. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis.

1) Strategi SO (Strenghts-Opportunities)

Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. Strategi dalam kuadran SO disebut sebagai strategi agresif.

2) Strategi ST (Strengts-Threats)

Ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman. Strategi dalam kuadran ST disebut sebagai strategi diversifikasi.


(59)

3) Srategi WO (Weaknesses-Opportunities)

Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. Strategi dalam kuadaran WO disebut sebagai strategi balik arah.

4) Strategi WT (Weaknesses-Threats)

Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Strategi pada kuadran WT disebut sebagai strategi bertahan

IFAS EFAS

Strengths (S)

Tentukan 5-10 faktor-faktor kekuatan internal

Weakness (W)

Tentukan 5-10 kelemahan internal

Opportunities (O)

Tentukan 5-10 faktor peluang eksternal

Strategi (SO)

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfatkan peluang

Strategi (WO)

Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang

Threats (T)

Tentukan 5-10 faktor ancaman eksternal

Strategi (ST)

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

Strategi (WT)

Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman Gambar 8. Bentuk matriks SWOT

Sumber : Rangkuti, 2013

Setelah menganalisis keseluruhan variabel di atas, kemudian faktor strategi internal dan strategi faktor eksternal dituangkan dalam diagram analisis SWOT (Gambar 9).


(60)

3. Mendukung strategi 1. Mendukung strategi Turn-arround agresif

4. Mendukung strategi 2. Mendukung strategi defensif diversifikasi

Gambar 9. Diagram analisis SWOT Sumber : Rangkuti, 2006

Kuadran 1 : Kuadran 1 menggambarkan situasi yang sangat

menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus ditetapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth oriented strategy).

Kuadran 2 : Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk/pasar).

Kuadran 3 : Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi dilain pihak, ia menghadapi beberapa

kendala/kelemahan internal. Kondisi bisnis pada kuadran BERBAGAI PELUANG

BERBAGAI ANCAMAN KELEMAHAN

INTERNAL

KEKUATAN INTERNAL


(61)

3 ini mirip dengan Question Mark pada BCG matrik. Fokus strategi perusahaan ini adalah meminimalkan

masalah-masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.

Kuadran 4 : Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.

6. Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitian Astanu (2013) menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif menganalisis kelayakan finansial B/C ratio, NPV, IRR, dan PP) dan analisis sensitivitas. Kelayakan finansial dihitung selama umur ekonomis tanaman (25 tahun) dengan suku bunga 15% yang digunakan sebagai discount factor (DF). Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk mengetahui kelayakan dari aspek budidaya, aspek teknis, dan aspek pasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk rata-rata lahan 1 hektar nilai Net B/C Ratio 2,23, NPV sebesar Rp 123.574.036, Payback Period (PP) 10 tahun, dan Internal Rate Of Return (IRR) sebesar 20,98%, sehingga secara finansial usahatani pala intensif di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus layak diusahakan. Usaha tetap layak meskipun terdapat asumsi kemungkinan biaya naik 10%, penurunan produksi sebesar 25% dan penurunan harga output sebesar 10%. Pada aspek budidaya dalam usahatani pala intensif, iklim dan curah hujan di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus sesuai untuk tanaman pala.


(62)

Aspek teknis mayoritas petani masih menggunakan teknologi yang tradisional. Aspek pasar bagi produk pala sangat baik karena permintaan lebih besar dari penawaran.

Penelitian Ikhsan (2006) menggunakan metode analisis kelayakan finansial yang terdiri dari Net Present Value, IRR, Net B/C ratio, dan analisis sensitivitas dengan penurunan harga jual dan kenaikan biaya operasional produksi sebesar 5%, 10%, dan 20 %. Nilai NPV, IRR, dan Net B/C ratio berturut-turut adalah: Rp 59.664.511,32; 24,94%; 2,50. Pembangunan kebun karet rakyat secara finansial layak dilaksanakan karena, pada rate 15% per tahun, memiliki NPV > 0, IRR = 24,94%, dan Net B/C > 1. Besaran-besaran finansial tersebut masih memenuhi kriteria kelayakan pada penurunan harga jual hingga 20% serta pada kenaikan biaya operasional hingga 20%.

Penelitian Purwanto (2009) menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif untuk menelaah prospek pasar usaha pembibitan karet sementara analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk mengkaji tingkat keuntungan, kelayakan finansial, dan sensitivitas usaha pembibitan karet. Unit analisisnya yaitu 22.000 batang bibit karet yang diperoleh dari rata-rata produksi bibit karet unggul seluruh pembibit di Kecamatan Pekalongan selama periode satu tahun. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa prospek pasar usaha pembibitan karet di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur ditinjau dari aspek finansial yang diteliti pada pada suku bunga 16% dan


(63)

umur ekonomis alat terpendek 6 tahun, menunjukkan bahwa usaha ini layak diusahakan dan dikembangkan. Usaha pembibitan karet di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur secara analisis finansial tetap layak dan sensitif terhadap penurunan produksi bibit 25%, kenaikan biaya input 8,87 % dan penurunan harga bibit karet 31,43%.

Penelitian Tania (2011) menggunakan unit analisis 45.360 batang bibit (produksi rata-rata seluruh pembibit dalam waktu 1 tahun) karet yang dihitung selama umur ekonomis alat terpendek (6 tahun) dan suku bunga BRI sebesar 13 % (berdasarkan volume pinjaman ≥ Rp 50.000.000,00 - Rp100.000.000,00) menunjukkan bahwa usaha pembibitan tanaman sengon di Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran ditinjau dari aspek finansial pada tingkat suku bunga 13% layak diusahakan dan

dikembangkan dan usaha ini secara finansial masih tetap layak diusahakan terhadap kenaikan biaya produksi 10%, penurunan harga jual bibit 10%, dan penurunan produksi bibit tanaman sengon sebesar 10%.

Penelitian Manik (2014) dengan unit analisis 10.000 batang bibit durian yang dihitung selama umur ekonomis alat terpendek dan suku bunga BRI sebesar 22% ( pinjaman untuk usaha skala mikro) menunjukkan bahwa usaha pembibitan durian di Desa Tulusrejo Kecamatan Pekalongan

Kabupaten Lampung Timur ditinjau dari aspek finansial pada tingkat suku bunga 22% layak diusahakan dan dikembangkan dan masih tetap layak


(64)

terhadap kenaikan biaya produksi sebesar 10%, penurunan harga jual bibit sebesar 10%, dan penurunan produksi pembibitan durian sebesar 10%.

Penelitian Sulistyowati (2001) bertujuan untuk mengetahui strategi

pemasaran yang tepat. Alternatif strategi pemasaran yang dapat digunakan oleh petani petani bibit karet klon PB 260 dalam usaha pengembangan pembibitan karet miliknya adalah berupa strategi SO

(Strengths-Opportunities). Strategi ini adalah dengan meningkatkan kualitas bibit karet klon unggul yang diproduksi, meningkatkan kualitas SDM petani petani bibit karet, memanfaatkan kemajuan teknologi,transportasi dan komunikasi untuk meningkatkan pengalaman dan pengembangan pengetahuan petani, menambah areal pembibitan serta bibit karet yang diproduksi dan meningkatkan pelayanan terhadap konsumen bibit karet.

Penelitian Ikhsan dan Aid (2011) menyatakan hasil perhitungan nilai total dari faktor-faktor strategis internal dan faktor-faktor strategis eksternal, yaitu berturut-turut sebesar 6,13 dan 5,97 menunjukkan indikasi bahwa komoditas karet menduduki posisi strategis yang cukup kuat untuk terus dikembangkan. Berdasarkan analisis SWOT yang dibuat beberapa strategi dapat diajukan terkait dengan pengembangan komoditas dimaksud yaitu: 1) peningkatan produksi melalui tindakan intensifikasi, ekstensifikasi, dan peremajaan; 2) dalam program peremajaan perbaikan bahan tanam agar diprioritaskan melalui penyediaan bibit unggul karena dalam jangka panjang berpengaruh pada produktivitas dan kualitas produk; 3) penerapan program intensifikasi ditunjang oleh penyediaan sarana produksi sesuai dengan keperluannya dengan jumlah, tempat, dan waktu yang tepat, serta


(1)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berikut kesimpulan yang diperoleh pada penelitian ini:

1. Secara finansial usaha pembibitan karet unggul di Kabupaten Tulang Bawang Barat layak dan menguntungkan untuk diteruskan meski terjadi penurunan produksi 25%, kenaikan biaya produksi 8,38%, dan penurunan harga sampai 37,49%.

2. Strategi yang perlu dilakukan untuk mengembangkan usaha pembibitan karet unggul yaitu: a) memanfaatkan potensi lahan yang masih luas untuk meningkatkan luas lahan pembibitan karet dan macam klon unggul yang dihasilkan dalam rangka mendukung kebijakan pemerintah akan gerakan nasional karet, b) membentuk kelompok tani bibit karet unggul sehingga para petani bibit dapat bekerjasama dalam meningkatkan jumlah, kualitas, jenis klon, dan pemasaran bibit karet yang dihasilkan dalam rangka mendukung kebijakan pemerintah tentang gerakan nasional karet, c) meningkatkan kualitas dan macam klon karet unggul yang dihasilkan dengan memanfaatkan pasokan dan informasi bibit unggul baru dari lembaga terkait seperti Balai Penelitian dan Pengembangan.


(2)

B. Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan, disarankan sebagai berikut:

1. Pemerintah sebaiknya membantu petani dalam memperluas pemasaran bibit karet unggul hingga keluar daerah Lampung dengan cara membantu membangun link atau hubungan dengan daerah lainnya.

2. Petani sebaiknya menambah luas lahan usaha untuk meningkatkan jumlah produksi, membentuk manajemen dan kelembagaan antara para

penangkar, mencatat aktifitas usaha pembibitan dalam pembukuan untuk memudahkan apabila akan dilakukan penelitian, meningkatkan

keterampilan penangkar dalam hal okulasi dan penanganan penyakit karena analisis finansial usaha pembibitan karet unggul di Kabupaten Tulang Bawang Barat menguntungkan dan layak untuk dikembangkan. 3. Peneliti selanjutnya sebaiknya mengkaji lebih lanjut tentang pemasaran


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Annisa. 2013. Awas Bibit Karet Palsu. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP). http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpp tpmedan/tinymcpuk/gambar/file/bibit_karet_palsu.pdf. Diakses pada 18 November 2014.

Anwar, S. 2006. Perkembangan Pasar dan Prospek Agribisnis Karet di Indonesia. Makalah Lokakarya Budidaya Tanaman Karet, tanggal 4-6 September 2006 di Medan, diselenggarakan oleh Balai Penelitian Sungei Putih, Pusat Penelitian Karet.

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta.

Astanu, D.A. 2013. Analisis Kelayakan Finansial Budidaya Intensif Tanaman Pala di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus. JIIA 1(3): 218-225. Badan Litbang Pertanian. 2012 http://www.litbang.deptan.go.id/special/komoditas

/files/0105-KARET.pdf. Diakses pada 23 Januari 2014.

Badan Pusat Statistik Tulang Bawang Barat, 2012. Tulang Bawang Barat Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Tulang Bawang Barat. Tulang Bawang Barat. Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar. 2013. Peran Strategis Industri

Benih Dalam Gerakan Nasional Peningkatan Produktivitas Karet di Indonesia.http://balittri.litbang.deptan.go.id/index.php/component/content/ article/49-infotekno/166-peran-strategis-industri-benih-dalam-gerakan-nasional-peningkatan-produktivitas-karet-di-indonesia. Diakses pada 22 Februari 2014.

Banjarmahor, R. F. 2012. Analisis Kelayakan Finansial dan Strategi

Pengembangan Pembibitan Mangrove di Desa Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. http://download.portalgaruda. org/ article .php?article=110115&val=4112. Diakses pada 23 Juni 2015 Bungin, B. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif, Aktualisasi Metodologi

Kearah Ragam Varian, Kontemporer. PT. Raja Grafindo Perkasa. Jakarta. Damanik, S. 2012. Pengembangan Karet (Hevea brasiliensis) Berkelanjutan di


(4)

David, F.R. 2000. Manajemen Strategis Konsep Edisi Ke Tujuh. Pearson Education Asia Pte. Ltd. dan PT. Prenhallindo. Jakarta.

David, F.R. 2009. Konsep Manajemen Strategis Edisi 12. Salemba Empat. Jakarta.

Djamin, Z. 1992. Perencanaan dan Analisa Proyek. FE-UI. Jakarta.

Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. 2013. Data Base Penangkar Benih Karet. Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. Bandar Lampung

Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. 2013. Statistik Perkebunan. Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. Bandar Lampung

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2013. Statistik Perkebunan Indonesia Tahun 2008-2013. http://ditjenbun.pertanian.go.id/. Diakses pada 6 Februari 2014.

Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2014. Potensi dan Perkembangan Pasar Ekspor Karet Indonesia di Pasar Dunia.http://pphp.deptan. go.id/ disp_informasi/1/5/54/1185/potensi_dan_perkembangan_pasar_ekspor_karet_indonesi a_di_pasar_dunia.html. Diakses pada 23 Januari 2014.

Hunger, J.D. dan T.L. Wheelen. 2003. Manajemen Strategis. Andi. Yogyakarta. Ikhsan, S. 2010. Analisis Kelayakan Pembangunan Perkebunan Karet Rakyat di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Chloropyl 6(3) : 201-207. Ikhsan, S. dan A. Aid. 2011. Analisis SWOT untuk Merumuskan Strategi

Pengembangan Komoditas Karet di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Jurnal Agribisnis Perdesaan 1(3) : 166-167.

Kabupaten Tulang Bawang Barat. 2014. Visi Misi Kabupaten Tulang Bawang Barat. http://www.tulangbawangbaratkab.go.id. Diakses pada 9 Oktober 2014.

Kadariah. 2001. Evaluasi Proyek Analisa Ekonomi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Jakarta.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 2011. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Kementrian

Koordinator Bidang Perekonomian.

Kotler, P. 2009. Manajemen Pemasaran. Erlangga. Jakarta.

Lasimaningsih, M. dan H. H. Sipayung. 2012. Petunjuk Praktis Pembibitan Karet. Aromedia Pustaka. Jakarta.

Manik, S. A. 2014. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembibitan Durian di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.


(5)

Media Perkebunan. 2012. Kebutuhan Bibit Gernas Karet. http://www.media perkebunan.net/index.php?option=com_content&view=article&id=301:ke butuhan-bibit-gernas-karet-bisa-dipenuhi&catid =2:komoditi&Itemid=26. Diakses pada 6 Februari 2014.

Pearce, A.J. dan Robinson, R.B. 1997. Manajemen Strategik Formulasi, Implementasi,dan Pengendalian Jilid 1. Diterjemahkan Oleh Agus Maulana. Binarupa Aksara. Jakarta.

Porter, M. 2000. Strategi Bersaing. Erlangga. Jakarta.

PT. Perkebunan Nusantara V. 2014. Ciri-Ciri Morfologi Bibit Tanaman Karet dalam Budidaya Tanaman Karet. http://www.bumn.go.id/ptpn5/galeri/ ciri-ciri-dan-morfologi-bibit-tanaman-karet-dalam-budidaya-tanaman-karet/. Diakses pada 4 Maret 2014.

Purwanto, A. 2009. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembibitan Karet di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Pusat Penelitian karet. 2014. Dinamika Karet Alam Dunia Terkini. http:// balitsp .com/dinamika-karet-alam-dunia-terkini/. Diakses pada 26 April 2015. Pustaka Dunia. 2014. Sistem Agribisnis Budidaya Karet dan kekuatannya. http://

www.pustakadunia.com/artikel-pustaka-umum/sistem-agribisnis-usaha-budidaya-karet-dan-kekuatanya/. Diakses pada 23 Mei 2014.

Rangkuti, F. 2005. Analisis SWOT Teknik Membelah Kasus Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Rangkuti, F. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Rangkuti, F. 2013. Analisis SWOT : Teknik Membedah Kasus Bisnis Cara

Perhitungan Bobot, Rating, dan OCAI. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Siregar, T.H.S. dan I. Suhendry. 2013. Budidaya dan Teknologi Karet. Penebar

Swadaya. Jakarta.

Sulistyowati, M. D. 2001. Kajian Pengembangan Kelompok Usahatani

Pembibitan Karet Klon Unggul di Kalimantan Barat. http://www. scribd. com/doc/128058406/jurnal-1. Diakses pada 29 Maret 2014.

Supriyono. 1998. Manajemen Strategi dan Kebijakan Bisnis Edisi 2. BPFE Yogyakarta. Yogyakarta.

Tania, D. 2011. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembibitan Tanaman Sengon (Albizia falcataria (L.) Fosberg) di Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.


(6)

Umar, H. 2008. Desain Penelitian MSDM dan Perilaku Karyawan Seri Desain Penelitian Bisnis No.1. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Wahyudi, A.S. 1996. Manajemen Strategik. Binarupa Aksara. Jakarta.

Widiyanti, T. 2013. Pembangunan Kebun Benih Batang Bawah Karet (Hevea brasiliensis). Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman

Perkebunan Surabaya.

Vibiznews, 2014. Raksasa Karet Indonesia Mampukah ?. http://vibiznews.com/ 2014/03/20/raksasa-karet-indonesia-mampukah/. Diakses pada 20 September 2014.