HUBUNGAN USIA, LAMA KERJA, MASA KERJA DAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) TERHADAP KEJADIAN LOW BACK PAIN (LBP) PADA PETANI DI DESA MUNCA KABUPATEN PESAWARAN

(1)

,

ABSTRACT

CORRELATIONS OF AGE, DURATION OF WORK, TIME OF WORK AND BODY MASS INDEX (BMI) WITH INCIDENT OF LOW BACK

PAIN (LBP) AMONG FARMERS IN DESA MUNCA KABUPATEN PESAWARAN

By

MUHAMMAD FARRAS HADYAN

Lampung is one of the province in Indonesia which focused in agroindustry sector area. Most of the civil community are working as a farmers for living. Farmer in daily work activity have some potential hazard that would impact in health and safety workplace risks. One of the most common health risk that happen to farmer is musculoskeletal disorder that almost reach 60% among all of work related diseases. Part of body that often gained is lower back or it usually called low back pain (LBP) which can be inflicted by various risk factors such as individual factor, work factor, and environmental factor. This research is aimed to know the correlation between age, duration of work, time of work, and body mass index (BMI) with LBP incident among farmer in Desa Munca Kabupaten Pesawaran.This research took place in Desa Munca Kabupaten Pesawaran in September-October 2015. This research used cross-sectional method and consecutive sampling as a withdrawal sampling method with 81 samples. This research was analyzed by using univariat and bivariat chi-square test. The data withdrawal technique that used for research were observating and questionnaire filling. The result of this research showed that respondents with LBP are 56.8% and the dominant researched variables distribution are age ≥30, duration of work ≤8 hours, time of work >5 years, and BMI ≥23 (overweight). The conclusion of this study is age (p=0.037), duration of work (p=0.044), and time of work (p=0.042) are significantly related with LBP, but BMI is not significantly related with LBP (p=0.748).

Keywords: Age, body mass index, duration of work, farmer, low back pain, time of work


(2)

ABSTRAK

HUBUNGAN USIA, LAMA KERJA, MASA KERJA DAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) TERHADAP KEJADIAN LOW BACK PAIN (LBP) PADA

PETANI DI DESA MUNCA KABUPATEN PESAWARAN

Oleh

MUHAMMAD FARRAS HADYAN

Sebagian besar penduduk Provinsi Lampung memiliki mata pencaharian sebagai petani. Petani dalam pekerjaannya memiliki bahaya risiko kesehatan dan kecelakaan kerja. Salah satu risiko kesehatan yang sering dialami oleh petani adalah gangguan muskuloskeletal yang mencapai hampir 60% dari angka penyakit akibat kerja. Bagian tubuh yang paling sering terkena adalah pinggang atau yang disebut dengan low back pain (LBP) yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor individu, faktor pekerjaan, dan faktor lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan usia, lama kerja, masa kerja, dan indeks massa tubuh (IMT) terhadap kejadian LBP pada petani di Desa Munca Kabupaten Pesawaran. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2015 di Desa Munca Kabupaten Pesawaran. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional dan teknik pengambilan sampel yaitu consecutive sampling dengan menggunakan 81 sampel. Adapun analisis statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis univariat dan analisis bivariat yang menggunakan uji Chi-square. Pengambilan data dilakukan dengan observasi dan pengisian kuesioner oleh responden yang didapatkan hasil besarnya angka kejadian LBP pada petani di Desa Munca Kabupaten Pesawaran sebesar 56,8%. Adapun distribusi yang lebih besar dari variabel bebas yang diteliti pada responden adalah usia ≥30 tahun, lama kerja ≤8 jam, masa kerja >5 tahun dan IMT ≥23 (overweight). Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan yang bermakna antara usia (p=0,037), lama kerja (p=0,044) dan masa kerja (p=0,042), sedangkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara IMT (p=0,748) terhadap kejadian LBP.

Kata Kunci : Indeks massa tubuh, lama kerja, low back pain, masa kerja, petani, Usia


(3)

HUBUNGAN USIA, LAMA KERJA, MASA KERJA DAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) TERHADAP KEJADIAN LOW BACK PAIN (LBP) PADA

PETANI DI DESA MUNCA KABUPATEN PESAWARAN

Oleh

MUHAMMAD FARRAS HADYAN

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA KEDOKTERAN

pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(4)

HUBUNGAN USIA, LAMA KERJA, MASA KERJA DAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) TERHADAP KEJADIAN LOW BACK PAIN (LBP) PADA

PETANI DI DESA MUNCA KABUPATEN PESAWARAN

(Skripsi)

Oleh

MUHAMMAD FARRAS HADYAN 1218011106

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(5)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Gambar 1. Anatomi Tulang Belakang ... 26

Gambar 2. Tes Lassegue ... 33

Gambar 3. Tes Patrick ... 34

Gambar 4. Hasil Foto Lumbar Spine ... 35

Gambar 5. Hasil Foto Spinal Cord ... 36

Gambar 6. Kerangka Teori ... 44

Gambar 7. Kerangka Konsep ... 45


(6)

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...i

DAFTAR TABEL...iv

DAFTAR GAMBAR ...vi

DAFTAR LAMPIRAN ...vii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Rumusan Masalah ...6

1.3 TujuanPenelitian ...6

1.4 Manfaat Penelitian ...7

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Di Lingkungan Pertanian ...9

2.2 Penyakit Akibat Kerja Di Lingkungan Pertanian...12

2.3Low Back Pain(LBP) ...14


(7)

ii

2.5 PatologiLow Back Pain...24

2.6 Anatomi Punggung dan Tulang Belakang (Vertebrae)...25

2.7 PemeriksaanLow Back Pain ...29

2.8 Tata LaksanaLow Back Pain ...37

2.9 Lama Kerja...40

2.10 Indeks Massa Tubuh ...40

2.11 Kerangka Pemikiran...42

2.12 Profil Petani Di Desa Munca Kabupaten Pesawaran ...43

2.13 KerangkaTeori...44

2.14 Kerangka Konsep ...45

2.15 Hipotesis...45

III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian...47

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ...47

3.3 Populasi dan Sampel ...48

3.5 Identifikasi Variabel...51

3.6 Definisi Operasional...51

3.7 Alat Penelitian dan Cara Pengambilan Data ...53

3.8 Alur Penelitian ...55

3.9 Pengolahan dan Analisis Data...56


(8)

iii

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Penelitian ...59 4.2 Hasil ...60 4.3 Pembahasan...70

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ...91 5.2 Saran...92 DAFTAR PUSTAKA


(9)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Lampiran 1. Dummy Table ... Lampiran 2. Lembar Penjelasan ... Lampiran 3. Lembar Persetujuan ... Lampiran 4. Kuesioner ... Lampiran 5. Hasil Tabulasi SPSS ... Lampiran 6. Hasil Koding Data Kasar Excel ... Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian ... Lampiran 8. Kaji Etik Penelitian ... Lampiran 9. Sertifikat Validitas Alat Ukur ...


(10)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel

Tabel 1. Klasifikasi IMT Menurut Kriteria Asia Pasifik ... 41 Tabel 2. Definisi Operasional Penelitian ... 51 Tabel 3. Distribusi Rata-Rata Usia, Berat Badan dan Tinggi Badan Responden . Tabel 4. Distribusi Usia Petani Di Desa Munca Kabupaten Pesawaran.

Tabel 5. Distribusi Lama Kerja Petani Di Desa Munca Kabupaten Pesawaran. Tabel 6. Distribusi Masa Kerja Petani Di Desa Munca Kabupaten Pesawaran. Tabel 7. Distribusi Indeks Massa Tubuh (IMT) Petani Di Desa Munca Kabupaten Pesawaran.

Tabel 8. Distribusi Frekuensi Low Back Pain Pada Petani Di Desa Munca Kabupaten Pesawaran.

Tabel 9. Hubungan Usia dengan Kejadian Low Back Pain (LBP) Pada Petani Di Desa Munca Kabupaten Pesawaran.


(11)

v

Tabel 10. Hubungan Lama Kerja dengan Kejadian Low Back Pain (LBP) Pada Petani Di Desa Munca Kabupaten Pesawaran.

Tabel 11. Hubungan Masa Kerja dengan Kejadian Low Back Pain (LBP) Pada Petani Di Desa Munca Kabupaten Pesawaran.

Tabel 12. Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Kejadian Low Back Pain (LBP) Pada Petani Di Desa Munca Kabupaten Pesawaran.


(12)

(13)

PERSEMBAHAN

Untuk Bunda dan Papi atas segala kasih sayang, doa, motivasi, dan kesabarannya. Semoga Allah selalu memberikan limpahan cahaya karunia-Nya

berupa kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak. Tiada kata yang bisa ku sampaikan untuk menggambarkan betapa berharganya kalian dalam hidup ini dan semoga karya ananda tercinta ini bisa menjadi suatu kenangan dan wujud

rasa terima kasihku untuk kalian berdua.

Menuntut ILMU adalah TAQWA Menyampaikan ILMU adalah IBADAH

Mengulang ILMU adalah DZIKIR Mencari ILMU adalah JIHAD

(Al Ghazali)

Ilmu itu bukan yang dihafal, tetapi yang memberi manfaat (Imam Syafei)

Bersedekahlah dengan ilmu, Beribadahlah dengan ilmu, dan bertindaklah dengan ilmu


(14)

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 13 Juli 1994, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, dari Bapak H. Dedy Patria, SE.,Ak.,MM.,Macc dan Ibu Hj. Husna Leila Yusran, SE.,MM. Penulis bertempat tinggal di Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Warga Teladan pada tahun 2000, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Negeri Percontohan Gondangdia 01 Pagi pada tahun 2006, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMP Negeri 216 Jakarta pada tahun 2009, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA Negeri 78 Jakarta pada tahun 2012.

Tahun 2012, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten praktikum Anatomi pada tahun 2014, menjadi Sekretaris Bidang Health Policy Studies (HPS) Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI) Wilayah 1 (Sumatera) pada tahun 2014, dan Staf Ahli HPS ISMKI Nasional pada tahun 2015.


(16)

Penulis juga pernah aktif pada organisasi Forum Studi Islam (FSI) FK Unila sebagai staf bidang akademik, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FK Unila sebagai sekretaris dinas kajian srategis dan advokasi (Kastrad) periode tahun 2013-2015, Pengurus Lunar bidang ilmiah, dan anggota Paduan Suara FK Unila.


(17)

SANWACANA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang telah melimpahkan nikmat dan karunia–Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurah kepada suri tauladan dan nabi akhir zaman Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarganya, para sahabatnya dan kita selaku umatnya sampai akhir zaman.

Skripsi dengan judul “Hubungan Usia, Lama Kerja, Masa Kerja dan Indeks Massa Tubuh (IMT) Terhadap Kejadian Low Back Pain (LBP) Pada Petani Di Desa Munca Kabupaten Pesawaran adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Penghargaan dan ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis haturkan kepada semua pihak yang telah berperan atas dorongan, bantuan, saran, kritik dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan antara lain kepada :

1. Bapak Dr. dr. Muhartono, M.Kes., Sp.PA., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;

2. Ibu dr. Fitria Saftarina, M.Sc, selaku Pembimbing Utama atas segala kebaikan hatinya untuk menyisihkan waktu dan bersedia untuk selalu


(18)

memberi masukan dan perbaikan selama proses bimbingan penelitian, bersabar atas kesalahan dan kekhilafan saya selama proses penyelesaian skripsi ini dan segala keramahan dan keterbukaan dokter selama ini, terima kasih dokter.

3. Ibu Soraya Rahmanisa, S.Si., M.Sc, selaku Pembimbing Kedua dan telah memberikan kesempatan meluangkan waktu diantara kesibukan-kesibukannya baik melalui sms maupun pertemuan tatap muka dan tetap sabar dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan, bersedia membagi ilmunya, memberikan kritik, saran, serta nasihat yang tak saya lupakan; 4. Bunda dr. Reihana Wijayanto, M.Kes, selaku Penguji Utama pada Ujian

Skripsi. Terima kasih atas waktu, ilmu, dan saran-saran yang telah diberikan di saat maupun di luar waktu seminar;

5. (Alm) Bapak dr. Masykur Berawi, M.Kes., Sp.A, selaku pembimbing akademik saya selama satu tahun pertama yang akan selalu tetap ada dalam hati saya dan selalu saya ingat segala nasihat dan kebaikan beliau kepada saya;

6. Ibu Dr. Dyah Wulan Sumekar RW, SKM, M.Kes selaku pembimbing akademik saya sampai saya lulus dari Fakultas Kedokteran, atas bimbingan dan masukannya selama ini;

7. Bapak Dr. dr. Asep Sukohar, M.Kes., selaku Wakil Dekan 1 Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;

8. Papi, H. Dedy Patria, SE. Ak., MM., MAcc, yang sudah mendukung dengan sepenuh hati serta mendoakan ananda selama melaksanakan pendidikan di Fakultas Kedokteran ini, mengingatkan untuk tetap


(19)

bersemangat dalam menuntut ilmu dan beribadah kepada Allah SWT. Semoga Allah SWT membalas kebaikan yang tiada tara untuk papi tercinta dengan memberikan kebahagiaan dan perlindungan di akhirat kelak;

9. Bunda tercinta, Hj Husna Leila Yusran, SE., MM , yang selalu mendengar segala keluh kesah, mendoakan, membimbing, dan memberikan kasih sayangnya sepanjang hayat kepada ananda. Semoga Allah selalu melindungi dan menjadikan ladang pahala di akhirat kelak;

10. Adik-adik saya, Muhammad Fikri Aulia Rahman dan Muhammad Fauzan Naufal Yusran, yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat, canda, dan kasih sayangnya. Juga keluarga besar saya di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera yang selalu memberikan dorongan dan doa;

11. Seluruh Staf pengajar Program Studi Pendidikan Dokter Unila atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai cita-cita;

12. Seluruh Staf Tata Usaha, Akademik, pegawai, dan karyawan FK Unila; Pak Makmun, Mba Lisa, Mba Luthfi, Mba Qori, Mba Ida, Mba Yulis, Mas Heri, Mas Seno, Pak Iskandar, Mas Bayu dan civitas akademik lainnya yang telah memberikan doa, semangat, motivasi, dan nasihat selama pembelajaran di FK Unila;

13. Bapak Jainuddin selaku Kepala Desa Munca dan Bapak Damiri selaku Sekretaris Desa Munca yang telah banyak membantu saya sejak pertama kali penelitian sampai penelitian skripsi saya selesai;


(20)

14. Seluruh warga Desa Munca Kabupaten Pesawaran atas kesediaannya untuk membantu saya dalam menyelesaikan penelitian saya;

15. Keluarga Anatomi FK Unila, dr. Anggraini Janar Wulan, M.Sc., dr. Rekha Nova Iyos, dr. Catur Ari Wibowo, Pak Habudin, Abdul Rois R., Alexander Dicky, Andrian Prasetya Wicaksono, Andrian Rivanda, Debby Aprilia, Gheavani Legowo, Hambali Humam M., Ika Agustin, Inaz Kemala D., Leon L. Gaya, Karina, Mohammad Syahrezki, Nindriya Kurniandari, Stefani Gista L. Terima kasih atas kerja sama, keceriaan, motivasi, dan ilmunya;

16. Sahabat-sahabatku, Abdul Rois Romdon, Ade Marantika, Airi Firdausia, Alyssa Fairudz Shiba, Deborah Natasha, Karina, Nico Aldrin Avisenna, dan Zygawindi N yang sudah setia mendukung, mendoakan, memberi semangat, berbagi suka duka, dan senantiasa kompak dalam bahu membahu menyelesaikan tahapan demi tahapan menuju cita-cita kita menjadi dokter;

17. Adik-adik Bina Baca Qur’an (BBQ) Ikhwan Super, Fahrezi Fathilla, M. Addin Syakir, M. Ahdi Sidiq, M. Fakih Abdurrahman, M. Yogi Maryadi, dan Naufal Rafif, atas doa dan dukungannya kepada kakak selama berada di FK Unila;

18. Adik-adik BBQ Ikhwan Tangguh dan BBQ Ikhwan Karim, adik-adik “Generasi Emas” serta adik-adik FSI Ibnu Sienna 2014 yang senantiasa berbagi keceriaan, doa, dan dukungan kepada kakak;

19. Seluruh sahabat, teman angkatan 2012 yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas kekompakan, canda, tawa, maupun masalah selama 3,5 tahun


(21)

yang telah memberikan warna serta makna tersendiri. Semoga kebersamaan dan kekompakkan selalu terjalin baik sekarang maupun ke depan nanti;

20. Mbak Shinta, selaku asisten kepala dinas kesehatan yang selalu sabar dan menyisihkan waktunya untuk memerantarai saya dengan Bunda Reihana selama masa skripsi saya.

21. Teman-teman saya yang selalu membantu selama proses penelitian, Abdul Rois Romdon, Andrian Prasetya Wicaksono, Asoly Giovanno I, Bobi Kurnia H, Rahmatullah Rayman, M. Rizki Akbar, M. Yogi Maryadi dan Iqbal Lambara. Terimakasih atas waktu, pikiran, dan tenaga untuk lancarnya proses penelitian;

22. Teman satu kostan saya Ahmad Agus Purwanto, Asoly Giovanno Imartha, Dzulfiqar, Galih Prasetyo E, M. Rizki Akbar, M. Yogi Maryadi, dan Singgih Suhan Nanto yang selalu berbagi cerita, semangat, keluh kesah, dan tawa. Terima kasih atas kebersamaannya;

23. Rekan-rekan BEM Fakultas Kedokteran Kabinet Neural dan Asinar, FSI Ibnu Sienna, Paduan Suara, Lunar, dan keluarga Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI) yang sudah memberikan semangat kebersamaan dan pengalaman yang berharga kepada saya;

24. Kakak-kakak dan adik-adik tingkat (angkatan 2002-2015) yang sudah memberikan semangat kebersamaan dalam satu kedokteran.


(22)

Penulis menyadari skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Namun, penulis berharap skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Semoga segala perhatian, kebaikan, dan keikhlasan yang diberikan selama ini mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Amin.

Bandar Lampung, Januari 2016 Penulis


(23)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi dengan kawasan yang berfokus pada sektor agroindustri di Indonesia. Disamping itu, Provinsi Lampung merupakan salah satu lumbung padi Indonesia yang sangat penting bagi ketahanan nasional. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan produktivitas padi yang memegang peranan penting dalam penyediaan beras dalam negeri terutama pada beberapa kabupaten yang merupakan sentra produksi padi terbesar di Provinsi Lampung seperti Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Timur dan Kabupaten Lampung Selatan (Dinas Pertanian Provinsi Lampung, 2011). Penduduk di provinsi ini sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai petani yang tersebar secara merata di seluruh kabupaten/kota berdasarkan data penyerapan tenaga kerja di Kabupaten/Kota Provinsi Lampung tahun 2010 dengan persentase tenaga kerja Provinsi Lampung di sektor pertanian sebesar 57% atau sebesar 2.113.571 orang dari total tenaga kerja (Badan Pusat Statistik


(24)

2

Lampung, 2011). Salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung adalah Kabupaten Pesawaran yang merupakan daerah penyangga Ibukota Provinsi Lampung berdasarkan letak geografisnya (Laporan Penelitian Pengembangan KPJu Unggulan UKMK Lampung, 2012)

Kabupaten Pesawaran merupakan sebuah kabupaten Daerah Otonomi Baru yang merupakan daerah pemekaran Kabupaten Lampung Selatan. Kabupaten ini terbagi dalam tujuh kecamatan dengan jumlah penduduk sekitar 403.173 jiwa. Berdasarkan data tahun 2011, pertanian merupakan sektor yang paling mendominasi struktur ekonomi Kabupaten Pesawaran, dengan hasil panen terbanyak ada pada komoditi melinjo yaitu 57.350 ha (Laporan Penelitian Pengembangan KPJu Unggulan UKMK Lampung, 2012). Oleh karena itu, bila dilihat menurut lapangan usaha, sektor pertanian merupakan sektor yang paling banyak dipilih oleh penduduk Pesawaran dalam mencari nafkah (Laporan Penelitian Pengembangan KPJu Unggulan UKMK Lampung, 2012).

Desa Munca merupakan daerah pemekaran dari Desa Lempasing yang berada di Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran yang terletak di daerah pegunungan. Desa ini memiliki tiga dusun yaitu Dusun Munca, Dusun Wirda, dan Dusun Sungkai dengan jumlah penduduk 1.265 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 628 jiwa dan perempuan sebanyak 637 jiwa berdasarkan Data Profil Desa Tahun 2014. Mata pencaharian terbesar di desa ini adalah petani dan buruh tani. Adapun jumlah petani berjumlah sebanyak 204 jiwa dan buruh tani sebanyak


(25)

3

180 jiwa (Data Profil Desa Munca, 2014). Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala desa dan aparat desa, diketahui bahwa komoditas terbesar Desa Munca adalah melinjo yaitu 85% dari hasil pertanian dan perkebunan diikuti dengan cokelat, durian, petai, cengkeh, dan pala.

Berdasarkan hasil survei, petani di Desa Munca, sebagian besar merupakan kelompok usia produktif dengan rata-rata lama kerja sekitar 6-8 jam sehari. Penduduk di desa tersebut melakukan pekerjaan mereka secara konvensional dengan alat-alat tani yang sederhana seperti arit, golok dan sabit tanpa menggunakan alat bantu mesin, kemudian hasil panen mereka dikumpulkan dan dibawa dengan menggunakan kampek (keranjang selempang) atau semunde (keranjang pikul) yang mengakibatkan banyaknya petani yang memiliki keluhan muskuloskeletal akibat pekerjaan manual handling yang mereka lakukan. Selain itu, beban angkat yang berat dan posisi yang tidak ergonomis saat bekerja juga menjadi faktor risiko petani untuk mengalami keluhan tersebut.

Petani dalam pekerjaannya memiliki bahaya risiko kesehatan dan kecelakaan kerja yang dapat mereka alami. Studi epidemiologi mengenai kecelakaan kerja pada petani salah satunya berkaitan dengan penggunaan alat dan mesin seperti traktor yang digunakan untuk bertani. Kecelakaan ini berkaitan dengan kondisi terjatuh yang dialami petani dalam traktor atau benda-benda yang digunakan (Sprince et al., 2003).


(26)

4

Pekerja agrikultur seperti petani juga memiliki risiko kesehatan berupa terpapar agen yang menyebabkan penyakit kulit, termasuk tanaman, serangga, pestisida, sinar matahari, panas, dan agen infeksi lainnya (Burke, 1997). Beberapa penyakit kulit yang dialami petani antara lain dermatitis dan gangguan kulit terkait panas, dingin dan kelembaban. Faktor risiko lainnya adalah terjangkitnya penyakit saluran pernafasan. Petani umumnya terpapar dengan konsentrasi rendah dari substansi-substansi yang membahayakan seperti debu dan gas yang berasal dari aktivitas agrikultur. Kondisi ini menimbulkan beberapa penyakit seperti nonallergic asthma-like condition (NALC), Organic Dust Toxic Syndrome (ODTS) dan pneumonitis (Donham KJ and Thelin A, 2006).

Selain dari faktor risiko di atas, petani juga berisiko tinggi terkena gangguan muskuloskeletal. Gangguan muskuloskeletal merupakan work related disease yang memiliki sejumlah karakter gejala seperti nyeri, kaku, edema dan penurunan fungsi. Gangguan ini memiliki etiologi yang kompleks dengan faktor risiko multipel. Sejumlah faktor risiko ini mungkin dapat ditemukan pada petani (Donham KJ and Thelin A, 2006). Beberapa aktivitas yang menyebabkan gangguan muskuloskeletal antara lain mengangkat atau memikul beban dengan tangan atau bahu, trauma, high work load, posisi kerja yang salah, manual material handling, bekerja dengan alat yang bergetar, memacul, pekerjaan yang berulang, pekerjaan statis dan durasi kerja yang lama (Donham KJ and Thelin A, 2006).


(27)

5

Seseorang yang melakukan bentuk kerja yang kurang ergonomis dapat mengalami gangguan muskuloskeletal pada tubuhnya, terutama bagi mereka yang bekerja di bidang pertanian. Sebagian besar gangguan muskuloskeletal yang dialami oleh petani adalah low back pain (Wilson dan Corlette, 1995). Di samping itu, keluhan muskuloskeletal tersebut juga dipengaruhi oleh stasiun kerja petani yang meliputi beban kerja, kenyamanan dalam bekerja dan frekuensi istirahat petani dalam bekerja dalam satu hari (Wijayanti TS, 2010).

Prevalensi gangguan muskuloskeletal di Indonesia berdasarkan yang pernah didiagnosis atau gejala yang ada yaitu 24,7%, sedangkan di Provinsi Lampung, angka prevalensi gangguan muskuloskeletal yaitu 18,9% (Riskesdas, 2013). Faktor pekerjaan dilaporkan berkontribusi pada beberapa penyakit muskuloskeletal (Barientos MC et al., 2004). Pada tahun 2003 WHO memperkirakan prevalensi gangguan otot rangka mencapai hampir 60% dari semua penyakit akibat kerja. Berbagai bagian tubuh dapat mengalami gangguan otot rangka dengan lokasi tersering pada pinggang (Depkes RI, 2007).

Low back pain (LBP) adalah salah satu gangguan muskuloskeletal pada daerah punggung bawah yang disebabkan oleh berbagai penyakit dan aktivitas tubuh yang kurang baik (Widyastuti, 2009). Beberapa faktor risiko penting yang terkait dengan kejadian LBP dapat dikategorikan menjadi 3 yaitu faktor individu, faktor pekerjaan, dan faktor lingkungan (Armstrong&Chaffin, 2009).


(28)

6

Berdasarkan permasalahan yang ada, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan usia, lama kerja, masa kerja dan indeks massa tubuh (IMT) terhadap kejadian low back pain (LBP) pada petani di Desa Munca, Kabupaten Pesawaran.

1.2 Rumusan Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana hubungan antara usia terhadap kejadian low back pain (LBP) pada petani di Desa Munca, Kabupaten Pesawaran?

2. Bagaimana hubungan antara lama kerja terhadap kejadian low back pain (LBP) pada petani di Desa Munca, Kabupaten Pesawaran?

3. Bagaimana hubungan antara masa kerja terhadap kejadian low back pain (LBP) pada petani di Desa Munca, Kabupaten Pesawaran?

4. Bagaimana hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) terhadap kejadian low back pain (LBP) pada petani di Desa Munca, Kabupaten Pesawaran?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui adanya hubungan usia, lama kerja, masa kerja dan indeks massa tubuh (IMT) terhadap kejadian low back pain (LBP) pada petani di Desa Munca, Kabupaten Pesawaran.


(29)

7

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui angka prevalensi LBP pada petani di Desa Munca, Kabupaten Pesawaran.

2. Mengetahui rata-rata usia pada petani di Desa Munca, Kabupaten Pesawaran.

3. Mengetahui rata-rata lama kerja pada petani di Desa Munca, Kabupaten Pesawaran.

4. Mengetahui rata-rata masa kerja pada petani di Desa Munca, Kabupaten Pesawaran.

5. Mengetahui rata-rata indeks massa tubuh (IMT) pada petani di Desa Munca, Kabupaten Pesawaran.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, sebagai bahan referensi mengenai informasi ilmiah terhadap kejadian low back pain (LBP) pada petani serta hubungan dengan faktor-faktor risikonya. 2. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai sumber referensi dalam

pengambilan data untuk penelitian berikutnya.

3. Bagi peneliti sendiri, untuk menambah wawasan mengenai faktor-faktor risiko low back pain (LBP) dan tindaka preventif apa saja yang dapat dilakukan sebagai agen kesehatan layanan primer.


(30)

8

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi masyarakat umum yang berada di Kabupaten Pesawaran khususnya Desa Munca dapat digunakan sebagai informasi tambahan mengenai prevalensi kejadian low back pain (LBP) sebagai penyakit akibat kerja pada suatu komunitas tertentu.

2. Bagi masyarakat khusus, dalam hal ini petani, sebagai pengetahuan kesehatan mengenai low back pain (LBP) yang selanjutnya dapat menghindari faktor-faktor risiko tersebut dengan mematuhi standar keselamatan kerja dengan baik.

3. Bagi pembaca, dapat menjadi sumber referensi mengenai etiologi, epidemiologi, patologi, penegakkan diagnosis, manifestasi klinis, dan tata laksana termasuk tindakan pencegahan terhadap low back pain (LBP).


(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Di Lingkungan Pertanian

Keselamatan kerja merupakan suatu keadaan terhindar dari bahaya saat melakukan kerja. Menurut Suma’mur (1987), keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja menyangkut semua proses produksi dan distribusi baik barang maupun jasa.

Keselamatan kerja sangat bergantung pada jenis, bentuk, dan lingkungan dimana pekerjaan itu dilaksanakan. Adapun unsur-unsur penunjang keselamatan kerja adalah sebagai berikut:

a. Adanya unsur-unsur keamanan dan kesehatan kerja.

b. Adanya kesadaran dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja. c. Teliti dalam bekerja.


(32)

10

Kesehatan berasal dari bahasa inggris‘health´yang dewasa ini tidak hanya berarti terbebasnya seseorang dari penyakit, tetapi pengertian sehat mempunyai makna sehat secara fisik, mental dan juga sehat secara sosial. Dengan demikian, pengertian sehat secara utuh menunjukkan pengertian sejahtera (well-being). Kesehatan sebagai suatu pendekatan keilmuan maupun pendekatan praktis yang berupaya mempelajari faktor-faktor yang menyebabkan manusia menderita sakit dan sekaligus berupaya untuk mengembangkan berbagai cara atau pendekatan untuk mencegah agar manusia tidak menderita sakit, bahkan menjadi lebih sehat (Milyandra, 2009).

Sektor pertanian di Indonesia memegang peranan penting, mengingat lebih dari 40% angkatan kerjanya menggantungkan hidup di sektor ini. Berdasarkan data International Labour Organization(ILO), sekitar 1,3 juta orang bekerja di bidang pertanian di seluruh dunia. Dari angka tersebut, 60% diantaranya bekerja di negara berkembang (Forastieri V, 1999). Tingkat kecelakaan fatal di negara berkembang empat kali lebih besar dari negara industri yang kebanyakan terjadi di bidang pertanian.

Penggunaan mesin-mesin dan alat-alat berat seperti traktor, mesin permanen, alat tanam dan sebagainya di sektor pertanian merupakan sumber bahaya yang dapat mengakibatkan cedera dan kecelakaan kerja yang fatal. Selain itu, penggunaan pestisida dapat menyebabkan keracunan atau penyakit yang serius, serta debu


(33)

11

binatang dan tumbuhan yang mengakibatkan alergi dan penyakit pernafasan. Faktor lain yang memicu terjadinya kecelakaan kerja di bidang pertanian adalah terbatasnya waktu yang tersedia untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang diakibatkan oleh batasan iklim sehingga petani cenderung bekerja terburu-buru tanpa memperhatikan keselamatan dirinya (Haerani, 2010).

Hal yang mempengaruhi tingginya kecelakaan kerja di negara berkembang (termasuk Indonesia) adalah perspektif masyarakat terhadap pentingnya menjaga kesehatan dan keselamatan kerja. Di negara maju, kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja sangat tinggi, hal ini diakibatkan oleh adanya perangkat sistem dan hukum yang memadai dan diterapkan hukum secara tegas. Pemerintah Indonesia telah berupaya membuat perangkat hukum keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang cukup lengkap, namun perangkat hukum yang spesifik pada bidang pertanian kurang memadai. Kondisi ini diperparah dengan lemahnya penegakan hukum dan rendahnya kesadaran, perilaku dan sikap untuk menerapkan budaya keselamatan dan kesehatan kerja (K3) (Topobroto HS, 2002).

Keterbatasan mengenai perangkat hukum mengenai keselamatan dan kesehatan kerja di Indonesia terlihat dengan terbatasnya hukum yang hanya mengatur mengenai penggunaan pestisida saja, yaitu PP. No. 7 tahun 1973 tentang pengawasan distribusi, penyimpanan dan penggunaan pestisida (Republik Indonesia, 2001) dan Peraturan Menteri No. 3 tahun 1986 tentang pemakaian


(34)

12

pestisida di tempat kerja (Republik Indonesia, 1986). Mengingat Indonesia merupakan negara agraris dengan sekitar 70% wilayahnya terdiri dari daerah pedesaan dan pertanian, maka konvensi ILO No. 184 tahun 2001 (ILO, 2001) tentang K3 di bidang pertanian dianggap sebagai perangkat kebijakan yang bermanfaat, namun kendalanya adalah Indonesia dianggap belum siap meratifikasi konvensi ini karena tingkat kesadaran akan K3 oleh masyarakat masih rendah (Markkanen P, 2004).

2.2 Penyakit Akibat Kerja Di Lingkungan Pertanian

Penyakit akibat kerja (PAK) adalah penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerjanya, dan diperoleh pada waktu melakukan pekerjaan dan masyarakat umum biasanya tidak akan terkena. Berat ringannya penyakit dan kondisi cacat tergantung dari jenis dan tingkat sakit (Depkes RI, 2008). Terdapat beberapa penyebab PAK yang umum terjadi di tempat kerja. Berikut merupakan beberapa jenis penyakit yang digolongkan berdasarkan penyebab yang ada di tempat kerja:

1. Golongan Fisik: bising, radiasi, suhu ekstrem, tekanan udara, vibrasi dan penerangan.

2. Golongan Kimiawi: semua bahan kimia dalam bentuk debu, uap, gas, larutan dan kabut.


(35)

13

4. Golongan Fisiologik/Ergonomik: desain tempat kerja dan beban tempat kerja.

5. Golongan Psikososial: stress psikis, tuntutan pekerjaan dan lain-lain.

Pada pekerja yang berada di sektor agrikultur seperti petani, ditemukan beberapa penyakit akibat kerja. Namun, rasio penyakit akibat kerja jauh lebih sulit untuk diukur, karena penyakit pribadi yang dimiliki oleh petani sulit diidentifikasi sebagai penyakit yang berhubungan dengan pekerjaannya. Tiga besar kondisi yang menyebabkan penyakit ini termasuk kondisi kulit (56%), trauma kumulatif (14%) dan penyakit pernafasan (13%). Adapun kondisi penyakit akibat kerja lain yang berisiko pada petani adalah dermatitis dan penyakit saluran pernafasan akibat paparan racun pestisida khususnya zat kimia penghambat kolinesterase, penyakit muskuloskeletal seperti low back pain dan osteoarthritis (OA) pada bagian pinggul dan lutut yang diperberat dengan kondisi yang tidak ergonomis, penyakit akibat paparan faktor fisik seperti panas, dingin, ketulian yang diinduksi kebisingan dan penyakit akibat paparan vibrasi, penyakit mental dan sosial seperti stress yang dapat berkembang menjadi kondisi depresi serta penyakit lainnya (Donham KJ and Thelin A, 2006). Penyakit akibat kerja cenderung sulit untuk ditegakkan karena terkadang saling tumpang tindih dengan penyakit lain di luar pekerjaan yang diderita oleh pekerja.


(36)

14

Adapun cara mendiagnosis penyakit akibat kerja (PAK), dapat dilakukan melalui pendekatan klinis dengan 7 langkah diagnosis PAK, yaitu:

1. Menentukan diagnosis klinis

2. Menentukan pajanan yang dialami individu tersebut dalam pekerjaan 3. Menentukan apakah ada hubungan antara pajanan dengan penyakit 4. Menentukan apakah pajanan cukup besar

5. Menentukan apakah ada faktor-faktor individu yang berperan 6. Menentukan apakah ada faktor lain di luar pekerjaan

7. Menentukan diagnosis penyakit akibat kerja

2.3Low Back Pain(LBP)

2.3.1 DefinisiLow Back Pain(LBP)

Keluhan nyeri punggung bawah (low back pain) masih tetap menjadi keluhan yang banyak dijumpai pada setiap orang (Tsang IKY, 1993). Hanya 2 dari 10 orang yang bebas dari keluhan nyeri di area tersebut (Borenstein, 1991). Keluhan ini juga banyak dijumpai di kalangan pekerja dari berbagai jenis pekerjaan. Akibat rasa nyerinya, pekerja terpaksa istirahat dan mencari penyembuhan sehingga banyak kehilangan waktu kerja, menghabiskan biaya untuk pengobatan dan menurunkan produktivitas (Tirtayasa, 2000).


(37)

15

Low back pain (LBP) adalah nyeri pada punggung bagian bawah yang dapat diakibatkan oleh berbagai sebab antara lain karena beban berat yang menyebabkan otot-otot yang berperan dalam mempertahankan keseimbangan seluruh tubuh mengalami luka atau iritasi pada diskus intervertebralis dan penekanan diskus terhadap saraf yang melalui antarvertebra (Suzilawati, 2005). LBP juga dianggap sebagai suatu sindroma nyeri yang terjadi pada daerah punggung bagian bawah dan merupakanwork related musculoskeletal disorders.

Menurut International Association for the Study of Pain (IASP) yang termasuk dalamlow back painterdiri dari:

1. Lumbar Spinal Pain, nyeri di daerah yang dibatasi superior oleh garis transversal imajiner yang melalui ujung prosessus spinosus dari vertebra thorakal terakhir, inferior oleh garis transversal imajiner yang melalui prosessus spinosus dari vertebra sakralis pertama dan lateral oleh garis vertikal tangensial terhadap batas lateral spina lumbalis. 2. Sacral Spinal Pain, nyeri di daerah yang dibatasi superior oleh garis

transversal imajiner yang melalui sendi sakrokoksigeal posterior dan lateral oleh garis imanjiner melalui spina iliaka posterior superior (SIPS) dan inferior (SIPI).

3. Lumbosacral Pain, nyeri di daerah 1/3 bawah daerah lumbar spinal paindan 1/3 atas daerahsacral spinal pain.


(38)

16

LBP sering dijumpai dalam praktik sehari-hari, terutama di negara-negara industri. Diperkirakan 70-85% dari seluruh populasi pernah mengalami episode ini selama hidupnya (Sadeli HA dan Tjahjono, 2001). Oleh karena itu, LBP masih merupakan penyakit yang menjadi permasalahan dalam kesehatan manusia terutama para pekerja serta risikonya dalam mengurangi kualitas bekerja dan membutuhkan pengeluaran biaya yang cukup besar.

2.3.2 EtiologiLow Back Pain

Low back pain (LBP) merupakan suatu gejala. Penyebab utama dari nyeri punggung melibatkan penyakit atau luka pada otot, tulang, dan/atau saraf pada spinal (RK Arya, 2014). Walaupun LBP jarang menyebabkan sesuatu yang fatal, namun nyeri yang dirasakan menyebabkan penderita mengalami suatu ketidakmampuan (disabilitas) yaitu keterbatasan fungsional dalam aktivitas sehari-hari dan banyak kehilangan jam kerja terutama pada usia produktif, sehingga merupakan alasan terbanyak dalam mencari pengobatan (Samara, 2004). Etiologi LBP dapat dihubungkan dengan beberapa hal seperti proses degeneratif, penyakit inflamasi, kondisi osteoporotik, kelainan kongenital, tumor, toksik, infeksi, problem psikoneurotik dan akibat kerja.


(39)

17

2.3.3 EpidemiologiLow Back Pain

Prevalensi LBP belum diketahui secara pasti walaupun sudah banyak metode penelitian yang dilakukan. Di Amerika keluhan LBP merupakan alasan terbanyak kedua untuk tidak masuk kerja (McGlynn EA and Clark KA, 2000). Prevalensi LBP berkisar antara 60-80% dan setengah dari kalangan pekerja diperkirakan pernah melaporkan keluhan LBP. Setiap tahun prevalensi LBP dilaporkan sebesar 15-45%, sedangkan insiden LBP sekitar 10-15%. Angka kejadian LBP terbanyak didapatkan pada usia 35-55 tahun, dan tidak ada perbedaan angka kejadian antara laki-laki dan perempuan. Hasil penelitian yang dilakukan PERDOSSI (Persatuan Dokter Saraf Seluruh Indonesia) pada tahun 2002 menemukan prevalensi penderita LBP sebanyak 15,6%. Angka ini berada pada urutan kedua tertinggi sesudah sefalgia dan migren yang mencapai 34,8% (Fajrin I, 2009)

2.3.4 Faktor RisikoLow Back Pain

Berdasarkan studi yang dilakukan secara klinik, biomekanika, fisiologi dan epidemiologi, faktor risiko LBP dibagi menjadi tiga yaitu faktor yang datang dari diri pasien (individual factor), faktor pekerjaan (working factor) dan faktor yang berasal dari lingkungan (environmental factor) (Armstrong and Chaffin, 2009).


(40)

18

Adapun faktor individu yang mempengaruhi kejadian LBP antara lain masa kerja, usia, jenis kelamin, posisi kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga dan obesitas.

1. Usia

Usia merupakan faktor yang memperberat terjadinya LBP, sehingga biasanya diderita oleh orang berusia lanjut akibat penurunan fungsi-fungsi tubuhnya terutama tulang sehingga tidak lagi elastis seperti saat usia muda. Sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi disaat seseorang berusia 30 tahun. Pada usia 30 tahun terjadi degenerasi yang berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut dan pengurangan cairan. Hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang (Umami et al., 2014). Semakin tua seseorang, semakin tinggi risiko orang tersebut tersebut mengalami penurunan elastisitas pada tulang, yang menjadi pemicu timbulnya gejala low back pain. Bahwa pada umumnya keluhan muskuloskeletal mulai dirasakan pada usia kerja yaitu 25-65 tahun. (Trimunggara, 2010). Dengan kata lain, semakin tua seseorang, semakin tinggi risiko orang tersebut mengalami penurunan elastisitas pada tulang yang menjadi pemicu timbulnya gejala keluhan LBP.


(41)

19

2. Jenis Kelamin

Laki–laki dan perempuan memiliki risiko yang sama terhadap keluhan nyeri pinggang sampai dengan 60 tahun, namun pada kenyataannya jenis kelamin seseorang dapat mempengaruhi timbulnya keluhan nyeri pinggang, karena pada wanita keluhan ini sering terjadi misalnya pada saat mengalami siklus menstruasi, selain itu proses menopause juga dapat menyebabkan kepadatan tulang berkurang akibat penurunan hormon estrogen sehingga memungkinkan terjadinya nyeri pinggang. Pada penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa rata-rata kekuatan otot wanita kurang lebih hanya 60% dari kekuatan otot pria, khususnya untuk otot lengan, punggung dan kaki yang menyatakan bahwa perbandingan keluhan otot antara pria dan wanita adalah 1:3 (Meliala, 2004).

3. Obesitas

Obesitas bersamaan denganoverweight, yang artinya terjadi peningkatan indeks massa tubuh (IMT), berhubungan dengan keparahan fungsi muskuloskeletal dan kualitas hidup seseorang. Orang dengan obesitas sering mencari penanganan medis terkait dengan keluhan nyeri punggung yang dirasakan (Seidell JCet al., 1986).

Namun, dalam penelitian yang dilakukan oleh Meliani P, Ezra O, dan Eri Surahman (2014) didapatkan bahwa faktor indeks massa tubuh


(42)

20

(IMT) tidak secara signifikan meningkatkan risiko nyeri punggung bawah. Temuan penelitian ini berbeda dengan hasil metaanalisis yang dilakukan tahun 2010 yang menyatakan bahwa prevalensi nyeri punggung bawah tertinggi ditemukan pada IMT dengan status gizi lebih (overweight) dan obes (Shiri R, Karppinen J, Leino-Arjas Pi, Solovieva S, Viikari-Juntura E, 2010).

Beberapa mekanisme penting menjelaskan hubungan antara faktor obesitas dan nyeri punggung bawah. Mekanisme yang pertama, obesitas menyebabkan pertambahan beban pada tulang belakang sehingga akan terjadi peningkatan tekanan kompresi sehingga risiko terjadi robekan pada struktur tulang belakang bertambah. Kedua, obesitas dapat menyebabkan nyeri punggung bawah melalui proses inflamasi sistemik yang kronis. Obesitas berhubungan sangat erat dengan peningkatan produksi sitokin dan reaktan fase akut serta aktivasi jaras proinflamasi yang kesemuanya ini akan menghasilkan nyeri. Ketiga, sindrom metabolik yang mungkin berperan dalam patologi LBP, terutama pada kasus obesitas abdominal yang melibatkan hipertensi dan dislipidemia. Keempat, obesitas berhubungan erat dengan terjadinya proses degenerasi pada diskus vertebralis dan juga perubahan pada endplate vertebra. Mobilitas tulang belakang akan menurun seiring dengan peningkatan berat badan (Shiri R, Karppinen J, Leino-Arjas Pi, Solovieva S, Viikari-Juntura E, 2010).


(43)

21

4. Kebiasaan Merokok

Dalam laporan resmi Badan Kesehatan Dunia (WHO), jumlah kematian akibat merokok akibat tiap tahun adalah 4,9 juta dan menjelang tahun 2020 mencapai 10 juta orang per tahunnya. Hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan otot pinggang, khususnya untuk pekerjaan yang memerlukan pengerahan otot, karena nikotin pada rokok dapat menyebabkan berkurangnya aliran darah ke jaringan. Selain itu, merokok dapat pula menyebabkan berkurangnya kandungan mineral pada tulang sehingga menyebabkan nyeri akibat terjadinya keretakan atau kerusakan pada tulang (Trimunggara, 2010).

5. Kebiasaan Olahraga

Banyak faktor yang mempengaruhi kesegaran jasmani seseorang, salah satunya gaya hidup seperti konsumsi makanan, pola aktivitas, dan kebiasaan merokok. Sekitar 80% kasus nyeri tulang punggung disebabkan karena buruknya tingkat kelenturan (tonus) otot atau kurang berolahraga (Meliala, 2004).

6. Posisi Kerja

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Amelia Sagita (2013) pada pekerja pembersih kulit bawang, didapatkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan antara posisi kerja dengan kejadian low back pain. Menurut teori yang dikemukakan oleh Tarwaka (2004), pada


(44)

22

pekerja yang dilakukan dengan posisi duduk, tempat duduk yang dipakai harus memungkinkan untuk melakukan variasi perubahan posisi. Ukuran tempat duduk disesuaikan dengan ukuran antropometri pemakainya (Tarwaka, 2004).

Faktor posisi kerja mungkin juga dipengaruhi oleh masa kerja yang sudah lama sehingga meningkatkan faktor risiko LBP selain oleh posisi kerja. Posisi kerja yang tidak ergonomis bisa menyebabkan timbulnya LBP. Sebagai contoh apabila seseorang dalam posisi bekerjanya tidak memiliki sandaran pinggang atau punggung serta posisinya lebih rendah, maka akan cenderung duduk membungkuk (Putri AS, 2013).

7. Masa Kerja

Masa kerja adalah faktor yang berkaitan dengan lamanya seseorang bekerja disuatu perusahaan dalam kurun waktu tertentu yang terhitung dalam tahun. Terkait dengan hal tersebut, nyeri punggung merupakan penyakit kronis yang membutuhkan waktu lama untuk berkembang dan menimbulkan manifestasi klinis. Jadi, semakin lama masa bekerja atau semakin lama seseorang terpajan faktor risiko maka semakin besar pula risiko untuk mengalami LBP.


(45)

23

Lingkungan juga berpengaruh terhadap kejadian LBP. Terdapat dua faktor yang menyebabkan keluhan nyeri punggung bawah yaitu getaran dan temperatur ekstrem. Salah satu faktor fisik lingkungan kerja yang dapat mengakibatkan penyakit akibat kerja pada sarana transportasi darat berupa bus adalah paparan getaran mekanis yang berasal dari mesin kendaraan. Getaran ini memapari seluruh tubuh pekerja, sehingga disebut dengan whole body vibration. Whole body vibration dapat menyebabkan efek fisiologis seperti mempengaruhi peredaran darah, gangguan saraf, menurunkan ketajaman pengelihatan dan kelainan pada otot dan tulang (Nusa, 2013).

Sedangkan faktor pekerjaan (working factors) yang berhubungan dengan keluhan LBP antara lain postur tubuh, repetisi atau aktivitas yang berulang-ulang yang dilakukan selama bekerja, pekerjaan statis dalam waktu yang cukup lama dan pekerjaan yang memaksakan tenaga terutama pekerjaan dengan beban berat atauhandling work. Sikap tubuh dan desain tempat kerja juga merupakan faktor risiko LBP. Sikap dengan posisi menunduk terlalu lama dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan nyeri punggung.


(46)

24

2.4 KlasifikasiLow Back Pain

LBP diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kategori berdasarkan durasi gejalanya yaitu: (Carey TS, Garrett J, Jackman Aet al., 1995)

1. Acute back pain. Nyeri yang timbul selama enam minggu atau kurang. Hal ini ditandai dengan rasa nyeri yang menyerang secara tiba-tiba dan rentang waktu hanya sebentar, antara beberapa hari sampai beberapa minggu. Rasa nyeri ini dapat hilang atau sembuh.

2. Subacute back pain. Nyeri yang dirasakan selama 6 sampai dengan 12 minggu.

3. Chronic back pain. Nyeri yang timbul lebih dari 12 minggu. 2.5 PatologiLow Back Pain

LBP terjadi karena biomekanik vertebra lumbal akibat perubahan titik berat badan dengan kompensasi perubahan posisi tubuh dan akan menimbulkan nyeri. Ketegangan (strain) otot dan keregangan (sprain) ligamentum tulang belakang merupakan salah satu penyebab utama LBP. Bila seseorang duduk dengan tungkai atas berada pada posisi 90°, maka daerah lumbal belakang akan menjadi mendatar keluar yang dapat menimbulkan keadaan kifosis. Keadaan ini terjadi karena sendi panggul yang hanya berotasi sebesar 60°, mendesak pelvis untuk berotasi ke belakang sebesar 30° untuk menyesuaikan tungkai atas yang berada pada posisi 90°. Kifosis lumbal ini selain menyebabkan peregangan ligamentum longitudinalis posterior, juga menyebabkan peningkatan tekanan pada diskus


(47)

25

intervertebralis sehingga mengakibatkan peningkatan tegangan pada bagian dari annulus posterior dan penekanan pada nukleus pulposus (Samara, 2004). Hal ini dapat menimbulkan keluhan yang sangat mengganggu bagi pasien sehingga mengurangi kualitas kerja.

Keluhan utama pada pasien LBP yaitu nyeri dan keterbatasan aktivitas fungsional terutama yang berhubungan dengan mobilitas lumbal. Nyeri merupakan pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan pada tubuh, baik aktual maupun potensial yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut, sehingga nyeri dapat bervariasi berdasarkan intensitasnya (ringan, sedang, berat), kualitasnya (tajam, terbakar, tumpul), durasinya (transient, intermitten, persistent) dan penjalarannya (superfisial, profunda, lokal, difus) (Meliala, 2004).

2.6 Anatomi Punggung dan Tulang Belakang (Vertebrae)

Punggung merupakan struktur penyanggah sekaligus penghubung tubuh bagian atas dengan bagian bawah. Komponen utama punggung adalah tulang belakang, yang tersusun atas ruas-ruas tulang belakang, mulai dari bagian leher sampai tulang ekor.


(48)

26

Gambar 1. Anatomi Tulang Belakang (Snell, 2005)

Struktur tulang belakang pada manusia tersusun atas :

a. Tulang belakangcervical: terdiri atas 7 tulang yang memiliki bentuk tulang yang kecil denganspinaatau procesus spinosus(bagian seperti sayap pada belakang tulang) yang pendek kecuali tulang ke-2 dan ke-7. Tulang ini merupakan tulang yang mendukung bagian leher.

b. Tulang belakang thorax: terdiri atas 12 tulang yang juga dikenal sebagai tulang dorsal. Procesus spinosus pada tulang ini terhubung dengan tulang rusuk. Kemungkinan beberapa gerakan memutar dapat terjadi pada tulang ini.

c. Tulang belakang lumbal: terdiri atas 5 tulang yang merupakan bagian paling tegap konstruksinya dan menanggung beban terberat dari tulang yang lainnya. Bagian ini memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi tubuh dan beberapa gerakan rotasi dengan derajat yang kecil.


(49)

27

d. Tulang sacrum: terdiri atas 5 tulang dimana tulang-tulangnya tidak memiliki celah dan bergabung (intervertebral disc) satu sama lainnya. Tulang ini menghubungkan antara bagian punggung dengan bagian panggul.

e. Tulang belakangcoccygeus: terdiri atas 4 tulang yang juga tergabung tanpa celah antara 1 dengan yang lainnya. Tulang coccygeus dan sacrum tergabung menjadi satu kesatuan dan membentuk tulang yang kuat.

Pada tulang punggung dikenal istilah columna vertebralis yang disusun oleh vertebrae dan discus intervertebralis. Struktur ini bersifat fleksibel walaupun hanya dapat membuat suatu gerakan yang terbatas pada tulang punggung. Normalnya ukuran dan ciri khas vertebrae bervariasi untuk setiap regio columna vertebralis, bahkan sampai tingkat yang lebih rendah di dalam setiap regio. Namun, struktur dasarnya sama. Vertebrae tipikal terdiri dari corpus vertebrae, arcus vertebralis dan tujuh prosessus (Moore KL and Dalley AF, 2013).

Corpus vertebrare merupakan bagian anterior tulang yang lebih masif, secara kasar berbentuk silindris, yang memberi kekuatan pada columna vertebralis dan menopang berat tubuh. Ukuran corpus vertebrae meningkat seiring turunnya kolumna, paling jelas dari T4 di sebelah inferior, dan masing-masing menahan berat tubuh yang secara progresif lebih besar (Moore KL and Dalley AF, 2013).


(50)

28

Arcus vertebrae terletak di sebelah posterior corpus vertebrae dan terdiri dari dua (kanan dan kiri) pediculus dan lamina. Pediculus adalah suatu prosesus silindris pendek dan kiat yang berproyeksi ke posterior dari corpus vertebrae untuk bertemu dua lempeng tulang yang lebar dan rata yang disebut lamina, yang menyatu di garis tengah. Arcus vertebrae dan permukaan posterior corpus vertebrae membentuk dinding foramen vertebrae.

Pada vertebrae terdapat beberapa persendian yang dirancang untuk menahan berat tubuh dan memberi kekuatan. Permukaan yang berartikulasi dengan vertebrae yang berdekatan dihubungkan dengan discus intervertebralis yang memungkinkan terjadinya gerakan di antara vertebrae serta berperan dalam menyerap benturan. Setiap discus intervertebralis terdiri dari annulus fibrosus, suatu bagian fibrosa luar, yang tersusun atas lamela konsentrik fibrokartilago, dan massa sentral gelatinosa yang disebutnucleus pulposus.

Annulus fibrosus adalah suatu cincin fibrosa yang terdiri dari lamela konsentrik fibrokartilago yang membentuk lingkar discus intervertebralis. Annulus masuk ke dalam pinggir epifisial halus dan bundar pada permukaan artikular corpus vertebrae yang terbentuk oleh epifisis anular yang menyatu. Nucleus pulposus adalah inti sentral pada discus intervertebralis. Saat lahir, nukleus seperti pulpa mengandung 88% air dan awalnya lebih bersifat kartilaginosa daripada fibrosa. Sifat semi cairnya berperan untuk sebagian besar fleksibilitas dan kekenyalan


(51)

29

discus intervertebralis serta columna vertebralis sebagai keseluruhan (Moore KL and Dalley AF, 2013).

Vertebrae disuplai oleh cabang ekuatorial dan periosteal arteria segmentalis dan cervicalis utama dan cabang spinalisnya yang meliputi beberapa arteri yaitu arteri servikalis asenden dan desenden, arteri segmentalis utama, arteri intercostalis posterior, arteri lumbalis, arteri subcostalis dan arteri-arteri sekitar pelvis. Adapun inervasi untuk columna vertebralis sendiri berasal dari ramus meningeus (recurrens) nervi spinales yang berasal dari jaras saraf-saraf dari medula spinalis yang terdapat di dalam columna vertebralis itu sendiri ((Moore KL and Dalley AF, 2013).

2.7 PemeriksaanLow Back Pain

a) Inspeksi :

Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang membuat nyeri dan juga bentuk columna vertebralis, berkurangnya lordosis serta adanya skoliosis. Berkurang sampai hilangnya lordosis lumbal dapat disebabkan oleh spasme ototparavertebral(Lubis, 2003).


(52)

30

Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita: (1) Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah.

(2) Ekstensi ke belakang (back extension) seringkali menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada stenosis foramen intervertebralis di lumbal dan artritis lumbal, karena gerakan ini akan menyebabkan penyempitan foramen sehingga menyebabkan suatu kompresi pada saraf spinal.

(3) Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan menyebabkan nyeri pada tungkai, karena adanya ketegangan pada saraf yang mengalami inflamasi di atas suatudiskus protusio sehingga meningkatkan tekanan pada saraf spinal tersebut dengan jalan meningkatkan tekanan pada fragmen yang tertekan di sebelahnya (jackhammer effect).

(4) Lokasi biasanya dapat ditentukan bila pasien disuruh membungkuk ke depan ke lateral kanan dan kiri. Fleksi ke depan, ke suatu sisi atau ke lateral yang meyebabkan nyeri pada tungkai yang ipsilateralmenandakan pada sisi yang sama.

(5) Nyeri LBP pada ekstensi ke belakang pada seorang dewasa muda menunjukkan kemungkinan adanya suatu spondilolisis atau spondilolistesis, namun ini tidak patognomonik.

b) Palpasi

Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya kemungkinan suatu keadaan psikologis di bawahnya (psychological overlay). Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen yang menyebabkan


(53)

31

nyeri dengan menekan pada ruangan intervertebralis atau dengan jalan menggerakkan ke kanan ke kiri prosesus spinosus sambil melihat respons pasien. Pada spondilolistesis yang berat dapat diraba adanya ketidak-rataan pada palpasi di tempat/level yang terkena. Penekanan dengan jari jempol pada prosesus spinalis dilakukan untuk mencari adanya fraktur pada vertebra. Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan pada kelainan neurologis.

Refleks yang menurun atau menghilang secara simetris tidak begitu berguna pada diagnosis LBP dan juga tidak dapat dipakai untuk melokalisasi level kelainan, kecuali pada sindroma kauda ekuina atau adanya neuropati yang bersamaan. Refleks patella terutama menunjukkan adanya gangguan dari radiks L4 dan kurang dari L2 dan L3. Refleks tumit predominan dari S1. Harus dicari pula refleks patologis seperti babinski, terutama bila ada hiperefleksia yang menunjukkan adanya suatu gangguan upper motor neuron (UMN). Dari pemeriksaan refleks ini dapat membedakan akan kelainan yang berupa UMN atau LMN.

Pemeriksaan motoris: harus dilakukan dengan seksama dan harus dibandingkan kedua sisi untuk menemukan abnormalitas motoris yang seringan mungkin dengan memperhatikan miotom yang mempersarafinya. Pemeriksaan sensorik: Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena membutuhkan perhatian dari penderita dan tak jarang keliru, tapi tetap


(54)

32

penting arti diagnostiknya dalam membantu menentukan lokalisasi lesi sesuai dermatom yang terkena. Gangguan sensorik lebih bermakna dalam menunjukkan informasi lokalisasi dibanding motoris (Lubis, 2003).

Pemeriksaan fisik secara komprehensif pada pasien dengan nyeri pingggang meliputi evaluasi sistem neurologi dan muskuloskeletal. Pemeriksaan neurologi meliputi evaluasi sensasi tubuh bawah, kekuatan dan refleks-refleks.

a) Motorik

Pemeriksaan yang dilakukan meliputi : (1)Berjalan dengan menggunakan tumit

(2)Berjalan dengan menggunakan jari atau berjinjit

(3)Jongkok dan gerakan bertahan (seperti mendorong tembok) b) Sensorik

(1)Nyeri dalam otot (2)Rasa gerak c) Refleks

Refleks yang harus diperiksa adalah refleks di daerah achillesdanpatella, respon dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengetahui lokasi terjadinya lesi pada saraf spinal.


(55)

33

d) Test-test Test Lassegue

Pada tes ini, pertama telapak kaki pasien (dalam posisi 00) didorong ke arah muka kemudian setelah itu tungkai pasien diangkat sejauh 400 dan sejauh 900. Percobaan ini untuk merenggangkan nervus ischiadicus dan radiks-radiksnya. Penderita dalam posisi terlentang dan tidak boleh tegang (Harsono, 2009).

Gambar 2.Tes Lassegue (Harsono, 2009)

Test Patrick

Tes ini dilakukan untuk mendeteksi kelainan di pinggang dan pada sendi sakroiliaka. Tindakan yang dilakukan adalah fleksi, abduksi, eksorotasi dan ekstensi.


(56)

34

Gambar 3. Tes Patrick (Harsono, 2009)

Test Kebalikan Patrick

Dilakukan gerakan gabungan dinamakan fleksi, abduksi, endorotasi, dan ekstensi meregangkan sendi sakroiliaka. Test Kebalikan Patrick positif menunjukkan kepada sumber nyeri disakroiliaka.

Pemeriksaan Penunjang Low Back Pain a) X-ray

X-ray adalah gambaran radiologi yang mengevaluasi tulang,sendi, dan luka degeneratif pada spinal. Gambaran x-ray sekarang sudah jarang dilakukan, sebab sudah banyak peralatan lain yang dapat meminimalisir waktu penyinaran sehingga efek radiasi dapat dikurangi. X-ray merupakan tes yang sederhana dan sangat membantu untuk menunjukan keabnormalan pada tulang. Seringkali X-ray merupakan penunjang diagnosis pertama untuk mengevaluasi nyeri punggung, dan biasanya dilakukan sebelum melakukan


(57)

35

tes penunjang lain seperti MRI atau CT scan. Foto x-raydilakukan pada posisi anteroposterior (AP), lateral, dan bila perluobliquekanan dan kiri.

Gambar 4. Hasil foto lumbar spine

b) Myelografi

Myelografi adalah pemeriksan x-ray pada spinal cord dan canalis spinal. Myelografi merupakan tindakan infasif, yaitu cairan yang berwarna medium disuntikan ke kanalis spinalis, sehingga struktur bagian dalamnya dapat terlihat pada layar fluoroskopi dan gambarx-ray. Myelogram digunakan untuk diagnosa pada penyakit yang berhubungan dengan diskus intervertebralis, tumor spinalis, atau untuk abses spinal.


(58)

36

Gambar 5. Hasil foto spinal cord

c) CT (Computed Tomography) Scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) CT-Scan merupakan tes yang tidak berbahaya dan dapat digunakan untuk pemeriksaan pada otak, bahu, abdomen, pelvis, spinal, dan ekstremitas. Gambar CT-scan seperti gambaran X-ray 3 dimensi.

MRI dapat menunjukkan gambaran tulang belakang yang lebih jelas daripada CT-scan. Selain itu MRI menjadi pilihan karena tidak mempunyai efek radiasi. MRI dapat menunjukkan gambaran tulang secara sebagian sesuai dengan yang dikehendaki. MRI dapat memperlihatkan diskus intervertebralis, nerves, dan jaringan lainnya pada punggung.


(59)

37

d) Electro Miography (EMG) / Nerve Conduction Study (NCS)

EMG / NCS merupakan tes yang aman dan non invasif yang digunakan untuk pemeriksaansaraf pada lengan dan kaki.

EMG / NCS dapat memberikan informasi tentang : (1) Adanya kerusakan pada saraf

(2) Lama terjadinya kerusakan saraf (akut atau kronik)

(3) Lokasi terjadinya kerusakan saraf (bagian proksimalis atau distal) (4) Tingkat keparahan dari kerusakan saraf

(5) Memantau proses penyembuhan dari kerusakan saraf

Hasil dari EMG dan MRI dapat digunakan untuk mengevaluasi kondisi fisik pasien dimana mungkin perlu dilakukan tindakan selanjutnya yaitu pembedahan. 2.8 Tata LaksanaLow Back Pain

Biasanya LBP hilang secara spontan. Kekambuhan sering terjadi karena aktivitas yang disertai pembebanan tertentu. Penderita yang sering mengalami kekambuhan harus diteliti untuk menyingkirkan kelainanneurologik yang mungkin tidak jelas sumbernya. Berbagai telaah yang dilakukan untuk melihat perjalanan penyakit menunjukkan bahwa proporsi pasien yang masih menderita LBP selama 12 bulan adalah sebesar 62% (kisaran 42%-75%), sedikit bertentangan dengan pendapat umum bahwa 90% gejalalow back pain akan hilang dalam 1 bulan (Meliala, 2004).


(60)

38

Penanganan terbaik terhadap penderita LBP adalah dengan menghilangkan penyebabnya (kausal) walaupun tentu saja pasien pasti lebih memilih untuk menghilangkan rasa sakitnya terlebih dahulu (simptomatis). Jadi perlu digunakan kombinasi antara pengobatan kausal dan simptomatis. Secara kausal, penyebab nyeri akan diatasi sesuai kasus penyebabnya. Misalnya untuk penderita yang kekurangan vitamin saraf akan diberikan vitamin tambahan. Para perokok dan pecandu alkohol yang menderita LBP disarankan untuk mengurangi konsumsinya. Pengobatan simptomatik dilakukan dengan menggunakan obat untuk menghilangkan gejala-gejala seperti nyeri, pegal atau kesemutan. Pada kasus LBP karena tegang otot dapat dipergunakan Tizanidine yang berfungsi untuk mengendorkan kontraksi otot (central muscle relaxan). Untuk pengobatan simptomatis lainnya kadang-kadang memerlukan campuran antara obat-obat analgesik, anti inflamasi, NSAID, obat penenang dan lain-lain. Apabila dengan pengobatan biasa tidak berhasil, mungkin diperlukan tindakan fisioterapi dengan alat-alat khusus maupun dengan traksi (penarikan tulang belakang). Tindakan operasi mungkin diperlukan apabila pengobatan dengan fisioterapi ini tidak berhasil misalnya pada kasus HNP atau pengapuran yang berat (Sunarto, 2005).

Penatalaksanaan LBP ini cukup kompleks. Di samping berobat pada spesialis penyakit saraf (neurolog), mungkin juga diperlukan berobat ke spesialis penyakit dalam (internist), bedah saraf, bedah orthopedibahkan mungkin perlu konsultasi pada psikiater atau psikolog. Dalam beberapa kasus, masih banyak kasus dokter menyarankan istirahat total untuk penyembuhan kasus LBP , penelitian baru


(61)

39

menyatakan bahwa aktivitas yang kurang tidak akan mengurangi gejala LBP (Wichaksana,dkk. 2009).

Beragamnya penyebab LBP memiliki penatalaksanaan yang bervariasi pula. Meski demikian, pada dasarnya dikenal dua tahapan terapi LBP yaitu:

1. Terapi Konservatif (tirah baring, medikamentosa dan fisioterapi). 2. Terapi Operatif

Kedua tahapan ini memiliki tujuan yang sama yaitu rehabilitasi. Pengobatan nyeri punggung sangat tergantung penyebabnya.Terdapat beragam tindakan untuk nyeri punggung, dari yang paling sederhana yaitu istirahat (bedrest), misalnya untuk kasus otot tertarik atau ligamen sprain, sampai penanganan yang sangat canggih seperti mengganti bantal tulang belakang. Jika denganbedresttidak juga sembuh, maka harus ditingkatkan dengan pemeriksaan sinar X atau dengan MRI (magnetic resonance imaging). Setelah itu, bisa dilakukan fisioterapi, pengobatan dengan suntikan, muscle exercise, hingga operasi. Masih ada lagi teknik pengobatanlain, misalnya melalui pembedahan dengan endoskopi(spinal surgery), metode pasang pen, sampai penggantian bantalan tulang (Subhan, 2008).

Mengatasi low back pain juga tidak cukup dengan obat atau fisioterapi. Hal itu hanya mengurangi nyeri, tetapi tidak menyelesaikan masalah. Penderita harus menjalani pemeriksaan untuk mengetahui sumber masalahnya. Penyembuhan bisa melalui pembedahan atau latihan mengubah kebiasaan yang menyebabkan nyeri.


(62)

40

Latihan itu menggunakan alat-alat pelatihan medis untuk melatih otot-otot utama yang berperan dalam menstabilkan serta mengokohkan tulang punggung (Sunarto, 2005).

2.9 Lama Kerja

Menurut Balai Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1991) menyatakan bahwa, “Lama kerja merupakan pengalaman individu yang akan menentukan pertumbuhan dalam pekerjaan dan jabatan”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) pengalaman kerja didefinisikan sebagai suatu kegiatan atau proses yang pernah dialami oleh seseorang ketika mencari nafkah untuk menuntut kebutuhan hidupnya.

Lamanya seseorang bekerja yang optimal dalam sehari pada umumnya 6 sampai dengan 8 jam. Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan tersebut biasanya tidak disertai dengan efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya terlihat penurunan produktivitas serta kecenderungan untuk timbulnya kelelahan, penyakit dan kecelakaan dalam bekerja (Suma’mur, 2009).

2.10 Indeks Massa Tubuh (IMT)

Indeks massa tubuh (IMT) adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) seseorang. IMT dipercayai dapat menjadi indikator atau mengambarkan kadar lemak dalam tubuh seseorang. IMT


(63)

41

tidak mengukur lemak tubuh secara langsung, tetapi penelitian menunjukkan bahwa IMT berkorelasi dengan pengukuran secara langsung lemak tubuh seperti underwater weighing dan dual energy x-ray absorbtiometry (Grummer-Strawn LM et al., 2002). IMT merupakan alterrnatif untuk tindakan pengukuran lemak tubuh karena murah serta metode skrining kategori berat badan yang mudah dilakukan.

Untuk orang dewasa yang berusia 20 tahun ke atas, IMT diinterpretasikan menggunakan kategori status berat badan standar yang sama untuk semua umur bagi pria dan wanita. Untuk anak – anak dan remaja, interpretasi IMT adalah spesifik mengikuti usia dan jenis kelamin (CDC, 2009).

Klasifikasi IMT

Berat badan kurang Kisaran normal Berat badan lebih Berisiko

Obes I Obes II

< 18.5 18.5-22.9

≥ 23 23 -24.9

25-29.9 ≥ 30


(64)

42

2.11 Kerangka Pemikiran

Manusia dalam menjalankan pekerjaannya dipengaruhi oleh beberapa faktor, ada yang bersifat menguntungkan maupun merugikan yang dapat menyebabkan penyakit akibat kerja seperti low back pain. Faktor tersebut antara lain adalah faktor fisiologis. Faktor fisiologis yang disebabkan oleh sikap badan yang kurang baik dan lama kerja yang melebihi normal, menimbulkan kelelahan fisik bahkan lambat laun dapat menimbulkan keluhan.

Berdasarkan studi yang dilakukan secara klinik, biomekanika, fisiologi dan epidemiologi didapatkan kesimpulan bahwa terdapat tiga faktor yang menyebabkan terjadinyalow back painakibat bekerja (Armstrong, 2009) yaitu : a. Faktor pekerjaan (work factors) seperti lama kerja, postur tubuh,

repetisi, pekerjaan statis dan pekerjaan yang memaksakan tenaga. b. Faktor individu (personal factors) seperti masa kerja, usia, jenis

kelamin, posisi kerja, kebiasaan merokok dan obesitas.

c. Faktor lingkungan (environmental factors) seperti getaran dan temperatur ekstrem.


(65)

43

2.12 Profil Petani Di Desa Munca Kabupaten Pesawaran

Penelitian dilaksanakan di Desa Munca, Kabupaten Pesawaran yang terdiri dari tiga dusun yaitu Dusun Munca, Dusun Wirda dan Dusun Sungkai. Jumlah penduduk di desa ini adalah 1.265 jiwa berdasarkan data profil desa tahun 2014 yang terdiri dari laki-laki sebanyak 628 jiwa dan perempuan sebanyak 637 jiwa. Mata pencaharian terbesar di desa ini adalah petani dan buruh tani, dimana jumlah petani berjumlah sebanyak 204 jiwa dan buruh tani sebanyak 180 jiwa (Data Profil Desa Munca, 2014). Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala desa dan aparat desa, diketahui bahwa komoditas terbesar Desa Munca adalah melinjo yaitu 85% dari hasil pertanian dan perkebunan diikuti dengan cokelat, durian, petai, cengkeh, dan pala. Berdasarkan hasil survey melalui wawancara, petani di Desa Munca sebagian besar merupakan kelompok usia produktif dengan rata-rata lama kerja sekitar 6 sampai dengan 8 jam sehari. Penduduk di desa tersebut melakukan pekerjaan mereka secara konvensional dengan alat-alat tani yang sederhana seperti arit, golok dan sabit tanpa menggunakan alat bantu mesin, kemudian hasil panen mereka dikumpulkan dan dibawa dengan menggunakan kampek (keranjang selempang) atau semunde (keranjang pikul).Kendala utama yang dialami penduduk adalah sulitnya akses dari perkebunan untuk kembali ke dusun asal karena jalan yang masih buruk, walaupun demikian penduduk tetap bersemangat bekerja untuk menghidupi keluarga mereka.


(66)

44

2.13 Kerangka Teori

Gambar 6. Hubungan Faktor Risiko Terhadap KeluhanLow Back Pain(LBP) (Sumber: Armstrong & Chaffin, 2009)

Faktor Pekerjaan (work factors) : 1. Postur tubuh 2. Repetisi 3. Pekerjaan statis 4. Pekerjaan yang

memaksakan tenaga 5. Lama Kerja

Faktor Individu (personal factors) : 1. Masa kerja 2. Usia

3. Jenis kelamin 4. Posisi Kerja

5. Kebiasaan Merokok 6. Obesitas

Faktor Lingkungan (environmental factors) : 1. Getaran

2. Temperatur ekstrem

KeluhanLow Back Pain (LBP)

Keterangan :

: Terdapat faktor yang diteliti

: Tidak terdapat faktor yang diteliti


(67)

45

2.14 Kerangka Konsep

Gambar 7. Kerangka Konsep Hubungan Usia, Lama Kerja, Masa Kerja dan Indeks Massa Tubuh (IMT) terhadap KejadianLow Back Pain(LBP).

2.15 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka dapat dirumuskan suatu hipotesis bahwa :

1. Terdapat hubungan antara usia terhadap kejadianlow back pain(LBP) pada petani di Desa Munca, Kabupaten Pesawaran.

2. Terdapat hubungan antara lama kerja terhadap kejadian low back pain (LBP) pada petani di Desa Munca, Kabupaten Pesawaran.

Usia

KejadianLow Back Pain (LBP)

Indeks Massa Tubuh (IMT) Lama Kerja

Variabel Pengganggu Trauma, penyakit

tulang belakang, menopause Variabel Bebas

Variabel Terikat


(68)

46

3. Terdapat hubungan antara masa kerja terhadap kejadian low back pain (LBP) pada petani di Desa Munca, Kabupaten Pesawaran.

4. Terdapat hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) terhadap kejadianlow back pain(LBP) pada petani di Desa Munca, Kabupaten Pesawaran.


(69)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Rancangan penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu dengan cara pengumpulan data sekaligus pada suatu waktu (Notoatmodjo, 2007) dengan tujuan untuk mencari hubungan usia, lama kerja, masa kerja dan indeks massa tubuh (IMT) terhadap kejadianlow back painpada petani di Desa Munca, Kabupaten Pesawaran.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan Desa Munca, Kabupaten Pesawaran. 3.2.2 Waktu Penelitian


(70)

8

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian adalah sejumlah subjek besar yang mempunyai karakteristik tertentu. Karakteristik subjek ditentukan sesuai dengan ranah dan tujuan penelitian (Sastroasmoro, 2007). Populasi terjangkau (accessible population) suatu penelitian adalah bagian dari populasi yang dapat dijangkau oleh peneliti. Dengan perkataan lain populasi terjangkau adalah bagian populasi yang dibatasi oleh tempat dan waktu (Sastroasmoro, 2007). Populasi terjangkau untuk penelitian ini adalah semua orang yang bekerja sebagai petani yang ada di Desa Munca, Kabupaten Pesawaran pada bulan September dan Oktober 2015 sebanyak 204 petani.

3.3.2 Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah consecutive sampling. Pada consecutive sampling, semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi. Consecutive sampling ini merupakan jenis non-probability sampling yang paling baik, dan sering merupakan cara termudah. Sebagian besar penelitian klinis (termasuk uji klinis) menggunakan teknik ini untuk pemilihan subjeknya (Sastroasmoro, 2007). Dengan menggunakan teknik tersebut, maka populasi memiliki kesempatan


(1)

Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 5(2):162-163: Yogyakarta.

Forastieri V. 1999. Improvement of Working Conditions and Environment in The Informal Sector Through Safety and Health Measures. International Labour Office.

Fuller G. 2009. Panduan Praktis Pemeriksaan Neurologis. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Grummer-Strawn LM, Pietrobelli A, Goulding A, Goran MI, Dietz WH.2002. Assesing Your Weight: About BMI for Adult. American Journal of Clinical Nutrition dalam Centers of Disease Control and Prevention. 2009. http://cdc.gov/healthyweight/assesing/bmi/adult.bmi/index.html. [Diakses Pada Tanggal 17 Agustus 2015].

Haerani. 2010. Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Di Bidang Pertanian Di Indonesia. Jurnal MKMI. Vol 6(3). Juli.

Harsono. 2005. Buku Ajar Neurologis Klinis. Jakarta: Gadjah Mada University Press. Harsono. 2009. Kapita Selekta Neurologi. Cetakan ketujuh. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

ILO. 2001. Konvensi ILO No. 184 tahun 2001 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Bidang Pertanian. Jeneva. ILO.

Kantana T. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keluhan Low Back Pain Pada Kegiatan Mengemudi Tim Ekspedisi PT Enseval Putera Metragading Jakarta Tahun 2010. Skripsi. Jakarta: FKIK Universitas Islam Negeri.

Ladou, Joseph. 1994. Occupational Health and Safety National Safety Council. Illionis Lailani TM. 2013. Hubungan Antara Peningkatan Indeks Massa Tubuh dengan Kejadian Nyeri Punggung Bawah Pada Pasien Rawat Jalan Di Poliklinik RSUD Dokter Soedarso Pontianak. Skripsi. Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura. Pontianak.

Laporan Final Penelitian Pengembangan Komoditas Produk/Jenis Usaha Unggulan UKMK 2012. 2012 Provinsi Lampung; Bank Indonesia

Lubis Z. 2003. Status Gizi Ibu Hamil Serta Pengaruhnya Terhadap Bayi yang Dilahirkan. Posted 7 November.

Lumenta. 2007. Posisi Duduk Tentukan Kesehatan Punggung. Naskah Publikasi. Jakarta.


(2)

Maria S. 2014. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Angka Kejadian Low Back Pain Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta

Markkanen P. 2004 Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia. Kertas Kerja 9 ILO: Jakarta. ILO

Masoudi A, Taghadosi M, Sharifi H, Afzhali H. Epidemiology of Hospitalized Patietnts with Discopathy in Shahid Behesthi Hospital of Kashan in 1982-1985. Feiz. 96-101.

McGlynn, E.A and Clark, K.A, 2000. Low Back Pain. Dalam Quality of Care for General Medical Conditions: A Review of The Literature and Quality Indicators. Editor: Kerr, E.A. Asch, S.M Diakses melalui: http//www.rand.org/publications/MR/MRI180/mr1280.ch.15,pdf.

Meliala L.2004. Penatalaksanaan Nyeri Punggung

Bawah.http://www.kalbe.co.id/index.php?mn=news&tipe=detail=17713. Diakses tanggal 11 Agustus 2015.

Milyandra. 2009. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. http://milyandra.wordpress.com/2009/02/07/kesehatan-dan-keselamatan-kerja . Diakses 11 Agustus 2015.

Moore KL, Dalley AF. 2013. Anatomi Berorientasi Klinis. Text Book. Wolters Kluwer. Lippincot Williams & Wilkins. PT Gelora Aksara Pratama. 5th Ed (2). 2-38 Moore, Keith L. 2002. Anatomi Klinis Dasar. EGC. Jakarta; 236-39.

Munir S. 2012. Analisis Nyeri Punggung Bawah Pada Pekerja Bagian Final Packing Dan Part Supply Di PT X Tahun 2012. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Jakarta..

Nusa Y. 2013. Hubungan Antara Umur, Lama Kerja dan Getaran dengan Keluhan Sistem Muskuloskeletal pada Sopir Bus Trayek Manado – Langowan di Terminal Karombasan. Manado.

Nikolov V, Petkova MP and Loura M. 2009. Obesity and Low Back Pain Post Menopausal Woman. Bulgone. J.Biomed Clin Res 2(2) 99-102.

Nilsen LIT, Holtermann A, Mork JP. 2011. Physical Exercise, Body Mass Index, and Risk of Chronic Pain in The Low Back and Neck/Shoulders. Am J Epidemiol. 174 (3): 267-273.


(3)

Patrianingrum M, Oktaliansah E, Surahman E. 2015. Prevalensi dan Faktor Risiko Nyeri Punggung Bawah Di Lingkungan Kerja Anestesiologi Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung. Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Jurnal Anestesi Perioperatif (JAP). 3(1):47-56.

Pheasant. 2003. Antropometry, Ergonomics and The Design of Work. New York: Taylor and Francais Group.

Pratiwi et al., 2009. Beberapa Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Penjual Jamu Gendong. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia. Vol (4). 1. 63-64.

Putri AS. 2013. Hubungan Masa Kerja dan Posisi Kerja dengan Kejadian Low Back Pain (LBP) pada Pekerja Pembersih Kulit Bawang di Unit Dagang Bawang Lanang Kelurahan Iringmulyo Kota Metro. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Rachmani S. 2014. Hubungan Lama Kerja Dan Posisi Kerja Dengan Kejadian Low Back Pain (LBP) Pada Pengrajin Batik Tulis Di Kemiling Bandar Lampung. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Lampung

Rahmaniyah DA. 2007. Analisa pengaruh Aktivitas Kerja dan Beban angkat Terhadap Kelelahan Muskuluskeletal. nomor 2/ tahun X Juli. Gema Teknik: Surakarta. Rahmaniyah DA. 2007. Analisa Pengaruh Aktivitas Kerja dan Beban Angkat Terhadap

Kelelahan Muskuloskeletal. Skripsi. Vol 2 (1).

Republik Indonesia. 1986 Peraturan Menteri RI No. 3 Tahun 1986. Jakarta. Pemerintah RI. Jakarta.

Republik Indonesia. 2001. Peraturan Pemerintah RI No. 81 tahun 2001 tentang Alat dan Mesin Budidaya Tanaman. Jakarta.

Rusyanto. 2008. Pengaruh Lamanya Posisi Kerja Terhadap Keluhan Subyektif Low Back Pain Pada Pengemudi Bus Kota Di Terminal Giwangan. Naskah Publikasi. Halaman 1-6.

Sadeli HA dan Tjahjono B. 2001. Nyeri Punggung Bawah. Dalam Meliala L. (penyunting). Nyeri Neuropatik: Patofisiologi dan Penatalaksanaan. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 145-167.

Samara D, 2004. Lama dan Sikap Duduk Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Nyeri Pinggang Bawah. 23(2)63–67.

Sastrasmoro S, Ismael S. 2011. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi IV. Sagung Seto: Jakarta.


(4)

Sastroasmoro S, Ismael, S. 2007. Dasar – Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : Binarupa Aksara

Seidell JC, Bakx KC, Deurenberg P, Burema J, Hautvast JGAJ, Hugen FJA. 1986. The relation between overweight and subjective health according to age, social class, slimming behavior and smoking in Dutch adults. Am J Public Health. 76(12)1401-15.

Setyawati. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Nyeri Punggung Bawah Pada Pasien rawat Jalan di Poliklinik Neurologi RSPAD Gatot Soebroto [Skripsi]. Universitas Pembangunan Nasional Veteran: Jakarta.

Sherwood L. 2012. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Buku Ajar. Jakarta. Edisi (6): EGC.

Shiri R, Karppinen J, Leino-Arjas Pi, Soloveiva S, Viikari-Juntura E. 2010 The Association Between Obesity and Low Back Pain: a meta analysis. Am J. Epidemiol. 171(2)135-54.

Smith DR, Wei N, Zhao L, Wang RS. 2004. Musculoskeletal Complaints and Phychosocial Risk Factors Among Chinese Hospital Nurses.Occupational Med. 54(8) 579-82.

Snell, R.2005.Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi Keenam. Cetakan Pertama. EGC Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta. Hlm.130-145.

Sopajareeya C, Viwatwongkasem C, Lapvongawatana P, Hong O, Kalampakorn S. 2009. Prevalence and Risk Factors of Low Back Pain Among Nurses In a Thai Public Hospital. J Med Assoc Thai. 92(Suppl 7): 593-9

Sprince N, Zwerling C, Lynch C, Whitten P, Thu K, Gillette P, Burmeister L, Alavanja M. 2003. Risk Factors for Falls Among Iowa Farmers: A Case-Control Study Nested in TheAgricultural Health Study. Am J Ind Med 44(3):265-272.

Subhan, Anton. 2008. Penatalaksanaan Nyeri Punggung Bawah. Rineke Cipta. Jakarta. Hlm 135.

Suma’mur P.K, 1987. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Cetakan Pertama. CV. Haji Mas Agung. Jakarta. Halaman 1.

Suma’mur PK. 2009. Higiene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja (HIPERKES). Jakarta: Sagung Seto.


(5)

Suzilawati. 2005. Batu Ginjal Bukan Satu – Satunya Pemicu Nyeri Pinggang. Vol 5. Bandung: Harian Pikiran Rakyat.

Tan HC dan Horn SE. 1998. Practical Manual of Physical Medicine and Rehabilitation. Mosby Year Book. St. Louis.

Tarwaka, Bakri S, Sudiadjeng L. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas; Penerbit UNIBA Press; 2004; Surakarta.

Tirtayasa, K. 2010. Aspek Ergonomi Faktor Risiko Nyeri Pinggang. Majalah Kedokteran Udayana. 31 (109). 114 – 19

Topobroto HS. 2002. Kebijakan dan Kondisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia. ILO: Jakarta.

Trimunggara. 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keluhan Low Back Pain Pada Kegiatan Mengemudi Tim Ekspedisi PT. Enseval Putera Megatrading Jakarta Tahun 2010. Skripsi. Universitas Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Tsang, I.K.Y. 1993. Persperctive on Low Back Pain. Current Opinion in Rheumatology. 5. 219 – 23

Umami AR, Hartanti RI, Dewi A. 2014. Hubungan Antara Karakteristik Responden dan Sikap Kerja Duduk Dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain) Pada Pekerja Batik Tulis. Universitas Jember: e-Journal Pustaka Kesehatan. Vol (2).1.

Van Tulder MW, Koes BW. 2001. Clinical Guidelines For The Management of Low Back Pain in Primary Care: An International Comparison. PubMed. 26(22) 2504-13.

Warapsari DL, Sugiyanto Z, Hartini E. 2014. Hubungan Posisi Kerja dan Waktu Kerja Terhadap Nyeri Pinggang Bawah (Low Back Pain) Pada Pekerja Pengolahan Bandeng Presto Kelurahan Bandengan Kecamatan Kendal Tahun 2014. [Skripsi] Semarang: Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro.

Wardani DW, Natalia D. 2010. Nyeri Punggung Pada Operator Komputer Akibat Posisi dan Lama Duduk. Ilmu Kesehatan Masyarakat/Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Jurnal MKB. Vol 42(3). Lampung Wichaksana, dkk. 2009. Peran Ergonomi Dalam Pencegahan Akibat Kerja. Jurnal

Ergonomi Indonesia. Jakarta.

Widiyanti EC, Basuki E, Jannis J. 2009. Hubungan Sikap Tubuh Saat Mengangkat dan Memindahkan Pasien Pada Perawat Perempuan dengan Nyeri Punggung Bawah. Majalah Kedokteran Indonesia. Vol 59(3). Maret. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.


(6)

Widyastuti R. 2009. Analisa Pengaruh Aktivitas Kerja dan Beban Angkat Terhadap Kelelahan Musculoskeletal. Gema Teknik Vol 2: 28-29.

Wijayanti, TS. 2010. Hubungan Antara Nyeri Muskuloskeletal dengan Kondisi Stasiun Kerja dan Ukuran, Serta Posisi Tubuh Petani.Vol.2(2) Surabaya: Media AntroUnairDotNet.

Wilson, JR, Corlette EN. 1995. Graduation of Human Work: A Practical Ergonomics Methodology.London: Taylor and Franchis Ltd.