Kegunaan Penelitian PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah.

6 lain yang harus diperhatikan saat memilih bahan litter adalah harganya yang murah dan banyak tersedia. Limbah pertanian dan pengolahan kayu yang banyak digunakan sebagai litter, diantaranya adalah sekam padi, jerami padi, dan serutan kayu. Sekam padi memiliki kelebihan yang baik dalam menyerap air, bebas debu, kering, mempunyai kepadatan yang baik, tidak mudah lapuk, dan selalu tersedia. Akan tetapi, kelemahannya yaitu cepat menggumpal atau memadat, mempunyai daya serap air lebih tinggi dari jerami padi karena mempunyai kandungan air yang rendah sekitar 16,30 dibandingkan dengan jerami padi yaitu 16,91 Mugiyono dkk., 2004. Jerami padi memiliki kelebihan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya lepuh dada, mempunyai daya absorpsi yang baik, efektif sebagai absorban, dan mudah dibersihkan sedangkan kelemahannya yaitu sulit didapat karena jerami padi bersifat musiman. Serutan kayu memiliki kelebihan dapat menyerap air dengan baik sehingga akan meminimalisir timbulnya bibit penyakit yang diakibatkan karena lantai yang basah dan lembab. Kelemahannya yaitu dapat menimbulkan sedikit luka pada bagian dada karena serutan kayu berpartikel besar dan sedikit kasar, kepadatannya rendah dan kurang sehat sebagai alas untuk pemeliharaan karena tidak baik bagi pernapasan broiler. Kondisi litter basah akan menghasilkan dampak negatif terhadap performa ayam dan berujung pada kerugian ekonomi. Litter basah bisa terjadi akibat bercampur 7 dengan ekskreta, air minum yang tumpah atau terkena tetesan air hujan. Kondisi tersebut akan memicu timbulnya penyakit, sehingga produktivitas ayam tidak optimal. Oleh sebab itu, yang dibutuhkan dalam hal ini ialah bagaimana mengatur litter agar kadar airnya tetap normal 20--25, kadar amonia berkisar antara 15-- 20 ppm, derajat keasaman pH 5, dan suhu litter berkisar 31--32 C . Litter yang basah akan menimbulkan bau jika tidak diganti akan menimbulkan beberapa masalah, diantaranya menghasilkan gas amonia. Beberapa literatur menyebutkan bahwa kadar amonia sebesar 25 ppm atau lebih, bisa menyebabkan kerugian berupa pembengkakan nilai FCR dan penurunan berat badan saat panen Medion, 2009. Selama pemeliharaan broiler di closed house, ekskreta yang dikeluarkan oleh unggas akan terkumpul di litter. Ekskreta ialah kotoran unggas yang bercampur dengan urin, sehingga dengan adanya ekskreta tersebut maka akan meningkatkan kadar air yang terdapat di dalam litter. Selain kadar air, ekskreta unggas yang telah mengalami dekomposisi oleh bakteri juga akan menghasilkan amonia yang akhirnya akan meningkatkan kadar amonia di dalam litter. Ekskreta yang menumpuk pada litter akan berpengaruh terhadap pH litter, dimana ekskreta mempunyai pH yang basa antara 8,38--8,39 Weaver, 2001. Oleh sebab itu, dengan semakin banyak ekskreta yang dihasilkan oleh broiler dan menumpuk di litter, maka pH litter akan semakin meningkat basa. Menurut Zuprizal 2009, pH litter akan memengaruhi produksi amonia, meningkatnya kadar amonia di dalam litter juga dapat meningkatkan pH dan suhu litter. Peningkatan pH disebabkan oleh kandungan amonia yang bersifat basa, 8 semakin banyak kadar amonia yang terkandung di dalam litter, maka semakin tinggi nilai pH litter yang dihasilkan basa. Hal yang sama juga berlaku pada suhu litter. Semakin tinggi kandungan amonia di dalam litter, maka semakin tinggi pula suhu litter tersebut. Hal ini disebabkan oleh amonia akan terdekomposisi oleh bakteri dan menghasilkan panas. E. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah 1 adanya pengaruh jenis bahan litter terhadap kualitas litter di closed house kadar air, kadar amonia, pH, dan suhu litter; 2 terdapat jenis bahan litter yang terbaik terhadap kualitas litter di closed house kadar air, kadar amonia, pH, dan suhu litter.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Broiler

Broiler adalah istilah untuk menyebutkan strain ayam hasil budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi pakan yang baik dan dapat dipotong pada usia yang relatif muda sehingga sirkulasi pemeliharaannya lebih cepat dan efisien serta menghasilkan daging yang berkualitas baik Murtidjo, 1995. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5--6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging. Waktu panen yang relatif singkat membuat broiler mempersyaratkan pertumbuhan yang cepat, warna bulu putih, dada lebar yang disertai timbunan daging yang baik Kartasudjana dan Suprijatna, 2006. Broiler memiliki kelebihan dan kelemahan, kelebihannya adalah daging empuk, ukuran badan besar, bentuk dada lebar, padat dan berisi, efisiensi terhadap pakan cukup tinggi, sebagian besar dari pakan diubah menjadi daging dan pertambahan berat badan sangat cepat. Kelemahannya adalah memerlukan pemeliharaan secara intensif dan cermat, relatif lebih peka terhadap suatu infeksi penyakit, dan sulit beradaptasi Murtidjo, 1987. 10 Menurut Rasyaf 2004, broiler memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan ayam kampung dan ayam petelur oleh karena itu broiler menjadi unggas yang efisien untuk dibudidayakan. Istilah broiler merupakan istilah asing yang menunjukkan cara memasak ayam di negara-negara barat dan hingga kini belum ada istilah yang tepat untuk menggantikannya. Ciri-ciri broiler mempunyai tekstur kulit dan daging yang lembut serta tulang dada merupakan tulang rawan yang fleksibel. Kondisi broiler yang baik dipengaruhi oleh pembibitan, pakan, dan pemeliharaan Ensminger, 1998. Broiler termasuk jenis unggas yang memiliki sifat homeoterm, yaitu menjaga agar suhu tubuhnya selalu konstan meskipun berada pada temperatur lingkungan yang lebih tinggi daripada temperatur tubuhnya dengan cara radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi North dan Bell, 1990. Pertumbuhan ayam dipengaruhi oleh bangsa, jenis kelamin, umur, kualitas ransum, dan lingkungan. Untuk mendapatkan berat badan yang sesuai dengan yang dikehendaki pada waktu yang tepat, maka perlu diperhatikan pakan yang tepat. Kandungan energi pakan yang tepat dengan kebutuhan ayam dapat memengaruhi konsumsi pakannya dan ayam jantan memerlukan energi yang lebih banyak daripada betina, sehingga ayam jantan mengonsumsi pakan lebih banyak Anggorodi, 1995. Kualitas ransum menentukan keberhasilan dalam pemeliharaan broiler. Penyusunan ransum broiler didasarkan pada kandungan energi metabolis dan protein. Pada fase starter 0--3 minggu, ransum yang digunakan harus 11 mengandung protein 23 dan energi metabolis 3200 kkalkg. Kandungan protein ini cukup tinggi, agar bisa mendukung pertumbuhan ayam. Masa pertumbuhan broiler yang paling cepat yaitu sejak menetas sampai umur 3--4 minggu. Kandungan lain yang harus diperhatikan yaitu serat kasar sebanyak 7, lemak 8, kalsium 1, dan phospor yang tersedia sekitar 0.45. Bahan pakan yang biasa digunakan pada ransum broiler yaitu jagung kuning, dedak halus, bungkil kelapa, bungkil kedelai, tepung ikan, minyak kelapa Kartasudjana dan Suprijatna, 2006. Pada fase finisher 4--6 minggu, kondisi pertumbuhan broiler mulai menurun. Pada fase ini, protein dalam ransum diturunkan menjadi 20 sedangkan energi ransum yang digunakan 3000-3200 kkalkg. Namun beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa pemeliharaan broiler dapat menggunakan satu jenis ransum dengan protein 22 dan energi metabolis 3000 kkalkg sampai waktu panen. Bahan penyusun ransum pada fase starter tidak berbeda dengan bahan penyusun ransum pada fase finisher. Bentuk fisik ransum yang biasa diberikan pada broiler dapat berbentuk pellet, mash, atau crumble Kartasudjana dan Surijatna, 2006. Daging broiler memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, serta memiliki peranan penting dalam memenuhi kebutuhan gizi terutama protein hewani. Kandungan protein dalam daging broiler sebesar 18,20 per 100 gram daging ayam. Daging dan bahan makanan yang berasal dari daging broiler mengandung asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia untuk kesehatan fisik, perkembangan mental, dan kecerdasan, serta memiliki kalori sebesar 404 Kkal per 100 gram daging ayam. Kandungan gizi yang cukup lengkap yang dimiliki oleh