HUKUM ACARA PERDATA 002

(1)

HUKUM ACARA PERDATA

Dosen :

1. Hadidjah Karjoso, S.H.

2. Efa Laela Fahriah, S.H., M.H. 3. Sudaryat, S.H.

PENGERTIAN

• Hukum Acara Perdata (Haper) adalah sekumpulan peraturan yang mengatur tentang cara bagaimana seseorang bertindak terhadap negara atau badan-badan hukum begitu pula sebaliknya kalau seandainya hak dan kepentingan mereka terganggu, melalui suatu badan yang disebut badan peradilan sehingga terdapat tertib hukum (litigasi).

• Peraturan yang digunakan untuk membela hak dan kepentingan jika diganggu (oleh pihak yang merasa diganggu).

• Dalam perdata diajukan atau tindaknya suatu perkara sangat tergantung pada seseorang yang hak dan kepentingannya terganggu (yang bersangkutan) dan tidak tergantung pada polisi.

SIFATNYA :

• Sebagaimana kita ketahui bahwa hukum yang tergolong private recht bersifat mengatur, dan hukum yang tergolong publiek recht bersifat memaksa.

• Haper bersifat memaksa, mengandung arti bahvva bila telah terjadi suatu proses acara perdata di pengadilan maka ketentuannya tidak dapat dilanggar melainkan harus ditaati oleh para pihak (kalau tidak ditaati berakibat merugikan bagi pihak yang berperkara).

• Sifat Haper yang memaksa ini tidak dalam konteks hukum publik karena Haper sendiri termasuk hukum privat, tetapi sifat mcmaksa ini dalam konteks memaksa kepada para pihak apabila telah masuk pada suatu proses acara perdatanya di pengadilannya.


(2)

KEGUNAANNYA

• Untuk mencapai tertib hukum karena dalam hukum perdata materil tidak diatur bagaimana cara mempertahankan hak dan kepentingan seseorang maka untuk menyelesaikan diperlukan hukum acara perdata, dengan demikian maka kegunaan Haper adalah untuk mempertahankan Hukum Perdata materiil.

• Hukum perdata materil: peraturan-peraturan yg mengatur mengenai keperdataan. • Sebagai hukum privat HAPER mengatur, tapi jika tidak ada orang yang masuk ke

dalamnya HAPER memaksa untuknya.

TUJUANNYA:

• Memberi perlindungan oleh pengadilan untuk mencegah terjadinya tindakan main hakim sendiri (eigenrechting) sehingga tercapai tertib hukum dimana seseorang mempertahankan haknya melalui badan peradilan sehingga tidak terjadi perbuatan sewenang-wenang.

HAPER: inisiatif diajukan tidaknya suatu perkara ada pada pihak yg merasa dilanggar haknya atau dirugikan

HAPID: tidak tergantung pada pihak merasa dirugikan (kecuali delik aduan)

• Jadi tujuan Haper adalah untuk mencapai tertib hukum, dimana seseorang mempertahankan haknya melalui badan peradilan, sehingga tidak akan terjadi perbuatan sewenang-wenang.

PARA PIHAK DALAM HAPER:

Penggugat: orang yang berinisiatif menggugat orang lain yang dianggap merugikan dirinya.

Tergugat: dirasa telah melanggar hak dan kepentingan tergugat.

Jumlah tergugat mempengaruhi biaya mengajukan perkara (1:1=300-500ribu, +1 = +75ribu).

Turut tergugat: seharusnya jadi penggugat yang ia melepas hak dan kewajibannya tapi ia menanggung akibat hukum tergugat, ia harus masuk pihak agar terkena putusan hakim jika tidak maka ia tidak terkena putusan hakim.


(3)

Dalam HAPER dikenal adanya:

- Partij materil: pihak yg berhubungan langsung atau memiliki masalah langsung (belum tentu itu formil)

- Partij formil: pihak yg memiliki syarat dari partij tersebut.

Pengacara tidak termasuk kedua-duanya tapi sebagai kuasa hukum keberadaan dia sebagai profesional (hubungan bisnis)

Contoh:

Partij formil ; ibu yg suaminya meninggal menjadi wali bagi anak-anaknya. Partij materil ; anak (dari hubungan diatas) menjadi mempunyai hak. Pihak : mereka yang berkepentingan langsung dengan perkara.

SUMBER HUKUM:

• Sumber Hukum Haper adalah : - hukum positif

- yurisprudensi (putusan hakim yang punya kekuatan hukum tetap) - surat edaran M.A.

- instruksi M.A.

- adat kebiasaan yg dianut oleh hakim - doktrin/ilmu pengetahuan

• Sumber Hukum positif Haper :

Pasal 5 (UU darurat No1/1951) = oleh PN diberlakukan HIR/RBG, karena meski sudah di RUU-kan tapi belum diundangkan.

1. HIR (het herziene indonesich reglement) untuk Jawa, Madura. (Stb. 1941 No. 44, yang berlaku khusus untuk Jawa dan Madura) RBG (reglement buittengewesten) untuk luar Jawa, Madura.

(Stb. 1927 No. 227, berlaku untuk wilayah di luar Jawa dan Madura)

2. UU No 20/1947 tentang acara banding untuk Jawa, Madura. RBG untuk luar Jawa, Madura.

3. UU No 14/1970 ketentuan pokok kekuasaan kehakiman 4. UU No 2/1986 peradilan umum


(4)

6. UU No 7/1989 peradilan agama (mengacu pada hukum acara perdata contoh: saksi adalah alat bukti).

7. UU No 4/1998 kepailitan (mengacu kepada hukum acara perdata sepanjang UU tersebut tidak mengatur secara khusus.

8. UU No 1/1998 perubahan UU kepailitan.

9. Peraturan MA No 1/00 : gijzeling/paksa badan yang diberlakukan lagi oleh Gus dur (agar orang-orang yang berutang mau membayar) yang sebelumnya dicabut karena dianggap bertentangan dengan UUD 45 (kemanusiaan) oleh SEMA kecuali bagi piutang terhadap negara.

10. Keputusan Menteri Keuangan No.336/2000 tentang paksa badan dalam rangka perurusan piutang negara.

11. RV (reglement acara perdata untuk golongan eropa) hal-hal yang tidak diatur dalam HIR dan RBG, adanya cuma di RV.

12. KUHPerdata buku 1 dan 2 (bukti dan daluarsa).

13. Peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan hukum acara perdata

ASAS-ASAS HAPER

1. Hakim bersifat menunggu,

- Inisiatif ada pada pihak yang berkepentingan - Hakim menunggu datangnya tuntutan hak

- Jika diajukan, Hakim tidak boleh menolak (baik dengan alasan tidak jelas maupun tidak ada hukumnya) (pasal 14 (]) UU No. 14 tahun 1970).

- Hakim dianggap tahu hukumnya (ius curia novit).

- Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat (pasal 27 Undang-undang No. 14 Tahun l970).

- Hakim harus menggali dan mengadili menurut hukum (pasal 5 (1) UU No. 14 Tahun l970).

- Hakim harus mengadili menurut undang-undang (pasal 20 AB) -dalam asas legisme: hakim sebagai corong undang-undang.

- Berdasarkan pasal 20 AB maka Hakim harus mengadili menurut undang-undang sedangkan berdasarkan pasal 5 (1) UU No. 14 Tahun 1970 hakim harus


(5)

mengadili menurut hukum, berkaitan dengan hal ini maka berlaku asas lex posteriori derogat legi priori (undang baru mengalahkan undang-undang lama).

2. Hakim pasif,

- Ruang lingkup sengketa ditentukan oleh pihak yang berperkara, Hakim tidak boleh menambah atau mengurangi.

- Hakim hanya membantu mencari keadilan dan berusaha mengatasi hambatan untuk tercapainya keadilan.

- Hakim aktif dalam memimpin sidang dan memberi nasehat (pasal 30 HIR). - Hakim terikat pada peristiwa yang diajukan para pihak.

- Hakim wajib mengadili seluruh gugatan dan dilarang menjatuhkan putusan atau perkara yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih dari pada yang dituntut (pasal 178 (2) dan (3) HIR).

- Pihak yang berkepentingan dapat secara bebas mengakhiri sengketa yang telah diajukan ke pengadilan dan hukum tidak dapat menghalang-halangi.

3. Sifat terbukanya persidangan

- Sidang pengadilan adalah terbuka untuk umum kecuali Undang-undang menentukan lain (pasal 17 (1) Undang-undang No. 14 Tahun 1970).

- Tujuannya memberikan perlindungan hak asasi manusia dalam pengadilan serta menjamin objektivitas.

- Putusan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengakibatkan putusan batal demi hukum.

- Meskipun sidang tertutup, persidangan harus tetap terbuka dan dinyatakan terbuka untuk umum lebih dahulu sebelum dinyatakan tertutup.

4. Mendengar kedua belah pihak

- Kedua belah pihak harus diperlakukan sama, tidak boleh memihak. - Kedua belah pihak harus didengar keterangannya (audi et alterampartem)

- Hakim tidak boleh menerima keterangan dari salah satu pihak sebagai benar sebelum pihak lawan dibcri kesempatan untuk didengar.

- Pengajuan alat bukti harus dilakukan di muka sidang. 5. Putusan harus disertai alasan,


(6)

- Sebagai pertanggungjawaban hakim atas putusamya terhadap masyarakat, kepada pihak pengadilan lebih tinggi dan ilmu hukum.

- Menurut yurisprudensi : Putusan tidak lengkap atau kurang cukup dipertimbangkan merupakan alasan unluk kasasi dan harus dibatalkan.

- Kita tidak menganut asas the binding forcc of precedent (keputusan hakim sebelumnya bersifat mengikat terhadap kasus serupa), melainkan dianut asas the persuasive force of precedent (hakim boleh mengikuti keputusan hakim sebelumnya tetapi tidak harus).

Alasan mengapa Hakim mengikuti kcputusan hakim sebelumnya : 1. Hakim sebelumnya lebih senior;

2. Pertimbangan bahwa jika dilakukan upaya hukum, maka hukumannya akan sama;

3. Merasa cocok ĺ alasan No (3) inilah yang paling tepat dalam menerapkan asas the binding force of precedent (di Indonesia).

6. Beracara dikenai biaya

Meliputi: Biaya kepaniteraan, panggilan sidang, biaya pemberitahuan para pihak, biaya materai, dan biaya kuasa hukum.

7. Tidak ada keharusan mewakilkan.

- Para pihak dapat dibantu atau diwakili oleh kuasanya kalau dikehendaki (pasal 123 HIR);

- Dalam pasal 123 HIR, pasal 35 - 38 UU No. 14 tahun 1970 mengenai LBH ĺ tidak ada keharusan bagi pihak-pihak yang berperkara untuk mewakilkan kepada orang lain akan tetapi para pihak dapat dibantu/diwakili oleh kuasa yang mau pada waktu ia menghendaki, sedangkan dalam KUHPdt ĺ mengharuskan mengenai wakilnya di pengadilan karena kalau tidak maka menyebabkan batalnya tuntutan hak atau diputus secara verstek;

- Tidak ada kewajiban untuk mewakilkan, dengan demikian tidak ada pengertian asas verpliche procureurstelling seperti yang diatur dalam RV, dimana mewakilkan untuk beracara merupakan suatu keharusan.


(7)

BAGAN PROSES BERACARA DI PENGADILAN

Keterangan :

A : Tingkat Pengadilan Negeri B : Tingkat Pengadilan Tinggi C : Tingkat Mahkamah Agung

SUSUNAN DAN KEKUASAAN BADAN PERADILAN 1. Peradilan Umum

2. Peradilan Agama 3. Peradilan Militer

4. Peradilan Tata Usaha Negara

*)Pengadilan = perpecahan dari peradilan umum : PN, PT, MA. (pasal 10 UU No. 14 tahun 1970)

PEMERIKSAAN PERKARA DI PENGADILAN 1. Pengaduan gugatan (oleh penggugat)

2. Jawaban (oleh tergugat terhadap gugatan)

3. Replik (tanggapan atas jawaban dari tergugat, diajukan oleh penggugat) 4. Duplik (tanggapan terhadap replik, diajukan oleh tergugat).


(8)

5. Pembuktian. 6. Kesimpulan akhir.

7. Putusan akhir (dalam putusan ini ada putusan tetap/eksekusi, yang diterima oleh para pihak, dan putusan tidak tetap/para pihak belum menerima salah satu pihak melakukan proses hukum)

IDEAL BERACARA

Pengajuan gugatan (Penggugat/P) ĺ jawaban (Tergugat/T) ĺ replik/penguat dalil penggugat (P), merupakan tanggapan penggugat atas Jawaban tergugat ĺ duplik/penguat dalil jawaban tergugat (T) ĺ (hakim bisa memberi putusan sela) kesimpulan ke-1 ĺ pembuktian ĺ (hakim bisa memberi putusan sela) kesimpulan akhir ĺ putusan akhir (1. Tidak tetap dan 2. Tetap) ĺ bagi putusan tetap bisa dilakukan eksekusi sedangkan bagi putusan tidak tetap bisa dilakukan upaya hukum selanjutnya didapat putusan tetap yang akhimya dapat dieksekusi.

• Biasanya replik dan duplik terjadi hanya sekali (undang-undang sendiri membolehkan lebih dari satu kali, jika hakim masih belum mengetahui apa permasalahan yang disengketakan atau para pihak masih membutuhkan).

PROSES PENGURAIAN PERKARA PERDATA 1. Tindak pendahuluan :

- Menentukan apakah akan mengutus sendiri / membiarkan kuasa. - Mengumpulkan bukti-bukti yang cukup dan membuat surat gugatan.

- Mengajukan gugatan dengan mendaftar di pengadilan serta membayar uang muka biaya perkara (untuk 2/3 x sidang oleh penggugat dulu).

- Gugatan diberi nomor perkara dan keterangan pengadilan yang menentukan siapa hakim / majelis yang memeriksa perkara.

- Ditentukan sidang hari pertama dan pemanggilan para pihak.

- Dilakukan pemanggilan sidang oleh panitera, pemangilan dianggap sah bila diterima langsung oleh para pihak.


(9)

2 Tindakan penentuan

- Dilakukan pemeriksaan perkara dimuka persidangan.

- Hakim membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum, para pihak dipanggil masuk ruang sidang.

- Pemeriksaan di persidangan berlangsung dalam beberapa pertemuan, dimulai dengan ;

1. Pemeriksaan surat gugatan. 2. Acara jawab menjawab.

3. Penyerahan dan pemeriksaan alat bukti/pembuktian.

- Selesai pembuktian para pihak mengajukan kesimpulan akhir dan hakim memutuskan perkara.

3. Tindakan pelaksanaan

Putusan hakim harus memperhatikan keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan yang seyogyanya ditetapkan secara professional.

Jika perkara sudah diputus oleh hakim dan para pihak menerimanya maka putusan itu telah mempunyai ketetapan hukum positif.

Pelaksanaan putusan dapat dilakukan secara sukarela /dengan paksaan melalui bantuan pengadilan (eksekutif) dalam hal demikian pihak yang menang harus mengajukan eksekusi ke pengadilan, putusan yang dapat di eksekusi hanya putusan yang mempunyai kekuatan hukum yang pasti dan bersifat memenuhi hukum.

PARA PIHAK YANG BERPERKARA • Dalam Haper:

Penggugat adalah orang yang merasa bahwa haknya itu dilanggar,

Tergugat adalah orang yang ditarik ke muka pengadilan karena ia dianggap melanggar hak seseorang atau beberapa orang.

• Dalam Haper dikenal:

Partai formil (123 HIR) adalah pihak yang menghadap muka pengadilan guna kepentingan orang lain (wali, kurator),


(10)

• Pengacara tidak termasuk partai formil karena ia ada di muka pengadilan dengan adanya suatu perjanjian kerja dengan imbalan upah dan harus memakai surat kuasa khusus.

• Dalam Haper tidak dikenal turut penggugat, yang dikenal adalah turut tergugat. TUNTUTAN HAK

• Tuntutan hak dapat berupa:

1. Permohonan; (untuk menguatkan hak) tanpa sengketa,

- hakim sebagai tenaga administrasi (hanya mengesahkan), - bentuknya pcnetapan,

- para pihak adalah pemohon/termohon. 2. Gugatan;

- ada sengketa,

- hakim memutuskan dan mengadili, - bentuknya putusan,

- para pihak adalah penggugat/ tergugat

PERKARA PERDATA:

Permohonan : penetapan hakim (tidak ada sengketa hanya kehendak untuk ditetapkan status hukumnya, misal: adopsi)

Gugatan : putusan hakim (ada sengketa)

DASAR PENGAJUAN PERMOHONAN: - pengangkatan anak

- ganti nama

DASAR PENGAJUAN GUGATAN: • perbuatan melawan hukum

• ingkar janji • ganti rugi • waris • perceraian


(11)

• gugat cerai (istri ingin cerai tapi suami tidak menceraikan)

- jika suami yg mengajukan : mengajukan talaq sampai keluar izin (dengan alasan dan bukti yang jelas).

- pernyataan penjatuhan talaq (dalam akta cerai harus ada pernyataan cerai dari suami).

- jika gugatan diajukan ke PN pemeriksaan /prosesnya sama seperti biasa. • putusan hakim : penetapan = permohonan

: putusan = gugatan

• penetapan ahli waris cukup ke RT/RW setempat. PERMOHONAN

- Tidak ada sengketa.

- Batasan berupa penetapan/ bersifat administrative (hakim sebagai pejabat administratif)

- Isi permohonan :

1. Identitas pemohon/kuasanya. 2. Apa yang dimohonkan.

3. Alasan pengajuan permohonan.

4. Hal yang diinginkan diputus untuk ditetapkan hakim.

GUGATAN :

Pengajuan gugatan :

1. LISAN (pasal 120 HIR) jika penggugat tidak dapat menulis/ buta huruf maka gugatan dapat diajukan lisan kepada ketua PN yang akan mencatat gugatan tersebut. Syaratnya :

- cap jempol

- waarmerking (pernyataan dari LBH /yang berhak/ yang berwenang bahwa cap jempol yang dibubuhkan adalah sah bagi yang membawa surat tersebut). Kedua syarat tersebut mutlak harus ada.

2 TULISAN (pasal 118 HIR), gugatan diajukan secara tertulis yang di tandatangani oleh penggugat /wakilnya kepada ketua PN dalam daerah mana tergugat bertempat tinggal.


(12)

• Tanda tangan bermakna bahwa yang bertanda tangan mengakui kebenaran dari surat yang ditandatanganinya.

• Isi gugatan : (diatur dalam UU Acara Perdata, pasal 8 ayat (3) R.V.) 1. Identitas para pihak

2. Posita/ fundamentum petendi (memuat gambaran yang jelas tentang duduk persoalannya, atau dengan kata lain dasar gugatan harus dikemukakan dengan jelas.

Posita tecrdiri dari 2 bagian:

a. Bagian berdasarkan kenyataan, b. Bagian berdasarkan hukum. Dalam praktek ada 2 teori:

a. Substantiering theori → menghendaki supaya di dalam dakwaan itu segala hal dari awal hingga akhir (kronologis) dikemukakan, yang kiranya akan mcnjadi pertimbangan bagi hakim, semua itu harus diperletakan.

b. Individualisering theorie → menghendaki tidak secara detail.

Tetapi hanya yang relevan saja (mulai dari yang berhubungan saja) dengan pertimbangan bahwa penggugat sudah dianggap cukup terang didalam mengajukan tuntutannya apabila apa yang dikehendakinya itu di dalam garis besarnya sudah dapat diwujudkan (umumnya dianggap yang benar dan dijadikan pedoman di dalam yurisprudensi/dianut di Indonesia).

Indonesia menganut individualisering theorie, karena dengan adanya pembuktian maka dianggap sudah cukup.

3. Petitum (hal yang diinginkan diminta oleh penggugat agar diputuskan/ditetapkan dan diperintahkan oleh hakim). Petitum harus lengkap dan jelas (misal, mengenai sita jaminan maka dimohonkan untuk dinyatakan sah dan berharga). • Pada asasnya, gugatan diajukan di tempat tinggal tergugat (asas aqtor sequitor

forum rei) (pasal 118 HIR).

• KTP merupakan bukti formal yang menunjukkan kediaman (tempat tinggal -tempat ia berdiam dalam waktu lama, kediaman - tepat ia berdiam sewaktu-waktu).

• Pengecualian asas aqtor sequitor forum rei, antara lain : 1. Jika tempat tinggal tergugat tidak diketahui


(13)

3. Jika para tergugat dalam hubungan pihak yang berutang dan penanggung (diajukan di tempat tinggal orang yang benar-benar berutang).

4. Jika mengenai barang tetap, Terdapat 2 pendapat; a. Diajukan ditempat barang tetap berada.

b. Berlaku apabila tempat tinggal tergugat tidak diketahui.

5. Jika dengan suatu akta telah dipilih tempat penyelesaian sengketa (penggugat jika mau, merupakan hak istimewa penggugat).

• Surat gugat diharuskan : - mencantumkan tanggal,

- menyebutkan secara jelas identitas penggugat dan tergugat/ turut tergugat, - tidak perlu bermaterai,

- bertanda tangan/cap jempol setelah di-waarmerking, - didaftarkan di kepanitcraan PN yang bersangkutan, - membayar persekot/uang muka biaya perkara. • Gugatan yang diajukan dapat :

1. Dikabukan 2. Tidak dikabulkan

a. tidak diterima (di N.O.) solusinya adalah diperbaiki, dapat di N.O. apabila :

- isi gugatan tidak berdasarkan hukum. - Belum sampai pada pokok perkara - Upaya hukum

b. ditolak solusinya banding, dapat ditolak apabila : - gugatan tidak beralasan

- telah memperhatikan pokok perkara - upaya hukum

- ne bis in idem (tidak dapat menyidangkan 2 perkara yang sama).

KEWENANGAN MENGADILI

Merupakan kewenangan hakim / pengadilan umum untuk mengadili. Terbagi menjadi dua :


(14)

a. Absolut, yaitu badan pengadilan yang diberikan kepada pengadilan yang diberikan kepada pengadilan untuk mengadili/ dalam memeriksa jenis perkara-perkara tertentu yang secara mutlak tidak bisa diperiksa oleh badan peradilan lain baik dalam lingkungan pengadilan yang sama atau berbeda. Contoh : kasus perceraian, yang muslim tidak bisa diajukan di Pengadilan Negeri, harus tetap di Pengadilan Agama. Dan pembatalan sertifikat di PTUN (bukan di Pengadilan Negeri karena itu adalah beschikking yang dikelurkan oleh negara/ pemerintah). Hakim harus memberhentikan perkara jika ia tahu itu bukan kewenangan pengadilan tersebut dan ia harus menyerahkan ke pengadilan yang berhak (tanpa atau dengan eksepsi/ jawaban / bantahan) dan dalam kewenangan ini tidak ada batas waktu.

b. Relatif, adalah kewenangan badan peradilan yang sejenis untuk memeriksa suatu perkara secara relatif (berwenang/ atau tidak). Contoh : harus ada eksepsi itu harus ada kewenangannya, hakim harus memperhatikan, harus pada sidang I (untuk kasus penduduk Bale Bandung, tapi diadili di Pengadilan Negeri Bandung). Tapi jika tidak ada eksepsi (dari tergugat) untuk kewenangan relatif, tidak apa-apa. Misal baru diketahui di tengah-tengah, maka pengadilan tetap berjalan, tidak usah dihentikan. • Kekuasaan PN dalam perkara perdata meliputi seluruh sengketa mengenai hak milik

atau hak yang timbul karenanya, serta hak-hak keperdataan lainnya, kecuali bila undang-undang menentukan lain.

• Bagi yang beragama Islam gugatan perceraian, sengketa waris, sengketa harta bersama, perwalian, perwakafan dan sengketa berkaitan dengan perkawinan, harus diajukan kepada Pengadilan Agama.

• Jika tidak ada eksepsi (jawaban pertama) dari tergugat maka berkenaan dengan kewenangan relatif yang keliru/salah, hakim boleh melanjutkan, lain halnya dengan kompetensi absolut maka kapanpun dan tanpa eksepsi pun, hakim harus menghentikan perkara.

SURAT KUASA/ PEMBERIAN KUASA

- Surat kuasa yang dimaksud di sini adalah surat kuasa khusus, yaitu surat kuasa yang diberikan kepada kuasa hukum untuk menyelesaikan perkara di pengadilan.

- Dikatakan khusus karena diberikan hanya untuk menyelcsaikan perkara di pengadilan.


(15)

- Dapat dicabut secara sepihak kapan saja (tetapi etikanya melalui pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang menerima kuasa).

- Surat kuasa substitusi (surat kuasa limpahan); bisa seluruhnya atau sebagian, harus ada pemyataan hak substitusi, harus memenuhi peraturan bea materai (karena akan dijadikan barang bukti).

- Surat kuasa istimewa adalah surat kuasa yang diberikan berkaitan dengan alat bukti pengakuan dan sumpah, yaitu dimana ia sendiri harus melakukan pengakuan atau sumpah tetapi dikuasakan kepada orang lain (penerima kuasa istimewa).

- HIR tidak menganut asas verplichte procureur stelling (asas yang mengharuskan memberi kuasa kepada kuasa hukum).

- Pasal 123 HIR hanya menyebutkan bahwa para pihak dapat dibantu/ diwakili oleh kuasanya jika dihendaki. Hakim wajib memeriksa surat keterangan yang diajukan kepadanya meskipun tidak mewakilkan pada kuasa.

- Tidak ada ketentuan seorang wakil/ kuasa harus sarjana.

- Surat kuasa khusus : surat yang mewakili kewenangan orang lain kepada orang lain. - Syarat kuasa khusus untuk berita acara di pengadilan yang di kuasakan secara

eksplisit disebutkan (mengenai penanganan perkara apa) yaitu mengenai hal yang diajukan ke pengadilan.

Misal: mengajukan dan membuat surat. : mengajukan dan membuat memori.

ISI SURAT KUASA KHUSUS:

1. Identitas yang dikuasakan dan yang menguasakan. 2. Apa yang dikuasakan (perkara pidana/ perdata).

3. Terdaftar secara hukum (cukup yang memberi kuasa saja) dan meterai, agar surat tersebut mempunyai kekuatan hukum.

SURAT KUASA SUBSTITUSI:

yaitu pengganti/ pelimpahan untuk menjaga kemungkinan, missal. pihak yang diberi kuasa berhalangan hadir, dan proses hukum harus tetap berjalan. Artinya kuasa tersebut dapat dikuasakan lagi terhadap kuasa yang lain.


(16)

o Sebagian (hanya pada saat itu/ tertentu saja).

o Seluruh (berhalangan tetap sehingga perkara tersebut selanjutnya dikuasai oleh

kuasa hukum substitusi.

SURAT KUASA ISTIMEWA: - pengakuan

- sumpah

Untuk hal tertentu tidak dapat diwakilkan kepada orang lain, kecuali keadaan mendesak. PERDAMAIAN

• Dapat dilakukan:

1. Di luar sidang di bawah tangan/ akta di bawah tangan. 2. Di muka sidang putusan perdamaian.

Perdamaian di muka sidang bukan merupakan ADR tetapi tetap merupakan court dispute.

• Pasal 130 HIR :

- Hakim harus selalu berusaha mendamaikan,

- Harus tertulis dalam bentuk akta perdamaian/ putusan perdamaian. - Tidak boleh banding.

• Pasal 131 HIR Jika tidak tercapai perdamaian maka pemeriksaan perkara dilanjutkan.

• Hakim perdamaian desa merupakan bentuk pengadilan menurut Hukum adat untuk menyelesaikan perselisihan diantara penduduk mengenai adat kebiasaan desa dan perikehidupan sehari-hari di desa itu.

• Menurut pasal 120a jo. 135a hakim tidak terpengaruh oleh Hakim perdamaian desa.

• Kalau akta perdamaian berbentuk akta dibawah tangan maka sengketa tersebut bisa diajukan lagi ke pengadilan.

• Kalau akta perdamaian berbentuk putusan, maka pada hakikatnya tak ada upaya hukum baginya tapi kalaupun mau kasasi maka yang dasar/alasannya adalah tentang penerapan hukumnya (tentang keadilannya).


(17)

SITA JAMINAN

• Sita jaminan memberikan jaminan kepada pihak pemenang agar tidak hanya menang di atas kertas (dengan cara melelangnya).

• Dibagi menjadi:

1. Sita jaminan terhadap barang milik pcmohon/pcnggugat; a. Sita revindikatoir (pasal 226 HIR),

b. Sita marital (823a R.V.)

2. Sita jaminan tcrhadap barang milik termohon/tergugat (konservatoir) (pasal 227 HIR).

Barang milik pemohon/penggugat  sita Revindikator (barang penggugat ada di tergugat)  sita Marital Masalah utang piutang.

Barang milik debitur tergugat ; - Barang begerak.

- Barang tetap.

- Barang bergerak di pihak ke-3. - Terhadap kreditur.

- Pandbeslag.

- Atas barang debitur yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap di Indonesia atau WNA.

- Atas Pesawat terbang.

- Penyataan barang milik Negara.

Dimungkinkan adanya pernyataan di bawah kuasa pihak tergugat atau pihak ke-3 untuk dijadikan jaminan agar jika nanti putusannya menang maka pihak lawan pemohon bisa meminta sita lebih dari harga seharusnya.

Masalah piutang

Piutang satu juta tetapi barang sitaan 1 Milyar, adalah hakim yang memutuskan/ mengabulkan.

- Hakim tidak boleh mengabulkan melebihi yang di tuntut - Posita ; dasar gugatan – kenyataan


(18)

- Petitum ; tuntutan yang diajukan oleh penggugat.

SITA KONSERVATOIR (CONSERVATOIR BESLAG/ CB)

• Sita jaminan terhadap barang milik debitor/ tersita tergugat yang merupakan tindakan persiapan dari debitur untuk menjamin dapat dilaksanakan putusan perdata dengan menjual barang sitaan untuk memenuhi tuntutannya.

- Hanya dapat terjadi berdasarkan perintah PN atas permintaan penggugat.

- Harus ada dugaan kuat atau balasan bahwa tergugat selama proses berlangsung berusaha untuk mengalihkan barangnya tersebut.

- Dapat dimohonkan pada sita dalam petitum harus dimohonkan agar permintaan untuk di kembalikan.

• Dalam posita dikatakan penggugat punya utang dalam petitum harus dikatakan ia harus bayar. Posita dan petitum harus saling mendasar dan berhubungan satu sama lain, jika tidak ada hubungan maka tidak akan dikabulkan.

• Sita jaminan dapat diajukan bersama sama dengan pokok perkara atau terpisah, tapi tidak mungkin suatu permohonan sita jaminan merupakan hak yang berdiri sendiri. - Bersama petitum dalam gugatan dinyatakan “sita jaminan atas barang tergugat

dinyatakan itu sah dan berharga”.

- Sendiri jika terlupa boleh terpisah kemudian bisa sampai banding. - Putusan adapula putusan sela (dikembalikan).

• Pemohon sita jaminan harus dinyatakan “sah dan berharga” sehingga memperoleh titel eksekutorial-berubah menjadi sita eksekutorial karena begitu ada putusan maka mempunyai kekuatan hak tetap.

• Titel eksekutorial jika sudah ada putusan tetap maka dapat berubah menjadi sita esekusi (bisa dilaksanakan-dijual).

• Pencabutan sita dapat dilakukan setiap saat dan akan dikabulkan untuk Hakim bila debitur menyediakan tabungan yang cukup, juga jika sita jaminan itu tidak ada manfaatnya (ditentukan hakim).

• Yaitu: barang bergerak, barang tetap, barang bergerak yang ada di pihak ke-3, terhadap kreditur, panbeslag/gadai sudah tidak berlaku, barang debitur yang ridak mempunyai tempat tinggal tetap di Indonesia atau orang asing bukan penduduk Indonesia, pesawat terbang, barang milik negara.


(19)

• Merupakan tindakan persiapan dari penggugat untuk menjamin dapat dilaksanakan putusan perdata dengan menjual barang tergugat yang disita untuk memenuhi gugatannya.

• Asas-asas dalam sita konservatoir;

- tidak boleh dipindahkan (karena barang jaminan), - meletakan sita jaminan harus bayar,

- kalau menang maka sita diangkat,

- harus ada dugaan kuat (karena barangnya adalah milik tergugat sehingga akan mudah dipindahkan),

- kalau tidak dinyatakan secara sah dan berharga maka tak dapat dieksekusi. • Dari pasal 227 HIR dapat kita simpulkan bahwa berkenaan dengan sita konservatoir:

a. Harus ada sangkaan yang beralasan, bahwa tergugat sebelum putusan dijatuhkan atau dilaksanakan mencari akal akan menggelapkan atau melarikan barang-barangnya,

b. Merupakan barang milik tergugat, c. Permohonan diajukan kepada Ketua PN, d. Permohonan diajukan secara tertulis,

e. Dapat diletakan baik terhadap barang bergerak maupun barang tidak bergerak. • Sita jaminan dapat diajukan bersama-sama dengan pokok perkara atau terpisah dari

pokok perkara, tetapi tidak mungkin merupakan tuntutan hak yang berdiri sendiri. • Umumnya diajukan sebelum dijatuhkan putusan dan disalukan dalam gugatan tetapi

dapat juga permohonan sita jaminan diajukan setelah ada putusan akan tetapi putusan tersebut belum dapat dijalankan, atau juga dapat diajukan pada waktu perkara diperiksa di tingkat banding. Apabila putusan sedang dilaksanakan maka sita yang dimohonkan agar dilakukan adalah sita eksekutorial.

• Permohonan sita jaminan harus dinyatakan sah dan berharga sehingga diperoleh titel eksekutorial berubah menjadi sita eksekutorial.

• Pencabutan sita dapat dilakukan setiap saat dan akan dikabulkan oleh hakim bila debitur menyediakan tanggungan yang cukup, juga sita jaminan itu tidak ada manfaatnya.

• Yang dapat disita secara conservatoir 1. Barang bergerak milik debitur.


(20)

2. Barang tetap milik debitur.

3. Barang bergerak milik debitur yang ada ditangan orang lain.

Barang yang disita tidak dapat dibekukan atau dialihkan tapi tetap ada ditangan pemiliknya / tersita.

Persamaan antara sita revindikatoir dan sila konservatoir (terletak pada maksudnya), yaitu antara lain :

1. Untuk menjamin gugatan apabila dikemudian hari dikabulkan,

2. Dapat dinyatakan sah dan berharga apabila dilakukan menurut cara yang ditentukan undang-undang dan dalam hal gugat dikabulkan,

3. Dalam hal gugat ditolak atau dinyatakan tidak dapat diterima, maka keduanya akan diperintahkan untuk diangkat.

• Berkenaan dengan fiducia, maka oleh karena hak miliknya telah diserahkan dan pihak tergugat hanya mempunyai hak pakai saja, maka sita yang dimohonkan adalah sita revindikatoir.

• Panbeslag adalah semacam sita jaminan, yang dimohonkan oleh orang yang menyewakan rumah atau tanah, agar supaya diletakkan suatu sitaan terhadap perabotan rumah tangga pihak penyewa/tergugat guna menjamin pembayaran uang sewa yang harus dibayar (pasal 751 R-V.).

• Barang tetap milik pcmohon yang ada di tangan orang lain bisa di-revindikatoir beslag, meskipun secara teori maka harusnya sita revindikatoir (karena) milik penggugat tetapi undang-undang tidak mengatur demikian.

SITA REVINDIKATOIR (REVINDICATOIR BESLAG/ RB)

• Sita revindikatoir adalah penyitaan atas barang bergerak milik pemohon yang ada di tangan orang lain atas permintaan pemilik barang baik secara lisan maupun tertulis. • Permohonan diajukan kepada hakim yang memeriksa perkara hakim memberi

perintah penyitaan dengan surat penetapan.

• Barang yang disita harus tetap dibiarkan ada pada pihak tersita untuk disimpan. • Akibat hukumya pemohon/penyita tidak dapat menguasai barang yang disita,

sebaliknya tersita tidak boleh mengasingkannya.

• Tidak perlu ada dugaan yang beralasan bahwa barang tersebut akan dialihkan (karena memang barang bergerak mudah untuk dipindahtangankan).


(21)

• Berdasarkan pasal 226 HIR maka agar dapat diletakkan sila revindikatoir, a. harus berupa benda bergerak,

b. merupakan barang milik penggugat yang ada di tangan tergugat, c. diajukan kepada Ketua PN,

d. dapat diajukan secara lisan/tertulis,

e. barang tersebut harus diterangkan secara seksama dan terperinci.

SITA MARITAL (MARITAL BESLAG/ MB)

• Berlaku bagi mereka yang tunduk pada BW, karena menurut BW seorang isteri tidak cakap melakukan perbuatan hukum, namun dalam perkembangannya (di Belanda), seorang isteri cakap melakukan perbuatan hukum, maka sita maritaal diajukan oleh penggugat dalam sengketa perceraian - bukan hanya oleh isteri.

• Berfungsi melindungi hak pemohon selama pemeriksaan sengketa pengadilan tentang perceraian berlangsung ⇒ menyimpan / membekukan barang tersebut agar tidak beralih.

• Dulu harta mudah dipindahkan karena ada di tangan suami, sekarang suami juga bisa mengajukan sita maritaal.

• Dilakukan terhadap harta bersama perkawinan khusus diberikan hak kepada istri untuk melakukan pernyataan agar harta bersama tidak dipindahkan oleh suami, diberikan pada istri karena pada waktu itu di BW istri tidak dianggap cakap hukum sehingga tidak mungkin istri menjual / mengalihkan harta tersebut.

• Sita marital : sita jaminan yang dimintakan dalam proses perceraian, tidak perlu dinyatakan sah dan berharga karena tidak berakhir dengan penyerahan / penjualan barang yang di sita, jadi jika perkawinan putus bisa terjadi pembagian harta bersama.

• Dimohonkan ke PN oleh istri yang tunduk pada BW terhadap harta gono gini agar tidak dialihkan oleh suami.

PENCABUTAN & PERUBAHAN GUGATAN Pencabutan

- Penggugat berhak sepenuhnya mencabut gugatan dengan alasan : • Tuntutan telah dipenuhi.


(22)

• Ada kekeliruan dalam menyusun gugatan. - Pencabutan gugatan dapat dilakukan :

• Sebelum gugatan diperiksa

• Sebelum tergugat memberi jawaban • Sesudah jawaban tergugat

- Jika pencabutan dilakukan pada poin 1&2 ⇒ tidak perlu persetujuan dari tergugat, penggugat boleh majukan kembali gugatan.

- Jika dilakukan setelah T (tergugat) memberi jawaban ⇒ harus diminta persetujuan T.

P (penggugat) dianggap telah melepaskan haknya ⇒ tidak boleh mengajukan gugatan ulang.

- Tidak menunjukan tuntutan pidana.

Perubahan Gugatan

Tergugat berhak menyatakan keberatan atas perubahan gugatan oleh penggugat (penambahan atau pengurangan).

Dibolehkan sepanjang pemerikasaan perkara, asal tidak merubah atau tidak menambah petitum (dasar gugatan)ĺ pasal 127 RV.

Jika akan ada sita jaminan harus menggunakan permohonan khusus.

Perubahan tidak dibenarkan jika pemeriksaan perkara sudah hamper selesai (pembelaan sudah selesai, tinggal diputus)

PEMBUKTIAN

Memberi dasar yang cukup kuat kepada Hakim pemeriksa perkara guna memberikan kepastian tentang kebenaran yang diajukan. Tujuannya menetapkan hubungan antara kedua belah pihak.

Yang harus membuktikan

- Pasal 163 HIR jo. pasal 1865 KUHPerdata

- hakim yang mencari kebenaran, menetapkan atau yang menskonstatir dan menerapkan haknya.

Yang harus dibuktikan


(23)

- kebenaran formal atau naluri seorang hakim harus pula diikutsertakan.

BEBAN PEMBUKTIAN

• Sebelum putusan sela maka secara teori diperkenankan adanya kesimpulan awal tetapi dalam praktek tidak lazim, sehingga selanjutnya dilanjutkan ke pembuktian. • Beban pembuktian yaitu siapa yang pertama harus membuktikan.

• HIR sendiri (pasal 163) menentukan bahwa para pihaklah yang dikenai beban pembuktian tetapi redaksi dari pasal ini seolah-olah menyatakan bahwa beban pembuktian diberikan kepada penggugat.

• Dalam praktek berlaku teori kelayakan dimana pihak yang paling sedikit menderitalah yang dikenai beban pembuktian.

• Beban pembuktian secara teoritis diberikan pada putusan sela tetapi dalam praktek di pembuktian.

• Asas pembagian beban pembuktian pasal 163 HIR, beban pembuktian diberikan kepada pihak yang paling sedikit dirugikan.

• Alat bukti yaitu :

1. Bukti tertulis adalah bukti dalam HAPER yang pertama dan utama. 2. Saksi.

3. Persangkaan 4. Pengakuan 5. Sumpah

• Secara yurisprudensi :

Pengetahuan hakim (dari hasil pemeriksaan setempat (pasal 154 HIR)), Saksi ahli (hasil penyelidikan orang ahli (155 HIR)),

Apa yang diakui benar oleh kedua belah pihak

1. Alat bukti tertulis / surat (165 – 167 HIR)

- Setiap tulisan yang di dalamnya terdapat tanda – tanda baca yang dapat dimengerti. - Sebagai bukti utama

Akta

- Suatu tulisan yang dibuat secara sengaja untuk dibuktikan bukti surat, ditandatangani oleh orang yang membuatnya.


(24)

- Harus ditandatangani, penting karena untuk kekuatan hukum. - Cap tanda tangan kekuatan haknya sama dengan tanda tangan asli. Akta autentik

- Dibuat dihadapan pejabat umum yang mempunyai wewenang dalam hal itu menurut ketentuan yang telah ditetapkan baik dengan maupun tanpa bantuan dari yang bersangkutan.

- Merupakan bukti yang lengkap/ sempurna bagi kedua belah pihak.

- Jika ada yang menyangkal beban pembuktian terletak pada orang yang menyangkal. Akta bawah tangan

- Surat yang ditandatangani yang sengaja dibuat dengan maksud untuk dijadikan bukti dari suatu perbuatan hukum.

- Akan tetapi tidak dibuat oleh pejabat yang berwenang.

- Mempunyai kekuatan bukti sempurna jika diakui oleh yang membuatnya.

- Jika tidak diakui maka pernyataan akta dibawah tangan tersebut tidak dapat disangkal.

- Jika tidak dipungkiri maka Hakim harus memerintahkan agar kebenaran surat tersebut.

- Jika mengakui tapi menyangkal isinya maka ia harus membuktikan ketidakbenaran surat tersebut.

Waarmerking

Pernyataan pejabat yang berwenang bahwa surat tersebut telah dibacakan dan dimengerti.

Nazegallen

Suatu surat yang akan dijadikan alat bukti, diberi materai. Legalisasi

Foto copi surat yang aslinya tapi ini di cap bahwa ini sama dengan yang aslinya. Bukti surat lain yang bukan akta.

- PS 1881 & 1883 BW diatur secara khusus, kekuatan pembuktiannya diserahkan kepada pertimbangan hakim.

- Catatan mengenai tanah dalam leter C tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang mutlak bahwa nama yang tercantum didalamnya adalah pemilik melainkan masih dapat dilumpuhkan oleh bukti lain.


(25)

Bukan akta,

Pasal 1881/1883 BW mengatur sccara khusus bcbcrapa surat di bawah tangan yang bukan akta. Antara lain;

- buku daftar (register), - surat-surat rumah tangga,

- catatan yang dibubuhkan oleh kreditur pada suatu alas hak yang selamanya dipegangnya,

- catatan mengenai tanah dalam lettcr C,

- kikitir – identitas tanah yang tercantum di desa (bukti pembayaran pajak kepada desa),

- foto copy, salinan, tembusan dengan karbon, facsimile,dll Fungsi akta, antara lain:

a. Formil - sebagai syarat formil adanya perbuatan hukum, b. Alat bukti

Kekuatan pembuktian akta otentik; a. lahir - bentuk lahir,

b. formil - tanda tangan, materai, dsb., c. materiil - isi.

Kekuatan akta di bawah tangan: a. formil,

b. materiil.

Lahir tidak termasuk bentuk daripada akta di bawah tangan karena bentuk lahir akta di bawah tangan bisa bermacam-macam, bisa di secarik kertas, dsb.

Cap jempol (bagi yang buta huruf) harus terlebih dahulu di-waarmerking; - nazegellen (pemateraian - karena di pengadilan perlu bea materai), - legalisasi.

Waarmerking adalah pemyataan bahwa orang yang membubuhlcan cap jempol, menyetujui isi surat tersebut.

Nazegellen dilakukan di kantor pos (supaya foto copy menjadi alat bukti yang berkekuatan sempurna).

Kalau akta di bawah tangan tidak bermaterai maka akta tersebut tidak berkekuatan bukti kecuali tanda tangan diakui. Perbedaan akta otentik dengan akta di bawah tangan:


(26)

1. Akta otentik melibatkan pejabat berwenang sedangkan akta di bawah tangan tidak,

2. Tanda tangan pada akta otentik tidak perlu diakui sedangkan pada akta di bawah tangan harus,

3. Kekuatan pembuktian akta otentik adalah lengkap/sempurna sedangkan akta di bawah tangan menjadi berkekuatan pembuktian sempurna jika tandatangan sudah diakui.

4. Akta di bawah tangan tidak memiliki syarat lahir (hanya formil dan materiil).

2. Alat bukti saksi

- Kesaksian kepastian yang wajib diberikan kepada hakim di persidangan tentang peristiwa yang disangkakan dengan jalan pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan pihak dalam perkara.

- Mengenai peristiwa / kejadian yang dialaminya sendiri bukan pendapat / dugaan. - Diberikan secara lisan dan pribadi.

- Saksi wajib datang dimuka sidang. Kewajiban saksi

1. Untuk menghadap di persidangan setelah dipanggil secara patut. 2. Untuk bersumpah

3. Untuk memberikan keterangan Pembatasan menjadi saksi

1. a. Hakim dilarang mendengar mereka yang oleh UU tidak mampu secara mutlak menurut pasal 145 (10) HIR;

1. Keluarga sedarah & semenda menurut garis keturunan yang harus dari salah satu pihak yang bersengketa.

2. Suami / istri salah satu pihak meskipun sudah bercerai.

b. Hakim setelah mendengar keterangan saksi, dilarang menggunakan-nya sebagai bukti yaitu; - Anak – anak dibawah 15 tahun.

- Orang gila yang hilang ingatan.

2. Mereka yang mempunyai hak mengundurkan diri dari kewajiban memberikan kesaksian menurut Pasal 146 HIR.


(27)

Penilaian kesaksian

1. Ps 169 HIR unus testis nullus testis (satu saksi bukan saksi). 2. Ps 170 HIR kesaksian berantai.

3. Testimonium de auditu / hearsay.

4. Hakim tidak wajib mempercayai keterangan saksi. Pemeriksaan saksi yang istimewa

1. Volentudianire engnete (Ps 893 brv). 2. Regatoire comissie (Ps 173 brv). Keterangan ahli (Ps 134 HIR)

- Belum merupakan alat bukti, tapi dalam praktek banyak digunakan oleh Hakim yang memerlukan keterangan dari seorang ahli.

- Ahli tidaknya ditentukan oleh pengangkatan Hakim bukan dari pengetahuan atau dari keahliannya.

- Keterangan ahli adalah keterangan pihak ketiga yang objektif dan bertujuan untuk membantu Hakim dalam pemeriksaan guna menambah pengetahuan Hakim.

Perbedaan Saksi & Ahli Saksi :

1. Pada umumnya tidak bisa diganti. 2. Dikenal asas usus testis nullus testis. 3. Tidak memerlukan keahlian tertentu.

4. Memberikan keterangan sendiri selama proses berlangsung.

5. Harus memberikan keterangan secara lisan, keterangan saksi yang tertulis merupakan alat bukti tulis.

6. Hakim terkat untuk mendengarkan saksi tentang peristiwa yang relevan. Ahli

1. Dapat diganti oleh orang lain yang sama keahliannya. 2. Tidak dikenal asas unus testis nullus testis.

3. Pada umumnya memiliki keahlian tertentu, misal akuntan.

4. Memberiukan pendapat / kesimpulan tentang suatu pristiwa selama terjadinya proses.


(28)

5. Dapat memberikan keterangan secara tertulis & tidak masuk kedalam alat bukti tulisan.

6. Hakim bebas untuk mendengar atau tidak.

7. Jika hakim belum puas ia bisa mengangkat ahli lain.

3. Alat bukti Persangkaan

• Diatur dalam pasal 173 HIR /130 R.Bg., pasal 1915 s/d l922 BW. "Persangkaan-persangkaan (jamak), karena tidak bisa satu "Persangkaan-persangkaan saja melainkan harus lebih dari satu.

• Persangkaan kesimpulan yang oleh UU atau Hakim ditarik dari suatu peristiwa lain yang belum terang kenyataannya.

Macam Persangkaan 1. Didasarkan atas UU. 2. Didasarkan pada kenyataan.

Ps 173 HIR satu – satunya yang mengatur persangkaan berdasarkan kenyataan. Persangkaannya saja yang tidak didasarkan pada UU-nya boleh diperhatikan

oleh hakim pada waktu menjatuhkan putusannya apabila persangkaan itu penting, seksama, tertentu, dan ada hubungan satu sama lain.

Vermodens/persangkaan tidak berdiri sendiri artinya bahwa hakim tidak boleh hanya menyadarkan putusan hanya atas satu persangkaan saja.

Persangkaan berdasarkan kenyataan.

o tidak bersifat memaksa pembuktianya.

o Kekuatan pembuktian bebas diserahkan pada kebijaksanaan Hakim. • Pasal l915 BW :

Persangkaan adalah kesimpulan-kesimpulan yang oleh undang-undang atau hakim ditarik dari suatu peristiwa terang dan nyata ke arah peristiwa yang brlum terang kenyataannya.

• Ada 2 macam persangkaan :

1. Persangkaan yang didasarkan undang-undang (wettelijke vermoedens). Kekuatan pembuktiannya bersifat memaksa, misal: 3 kuitansi terakhir berturut-turut bisa memberi persangkaan kepada hakim bahwa telah terjadi pembayaran secara


(29)

rutin. Anak yang lahir dalam/akibat suatu perkawainan, disangkakan bahwa ayahnya adalah suami dari ibu si anak.

2. Persangkaan yang didasarkan pada kenyataan/persangkaan hakim (feitelijke vermoedens/rechtelijkevermoedens). Kekuatan pembuktiannya bersifat tidak memaksa, tetapi bersifat bebas, diserahkan pada kebijaksanaan Hakim.

• Pasal 173 HIR:

Satu-satunya pasal dalam HIR yang mengatur persangkaan, dimana hanya mengatur persangkaan berdasarkan kenyataan saja dan tidak memberikan pengertian. Persangkaan yang tidak didasarkan pada ketentuan undang-undang hanya boleh diperhatikan oleh Hakim pada waktu menjatuhkan putusannya apabila persangkaan itu penting, seksama, tertentu dan ada hubungan satu sama lain.

• Hakim hanya boleh memperhatikan persangkaan apabila; persangkaan itu jamak, tidak berdiri sendiri, artinya bahwa Hakim tidak boleh menyandarkan putusannya hanya atas satu persangkaan saja.

4. Alat bukti Pengakuan

• Diatur dalam pasal 174 s/d 176 HIR, 311 s/d 313 R.Bg. pasal 1923 s/d 1928 KUHPdt.

• Pengakuan dapat dilakukan; - di luar persidangan ĺ lisan, - di muka persidangao ĺ tertulis • Pasal 174 HIR :

Pengakuan di muka hakim mempunyai kekuatan pembuktian yang sempuma bagi yang mengakui.

Kekuatan sempurna bukan saja berarti kekuatan yang memaksa, melainkan juga bersifat menentukan sehingga tidak ada kemungkinan bagi pihak lawan untuk pembuktian perlawanan.

Pengakuan di muka hakim itu hanya mengenai hal yang dikuasai sepenuhnya oleh yang mengakui, misal; hak kebendaan.

Pengakuan tergugat membebaskan penggugat untuk membuktikan lebih lanjut karena dengan pengakuan maka perkara selesai - tidak ada pembuktian lebih lanjut. Pengakuan dapat dikuasakan ĺ kuasa istimewa.


(30)

Dalam Hukum adat, pengakuan merupakan bukti yang cukup membenarkan, contoh; adat lilikur di Minahasa, dsb.

• Pasal l75 HIR :

Mengenai pengakuan di luar sidang, kekuatan pembuktiannya ĺ vrijbewijst, karena dilakukan di luar sidang, kebenarannya masih harus dibuktikan lebih lanjut di muka sidang ĺ umumnya dengan kesaksian.

• Pasal l76 HlR :

Dikenal dengan doktrin onsplitsbare bekentennis; bahwa pengakuan itu tidak boleh dipisah-pisahkan untuk kerugian yang mengakuinya. Hakim tidak boleh mengabulkan sebagian dari pengakuan tergugat sedangkan sebagian lainnya ditolak, misal; pengakuan murni tapi dengan tambahan.

• Pengakuan terdiri dari: 1. Pengakuan murni, 2. Pengakuan tambahan;

- Pengakuan dengan kualifikasi,

"...betul saya mempunyai hutang tapi bukan Rp....- melainkan Rp..." ĺ melemahkan

- Pengakuan dengan klausula,

" ... betul saya mempunyai hutang lapi hutang itu sudah lunas...." ĺ mematahkan.

• Dalam hal pengakuan yang tidak boleh dipisahkan (pengakuan dengan tambahan) maka pembuktiannya dibebankan pada tergugat (pasal 176 HIR merupakan pengecualian pasal 163 HIR ĺ beban pembuktian terbalik).

• Hakim baru boleh memutuskan pengakuan dengan tambahan jika penggugat dapat membuktikan bahwa keterangan tambahan pada pengakuan tergugat adalah tidak benar, dalam hal ini maka pembuktian dibebankan kepada tergugat.

• Bila tergugat mengajukan pengakuan dengan tambahan, penggugat dapat memilih tindakan :

1. Menolak sama sekali pengakuan dengan tambahan itu seluruhnya dan memberikan pembuktian tersendiri,

2. Penggugat dapat membuktikan bahwa keterangan tambahan pada pengakuan tergugat tidak benar, jika penggugat berhasil membuktikannya maka ia dapat


(31)

meminta kepada hakim untuk memisahkan pengakuan tergugat dari keterangan tambahannya, hakim tidak boleh menolak permohonan penggugat.

• Pasal 1923 KUHPdt : Pengakuan di muka Hakim tidak dapat dicabut kembali, kecuali jika ternyata ada bukti kekeliruan terhadap kenyataan peristiwa.

5. Alat Bukti Sumpah

• Sumpah adalah suatu pernyataan yang khidmat, diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji atau keterangan dengan mengingat sifat Maha Kuasa dari Tuhan, dan percaya bahwa siapa yang memberi keterangan yang tidak benar akan dihukum oleh-Nya.

• Sumpah dibagi menjadi 5 macam: 1. Promissoris,

2. Assertoir;

a. Suppletoir (pelengkap);

Diperintahkan oleh Hakim karena jabatannya kepada salah satu pihak guna melengkapi pembuktian permulaan (karena ada pembuktian permulaan yang kurang lengkap).

Berfungsi menyelesaikan perkara.

Mempunyai kekuatan bukti sempurna yang masih memungkinkan adanya bukti-bukti lain.

Pihak yang diperintahkan hakim untuk bersumpah tidak boleh mengembalikan pada pihak lawan, ia hanya boleh menolak atau menjalankannya

b. Aestimotoir (penaksir);

Diperintahkan oleh hakim karena jabatannya kepada penggugat untuk menentukan jumlah uang ganti kerugian.

Baru dapat dibebankan kepada penggugat bila penggugat telah dapat membuktikan haknya atas ganti kerugian, tetapi jumlahnya belum pasti dan tidak ada cara lain untuk menentukan jumlah ganti kerugian.

Kekuatan pembuktiannya bersifat sempurna dan masih dimungkinkan pembuktian lawan.


(32)

c. Decitoir (pemutus);

Dapat diperintahkan sekalipun tidak ada bukti sama sekali. Dibebankan atas permintaan salah satu pihak kepada lawan.

Dapat dibebankan mengenai segala peristiwa yang menjadi sengketa, baik perbuatan yang dilakukan sendiri oleh pihak yang disuruh bersumpah maupun perbuatan yang dilakukan oleh kedua belah pihak. Dengan diucapkannya sumpah pemutus, kebenaran peristiwa yang dimintakan sumpah menjadi pasti sehingga pihak lawan tidak boleh membuktikan bahwa sumpah itu palsu (tanpa mengurangi).

Seringkali terjadi dimana tidak ada pembuktian permulaan. • Wewenang Jaksa untuk menuntut berdasarkan sumpah palsu :

- Bersifat tuntas dan menentukan/ menyelesaikan perkara (litis decitoir).

- Pihak yang menolak untuk bersumpah dan tidak mengembalikan kepada pihak lawan harus dikalahkan.

• Sumpah pocong, sumpah kelenteng, sumpah mimbar bukan merupakan macam-macam sumpah tetapi lebih merupakan cara-cara pelaksanaan sumpah.

• Pasal 381 HIR : Cara mengucapkan sumpah sebagai alat bukti ĺ sumpah di tempat-tempat keramat.

6. Pengetahuan Hakim

• Diatur dalam pasal 153 HIR; dimana pengetahuan Hakim bisa menjadi alat bukti. • Pengetahuan hakim di sini yaitu apa yang ditemukan Hakim dalam pemeriksaan

setempat.

• Pemeriksaan setempat adalah pemeriksaan perkara oleh hakim karena jabatannya ditempat kejadian di luar gedung pengadilan.

• Pemeriksaan setempat tidak sama dengan rekonstruksi seperti dalam Hukum pidana karena dalam rekonstruksi hanya mengulangi sedangkan pada pemeriksaan setempat merupakan pemindahan tempat sidang dan proses persidangan (baru) berjalan sehingga bukan mempakan pengulangan ĺ di tempat dimana dicari pengetahuan hakim.

• Tujuannya adalah agar hakim melihat sendiri, mendapat kepastian tentang peristiwa yang dikemukakan di persidangan.


(33)

• Pemeriksaan setempat dilakukan oleh seorang atau dua orang komisaris (hakim anggota) dari majelis dibantu oleh panitera.

• Kekuatan pembuktian diserahkan kepada kebijaksanaan hakim (bebas). JAWABAN TERGUGAT

Dalam pasal 121 HIR, ada dua yaitu : a. Tertulis

b. Lisan : disampaikan saat itu juga

Jawaban dapat berupa : a. Pengakuan

• Murni : mengakui secara keseluruhan atas gugatan yang diajukan (tidak perlu pembuktian)

• Tambahan : mengakui tapi menyebabkan perkara tidak selesai sampai disini saja, harus ada pembuktian.

b. referte (lisan) : menyerahkan kepada hakim tentang perkara tersebut (tidak mengakui dan tidak membantah)

c. bantahan

• mengenai pokok perkara (sangkalan), posita dan petitum • bukan pokok perkara (eksepsi) : formalitas gugatan Putusan dapat diambil dari pengakuan.

Jawaban tergugat berisi :

a. eksepsi : tergugat membantah hal-hal yang bukan menjadi pokok perkara b. konvensi

c. rekonvensi : tergugat bisa menggugat dalam satu penelesaian perkara Bantahan : jawaban berbentuk eksepsi

Akibat hukum adanya jawaban : penggugat tidak boleh mencabut gugatannya kecuali atas persetujuan tergugat.

Eksepsi :

• formil : decliatoir dan diskualifikasi • materiil : dillatoir dan peretoire


(34)

Eksepsi : jawaban tergugat yang tidak mengenai pokok perkara (tangkisan), tidak boleh diajukan dan dipertimbangkan terpisah, harus bersama-sama pokok perkara.

Sangkalan : dapat diajukan selama proses pengadilan belum diajukan ke Pengadilan Negeri dapat diajukan pada tingkat banding, asal tidak bertentangan dengan sangkalanyang diajukan pada tingkat pertam.

Eksepsi formil

Didasrkan pada hukum acara perdata, bertujuam supaya tidak diterimanya gugatan. a. decliator

• tangkisan yang bersifat mengelakan

• contoh: tidak berwenangnya hakim dalam memeriksa gugatan yang diajukan penggugat, dan batalnya gugatan.

b. diskualifikasi

• Eksepsi bahwa perkara telah diputus (ne bis in idem), eksepsi bahwa penggugat tidak mempunyai kedudukan sebagai penggugat.

• Ada kesalahan. • Tujuan.

• Eksepsi yang menyatakan bahwa perkara yang diajukan penggugat sudah pernah diputuskan oleh hakim.

Eksepsi Materiil

Bantahan lain yang didasarkan ketentuan hukum perdata materiil Tujuan agar gugatan tidak diterima (no need of).

Jika sudah diputus hakim maka putusan tidak diterma / tidak berbalasan. a. dilatoire

• bersifat menunda diajukannya gugatan karena belum waktunya.

• bahwa tuntutan penggugat belum dapat dikabulkan karena penggugat memberi penundaan pembayaran. Jika tanggal sudah habis dan belum bayar baru bisa diajukan kembali

b. peremptoire ekseptie

• sudah mengenai pokok perkara (misal karena melampaui waktu), bersifat menghalangi dikabulkannya gugatan penggugat.


(35)

• Contoh: menyatakan bahwa piutang yang dituntut penggugat hapus karena pembebasan / kompensasi pembayaran.

HIR hanya mengatur tentang eksepsi tentang tidak berkuasamya Hakim untuk memeriksa gugatan. Diputuskan pada putusan sela kedua (setelah jawaban, setelah pembuktian).

Tangkisan terhadap kompetensi relatif harus diajukan pada permulaan sidang (jika diperhatikan oleh hakim, jika diajukan diberikan boleh memeriksa).

Tangkisan terhadap kompetensi absolut (yang menyatakan pengadila dalam lingkungan peradilan lain yang berwenang) dapat diajukan setiap saat pemeriksaan bahkan tanpa eksepsi sekalipun.

Dalam tingkat banding I boleh mengajukan eksepsi.

Rekonvensi

yaitu gugatan yang diajukan oleh tergugat terhadap penggugat dalam sengketa yang sedang berlangsung antara mereka.

Rekonvensi hakikatnya merupakan kumulasi / penggabungan dua perkara, karena punya perkara (penggugat kepada tergugat, tergugat kepada penggugat)

Tujuan:

a. Menghemat biaya b. Mempermudah prosedur

c. Menghindari putusan yang saling bertentangan

Dalam rekonvensi tiak berlaku kompetensi relatif baik gugat konvensi maupun rekonvensi diperiksa oleh hakim yang sama.

Gugat balik : tidak dalam waktu yang sama

Diajukan bersama-sama dengan jawaban tergugat baik tertulis maupun lisan Jika sudah sampai pada pembuktian, gugat rekonvensi tidak boleh diajukan. Pihak yang kalah harus bayar biaya perkara.

Pada asasnya rekonvensi dapat meliputi semua hal, kecuali :

a. Penggugat dalam konvensi bertindak bukan untuk diri sendiri (kualitas berbeda) • Penggugat dalam konvensi sebagai wali


(36)

• Misal penggugat menggugat tergugat, sementara tergugat belum dewasa, maka yang dapat digugat walinya. Ternyata wali mempunyai utang kepada tergugat, dia tidak boleh (urusan utang piutang tidak boleh).

b. Bila Pengadilan Negeri yang memeriksa gugat konvensi tidak berwenang memeriksa gugat rekonvensi. Misal perkara PA dilakukan di PN, rekonvensi mengenai tuntutan untuk menaikkan uang sewa rumah.

c. Perkara yang berkenaan dengan pelaksanaan putusan hakim,

Diluar itu boleh, asal subjeknya sama. Tidak bisa tergugat (ayah) ke penggugat (anak)

Perlawanan orang yang dikenakan verstek tapi ia mengajukan verzet dapat mengajukan gugat rekonvensi.

Antara gugatan konvensi dengan gugatan rekonvensi harus ada hubungan, hal ini dapat terjadi bila kedua gugatan tersebut mempunyai dasar hubungan hukum yang sama. Misalnya penggugat menuntut dipenuhinya perjanjian, sedangkan tergugat menuntut diputuskannya perjanjian.

Perlawanan terhadap putusan verstek dapat memajukan gugat rekonvensi. Tidak menentukan tuntutan pidana.

PENGGABUNGAN PERKARA • kumulatif gugatan:

Subjektif ĺ orang ataupun perkaranya dapat digabungkan,

Objektif ĺ tidak disyaratkan adanya hubungan yang erat satu sama lain. • Komulatif gugatan tidak diperkenankan apabila:

- Untuk suatu gugatan diperlukan acara khusus sedangkan lainnya acara biasa, - Hakim tidak berwenang memeriksa salah satu gugatan yang diajukan bersama, - Gugatan tentang bezit dilakukan dengan gugatan eigendom.

• Kumulatif ĺ concursus.

• Konkursus ĺ seorang penggugat mengajukan gugatan yang mengandung beberapa tuntutan yang semuanya menuju pada satu akibat hukum yang sama ~ penggabungan perkara.

• Konkursus ĺ harus sama, misal: Utang piutang dengan utang piutang, dimana 1. menyerahkan uang dan


(37)

JAWABAN

• Jawaban dapat diberikan secara lisan ataupun tertulis (pasal 121HIR). • Jawaban tergugat terdiri dari 2 macam :

1. Jawaban yang tidak langsung mengcnai pokok perkara (tangkisan/eksepsi), 2. Jawaban mengenai pokok perkara (membantah dalil-dalil).

• Jawaban tergugat dapat berisi : 1. Eksepsi,

Yaitu tentang hal-hal yang bersifat formal, misal isi gugatan, dsb. Maksudnya untuk melumpuhkan atau melemahkan gugatan. Konsekuensi-nya :

a. Formal (prosecuil) eksepsi berkenaan dengan proses acara yaitu berkenaan dengan kewenangan relatif, kewenangan absolut perkara telah diputus, perkara sedang dipcriksa, terdiri dari 2 macam, yaitu :

1. Disqualifikatoir,

Yaitu yang bersangkutan tidak mempunyai kualitas atau sifat bertindak. 2. Deklinaloir

Yaitu bahwa persoalan yang sama sedang pula diperiksa oleh PN yang lain atau masih dalam taraf banding atau kasasi.

b. Materiil (materi eksepsi), tcrdiri dari : 1. Dilatoir,

ĺ bahwa gugatan penggugat belum dapat dikabulkan. Misal; gugatan prematur.

2. Peremptoir.

ĺ menghalangi dikabulkannya gugatan. Misal; daluarsa. 2. Jawaban terhadap pokok perkara bisa berupa :

a. Pengakuan;

pengakuan murni, pengakuan tambahan b. Bantahan

mengenai pokok perkara (sangkalan berkenaan dengan posita), bukan pokok perkara (eksepsi).

c. Referte (tidak menerima Juga tidak membantah) 3. Rekonvensi/gugat balik


(38)

• Merupakan gugat balasan dari tergugat pada penggugat dalam perkara yang sama yang sedang diperiksa/berlangsung antara mereka.

• Pada hakekatnya merupakan kumulasi/penggabungan 2 perkara. Perbedaan-nya bahwa pada kumulalif

ĺ

dari satu pihak sedangkan pada rekonvensi

ĺ

dari dua pihak.

• Tujuannya;

a. menghemat biaya, b. mempermudah prosedur, c. meghemat waktu,

d. menghindari putusan yang saling bertentangan.

• Dalam rekonvensi tidak berlaku kewenangan relatif, dimana baik gugat konvensi (asal) maupun gugat rekonvensi diperiksa oleh hakim yang sama. • Gugat Rekonvensi harus diajukan bersama-sama dengan jawaban tergugat,

baik lisan maupun tertulis.

• Jika sudah sampai pada tahap pembuktian, gugat rekonvensi tidak boleh diajukan, dengan demikian pula jika tidak diajukan pada tingkal 1 maka pada tingkat banding juga tidak boleh diajukan.

• Rekonvensi harus ada dasar gugatannya.

• Pada asasnya gugat rekonvensi dapat diajukan pada setiap perkara, kecuali : 1. Jika penggugat dalam gugat asal bertindak sebagai kualitor, dalam

rekonvensi sebagai diri pribadi.

Misal; anak kecil melempar batu dan mengenai kaca tetangganya. Tetangganya mengajukan gugatan kepada orang tua di anak tersebut, selanjutnya karena si tetangga tersebut masih memiliki utang kepada orang tua si anak tersebut maka ia mengajukan rekonvensi.

2. Jika PN dimana gugat asal diajukan tidak berhak memeriksa gugat balas, Misal; yang satu di PN sedangkan yang lainnya di PA atau yang satu di PN Bandung sedangkan lainnya di PN Bogor.

3. Dalam perkara perselisihan tentang menjalankan putusan.

4. Jika dalam pemeriksaan tingkat pertama tidak mengajukan rekonvensi (dalam tingkat banding juga tidak boleh).


(39)

• Kalau murni maka perkara selesai, sedangkan kalau dengan tambahan maka diperlukan pembuktian lebih lanjut.

• Somasi adalah peringatan dan ancaman yang diberikan kepada tergugat untuk memenuhi prestasi. Biasanya diberikan sebanyak 3 kali sebelum diajukan ke pengadilan.

• Dalam praktek pada umumnya jawaban dari tergugat bersifat bantahan. • Kalau eksepsi terbukti maka di N.O.

• Kalau di N.O., maka proses beracara hanya sampai duplik saja, tidak dilanjutkan ke pembuktian.

• Diputus dengan putusan sela tapi jika berbicara tentang pokok perkara maka di kesimpulan.

• Bukan ne bis in idem karena belum sampai pada pokok perkara. • Kalau putusan N.O. tidak beralasan maka bisa mengajukan banding.

• Dalam teori Hukum Acara Perdata maka jika di N.O. maka dapat mengajukan kembali (bukan suatu upaya hukum) tetapi sebenarnya itulah upaya hukum bagi N.O.

TUGAS HAKIM

b. Menentukan peristiwa berdasarkan bahan yang dikemukakan para pihak. c. Menemukan hukumnya.

d. Menerapkan hukum. e. Menjatuhkan putusan.

Asas – asas Jus curia novit

- Hakim dianggap tahu akan haknya

- Hakim tidak menentukan peristiwa tapi hanya mencari kebenaran peristiwa.

Ps 178 (1) HIR

- Hakim karena jabatannya wajib mencukupkan alasan hukum yang tidak dikemukakan oleh para pihak.


(40)

Asas the binding force of presedent

- Kewajiban para Hakim untuk mengikuti putusan sebelumnya. - Anglo saxon.

- Tidak di anut di Indonesia.

Sumber Penemuan Hukum. - UU

- Hukum tak tertulis. - Putusan Desa - Yurisprudensi

- Ilmu Pengetahuan, dsb.

Proses Penemuan Hukum :

Keterangan :

I. Sengketa antara penggugat (P) dan tergugat (T) ĺ gugatan (1), II. Peristiwa sebagai dasar gugatan (belum jelas) ĺ jawaban (2),

III. Peristiwa yang disengketakan ĺ dikonstatir (dikonkritkan) melalui pembuktian (3). IV. Peristiwa konkrit yang benar tcrjadi ĺ dikonstituir (dicari ketentuan-ketentuan yang

berlaku terhadapnya dalam undang-undang yang berlaku) (4). V. Peristiwa hukum ĺ undang-undang diterapkan (5).

VI. Putusan : memuat keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan.

Ps 27 (1) UU No 14 / 1970 (UUPKK)


(41)

Putusan hakim :

o Diatur dalam Pasal 179 – 187 HIR.

o Diktum/ amar (apa saja yang dijatuhkan/ diputuskan hakim): Dibawah kata

mengadili.

o Dapat berupa Putusan atau Penetapan o Tidak menentukan tuntutan pidana.

o Putusan hakim adalah pernyataan Hakim yang diucapkan dipersidangan (uit spraak)

dan dituangkan dalam bentuk tertulis (vonnis) yang bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara.

o Putusan tertulis tidak mempunyai kekuatan sebagai putusan sebelum diucapkan di

muka sidang oleh hakim.

Putusan Gugur / Verstek :

acara istimewa karena diluar penanganan perkara pada umumnya.

Putusan Gugur

• Jika penggugat tidak hadir pada sidang pertama meski dipanggil secara patut dan ia tidak menyuruh wakil, maka tuntutan / gugatan gugur (ps 124 HIR).

• Pokok perkara belum diperiksa sama sekali.

• Penggugat berhak mengajukan gugatannya sekali lagi setelah membayar biaya perkara yang baru.

• Perkara juga akan digugurkan bila putusan hakim pengadilan desa tidak dicantumkan (ps 135a HIR), biasanya untuk sengketa tanah.

• Jika di sidang pertama hadir, sidang kedua tidak hadir, persidangan tetap berjalan, tidak gugur (pemeriksaan kontradiktur).

Putusan Verstek

• Jika tergugat tidak hadir di persidangan pertama, meski sudah dipanggil secara patut dan ia tidak menyuruh wakilnya juga tidak memberikan jawaban yang berisi eksepsi tidak berkuasanya pengadilan (maka perkara diputus verstek) gugatan penggugat dikabulkan (ps 125 HIR), selalu menguntungkan penggugat kecuali jika gugatan itu melawan hak atau tidak beralasan.


(42)

• Verstek adalah pernyataan bahwa tergugat tidak hadir menghadap persidangan pertama meskipun menurut hukum ia harus hadir.

• Verzek (di tingkat I) : pemeriksaan kembali seperti pemeriksaan pertama.

• Menentukan saat ketidakhadiran tergugat didasarkan pada kata “tendage dienende”, artinya :

- tidak hadir pada sidang pertama.

- tidak hadir selama perkara diperiksa (tidak hanya pada sidang pertama saja, tapi diberi kesempatan untuk sekali lagi, upaya haknya = verzek, bisa mengajukan ke Pengadilan Negeri untuk kembali dibuka seperti yang pertama).

• Jika tergugat banyak dan ada satu yang tidak hadir maka diambil keputusan kontradiktur.

• Tidak ada batasan untuk Verzet (ditentukan hakim). Putusan Hakim dapat berupa :

- Putusan Akhir :

1. Putusan condemnatoir ĺ bersifat menghukum

Ļ

pembagian berdasarkan dictumnya.

• yaitu putusan yang berisi penghukumana (menghukum)

• Misal : pihak tergugat dihukum untuk menyerahkan sebidang tanah, membayar sejumlah uang, dll.

2. Putusan declaratoir ĺ tentang suatu hal

• yaitu putusan yang bersfat hanya menerangkan, menegaskan suatu keadaan hukum semata-mata (menyatakan).

• Misal : bahwa A adalah anak sah dari X dan Y, B adalah ahli waris dari almarhum Z, dsb.

3. Putusan konstitutief ĺ menghapuskan/ menimbulkan suatu hubungan hukum tertentu ĺ hanya menyatakan benar tentang situasi.

• yaitu putusan yang meniadakan suatu keadaan hukum atau menimbulkan suatu keadaan hukum yang baru.


(43)

• Misal : bahwa A adalah anak angkat dari X dan Y (menimbulkan suatu keadaan hukum baru), putusan perceraian antara A dan B (meniadakan keadaan hukum ĺ hubungan perkawinan).

- Putusan yang bukan putusan akhir : 1. interlocutoir

2. praeparatoir 3. insidentil 4. provisional

Interlocutoir

• Putusan sela untuk pemeriksaan setempat untuk membuktikan sesuatu.

• Yaitu putusan sela/antara sebelum putusan akhir yang akan mempengaruhi putusan akhir. Misal : mengenai pemeriksaan setempat.

Preparatoir

• Putusan sela untuk menyiapkan suatu perkara, misal ada 2 perkara yang sebenarnya bias disatukan.

• Yaitu putusan sela yang tidak mempengaruhi putusan akhir, dipergunakan untuk mempersiapkan perkara. Misal; mengenai tenggang waktu.

Insidentil

• Berkaitan dengan gugatan insidentil, missal dalam hubungan jual beli/ wanprestasi, ada pihak ketiga masuk untuk menyatakan haknya.

ĺ apakah boleh atau tidak masuk pada proses perkara pokok.

• Yaitu putusan yang diberikan jika ada gugat insidentil. Misal; mengenai tussenkomst.

Provisional

• Adanya gugatan provisi, meminta tindakan pendahuluan.

• Yaitu putusan yang diberikan oleh hakim dimana hakim yang memerintahkan putusan tersebut harus dilaksanakan dahulu. Misal; dalam sengketa gugat cerai, misal si istri harus dipindahkan terlebih dahulu agar aman.


(44)

Isi Putusan

• Diatur pada pasal 178, 182, 183, 184, dan l85 HIR: 1. Kepala putusan

"DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” 2. Identitas para pihak

3. Pertirnbangan-pertimbangan, Asas "putusan Hakim harus berdasarkan pertimbangan-pertimbangan."

4. Amar/dictum putusan

• Putusan yang baik sistematikanya adalah putusan yang dimulai dengan menyimpulkan terlebih dahulu dalil-dalil yang menjadi dasar gugat yang diakui, setidak-tidaknya tidak disangkal, oleh pihak tergugat, baru kemudian disusul dengan dalil-dalil yang disangkal dan yang menjadi persoalan dalam perkara tersebut. • Kekuatan putusan hakim :

1. Kekuatan yang bersifat mengikat (dapat mengikat orang lain), 2. Kekuatan yang bersifat membuktikan (membuktikan peristiwa), 3. Kekuatan yang bersifat eksekutorial (supaya dapat dieksekusi).

Putusan Serta Merta (Uitvoerbaar Bij Voorraad/ Ubv)

• Ubv; putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu, adalah putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu dimana bentuknya akhir meskipun akan ditempuh upaya hukum lain.

• Diatur dalam pasal 180 HIR dan 191 (1) RBg;

Pasal 180 HIR; Putusan serta merta banyak menimbulkan kendala dalam mana putusan serta merta dapat dijatuhkan. Kendalakendala tersebut; pasal 180 HIR -tidak ada keharusan bagi hakim untuk menjatuhkan putusan serta merta.

Pasal 54 R.V.: Pelaksanaan terlebih dahulu dari putusan-putusan, meskipun ada banding atau perlawanan akan diperintahkan.

Pasal 55 R-V.: Pelaksanaan terlebih dahulu dari putusan-putusan, meskipun ada banding atau perlawanan dapat diperintahkan.

ĺ akan (zulten), sifatnya memerintah sehingga maknanya harus, sedangkan dapat mengandung makna boleh.


(45)

SEMA Tahun 1964: Jangan terlalu mudah memberi putusan serta merta (harus ada persetujuan MA).

SEMA No. 3 Tahun 1971 tertanggal 17 Mei 1971: Penerapan putusan serta merta diserahkan kcpada PN.

• Syarat-syarat yang bisa diputuskan dengan adanya putusan ubv, antara lain :

a. Ada surat otentik/ tulisan tangan (hanndschript) yang menurut undang-undang mempunyai kekuatan tetap, harus ada hubungan dengan pokok perkara.

b. Ada keputusan yang sudah memperoleh kekuatan yang pasti/tetap sebelumnya yang menguntungkan pihak penggugat dan ada hubungannya dengan gugatan yang bersangkutan.

Misal; dalam utang piutang dengan bunga 5 %, diajukan gugatan dengan jumlah utang piutangnya + bunga 5 % sejak gugatan diajukan sampai diputus (gugatan dimenangkan penggugat dengan Jumlah utang + bunga 5 % sejak gugatan diajukan sampai di putus), namun penggugat merasa rugi dengan 5 % sejak perjanjian dibuat yang ternyata tidak dimasukkan ke bunga yang 5 % sesuai perjanjian, maka diajukan gugatan untuk putusan serta merta untuk menuntut jumlah bunga 5 % dari saat perjanjian dibuat sampai gugatan diajukan.

c. Ada gugatan provisionil yang dikabulkan, Misal; dalam perkara perceraian, si istri diminta nafkah sebelum cerai diputus.

d. Dalam sengketa rnengenai bezitrecht. Misal : sengketa tanah warisan.

EKSEKUSI/ Pelaksanaan Putusan

1. dimana seseorang dihukum untuk membayar sejumlah uang (196 HIR). 2. dimana seseorang dihukum untuk melaksanakan suatu perbuatan (225 HIR). 3. eksekusi riil.

• Pelaksanaan putusan : - sukarela

- paksaan/eksekusi (putusan condematoir) permohonan

pada dasarnya harus sukarela

• Eksekusi : pelaksanaan putusan secara paksa karena yang seharusnya melaksanakan tidak sukarela untuk melaksanakan.


(46)

• Pihak yang menang harus mengajukan permohonan pelaksanaan putusan, jika tidak maka putusan itu tidak dapat dilaksanakan.

• Sita jaminan diberikan diberikan oleh orang yang memberi sita jaminan Sita eksekutorial : sita jaminan dapat dilakukan melalui pelelangan. Harus ada pernyataan dalam petitum.

• Yang patut dieksekusi : - putusan hakim Indonesia

- putusan arbitrase ĺ arbitrase asing - putusan P4 Daerah/ P4 Pusatĺ banding

Ļ

ketentuan tersendiri tentang perubahan • Grosse akta

ĺ putusan hakim asing pada asasnya tidak dapat dijalankan di Indonesia, tapi bisa saja.

ĺ flat eksekusi

dulu : putusan arbitrase belum bisa dilaksanakan karena harus ke pengadilan dahulu. Baru : ada UU arbitrase, ada irah-irah (demi keadilan ) jadi tidak usah ke pengadilan

dulu.

• Pelaksanaan putusan, dibagi : 1. Secara sukarela

2. Secara paksaan/ eksekusi (putusan condemnatoir).

• Eksekusi merupakan pelaksanaan putusan tidak secara sukarela (secara paksa), dilaksanakan oleh panitera dan juru sita PN, jadi apabila suatu putusan diputus di tingkat PT/MA maka eksekusi tetap dilaksanakan oleh PN (dikembalikan ke PN), dan boleh dimintakan bantuan polisi).

• Asas-asas dilaksanakannya eksekusi, diantaranya : 1. Karena tidak bisa dijalankan secara sukarela

2. Menjalankan putusan yang sudah mempunyai kekuatan tetap dan bersifat condemnatoir.

Pengecualian terhadap angka (2), yaitu ; - kalau ada putusan serta merta,


(47)

- adanya akta perdamaian,

- pelaksanaan putusan provisionil,

- eksekusi terhadap grosse akta yang tercantum dalam pasal 224 HIR. • Eksekusi terdiri dari :

1. Eksekusi dimana seseorang di hukum untuk membayar sejumlah uang (pasal 196 HIR),

Eksekusi terhadap putusan yang menghukum pihak yang kalah untuk membayar sejumlah uang. Pelaksanaan putusan hakim dilakukan oleh panitera dan juru sita dipimpin oleh PN.

Untuk dapat dilaksanakannya suatu putusan, maka pihak yang berkepentingan mengajukan permohonan (lisan/tertulis) kepada Ketua PN agar putusan dilaksanakan.

2. Eksekusi dimana seseorang dihukum untuk melaksanakan suatu perbuatan (pasal 225 HIR)

Eksekusi yang menghukum orang untuk melakukan suatu perbuatan. Orang tidak dapat dipaksakan untuk memenuhi prestasi yang berupa melakukan perbuatan tetapi pihak yang menang dapat meminta pada hakim supaya kepentingan yang akan diperolehnya di nilai dengan uang.

3. Eksekusi riil (tersirat dalam pasal 200 (2) HIR tentang lelang dan pengosongan), Eksekusi riil yaitu pelaksanaan putusan Hakim yang mcmerintahkan pengosongan benda tetap.

Pelaksananya adalah panitera/juru sita. Jika orang yang dihukum untuk mengosongkan benda tetap tidak mau memenuhi perintah hakim secara sukarela maka hakim dapat memerintahkan pengosongan secara paksa, jika perlu dengan bantuan alat kekuasaan negara (polisi).

• Yang dapat dieksekusi : - Putusan Hakim Indonesia

- Putusan arbitrase (juga putusan arbitrase internasional),

Putusan hakim asing pada asasnya tidak dapat dijalankan, dilaksanakan dengan viat eksekusi (permohonan pelaksanaan eksekusi kepada PN nasional (sifatrya fakultatif).


(48)

- Putusan P4D (Panitia Penyelesaian Perkara Perburuhan Daerah) dan P4P (Panitia Penyelesaian Perkara Perburuhan Pusat),

• Paksa badan :

- Pengaturannya: pasal 195 s/d 224 HIR, 206 s/d 258 R.Bg, Peraturan MA No. 1 Tahun 2000,

- Sandera badan tidak sesuai dengan sila ke-2 Pancasila.

- Peraturan MA No. 1 Tahun 2000 dimaksudkan untuk menjerat para debitur nakal, yaitu debitur, penanggung/ penjamin yang mampu membayar tetapi tidak mau membayar.

- Debitur yang memiliki itikad tidak baik dengan utang minimal 1 milyar Rupiah dapat dikenakan paksa badan, kecuali yang berusia 75 tahun, tapi terhadap ahli warisnya dapat dikenai juga.

- Waktu paksa badan ditetapkan 6 bulan lamanya dapat diperpanjang 6 bulan dengan keseluruhan 3 tahun.

- Biaya dikenakan pada pihak yang mengajukan dan dibebankan pada utang debitur.

1. Eksekusi putusan yang menghukum pihak yang kalah untuk membayar sejumlah uang.

- Pelaksanaan putusan dilakukan oleh panitera dan juru sita dipimpin oleh ketua Pengadilan Negeri.

- Dimohonkan oleh pihak yang menang.

- Untuk dapat dilaksanakan suatu putusan yang berkepentingan mengajukan permohonan (lisan/tertulis) ke ketua Pengadilan Negeri agar putusan dilaksanakan.

2. Eksekusi putusan yang menghukum orang untuk melakukan suatu perbuatan.

- Orang tidak dapat dipaksa untuk memenuhi prestasi yang berupa melakukan kegiatan.

- Tetapi orang yang menang dapat meminta kepada hakim agar kepentingan yang akan diperolehnya dinilai dengan uang.


(49)

3. Eksekusi riil ps 133 RV

- yaitu pelaksanaan putusan hakim yang memerintahkan pengosongan, benda tetap.

- Jika orang yang dihukum untuk mengosongkan tetapi tidak mau memenuhi perintah hakim secara sukarela, hakim dapat memerintahkan pengosongan scara paksa, jika perlu dengan bantuan alat kekuasaan Negara (polisi).

• Eksekusi terhadap putusan kekuatan hukum tetap dan tidak ada upaya hukum dari para pihak.

PENYELESAIAN PERKARA (BERACARA) DENGAN 3 PIHAK • Meliputi;

1. Intervensi (campur tangan). Inisiatif ada pada pihak ke-3. a. Voeging (menyertai),

Masuknya pihak ke-3 atas kehendak sendiri untuk mendukung salah satu pihak.

b. Tussenkomst (menengahi),

Masuknya pihak ke-3 atas kehendak sendiri untuk membela kepentingan sendiri.

2. Vrijwaring (penanggungan), Inisiatif ada pada para pihak.

Masuknya pihak ke-3 dengan ditarik oleh salah satu pihak. • Orangnya disebut intervenient.

UPAYA HUKUM

• Upaya hukum adalah upaya yang diberikan oleh undang-undang kepada sescorang atau badan hukum untuk dalam hal tertentu melawan putusan hakim.

• Upaya hukum merupakan suatu tahapan dalam proses beracara di pengadilan untuk memperbaiki putusan, yaitu langkah-langkah apa yang dapat dilakukan oleh para pihak manakala ia tidak puas terhadap putusan pengadilan.


(50)

• Upaya hukum terbagi dua, yaitu : - Upaya hukum biasa :

1. verzet 2. banding 3. kasasi

- Upaya hukum luar biasa: 1. derden verzet 2. kasasi

• Upaya hukum biasa pada asasnya menangguhkan eksekusi (pengecualian adalah dalam hal dijatuhkannya putusan serta merta), sedangkan upaya hukum luar biasa tidak menangguhkan eksekusi, adapun yang manjadi perbedaan prinsipnya bahwa upaya hukum biasa dapat dilakukan terhadap putusan yang belum berkekuatan tetap (yaitu dapat dilakukan dalam tenggang waktu yang telah diberikan oleh ketentuan undang-undang).

Upaya biasa

- pada umumnya pada putusan yang belum kekuatan hukum tetap - pada asasnya menangguhkan eksekusi

Upaya Luar Biasa

- karena putusan telah berkekuatan hukum tetap.

- pada asasnya tidak menangguhkan eksekusi sekalipun bisa.

• Gugat provisi : gugatan terhadap hal-hal yang … putusan provisi oleh putusan sela. VERZET

- Pada pasal 125 ayat (3) jo 129 HIR jo 153 R.Bg - Pada asasnya verzet dilakukan oleh tergugat - Merupakan perlawanan terhadap putusan verstek

- Putusan verstek tidak selamanya menguntungkan bagi si penggugat.

- Verstek : kembali pada pemeriksaan semula. Karena dalam verzet dapat diminta untuk mengulangi sidang kembali dari awal.

- Banding : sudah sampai pada tingkat II. Kalau sudah banding oleh penggugat maka pihak tergugat tidak boleh melakukan verzet.


(1)

Pembanding : yang mengajukan banding

• Pihak lawan dapat mengajukan kontra memori ĺ setelah diterimanya memori banding.

ĺ harus dimiliki oleh pihak terbanding.

• Jika sudah lewat 15 hari kemudian salah pihak mengajukan banding, PN tidak boleh menolak tapi harus meneruskannya ke PT (PT yang berhak menolak/menerima permohonan banding).

• Memori banding tidak diwajibkan oleh UU. Memori banding diperlukan untuk menentukan kasus bagi hakim.

• Pada asasnya semua putusan akhir pengadilan tingkat pertama dapat memintakan banding kecuali UU menentukan lain.

• Putusan perdamaian bukan banding, berarti kedua belah pihak setuju, tidak ada banding. Tapi jika ternyata tidak setuju maka langsung ke kasasi.

• Putusan yang tidak bisa di banding ĺ Putusan sela

Putusan perdamaian Penetapan

• Dalam tingkat banding hakim tidak boleh mengabulkan lebih dari yang dituntut. Berarti hakim harus membiarkan putusan hakim tingkat-I sepanjang tidak dibantah dalam tingkat banding.

MEMORI DAN KASASI BANDING

- Kasasi adalah hukum biasa yang dapat ditempuh dengan maksud untuk menegakkan dan membetulkan hukum, jika hukum ditentang oleh putusan hakim pada tingkat tertinggi di PT.

- Pemeriksaan di MA adalah pemeriksaan terhadap yang terakhir, yang diperiksa hanya penerapan hukum, yaitu putusan itu melanggar hukum atau tidak.

- MA dalam tingkat kasasi membatalkan putusan/penetapan adalah dari semua lingkungan peradilan karena:

a. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang


(2)

c. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perUndang-Undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan itu, misal tidak ada pertimbangan hukum dalam putusannya.

- Permohonan kasasi dalam perkara perdata hanya diajukan oleh pihak yang berperkara atau wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu.

ĺ harus ada surat kuasa baru.

- Permohonan kasasi dapat diajukan secara tertulis/lisan melalui panitera pengadilan tingkat pertama yang memutus perkara (PN)

- Tenggang waktu 14 hari sesudah putusan/penetapan pengadilan yang dimaksud diberitahukan kepada pemohon.

- Surat permohonan ditujukan kepada ketua MA melalui panitera PN

- Jika dalam waktu itu tidak ada apa-apa maka berarti dia menerima putusanĺ tidak ada kasasi.

- Setelah pemohon kasasi mengajukan permohonannya, ia wajib menyampaikan memori kasasi yang memuat alasan-alasan kasasi dalam waktu 14 hari setelah permohonan kasasi. Jika tidak ada memori kasasi, kasasi bisa ditolak. Jika sudah terlambat menyampaikan memori kasasi, maka permohonan kasasi itu tidak diterima.

- Sehubungan dengan memori kasasi, bagi pihak lawan diberi hak untuk mengajukan kontra memori kasasi (jawaban terhadap memori kasasi).

- Yang membedakan antara banding dengan kasasi adalah bahwa dalam kasasi maka memori kasasi bersifat wajib (sangat penting) karena didalamnya dicantumkan keberatan-keberatan terhadap penerapan hukumnya atau dengan kata lain memori kasasi penting karena menyangkut penerapan hukumnya.

BANTAHAN PIHAK KETIGA (Darden Verzet) Bantahan perlawanan dapat dilakukan terhadap :

a. Sita jaminan b. Sita eksekutorial

- Ps 195 (6), (7), ps 207-208 HIR


(3)

- Mengajukan perlawanan / bantahan dapat dilakukan secara lisan / tertulis.

- Perlawanan / bantahan tidak menangguhkan eksekusi oleh karena itu perlawanan / bantahan tidak boleh diajukan terlambat, bila terlambat akan tidak berhasil dan dinyatakan tidak dapat diterima.

ĺ harus ada permohonan dari pihak ketiga, juga harus dibuktikan - Sita jaminan : proses masih berlangsung

Sita eksekutorial : upaya luar biasa

- Bantahan tidak menangguhkan eksekusi sehingga tidak boleh terlambat (ada tenggang waktu)

- Pada umumnya yang dimohonkan oleh pelawan dalam perlawanan, bantahannya : a. Agar dinyatakan bahwa perlawanan tersebut adalah tepat dan beralasan

b. Agar dinyatakan bahwa pelawan/pembantah adalah pelawan/pembantah yang benar

c. Agar sita jaminan atau eksekutorial yang bersangkutan diperintahkan untuk diangkat

d. Agar para terlawan/terbantah dihukum membayar biaya perkara. - Asas akan timbul, tumbuh, hidup dan berkembang jika ada penyimpangan - Pelawan harus pemilik sah/benar-benar memiliki barang yang disita.

- Eksekusi terhadap upaya hukum luar biasa tidak dapat ditangguhkan tetapi bisa diminta untuk dihentikan dengan permohonan.

- Pelawan untuk dapat dikatakan sebagai pelawan yang benar, maka ia harus merupakan pemilik dari barang yang disita, terhadap pelawan yang benar maka sita diangkat.

- Terhadap putusan perlawanan yang dijatuhkan oleh PN, terlawan dimungkinkan mengajukan banding dan/kasasi.

PENINJAUAN KEMBALI (PK)

• Dulu PK dikenal dengan istilah herziening. • Pengaturan PK masih bersifat dualisme :

1. Hukum Perdata: Peraturan MA Tahun 1985 dan UU No. 14 / 70 2. Hukum Pidana: KUHAP (UU No. 8 / 1981)


(4)

• MA bertugas dan berwenang menimbang PK terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

• Yang mengajukan PK :

1. Diajukan sendiri untuk pihak yang perkara atau ahli warisnya atau wakil yang secara khusus dikuasakan untuk itu.

2. Bila selama proses pemohon meninggal dunia, dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya.

• Penangguhan eksekusi dapat dilakukan dengan permohonan ke MA • PK tidak menghentikan eksekusi

• Penghentian putusan boleh dilakukan dengan alasan kuat. • Alasan PK :

1. Apabila putusan didasarkan kebohongan (tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkara diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang dinyatakan oleh hakim pidana bahwa itu palsu.

2. Apabila setelah perkara diputus ditemukan surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak ditemukan (novum = bukti baru).

3. Apabila telah dikabulkan putusan yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut.

4. Jika tidak ada pertimbangan dimana salah satu permohonan tidak diputus (dalam petitum ada tapi tidak ada diputusan tidak dipertimbangkan).

5. Apabila terhadap perkara yang sama telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain.

6. Apabila dalam suatu putusan terdapat kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

• Tenggang waktu

1. 180 hari untuk alasan no 1 sejak putusan pidana memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak.

2. untuk alasan no. 2, 180 hari sejak ditemukannya alat bukti.

3. untuk alasan no. 3,4,6. 180 hari sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah disatukan kepada para pihak.


(5)

• PK bisa diajukan secara tertulis/ lisan dengan disertai alasan dan penjelasan yang disampaikan kepada panitera PN yang memutus tingkat pertama dengan membayar biaya perkara.

• Akibat hukum yang timbul sehubungan dengan putusan MA dalam perkara PK : 1. Dalam hal MA mengabulkan permohonan PK, maka putusan yang dimohonkan

PK dibatalkan, selanjutnya MA memeriksa dan memutus sendiri perkara itu. 2. MA akan menolak permohonan PK jika permohonan itu tidak beralasan. • Aspek yang dipertimbangkan oleh MA dalam memeriksa dan mengadili PK:

1. MA berwenang untuk melakukan pemeriksaan tambahan atau keterangan dan pertimbangan.

2. MA meminta keterangan Jaksa Agung atau pejabat lain yang diserahi tugas penyidikan apabila diperlukan.

3. Pengadilan yang dimaksud (PT) diperintahkan agar segera mengirimkan hasil pemeriksaan (no. 1) pada MA.

4. Permohonan PK hanya dapat diajukan satu kali saja, dan dapat dicabut selama belum diputus, tetapi setelah dicabut tidak dapat diajukan kembali.


(6)

Daftar Pustaka dan Perundang-undangan Terkait:

- Retno Wulansutantio, SH., Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, CV. Mandar Maju, 1997.

- Riduan Syahrani, SH., Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, PT. Alumni, 2000.

- Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata/BW) - Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD)

- Undang-undang No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. - Undang-undang No. 5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung RI. - Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

- Undang-undang Peradilan Umum - Undang-undang Kepailitan - Kompilasi Hukum Islam