Gejala Penyakit Frekuensi Kehadiran Penyakit di Lapangan

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Gejala Penyakit

Tanaman yang terinfeksi NPA dapat dilihat dari gejala tanaman di lapangan seperti tanaman yang kerdil, klorosis, cabang atau ranting tanaman jarang, daun menguning dan layu kemudian tanaman akan mati. Gejala infeksi nematoda pada bagian atas tanaman berupa ukuran batang yang kerdil, daun menguning dan diikuti layunya tanaman pada siang hari. Hal ini disebabkan pertumbuhan tanaman yang melambat dan tingkat infeksi yang tinggi. Terganggunya jaringan tanaman mengakibatkan tanaman sulit berkembang hingga terhentinya pertumbuhan tanaman. Gejala pada bagian perakaran tomat dapat terlihat setelah tanaman di cabut. Pada bagian akar akan terlihat puru yang ukuran dan bentuknya yang beragam Gambar 6A dan 6B. Dari semua sampel akar yang diteliti gejala ini dapat terlihat dengan jelas. Luc et al. 1995 menjelaskan bahwa pada akar tanaman yang terserang menjadi bisul bulat atau memanjang dengan besar bervariasi. Di dalam bisul ini terdapat nematoda betina, telur dan juvenil. Bisul akar yang membusuk akan membebaskan nematoda dan telurnya ke dalam tanah kemudian masuk ke dalam akar tanaman lain. Ukuran dan bentuk puru tergantung pada spesies, jumlah nematoda di dalam jaringan, inang dan umur. Universitas Sumatera Utara Gambar 6. Akar yang terinfeksi NPA Permukaan akar yang tidak rata akibat infeksi nematoda menyebabkan penampakkan fisik akar tersebut tidak baik. Benjolan-benjolan yang terdapat pada akar diakibatkan oleh infeksi nematoda betina yang berada di dalam jaringan akar. Terdapat akar yang mengalami kerusakan fisik yang parah dan menyebabkan permukaan akar tidak rata. Benjolan atau puru akibat infeksi nematoda tersebar hampir pada seluruh permukaan akar tomat. Ukuran dan bentuk dari setiap akar berbeda, hal ini dapat diakibatkan perbedaan kerapatan nematoda dan spesies yang menginfeksi akar.

2. Frekuensi Kehadiran Penyakit di Lapangan

Berdasarkan survei yang telah dilakukan di 13 lokasi yang berbeda di beberapa kabupaten di Sumatera Utara, ditemukan kehadiran penyakit sebesar 100 dari sampel di setiap lokasi pengambilan sampel Tabel 1. Hal ini menunjukkan sampel tanaman tomat di 13 lokasi tersebut telah terinfeksi Meloidogyne. A B Universitas Sumatera Utara Tabel 1. Frekuensi Kehadiran Penyakit di Lapangan Lokasi Suhu Tanah C Frekuensi Kehadiran Penyakit Sirogos 21 100 Sosor Gonting 22 100 Lobu Tua 20.5 100 Bangun 23 100 Pancur Nauli 21.5 100 Laehole 22 100 Simpang Bage 21 100 Tappe-Tappe 20 100 Tiga Raja 20.5 100 Bandar Raya 19 100 Saribu Dolok 20 100 Perbatuan 20.5 100 Dokan 21 100 Frekuensi kehadiran penyakit 100 di setiap lokasi pengambilan sampel menunjukkan bahwa serangan Meloidogyne spp yang tinggi dan merata di semua lokasi pertanaman tomat di Sumatera utara. Meloidogyne terdeteksi positip pada semua sampel yang diambil dari lokasi yang berbeda-beda. Kehadiran penyakit ini dipengaruhi oleh sistem budidaya, cara pengolahan tanah yang dilakukan oleh petani, kondisi lingkungan yang berbeda, ketinggian tempat yang berbeda, dan suhu tanah. Persentase kejadian penyakit menggambarkan tingkat infeksi oleh Meloidogyne spp. Populasi akan sangat berpengaruh terhadap tingkat kerusakan di lapangan. Populasi Meloidogyne spp. yang semakin banyak menyebabkan tingkat kerusakan semakin tinggi. Pradika 2012 menjelaskan bahwa persentase kejadian Universitas Sumatera Utara penyakit menggambarkan tingkat infeksi oleh Meloidogyne spp. Faktor yang mempengaruhi tingkat infeksi oleh nematoda antara lain sistem budidaya dan cara olah tanah. Faktor lain seperti suhu, pH tanah dan kelembaban berpengaruh terhadap biologi, populasi, dan persebaran dari setiap spesies Meloidogyne spp. Populasi akan sangat berpengaruh terhadap tingkat kerusakan di lapangan. Di Kabupaten Humbang Hasundutan pertanian masih banyak monokultur dan jarang melakukan rotasi tanaman. Terdapat petani yang melakukan tumpang sari tetapi dengan tanaman yang rentan terinfeksi NPA misalnya tumpang sari tanaman tomat dengan kentang, tomat dengan cabai dan tomat dengan sayur kubis dan cabai sekaligus. Hal ini tidak jauh berbeda dengan cara budidaya petani tomat di Kabupaten Simalungun dan Karo. Pada lokasi kejadian penyakit di Kabupaten Dairi tidak ditemukan petani yang melakukan tumpang sari tetapi melakukan rotasi tanaman. Di lokasi ini juga masih sedikit petani yang bercocok tanaman tomat. Kondisi ini mempengaruhi keberadaan dan penyebaran NPA yang terdapat di lokasi pengambilan sampel. Pengetahuan petani tentang pengendalian nematoda yang masih sedikit menjadi salah satu faktor tingginya tingkat kehadiran penyakit di lokasi tersebut.

3. Keberadaan Puru dan Paket Telur NPA dalam Jaringan Tanaman