Kesimpulan PERJUANGAN POLITIK MOHAMMAD HATTA PADA MASA SISTEM PEMERINTAHAN PARLEMENTER (1948 1956)

80

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berpijak dari uraian hasil penelitian da lam bab sebelumnya, maka dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut : 1. Mohammad Hatta lahir pada tanggal 12 Agustus 1902 di Bukittinggi, Sumatera Barat dan wafat pada tanggal 14 Maret 1980 di Jakarta. Pribadi dan pemikiran Mohammad Hatta dipengaruhi o leh lingkungan keluarga dan latar belakang pendidikannya. Mohammad Hatta menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat, Europe Lagere School ELS yang setingkat dengan Sekolah Dasar d i Bukittinggi, dan melanjutkan belajar di Meer Uegebreid Leger Onderweijs MULO di Padang 1917. Sejak di MULO Mohammad Hatta sudah aktif dalam organisasi khususnya di Jong Sumatranen Bond JSB dan selalu menjabat sebagai pengurus inti. Keaktifan Mohammad Hatta berlanjut setelah hijrah ke Batavia untuk melanjutkan sekolah di Prins Hendrik School PHS dan pada tahun 1921 Mohammad Hatta melanjutkan studi ke Belanda di Sekolah Tinggi Ekonomi di Nederland Handels Hoogeschool NHH. Kesadaran politik Hatta makin berkembang karena kebiasaannya menghadiri ceramah-pertemuan-pertemuan politik. Kiprah Mohamad Hatta di organisasi mulai menanjak setelah masuk ke Perhimpunan Indonesia dan kemudian bersama Ir. Soekarno serta Sutan Sjahrir membentuk PNI hingga pada akhirnya bermunculan organisasi-organisasi politik lainnya. 2. Pemikiran-pemikiran Mohammad Hatta antara lain : a. Sosialisme di Indonesia. Ada tiga sumber yang melahirkan sosialisme di Indonesia yaitu ajaran Marx, agama islam dan corak kolektif dari masyarakat desa Indonesia asli. b. Demokrasi dan kedaulatan rakyat. Demokrasi yang ada di Indonesia ada 3 tiga sendi yaitu cita-cita rapat, cita-cita protes massa dan cita-cita tolong- menolong. 81 c. Bentuk negara serikat. Mohammad Hatta menganjurkan dibentuknya negara serikat sebagai sebuah konsekuensi dari konsep kedaulatan rakyat yang digulirkannya. 3. Pada masa pemerintahan parlementer, kehidupan politik dan pemerintahan tidak stabil, sehingga program pembangunan dari suatu pemerintahan tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan berkeseimbangan. Salah satu penyebab ketidakstabilan tersebut adalah sering bergantinya pemerintahan yang bertugas sebagai pelaksana pemerintahan. Hal ini terjadi karena dalam negara demokrasi dengan sistem pemerintahan parlementer, kedudukan negara berada di bawah DPR dan keberadaanya sangat tergantung pada dukungan DPR,dan pemerintahan lain adalah timbulnya perbedaan pendapat yang sangat mendasar di antara partai politik yang ada saat itu. Mohammad Hatta adalah pendukung negara serikat dan cita-citanya membangun pemerintahan parlementer bagi Indonesia. Pemerintahan parlementer bisa berjalan baik jika ditunjang oleh tingkat pendidikan rakyat yang tinggi, sedangkan negara serikat tidak begitu mengkristal dalam gagasannya. Karena itu baginya, pemberlakuan prinsip otonomi dalam negara kesatuan sudah mendekati cita- citanya. Sumber-sumber yang menghidupkan cita-cita demokrasi sosial menurut analisa Mohammad Hatta ada tiga pokok yaitu paham sosialisme Barat yang menjunjung tinggi perikemanusiaan, ajaran Islam dan kolektivisme masyarakat Indonesia. 4. Mohammad Hatta memiliki peran besar dalam masa pemerintahan parlementer. Pada tahun 1948-1950, Mohammad Hatta yang menjabat sebagai Wakil Presiden, diangkat menjadi Perdana Menteri. Kebijakan politik Kabinet Hatta antara lain diplomasi, rasionalisasi dan pembangunan. Pada bidang diplomasi, Hatta yang menjadi ketua delegasi Indonesia ke Belanda berhasil membawa Indonesia kepada pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda melalui Konferensi Meja Bundar KMB pada tanggal 27 Desember 1949 di Den Haag. Pada kebijakan rasionalisasi, Hatta telah meletakkan dasar- dasar untuk mengefektifkan susunan dan administrasi negara dan Angkatan Perang. Pada kebijakan pembangunan, Hatta telah berhasil meletakkan dasar- 82 dasar bagi program transmigrasi, penyempurnaan pengairan dan pembukaan lahan-lahan baru untuk meningkatkan produksi pangan. Kedudukan dan peran Wakil Presiden pada UUDS 1950, tidak memiliki peran yang cukup berarti dalam menentukan penyelenggaraan kenegaraan, karena undang-undang dasar ini menganut sistem pemerintahan parlementer yang mengakibatkan Mohammad Hatta yang menjabat menjadi wakil presiden hanya berfungsi sebagai lambang negara. Hatta lebih banyak memberi masukan pada presiden, menteri, gubernur, tokoh masyarakat, pemuda, pengusaha dan sebagainya dalam mereka mengambil kebijakan. Mohammad Hatta meletakkan jabatan sebagai wakil presiden pada tanggal 1 Desember 1956.

B. Implikasi